Anda di halaman 1dari 32

DIAPER RASH

Makalah Seminar
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem
Neurobehaviour

Disusunoleh :
Kelompok G
Ketua

M Zaenal Abidin

(213113042)

Scriber 1

Vikria Nur

(213113032)

Scriber 2

Ghina F S

(213113027)

Anggota:
RishaSenyaM

(213113043)

Indri Noviani

(213113067)
Cici CahyanB

(213113049)

Afni Noor F

(213113011)
M.Abdunur S
ArniLiestia
AgusRohman

(213113073) SelviApriyani
(213113076)

Dicky Reza P

(213113025)
(213113055)

(213113077)

Siska S.Z

(213113051)

Yayang S G

(213113087)
Ike Nurjanah
(213113086)
Affan M

(213113109)

Yudi Gunawan

(213113107)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
petunjuk dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul Diaper Rash dengan baik dan lancar.
Makalah ini menampilkan rangkuman materi pokok dengan
sajian

kompetensi

yang

bertujuan

untuk

meningkatkan

pemahaman mahasiswa tentang pokok-pokok materi yang telah


dipelajari. Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa
dalam kegiatan belajar guna

meraih prestasi belajar yang

maksimal.
Kami ucapkan terimakasih kepada Dosen pembimbing Sistem
Integumen yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan
kepada kami untuk menyusun makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
mahasiswa

akan

kami

terima

dengan

senang

hati,

penyempurnaan makalah ini berikutnya.

Penyusun

guna

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR
..........................................................................................

..................i
DAFTAR

ISI

..........................................................................................
..............................ii
BAB

PENDAHULUAN

..........................................................................................
..............1
A.

Latar Belakang.................................................................................. 1

B.

Tujuan................................................................................................ 1
1. Tujuan Umum................................................................................ 1
2. Tujuan Khusus............................................................................... 2

C. Sistematika Penulisan........................................................................2
BAB

II

KONSEP

TEORI

..........................................................................................
...............3
A.

Konsep Penyakit Diaper Rash............................................................3


1. Definisi Diaper Rash......................................................................3
2. Etiologi Diaper Rash......................................................................3
3. Patofisiologi Diaper Rash..............................................................6
4. Manifestasi Klinis Diaper Rash......................................................7
5. Pemeriksaan Penunjang Diaper Rash............................................8
6. Penatalaksanaan medis Diaper Rash............................................9

B.

Konsep Asuhan Keperawatan Diaper Rash......................................10

BAB III...........................................................LAPORAN

KASUS

..........................................................................................
........17
A. Seven Jump..................................................................................... 17
1. Kasus Diskel 1............................................................................. 17
2. Step 1......................................................................................... 17
3. Step 2......................................................................................... 18
4. Step 3......................................................................................... 18
B.

Pengkajian Data (Data Fokus)..........................................................22

C. Analisa Data.................................................................................... 22
D. Intervensi Keperawatan...................................................................22
BAB IV......................................................................PENUTUP
..........................................................................................
...................25
A.

Kesimpulan...................................................................................... 25

DAFTAR

PUSTAKA

..........................................................................................
..................26

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap bayi yang baru lahir memiliki kulit yang tampak sempurna. Ia
memiliki kulit terlembut dan terhalus dibanding yang akan dimilikinya kelak. Ada
kalanya Anda akan terkejut ketika melihat pantat bayi Anda memerah dan
teriritasi saat mengganti popoknya. Iritasi itulah yang biasa kita sebut dengan
Ruam Popok (Diaper Rash). Ruam popok adalah hal yang wajar pada bayi. Kulit
bayi yang ultra sensitif ditambah bahan kimia dan kelembaban dari urin dan
kotoran, pantat tertutup popok yang selalu bergerak. Hasilnya adalah ruam popok.
Ruam popok (diaper rash, diaper dermatitis, napkin dermatitis) masih
kerap kita jumpai dalam keseharian, terutama pada bayi. Para orang tua sudah
tidak asing lagi dengan ruam popok, suatu gangguan kulit berupa bercak merah
pada kulit di area yang tertutup popok, yakni: pantat, perut bagian bawah,
pelipatan paha, area kemaluan dan dubur (anogenital). Ruam popok atau irritant
diaper dermatitis (IDD) merupakan bercak merah pada kulit yang tertutup popok
karena iritasi oleh berbagai faktor.
Meski ruam popok tidak bahaya, namun tak jarang membuat anak
terganggu karena rasa gatal, perih, risih dan kadang terasa sakit, sehingga anak
menjadi gelisah dan rewel.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Untuk memahami tentang Diaper Rash.
b. Untuk mengetahui apa patofisiologi dari Diaper Rash.

c. Untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada pasien Diaper


Rash.

