PREEKLAMPSIA BERAT
Pembimbing:
Disusun oleh:
03015129
Disusun oleh :
Nalendra Diwala Narayana
03015129
Dokter Pembimbing
dr. Setia Budi, Sp. OG
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul
“Preeklampsia Berat”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kebidanan dan Kandungan Studi
Pendidikan Profesi Dokter Universitas Trisakti di RSAL Dr. Mintohardjo.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Setia Budi, Sp.OG selaku
pembimbing yang telah memberikan saran dalam penulisan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada dokter Ilmu Kebidanan dan Kandungan Studi
Pendidikan Profesi Dokter Universitas Trisakti di RSAL Dr. Mintohardjo dan
teman-teman sesama Co-Assisten yang turut serta memberikan bantuan, doa, dan
membatu kelancaran dalam penyusunan.
Penulis sadar bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan terdapat
banyak kesulitan dan kekurangan dalam pembahasan materi ini, oleh karena itu
diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Terlepas
dari segala kekurangan yang ada penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN KASUS..........................................................................2
2.1 Identitas Pasien 2
2.2 Anamnesis 2
2.3 Pemeriksaan Fisik 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang7
2.5 Resume 9
2.6 Diagnosis Kerja 9
2.7 Tatalaksana 10
2.8 Prognosis 10
2.9 Follow Up10
BAB III ANALISA KASUS.................................................................................12
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA........................................................................14
4.1. Definisi 14
4.2. Epidemiologi 14
4.3. Faktor Risiko 14
4.4. Patofisiologi15
4.5. Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia 20
4.6. Diagnosis 22
4.7. Penatalaksanaan 24
4.8. Pencegahan 29
4.9. Komplikasi 32
BAB V KESIMPULAN........................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nilai: ....................
Nama lengkap : Ny. M
Usia : 32 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jakarta Utara
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Status Pernikahan : Menikah
DPJP : dr. Setia Budi, Sp.OG
Nama Suami/Usia : Tn. A/31 th
Pendidikan/Pekerjaan : SD/Buruh
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis dengan pasien Kamis, 18
Februari 2021 pukul 09.00 WIB.
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD dengan G3P2A0 usia kehamilan 30 minggu dengan
PEB.
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSAL Dr. Mintohardjo, G3P2A0 usia
kehamilan 30 minggu dengan PEB. Pasien mengeluh nyeri kepala dan pandangan
kabur sejak 1 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nyeri ulu hati dan kedua kaki
bengkak. Keluhan mual muntah, mulas, keluar air-air dan lendir darah disangkal.
Pasien mengatakan gerak janin aktif.
Pasien mengaku hamil 7 bulan dengan hari pertama haid terakhir pada 10
Juli 2020, taksiran partus 17 April 2021, dan umur kehamilan 30 minggu. Pasien
melakukan asuhan antenatal setiap bulan di bidan sebanyak 7 kali.
Pasien mendapatkan vaksin TT pada kehamilan sebanyak 1 kali pada
kehamilan ini. Pasien sudah melakukan USG sebanyak 1 kali di bidan saat usia
kehamilan 5 bulan, dengan hasil dikatakan janin tunggal hidup dengan kondisi
baik.
Riwayat Menstruasi
Pasien haid pertama kali pada usia 15 tahun, siklus haid tidak teratur,
tanggal haid selalu maju sekitar 5-7 hari, durasi sekitar 4 hari per siklus, dan nyeri
haid setiap hari pertama haid.
3
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada saat usia 18 tahun.
Riwayat Obstetri
G3P2A0
No. Jenis Tempat Penolong Umur Berat Jenis Penyulit
kelamin bersalin Lahir Persalinan
1. L Bidan Bidan 18 tahun 3000g Spontan Tidak ada
(2001)
2. P Bidan Bidan 12 tahun 3000g Spontan Tidak ada
(2007)
3. Hamil kini
Riwayat Kontrasepsi
Pil KB, berhenti 8 bulan sebelum hamil.
