Anda di halaman 1dari 42

RUAM POPOK PADA BAYI

1. Ruam Popok atau Diaper Rash

a. Pengertian Ruam Popok atau Diaper Rash

Ruam popok merupakan peradangan kulit yang terjadi pada area

bokong dan selangkangan. Ruam popok biasanya ditandai dengan

warna kemerahan pada area yang terkena iritasi, terasa gatal dan lecet

lecet rngan (Manggiasih and Jaya, 2016). Hampir semua bayi

mengalami diaper rush terutama pada bayi yang menggunakan popok

sepanjang hari setiap harinya.

Ruam popok adalah kelainan kulit (ruam kulit) yang timbul

akibat radang di daerah yang tertutup popok, yaitu di alat kelamin,

sekitar dubur, bokong, lipat paha, dan perut bagian bawah. Penyakit

ini sering terjadi pada bayi dan anak balita yang menggunakan popok,

biasanya pada usia kurang dari 3 tahun, paling banyak pada usia 9-12

bulan. (Apriza, 2017)

Ruam popok merupakan inflamasi kulit yang umum pada area

popok untuk bayi dan balita. Hal ini disebabkan oleh terpaparnya urin

dan feses pada kulit yang lama. Ruam popok atau juga diaper rash,

berkaitan dengan infeksi. Sejak popok sering digunakan pada balita,

banyak komplikasi yang terjadi pada kelompok usia ini. (Sembayang

dan Elyani, 2020)


b. Etiologi Ruam Popok (Diaper Rash)

Penyebab ruam popok bersifat multifaktor factor fisis, kimiawi,

enzimatik dan biologik (kuman dalam urine dan feces). Peningkatan

kelembapan kulit mempermudah kerusakan kulit akibat gesekan

dengan popok. Pemakaian popok yang lama tidak segera mengganti

popok setelah bayi atau anak BAK atau BAB. Kontak yang lama dan

berulang dengan bahan iritan, terutama urine dan feces, bahan kimia

pencuci popok seperti sabun, detergen, pemutih, pelembut pakaian,

dan bahan kimia yang dipakai oleh pabrik pembuat popok disposable

juga dapat menyebabkan ruam popok. (Apriza, 2017)

Menurut Prabantini (2010), penyebab ruam popok dapat dilacak

dari sejumlah sumber antara lain :

1) Iritasi akibat urin/ tinja

Terlalu lama terpapar urin / tinja dapat mengiritasi kulit bayi

yang sensitif.

2) Diperkenalkannya makanan baru

Ketika bayi mulai makan makanan padat, tekstur dan

komposisi tinja bayi berubah, yang meningkatkan

kemungkinan terjadinya ruam popok. Bayi yang mendapat ASI

dapat mengalami ruam popok akibat makanan yang

dikonsumsi ibu, misalnya makanan berbahan dasar tomat.


3) Iritasi dari produk baru

Barganti merk popok, deterjen, atau pelembut untuk pakaian

bayi, semuanya dapat mengiritasi pantat bayi yang lembut.

Bahan-bahan lain yang dapat memperberat masalah, termasuk

bahan-bahan yang ada pada bedak bayi, baby lotion, dan baby

oil.

4) Bakteri atau jamur

Infeksi kulit yang ringa dapat menyebar ke area lain. Are tubuh

yang tertutup popok- pantat, perut, kelamin menjadi rentan

karena daerah ini hangat dan lembut, menjadi tempat ideal bagi

bertumbuhnya bakteri dan jamur. Ruam biasanya mulai dari

lipatan-lipatan kulit dan timbul bintik-bintik merah di sekitar

lipatan.

5) Kulit sensitif

Bayi dengan kondisi kulit tertentu seperti dermatis atau eksim,

lebih besar kemungkinan terkena ruam popok, kulit yang

teriritasi dermatitis dan eksim mempengaruhi area di luar area

popok.

6) Penggunaan antibiotic

Antibiotik membunuh bakteri, entah bakteri baik atau bakteri

jahat. Infeksi dapat terjadi bila tidak ada keseimbangan di

antara kedua bakteri tersebut.


Menurut Suranto (2010), ruam popok disebabkan oleh hal-hal

berikut:

1) Kondisi lembab

2) Luka atau gesekan

3) Terlalu lama terkena urin dan/ feses (tinja).

4) Infeksi jamur.

5) Infeksi bakteri.

6) Reaksi alergi terhadap bahan popok.

Etiologi dari ruam popok mempunyai banyak factor. Tiga tipe

terbanyak ruam popok adalah chafing dermatitis, irritant contact

dermatitis, dan diaper candidiasis. Akan tetapi diagnosa diferensial

dari ruam popokeragam. Pada pasien mempunyai respons terapi yang

lama atau tidak ada, diagnosa alternative sebaiknya ditentukan dan

pemeriksaan diagnostic yang sesuai dilakukan. Ruam popok terjadi

ketika paparan lama pada kulit ke factor-faktor dimana karakteristik

area popok termasuk lembab berlebihan, friction, pH tinggi, dan

aktivitas enzim yang tinggi, berhubungan dengan fungsi epidermal.

