Anda di halaman 1dari 49

Totikolis merupakan kelainan kongenital dimana otot

Sternocleidomastoideus
mengalami
fibrosis
dan
gagal
memanjang sementara tubuh anak terus tumbuh sehingga
terjadi deformitas progresif.
Etiologi
o Faktor utama masih belum diketahui (idiopatik)
o Faktor resiko :
Iskemik otot SCM di intrauterine karena posisinya
yang menyimpang (presentasi bokong)
o
Trauma saat kelahiran
o
Riwayat lahir sungsang
o

Patofisiologi
Keadaan iskemik pada otot SCM akan mengakibatkan otot
tersebut mengalami fibrosis dan tidak akan berkembang seperti
otot lainnya. Bila terjadi pada salah satu sisi otot CSM saja,
maka akan menimbulkan manifestasi yang membuat kepala
anak menjadi miring ke arah sisi yang terkena tersebut.
Manifestasi Klinis
o Sering kelainannya tidak terlihat nyata dari usia 1-2 tahun.
o Leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian
yang fibrosis
o Di sisi yang fibrosis, telinga mendekati bahu
o Garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya
sejajar)
o Perkembangan muka dapat menjadi asimetris
Diagnosis
o Riwayat kelahiran sukar atau sungsang
o Kepala miring ke arah yang sakit (singkirkan penyebab
lain : anomali tulang, diskitis, limfadenitis)

o
o

Telinga mendekati bahu


Terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu
atau kedua caput sternocledomastoideus.

Tatalaksana
o Bila diketahui sudah sejak bayi, maka dilakukan
perentangan otot setiap hari untuk mencegah
perkembangan deformitasnya.
o Bila lehernya menjadi miring => koreksi dengan operatif.
Otot yang berkontraksi dibelah (biasanya bagian bawah,
tapi kadang-kadang juga pada ujung atas atau keduanya)
dan kepala dimanipulasi agar posisinya netral. Setelah
operasi, posisinya dipertahankan dengan suatu tutuptengkorak/skull cup yang diikatkan ke bawah aksila.
Sesudah itu, dipakai ban leher polietilen hingga anak dapat
mempertahankan posisi kepalanya dengan benar.
Prognosis
Semakin muda ditatalaksana, semakin baik prognosis.
Pola pikir
Ada bayi dengan keluhan kepala miring sebelah => periksa
dan singkirkan kemungkinan anomali tulang, diskitis dan
limfadenitis => bila memang tortikolis, tatalaksana berdasar
usia. Bila masih muda, lakukan perentangan (membiasakan
menoleh ke arah yang fibrosis, diberi ASI searah yang fibrosis,
dll) => bila tidak bisa, operatif.
Sumber
Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur
Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika.

Gangguan Tortikolis SpasmodikDistonia adalah kelainan gerakan


dimana kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan
berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.
Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa
mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau
leher) atau seluruh tubuh.
Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanakkanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan.
Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa
remaja atau pada awal masa dewasa.
PENYEBAB
Para ahli yakin bahwa distonia terjadi karena adanya kelainan di
beberapa daerah di otak (ganglia basalis, talamus, korteks serebri),
dimana beberapa pesan untuk memerintahkan kontraksi otot diolah.
Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah
sekumpulan bahan kimia yang disebtu neurotransmiter, yang membantu
sel-sel di dalam otak untuk berkomunikasi satu sama lain.
Gejala-gejala distonik bisa disebabkan oleh:
- Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen)
- Infeksi tertentu
- Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan karbon
monoksida
- Trauma
- Stroke.

Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun


cedera, dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik.
Selebihnya merupakan distonia keturunan yang sifatnya dominan.
Distonia juga bisa merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang
beberapa diantaranya diturunkan (misalnya penyakit Wilson).
GEJALA
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis
beberapa baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu
kaki keatas atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau
berlari pada jarak tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika
penderita merasa lelah.
Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara.
Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah
olah raga berat, stres atau karena lelah.
Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak
tertahankan.
KLASIFIKASI DISTONIA
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:
Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu
Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak
berhubungan

Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang


berdekatan
Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang
sama, seringkali merupakan akibat dari stroke.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:
Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum
deformans atau DMD.
Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa
diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah
buruk secara progresif.
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam
kursi roda.
Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling
sering ditemukan.
Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala,
sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala
bisa tertarik ke depan atau ke belakang.
Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar
penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.
Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai
puncaknya.
Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala)
spontan, tetapi tidak berlangsung lama.
Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap
pengedipan mata.
Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata
biasanya terkena.
Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi
kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal.
Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala,

wajah dan leher.


Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.
Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan
proses berbicara.
Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan
kesulitan dalam berbicara atau bernafas.
Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia
oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.
Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan
kadang lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan
digunakan untuk menulis.
Distonia yang sama uga disebut kram pemain piano dan kram musisi.
Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi
dengan obat-obatan.
Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan
dalam berjalan.
Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang hari, mulai dari
kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan di sore dan
malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
PENGOBATAN
Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
kejang otot dan nyeri:

Obat-obatan.
Telah digunakan beberapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmiter.
Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi
kadar neurotransmiter asetilkolin, yaitu triheksifenidil, benztropin dan
prosiklidin HCl.
Obat yang mengatur neurotransmiter GABA bisa digunakan bersama
dengan obat diatas atau diberikan tersendiri (pada penderita dengan
gejala yang ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam dan
baklofen.
Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat
yang meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan
bromokriptin. Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau
tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.
Racun botulinum.
Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena
untuk mengurangi distonia fokal.
Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan
neurotransmiter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.
Pembedahan dan pengobatan lainnya.
Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampingnya terlalu berat,
maka dilakukan pembedahan.
Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil diatasi dengan
pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko dari
pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak di
dekat struktur otak yang mengendalikan proses berbicara.
Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia spasmodik dan
tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau mengangkat
saraf dari otot yang terkena.
Beberapa penderita disfonia spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh
ahli patologi berbicara-berbahasa. Terapi fisik, pembidaian,
penatalaksanaan stres dan biofeedback juga bisa membantu penderita

distonia jenis tertentu.


Gangguan Tortikolis Spasmodik
DEFINISI
Tortikolis Spasmodik adalah nyeri yang hilang timbul atau kejang yang
terus menerus pada otot-otot leher, sehingga mendorong kepala
berputar dan miring ke depan, ke belakang atau ke samping.
Tortikolis terjadi pada 1 dari 10.000 orang dan sekitar 1,5 kali lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur tetapi paling sering
ditemukan pada usia antara 30-60 tahun.
PENYEBAB
Biasanya penyebabnya tidak diketahui.
Kadang beberapa keadaan berikut bisa menyebabkan terjadinya
tortikolis:
- Hipertiroidisme
- Infeksi sistem saraf
- Diskinesia tardiv (gerakan wajah abnormal akibat obat anti-psikosa)
- Tumor leher.
Bayi baru lahir bisa mengalami tortikolis (tortikolis kongenitalis) karena
adanya kerusakan otot leher pada proses persalinan.
Ketidakseimbangan otot mata dan tulang atau kelainan bentuk otot
tulang belakang bagian atas bisa menyebabkan tortikolis pada anakanak.
GEJALA
Kejang otot leher disertai nyeri tajam bisa terjadi secara tiba-tiba dan
bisa terjadi terus menerus atau hilang-timbul.
Biasanya hanya satu sisi leher yang terkena.

Arah dari miring dan berputarnya kepala tergantung kepada otot leher
mana yang terkena.
Sepertiga penderita juga mengalami kejang di daerah lainnya, yaitu
biasanya di kelopak mata, wajah, rahang atau tangan.
Kejang terjadi secara mendadak dan jarang timbul pada waktu tidur.
Tortikolis bisa menetap sepanjang hidup penderita dan menyebabkan
nyeri berkepanjangan, terbatasnya gerakan leher serta kelainan bentuk
sikap tubuh.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan riwayat
cedera atau kelainan leher sebelumnya.
Kadang dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menentukan penyebab
dari kejang otot leher, seperti rontgen, CT scan dan MRI.
PENGOBATAN
Kadang kejang bisa dikurangi untuk sementara waktu dengan menjalani
terapi fisik dan pemijatan.
Obat berfungsi membantu mengurangi kejang otot dan pergerakan
diluar sadar dan biasanya bisa membantu meringankan nyeri karena
kejang.
Biasanya digunakan obat antikolinergik (menghambat rangsangan saraf
tertentu) dan benzodiazepin (obat penenang).
Kadang diberikan obat pengendur otot (muscle relaxant) dan obat antidepresi.
Kadang dilakukan pembedahan untuk mengangkat saraf dari otot yang
mengalami kelainan.
Pembedahan dilakukan jika pengobatan lainnya tidak berhasil.
Jika penyebabnya adalah masalah emosional, maka dilakukan terapi

psikis.
Pada tortikolis kongenitalis dilakukan terapi fisik yang intensif untuk
meregangkan otot yang rusak, yang dimulai pada bulan-bulan pertama.
Jika terapi fisik tidak berhasil dan dimulai terlalu lambat, maka otot harus
diperbaiki melalui pembedahan
http://www.fisioterapi.web.id/2011/03/gangguan-tortikolis-spasmodik.html