2. Tujuan Khusus
a. Apa yang dimaksud dengan Diaper Rash?
b. Apa patofisiologi dari Diaper Rash?
c. Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan pada penyakit Diaper Rash?

C. Sistematika Penulisan

BAB II
KONSEP TEORI

A. Konsep Penyakit Diaper Rash


1. Definisi Diaper Rash
Diaper rash atau biasa disebut dengan diaper/napkin dermatitis
adalah dermatitis yang umum terjadi pada area popok pada kulit bayi.
Prevalensi tertinggi terjadi antara usia 6 hingga 12 bulan. Dermatitis popok
juga dapat ditemukan pada orang dewasa dengan inkontinensia urin atau
feses.
Dermatitis popok adalah salah satu dari kondisi kulit yang dapat
ditemukan pada bayi dan anak, tercatat sekitar 1 juta pasien rawat jalan
setiap tahun. Dengan adanya popok yang memiliki daya serap tinggi dan
sekali pakai dalam dekade terakhir, insidensi dari bentuk berat dari
dermatitis popok ini berkurang. Dermatitis iritan dan dermatitis popok
kandida merupakan mayoritas dari dermatitis popok pada

individu dari

semua kelompok umur yang memakai popok.

2. Etiologi Diaper Rash


Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan diaper rash
yaitu maserasi air, gesekan, urin, feses, perawatan kulit yang salah,
mikroorganisme, antibiotik dan diare.
a. Maserasi dengan air
Stratum korneum bertanggung jawab sebagai barrier air dari
epidermis, stratum korneum berisi sel-sel yang terus menerus terkelupas
dan akan diperbarui selama 12-24 hari. Matriks ekstraseluler yang
bersifat hidrofobik bertindak sebagai penghalang air, mencegah
hilangnya air dari tubuh, dan masuknya air ke delam. Sementara sel-sel
hidrofilik dari stratum korneum menyediakan perlindungan mekanis dari
lingkungan eksternal secara berlapis. Keadaan basah yang berlebihan
memiliki beberapa efek terhadap stratum korneum. Pertama, hal ini
membuat permukaan kulit lebih rapuh dan lebih sensitif terhadap
gesekan. Kedua, hal ini mengganggu fungsi penghalang (barrier) yang

memungkinkan peningkatan permeasi zat iritasi ke dalam lapisan


sensitif di bawah stratum korneum, dan menyebabkan lapisan ini
terpapar akan udara kering dan mikroorganisme yang berbahaya dari
luar.
b. Gesekan
Gesekan antara kulit dan popok merupakan faktor penting
terjadinya diaper rash, hal ini dilihat dari frekuensi predileksi terjadinya
erupsi yaitu bagian permukaan dalam paha, permukaan cembung
genitalia, pantat dan pinggang. Gesekan mampu menembus startum
korneum dengan adanya maserasi.
c. Urine
Normalnya bayi yang baru lahir buang air lebih dari 20 kali
dalam 24 jam. Frekuensi akan berkurang menjadi rata-rata tujuh kali
dalam 24 jam pada usia 12 bulan. Selama bertahun-tahun amonia
diyakini yang diproduksi oleh bakteri dari urea dalam urin bayi, adalah
penyebab utama iritasi diaper rash namun hal ini tidak terbukti.
d. Feses
Feses pada bayi mengandung substansial jumlah protease dan lipase
pankreas yang diproduksi dalam usus oleh berbagai bakteri. Efek iritasi
dari enzim tersebut dapat meningkat oleh banyak faktor, terutama pH
tinggi. Salah satu faktor yang telah terbukti mempengaruhi pH feses
adalah makanan bayi, pH yang lebih tinggi ditemukan dalam susu
formula bayi sapi. Enzim urease diproduksi oleh berbagai bakteri feses,
dan memiliki efek meningkatkan pH bila dicampur dengan air kencing.
peningkatan pH meningkatkan aktivitas lipase feses dan protease.