Status Generalis
Kepala Normosefali
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
4
Hidung Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga Liang telinga lapang, nyeri tekan (-/-), sekret (-)
Mulut Sianosis (-), bibir pucat (-)
Leher KGB dan tiroid tidak membesar dalam batas normal
Thoraks Inspeksi
Bentuk dinding dada:
• Efloresensi bermakna (-)
• Simetris kanan/kiri saat inspirasi maupun ekspirasi
• Retraksi sela iga (-)
• Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
Paru: vokal fermitus kanan/kiri sama kuat
Jantung: Iktus kordis teraba pada ICS IV 2 cm medial
garis midklavikularis sinistra
Perkusi
Sonor pada kedua lapang paru
Batas paru hepar sulit dinilai
Batas paru-jantung kanan: ICS V linea para sternalis
dextra
Batas paru-jantung kiri: ICS IV linea midclavicularis
sinistra
Batas paru atas-jantung: ICS II linea parasternalis
sinistra
Auskultasi
Paru: suara nafas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing-/-
Jantung : S1 S2 irama reguler, murmur (-), gallop (-)
5
Abdomen Inspeksi
TFU 17 cm
Terdapat striae gravidarum
Auskultasi
Bising usus terdengar 2x/menit
Venous hump (-), Arterial bruit (-)
Perkusi
Sulit dinilai karena hamil
Palpasi
Buncit gravid
Nyeri tekan (-)
Pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia Inspeksi Vagina/Uretra tenang, perdarahan aktif (-)
Ekstremitas Inspeksi
Terdapat oedem pada kedua tungkai
Tidak didapatkan adanya efloresensi yang bermakna
Palpasi
Akral teraba hangat
Oedem (+) pada kedua tungkai
CRT <2 detik
Status Obstetrik
Leopold :
I. : Bagian teratas janin teraba bagian keras memanjang (kesan punggung).
II. : Teraba bulat, keras dan melenting sebelah kanan (kesan kepala).
III. : Bagian terbawah janin teraba bagian besar dan lunak (kesan bokong).
IV. : Bagian terbawah janin belum masuk PAP.
DJJ : 139 bpm
Genitalia
a. Inspeksi : Perdarahan aktif (-)
b. Inspekulo : Tidak dilakukan
6
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 18/02/2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,9 ribu/ul 11,7-15,5
Eritrosit 4,31 Juta/ul 4,10-5,10
Leukosit 13,8 g/dL 4,40-11,30
Trombosit 185 % 150-400
Hematokrit 37,4 ribu/uL 35,0-47,0
MCV 87 fL 80-100
MCH 30 Pg 26-34
MCHC 35 g/dL 32-36
RDW-CV 13,4 % 12,0-14,8
FAAL HEMOSTASIS
Bleeding Time 3 Menit 1-3
Clotting Time 11 Menit 5-11
Golongan darah O
ABO
Golongan darah Positif
Rhesus
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 76 Mg/dL 70-110
sewaktu
Protein (urine) Positif 3
SGOT 111,5 U/L
SGPT 48,9 U/L
Ureum 24,8 mg/dL
Kreatinin 1,11 mg/dL
HEPATITIS
HbSAg Rapid Non Reaktif Non Reaktif
7
USG
Tanggal, 18-02-2021
Letak Lintang (kepala kanan)
Plasenta Di fundus
TBJ 1305 g
UK 29 minggu
CTG
2.7 Tatalaksana
MgSO4 40% 4 gram bolus, lanjut 1 gram /jam selama 24 jam i.v
Nifedipin 4x10 mg po
Deksametason 2x6 mg i.v
2.8 Prognosis
Ibu Janin
Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
2.9 Follow Up
9
S Pasien mengeluh nyeri kepala dan kedua kaki bengkak. Pandangan
kabur (-), mulas (-), keluar air-air (-), lendir darah (-) Gerakan janin
aktif.
O KU: Tampak sakit sedang, compos mentis
TD: 150/100 mmHg S: 36,6 C
N: 82 x/menit
SpO2: 99% RR: 18x/menit
10
O KU: Tampak sakit sedang, compos mentis
TD: 130/90 mmHg S: 36,5 C
N: 80 x/menit
SpO2: 99% RR: 18 x/menit
11
BAB III
ANALISIS KASUS
12
positif 3, yang mengarah kepada diagnosis preeklamsia berdasarkan kriteria
American College of Obstreticians and Gynecologist tahun 2013. Sedangkan
untuk edema, tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.
Gejala neurologis yang dikeluhkan pasien yaitu nyeri kepala, berdasarkan
American College of Obstetricians and Gynecologist dapat disimpulkan bahwa
diagnosis pada pasien ini adalah preeclampsia with severe features.
Berdasarkan teori manajemen preeklamsia, usia kehamilan kurang dari 34
minggu pada pasien ini yaitu dengan dilakukannya perawatan konservatif.
