Anda di halaman 1dari 28

REFERAT/CLI NI CAL SCI ENCE SESSI ON

*Kepaniteraan Klinik senior/ G1A107072/ April 2014

**Pembimbing/ dr. Amran H. Sinaga, SpB

OMFALOKEL

Muhammad Sulistio, S. Ked * dr. Amran H. Sinaga, SpB

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN BEDAH RSUP RADEN MATTAHER

JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU

KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2014
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

OMFALOKEL

Oleh:
MUHAMMAD SULISTIO,
S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI/RSUD. RADEN MATTAHER PROV.

JAMBI

Jambi, April 2014

Pembimbing

dr. Amran H. Sinaga, SpB

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat (Clinical Science
Session) yang berjudul “Omfalokel” ini.

Penulisan referat ini dibuat dan disusun untuk mermenuhi dan


melengkapi syarat menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Bedah RSUD
Raden Mattaher Jambi. Dalam pembuatan dan penulisan referat ini, penulis
 banyak menerima bantuan oleh berbagai pihak, baik berupa saran, masukan,
 bimbingan, dorongan dan motivasi secara moril, serta data maupun informasi.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Amran H Sinaga, Sp.B, M.Kes atas bimbingan yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini serta kepada semua pihak yang
telah membantu.

Sepenuhnya penulis menyadari laporan referat ini masih jauh dari


sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan referat ini. Terlepas dari segala kekurangan yang ada,
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jambi, April 2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cacat kongenital dinding abdomen pada seluruh tebalnya memberi
ancaman yang mematikan bagi neonatus sebagai akibat terpaparnya visera
dan kemungkinan kontaminasi bakteri. Omfalokel merupakan defek pada
dinding abdomen yang sering ditemui. Omfalokel terjadi bila terdapat
kegagalan intestine kembali ke rongga abdomen dalam minggu ke-10
kehidupan janin dalam kandungan. Kegagalan ini mengakibatkan tingginya
insiden malrotasi pada omfalokel.1
Sekitar 30% bayi dengan omfalokel juga memiliki kelainan kromosom
utama. Dalam kasus ini, kelainan kromosom menyebabkan omfalokel dan
 juga menyebabkan kelainan pada banyak system tubuh dan organ. Bayi-bayi
dengan kelainan tersebut jarang bertahan dan jika mereka bertahan hidup,
mereka menderita cacat parah. Sekitar 50% dari semua bayi yang lahir
dengan omfalokel memiliki cacat lahir lainnyadi jantung, ginjal, atau organ
lain, bahkan jika tes kromosomnormal. Sekitar 35% bayi dengan omfalokel
akan memiliki cacat jantung.2
Hampir 70% bayi dengan omfalokel juga memiliki cacat lahir lainnya,
 paling sering meliputi hati, tulang, usus, dan system kemih. Tiga puluh persen
memiliki kelainan kromosom seperti trisomi 18. Omfalokel juga dapat
merupakan bagian dari sindrom seperti Beckwith-Wiedemann (omfalokel,
ukuran besar tubuh, lidah besar, organ usus membesar, dan hipoglikemia
 berat bayi baru lahir) atau Pentalogy of Cantrell (omfalokel, cacat pada tulang
dada dan diafragma, dan lesi pada jantung). 3
Omfalokel yang berisi hanya sebagian dari usus kecil terdapat
dalam 1 dari setiap 5.000 bayi yang baru lahir. Omfalokel raksasa jarang
terjadi, yakni sekitar 1 dari 10.000 kelahiran. Penyebab omfalokel masih
 belum diketahui, meskipun diyakini terjadi pada 3 sampai 4 minggu
kehamilan.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIOMFALOKEL
Omfalokel (disebut juga Exomfalos) merupakan defek dinding
abdomen pada garis tengah dengan berbagai derajat ukuran, disertai hernia
visera yang ditutupi oleh membran yang terdiri atas peritoneum di lapisan
dalam dan amnion dilapisan luar serta Wharton’s Jelly di antara lapisan
tersebut. Pembuluh darah berada di dalam membran, bukan pada dinding
tubuh. Isi dari hernia antara lain berbagai jenis dan jumlah usus, sering
sebagian dari hati dan kadang-kadang organ lainnya. Sedangkan tali pusat
terdapat pada puncak kantong ini. Defek ini mungkin terletak di pusat atas,
tengah atau bawah abdomen dan ukuran serta lokasi memiliki implikasi yang
 penting dalam penanganannya.1
Setelah kejadian omfalokel pada kelahiran anak pertama, risiko
untuk terjadinya omfalokel pada kelahiran selanjutnya sangat
bergantung penyebab dari omfalokel tersebut. Jika omfalokel tidak
berhubungan dengan suatu sindrom, seperti Beckwith-Wiedermannan, dan
tidak berhubungan dengan adanya kelainan kromosomal, tingkat rekurensinya
sangat rendah, sekitar 1% atau kurang. Bagaimanapun, dengan kemungkinan
yang lebih sedikit, dapat muncul predisposisi genetik, dan tingkat
kekambuhannya dapat mencapai 50%. 4