(Sebayang dan Elyani, 2020)

c. Klasifikasi Ruam Popok (Diaper Rash)

Terdapat 3 klasifikasi ruam popok diantaranya yaitu derajat 1

terjadi kemerahan, derajat II (Papul) yang berisi cairan, derajat III

(Pus). Ruam popok umumnya disebabkan terpaparnya kulit bayi pada

zat ammonia yang terkandung dalam urin atau feses bayi dalam
jangka waktu lama. Apabila diaper rash tidak segera ditangani atau

diobati maka akan menyebabkan ulkus Punch-out atau erosi dengan

tepi meninggi. (Meliyana dan Nia, 2017)

Klasifikasi menurut Apriza (2017), yaitu :

1) Derajat Ringan

a) Kemerahan ringan dikulit daerah popok yang bersifat

terbatas

b) Terdapat lecet atau luka ringan pada kulit

2) Derajat Sedang

a) Kemerahan dengan atau tanpa bintil-bintil yang tersusun

disekitarnya seperti satelit

b) Terdapat lecet-lecet yang meliputi permukaan yang luas

c) Terasa nyeri dan tidak nyaman

3) Derajat Berat atau Ruam Popok yang Parah

a) Kemerahan yang hebat disertai dengan bintil-bintil

bernanah yang meliputi daerah kulit yang luas.

Gambar 2.1 Derajat Ruam Popok


d. Tanda dan Gejala Ruam Popok (Diaper Rash)

Tanda dan gejala ruam popok bervariasi dari yang ringan sampai

yang berat. Pada gejala awal kelainan derajat ringan seperti

kemerahan ringan di kulit pada dareah sekitar penggunaan popok yang

bersifat terbatas. (Hapsari dan Fajaria, 2019)

Gejala ruam popok bervariasi dapat bersifat ringan sampai

parah/ berat. Pada gejala awal kelainan derajat ringan kemerahan

ringan dikulit daerah popok yang bersifat terbatas, disertai dengan

lecet atau luka ringan pada kulit. Kelainan derajat sedang berupa

kemerahan dengan atau tanpa bintil-bintil yang tersusun disekitarnya

seperti satelit, disertai lecet-lecet yang meliputi permukaan luas,

biasanya terasa nyeri dan tidak nyaman. Pada ruam popok yang parah

ditemukan kemerahan yang hebat disertai dengan bintil-bintil

bernanah yang meliputi daerah kulit yang luas. (Apriza, 2017)

Ruam akan dikarakteristikan dengan tampak kasar, lembab, atau

adanya macula dan papula pada kulit yang kontak langsung dengan

popok. Terutama pada lipatan kulit. Pada beberapa kasus, bayi dan

balita yang mengalami ruam akan tampak merah dan berkembang dan

meluas. Pustula yang lunak juga sering terjadi. Ketika infeksi Candida

albicans terjadi, ruam mempunyai plak merah terang dengan bagian

tepi yang tajam akan pecah dan keluar.papula dan pustule kecil akan

terlihat pada sepanjang lesi. Lipatan kulit akan terpengaruh/ terkena.

(Sebayang dan Elyani, 2020)


e. Pencegahan Ruam Popok (Diaper Rash)

Menurut Suranto (2010), Ruam popok dapat dicegah dengan hal-hal

berikut :

1) Ganti popok setelah anak buang air kecil/besar untuk mencegah

kondisi lembap.

2) Jangan memakaikan popok terlalu ketat agar popok yang basah

dan terkena kotoran tidak menggesek-gesek kulit.

3) Hindari mengusap area popok dengan cairan yang mengandung

alkohol karena dapat membuat kulit kering dan mudah teriritasi.

Perlakuan terbaik untuk membantu mencegah timbulnya ruam

popok adalah menjaga agar kulit bayi tetap kering dan bersih.

Gantilah popok segera setelah si kecil buang air kecil atau besar agar

kulit bayi tidak menjadi lembab. Cucilah tangan msetelah mengganti

popok supaya infeksi tidak menyebar. Jangan mengenakan popok

dengan ketat, terutama sepanjang malam hari. Daerah popok perlu

dibersihkan dengan air. Anda tidak perlu menggunakan sabun setiap

kali mengganti popok atau setiap kali buang air besar. Hindarkan pula

penggunaan bedak bayi karena dapat menutup pori-pori kulit. Hindari

pula penggunaan tisu basah dapat mengiritasi kulit bayi. (Prabantini,

2010)

Pencegahan ruam popok dapat dilakukan dengan terapi

farmakologi seperti pemberian salep seng oksida (zincoxide)dan

salep atau injeksi kortikosteroid, sedangkan terapi nonfarmakologi,


yaitu seperti: menghilangkan atau mengurangi kelembaban dan

gesekan kulit dengan mengganti popok segera setelah buang air kecil

atau besar atau bila menggunakan popok disposible sebaiknya di

gunakan sesuai dengan daya tampung, bersihkan kulit secara lembut

dengan air dan sabun. Memilih popok yang baik, hasil penelitian

menunjukan popok kain lebih jarang menimbulkan ruam popok pada

bayi dan anak di bandingkan diapers, jika memakaikan diapers

harus sering menggantikan diapers dengan yang baru minimal 4-5

kali dalam satu hari, namun lebih baik lagi jika pemakaian diapers

diganti >5 kali dalam satu hari. Ruam popok akan terjadi semakin

parah bila frekuensi ganti diapers <3 kali dalam satu hari. (Cahyanto,

2018)

Pengobatan dan pencegahan ruam popok dapat dilakukan

dengan terapi farmakologi seperti pemberian salap seng oksida (zinc

oxide) dan salap kortikosteroid. Sedangkan terapi non farmakologi,

salah satu dari bahan olahan alami yang dapat dipertimbangkan

sebagi terapi topikal alternatif yang dapat digunakan untuk

perawatan kulit pada bayi yang mengalami ruam popok yaitu:

meggunakan minyak zaitun karena minyak zaitun akan menjaga

kelembaban kulit(Apriza, 2017)


f. Penatalaksanaan Ruam Popok (Diaper Rash)

Menurut Noorbaya dan Herni (2019), penatalaksanaan diaper

rash meliputi:

1) Daerah yang terkena ruam popok tidak boleh terkena air dan harus

dibiarkan terbuka dan tetap kering.