e. Perawatan kulit yang salah

Penggunaan sabun cair dan bedak pada area popok bayi yang
mengandung bahan kimia iritan dapat memicu terjadinya dermatitis
kontak iritan primer.
f. Antibiotik
Penggunaan antibiotik spektrum luas pada bayi untuk kondisi
seperti otitis media dan infeksi saluran pernafasan telah terbukti
menyebabkan peningkatan insiden iritan dermatitis popok.
g. Diare
Produksi tinja cair berhubungan dengan pemendekan waktu transit
di usus, dan feses tersebut mengandung jumlah yang lebih besar dari
sisa-sisa enzim pencernan.
Diaper Rash

disebabkan dari kontak yang terlalu lama terhadap

kelembaban dan isi dari popok (yaitu, urin dan feses). Iritan utama dalam
situasi ini adalah protease tinja dan lipase, yang aktivitasnya meningkat pesat
dengan pH yang tinggi. Permukaan kulit yang asam (pH netral atau rendah)
sangat penting untuk pemeliharaan mikroflora normal, yang memberikan
perlindungan antimikroba bawaan terhadap invasi oleh bakteri pathogen
serta jamur. Lipase feses dan aktivitas protease juga sangat meningkat
dengan percepatan transit gastrointestinal. Pemakaian popok menyebabkan
peningkatan yang signifikan pada kulit yang basah dan peningkatan tingkat
pH. Kelembaban yang berkepanjangan menyebabkan maserasi (pelunakan)
dari stratum korneum, luar, lapisan pelindung kulit, yang berhubungan
dengan gangguan luas lamel lipid antarsel. Lemahnya integritas fisik
membuat stratum korneum lebih rentan terhadap kerusakan oleh (1) gesekan
dari permukaan popok, dan (2) iritasi local dimana pH normal kulit yaitu
antara 4,5 dan 5,5. Ketika urea dari urin dan tinja bercampuran, urease dari
urin akan rusak, sehingga mengurangi konsentrasi ion hidrogen (peningkatan
pH). Tingkat pH tinggi meningkatkan hidrasi kulit dan membuat kulit lebih
permeabel. Pada kehamilan penuh, kulit bayi merupakan barrier yang efektif
terhadap penyakit dan sama dengan kulit orang dewasa berkaitan dengan
5

permeabilitas. Namun, kelembaban, kurangnya paparan udara, paparan asam


atau iritan, dan peningkatan gesekan kulit mulai memecah barrier kulit.
Prognosis pada diaper rash primer selalu memberikan respon
terhadap terapi, dan dalam jangka waktu panjang, akan membaik ketika
popok tidak lagi dipakai. Namun, pada beberapa anak-anak, erupsi pada
daerah popok menandakan tanda awal kerentanan terhadap kelainan kulit
kronik, khususnya psoriasis dan dermatitis atopik. Karena awal dari
dermatitis atopik sering muncul bersamaan dengan diaper rash sehingga
tidak bisa dibedakan, maka harus hati-hati dengan memberikan prognosis
yang baik kepada orang tua dari anak yang mengalami kelainan kulit
tersebut.

3. Patofisiologi Diaper Rash


Telah menjadi kesepakatan para ahli bahwa diaper rash adalah
gambaran suatu dermatitis kontak iritan, atau dikenal dengan istilah
dermatitis popok iritan primer (DPIP). Penggunaan popok berhubungan
dengan peningkatan yang signifikan pada hhidrasi dan ph kulit. Kedua faktor
tersebut adalah hal penting untuk kesehatan kulit pada daerah popok. Urine
dan feses berperan penting pada peningkatan hidrasi dan ph kulit.
Pada keadaan hidrasi yang berlebihan, permeabilitas kulit akan
meningkat terhadap iritan, meningkatnya koefisien gesekan sehingga mudah
terjadi abrasi, dan merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme sehingga mudah terjadi infeksi. Pada ph kulit yang lebih
tinggi, enzim feses yang dihasilkan oleh bakteri pada saluran cerna dapat
mengiritasi kulit secara langsung dan dapat meningkatkan kepekaan kulit
terhadap bahan iritan lainnya. Superhydration urease enzyme yang terdapat
pada stratum korneum melepaskan ammoniak dari bakteri kutaneus. Urease
mempunyai efek iritasi yang ringan pada kulit yang tidak intak. Lipase dan
protease pada feses yang bercampur dengan urin akan menghasilkan lebih
banyak ammoniak dan meningkatkan ph kulit.