Kata Tortikolis berasal dari bahasa Latin , torta ( twisted = terputar ) dan
collum ( leher ). Tortikolis menggambarkan posisi abnormal leher.
Gangguan tortikolis yang paling sering ditemukan adalah Congenital
Muscular Torticolis yaitu kondisi keterbatasan gerakan leher kongenital
atau bawaan sejak lahir, dimana anak akan menahan atau
memposisikan kepala pada satu sisi dengan dagu mengarah pada sisi
yang
berlawanan.
Apakah penyebab Tortikolis ?:
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Ada berbagai faktor
yang dianggap sebagai penyebab diantaranya trauma lahir, malposisi inutero, infeksi, iskemia jaringan, abnormalitas vertebra seperti rotary
subluxation of the atlanto-axial joints atau hemivertebra, problem
imbalance of extraocular muscles ( Ocular Torticollis ) serta
ketidakseimbangan neurologis ( Benign Paroxysmal Torticollis ). Davids,
Wenger dan Mubarak ( 1993 ) melalui penilaian anatomis, pemeriksaan
klinis dan MRI menyatakan bahwa tortikolis merupakan gejala sisa dari
uterine
or
perinatal
compartment
syndrome.
Otot sternocleidomastoid memendek karena berubah menjadi jaringan
ikat akibat gangguan vaskularisasi atau karena posisi kepala saat
intrauterin Ho BCS, Lee EH, Singh K (1999) yang meneliti 91 pasien
tortikolis menemukan trauma lahir yang menyebabkan tortikolis adalah
persalinan letak vertex dan sisi lesi tergantung letak bahu pada saat
persalinan.

Trauma saat persalinan dapat menyebabkan perdarahan pada otot leher


terutama otot sternocleidomastoid.. Weiner DS ( 1976 ) melaporkan
0.6% - 20% dari tortikolis mengalami juga hip dysplasia.
Apakah gejalanya ?:
Pada bayi baru lahir, massa yang firm, non-tender didapatkan pada
bagian tengah otot sternocleidomastoid. Kondisi ini tidak menyebabkan
sakit tapi orangtua akan cemas karena leher terangkat dan terpaku pada
satu
sisi
atau
arah.
Kadangkala didapatkan massa lain yang dapat dilihat atau dirasakan
pada otot ini yang merupakan hematoma yang sedang dalam proses
membentuk jaringan ikat. Massa ini dapat sembuh total pada usia 3
bulan.

Jika tidak terkoreksi sebelum usia 1 tahun massa ini dapat berganti
menjadi jaringan ikat sehingga otot semakin memendek , keterbatasan
gerakan leher permanen. Kondisi ini mengakibatkan posisi kepala selalu
miring ke satu sisi, dan jika dibiarkan anak bertumbuh dengan kondisi ini
akan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang tengkorak dan
wajah, kepala dan wajah menjadi asimetris, datar pada sisi otot yang
memendek dan mengakibatkan kelainan yang disebut plagiocephaly,
kepala
dan
wajah
menjadi
miring
pada
satu
sisi.
Datar pada satu sisi dan menonjol pada sisi lainnya. Artinya bila lebih
dari usia 1 tahun hal ini tidak terkoreksi maka wajah yang tidak asimetris
akan
menetap.
Sisi kanan terlibat pada 75% kasus artinya anak menahan posisi kepala
terangkat ke kanan, sedangkan wajah dan dagu berotasi ke kiri
( MacDonald D, 1969).

Bagaimana mengobati Tortikolis ?:


Setelah melakukan pemeriksaan fisik dan radiologis untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya masalah pada daerah leher dan
panggul, dokter akan dapat menentukan penyebab dari tortikolis. Pada
awalnya terapi utama yang dilakukan adalah latihan peregangan secara
halus dan lembut pada otot yang mengalami pemendekan 15-20 kali, 46
kali
per-hari.
Pada tortikolis kanan, kepala terangkat ke kanan, wajah terputar ke kiri.
Peregangan dilakukan dengan mengangkat wajah ke kiri ( telinga kiri
mendekati bahu dan putar wajah ke kanan dagu ke arah bahu kanan ).
Pada tortikolis kiri, kepala terangkat ke kiri dan wajah terputar ke kanan.
Stretching dilakukan dengan dengan mengangkat kepala ke kanan
( telinga kanan mendekati bahu dan putar wajah ke kiri dagu ke arah
bahu
kiri
).
Dibutuhkan bantuan orang lain untuk stabilisasi bahu saat melakukan
peregangan. Latihan harus konsisten dan dilakukan sampai usia 1 tahun
Sumber info
Posted in: leher,penyakit anak,tortikolis
http://ppnitapinrantau.blogspot.com/2012/03/torticolis.html