2) Untuk membersihkan kulit yang iritasi dengan menggunakan

kapas halus yang mengandung minyak.

3) Segera dibersihkan dan dikeringkan bila anak kencing atau berak.

4) Posisi anak diatur agar tidak menekan kulit/ daerah yang iritasi.

5) Memperhatikan kebersihan kulit dan kebersihan tubuh secara

keseluruhan.

6) Memelihara kebersihan pakaian dan alat-alat untuk bayi.

7) Pakaian yang terkena air kencing harus direndam dalam air yang

dicampur acidum borium.

8) Kemudian dibersihkan dan tidak boleh menggunakan sabun cuci

langsung dibilas dengan air bersih dan keringkan.

Menurut Noordiati (2019), penatalaksanaan diaper rash meliputi :

1) Pilihlah jenis popok dari bahan kain yang menyerap keringat atau

bahan disposibel (sekali pakai). Popok dari kain dapat dicuci dan

digunakan kembali, sehinggamenghemat biaya. Sedang popok


disposibel pemakaiannya lebih mudah karena setelah dipakai

langsung dibuang.

2) Ruam popok yang sebenarnya akan sembuh hanya dengan

mengganti popok lebih sering serta menjaga kebersihan sekitar

popok. Tapi tetap berhati-hati bila bakteri atau jamur yang telah

hinggapkarena mengganti popok saja belum cukup.

Bila sudah terlanjur, agar tidak bertambah parah, dapat diatasi

dengan cara sebagai berikut :

1) Gantilah popok yang basah sesering mungkin.

2) Hindari penggunaan tisu basah karena dapat menambah iritasi.

3) Gunakan air bersih untuk membersihkan area popok, setiap kali

menggantikan popok, langsung dibilas tanpa digosok.

4) Cukup keringkan dengan cara menepuk kulitnya, tanpa digosok.

Gosokan yang kuat akan memperberat kerusakan kulit bayi.

5) Gunakan krim pelindung dengan dioleskan tipis di kulit bayi,

sebagai lapisan pelindung si kecil.

6) Hindari menggunakan popok terlalu kencang.

7) Gunakan obat anti jamur dan anti bakteri.

8) Tidak disarankan menggunakan lotion atau baby oil untuk

mengobati ruam popok.

Penatalaksaan diaper rash dapat dilakukan dengan pemberian

minyak zaitun 2x sehari pada pagi dan sore hari selama 4 hari

berturut-turut. Minyak zaitun akan menjaga kelembapan kulit.


Minyak zaitun bersifat dingin dan lembab dan dipergunakan untuk

meremajakan kulit. Minyak zaitun mengandung banyak senyama

aktif seperti fenol, tokofenol, sterol, pigmen, squalene dan vitamin E.

semua senyawa ini bermanfaat untuk kulit, memperbaiki sel-sel kulit

yang rusak sebagai antioksidan penetral radikal bebas kemerahan

pada kulit dan dapat melindungi kulit dari iritasi. (Apriza, 2017).

2. Minyak Zaitun

Salah satu dari bahan olahan alami yang dapat dipertimbangkan sebagai

terapi topikal alternatif yang dapat digunakan untuk perawatan kulit pada bayi

yang mengalami ruam popok yaitu menggunakan minyak zaitun karena

minyak zaitun akan mengaja kelembaban kulit.

Minyak zaitun bersifat dingin dan lembab dan dipergunakan untuk

meremajakankulit. Minyak zaitun mengandung banyak senyawa aktif seperti

fenol, tokoferol, sterol, pigmen, squalene dan vitamin E. Semua senyawa ini

bermanfaat untuk kulit, memperbaiki sel-sel kulit yang rusak sebagai

antioksidan penetral radikal bebas mengurangi bekas kemerahan pada kulit

dan dapat melindungi kulit dari iritasi. Minyak zaitun dapat dijadikan body

lotion untuk menjaga kelembaban kulit. (Apriza, 2017)

Menurut penelitian dari Cahyanto (2018), Khasiat dari minyak zaitun

(olive oil) salah satunya untuk kesehatan kulit dan untuk kecantikan.

Kandungan dari minyak zaitun mempunyai kesamaan dengan baby oil yaitu

mineral dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan alami yang mampu

melawan radikal bebas sehingga menyebabkan gangguan kulit. Minyak zaitun


(olive oil) dipercaya dapat digunakan untuk perawatan bekas luka, serta area-

area yang terdapat keriput dan pecah-pecah akibat kulit kering atau penuaan

sel kulit, dapat juga digunakan untuk stretching atau penarikan pada kulit,

sehingga dapat mengatasi masalah bekas kehamilan (stretch marks). Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh perawatan perianal

dengan minyak zaitun terhadap drajat ruam popok pada bayi usia 0-12 bulan.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN MINYAK ZAITUN

1. Pengertian Minyak Zaitun Merupakan Salah satu


dari bahan olahan alami yang dapat
dipertimbangkan sebagai terapi
topikal alternatif yang dapat
digunakan untuk perawatan kulit pada
bayi yang mengalami ruam popok.