Ammoniak bukan merupakan suatu bahan iritan yang turut berperan


dalam patogenesisdiaper rash. Pada observasi klinis menunjukkan bayi
dengan diaper rash tidak tercium aroma ammoniak yang kuat. Feses bayi
yang diberikan ASI mempunyai ph yang rendah dan tidak rentan terkena
diaper rash. Gesekan akibat gerakan menyebabkan kulit terluka dan mudah
terjadi iritasi sehingga resiko terjadinya inflamasi meningkat.
Infeksi sekunder akibat dari mikroorganisme seperti candida albicans
sering timbul setelah 72 jam terjadinya diaper rash. Candida albicans adalah
mikroorganisme tersering yang dijumpai pada daerah popok dari 41%-85%
bayi yang mengalami diaper rash.

4. Manifestasi Klinis Diaper Rash


Gejalanya antara lain :
a. Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagai crytaema.
b. Crupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan,
perut bawah paha atas.
c. Keadaan lebih parah terdapat : crythamatosa.
d. Kulit kemerahan dan lecet. Kulit pada lipatan kaki lecet dan berbau
e.
f.
g.
h.

tajam.
Awal ruam biasanya timbul di daerah kelamin, bukan di dubur.
Beruntutan di daerah kelamin, pantat, dan pangkal paha.
Timbul lepuh-lepuh di seluruh daerah popok.
Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3 hari, daerah tersebut sering
terkolonisasi (ditumbuhi) oleh jamur, terutama jenis Candida Albicans,

sehingga kelainan kulit bertambah merah dan basah.


i. Mudah terjadinya infeksi kuman, biasanya staphylococcus aureus atau
Sreptococcus beta hemolyticus sehingga kulit menjadi lebih bengkak,
serta di dapatkan nanah dan keropeng.
j. Bayi menjadi rewel karena rasa nyeri.

5. Pemeriksaan Penunjang Diaper Rash


Keadaan diaper rash umumnya dapat didiagnosis secara klinis,
pemeriksaan penunjang memiliki beberapa keterbatasan dan kekurangan

dalam mendiagnosis dermatitis ini. Namun pemeriksaan penunjang kadang


kala digunakan untuk eliminasi diagnosa banding lainnya
a. Tes Rutin :
Hitung darah lengkap dapat membantu terutama jika ada demam
atau diduga infeksi sekunder. Jika hasil tes ditemukan anemia
menandakan keadaan berkaitan dengan hepatosplenomegali dengan
kemungkinan diagnosis Histiositosis sel Langerhans atau sifilis
kongenital. Jika dicurigai sifilis kongenital, serologi yang relevan harus
dikirim bidang pemeriksaan mikroskopis gelap untuk spirochetes dari
setiap kerokan lesi bulosa yang dapat dilakukan.
1) Kultur dari lesi yang mengering serta infeksi yang sudah jelas
diindikasikan untuk tes sensitifitas antibiotik.
2) Pewarnaan Gram atau kultur bula karakteristik impetigo untuk S.
aureus dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis ini. Kultur
rutin menunjukkan infeksi polimikrobial (misalnya, streptokokus,
Enterobacteriaceae, dan anaerob) dalam hampir satu setengah dari
kasus.
3) Kerokan Kalium hidroksida (KOH) dari lesi pustul dapat
menunjukkan pseudohyphae dalam kasus dugaan kandidiasis.
4) Jika ditemukan tungau dapat didiagnosa skabies.
b. Tes lain :
1) Tingkat Serum zinc kurang dari 50 mcg/dL dapat mendiagnosa
enteropathica acrodermatitis.
2) Biopsi kulit dapat dilakukan untuk membantu membedakan
granuloma gluteal infantum dari proses granulomatosa dan
neoplastik. Histopatologi: granuloma gluteal infantum nampak
infiltrasi inflamasi yang terdiri dari neutrofil, limfosit, histiosit, sel
plasma, sel raksasa kadang-kadang, dan eosinofil, kadang-kadang
dengan peningkatan jumlah kapiler. Pemeriksaan granuloma gluteal

menggunakan mikroskop elektron mengungkapkan 3 jenis sel


raksasa: di tipe pertama, sel-sel ini secara luas terjadi pembesaran
retikulum endoplasma; jenis kedua, sel-sel memfagositosis eritrosit;
dan dalam jenis ketiga, sel-sel memiliki vesikula dan butiran dan
mirip dengan histiosit.

