Anda di halaman 1dari 14

RUAM POPOK (DIAPER RASH)

I. PENDAHULUAN

Seorang individu dalam rentang kehidupannya akan melalui berbagai macam fase atau
periode seiring dengan perkembangan usia. Salah satu periode yang memegang peranan penting
dalam perkembangan seorang individu adalah periode bayi. Periode ini merupakan salah satu
periode terpenting dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan pada periode ini, seorang bayi mulai
belajar dan memahami berbagai macam hal dan pengalaman baru tentang dirinya untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan agar tercapai kesehatan yang optimal (Cahyati dkk, 2015).

Semua bayi memiliki kulit yang sangat peka, berbeda dengan kulit orang dewasa yang tebal
dan mantap, kondisi kulit pada bayi yang relatif tipis menyebabkan bayi lebih rentan terhadap
infeksi, iritasi, dan alergi. Secara struktural, kulit bayi dan balita belum berkembang dan berfungsi
secara optimal, sehingga diperlukan perawatan yang lebih menekankan pada perawatan kulit,
sehingga bisa meningkatkan fungsi utama kulit sebagai pelindung dari pengaruh luar tubuh. Selain
perawatan kulit rutin, para orang tua juga perlu memperhatikan perawatan kulit pada daerah yang
tertutup popok agar tidak terjadi gangguan (Manulang, 2010).

Para orang tua modern sudah merasa nyaman dengan penggunaan diaper atau popok bayi
sekali pakai, karena mereka tidak perlu bersusah payah untuk mencuci dan menjemur tumpukan
popok bayi seperti pada masa orang tua mereka dahulu. Namun, ada beberapa orang tua jaman
sekarang yang lebih memilih menggunakan popok kain untuk bayi mereka dengan alasan kesehatan
dan kenyamanan bayi. Salah satu masalah kesehatan kulit yang sering terjadi pada bayi adalah
ruam popok (diaper rash), bagi bayi yang sering menggunakan popok, maka anda juga harus rajin
memperhatikan popoknya. Karena kepraktisannya saat penggunaan dan kelalaian saat
menggantinya sang bayilah yang mendapatkan dampak buruknya, seperti iritasi pada kulit bayi,
sehingga mengakibatkan bayi menjadi rewel. Ruam popok (diaper rash) pada bayi membuat kulit
kemerahan agak membentol. Bayi yang terkena ruam popok (diaper rash) biasanya akan rewel,
karena dengan cara itulah mengekspresikan rasa tidak nyaman (shelly sim, 2014). Ruam popok
kerap dijumpai pada bayi atau anak di bawah usia 2 tahun dengan angka kejadian yang lebih tinggi
antara usia 9-12 bulan yaitu sebanyak 73,5% (Cahyati dkk, 2015).
Lebih dari 30% bayi dan balita di Indonesia mengalami ruam popok (diaper rash). Ini
terjadi karena orang tua tidak peduli dengan jenis popok, popok yang dipakai sepanjang hari dan
jarang diganti dan popok kain dicuci asal bersih (Marta Fitria, 2014). Sedangkan pasien yang
dirawat di Ruang perinatologi RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo dalam satu bulan terakhir,
dari 201 pasien yang dirawat, sebanyak 35 bayi (17,5%) pasien menderita diaper dermatitis. Ibu
yang memeriksakan bayinya saat imunisasi di Puskesmas Bungkal sebanyak 60 bayi, yang
mengalami diaper dermatitis sebanyak 11 bayi (18,3%) (Umu Rokhmiana, 2012).