2. a. Tujuan a. Sebagai terapi topikal pada bayi


baru lahir dengan Ruam Popok
(Diaper Rash)
b. Mengurangi bekas kemerahan
pada kulit
c. Dapat melindungi kulit dari iritasi

3. Alat dan Bahan a. Kapas


b. Air Hangat
c. Minyak Zaitun

4. Penatalaksanaan a. Perkenalkan diri ke pasien dan


menjelaskan tujuan dan tindakan
yang akan dilakukan
b. Lakukan cuci tangan dan
menggunakan sarung tangan
c. Atur posisi pasien senyaman
mungkin
d. Masukkan kapas ke dalam air
hangat
e. Bersihkan area perianal
menggunakan kapas yang telah
dimasukkan ke dalam air hangat
tadi
f. Oleskan minyak zaitun pada
daerah bintik kemerahan atau
ruam, biarkan terbuka beberapa
saat, lakukan 2x sehari pada pagi
dan sore hari.

HIPOTERMIA

Hipotermia mengacu pada suhu tubuh yang rendah, biasanya terjadi akibat

pajanan kulit pada udara atau larutan dingin. Selama periode-peri operasi, bayi
umumnya berisiko lebih tinggi dari pada anak-anak yang berusia lebih tua untuk

mengalami hipotermia karena mereka memiliki permukaan tubuh yang lebih luas

secara proporsional.

Hipotermia biasanya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan

pernafasan serta penurunan kadar glukosa. Terapi yang biasa dilakukan mencakup

menutup permukaan tubuh anak sebanyak mungkin, menggunakan selimut,

bantalan penghangat dan penutup kepala (Speer, 2007).

1. Definisi

Hipotermia pada bayi adalah di mana bayi mengalami atau berisiko mengalami

penurunan suhu tubuh terus menerus dibawa 36,5 ° C. gejala awal hipotermia

adalah suhu tubuh dibawa 36 ° C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.

2. Mekanisme Kehilangan Panas

BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme yang berkaitan

dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas

dan kehilangan panas

a. Penurunan produksi panas hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam

sistem endokrin dan terjadi penurunan Basal metabolisme tubuh sehingga

timbul proses penurunan produksi panas misalnya pada keadaan disfungsi

kelenjar tiroid,Adrenal ataupun Pituitaria


b. peningkatan panas yang hilang terjadi bila panas tubuh berjalan ke

lingkungan sekitar dan tubuh kehilangan panas adapun mekanisme tubuh

kehilangan panas dapat terjadi secara :

1) Konduksi :

Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu

antara kedua object kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak

langsung antara kulit BBL dan dengan pengu permukaan yang lebih

dingin sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada

permukaan atau Alas yang dingin seperti pada waktu proses

penimbangan.

Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung

antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. panas dihantarkan

dari tubuh baik ke benda sekitarnya dengan kontak langsung dengan

tubuh bayi (pemimpindahan panas dari tubuh baik ke obyek) (JNPK-

KR,2008)

Mencegah kehilangan panas : Hangatkan seluruh barang-barang untuk

perawatan (stetoskop, timbangan, tangan pemberi perawatan, baju dan

sprei).

2) Konveksi

Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara

permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh

bayi. Sumber kehilangan panas dapat berupa Inkubator dengan jendela

yang terbuka atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi

terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Panas hilang dari tubuh bayi

ke udara sekitarnya yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang

bergantung pada kecepatan dan suhu udara). Contohnya, konveksi

dapat terjadi ketika membiarkan atau menempatkan Bayi Baru Lahir

dekat jendela atau membiarkan Bayi Baru Lahir di ruangan yang

terpasang kipas angin.

Mencegah kehilangan panas : Hindari aliran udara/pendingin udara,

kipas angin, lubang angin terbuka.

3) Radiasi

Yaitu perpindahan suhu dari suatu obyek panas ke obyek yang dingin.

Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin

atau suhu inkubator yang dingin.

Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan

di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah dari suhu

tubuh bayi. Contohnya,membiarkan bayi baru lahir dalam keadaan

telanjang atau menidurkan bayi baru lahir berdekatan dengan ruangan

yang dingin(dekat tembok) (JNPK-KR,2008).

Mencegah kehilangan panas:

a.Kurangi benda-benda yang menyerap panas(logam).

b.Tempatkan tempat tidur bayi jauh dari tembok (JNPK-KR, 2008).

4) Evaporasi
Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas.kehilangan dapat

terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh

panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir,tubuh bayi tidak segera

dikeringkan (JNPK-KR,2008).

Mencegah kehilangan panas:

a.Saat mandi,siapkan lingkungan yang hangat.

b.Basuh dan keringkan setiap bagian untuk mengurangi evaporasi.

c.Batasi waktu dengan pakian basah/selimut basah (JNPK-KR, 2008).

c. Kegagalan termoregulasi

Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagal an hipotalamus

dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan

hipoksia intrauterin/saat per salinan/post partum, defek neurologic dan

paparan obat prenatal (analgesik/anastesi) dapat menekan respon neu

rologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan

mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau

hipertermi.
3. Tanda dan Gejala

Jika terus-menerus mengalami hipotermia, bayi menjadi kurang aktif, sulit

menyusu, tampak mengantuk atau lesu, dan memiliki tangisan yang lemah.

a. Tanda-tanda awal hipotermia sedang atau stres dingin :

1) Kaki teraba dingin.