Indikasi Perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤37 minggu tanpa
disertai tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya ovservasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif,
kehamilan tidak di akhiri. Serta pemberian pematangan paru pada janin. Kondisi
padien dengan tekanan darah 160/100 perlu dilakukan penurunan dengan obat anti
hipertensi. Pada tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg,
dapat diberikan hidralazin, labetalol, dan nifedipine sesuai dengan dosis yang
dianjurkan. Pemberian obat anti kejang juga diperlukan pada pasien ini untuk
mencegah gejala kejang yang merupakan progresivitas penyakit dari preeklamsia
menjadi eklamsia. Obat yang diberikan yaitu magnesium sulfat dengan kosentrasi
40%. Dosis inisial sesuai dengan indikasi yang diberikan 4-6 gram intravena
diberikan secara bolus perlahan, diharapkan agar tidak terjadi efek samping dari
obat tersebut dengan cepat. Magnesium sulfat selanjutnya diberikan dengan dosis
maintanance diberikan infus 6 gr dalam larutan ringer/6jam. Pemberian
kortikosteroid juga diperlukan pada pasien ini untuk pematangan paru pada janin
yang diberikan yaitu deksametason 2 dosis 6 mg setiap hari. Selain itu dilakukan
juga pemeriksaan USG, evaluasi kesejahteraan janin, dan pemeriksaan
laboratorium.
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
IV.1. Definisi
Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20
minggu dan disertai dengan proteinuria.1,2,3 Hipertensi terjadi ketika tekanan darah
sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg dengan pengukuran tekanan darah
sekurangnya dilakukan dua kali dalam interval 4 jam.1 Kemudian dinyatakan
terjadi proteinuria apabila terdapat 300mg protein dalam urin selama 24 jam atau
sama dengan ≥ 1+ dipstick.1 Preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5
g/24jam disebut sebagai preeklamsia berat.1
IV.2. Epidemiologi
Hipertensi pada kehamilan mempengaruhi 10% dari semua wanita hamil
diseluruh dunia.4 Kelompok penyakit ini termasuk pre-eklampsia dan eklampsia,
hipertensia kehamilan dan hipertensi kronis.4 Preeklampsia merupakan salah satu
penyebab utama mortalitas dan morbiditas meternal dan perinatal diseluruh
dunia.4 Preeklampsia mempengaruhi 5-7% ibu hamil dan menyebabkan 70.000
kematian ibu dan 500.000 kematian janin diseluruh dunia setiap tahunnya.5
Trias utama kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan
(HDK) dan infeksi. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014, hampir 30%
kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh hipertensi dalam
kehamilan.6 Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab
kematian ibu berkisar 1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi
antara 45 persen sampai 50 persen.7
1. Primigravida, primipaternitas
14
2. Hiperplasentosis, mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops
fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun)
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas
IV.4. Patofisiologi1
Penyebab preeklamsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Disease of Theories”. Banyak teori
telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak ada
satupun teori teori tersebut yang dianggap mutlak benar.
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri akuarta dan memberi cabang ke
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis
memberi cabang ke arteri spiralis.
Pada kehamilan normal terjadi invasi trofblas ke dalam lapisan otot arteria
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen
arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Sehingga, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses
ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehinga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan untuk distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteti spiralis
15
relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan
yang dapat menjelaskan petogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.8
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron.
b. Teori iskemia plasenta , radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana telah dijelaskan pada teori sebelumnya, dimana pada
hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”,
dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia
dan hipoksia akan menghasilkan oksidan/radikal bebas. Oksidan tersebut
merupakan senyawa penerima elektron atau molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan yang penting dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Adanya radikal hidroksil
dalam darah dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah.
Maka dari itu, hipertensi dalam kehamilan dahulu disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
akan merusak embran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan. Telah
terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat,
sedangkan antioksidan pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga
terjadi dominasi kadar peroksida lemak yang relatif tinggi. Membran sel
endotel tubuh mudah mengalami kerusakan oleh peroksidan lemak karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap
oksidan radikal hidroksil yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat dari sel endotel yang terpapar terhadap peroksida lemak akan
terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
16
disfungsi endotel. Pada waktu terjadi disfungsi endotel, maka akan terjadi
gangguan metabolisme prostaglandin karena salah satu fungsi endotel adalah
prostaglandin, yaitu menurunnya kadar prostasiklin yang merupakan suatu
vasodilator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup
tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Dalam keadaan normal, perbandingan kadar prostasiklin lebih tinggi
dibandingkan tromboksan. Pada preeklamsia terjadi sebaliknya, dimana kadar
tromboksan lebih tinggi dibanding dengan kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah. Perubahan yang khas terlihat
pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis), peningkatan
permeabilitas kapilar, peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu
endotelin, kadar NO (Nitrite Oxide) sebagai vasodilator akan menurun serta
endotelin sebagai vasokonstriktor meningkat.
c. Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin
Dugaan dari teori ini dibuktikan dengan fakta sebagai berikut :
1. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadi hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
2. Ibu yang multipara yang kemudian menikah lagi memiliki risiko
lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan suami sebelumnya.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya
”hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
human leucocyte antigen protein G (HLA-G) yang berperan penting
dalam modulasi sistem imun, sehingga ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G ini dapat melindungi tropobas
janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) pada ibu.5 Selain itu,
adanya HLA-G merupakan suatu prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping itu untuk
menghadapi sel NK. Pada plasenta ibu dengan hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-
17
G pada desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua
menjadi lunak dan gembur, sehingga memudahkan terjadinya dilatasi
arteri spiralis. HLA-G juga merangsang terjadi sitikon, sehingga
memudahkan terjadi reaksi inflamasi. Pada awal trimester kedua
kehamilan, ibu yang mempunyai kecenderungan terjadi preklamsia
ternyata memiliki proporsi sel helper yang lebih rendah dibandingkan
dengan normotensif.
d. Teori adaptasi kardiovaskulatori genetik
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahab-bahan
vasopresor. Refrakter yaitu pembuluh darah tidak sensitif terhadap impuls
bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal, terjadi refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor karena dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan
bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesis inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin).
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester pertama. Peningkatan sensitivitas pada kehamilan yang
akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada
kehamilan 20 minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
e. Teori genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti bahwa
18
pada ibu yang mengalami preeklamsia 26% anak perempuannya akan
mengalami preeklamsia juga.
f. Teori defisiensi besi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi besi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian lain yang pernah
dilakukan membuktikan bahwa mengkonsumsi minyak ikan dapat mengurangi
risiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat
aktifasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa
peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam
mencegah preeklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa peneliti ini
berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian
aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium
pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjdinya preeklampsia
atau eklampsia. Penelitian di Negara Ekuador dengan metode uji
klinis, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian kalsium dan
placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi
suplemen, kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14%
sedang yang diberi glikosa 17%.
g. Teori stimulasi inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa- sisa apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan- bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulanya proses inflamasi pada kehamilan normal jumlah debris trofoblas
masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam
batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga
produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar dan hamil
19
ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga
jumlah sisa debris trofoblas juga meningkat. Keadaan ini menimbulkan
beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar
dibandingkan dengan reaksi inflamasi pada kehamilan normal respon
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit,
yang lebih besar pula sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang
menimbulkan gejala-gejala pereklamsia pada ibu. Redman, menyatakan
bahwa disfungsi endotel pada preklamsia akibat produksi debris trofoblas
plasenta berlebihan tersebut diatas yang mengkibatkan aktivitas leukosit
yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut
sebagai kekacauan adapatasi dari proses inflamasi intravaskular pada
kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.
20
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka dapat bersifat ireversibel.
3. Elektrolit
Pada preeklampsia kada natrium dan kalium sama dengan kadar hamil
normal, sehingga tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan dan tidak
diperlukan restriksi konsumsi garam.
4. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik
Pada hamil normal, terjadi penurunan osmolaritas serum dan tekanan
onkotik pada umur kehamilan 8 minggu. Pada preeklamsia terjadi kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vascular sehingga terjadi penurunan
tekanan onkotik yang lebih berat.
5. Viskositas darah
Pada preeklampsia viskositas darah meningkat sehingga mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.
6. Edema
Edema terjadi karena hypoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler.
Edema yang patologik adalah edema generalisata dan biasanya disertai dengan
kenaikan berat badan yang cepat.
7. Hepar
Perubahan hepar disebabkan karena vasospasme, iskemia dan perdarahan.
Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel
hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan dapat meluas dibawah kapsula
hepar dan disebut subcapsular hematoma. Subcapsular hematoma ini dapat
menimbulkan nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan rupture hepar.