KAMIS, 30 SEPTEMBER 2010

TORTIKOLIS
Tortikolis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu
keadaan pada leher yang terputar. Dalam bahasa latin "torus"
artinya berputar dan "collum" artinya leher.
Tortikolis sering terjadi pada anak dan dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu: bawaan (congenital) dan yang didapat setelah lahir
(acquired).
Apa yang dimaksud dengan tortikolis kongenital?
Pada tortikolis kongenital, terjadi kontraktur/ kekakuan otot
sternokleidomastoid pada satu sisi. Otot sternokleidomastoid
adalah otot pada leher yang berfungsi untuk menolehkan kepala ke
kiri dan ke kanan. Kekakuan pada otot ini akan
mengakibatkanterjadinya keterbatasan pergerakan leher bayi
karena pemendekan serabut-serabut otot tersebut.
Tortikolis kongenital terjadi pada 3-19 per 1.000 kelahiran bayi.
Penyebab dari tortikolis kongenital belum diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa teori yang mengatakan bahwa trauma jalan
lahir mungkin menjadi penyebabnya. Tortikolis kongenital biasanya
terlihat pada usia 2-4 minggu kelahiran.
Gejalanya adalah kepala leher yang selalu menoleh ke satu sisi
saja saat tidur, dan pergerakan leher yang sangat terbatas.
Komplikasi dari tortikolis kongenital yang tidak diterapi adalah
asimetri bentuk wajah dan asimetri bentuk kepala atau penglihatan
ganda (diplopia).
Tip
Tortikolis cukup mudah dikenali oleh orangtua. Bayi/anak dengan
tortikolis cenderung hanya menoleh terus ke satu sisi. Jika orangtua
mendapati bayi/anak menoleh ke satu sisi saja segera bawa
bayi/anak ke dokter untuk diperiksa.

Apa yang dimaksud tortikolis yang didapat setelah lahir?


Pada tortikolis yang didapat setelah lahir, biasanya penyebabnya
diketahui yaitu:
Cedera/peradangan pada saraf-saraf leher
Abses retrofaringeal (nanah yang terletak di belakang tenggorokan)
Radangtenggorokan
Pergeseran dari tulang belakang, terutama di daerah leher
Perdarahan di sekitar tulang belakang daerah leher
Adanya tumor di daerah tulang belakang kepala
Pada tortikolis yang didapat setelah lahir, gejalanya hampir sama
dengan tortikolis kongenital, yaitu leher bayi selalu menoleh ke arah
yang sama dan pergerakan leher bayi yang terbatas.
Perbedaannya adalah biasanya terjadi beberapa bulan setelah
kelahiran, ada faktor penyebab yang lebih jelas yang mendasarinya
dan tidak terjadi komplikasi berupa asimetri wajah.
Bagaimana cara mengatasi tortikolis?
Prinsip pengobatan tortikolis, baik tortikolis kongenital atau tortikolis
yang didapat sebenarnya hampir sama. Langkah pertama adalah
memastikan apakah tortikolis tersebut memerlukan intervensi
segera atau tidak.
Pada tortikolis kongenital kadang terjadi penyembuhan dengan
sendirinya, dan bila dirasakan perlu dapat dilakukan fisioterapi dan
latihan untuk otot sternokleidomastoid tersebut.
Penggunaan collar neck (penahan leher) pada tortikolis kongenital
kadang diperlukan untuk membantu proses pemulihan. Pada
tortikolis yang didapat, langkah awalnya adalah menangani
penyebabnya. Pemberian obat-obat seperti pelentur otot dan
penahan rasa sakit atau anti radang dapat membantu proses
penyembuhan tortikolis.
Kesimpulan
Tortikolis adalah istilah medis untuk menggambarkan keadaan leher
yang terputar atau terpuntir.

Tanda utama tortikolis adalah anak cenderung hanya menoleh ke


satu sisi saja.
Ada 2 jenis tortikolis yaitu tortikolis bawaan sejak lahir (kongenital)
dan tortikolis yang didapat setelah lahir.
Penanganan tortikolis disesuaikan dengan jenisnya. Penggunaan
collar neck dan obat-obatan harus atas petunjuk dokter.
Diposkan oleh Novia eka putri di 00.53
http://novia-ekaputri.blogspot.com/2010/09/tortikolis.html
Posted on Juni 6, 2011 by Fahrennychildtherapist

Tortikolis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu keadaan pada leher
yang terputar.
Tortikolis yang sering terjadi pada anak dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Congenital (bawaan)
Pada tortikolis congenital, terjadi kontraktur/kekakuan otot sternokleidomastoid pada
satu sisi. Otot sternokleidomastoid adalah otot pada leher yang berfungsi untuk
menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan.

kekakuan pada otot ini akan mengakibatkan terjadinya keterbatasan pergerakkan


leher bayi karena pemendekkan serabut-serabut otot tersebut. Trauma jalan lahir
menjadi biasanya menjadi penyebab tortikolis congenital ini, walaupun penyebab
pastinya belum diketahui. Tortikolis congenital umumnya terlihat pada usia 2-4
minggu kelahiran. Gejalanya adalah kepala leher yang selalu menoleh ke satu sisi
saja saat tidur, dan pergerakkan leher yang sangat terbatas.
Komplikasi dari tortikolis congenital yang tidak diterapi adalah asimetri bentuk wajah
dan asimetri bentuk kepala atau penglihatan ganda (diplopia).
2. Didapat setelah lahir
Penyebab tortikolis yang didapat setelah lahir yaitu:
a. Cedera/peradangan pada saraf-saraf leher
b. Abses retrofaringeal (nanah yang terletak di belakang tenggorokan)
c. Radang tenggoroksn
d. Pergeseran dari tulang belakang, terutama di daerah leher
e. Perdarahan di sekitar tulang belang daerah leher
f. Adanya tumor di daerah tulang belakang kepala
g. Kecenderungan posisi bayi menengok hanya ke 1 sisi sehingga terjadi
pemendekan otot leher (m.sternocleidomastoideus) di sisi yang berlawanan.
Pada tortikolis yang didapat setelah lahir, gejalanya hampir sama dengan tortikolis
kongenital, yaitu leher bayi selalu menoleh ke arah yang sama dan pergerakan leher