Penyebab diaper rash (ruam popok) biasanya karena kulit bayi lembab dan penggunaan
diaper yang cukup lama. Daerah yang langsung berhubungan dengan popok terutama adalah lipat
paha, pantat dan paha bagian dalam, sehingga kulit tersebut mudah sekali menderita kelainan.
Banyak faktor penyebabkan terjadinya diaper rash (ruam popok). Diantaranya faktor fisik
(pakaian, popok), faktor kimiawi (bahan kimia dalam urin dan feses), faktor enzimatik (bahan
kimia yang bereaksi secara enzim) dan adanya mikroba (jamur dan bakteri pada urine dan feses
yang terdapat pada popok) (Suririnah, 2010). Faktor lain adalah peninggian pH kulit dan paparan
mikroorganisme atau bahan iritan/alergen. Urin akan meningkatkan pH kulit melalui pemecahan
urea menjadi amonia. Peninggian pH kulit ini akan meningkatkan aktifitas enzim protease dan
lipase sehingga terjadi kerusakan sawar kulit (Tanjung, tt).

Dampak terburuk dari penggunaan popok yang salah, selain mengganggu kesehatan kulit
juga dapat mengganggu perkembangan pertumbuhan bayi dan balita. Hal itu diutarakan oleh
seorang pakar kesehatan kulit di Jakarta, rendahnya pengetahuan pemakaian popok bayi yang benar
memang telah menggejala di Indonesia. Pencegahan diaper rash harus segera dilakukan dengan
menghindari pemakaian popok yang basah, karena dapat berkembang menjadi granuloma yang
dapat terinfeksi jamur Candida Albicans jika tidak segera diatasi. Karena itu, seorang ibu
disarankan segera mengganti popok setiap kali bayi mengompol (Aisyah, 2009).

Dengan dituliskannya makalah ini diharapkan para orang tua khusunya para ibu-ibu tidak
menyepelekan terjadinya diaper rash pada buah hatinya karena dapat memicu dampak yang buruk
untuk perkembangan kulit bayi. Diharapkan juga para orang tua yang buah hatinya belum ataupun
sudah mengalami diaper rash untuk tidak usah khawatir dengan penyakit ini dan lebih memahami
gejala maupun pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari diaper rash yang
berkelanjutan, serta pengobatan yang tepat saat bayi mengalami diaper rash.

II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ruam Popok

Ruam popok adalah dermatitis pada daerah yang ditutupi popok yang ditandai oleh
kemerahan pada daerah pantat, kulit yang menempel dengan popok, dan daerah lipatan
paha. Perawatan perianal bayi merupakan perawatan pada daerah yang tertutup popok pada
bayi. Perawatan perianal ini penting untuk menjaga kesehatan kulit bayi, khususnya pada daerah
genitalia bayi yang merupakan bagian yang sangat sensitif. Perawatan ini meliputi perawatan pada
area genital, area sekitar anus, lipatan paha serta pantat bayi. Perawatan perianal jika dilakukan
dengan benar dan teratur maka akan mengurangi resiko terjadinya ruam popok sekali pakai
(Setyawan, 2014).

Diaper rash (Ruam popok) adalah iritasi pada kulit bayi didaerah pantat. Ruam popok dapat
berupa ruam yang terjadi di dalam area popok. Pada kasus ringan kulit menjadi merah. Pada kasus-
kasus yang lebih berat mungkin terdapat rasa sakit. Biasanya ruam terlihat pada sekitar perut,
kemaluan, dan di dalam lipatan kulit paha dan pantat. Kasus ringan menghilang dalam 3 sampai 4
hari tanpa pengobatan. Bila ruam menetap atau muncul lagi setelah pengobatan, berkonsultasilah
dengan dokter (Rania,2017).

Diaper rash adalah istilah umum pada beberapa iritasi kulit yang berkembang pada daerah
yang tertutup popok. Sinonim termasuk diaper dermatitis, napkin (atau “nappy”) dermatitis dan
dermatitis ammonia. Penyakit-penyakit ini dapat dibagi secara konseptual ke dalam:

1. Ruam yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh penggunaan
popok. Kategori ini termasuk dermatosis, seperti dermatitis kontak iritan, miliaria,
intertrigo, dermatitis diaper kandida dan granuloma gluteal infantum.
2. Ruam yang muncul ditempat lain tetapi dapat menyebar ke daerah paha yang
teriritasi selama memakai popok. Kategori ini termasuk dermatitis atopik, dermatitis
seboroik dan psoriasis.
3. Ruam yang muncul pada daerah popok yang tidak disebabkan oleh penggunaan
popok. Kategori ini terdiri dari ruam yang berhubungan dari impetigo bullosa, sel
histiosit Langerhans, acrodermatitis enteropathica (defisiensi zinc), sifilis
kongenital, scabies dan HIV.