6. Penatalaksanaan medis Diaper Rash


a. Non Medikamentosa
1) Popok harus dibiarkan terbuka sesering mungkin ketika bayi tidur,
untuk pengeringan kulit.
2) Direkomendasikan untuk membersihkan kulit dengan air bersih,
dan hindari gesekan atau digosok.
3) Popok harus diganti sesering mungkin dan secepatnya setelah
buang air
4) Edukasi orang tua dan pengasuh. Tujuan utama penatalaksanaan
diaper rash adalah mengurangi kelembaban, karena yang paling
penting adalah keberhasilan yang baik dan menjaga daerah popok
agar tetap bersih dan kering dengan mengganti popok secara teratur
dan menggunakan popok sekali pakai seperti popok golongan
sintesis yang mengurangi kontak kulit dengan urin.
b. Medikamentosa
1) Pasta Zinc oxide, petrolatum, dan campuran lainnya, sebagai
pelindung merupakan terapi utama. Pasta atau salep dioleskan
setiap sehabis popok diganti. Diaper rash sedang dan berat tidak
akan mengalami perbaikan bila hanya menggunakan krim
pelindung.

Pada

keadaan

tersebut,

dianjurkan

penggunaan

kortikosteroid topikal potensi rendah dan krim pelindung. Krim


hidrokortison 1% digunakan dua kali sehari selama 3-5 hari. Bila
dicurigai terjadi superinfeksi dengan kandida dapat digunakan
klotrimazol 1% atau mikonazol 2%. Hidrokortison dan anti jamur
dioleskan bersamaan dua kali sehari pada saat mengganti popok,
kemudian dioleskan barier ointment di atasnya. Dapat pula

digunakan hidrokortison

kuat sebab popok bersifat oklusif dan

meningkatkan absorpsi kortikosteroid yang dapat menimbulkan


atrofi kulit dan penekanaan kelenjar adrenal. Untuk terapi lanjutan
dan pencegahan digunakan nistatin, amphoterin B atau imidazol
dalam bentuk powder.
Anti-kandida topikal diberikan jika ada tanda-tanda infeksi
kandida. Pada diaper rash dengan infeksi Candida albicans sedang
hingga

berat

diberikan

mupirocin

2%.

Mupirocin

mengeradikasi Candida albicans dalam waktu 2-6 hari.

2%
Pada

diaper rash yang disertai infeksi jamur saluran cerna, dianjurkan


menambah nistatin oral 150.000 unit tiga kali sehari. Neomisin
seringmenimbulkan sensitasi sehingga tidak digunakan pada
pengobatan diaper rash.
kadang

membutuhkan

Infeksi yang meliputi sebagian tubuh


antibiotic

sistemik.

Pada

infeksi

Staphylococcus sebaiknya menggunakan sepalosporin generasi


pertama,

dicloxacin

atau

amoxilin-clavunat

dan

sebaiknya

menghindari pemakaian eritromisin.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Diaper Rash


Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.
a. Identitas Pasien.
b. Keluhan Utama : Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti
yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan
pasien untuk menanggulanginya.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga :

10

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit


seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan.
Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang
dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi)
terhadap sesuatu obat.
2. Analisa Data
No
1.

DS : -

Data

Masalah
Kerusakan

DO : lipatan paha klien

integritas kulit

tampak

Etiologi

kemerahan,

tampak lesi pada daerah


lipatan paha
2.

DS :

Resiko infeksi

3.

DO : tampak lesi
DS :

Kurang

DO : Ibu klien tampak cemas

pengetahuan

3. Diagnosa
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Inflamasi dermatitis,
ditandai dengan :
1) Adanya skuama kering, basah atau kasar.
2) Adanya krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
b. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya sumber informasi, ditandai dengan : Pasien sering
bertanya/minta informasi, pernyataan salah konsep.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis
4. Intervensi.

11

Dx

Tujuan (NOC)

Intervensi (NIC)

Rasional

kep
1.

Setelah

dilakukan

asuhan

integritas

ukuran

dari krusta, bentuk

keperawatan selama 1x24 jam


diharapkan

Kaji/catat
dan

kulit

warnanya,

perhatikan

kembali normal.

apakah

skuama kering, basah

atau kasar.
Anjurkan klien untuk
tidak

menggaruk

daerah yang terasa

gatal.
Kolaborasi

dalam

pemberian
pengobatan

Sistemik

Antihistamin,
Kortikosteroid.
Lokal : Preparat
Sulfur,

Tar,

Kortikosteroid,
Shampo

Sulfida)
Tekankan

(Selenium
bahwa

semua

orang

merasakan

cemas

dari waktu ke waktu.