bayi yang terbatas. Perbedaannya adalah biasanya terjadi beberapa bulan setelah
kelahiran, ada faktor penyebab yang lebih jelas yang mendasarinya dan tidak terjadi
komplikasi berupa asimetri wajah.
Pengobatan Tortikolis
Prinsip pengobatan tortikolis, baik tortikolos kongenital atau tortikolis yang didapat
sebenarnya hampir sama. Langkah pertama adalah memastikan apakah tortikolis
tersebut memerlukan intervensi segera atau tidak. Pada tortikolis kongenital kadang
terjadi penyembuhan dengan sendirinya, dan bila dirasakan perlu dapat dilakukan
fisioterapi dan latihan untuk otot sternocleidomastoideus tersebut. Penggunaancollar
neck (penahan leher) pada tortikolis kongenital kadang diperlukan untuk membantu
proses pemulihan. Pada tortikolis yang didapat, langkah awalnya adalah menangani
penyebabnya.
Oswari, Hanifah.123 Penyakit dan Gangguan Pada Anak.2009.PT.Bhuana Ilmu
Populer:Jakarta
About these ads

Kelainan pada leher bayi


Tortikolis atau dikenal di masyarakat sebagai kaku leher (torticollis,
loxia, wryneck, tengleng, tengeng) berasal dari bahasa
Yunani: tortus yang artinya terputar dan collum yang artinya leher.
Statistik menunjukkan 1 dari 300 bayi lahir dengan tortikolis otot
bawaan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak pertama.
Sangat disayangkan bila bayi yang mengalami tortikolis dibiarkan
tanpa mendapatkan penanganan. Selain beresiko mengalami
gangguan tumbuh kembang, tortikolis juga sangat mungkin
mempengaruhi psikologis anak. Kabar baiknya sekitar 90% bayi
dengan tortikolis bila diterapi sedini mungkin akan
memberikan hasil yang memuaskan. Karena itu penting bagi
kita untuk mengenali apa itu tortikolis. Pada kesempatan ini kita
akan membatasi diskusi seputar tortikolis bawaan pada bayi saja.
Bayi dengan dugaan tortikolis dapat dikenali dari gejalanya, yaitu:
kepala miring ke satu sisi dan berputar sebagaimana rupa (tilt and
twist) sehingga dagu dan wajah mengarah ke sisi yang berlawanan.
Gejalanya mulai dapat dikenali pada saat bayi berusia 2-4 minggu.

Tortikolis ke arah kanan.


Otot yang ketat dan memendek akan membuat bayi lebih nyaman
untuk berbaring pada sisi yang sakit. Kondisi ini menyebabkan

punggung dan kepala bayi menjadi rata pada satu sisi


(plagiocephaly). Dalam jangka panjang beresiko menyebabkan
gangguan pertumbuhan otot wajah dan tulang kepala. Wajah
menjadi asimetris secara menetap. Kondisi ini beresiko membuat
minder dalam pergaulan di masa depan pasien.

Plagiocephaly. Wajah menjadi asimetris dan beresiko membuat


minder.
Kelainan ini juga menghambat perkembangan motorik anak. Bayi
menjadi susah telungkup, susah duduk, cenderung menggunakan
satu tangan saja, susah untuk merangkak dan cenderung malas
berjalan.
Biasanya bayi dengan tortikolis memiliki riwayat:

Persalinan yang sulit dimana otot leher sternocleidomastoideus (SCM)- teregang, robek dan terjadi
perdarahan. Penyembuhan yang terjadi membentuk jaringan ikat
disertai pemendekan otot. Teori ini didukung bukti dimana hampir
40% penderita memiliki riwayat persalinan sulit dengan posisi
sungsang (breech-bokong) atau riwayat
penggunaan forceps untuk membantu proses persalinan.
Sedangkan 60% sisanya tidak ada riwayat trauma atau
persalinan sulit.

Posisi bokong

Posisi dalam rahim dimana aliran pembuluh darah balik dari


SCM terhambat sehingga otot tersebut kurang mendapat suplai
darah yang berakibat otot menjadi rusak dan digantikan oleh
jaringan ikat. Teori ini didukung fakta dimana 75% bayi yang
mengalami tortikolis didapati mengarah ke
kanan disebabkan oleh presentasi left occiput anterior LOA(lihat gambar). Presentasi tersebut merupakan posisi janin yang
paling sering ditemui.