(Rania,2017).

2.2 Patofisiologi Ruam Popok


Penyebab pasti dari Diaper rash sebenarnya belum bisa ditentukan. Timbulnya ruam ini
merupakan hasil kombinasi dari beberapa faktor yang terdiri dari keadaan lembab, gesekan, urin
dan feses dan munculnya mikroorganisme. Secara anatomis, bagian kulit yang menonjol banyak
pada daerah lipatan, yang menyulitkan dalam pembersihan dan pengontrolan terhadap lingkungan.
Bahan iritan utama dalam kondisi ini adalah enzim protease dan lipase dari feses, dimana
aktivitasnya akan meningkat pesat seiring dengan kenaikan pH. Permukaan kulit yang bersifat
asam juga perlu dalam pengaturan flora normal yang memberikan perlindungan antimikroba
terhadap serangan invasi oleh bakteri pathogen dan jamur (Rania,2017).
Aktivitas enzim lipase dan protease feses akan ditingkatkan oleh percepatan transit
gastrointestinal, inilah sebabnya mengapa insiden tertinggi diaper dermatitis iritan terjadi pada bayi
yang diare dalam waktu kurang dari 48 jam. Penggunaan popok menyebabkan peningkatan
signifikan dari kelembaban kulit dan pH. Kelembaban yang cukup lama dapat menyebabkan
terjadinya maserasi (pengikisan) pada stratum korneum, lapisan luar, lapisan pelindung kulit yang
berhubungan dengan kerusakan pada lapisan lipid interselular. Kelemahan integritas fisik membuat
stratum korneum lebih mudah terkena kerusakan oleh gesekan permukaan popok dan iritasi lokal
(Rania,2017).

Berikut siklus terjadinya ruam popok (diaper rash) :

Dalam hal lain, kulit bayi merupakan barrier efektif terhadap penyakit dan sama halnya
dengan orang dewasa mengenai permeabilitasnya. Berbagai studi melaporkan bahwa kehilangan
cairan pada transepidermal bayi lebih rendah daripada kulit orang dewasa. Bagaimanapun juga,
kelembaban, kekurangan paparan udara, keasaman atau paparan bahan iritan dan meningkatnya
gesekan pada kulit dapat menyebabkan kerusakan barrier kulit (Rania,2017).
PH normal pada kulit berkisar antara 4.5 dan 5.5. Ketika zat urea dari urin dan feses
bercampur, enzim urease mengurai urin, menurunkan konsentrasi ion hydrogen (meningkatkan
pH). Peningkatan pH juga menyebabkan peningkatan hydrogen pada kulit dan membuat kulit lebih
tipis. Sebelumnya, ammonia dianggap sebagai penyebab utama dari diaper dermatitis. Penelitian
terbaru menyangkal hal ini, yang membuktikan bahwa kerusakan kulit tidak terjadi ketika ammonia
atau urin ditempatkan pada kulit selama 24-48 jam. Penelitian lain menunjukkan bahwa pH pada
produk (Rania,2017).
Pembersih dapat mengubah spectrum mikrobiologi pada kulit. Sabun dengan kadar pH
tinggi mendorong pertumbuhan propionibacterial pada kulit, dimana detergen sintetik dengan pH
5.5 tidak menyebabkan perubahan mikroflora. (Rania,2017).