2) Kemampuan menghisap lemah.

3) Aktivitas berkurang letargi.

4) Tangisan lemah.

5) Kulit berwarna tidak merata.

b. Tanda-tanda hipotermia berat:

1) Sama dengan hipotermia sedang.

2) Bibir dan kuku kebiruan.

3) Pernapasan lambat dan tidak teratur.

4) Denyut jantung lambat.

5) Mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik

c. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermia:

1) Muka, ujung kaki, dan ujung tangan berwarna merah terang, sedangkan

bagian tubuh lainnya pucat.

2) Kulit mengeras merah dan timbul oedema terutama pada punggung, kaki

dan tangan.

4. Faktor Risiko
a. Perawatan yang kurang tepat setelah lahir misalnya beyi dipisahkan segera

dengan ibunya setelah lahir, dan bayi tidak segera dikeringkan setelah

lahir.

b. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

c. Bayi prematur.

d. Ruangan bersalin terlalu dingin.

e. Pajangan dinding saat mandi.

5. Tindakan Pencegahan

a. Siapkan lingkungan yang hangat, lingkungan netral.

b. Segera keringkan bayi setelah lahir.

c. Jangan memandikan bayi segera setelah lahir, lebih baik tunda mandi.

d. Jangan lepaskan pernis.

e. Tutup kepala dengan kain atau topi.

f. Berikan bayi ke dada ibu dan diselimuti.

g. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) bila kondisi stabil dilaku kan perawatan

dengan metode kangguru.

h. Susukan bayi 30 menit setelah lahir.

6. Dagnosis

Tanda dan gejala :

Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif,

kutis marmorata, pucat, takipne atau takikardia. Sedangkan hipotermi yang

berkepanjangan, akan menyebab kan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen,

distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koa


gulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan

pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.

Diagnosis hipotermi/hipertermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik

suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai

salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan

pengukuran dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit.

Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan,

oleh karena mudah, sederhana dan aman. Tetapi pengukuran melalui rektal

sangat dianjurkan untuk dilakukan pertama kali pada semua BBL, oleh karena

sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan adanya anus imperforatus:

Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagai prosedur pemeriksaan yang

rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.


Temuan

Anamnesis Pemeriksaan Klasifikasi


 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh 32"C - Hipotermia sedang
lingkungan yang 36,4°C
rendah.  Gangguan nafas
 Waktu timbulnya  Denyut jantung
kurang dari 2 hari. kurang dari 100
kali/menit.
 Malas minum.
 Letargi.
 Bayi terpapar suhu  Suhu tubuh<36°c Hiportemia berat
lingkungan yang  Tanda hipotermia
rendah. sedang
 Waktu timbulnya  Kulit teraba keras
kurang dari 2 hari  Nafas pelan dan
dalam
 Tidak terpapar  Suhu tubuh antara 36°c - Suhu tubuh tidak stabil
dengan dingin atau 39°c meskipun (pertimbangkan dengan
panas yang berada di suhu sepsis).
berlebihan lingkungan yang
stabil.
 Fluktuasi terjadi
sesudah periode
suhu stabil.

Diagnosis pada kolom sebelah kanan tidak dapat ditegakkan apabila

temuan yang dicetak tebal tidak dijumpai pada bayi. Adanya temuan yang

dicetak tebal, juga tidak menjamin diagnosis tegak. Diagnosis ditegakkan

hanya bila dapat temuan yang dicetak miring. Temuan lain yang dicetak
tegak merupakan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis,

tetapi bila tidak dijumpai tidak dapat ditegakkan menyingkirkan diagnosis.

HIPOTERMIA BERAT

1. Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan

sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruang hangat, bila

perlu.

2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat,

pakai topi dan selimut dengan selimut hangat.

3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.

4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih 60 atau kurang 30

kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lakukan

manajemen Gangguan nafas.

5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis numatan, dan infus

tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.

6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL

(2,6 mmol/L), tangani hipoglikemia.

7. Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan nafas, ke jang atau

tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam

sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.

8. Ambil sample darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan

dalam penanganan kemungkinan besar sepsis.


9. Anjurkan ibu untuk menyusui segera setelah bayi slap:

a. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan

salah satu alternatif cara pemberian minum.

b. Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lam bung dan

beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35°C.

10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5°C/jam,

berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan

memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.

11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu

ruangan setiap jam.

12. Setelah suhu tubuh bayi normal.

a. Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi.

b. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.

13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi

tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada

masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat

dipulangkan dan nasehati ibu bagaima na cara menjaga agar bayi tetap

hangat selama di rumah.


HIPOTERMIA SEDANG

1. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat,

memakai topi dan selimuti dengan selimut hangat.

2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan

melakukan kontak kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK

Perawatan Metode Kangguru).

3. Bila ibu tidak ada :

a. Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas,

Gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu.

b. Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pem berian dan sesuaikan

pengatur suhu.

c. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering

diubah.

4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,

berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian

minum.

5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan

nafas, kejang, tidak sadar) dan segera mencari perto longan bila terjadi hal

tersebut.

6. Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2,6 mmol/L). tangani

hipoglikemia.
7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani

gangguan nafasnya.

8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5° C/jam,

berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2

jam.

9. Jika suhu tidak naik atau naik terlalu lambat, kurang dari 0,5 ° C/jam, cari

tanda-tanda sepsis.