Presentasi LOA menyebabkan 75% tortikolis mengarah ke kanan


Harus diperhatikan juga bahwa 20% bayi yang terkena tortikolis
bawaan juga beresiko memiliki kelainan lain seperti kelainan tulang
belakang (C1-C2 subluxation), kelainan sendi pinggul (Congenital
Hip Dysplasia)*, dan kelainan kaki (club foot dan toeing in)*
Anak saya sepertinya tortikolis dok apa saja yang bisa dilakukan?

Segera bawa ke dokter. Anak Anda akan dipastikan ada atau


tidaknya tortikolis serta kelainan lain yang menyertai. Selain
pemeriksaan fisik, dokter mungkin menyarankan pemeriksaan
rontgen dan USG.

Fisioterapi rutin SEDINI MUNGKIN. Tortikolis bawaan yang


disebabkan murni karena otot harus difisioterapi, idealnya pada
saat bayi masih berusia dibawah 3 bulan. Terapi biasanya
membutuhkan waktu selama 4-6 bulan dan hampir 90% berhasil.
Bayi yang lebih tua membutuhkan waktu yang lebih lama dan
prosesnya lebih sulit. Terapi pada bayi di atas 1 tahun sudah
terlambat dan mungkin memerlukan tindakan operasi.

Letakkan mainan pada sisi di mana bayi harus memutar kepala


untuk mengalihkan perhatian ke arah mainan ataupun meraih
mainan tersebut

Letakkan bayi di kasur dimana sisi yang sakit menghadap ke


dinding, sehingga bayi harus memutar kepalanya untuk melihat
ke arah luar kasur.

Sekali lagi, pengobatan dini menentukan penyembuhan


pasien. Kenali sebelum terlambat!
Sumber:

http://www.pediatriccareonline.org/pco/ub/view/Point-of-CareQuick-Reference/397119/0/torticollis.

http://www.uptodate.com/contents/congenital-musculartorticollis?source=related_link

http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00054

http://www.braintreerehabhospital.com/pediatric-outpatienttorticollis-Congenital-Muscular-Torticollis.asp

http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.cfm?doc_id=7666

abtu, 16 Februari 2013

torticollis
\

BANGUN TIDUR LEHER KAKU ?


MUNGKIN ANDA TERKENA
TORTICOLLIS SPASMODIK

Sebagian besar masyarakat Jepara pasti pernah mengalami masa tidur yang kurang
nyaman, rasa pegal di leher saat tidur, bahkan sakit sekali saat berusaha menggerakkan lehernya
untuk menengok ke satu sisi. Apalagi jika didahului adanya gejala psikis seperti pekerjaan yang
menumpuk, stress fisik dan mental, serta terlalu lelah atau capek, menyebabkan waktu untuk
istirahat tidur menjadi berkurang. Sehingga saat bangun tidur yang diharapkan badan menjadi fresh
dan segar, justru menyebabkan pusing, leher menjadi kaku dan sulit untuk menoleh ke kanan/kiri.
Kecenderungan tempat tidur yang terlalu empuk, ditambah ruangan ber- AC dan kebiasaan tidur
miring ke satu sisi tanpa berpindah-pindah posisi juga menjadi factor pencetus lain nyeri ini timbul.
Torticollis spasmodic merupakan kekakuan pada otot-otot leher yang disebabkan
karena kontraksi terus menerus dalam jangka waktu tertentu, bisa juga karena adanya gerakan
involunter dari kepala. Tortikolis terjadi pada 1 dari 10.000 orang dan sekitar 1,5 kali lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur tetapi
paling sering ditemukan pada usia antara 30-60 tahun. Penyakit ini juga bisa diderita oleh bayi sejak
leher dengan mekanisme yang belum diketahui secara jelas, namun diduga karena posisi kepala saat
berada di dalam kandungan ataupun saat proses persalinan.
Pada masa lalu terjadinya tortikolis adalah kegagalan pada otot leher dimana timbul
hysteria yang berlebihan. Dimana gejalanya sama dengan kelainan yang disebabkan secara organik.
Ketika tortikolis diketahui berhubungan dengan efek voluter bentuk dari gejala yang ada adalah
hysteria, dimana bentuk awal dari gejala ini adalah tic. Bentuk hysteria berasal dari gejala yang
merupakan respon dari pengobatan dari terjadinya kelainan emosional yang utama.
Spasme tortikolis ini disebabkan oleh keadaan keturunan dimana terjadinya dari gen
autosomal dominan atau autosomal resesif. Hal lain yang dapat menyebabkan ialah kelainan
kongenital dari m.sternocleidomastoideus, kelainan dari servikal tulang belakang, hipoplasi dari