2.3 Penyebab Ruam Popok

1. Penyebab pasti diaper rash tidak dapat ditentukan. Timbulnya ruam ini tergantung dari :
a) Frekuensi penggantian popok yang jarang
b) Cara pembersihan dan pengeringan di daerah popok yang tidak tepat
c) Kesalahan dalam menggunakan bahan topical untuk melindungi kulit
d) Diare.
(Rania,2017).
2. Gesekan
Yaitu terjadi gesekan antara kulit dan kain popok merupakan faktor penting dalam
beberapa kasus. Hal ini didukung oleh predileksi tersering erupsi yaitu di tempat yang
paling sering terjadi gesekan, misalnya pada permukaan dalam paha, permukaan genital,
bokong dan pinggang.
3. Urine
Bayi yang baru dilahirkan mengeluarkan urine lebih dari 20 kali dalam 24 jam.
Frekuensi mikstruasi ini berkurang mengikuti pertumbuhan rata-rata mencapai 7 kali dalam
24 jam pada umur 12 bulan. Selama beberapa tahun, dipercaya bahwa ammonia dihasilkan
oleh degradasi bakteri dari urea pada urin bayi, yang merupakan penyebab utama dari
diaper rash. Suatu penelitian membuktikan bahwa urine yang disimpan selama 18 jam pada
suhu 37 C bisa menginduksi terjadinya dermatitis ketika diberikan pada kulit bayi. Efeknya
tidak berhubungan dengan pH atau konsentrasi ammonia, tetapi tanda iritasi tidak bisa
dihindari. pH urine yang tinggi (alkalis) pada bayi dapat menimbulkan irritant napkin
dermatitis. Bagaimana pun juga, urine yang alkalis tidak berbahaya secara langsung, efek
yang berbahayanya dihasilkan dari interaksi bahan faecal pada kain popok.
4. Feses
Telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa feses manusia memiliki efek iritan
pada kulit. Pada feses bayi terdapat sejumlah bahan protease pancreas dan lipase, dan
enzyme yang dihasilkan oleh beberapa bacteri dalam usus. Enzim ini penting dalam hal
iritasi kulit. Efek iritantnya bisa menimbulkan beberapa faktor, terutama dapat merusak
fungsi barrier dan pH nya tinggi. Salah satu dari faktor tersebut menunjukkan pengaruh pH
faecal pada diet bayi, pH tertinggi ditemukan pada bayi yang mengkonsumsi susu sapi
formula. Urea diproduksi oleh berbagai bakteri feses dan memiliki efek dalam menaikkan
pH ketika bercampur dengan urine. Bertambahnya pH meningkatkan aktivitas faecal lipase
dan protease.
5. Berbagai faktor lain yang bisa menurunkan ambang bayi sehingga terjadinya diaper rash
atau bahkan lebih parahnya terjadi erupsi. Faktornya terdiri dari :
a) Kesalahan atau kurangnya perawatan kulit. Penggunaan sabun padat untuk mandi
dan bedak dapat meningkatkan resiko terjadinya dermatitis iritan.
b) Mikroorganisme. Bakteri seperti streptococcus dan Staphylococcus, dan jamur
(Candida) biasanya menyebabkan diaper rash. Umumnya, kedua tipe infeksi ini
cenderung dihasilkan dari disrupsi kulit dan mekanisme pertahanan kulit pada
daerah popok yang berlebihan.
c) Reaksi alergi biasanya jarang menyebabkan diaper rash. Alerginnya biasanya
adalah parfum dan bahan dari popok dan kain penyeka. Daerahnya terkadang
berwarna merah, berbatas tegas dengan permukaannya terdapat vesikel dan erosi.
Hal ini membutuhkan semacam test yaitu Patch test untuk mengidentifikasi agen
penyebab.
d) Penggunaan antibiotik spectrum luas pada bayi dengan otitis media dan infeksi
traktus respiratory menunjukkan peningkatan insiden terjadinya irritant napkin
dermatitis. Antibiotik dapat membunuh bakteri, baik flora normal maupun bakteri
patogen. Ketidakseimbangan kedua bakteri ini, dapat menyebabkan infeksi jamur.
Ini dapat terjadi ketika bayi mengkonsumsi antibiotik atau pemberian ASI oleh ibu
yang mengkonsumsi antibiotik.