B. EMBRIOLOGI
Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan
terbagi menjadi foregut, midgut dan hindgut. Pertumbuhan ini berhubungan
erat dengan lipatan embrio (embryonic fold) yang berperan dalam
 pembentukan dinding abdomen. Lipatan embrio tersebut terbagi menjadi: 5
a. Lipatan kepala (cephalic fold)
Letak di depan mengandung foregut yang membentuk faring, esophagus
dan lambung. Kegagalan perkembangan lapisan somatic lipatan kepala
akan mengakibatkan kelainan dinding abdomen daerah epigastrial disebut
emfalokel epigastrial yang mungkin berhubungan dengan kelainan
 pelipatan kranial tambahan seperti hernia diafragma anterior, celah sternal,
defek perikardial dan defek kardiak. Ketika bagian-baian tersebut terjadi
 bersamaan, disebut sebagai Pentalogy of Cantrell. 6

Gambar 1. Pentalogy of Cantrell

 b. Lipatan samping (lateral fold)


Membungkus midgut dan bersama lipatan lain membentuk cincin awal
umbilikus. Bila terjadi kegagalan mengakibatkan abdomen tidak
tertutup dengan sempurna pada bagian tengah. Pada kelainan ini cincin
umbilikus tidak terbentuk sempurna sehingga tetap terbuka lebar
sehingga menjadi omfalokel.6
c. Lipatan ekor (caudal fold)
Membungkus hindgut yang akan membentuk kolon dan rectum.
Kegagalan pertumbuhan lapisan splangnikus dan lapisan somatic
mengakibatkan atresia ani, omfalokel hipogastrikus yang mungkin
 berhubungan dengan Extrophy cloacal atau bladder.  6
Gambar 2. Exstrophy Cloacal7

Awal terjadinya omfalokel masih belum jelas dan terdapat


 beberapa teori embriologi yang menjelaskan kemungkinan
 berkembangnya omfalokel. Teori yang banyak disebutkan oleh para
ahli ialah bahwa omfalokel berkembang karena kegagalan migrasi dan
fusi dari embrionik fold bagian kranial, caudal dan lateral saat
membentuk cincin umbilikus pada garis tengah sebelum invasi miotom
 pada minggu ke-4 perkembangan. Teori lain menyebutkan bahwa
omfalokel berkembang karena kegagalan midgut untuk masuk kembali
ke kavum abdomen pada minggu ke-12 perkembangan. Sebagaimana
diketahui pada minggu ke-4 perkembangan, dinding abdomen embrio
 berupa suatu membran tipis yang terdiri dari ektoderm dan mesoderm
somatik yang disebut sebagai somatopleura. Somatopleura memiliki
embrionik fold yaitu kranial, kaudal dan lateral. Pada minggu ke-4
tersebut secara simultan terjadi pertumbuhan kedalam mesoderm dari
embrionik fold somatopleura bagian kranial, kaudal dan lateral yang
mulai mengadakan fusi pada garis tengah untuk membentuk cincin
umbilikus. Pada minggu ke-4 sampai ke-7, somatopleura diinvasi oleh
miotom yang terbentuk disebelah lateral dari vertebra dan bermigrasi ke
medial. Selama itu juga midgut mengalami elongasi dan herniasi ke
umbilical cord. Miotom merupakan segmen primitif sepanjang spinal
cord yang nantinya masing-masing segmen tersebut berkembang
menjadi muskulus dan diinervasi oleh nervus spinalis. Pada minggu ke-
8 sampai ke-12 miotom berdiferensiasi menjadi 3 lapis otot dinding
 perut dan mengadakan fusi pada garis tengah. Akhirnya pada minggu ke-
12 rongga abdomen janin sudah cukup kuat sebagai tempat usus yang
akan masuk kembali dan berputar yang kemudian menempati
 posisi anatomisnya.5

C. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang.
Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan
terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok
 pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan
genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan
terjadi secara herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan
dengan sindrom kelainan kongenital yang lain Sindrom kelainan kongenital
yang sering berhubungan dengan omphalokel diantaranya:8
a. S yndrome of upper midline development atau thorako abdominal
 syndrome (pentalogyof Cantrell)  berupa upper midline omphalocele,
anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft,cardiac anomaly  berupa
ektopic cordis dan vsd
 b. Syndrome of lower midline development  berupa bladder (hipogastric
omphalocele) ataucloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia,
vesicointestinal fistula,  sacrovertebralanomaly dan meningomyelocele
dan sindrom-sindrom yang lain seperti  Beckwith-Wiedemann syndrome,
 Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-sindromkelainan
kromosom seperti yang telah disebutkan.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
a. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan
terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik.
Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan
lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi
dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
 b. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis
masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP(Maternal
Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi
memberikansuatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus.
Bila suatu kelainan didapatibersamaan dengan adanya omfalokel, layak
untuk dilakukan amniosintesis gunamelacak kelainan genetik.
c. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresiaintestinal fetus dan
kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.

D. DIAGNOSIS
Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus
sebelum operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu
rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui
sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut
lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai
hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion.
Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4%
saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa ( giant omphalocele) mempunyai
suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding abdomen, berisi
hampir semua organ intra abdomen dan berhubungan dengan tidak
 berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi pulmoner. Klasifikasi
menurut Omfalokel menurut Mooreada 3,yaitu:7
a. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm

 b. Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm


c. Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak terdiagnosis
saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila kantong terjepit klem
dan sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris saat ligasi tali pusat. Bila
omfalokel dibiarkan tanpa penanganan, bungkusnya akan mengering dalam
 beberapa hari dan akan tampak retak-retak. Pada saat tersebut akan menjalar
infeksi dibawah lapisan yang mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai
lapisan tersebut akan terpecah dan usus akan prolap.
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.
a. Diagnosis Prenatal
Defek dinding abdomen sering terdiagnosis selama pemeriksaan prenatal
dengan ultrasonografi (USG), yang merupakan suatu skreening rutin
atupun kerena adanya indikasi obsetrik seperti evaluasi peningkatan serum
alfa fetoprotein (AFP) maternal.1
AFP analog dengan fetal albumin dan serum AFP maternal merefleksikan
nilai AFP cairan amnion. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi
abnormalitas kromosomal fetus dan defek tabung neural, tetapi AFP juga
 biasanya meningkat pada defek dinding abdomen. Pada omfalokel, AFP
 biasanya meningkat rata-rata 4 kali dari nilai normal. 1
USG fetus sering dapat mengindikasikan adanya omfalokel pada trimester
kedua atau awal trimester ketiga. Kebanyakan omfalokel sekarang dapat
didiagnosis sebelum kelahiran. Hal ini sangat membantu dalam
mempersiapkan perawatan bagi neonatal. 9
Pemeriksaan USG abdomen pada diagnosis omfalokel ditunjukkan dengan
adanya kantong hernia dan letak korda umbilikalis pada apeks dari
kantong hernia. Adanya gambaran kantong tersebut mengkonfirmasi
diagnosis omfalokel. Bagaimanapun, kantong hernia tersebut tidak selalu
dapat dilihat. Keadaan yang lebih jarang, yaitu terjadinya ruptur kantong
hernia.9
Gambar 3. Gambaran omfalokel pada USG kehamilan 15 minggu

Organ visera yang terdapat pada kantong hernia dapat berupa usus, hati,
dan lambung. Ukuran defek dinding abdomen dapat bervariasi dari
sederhana yang hanya mengandung usus sampai defek besar ( giant
omphalocele) yang mengandung organ hati. Ukuran defek berkorelasi
dengan tindakan reduksi dan perbaikan pada operasi. Pada kehamilan
dengan omfalokel yang terdeteksi awal dengan USG, diperlukan
 pemeriksaan lanjutan khususnya pada usia 20-24 minggu dengan CT-Scan
untuk mendeteksi anomalikongenital lain. 9

