Nama : Fiqha Rosa Triani No. Stambuk : G 501 08 047 Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKIK UNTAD RSUD UNDATA PALU 2013
2
PENDAHULUAN Sindrom nefrotik adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (40 mg/jam/m 2 luas permukaan badan), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 g/dl), edema, dan dapat disertai hiperkolestrolemia (250 mg/uL). 1 Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila penyakit ini timbul sebagai sebagian daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindrom nefrotik sekunder. Insiden penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak. Insiden di Indonesia diperkirakan 6 kasus per tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. 1 Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok : 1. Kongenital, 2. Responsif steroid, dan 3. Resisten steroid.
3
STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : An. RS Jenis Kelamin : Perempuan Tgl. Lahir/usia : 9 tahun 11 bulan ANAMNESIS Keluhan utama : bengkak Riwayat Penyakit Sekarang : dialami sejak 6 hari yang lalu, bengkak pertama kali disekitar mata dan kemudian sekitar wajah. Panas dialami 3 hari yang lalu terus menerus, sekarang panas sudah turun. Tidak diserati menggigil dan kejang. Batuk beringus dialami sejak 6 hari yang lalu, batuk berlendir warna putih tidak disertai darah. Sakit menelan (+) sehingga nafsu makan menurun. Mual muntah tidak ada. Sakit perut tidak ada. Buang air besar 2 kali, warna kuning, lembek. Buang air kecil lancar warna kuning jernih, tidak disertai darah. Riwayat Penyakit Sebelumnya : pernah dirawat dengan keluhan yang sama yaitu bengkak pada sekitar wajah. Anak baru keluar dari RS sekitar sebulan yang lalu dengan diagnosis sindrom nefrotik. Riwayat Keluarga : tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. 4
Riwayat Sosial-Ekonomi : ekonomi lemah Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan : anak aktif bermain di lingkungan sekitar rumah. Di lingkungan sekitar tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : saat hamil ibu sering memeriksakan kehamilannya di posyandu setempat dan persalinan dilakukan dipuskesmas secara spontan ditolong bidan dengan berat badan lahir 2700 gram. Anamnesis Makanan : Pemberian ASI di mulai sejak lahir hingga 1 tahun. Pemberian susu formula diberikan saat usia 7 bulan hingga usia 2 tahun. Pemberian makanan tambahan seperti bubur saring dimulai dari usia 6 bulan sampai 1 tahun. Nasi diberikan sejak usia 1 tahun sampai sekarang. Riwayat Imunisasi : Lengkap. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum: sakit sedang. Status Gizi : gizi baik. Kesadaran:Composmentis. Tanda Vital Tekanan Darah : 110/80 mmHg Berat Badan : 23 kg Denyut Nadi : 104x/menit Tinggi/Panjang Badan :125 cm Pernapasan : 25x/menit Suhu : 36,5 0 C 5
Kulit : tidak ada effloresensi Kepala : normocephal - Mata : konjungtiva anemia (-/-), sclera ikterik (-/-), udem pada kelopak mata dan sekitar wajah - Hidung : tidak ada kelainan - Telinga : tidak ada kelainan - Tenggorokan : tonsil T 2 -T 2 hiperemis Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun kelenjar getah bening. Thorax Paru-paru Inspeksi : Dinding dada simetris, pergerakan dinding dada simetris, tidak ada retraksi, tidak ada pelebaran sela iga Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri Perkusi : Sonor kanan dan kiri. Batas paru-hepar pada SIC V linea midclavicula dextra Auskultasi : Vesiculer, whezzing tidak ada, rhonki tidak ada Jantung Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi ictus cordis Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra Perkusi : Redup Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan Bunyi Jantung 2 murni regular. 6
Abdomen Inspeksi : Dinding perut tampak datar, pergerakan dinding perut simetris. Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal. Tidak ada bising aorta abdominalis. Perkusi : Timpani Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba. Nyeri tekan tidak ada. Genitalia : Tidak ada kelainan Anggota Gerak : Ekstermitas atas : akral hangat, udem (-), deformitas (-) Ekstermitas bawah : akral hangat, udem (-), deformitas (-) Punggung : Tidak ada kelainan Otot-otot : tonus otot baik Refleks : fisiologis (+/+) kesan normal, patologis (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Darah Rutin tgl 15/06/2013 - RBC 4.53 x 10 12 /L (N) - HCT 37,5% (N) - PLT 380 x 10 9 /L (N) - WBC 12,28 x 10 9 () - Hb 12.9 g/dL (N) Radiologi : Tidak dilakukan EKG : Tidak dilakukan
7
RESUME Seorang anak perempuan usia 9 tahun dibawa ke Unit Gawat Darurat RSUD UNDATA Palu dengan keluhan utama bengkak disekitar mata dan sekitar wajah. Panas terus menerus. Batuk beringus, sakit menelan (+). Buang air kecil lancar warna kuning jernih, tidak disertai darah. dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan udem pada palpebra, pembesaran pada tonsil yaitu T 1 -T 1 hiperemis. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan jumlah leukosit (WBC 12,28 x 10 9 ).