(Maruko,2012).
2.4 Gejala Ruam Popok
Gejala yang timbul bila terjadi ruam popok diantaranya:
1. Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagai erythema.
2. Crupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan, perut
bawah paha atas.
3. Kulit kemerahan dan lecet. Kulit pada lipatan kaki lecet dan berbau tajam.
4. Awal ruam biasanya timbul di daerah kelamin, bukan di dubur.
5. Beruntutan di daerah kelamin, pantat, dan pangkal paha.
6. Timbul lepuh-lepuh di seluruh daerah popok.
7. Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3 hari, daerah tersebut ditumbuhi oleh
jamur, terutama jenis Candida Albicans, sehingga kelainan kulit bertambah merah
dan basah.
8. Mudah terjadinya infeksi kuman, biasanya Staphylococcus Aureus atau Sreptococcus
Betahemolyticus sehingga kulit menjadi lebih bengkak, serta di dapatkan nanah.
9. Bayi menjadi rewel karena rasa nyeri.
(Windiani,2011).

2.5 Pengobatan Ruam Popok


2.5.1 Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologis (tanpa menggunakan obat) bagi bayi yang mengalami
ruam popok dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Gunakan popok dengan ukuran yang lebih besar daripada ukuran popok sebelumnya
2. Kulit harus dijaga kebersihannya, tetapi hindari menggosok-gosoknya, karena dapat
menimbulkan iritasi yang lebih parah. Setelah dibersihkan, biarkan kulit terbuka,
dan tunda memasang popok selama beberapa saat.
3. Segera ganti popok bayi ketika sudah terisi urine maupun feses. Kemudian
bersihkan area kulit bayi tersebut dengan menggunakan air hangat. Hindari
penggunaan tisu basah atau sejenisnya karena mengandung bahan kimiawi
(pewangi) dan terkadang mengandung alkohol yang menimbulkan iritasi
4. Biarkan kulit dan bokong bayi untuk benar mengering sebelum mengenakan popok
penggantinya
5. Pemberian minyak zaitun murni maupun minyak kelapa murni sebanyak empat kali
sehari selama 7 hari pada kulit yang mengalami ruam popok akan memberikan
nutrisi melalui proses penyerapan oleh kulit untuk mengurangi efek gesekan dan
kelembaban, mengembalikan elastisitas kulit, dan melindungi kulit dari kerusakan
sel
(Handy,2015).

2.5.2 Terapi Farmakologi


Terapi farmakologi (dengan obat) bagi penderita ruam popok dapat dilakukan
dengan menggunakan obat-obat sebagai berikut :
1. Kategori obat: Pelindung Kulit.
Dalam kategori ini adalah obat-obat yang aman dan dijual bebas memiliki
cara kerja melindungi kulit. Misalnya obat oles yang mengandung seng oksida (zinc
oxide) bekerja sebagai antiseptik, menyejukkan kulit, dan mempercepat
penyembuhan, juga petrolatum atau lanolin yang menahan air dalam kulit dan
mencegah iritasi
Contoh lainnya yaitu Dekspantenol yang pada pemakaian eksternal, selain
diindikasikan untuk ruam popok, dapat juga diindikasikan untuk luka bakar, abses,
luka baring, dermatitis, bisul, kebutuhan untuk pengobatan dan pencegahan
peradangan pada puting payudara selama menyusui. Cara kerja obat ini yaitu
dengan cara menembus baik ke lapisan lebih dalam dari kulit dan sirkulasi sistemik.
Biotransformiroetsa dalam jaringan tubuh untuk membentuk pantotenat asam ,
mengikat protein plasma darah. Diekskresikan dalam bentuk asam pantotenat .
2. Kategori obat: Anti Jamur
Dipakai bila dicurigai ada infeksi jamur atau telah terbukti dengan pemeriksaan
laboratorium. Biasanya yang digunakan adalah krim atau salep nistatin, klotrimazol,
atau econazole nitrat, bekerja mematikan dan mencegah pertumbuhan jamur lebih
lanjut.
3. Kategori obat: Steroid Topikal (dioleskan di kulit)
Bekerja mengurangi peradangan. Misalnya obat yang mengandung
hidrokortison. Penggunaannya perlu hati-hati karena efek sampingnya. Dapat
diserap tubuh jika dipakai berlebihan dan justru dapat memperparah ruam popok
jika ternyata disertai oleh infeksi jamur atau bakteri.
Contoh kortikosteroid lemah seperti salep atau krim hidrokortison 1%
bermanfaat untuk mengobati ruam popok pada bayi. Penggunaan harian terus
menerus tidak dianjurkan meskipun kortikosteroid ringan seperti hidrokortison 1%
sebanding dengan betametason 0,1% yang digunakan sesekali.
4. Kategori obat: Antibiotika Topikal
Digunakan untuk mengobati ruam popok yang terinfeksi bakteri.
(Anonim,2012).