tulang hemi atlas atau atlas. Kelainan neurovaskuler yaitu kompresi dari N.XI (nervus aksesorius)
oleh arteri vertebrae. Atau arteri serebral posterior inferior, adanya lesi unilateral pada
mesencephalon atau diencephalon yang diakibatkan oleh encephalitis virus. Dan ketidakseimbangan /
gangguan keseimbangan metabolik antara thalamus dan basal ganglia. Penyebab lain yang tersering
adalah kelainan fungsional dari mekanisme kontrol yang mengakibatkan gangguan reflek secara
bilateral yang terjadi pada basal ganglia atau keseluruhan dari struktur yang meliputinya.
Perkembangan terjadinya tortikolis biasanya secara perlahan tapi bisa saja secara mendadak. Hal ini
terjadi ketika terjadinya serangan hysteria. Perputaran pada kepala diikuti dengan kontraksi pada otot
servikal, kontraksi terjadinya pada bagian superficial dan bagian dalam dari otot leher, kontraksi dari
otot yang terjadi yaitu sternocleidomastoideus, trapezius dan splenius.2
Spasmodik tortikolis dapat saja terjadi pada remaja atau dewasa. Selalu didahului dengan adanya
riwayat trauma pada leher. Onset terjadinya spasmodik tortikolis ialah intermiten terjadi saat rotasi
dan fleksi pada kepala pada satu sisi. Pada kebanyakan kasus gerakan dari kepala terjadi secara
intermiten dan berhubungan dengan kontraksi dari otot leher yang terjadi secara periodik irregular.
Terjadinya gerakan bilateral sangat jarang terjadi. Gerakan-gerakan tersebut dapat direduksi dengan
cara menempelkan tangan ke salah satu sisi kepala yang berlawanan atau dengan menempelkan sisi
kepala yang berlawanan ke tembok.
Kontraksi dari m.sternocleidomastoideus menyebabkan rotasi yang berlawanan arah, ketika leher
dilakukan fleksi bagian tepi dari otot leher mengalami kontraksi. Rotasi pada leher dapat saja terjadi
tanpa terjadinya fleksi lateral. Atau kepala dapat saja difleksikan ke salah satu sisi dimana dapat
dilakukan rotasi setelah dilakukan fleksi tersebut. Hal ini terjadi pada kontraksi dari
m.sternocleidomatoideus pada salah satu sisi dimana m.splenius dan m.trapezius pada sisi yang
berlawanan juga terjadi kontraksi. Otot-otot yang ikut berkontraksi menjadi hipertropi. Kelainan awal
yang terdapat pada tortikolis adalah tonik. Kemudian didikuti dengan perubahan posisi atau dapat
saja terjadi pengulangan gerakan secara klonik, hal tersebut biasanya terjadi pada serangan hysteria.
Pasien sering menyadari tidak dapat melawan atau mengahambat dari terjadinya tortikolis. Rasa sakit
terdapat pada otot servikal yang terjadi bersamaan arthritis dimana terjadi kompresi pada radix yang
mengakibatkan adanya gerakan kepala secara involunter. Reflek dan sensasi masih normal.
Terjadinya tortikolis yang lama dapat menyebabkan spondilosis servikal.
Penanganan torticollis ini memerlukan kerjasama dan penanganan yang
komprehensif. Kejelian dan penanganan awal sangatlah penting agar tidak terjadi kecacatan/
penyakitnya bertambah parah. Apabila ditangani sejak awal, penyakit ini dapat sembuh sempurna.
Obat-obatan yang biasanya diberikan adalah berupa analgesik, muscle relaxan, vitamin neurotropik
bahkan suntikan botoks sebagai anti spasm. Selain itu pemberian program fisioterapi juga banyak
membantu penyembuhan penyakit ini, meskipun memerlukan tingkat kesabaran dalam pengobatan.
Oleh fisioterapis biasanya akan mendapatkan penanganan berupa penghangatan ( dengan infra red,
ultra sound atau diathermy ) untuk melemaskan otot yang kaku/tegang, lalu pemberian stimulasi
elektris untuk merangsang kemampuan otot agar dapat berkontraksi dan relasai dengan baik,
pemijatan dengan gentle massage serta stretching pada otot yang tegang atau kaku. Pada kasus yang
lebih lanjut kadang diperlukan alat bantu seperti cervical collar agar tidak mengganggu tulang
belakang bagian cervical.
Hal terpenting lain adalah bagaimana cara mencegah penyakit ini agar tidak
menyerang kita. Yang dapat dilakukan adalah :

1.

Saat bekerja dalam posisi duduk menetap lama, usahakan melemaskan otot-otot leher dengan
cara menggerakkan kepala ke kanan kiri, depan belakang setiap 2 jam sekali selama 10 menit.
Demikian juga disaat anda mengemudi dalam waktu yang cukup lama, berhentilah tiap 2-3 jam untuk
melemaskan leher.

2.

Periksakan kandungan secara teratur pada ibu hamil, terutama dengan menggunakan USG
agar mengetahui posisi janin secara jelas dan kemungkinan persalinan yang aman bagi bayi dan
ibunya.

3.