DIAGNOSIS : sindrom nefrotik TERAPI : cefadryl 3 x 200mg Ambroxol 12 mg Salbutamol 12 mg Anjuran Pemeriksaan : - Darah rutin, - Urin rutin, - Kolestrol, - Protein, - Albumin, - Ureum dan kreatinin, - ASTO dan CRP, - Urin tampung dalam 24 jam.
8
FOLLOW UP Tgl 16/6/2013 S : demam (-), sakit menelan (+), batuk (+), bengkak disekitar kelopak mata dan wajah O : TD : 100/60 mmHg N : 98x/menit, kuat angkat, berisi, reguler P : 26x/menit S : 36.9 0 C Mata : Anemia (-), ikterus (-), edema palperbra (+/+) Tenggorokan : tonsil T 2 -T 2 tidak hiperemis Leher : Pembesaran kelenjar (-) Thorax : vesiculer, wheezing (-/-), rhonki (-/-) BJ1 dan BJ2 murni regular Abdomen : peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), pembesaran organ (-) Ekstermitas : Akral hangat, udem (-) A : Sindrom nefrotik P : Cefadroxil 3 x 200mg Ambroxol 12 mg Salbutamol 12 mg
9
Tgl 17/6/2013 S : sakit menelan (-), batuk (+) mulai berkurang, bengkak disekitar kelopak mata dan wajah. BAK warna kuning O : TD : 100/60 mmHg N : 100x/menit, kuat angkat, berisi, reguler P : 24x/menit S : 36.6 0 C Mata : Anemia (-), ikterus (-), edema palperbra (+/+) Tenggorokan : tonsil T 2 -T 2 tidak hiperemis Leher : Pembesaran kelenjar (-) Thorax : vesiculer, wheezing (-/-), rhonki (-/-) BJ1 dan BJ2 murni regular Abdomen : peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), pembesaran organ (-) Ekstermitas : Akral hangat, udem (-) A : Sindrom nefrotik P : Cefadroxil 3 x 200mg Ambroxol 12 mg Salbutamol 12 mg Methylprednison 3 x 10mg Hasil lab : - ASTO : negatif - CRP : negatif - Protein total : 3.67 g/dl () 10
Tgl 18/6/2013 S : batuk (+) mulai berkurang, bengkak disekitar kelopak mata dan wajah mulai berkurang. BAK warna kuning jernih O : TD : 110/70 mmHg N : 97x/menit, kuat angkat, berisi, reguler P : 26x/menit S : 36.6 0 C Mata : Anemia (-), ikterus (-), edema palperbra (+/+) Tenggorokan : tonsil T 2 -T 2 tidak hiperemis Leher : Pembesaran kelenjar (-) 11
Thorax : vesiculer, wheezing (-/-), rhonki (-/-) BJ1 dan BJ2 murni regular Abdomen : peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), pembesaran organ (-) Ekstermitas : Akral hangat, udem (-) A : Sindrom nefrotik P : Cefadroxil 3 x 200mg Ambroxol 12 mg Salbutamol 12 mg Methylprednison 3 x 10mg
Tgl 19/6/2013 S : batuk (+) mulai berkurang, bengkak disekitar kelopak mata dan wajah (-). BAK warna kuning jernih O : TD : 110/70 mmHg N : 90x/menit, kuat angkat, berisi, reguler P : 25x/menit S : 37 0 C Mata : Anemia (-), ikterus (-), edema palperbra (-/-) Tenggorokan : tonsil T 2 -T 2 tidak hiperemis Leher : Pembesaran kelenjar (-) Thorax : vesiculer, wheezing (-/-), rhonki (-/-) BJ1 dan BJ2 murni regular Abdomen : peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), pembesaran organ (-) 12
Ekstermitas : Akral hangat, udem (-) A : Sindrom nefrotik P : Cefadroxil 3 x 200mg Ambroxol 12 mg Salbutamol 12 mg Methylprednison 3 x 10mg Boleh pulang dan kontrol di poli anak
13
DISKUSI
Manifestasi klinik utama pada pasien ini adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah periorbita dan pretibia). Dari urinalisis didapatkan kelainan yaitu protein +3, leukosit 1 per LPB, eritrosit 3 per LPB, kristal (+) urat amorf. Dari pemeriksaan imunologi didapatkan ASTO dan CRP negatif. Terjadinya proteinuria pada pasien ini, akibat hilangnya muatan negatif yang terdapat disepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal, menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus, sehingga kadar albumin dalam darah berkurang dan terjadi hipoalbuminemia. Hipoalbumin menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke ekstravaskuler dan terjadi edema. Akibat tekanan onkotik menurun dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema, sehingga mengakibatkan teraktivasinya sistem renin angiotensin aldosteron sehingga mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium. Selain itu terjadi hiperlipidemia akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar 14
albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Hasil kimia darah menunjukkan albumin 1,39 g/dl (hipoalbumin). Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Sehingga timbul retensi natrium dan air sebagai kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengeceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial, akibatnya terjadi edema dan diikuti peningkatan kadar kolesterol 490 mg/dl pada pasien ini. Penatalaksanaan pada pasien sindrom nefrotik ini adalah istirahat tirah baring. Batasi asupan garam 1 gram/hari. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari. Untuk penanganan sindrom nefrotik menurut ISKDC adalah prednison dengan dosis 60 mg/m 2 /hari (2 mg/kgBB) setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan dengan 40 mg/m 2 /hari secara intermiten (3 hari dalam 1 minggu) atau dosis alternating (selang sehari) selama 4 minggu. Bila kambuh setelah pengobatan dihentikan, maka pengobatan diulang dengan dosis penuh tiap hari sampai terjadi remisi dan dilanjutkan dengan 4 minggu dosis intermiten atau selang sehari. Efek samping pemberian obat yang lama dapat menimbulkan efek samping yaitu moon face, obesitas, hipertensi, osteoporosis, gangguan pertumbuhan dan gangguan psiko-emosional. 15
Komplikasi yang timbul pada penderita sindrom nefrotik tergantung faktor-faktor sebagai berikut : histopatologi renal, lamanya sakit, umur dan jenis kelamin penderita. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien sindrom nefrotik yaitu : 1. Infeksi. Akibat penurunan mekanisme pertahanan tubuh yaitu gama globulin serum, penurunan konsentrasi IgG, abnormalitas komplemen, penurunan konsentrasi transferin dan seng, serta fungsi leukosit yang berkurang. 2. Tromboemboli dan gangguan koagulasi. Pada penderita sindrom nefrotik terjadi hiperkoagulasi dan dapat menimbulkan tromboemboli baik pada pembuluh darah vena maupun arteri. 3. Gagal ginjal akut. Terjadi karena edema interstisial akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimal yang menyebabkan penurunan LFG. 4. Anemia. Disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yang menurun akibat proteinuria. 5. Peritonitis. Akibat adanya edema di mukosa usus sehingga media yang baik untuk perkembangan kuman.
16
Pada umumnya sebagian besar (80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid. Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan- keadaan disertai hipertensi, termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder, gambaran histopatologi dengan kelainan yang buruk.
17
DAFTAR PUSTAKA 1. Alatas H, dkk, 2002, Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2. FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 3. Sekarwana HN. 2001. Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Palembang. 4. Wahab, A. Samik, 2000,. Ilmu Kesehatan Nelson, vol 3, ed Ed 15: Sindrom Nefrotik. EGC. Jakarta:1813-1814, 5. Ganiswara, Sulistya G. Farmakologi dan Terapi. Edisi-5. Jakarta : FKUI, 2007.