III. KESIMPULAN

Diaper rash (Ruam popok) adalah iritasi pada kulit bayi didaerah pantat. Ruam popok dapat
berupa ruam yang terjadi di dalam area popok. Pada kasus ringan kulit menjadi merah. Pada kasus-
kasus yang lebih berat mungkin terdapat rasa sakit. Biasanya ruam terlihat pada sekitar perut,
kemaluan, dan di dalam lipatan kulit paha dan pantat. Kasus ringan menghilang dalam 3 sampai 4
hari tanpa pengobatan. Bila ruam menetap atau muncul lagi setelah pengobatan, berkonsultasilah
dengan dokter.

Timbulnya ruam popok merupakan hasil kombinasi dari beberapa faktor yang terdiri dari
keadaan lembab, gesekan, urin dan feses dan munculnya mikroorganisme. Secara anatomis, bagian
kulit yang menonjol banyak pada daerah lipatan, yang menyulitkan dalam pembersihan dan
pengontrolan terhadap lingkungan. Bahan iritan utama dalam kondisi ini adalah enzim protease
dan lipase dari feses, dimana aktivitasnya akan meningkat pesat seiring dengan kenaikan pH.
Permukaan kulit yang bersifat asam juga perlu dalam pengaturan flora normal yang memberikan
perlindungan antimikroba terhadap serangan invasi oleh bacteri pathogen dan jamur. Aktivitas
enzim lipase dan protease feses akan ditingkatkan oleh percepatan transit gastrointestinal, inilah
sebabnya mengapa insiden tertinggi diaper dermatitis iritan terjadi pada bayi yang diare dalam
waktu kurang dari 48 jam

Penyebab terjadinya ruam popok antara lain frekuensi penggantian popok yang jarang, cara
pembersihan dan pengeringan di daerah popok yang tidak tepat, kesalahan dalam menggunakan
bahan topical untuk melindungi kulit, gesekan, iritasi akibat kontak urin maupun feses terlalu lama.
Adapun juga penyebab lainnya yaitu Mikroorganisme. Bakteri seperti streptococcus dan
Staphylococcus, dan jamur (Candida), reaksia alergi, maupun penggunaan antibiotik spectrum luas
pada bayi.