10. Setelah suhu tubuh normal:

a. Lakukan perawatan lanjutan.

b. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam.

11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik

dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit,

bayi dapat dipulangkan.

12. Anjurkan ibu cara menghangatkan bayi di rumah.


TETANUS NEONATORUM

A. DEFINISI

Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda

klinik yang khas setelah 2 hari pertama bayi baru hidup menangis dan menyusu

secara normal pada hari ketiga atau lebih timbul ke kekakuan seluruh tubuh

dengan kesulitan membuka mulut dan menetek disusul dengan kejang-kejang.

Tetanus neonatorum adalah kejang-kejang yang dijumpai pada BBL yang

bukan karena trauma kelahiran atau fiksi tetapi disebabkan oleh infeksi selama

masa neonatal yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat

atau perawatannya yang tidak bersih.

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada masa

neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologi agar

bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari ke hidupan

intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.

B. PATOFISIOLOGI

Kuman tetanus masuk ke dalam tubuh bayi melalui tali pusat yang dipotong

dengan menggunakan alat yang tidak steril atau pada tali pusat yang dirawat

tidak steril awalnya kuman masuk dalam bentuk spora. Daerah potongan tali

pusat tidak mengandung oksigen yang cukup maka spora akan berkembang

menjadi bentuk vegetatif yang dapat menghasilkan racun (toksin)


C. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari kadang-kadang sampai beberapa minggu

jika infeksinya ringan penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan

ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher dalam

48 jam penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus (ilmu kesehatan anak

1985)

Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat

anamnesis sangat spesifik yaitu:

1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap)

2. Mulut mencucu seperti mulut ikan (hapermond) karena adanya trismus

pada otot mulut sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik.

3. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis.

4. Kaku duduk sampai opistotonus adanya spasme otot dan kejang umum

leher kaku dan terjadi opistotonus kondisi tersebut akan menyebabkan liur

sering terkumpul di dalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi.

5. Dinding abdomen kaku mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.

6. Dahi berkerut alis mata terangkat sudut mulut tertarik ke bawah muka

risus sardonicus.

7. Suhu meningkat sampai dengan 39 derajat Celcius

8. Ekstermitas biasanya terukur dan kaku.

9. Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan gelisah dan kadang-kadang

menangis lemah masa inkubasinya 3 - 10 hari.

Tabel perbandingan tetanus neonatus sedang dan berat


kategori Tetanus Neonatus Tetanus Neonatus Berat
Sedang

Umur > 7 Hari 0 – 7 hari

Frekuensi jantung Kadang - kadang Sering

Bentuk kejang Mulut mencucu, trismus Mulut mencucu, trismus

kadang kadang, kejang terus menerus, kejang

rangsang (+) rangsang (+)

Posisi badan Opistotonus kadang- Selaluopistotonus

kadang

Kesadaran Masih sadar Masih sadar

Tanda infeksi Tali pusat kotor, lubang Tali pusat kotor, lubang

telinga bersih atau kotor telinga bersih atau kotor

D. KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur saliva di

dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi

sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

2. Aspiksia

3. Atelektasis karena obstruksi oleh sekret.

4. Fraktur kompresi.

5. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan atau otot pernapasan

menyebabkan gangguan ventilasi hal ini merupakan penyebab utama

kematian pada kasus tetanus neonatorum.


6. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot

berlebihan yang terus-menerus terutama pada neonatus dimana

pembentukan dan kepadatan tulang masih belum sempurna.

7. Hiperadrenergik menyebabkan hiperaktivitas sistem saraf otonom yang

dapat menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat

menyebabkan henti jantung (cardiac arrest) merupakan penyebab kematian

neonatus yang sudah di stabilkan jalan nafasnya.

8. Spesies akibat infeksi nosokomial (contoh: bronkopneumonia)

9. Pneumonia aspirasi (seringkali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun


minuman yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung)

E. PENATALAKSANAAN
a. Gangguan fungsi pernafasan

Pada masalah ini dapat disebabkan kuman yang menyerang otot-otot pernapasan

sehingga otot pernapasan tidak berfungsi adanya spasme pada otot laring juga

dapat menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut atau tenggorokan

sehingga mengganggu jalan nafas.

Untuk mengatasi gangguan fungsi pernapasan maka intervensi yang dapat

dilakukan adalah : atur posisi bayi dengan kepala ekstensi, berikan oksigen 1

sampai 2 liter/ menit dan apabila terjadi kejang tinggikan kebutuhan oksigen

sampai 41/ menit setelah kejang hilang turunkan, lakukan penghisapan lender dan

pasangkan sudip lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang, lakukan observasi

tanda vital setiap setengah jam, berikan lingkungan dalam keadaan hangat jangan

memberikan lingkungan yang dingin karena dapat menyebabkan apnea.


Perawatan saat kejang

Merupakan tindakan dengan memberikan terapi keperawatan untuk mencegah

adanya lidah tergigit anoksia pasien jatuh lidah tidak jatuh ke belakang menutupi

jalan nafas dan mencegah kejang ulang caranya adalah sebagai berikut:

1. Baringkan pasien dengan terlentang dengan kepala dimiringkan dan

ekstensi.