Bicara
dengan
perlahan dan tenang,
gunakan
pendek

12

kalimat
dan

sederhana.
Perlihatkan

empati.
Singkirkan stimulasi
yang

rasa

berlebihan

(ruangan

lebih

tenang),

batasi

kontak dengan orang


lainklien

atau

keluaraga yang juga

mengalami cemas
Anjurkan intervensi
yang

menurunkan

ansietas

(misal

teknik

relaksasi,

imajinasi terbimbing,

terapi aroma).
Identifikasi
mekanisme

koping

yang

pernah

digunakan

untuk

mengatasi

stress

yang lalu.

2.

Setelah

dilakukan

asuhan

dasar

keperawatan sela 2x30 menit


diharapkan

kurangnya

13

Jelaskan

konsep
penyakitnya

secara umum.
Jelaskan/ajarkan

pengetahuan orang tua klien


dapat teratasi

nama

obat-obatan,

dosis,

waktu

metode

dan

pemberian,

tujuan, efek samping

dan toksik.
Anjurkan

untuk

mengkonsumsi
makanan

yang

rendah lemak.
Tekankan pentingnya
personal hygiene.

3.

Setelah

dilakukan

asuhan

Kaji

keluhan

keperawatan selama 2x24 jam

myeri, perhatikan

diharapkan

lokasi, intensitas,

nyeri

dapat

berkurang sampai hilang

frekuensi

dan

waktu
Berikan
perawatan

oral

setiap hari
Berikan aktifitas

hiburan
Kolaborasi
dengan

dokter

untuk pemberian
obat analgetik

14

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Seven Jump
1. Kasus Diskel 1
Ibu Ani mempunyai bayi berusia 7 bln mengalami diare sudah lebih dari 3
hari. Bayi Ibu Ani sangat rewel sehingga Ibu Ani sangat gelisah melihat
kondisi bayinya. Akibat frekuensi BAB yang sering, mengakibatkan daerah
15

kulit bayi pada daerah anus dan sekitarnya mengalami erupsi, berupa macula
eritemateus. Hasil pengkajian yang dilakukan oleh perawat ta didapatkan :
Suhu 380C, Nadi : 97x/menit, respirasi 40x/menit, daerah anus, bokong,
kelangkangan kondisinya basah kotor, dan ditemukan lesi berupa patch,
maserasi, erosi dan lesi satelit berupa papul eritem atau vesikopustul
disekitar lesi. Kondisi ini didukung oleh perawatan yang kurang baik dari
Ibu Ani sehingga memperparah kondisi kulit bayi.
Berdasarakan kasus diatas jawablah pertanyaan dibawah ini :
a. Gangguan kulit apakah yang dialami oleh bayi ibu Ani?
b. Jelaskan patofisiologi dari gangguan pada kulit bayi ibu Ani akibat
penyakit diare!
c. Sebutkan penyebab dari penyakit kulit yang dialami bayi ibu Ani?
d. Jelaskan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah integritas kulit yang terjadi pada byi ibu Ani?
e. Jelaskan upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada gangguan kulit
yang terjadi pada bayi ibu Ani ?

2. Step 1
a. Patch : Daerah kecil yang berbeda dari permukaan yang lainnya.
b. Macula Eritemateus : Bercak,bintik atau penebalan daerah yang bisa
dibedakan karna warna atau sebaliknya (tidak berwarna dari daerah
sebelumnya) kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh kongesti
pembuluh darah kapiler.
c. Vesikopustul : Tempat yang lembab seperti lipatan kulit, ketiak atau sela
jari.
d. Papul Eritem : Lesi menonjol yang kecil berbatas tegas dan padat pada
kulit yang kemerahan pada kulit yang dihasilan oleh kongesti pembuluh
darah kapiler.
e. Maserasi : Perlunakan kulit karna kelembaban kulit yang berlebihan dan
terus menerus sehingga memudahkan terjadinya infeksi kulit.
f. Erosi : terkikisnya suatu permukaan ulserasi dangkal atau supervisial
hilangnya permukaan kulit, kelainan kulit yang disebabkan oleh
kehilangan jaringan yang tidak merata

16

g. Lesi Satelit : Suatu lesi sentral yang besar yang dikelilingi oleh dua atau
lebih lesi serupa tapi lebih kecil.
h. Erupsi : Suatu lesi epiolesensi yang tampak pada kulit akibat penyakit
yang di tandai kemerahan,penonjolan atau kedua ruam.