Adapun gejala yang dialami saat terjadinya ruam popok yang pertama crupsi pada daerah
kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan, perut bawah paha atas.kemudian Timbul
lepuh-lepuh di seluruh daerah popok. Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3 hari, daerah
tersebut ditumbuhi oleh jamur, lalu mudah terjadinya infeksi kuman, biasanya Saaphylococcus
Aureus atau Sreptococcus Betahemolyticus sehingga kulit menjadi lebih bengkak, serta di dapatkan
nanah yang mengakibatkan bayi menjadi rewel karena rasa nyeri

Pengobatan ruam popok dapat dibagi menjadi 2 yaitu pengobatan menggunakan obat-
obatan (Farmako) dan pengobatan non-farmako. Pengobatan menggunakan obat-obatan
digolongkan menjadi 4 yaitu golongan obat pelindung kulit, contohnya obat oles yang mengandung
seng oksida (zinc oxide) dan Dekspantenol. Kategori obat anti jamur contohnya krim atau salep
nistatin, klotrimazol, atau econazole nitrat. Lalu ada kategori obat: Steroid Topikal (dioleskan di
kulit) Contoh kortikosteroid lemah seperti salep atau krim hidrokortison 1%. Dan yang terakhir ada
kategori obat antibiotika lokal. Sedangkan pengobatan non-farmako meliputi penggunaan popok
yang ukurannya lebih besar daripada sebelumnya, lalu tetap menjaga kebersihan kulit bayi sekitar
bokong bayi dan hindari menggosok –gosoknya. Selanjutnya dengan mengganti popok bayi ketika
sudah terisi urine maupun feses, dan bersihkan area kulit bayi tersebut dengan menggunakan air
hangat. Hindari penggunaan tisu basah atau sejenisnya karena mengandung bahan kimiawi
(pewangi) dan terkadang mengandung alkohol. Dan terakhir dengan memberian minyak zaitun
murni maupun minyak kelapa murni sebanyak empat kali sehari selama 7 hari pada kulit yang
mengalami ruam popok.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. 2009. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta :
Universitas Terbuka.

Anonim, 2012. Dexpanthenol. http://symptomss.com/id/pages/1588874.2016. (diakses tanggal 20


Juni 2017).

Cahyati dkk. 2015. Pengaruh Virgin Coconut Oil Terhadap Ruam Popok Pada Bayi (Jurnal
Keperawatan). Palembang : Universitas Sriwijaya.

Handy, F. 2015. A-Z Perawatan Bayi. Depok : PT. Pustaka Bunda.

Manulang, Y.F. 2010. Pengetahuan dan tindakan ibu dalam perawatan perianal terhadap
pencegaham ruam popok pada neonatus di klinik bersalin Sally Medan. (Skripsi). Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Mims Indonesia. t.t. Bepanthen. (serial online). http://www.mims.com/indonesia/
drug/info/bepanthen/bepanthen?type=brief&lang=id. (diakses tanggal 15 juni 2017).

Rania. 2016. Diaper Rash. http://emedicine.medscape.com/article/801222-overview#a5 (Diakses


tanggal 10 juni 2017).

Setyawan, E. 2014. Pengaruh Pelatihan Perawatan Perianal Terhadap Kejadian Ruam Popok
pada Bayi yang Memakai Popok Sekali Pakai di Desa Suco Kecamatan Mumbulsari
Kabupaten Jember. Program studi ilmu keperawatan, Universitas Jember.

Suririnah. 2010. Buku Pintar Mengasuh Balita. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Umu Rokhmiana. 2012. Efektifitas Baby Oil Untuk Perawatan Perianal Dalam Mencegah Diaper
Dermatitis Pada Neonates. Program Studi Ilmu Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

V. LAMPIRAN

5.1 Study Kasus

1. W : Identitas pasien dan gejala apa yang dialami pasien?.

Seorang anak bernama Tuti berusia 10 bulan datang ke apotek Kimia Farma
286 Padang Asri didampingi dengan orang tuanya atas nama bapak Sugandi,
beliau mengatakan bahwa anaknya menderita gejala berupa ruam merah pada
sekitar area bokongnya, karena itu anaknya menjadi rewel. Dari gejala itu dapat
diketahui bahwa anaknya menderita ruam popok.

2. H : Berapa lama pasien mengalami gejala tersebut?

Beliau baru menyadari gejala tersebut semenjak tadi pagi saat memandikan
anaknya.

3. A : Tindakan yang sudah dilakukan pasien terkait pengobatan untuk


gejala yang dialami?