2. Pasang sepatu lidah dengan dibungkus kain kasa.

3. Bebaskan jalan nafas dengan menghisap lendir.

4. Berikan oksigen.

5. Lakukan kompres.

6. Lakukan observasi terhadap tanda vital dan sifat kejang.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan

Gangguan nutrisi dan cairan dapat terjadi karena bayi tidak mampu untuk

memenuhi kebutuhan dengan cara menetek atau minum untuk itu dalam

memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan dapat dilakukan dengan melakukan

intervensi keperawatan di antaranya monitoring tanda-tanda dehidrasi dan

kekurangan nutrisi seperti in fake dan output, membrane mukosa, furgor kulit

dan lain-lain, kemudian dapat memberikan cairan melalui infus dengan cairan

glukosa 10% dan natrium bikarbonat apabila pasien sering kejang dan apnea.

c. Kurang pengetahuan orang tua

Pada masalah keperawatan ini dapat disebabkan karena kurangnya informasi

pada keluarga pasien mengingat tindakan pada penyakit ini memerlukan

tindakan dan pengobatan khusus sehingga perlu disampaikan kepada keluarga


beberapa pengetahuan tentang penyakit dan upaya pengobatan dan

perawatannya seperti pemberian suntikan perawatan pada luka dengan

menggunakan alkohol 70% dan kasa steril dan lain-lain.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya

meliputi:

A. darah

1. Glukosa darah : hipoglikemia merupakan predisposisi kejang ( N< kurang

200 mq/dl )

2. BUN : peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat

3. Elektronik K, Na ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi

kejang

4. Kalium (N 3, 80 - 5,00 meq / DL natrium (N 135-144 meq/dl)

b. Skull Ray : untuk mengidentifikasi adanya proses desa ruang dan adanya lesi.

c. EEG : teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh

untuk mengetahui fokus aktivitas kejang hasil biasanya normal.

G. PENCEGAHAN

1. Berikan imunisasi TT pada ibu hamil 3 kali sebelum trimester III secara

berturut-turut

2. Lakukan pemotongan dan perawatan tali pusat secara steril

3. Imunisasi aktif
Vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid diberikan bersama vaksin pertusis dan

diften (vaksin DPT). Kadar proteksi antibodi bertahan selama 5- 10 tahun sesudah

suntikan "booster". Tetanus toksoid (TT) selanjunya diberikan 10 tahun kecuali

bila mengalami luka yang beresiko terinfeksi, diberikan toksoid bila suntikan

terakhir sudah lebih dari 5 tahun sebelumnya atau bila belum pernah vaksinasi.

(Maryunani, 2010).
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEBIDANAN PADA TETANUS

NEONATORIUM

Pengkajian Data

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesa

merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam

pemeriksaan anamnesa dapat menentukan sifat dan berat penyakit

A. Data Subjektif

1. Identitas Meliputi :

Nama Berupa nama lengkap sebagai identitas diri agar tidak terjadi

kekeliruan dalam memberi asuhan.

Umur Digunakan untuk penilaian klinis yang disesuaikan dengan umur.

Jenis kelamin Diperlukan sebagai penilaian data pemeriksaan klinis.

Sebagai identitas tambahan yang keakuratan data, nama, umur,

pendidikan, dan pekerjaan ortu Agama dan Suku Untuk memberi

dorongan spiritual yang sesuai dengan kepercayaaan yang dianut. Beri

alamat lengkap agar mudah dihubungi apabila ada kepentingan untuk

klien. Alamat

2. Keluhan Utama Meliputi keluhan yang dirasakan saat ini yang disebabkan

pasien dibawa berobat ke RS.


3. Riwayat Kesehatan Sekarang Penyakit sekarang yang diderita pasien yang

diketahui melalui anamnesa berupa perjalanan penyakit pasien dari mulai

sakit sampai pasien dibawa ke RS.

4. Riwayat Kesehatan Yang Lalu Penyakit yang diderita pasien sebelumnya

yang diketahui karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit yang

diderita pasien saat ini dan bisa sebagai informasi untuk membantu

pembuatan diagnosa.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga Untuk mengetahui apakah dalam keluarga

ada yang mengidap penyakit menaun seperti asma, paru-paru, jantung

ataupun penyakit menular se perti HIV / AIDS, TBC serta penyakit

menurun seperti diabetes dan hi pertensi.

6. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a. Pola Nutrisi Pola makan anak. Berapa kali anak makan (3 kali / hari)

makanan yang dikonsumsi anak nasi, sayur, lauk pauk atau bubur dan

apakah ada kebiasaan minum susu

b. Pola aktivitas Untuk mengetahui aktivitas (motorik kasar dan halus)

anak apakah sesuai dengan usia anak atau tidak. Seperti dapatkah anak

menendang bola.

c. Pola Eliminasi Untuk mengetahui berapa kali anak BAB (1 kali/

hari,warnanya.baunya) dan BAK (7-8 kali/ hari, warnanya, baunya).

d. Pola Personal Hygiene Untuk mengetahui berapa kali anak mandi,

ganti baju. (2 kali/hari).


e. Pola istirahat Untuk mengetahui pola istirahat atau tidur berapa jam /

hari. Tidur siang (2-3 jam/hari) dan tidur malam (8-9 jam/hari).

f. Pola Psikososial dan budaya -Psikologi Bagaimana respon ibu dan

keluarga terhadap kelahiran anaknya.

 Sosial Apakah hubungan ibu dengan suami, keluarga serta

petugas ke sehatan baik atau tidak.