8. Neurologik
Perubahan neurologic dapat berupa nyeri kepala oleh karena hipoperfusi
otak sehingga menimbulkan vasogenic edema, gangguan visus karena spasme
arteri retina dan edema retina, hiperrefleksia, kejang eklamptik, dan perdarahan
intrakranial.
9. Kardiovaskular
21
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
10. Paru
Preeklampsia berat merupakan risiko besar untuk terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.
11. Janin
Pada preeklampsia terjadi penurunan perfusi utero plasenta, hypovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya intrauterine growth restriction (IUGR),
oligohidramnion, kenaikan morbiditas dan mortalitas janin akibat IUGR,
prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.
IV.6. Diagnosis
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan atau diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan preeklamsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklamsia tersebut.2,3
Kriteria minimal preeklampsia antara lain adalah tekanan darah sekurang-
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama dan Protein urin melebihi 300
mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Jika tidak didapatkan protein
urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:1,3
Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
Gangguan Liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
22
Edema Paru
Gejala Neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
23
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam
waktu singkat.3
IV.7. Penatalaksanaan
IV.7.1. Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring, miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan, karena penderita preeklamsia
dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Oleh karena itu, monitoring input cairan (oral/infus) dan output cairan
(urin) menjadi sangat penting. Cairan yang diberikan dapat berupa:1
1. 5% ringer-dexrose/cairam garam faal dengan jumlah tetesan < 125cc/jam atau
2. Infus dextrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus ringer laktat (60-125
cc per jam) 500cc.
Dilakukan pemasangan kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin.
Oliguria terjadi jika produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.
Diet yang dibutuhkan yaitu protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.1
24
Syarat pemberian magnesium sulfat anara lain adalah harus tersedia
antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu klasium glukonas 10% diberikan
sebanyak 1gram (10% dalam 10 cc) diberikan secara intravena selama 3 menit,
refleks patella positif, dan frekuensi pernapasan lebih dari 16 kali/menit serta
tidak terdapat tanda-tanda distress napas.1
Magnesium sulfat diberikan dengan cara:1,3
Loading dose: initial dose
4-6gr MgSO4 yaitu 40% MgSO4 dalam 10cc diberikan secara intravena selama
15 menit.
Maintenance dose:
Diberikan infus 4-6gr dalam larutan ringer/6jam (1-2gr/jam selama 24 jam) atau
diberikan 4/5gr IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4gr IM tiap 4-6 jam.
Magnesium sulfat dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi atau
setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. 1 Magnesium
sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda preeklampsia ringan, selambat-
lambatnya dalam waktu 24 jam. 3 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan
ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan haus di
terminasi.3 Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala
atau tanda-tanda preeklampsia ringan.3
Edema Paru
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemide. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokosentrasi,
menimbulkan dehidrasi pada janin dan menurunkan berat janin.1
Pemberian Anti-hipertensi
Pemberian anti-hipertensi ditujukan untuk mengurangi risiko ibu yaitu
abrupsi plasenta, hipertensi urgensi yang memerlukan rawat inap dan kerusakan
organ terget (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan
organ target meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada wanita
yang sebelumnya normotensi.1,3
25
Direkomendasikan pada preeklamsia dengan hipertensi berat atau tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
Target penurunan tekanan darah adalah sistolik <160 mmHg dan diastolik <110
mmHg.
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting,
hidralazine dan labetalol parenteral.
Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa,
labetalol.
Anti-hipertensi diberikan dengan cara:1
1. Lini pertama
Nifedipine : dosis 10-20mg peroral, diulang setelah 30 menit; maksimum 120 mg
selama 24 jam
2. Lini ke dua
Sodium Nitroprusside : 0,25mcg IV/kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 mcg
IV/kg/5menit
Diazokside : 30-60mg IV/5menit; atau IV infus 10mg/menit dititrasi.
Glukokortikoid
Diberikan untuk pematangan paru janin dan tidak merugikan ibu.
Diberikan pada usia kehamilan 32-34 minggu 2x24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.1
IV.7.2. Sikap terhadap kehamilan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia
berat selama perawatan, sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:1
1. Aktif (aggressive management) yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Konservatif (eskpektatif) yaitu kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.
Perawatan konservatif dilakukan pada kehamilan preterm ≤37 minggu
tanpa disertai tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberikan
pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamenosa pada pengelolaan
secara aktif. Selama perawatan konservatif sikap terhadap kehamilannya ialah
26
hanya observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif, kehamilan tidak di
akhiri.1,3
Perawatan poliklinis yang ketat dapat dilakukan pada kasus preeklamsia berat.