Gambar 4. Potongan tranversal pada usia gestasi 22 minggu: menunjukan


omfalokel (OM). Gambaran ekogenik mengarah kepada eviserasi hepar
.
Bagaimanapun, keakuratan pemeriksaan USG prenatal untuk
mendiagnosis kelainan dinding abdomen sangat dipengaruhi oleh waktu,
tujuan awal dari pemeriksaan, posisi janin, serta pengalaman dan keahlian
 pemeriksa. USG memiliki spesifitas yang tinggi, lebih dari 95% namun
sensitivitasnya hanya 60─75% untuk mengidentifikasi omfalokel.
Kesalahan diagnosis dapat terjadi karena:
i. Kekeliruan dengan adanya defek dinding abdomen lain yang jarang.
ii. Ruptur kantong omfalokel sehingga mengakibatkan adanya
diagnosis gastroskisis.1
 b. Diagnosis Postnatal
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya
defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi
ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm,
mengandung herniasi organ-organ abdomen baik solid maupaun berongga
dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat
 berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2
lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa
 peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan
Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang  merupakan
hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly
mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung
vasa atau nervus.7
Pada  giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau
meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan
dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver. Kantong
atau selaput pada omfalokel dapat mengalami ruptur. Glasser
menyebutkan bahwa sekitar10-20 % kasus omfalokel terjadi ruptur selama
kehamilan atau pada saat melahirkan. Disebutkan pula bahwa omfalokel
yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi akan menjadi gastroskisis.
Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka organ-organ
abdomen janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa
 pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen
tersebut Perubahan tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik
yang berhubungan dengan lamanya organ-organ terpapar cairan amnion
dan urin janin. Bayi-bayi dengan omfalokel yang intak biasanya tidak
mengalami distres respirasi, kecuali bila ada hipoplasia paru yang biasanya
ditemukan pada  giant omphalocele. Kelainan lain yang sering ditemukan
 pada omphalokel terutama pada  giantomphalocele ialah malrotasi usus
serta kelainan-kelainan kongenital lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk
mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan
radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk
melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk
melihat ada tidaknya kelainan jantung.7

E. DIAGNOSIS BANDING

Omfalokel Hernia Gastroskisis


Umbilikalis Kongenital
Pada cincin
Pada cincin umbilikus (umbilikal ring)
umbilikus
Lokasi defek Terpisah
(biasanya lateral dari) cincin umbilikus
< 4 cm

Diameter/ukura 4-12 cm < 4 cm


n defek (cm)
Kavum abdomen
Kecil normal normal
terutama
 pada giant omphalocele
+ Seluruh organ abdomen
Pada puncak
Kantong Kantong + -
Kandungan kantong Beberapa loop usus
Biasanya gaster atau usus

Letak tali pusat Pada puncak Terpisah dengan


(umbilical cord) kantong kantong,
 biasanya di lateral
Memendek atau

Keadaan  Normal normal


permukaan terdapat bercak
organ eksudat
abdomen/usus
Malrotasi Sering - jarang
Atresia dan Jarang - sering
strangulasi
Hubungan Sering sering terdapat  jarang
dengan divertikulum
kelainan Meckel)
kongenital

F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Prenatal
Apabila terdiagnosa omfalokel pada masa prenatal maka sebaiknya
dilakukan informed consent  pada orang tua tentang keadaan janin,
resiko tehadap ibu, dan prognosis. Keputusan akhir dibutuhkan guna
 perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan
kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan
sebaiknya dilakukan observasi melalui pemeriksaan USG berkala juga
ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omfalokel
mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga
mempengaruhi prognosis.2
Janin dengan defek dinding abdomen merupakan kehamilan resiko
tinggi pada banyak tingkatan. Untuk kasus omfalokel, terdapat
 peningkatan resiko retardasi pertumbuhan intrauterin/ Intrauterine
 growth retardation (IUGR), kematian janin dan kelahiran prematur,
sehingga pengkajian obstetrik dengan serial USG dan tes lainnya
menjadi indikasi.1
Komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding
abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan
dan kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun
demikian, sampai saat ini persalinan melalui sectio caesar belum
ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan defek dinding
abdomen. Beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika
terdiagnosa omfalokel yang besar atau janin memiliki kelainan
kongenitalmultipel.