 Budaya Untuk mengetahui tradisi yang dianut keluarga yang

merugikan termasuk pantang makanan, minum jamu dan

kebiasaan berobat jika sakit.

g. Riwayat Spiritual Untuk mengetahui bagaimana sikap ibu terhadap

agama yang diyakininya.

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan fisik umum

Keadaan umum: Baik

Kesadaran: komposmetri

Data antropometri

 BB: Apakah berat badan anak dalam keadaan normal (2 2500 gr)

 TB: Apakah tinggi badan anak dalam keadaan normal (245 cm)

 LILA: Lingkar lengan anak menentukan status gizi anak (±11 cm)

 LIKA: Apakah lingkar kepala anak dalam keadaan normal (±32 cm)

 Tanda-tanda vital :

- TD -

- S: 36,5 o c-37,5 o c
- N 120-160x/menit

- RR: 40-60x/menit

2. Pemeriksaan fisik khusus (Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi)

- Kepala : Tidak ada benjolan, bersih, bentuk simetris, rambut hitam.

- Muka : Tampak kemerahan, tidak oedema, tidak pucat.

- Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih.

- Hidung : Simetris, tidak secret, tidak polip.

- Mulut : Bibir tidak kering, tidak stomatitis.

- Telinga : Simetris, bersih, tidak ada secret.

- Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis, tiroid.

- Dada : Simetris, tidak ada kelainan wheezing dan ronchi.

- Absomen : Tidak ada benjolan abnormal, tidak meteorismus.

- Genetalia : Simetris, bersih,

- Anus : Tidak ada hemoroid, bersih.

- Ekstremitas : Normal, tidak oedema, tidak sidaktili, tidak

polidaktili. Ekstremitas

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah

 Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N

200 mq/dl). <

 BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan

merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.


 Elektrolit: K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan

predisposisi kejang.

 Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl) Natrium (N 135 - 144 meq/dl).

b. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan

adanya lesi

c. EEG Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui

tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,

hasil biasanya normal.

d. Pemeriksaan radiologi: Foto rontgen thorax setelah hari ke-5

Interpretasi Data Dasar

Diagnosa : An..." umur... dengan tetanus neonatorium

Data subyektif : yang diperoleh dari pernyataan Pasien

Data obyektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Komposmetri

Data antropometri

- BB: Apakah berat badan anak dalam keadaan normal Data antropometri (≥

2500 gram

- TB: Apakah tinggi badan anak dalam keadaan normal (245 cm)

- LILA: Lingkar lengan anak menentukan status gizi anak (±11 cm)

- LIKA: Apakah lingkar kepala anak dalam keadaan biasa (+33 cm) TD

Tanda-tanda vital:

 TD : -
 S : 36,5 C-37,5 C

 N : 120-160 x /menit n

 RR : 40-60 x/menit

Pemeriksaan Penunjang:

1. Darah

 Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200

mq/dl). . BUN: Peningkatan

 BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indi kasi nepro toksik

akibat dari pemberian obat

 Elektrolit: K. Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi ke

jang. .

 Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl) Natrium (N 135-144 meq/dl)

2. Skull Ray: Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.

3. EEG: Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh

untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal

4. Pemeriksaan radiologi: Foto rontgen thorax setelah hari ke-5

Identifikasi Masalah Potensial

Keadaan yang mungkin terjadi pada pasien dengan tumbuh kembang:

1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan spu

tum pada trakea dan spam otot pernafasan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat

spa me otot-otot pernafasan.


3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin

(bak terimia). 4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan kekakuan otot pengunyah.

4. Risiko injuri berhubungan dengan sering kejang.

5. Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat.

Identifikasi Kebutuhan Segera

Tindakan pertama dan utama untuk mengatasi masalah dan mencegah terjadi nya

masalah potensial yang mengancam keselamatan jiwa pasien seperti kon sultasi,

kolaborasi, dan rujukan.

Intervensi

1. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate R/ Indikasi adanya

penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi,

jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.

2. Observasi tanda dan gejala sianosis R/ Sianosis merupakan salah satu

tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan suplai O₂ pada jaringan tubuh

perifer.

3. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter R/ Pemberian oksigen

secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan ca dangan oksigen,

sehingga mencegah terjadinya hipoksia..

4. Atur suhu lingkungan yang nyaman R Iklim lingkungan dapat

mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses

adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi


5. Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line R/ Pemberian cairan

perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyah atau

tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

6. Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu R NGT dapat berfungsi

sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat.

Implementasi

Semua rencana asuhan yang telah direncanakan pada langkah kelima dilaksanakan

kan secara menyeluruh dan efesien :

1. Menjelaskan pada ibu hal hal yang dapat merangsang kejang.

2. Menjelaskan pada ibu penangan kejang untuk menghindari injury seperti

pasang sudip lidah, miringkan kepala ke samping untuk drainage

Menjelaskan pada ibu agar lingkungan tetap tenang.

3. Menjelaskan pada ibu perawatan yang perlu dilakukan oleh orang tua

dalam memenuhi kebutuhan sehari hari.

4. Menyarankan ibu untuk segera kontrol bila terdapat kelainan-kelainan

dalam perkembangannya.

Evaluasi

Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi

pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi se suai

dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam diagnosa dan

masalah.

1. Subjektif :Data yang diperoleh dari keterangan pasien:

2. Objektif :Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan


3. Asesment :Pendokumentasian dari hasil analisa dan interpretasi data

subyektif dan objektif.

4. Planning :Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh petugas kesehatan

Perencanaan atau tim medis

Anda mungkin juga menyukai