3. Step 2
a. Gangguan kulit apakah yang dialami oleh bayi ibu Ani?
b. Jelaskan patofisiologi dari gangguan pada kulit bayi ibu Ani akibat
penyakit diare!
c. Sebutkan penyebab dari penyakit kulit yang dialami bayi ibu Ani?
d. Jelaskan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah integritas kulit yang terjadi pada byi ibu Ani?
e. Jelaskan upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada gangguan kulit
yang terjadi pada bayi ibu Ani ?

4. Step 3
a. Diaper rash
1) Dermatitis kontak eritan karena bahan kimia yang terkadang dalam
urine dan feses
2) Dermatitis iritan yang timbul pada bayi didaerah yang tertutup
popok, biasanya Karena feses atau kontaminasi jamur.
b. Pathway diaper rash

17

c. Penyebab
1) Penggunaan popok yang berulang kali
2) Gesekan anatara kulit dan popok
3) Alergi pada bahan popok
4) Reaksi terhadap iritan seperti urine dan feses

18

5) Cara memberdihkan dan mengeringkan daerah popok yang tidak

d.

benar
6) Kurangnya menjaga hygiene
7) Diare
8) Infeksi mikroorganisme sperti candida albicans
9) Gangguan pada kelenjar keringat di area yang tertutup popok
10) Udara/suhu lingkungan yang terlalu panas /lembab
Intervensi
1) Dx
: Gangguan rasa nyaman
Intervensi : - Berikan tempat tidur ayuanan
- Pastikan ibu mengganti popok secara rutin
- Melepas popok dengan membiarkan kulit terkena
angina
2) Dx
: Intergritas kulit
Intervensi : - Berikan perawatan ruang popok
- Pantau kondisi luka yang terjadi akibat ruang
-

popok
kaji kulit

setiap hari, catat warna, turgor,

sirkulasi, sensasi, gambaran lesi


-

perubahan
bantu intruksikan

dalam

dan amati

kebersihan

kulit,

misalnya membasuh dan membersihakan dengan


hati hati dengan melakukan masase dengan
-

menggunakan lostion dan cream


bersihkn area pariental dengan membesihkn
menggunakan air dan hindari penggunaan tissue

basah
3) Dx
: kurangnya pengetahuan orang tua
Intervensi : - memberikan intruksi mengenai pengasuhan dan
perawatan

fisik

yang

dipelukan

selama

penggunaan popok
-

berikan informasi tentang perlunya kebutuhan


perawatan kulit harian, termasuk memeriksa kulit
dan menyediakan pembersih serta tindakan
perlindungan yang adekut misalnya salep.

19

identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan

evaluasi medis.
e. Upaya pencegahan
1) Menjaga kulit bayi agar tetap kering
2) Lebih cermat memperhatikan kondisi diaper
3) Jangan lupa untuk membersihkan kulit bayi setelah melepas diaper
4) Hindari pengguanan tissue basah karna mengandung zat yang
mengiritasi kulit bayi
5) Bisa dengan olesi krim khusus, jangan gunakan bedak karena bisa
menyumbat saluran kencing
6) Jangan setiap waktu bayi menggunakan diaper.

20

B. Pengkajian Data (Data Fokus)


Didapatkan pada kasus bayi berusia 7 bln mengalami diare sudah lebih dari 3
hari. Hasil pengkajian yang dilakukan oleh perawatan didapatkan : Suhu 38 0C,
Nadi : 97x/menit, respirasi 40x/menit, daerah anus, bokong, kelangkangan
kondisinya basah kotor, dan ditemukan lesi berupa patch, maserasi, erosi dan lesi
satelit berupa papul eritem atau vesikopustul disekitar lesi.

C. Analisa Data

D. Intervensi Keperawatan
Dx
kep
1.

Intervensi

Rasional

Mandiri
Lakukan pemberian obat

Untuk
mempersiapkan,
memberikan,

dan

mengevaluasi
keefektifan obat resep

Managemen area penekanan

dan nonresep
Untuk meminimalkan
penekanan

Lakukan perawatan luka

bagian tubuh
Untuk
mencegah
komplikasi luka dan
meningkatkan

21

pada

Kolaborasi
Konsultasikan pada dokter tentang

penyembuhan luka
Untuk meningkatkan

implementasi pemberian makanan dan

potensi penyembuhan

nutrisi enteral atau parenteral


Perawatan luka (NIC) : gunakan unit

luka
Untuk

TENS
2.

(transcutaneous

electrical

nerve stimulation)
Mandiri
Perlindungan terhadap infeki

peningkatan

penyembuhan

luka,

jika perlu.