2. Penatalaksanaan Postnatal
Manajemen awal bayi yang baru lahir dengan defek dinding
abdomen diawali dengan resusitasi ABC dan setelah dinilai dan
distabilisasi,
 perhatian diarahkan ke defek dinding abdomennya. Masalah yang
 penting yaitu kehilangan panas, sehingga perawatan harus
dilakukan seperti menjaga suhu lingkungan hangat selagi
melakukan proteksi terhadap visera yang terpapar. Kelahiran
prematur umumnya
 berhubungan dengan kondisi tersebut di atas. Menilai dan menjaga
nilai glukosa serum merupakan bagian dari resusitasi tetapi
khususnya
 penting pada bayi dengan defek dinding abdomen karena
hubungannya dengan prematuritas, IUGR dan pada omfalokel serta
kemungkinan terjadinya sindrom  Beckwith-Wiedeman. Prematuritas
 berhubungan dengan hipoplasia paru atau defek jantung signifikan
yang terlihat pada omfalokel mungkin memerlukan intubasi awal
dan ventilasi mekanik. Dekompresi lambung penting untuk
mencegah distensi traktus gastrointestinal dan kemungkinan
aspirasi. Akses vaskular diperoleh untuk memberikan cairan
intravena dan antibiotilk spektrum luas untuk profilaksis. Kateter urin
berguna untuk memonitor keluaran urin secara ketat dan sebagai
panduan resusitasi. Arteri dan vena umbilicus mungkin dilakukan
kanulasi jika diperlukan selama resusitasi, namun pada omfalokel
penempatan mungkin sulit karena insersi abnormal pembuluh
darah. Bahkan jika  kanulasi
 berhasil, mungkin perlu dilepaskan selama pembetulan defek. 1
Setelah resusitasi berhasil dilakukan, defek dinding abdomen dapat
dinilai dan diobati. Defek diinspeksi agar menjamin membran yang
menutupinya tetap intak dan kain basah yang tidak menempel diletakkan
dan distabilisasi untuk mencegah trauma terhadap kantong.1
Penatalaksaan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir
(immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah
 berupa operasiatau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan
 postoperasi. Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah: 2
a. Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik dan hangat untuk
mencegah kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
 b. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari
 bayi menagis dan air swallowing . Posisi kepala sebaiknya lebih
tinggi untuk memperlancar drainase.
c. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal.
Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam
traktus gastrointestinal.
d. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan
udara dan cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah
muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan
(dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan
intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk
irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
e. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing
dan mengurangi tekanan intra abdomen.
f. Pasang jalur intra vena (sebaiknya padaektremitas atas) untuk
 pemberian cairan dan nutrisi parenteral sehinggadapat menjaga
tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein
yangmungkin terjadi karena gangguan sistem usus, dan untuk
 pemberianantibitika broad spectrum.
g. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu,status asam basa, cairan
dan elektrolit
h. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu  streril-saline atau
 povidone-iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengan suatu
oklusif plastic dressing wrap atau plastic bowel bag. 
Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati diamana cara tersebut
dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari trauma mekanik,
mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta
mencegah angulasi sistem usus yangdapat mengganggu suplai
aliran darah.
i. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan
hematokrit perlu dilakukan guna persiapan operasi bila
diperlukan.
 j. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh
 pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram.
Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu
inkubator hangat dan ditambah oksigen. Pertolongan pertama saat
lahir:
a. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi betadin,
selanjutnya dibungkus dengan plastik.
 b. Bayi dimasukkan inkubator dan diberi oksigen
c. Pasang NGT dan rectal tube
d. Antibiotika