Evaluasi yang ketat yang dapat dilakukan adalah:3
a. Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien.
b. Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis.
c. Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu.
d. Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
seminggu).
e. Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan.
27
tersedia perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi wanita yang
melakukan perawatan ekspektatif preeklamsia berat, pemberian kortikosteroid
direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin. Pasien dengan
preeklamsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama
melakukan perawatan ekspektatif.3
28
- Umur kehamilan lebih dari atau sama dengan 37 minggu
- Hipertensi yang tidak terkontrol
- Gejala preeklamsia berat yang tidak berkurang (nyeri kepala, pandangan kabur)
- Penurunan fungsi ginjal progresif
- Trombositopenia persisten atau HELLP Syndrome khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik dan laboratorik
memburuk
- Edema paru
- Solutio plasenta
- Persalinan atau ketuban pecah atau perdarahan
b. Data Janin
- Usia kehamilan 34 minggu
- Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
- Oligohidramnion persisten
- Profil biofisik <4
- Deselerasi variabel dan lambat pada NST
- Doppler arteri umbilikalis
- Kematian janin
IV.8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer3
Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan
bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk
menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat
ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia masih belum diketahui.
Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan
untuk meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan
yang kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih
baik. Dari beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan
risiko preeklampsia.
29
Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama
Anamnesis:
• Umur > 40 tahun
• Nulipara
• Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
• Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
• Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
• Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
• Kehamilan multiple
• IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
• Hipertensi kronik
• Penyakit Ginjal
• Sindrom antifosfolipid (APS)
• Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
• Obesitas sebelum hamil
30
Pemeriksaan fisik:
• Indeks masa tubuh > 35
• Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
• Proteinuria (dipstick > +l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300/24 jam.
b. Pencegahan sekunder preeklampsia3,4,10
1. Pembatasan garam, pemberian vitamin C dan E, dan istirahat dirumah tidak
direkomendasikan.
2. Penggunaan aspirin
Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan
dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin atau
neonatus dan bayi kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37
minggu dan berat badan lahir < 2500 gram.
Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk
prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi. Apirin dosis rendah
sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya mulai digunakan sebelum usia
kehamilan 20 minggu.
3. Suplementasi kalsium
Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan kejadian hipertensi dan
preeklampsia, terutama pada populasi dengan risiko tinggi untuk mengalami
preeklampsia dan yang memiliki diet asupan rendah kalsium. Suplementasi ini
tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada populasi yang memiliki diet
kalsium yang adekuat. Tidak ada efek samping yang tercatat dari suplementasi ini.
• Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama pada wanita
dengan asupan kalsium yang rendah
• Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal 1g/hari)
direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko
tinggi terjadinya preeklamsia.
IV.9. Komplikasi
31
1. Gangguan kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau non kardiogenik, depresi
atau arrest pernapasan, cardiac arrest, iskemia miokardium.1
Kejadian hipertensi kronis secara signifikan meningkat 5,2 kali lipat pada
wanita yang memiliki hipertensi gestasional, 3,5 kali lipat setelah preeklamsia
ringan, dan 6,4 kali lipat setelah preeklamsia berat. Risiko untuk terjadinya
hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, dan tromboemboli vena meningkat
dikemudian hari dan juga berhubungan dengan adanya penyakit komorbid lain
seperti sindrom metabolik, diabetes, obesitas, dislipidemia, dan aterosklerosis.2
2. Gangguan neurologis: perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retinae detachment,
kebutaan.1
Hampir semua wanita dengan eklampsia memiliki beberapa area edema
perivascular multifokal, dan sekitar seperempatnya juga memiliki area infark
serebral. Wanita dengan eclampsia juga dapat mengalami gangguan fungsi
kognitif secara subjektif, gangguan pemusatan perhatian, dan gangguan
penglihatan.2
3. Gangguan ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.1
Preeklampsia dikaitkan dengan peningkatan risiko empat kali lipat untuk
terjadinya gagal ginjal. Wanita dengan preeklampsia juga memiliki resistensi
vaskular dan renovascular yang lebih tinggi dan penurunan aliran darah ginjal.2
4. Gastrointestinal-hepatik: subcapsular hematoma hepar, rupture kapsul hepar.1
5. Hematologik: DIC, trombositopenia, hematoma luka operasi.1
6. Janin: IUGR, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas, kematian
janin intrauterin, sepsis, dan cerebral palsy.1
32
BAB V
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
34