Untuk mencegah dan


melakukan

deteksi

dini infeksi pada psien

Penyuluhan : obat resep

beresiko
Untuk

memantau

pasien

dalam

penggunaan obat yang

Berikan penyuluhan sesuai dengan

memahami informasi

tingkat pemahaman keluarga pasien,


ulangi informasi bila diperlukan

diresepkan
Agar pasien mudah

Penyuluhan : individu (NIC)

yang

telah

disampaikan

oleh

perawat
Untuk
memberikan
rasa saling percaya
antara keluarga pasien

Kolaborasi
Rencanakan penyesuaian dalam terapi

memahami informasi

bersama keluarga pasien dan dokter

yang

telah

untuk

disampaikan

oleh

memfasilitasi

kemampuan

pasien mengikuti program terapi.


3.

dan perawat
Agar pasien mudah

Mandiri
Informasikan kepada keluarga tentang

22

dokter/perawat.

Untuk

mencegah

prosedur yang dapat meningkatkan

terjadinya rasa nyeri

nyeri dan tawarkan strategi koping

semakin memburuk

yang disarankan
Managemen Nyeri (NIC) : Berikan
Informasi

Tentang

Nyeri

Pada

semakin memburuk

Managemen Nyeri (NIC) : Ajarkan


Teknik

Nonfarmakologis.

Transcutaneous

Electrical

Misal,

Nerve

mengurangi

mengalihkan

Lakukan perubahan posisi, masase

punggung
Ganti linen

diperlukan
Berikan perawatan
terburu-buru,

Untuk

rasa nyeri dan untuk

Stimulation (TENS)

tempa

dengan

tidur,

bila

dengan

tidak

sikap

yang

berfokus

dari

pasien
rasa

nyeri
Untuk

rasa nyaman
Untuk kenyamanan

Untuk

mendukung
-

mencegah

terjadinya rasa nyeri

Keluarga

Untuk

dan

memberikan

kenyamanan
agar

memperparah

Kolaborasi
Managemen Nyeri (NIC) : gunkan

tidak
rasa

nyeri

Tindakan pengendalian nyeri sebelum


nyeri menjadi lebih berat dan laporkan
pada

dokter

jika

tindakan

berhasil.

BAB IV
PENUTUP

23

tidak

Untuk

mengurangi

rasa nyeri pada klien.

A. Kesimpulan
Dermatitis popok adalah salah satu dari kondisi kulit yang dapat
ditemukan pada bayi dan anak, tercatat sekitar 1 juta pasien rawat jalan setiap
tahun. Dengan adanya popok yang memiliki daya serap tinggi dan sekali pakai
dalam dekade terakhir, insidensi dari bentuk berat dari dermatitis popok ini
berkurang. Dermatitis iritan dan dermatitis popok kandida merupakan mayoritas
dari dermatitis popok pada individu dari semua kelompok umur yang memakai
popok.
Penyebabnya yaitu maserasi air, gesekan, urin, feses, perawatan kulit
yang salah, mikroorganisme, antibiotik dan diare.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. William D. James TGB, Dirk M. Elston. Andrew's Diseases of The Skin:
Clinical Dermatology. 11th ed. Canada: Sanders Elsevier; 2011.
2. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks The Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th edition. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2012.
3. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG. 2010. Textbook of Dermatology. 8th ed.
Blackwell Science: Malden.
4. Server Serdaroglu, Tugba K. Ustunbas. Diaper Dermatitis (Napkin Dermatitis,
Nappy Rash). Journal of the Turkish Academy of Dermatology. 2010. J Turk
Acad Dermatol.
5. Rachel Cadalina. Diaper Rash Clinical Considerations and Evaluation.
6. Aminuddin, Dali. Diaper Dermatitis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Makassar. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin;
2003. p. 357-62
7. Dermatology, Pediatric Dermatology. In: Horne T, editor. Dermatology an
Illustrated Colour Text. London: Churchill Livingstone; 2003. p. 108.
8. Bikowski, Joseph. Update on Prevention and Treatment of Diaper Dermatitis.
Practical Dermatology for Pediatric. 2011.
9. Patient hand out : Common Sense Remedies and Treatment for Diaper Rash.
International Journal of Pharmaceutical Compounding. Volume 15. 2011.
10. Li, CH, Zhu ZH, Dai YH. Diaper Dermatitis : a Survey of Risk Factor for
Children Aged 1 24 Months in China. The Journal of International Medical
Research. 2012. Vol 40. P. 1752-60.

25

Anda mungkin juga menyukai