3. Penatalaksanaan Konservatif
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus
omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume
organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi
dengan rongga abdomen seperti pada  giant omphalocele atau terdapat
status klinis bayi yang buruksehingga ada kontra indikasi terhadap
operasi atau pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur yang
memiliki hyaline membran disease atau bayi yang memiliki kelainan
kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada  giant
omphalocele  bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ
intraabdomen dan dinding abdomen berkembang sangat buruk,
sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan
dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli pernah mencoba melakukan
operasi pada giant omphalocele secara primer dengan modifikasi dan
 berhasil. Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan
dasar merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat
setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang
nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair pada
waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi membaik. 7
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi
adalah 0,25 % merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver
sulvadiazine dan povidoneiodine (betadine). Obat-obat tersebut
merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan
eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan merangsang epitelisasi.
Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau
kantong dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat
menekan dan mengurangi isi kantong.7
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa penekanan secara eksternal
 pada kantong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah ace
wraps, velcro binder,dan  poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit.
Glasser menyatakan bahwa tindakan nonoperatif pada omfalokel
memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan
angka metabolik yang tinggi serta omfalokel dapat ruptur sehingga
dapat menimbulkan infeksi organ-organ intra abdomen. Beberapa
 penelitian menyebutkan bahwa dari suatu studi, bayi-bayi yang
menjalani penatalaksanaan nonoperatif ternyata memiliki lama rawat
inap yang lebih pendek dan waktu  full enteral feeding yang lebih
cepat dibanding dengan penatalaksanaan dengan silastic.
Indikasi terapi non bedah adalah:2
a. Bayi dengan ompalokel raksasa ( giant omphalocele) dan kelainan
 penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus
didahulukan daripada omfalokelnya.
 b.  Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila
dilakukan pembedahan.
c. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi
daya tahan hidup.
Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera
yang mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang
terjadi akibat kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan
komplikasi misalnya obstruksi usus yang juga bisa terjadi akibat
adhesi antara usus halus dan kantong. Jika infeksi dan ruptur kantong
dapat dicegah, kulit dari dinding anterior abdomen secara lambat akan
tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia
ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila
dilakukan operasi. Metode ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik
secara berulang pada kantong, yang mana setelah beberapa hari akan
terbentuk skar. Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan
 jaringan granulasi yang secara bertahap karena terjadi epitelialisasi
dari tepi kantong. Penggunaan antiseptik merkuri sebaiknya dihindari
karena bisa menghasilkan blood and tissue levels of mercury well
above minimum toxic levels. Alternatif lain yang aman adalah alkohol
65% atau 70% atau gentian violet cair 1%. Setelah keropeng tebal
terbentuk, bubuk antiseptik dapat digunakan. Hernia ventralis
memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-kadang menghilang
secara komplet.7
4. Penatalaksanaan Operatif
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga
abdomen dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak
diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan
 pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan.
Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta
kelainan lain yangmungkin ada (misalnya kelainan paru). Tujuan
operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup
yang optimal danmenutup defek dengan cara mengurangi herniasi
organ-organ intraabomen, aproksimasi darikulit dan fascia serta
dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan
setelahtercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi dapat
 bersifat darurat bilaterdapat ruptur kantong dan obstruksi usus.Operasi
dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu  primary closure (penutupan
secara primeratau langsung) dan  staged closure (penutupan secara
 bertahap). Standar operasi baik pada primary ataupun  staged closure
yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalahdengan
membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intra abdomen
kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi. 10
a. Primary Closure
 Primary closure merupakan treatment of choice  pada omfalokel
kecil dan mediumatau terdapat sedikit perbedaan antara volume
organ-organ intraabdomen yangmengalami herniasi atau eviserasi
dengan rongga abdomen.  Primary closure biasanya dilakukan
 pada omfalokel dengan diameter defek < 5-6 cm.
Operasidilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan
 blok neuromuskuler.
Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia
diinsisi dan vasa –v  asa umbilkus dan urakus diidentifikasi
dan diligasi. Selaput kemudian dibuangdan organ-organ
intraabdomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebaragar
dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara
memperpanjangirisan 2 – 3 cm ke superior dan inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing  pada dinding abdomen
memutardiseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan
hati-hati agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit
kemudiaan dideseksi atau dibebaskan terhadap fascia secara
tajam. Fascia kemudian ditutup dengan jahitan interuptus begitu
 pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan
subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus
(umbilikoplasti) dandigunakan material yang dapat terabsorbsi.
Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan pada kasus
 giant omphalocele  biasanya dilakukan tindakan konservatif
dahulu, namun demikian beberapa ahli pernah mencoba
melakukan operasi langsung pada kasus tersebut dengan teknik
modifikasi.10
 b. Staged closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar
antara volumeorgan-organ intraabdomen yang mengalami
herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada  giant
omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut
ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang
 banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput
sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama
operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan  primary
closure. Suatu studi melaporkan bahwa kenaikan IGP
(intragastricpressure) > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama
usaha operasi primerdapat menyebabkan kenaikan tekanan intra
abdomen yang dapat berakibat gangguan kardiorespirasi dan
dapat membahayakan bayi sehingga usaha operasi dirubah
dengan metode  staged closure. Beberapa ahli kemudian mencari
solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya
ditemukan suatu metode  staged closure.Staged closure telah
diperkenalkan pertama kali oleh Robert Gross pada tahun 1948
dengan teknik skin flap yang kemudian tejadi hernia ventralis dan
akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn pada
tahun 1969 dengan suatu teknik “silo”.10
i. Teknik skin flap

Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara


undermining/mendeseksi/membebaskan secara tajam kulit
dan jaringan subkutan terhadap fascia anterior muskulus
rektus abdominis dan aponeurosis muskulus obliqus
eksternus disebelah lateralnya sampai batas linea aksilaris
anterior atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap
utuh. Skin flap kemudian ditarik dan dipertemukan pada
garis tengah untuk menutupi defek yang kemudian cara
tersebut menimbulkan hernia ventralis. Herniaventralis
timbul karena kulit terus berkembang sedangkan otot-otot
dinding abdomen tidak. Biasanya 6-12 minggu kemudian
dapat dilakukan repair terhadap hernia ventralis. Cara
tersebut juga dapat menimbulkan skar pada garis tengah
yang panjang sehingga menimbulkan bentuk umbilikus
yang relatif jauh dari normal. Beberapa ahli kemudian
mencoba suatu usaha agar didapatkan bentuk umbilikus
yang mendekati normal yaitu dengan cara umbilical
 preservation.
Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong
 pada tempat melekatnya urakus dan vasa umbilikus serta
tidak memisahkan kutis dan subkutis dari fascia pada
daerah tersebut. Kemudian pada tempat tersebut dibuat
neoumbilikus dengan jahitan kontinyu. 10
ii. . Teknik sil o

Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel


yang sangat besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan
teknik skin flap. Silo merupakan suatu suspensi prostetik
yang dapat menjaga organ-organ intra abdomen tetap
hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama saat
organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga
abdomen. Operasi diawali dengan mengeksisi kantong atau
selaput omfalokel. Kemudian cara yang samadilakukan
seperti membuat skin flap namun dengan lebar yang sedikit
saja sehingga cukup untuk memaparkan batas fascia atau
otot. Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with
 Dacron) kemudian dijahitkan dengan fascia dengan benang
nonabsorble, sehingga terbentuk kantong prostetik ekstra
abdomen yang akan melindungi organ-organ intra abdomen.
Organ-organ intra abdomen dalam silo kemudian secara
 bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha reduksi
dapat dilakukan tanpa anestesi umum,tetapi bayi harus tetap
dimonitor di ruangan neonatal intensive care. Reduksi
dapat dicapai seluruhnya dalam beberapa hari sampai
 beberapa minggu.
Selama operasi terutama pada  primary closure, haruslah
dipantau tekanan airway dan intra abdomen. Dulu beberapa
kriteria digunakan untuk memonitor selama operasi,
diantaranya angka respirasi, tekanan darah, warna kulit, dan
 perfusi perifer.10
Observasi tersebut menjadi sulit dan kurang reliabel karena
 bayi dibius dan mengalami paralisis. Dari hasil studi
dilaporkan bahwa  Intraoperatif Measurement dengan cara
memonitor perubahan nilai CVP dan IGP( intra
gastric
 pressure) dapat digunakan untuk menentukan teknik yang
sebaiknyadilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik
operasi yang dilakukan. Dia menyimpulkan pula bahwa
kenaikan IGP > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama
usaha  primary closure dapat menyebabkan kenaikan
tekanan intra abdomen yang dapat berakibat gangguan
kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan
metode  staged closure dan didapatkan hasil yang
memuaskan dari metode operasi tersebut. Perawatan
 praoperasi meliputi pemberian glukosa 10% intravena, NGT
dan irigasi rektal untuk dekompresi usus serta antibiotik.
Cairan infus seluruhnya diberikan melalui ektremitas atas.
Pada penutupan primer omfalokel, eksisi kantong amnion,
 pengembalian organ visera yang keluar ke dalam kavum
 peritoneal dan penutupan defek dinding anterior abdomen
 pada 1 tahap merupakan metode operasi pertama untuk
omfalokel and masihmerupakan metode yang memuaskan.
Hal ini dikerjakan untuk omfalokel dengan ukuran defek
yang kecil dan sedang. Pada sebagian besar kasus omfalokel
secara tehnik masih mungkin untuk mengembalikan organ
visera ke dalam abdomen dan memperbaiki dinding
abdomen. Pada kasus dengan defek yang besar, terutama
 bila sebagian besar hepar menempati kantung, rongga
abdomen tidak cukup untuk ditempati seluruh organ
visera,hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intra
abdomen karena rongga abdomen terlalu penuh.10
5. Penatalaksanaan Pasca Operasi
Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3
 pascaoperasi atau jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi
sentral is inserted. Resiko sepsis meningkat saat kateter sentral
terpasang pada bayi dengan pemasangan silastic. Konsekuensinya
 pada bayi ini tidak ada alternatif selain alimentasi perifer. Gastrostomi
meningkatkan resiko infeksi. Konsekuensinya lambung didrainase
dengan kateter plastik kecil. Fungsi usus pada bayi dengan omfalokel
adalah tertunda. Disfungsi usus membutuhkan waktu lama untuk
normal, dari 6 minggu sampai beberapa bulan. Dalam waktu kurang
dari 2 minggu pasca penutupan primer, mereka jarang toleransi penuh
dengan makanan oral. Pemantauan selama operasi haruslah
dilanjutkan setelah operasi, termasuk pemberiaan antibiotik dan
nutrisi. Pemberian antibitoik berfungsi mencegah infeksi seperti
selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda
atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus biasanya akan
kembali setelah 2-3 hari dari waktu  primary closure sehingga nutrisi
enteral awal dapat diberikan.7
Pada staged repair, total perenteral nutrisi (TPN) diberikan lebih lama
lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal. Glasser (2003)
menyebutkan bahwa fungsi ususakan cepat kembali normal jika
 peradangan mereda. Akibat awal operasi dapat terjadi kenaikan
tekanan intra abdomen yang berakibat menurunnya aliran vena kava
(venous return) ke jantung dan menurunnya kardiac output. Selain itu
diafragma dapat terdorong ke rongga thoraks yang menyebabkan
naiknya tekanan udara dan beresiko terjadinya barotrauma dan
insufisiensi paru. Keadaan itu semua dapat menimbulkan hipotensi,
iskemia usus, gangguan respirasi (ventilasi)serta gagal ginjal.
Termasuk dari komplikasi awal operasi adalah timbulnya
obtruksiintestinal, NEC, infeksi yang dapat berakibat sepsis, juga
dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan pasien tergantung
 pada ventilator yang lama sehinggatimbul pneumonia. Eijk
melaporkan dari kasusnya bahwa obstruksi usus dapat disebabkan
karena adhesi usus dengan jaringan fibrous pada penutupan skin flap.
 NEC dapat disebabkan karena iskemia usus karena volvulus atau
karena tekanan intra abdomen yang meningkat. Infeksi biasanya
terjadi pada  stagedclosure dimana terdapat pemaparan luka berulang
dan penggunaan material prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi
termasuk hernia ventralis dan lambatnya pertumbuhan anak.