Belum ada tindakan khusus yang dilakukan oleh orang tua si pasien tersebut,
beliau beranggapan bahwa gejala itu akan hilang sendirinya tanpa butuh
pengobatan.

4. M : Pengobatan apa yang pernah dilakukan? (Atau riwayat lain)


Belum ada pengobatan apapun yang diberikan oleh orang tua si pasien.

Seorang anak bernama Tuti berusia 10 bulan datang ke apotek Kimia Farma 286
Padang Asri didampingi dengan orang tuanya atas nama bapak Sugandi, beliau mengatakan
bahwa anaknya menderita gejala berupa ruam merah pada sekitar area bokongnya, karena
itu anaknya menjadi rewel. Dari gejala itu dapat diketahui bahwa anaknya menderita ruam
popok. Beliau baru menyadari gejala tersebut semenjak tadi pagi saat memandikan
anaknya. Belum ada tindakan khusus yang dilakukan oleh bapak si pasien tersebut, beliau
beranggapan bahwa gejala itu akan hilang sendirinya tanpa butuh pengobatan. Belum ada
pengobatan apapun yang diberikan oleh orang tua si pasien.

Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien bernama Tuti menderita
ruam popok dan obat yang cocok diberikan adalah salep Bepanthen.

5.2 Obat Swamedikasi (Salep Bepanthen)

Indikasi :

Terapi tambahan untuk ruam popok, luka minor, kulit kering, terbakar sinar matahari
(sunburn), iritasi kulit yg disebabkan oleh sinar X atau cahaya.

Kontra Indikasi :

Hipersensitivitas, Hemofilia.

Komposisi :

Dexpanthenol.

Cara Kerja Obat :


Bepanthen mengandung Dexpanthenol yang cara kerja obatnya dengan cara
menembus baik ke lapisan lebih dalam dari kulit dan sirkulasi sistemik. Biotransformiroetsa
dalam jaringan tubuh untuk membentuk pantotenat asam , mengikat protein plasma darah.
Diekskresikan dalam bentuk asam pantotenat

Efek Samping :

Alergi

Perhatian:

Dosis dan Aturan Pakai :

Salep Bepanthen

Dioleskan 1- 2 kali sehari pada bagian yang mengalami ruam popok.

(Mims Indonesia)

5.3 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)


1. Aturan Pakai dan Cara Penggunaan
Dioleskan 1- 2 kali sehari pada bagian yang mengalami ruam popok sehabis mandi.
2. Jangka Waktu Pengobatan
Penggunaan obat dianjurkan dioleskan pada daerah yang hanya mengalami ruam popok.
Hentikan penggunaan jika kulit sudah tidak teriritasi ruam popok
3. Cara Penyimpanan
Simpan ditempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.
4. Aktivitas, Makanan dan Minuman yang Patut Dihindari

Hindari aktivitas menggosok bagian yang mengalami ruam popok, karena dapat
menimbulkan iritasi yang lebih parah. Setelah dibersihkan, biarkan kulit terbuka, dan
tunda memasang popok selama beberapa saat. Hindari juga penggunaan tisu basah atau
sejenisnya karena mengandung bahan kimiawi (pewangi) dan terkadang mengandung
alkohol yang menimbulkan iritasi. Makanan dan minuman yang patut dihindari adalah
makanan dan minuman yang menyebabkan alergi pada bayi. Segera periksakan dahulu
bayi tersebut ke dokter untuk memastikan alergi yang dialaminya.
Saya memilih mengulas obat salep Bepanthen yang mengandung Dexpanhenol karena obat
ini termasuk obat yang laris di pasaran, selain itu obat ini tidak memiliki perhatian khusus yang
menyebabkan para orangtua tidak perlu khawatir untuk menggunakan obat ini kepada bayinya.
Efek samping yang ditimbulkan seperti alergipun relatif kecil sehingga dapat diminimalkan.

Anda mungkin juga menyukai