G. PROGNOSIS
Prognosis bayi dengan omfalokel lebih sulit untuk digeneralisasikan, tetapi
kebanyakan mortalitas dan morbiditas berhubungan dengan anomaly
daripada defek dinding abdomen itu sendiri. 1 Survival rate  pada bayi
omfalokel dipengaruhi oleh beberapa hal dibawah ini 2
1.Prematuritas
 Neonatus yang lahir pada usia gestasi <36 minggu memiliki survival
rate yang rendah, 57%. Survival rate akan meningkat dengan
 peningkatan usia gestasi >36 minggu mencapai 87%
2.Ukuran omfalokel
Pada omfalokel yang mengandung organ hati, umumnya merupakan
suatu giant omphalocele. Kebanyakan akan mengalami gangguan pada
 perkembangan paru, bayi ini akan mengalami kesulitan bernapas. Bayi
ini memiliki survival rate 50%.
3.Adanya anomali pada organ lain
 Neonatus dengan defek tambahan memiliki  survival rate yang rendah.
Dapat dilihat pada tabel berikut:
DAFTAR PUSTAKA

1. Ledbetter DJ. 2006. Gastroschisis and Omphalocele. Surg Clin N Am;


86:249 – 260.
2. Minnesota. 2010. Question and Aswer about Omphalocele. Neonatal Facts.
Minnesota Neonatal Physician.
3. Carmen & John Thain. 2010. Understanding Omphalochele. Center for
Prenatal Pediatrics. New York: Columbia University Medical Center
4. Reksoprodjo S. 2002.  Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Staf Pengajar Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa
Aksara.
5. Lagay ERC, Kelleher CM, Langer JC. 2011.  Neonatal Abdominal Wall
 Defects. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine; 16:164-172.
6. Glasser JG. 2003.  Pediatric Omphalocele and Gastroschisis. Medscpape
Reference. Tersedia di http://emedicine.medscape.com/article/975583-
overview. Dikunjungi tanggal 5 Juli 2013.
7. Boykin K. 2010. Gastroschisis vs Omphalocele. Tersedia di
http://www.sh.lsuhsc.edu/Pediatrics/documents/Gastroschisis%20vs%20Omp
halocele.pdf. Dikunjungi tanggal 5 Juli 2013.
8. Blazer S, Zimmer EZ, Gover A, Bronshtein M. 2004.  Fetal Omphalocele
 Detected Early in Pregnancy: Associated Anomalies and Outcomes.
RSNA;232:191-195.
9. Ragarwal. 2005.  Prenatal Diagnosis of Anterior Abdominal Wall Defect:
 Pictorial Essay.Ind J Radiol Imag;15:3:361-372.
10. Eijk FCV. 2011. Strategies and Trends in The Treatment of (Giant)
Omphalocele.  Erasmus Universiteit Rotterdam. Optima Grafische
Communicatie, Rotterdam, The Netherlands

Anda mungkin juga menyukai