Saat hendak tidur, biasakan untuk menggerakkan/ senam leher sejenak 5-10 menit agar otot
leher menjadi lemas dan minumlah 2-3 gelas air putih agar peredaran darah lebih lancar saat tidur.

4.

Berpindahlah posisi disaat tidur dengan bergantian miring kanan dan kiri,lalu telentang
setiap 2-3 jam sekali.

5.
6.

Gunakanlah bantal yang nyaman/comfortable,jangan terlalu rendah/tinggi.

Jangan suka menggerakkan leher/kepala secara menghentak apabila anda merasa ada rasa
tidak nyaman pada salah satu sisi leher anda, berikan saja pijatan ringan atau penguluran
( stretching ) dengan perlahan-lahan pada leher yang nyeri tersebut, boleh juga dengan diberikan
kompres hangat pada otot leher yang nyeri tersebut.

7.

Yang paling bijaksana tentu saja hubungi tenaga medis yang berkompeten ( dokter syaraf atau
Instalasi Rehabilitasi Medik RSU Kartini Jepara )apabila nyeri dirasa 2-3 hari tidak hilang juga.
Dengan penanganan yang tepat dan terencana, penyakit ini pada dasarnya bisa disembuhkan secara
sempurna, kecuali torticollis ini terjadi secara konginetal/ dibawa dari lahir yang akan memerlukan
penanganan yang lebih kompleks. Bersiaplah untuk selalu menjadi sehat, karena sehat jauh lebih
berharga dari segalanya.

Diposkan oleh Wahid nur azis di 23.49


http://azisbatman.blogspot.com/2013/02/torticollis_16.html

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir
yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan
pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat
tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik
persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau
trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya
tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan
menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan
adekuat.

Kelainan yang terjadi pada kelahiran cunam/vakum


biasanya disebabkan oleh tarikan atau tahanan dinding
jalan lahir terhadap kepala bayi.
1. Kelainan Perifer

Molding

Kaput suksedanum

Sefalhematum

Perdarahan subaponeurosis

Kerusakan saraf perifer

Trauma pada kulit

Perdarahan subkojungtiva

Perdarahan retina

2. Kelainan Sentral

Iritasi sentral

Perdarahan/gangguan sirkulasi otak

Keluhan dengan seksio sesarea

Kelainan presentasi bokong

Kelahiran presentasi muka

Kelahiran letak lintang


BAB II
TINJAUAN TEORI

1.

Definisi Trauma atau Cedera Kelahiran


Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru
lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran
(IKA, Jilid I).
Luka
yang
terjadi
pada
saat
melahirkan
amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan
darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada
waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam
pengertian.Perlakukan
kelahiran
atau
trauma
lahir.Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti
luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut
trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai
Asfiksia.Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau
dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk
dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli
yang terlatih.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun
terakhir ini menunjukkan kecenderungan menurun.Hal ini
disebabkan banyak kemajuan dalam bidang obstetri,

khususnya pertimbangan seksio sesarea atau indikasi


adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi.Cara
kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka
kejadian trauma lahir.Angka kejadian trauma lahir yang
mempunyai arti secara klinis berkisar antara 2 sampai 7
per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor risiko yang dapat
menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah
makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi
sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan lama,
persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu,
dan akhirnya faktor manusia penolong persalinan. Lokasi
atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya dengan
cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan
penolong persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan
demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai
predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula. Secara klinis
trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh
sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala
sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor
mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik.
Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan
antara hipoksik selama proses persalinan dengan
bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.
2. Perlakuan Pada Susunan Syaraf
A. Paralis Pleksus Brakialis
Brachial Palsy ada 2 jenis, yakni :
a. Paralisis Erb-Duchene

Kerusakan cabang-cabang C5 C6 dari pleksus


biokialis menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan
untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta
hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan berada dalam
posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam
pranasi, dan telapak tangan ke dorsal.Pada trauma lahir
Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula
serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.
Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau
perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya
dilakukan beberapa hari atau 1 2 minggu untuk memberi
kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program
mobilisasi
atau
latihan.
Secara klinis di samping gejala kelumpuhan Erb akan
terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas.
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis
ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf
yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain
seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain
dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 2
minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada
trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan
yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi
karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit difiksasi
dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi
bahu, fleksi 900.
b. Paralisis Klumpke
Kerusakan cabang-cabang C8 Ih1 pleksus brakialis
menyebabkan
kelemahan
lengan
otot-otot
fleksus
pergelangan, maka bayi tidak dapat mengepal.

Penyebabnya adalah tarikan yang kuat daerah leher


pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan pada pleksus
brakialis.Sering dijumpai pada letak sungsang atau pada
letak kepala bila terjadi distosia bahu.
Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif,
telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps
dan radialis tetap positif. Jika serabut simpatis ikut terkena,
maka akan terlihat simdrom HORNER yang ditandai antara
lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan
hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral
dari trauma lahir tersebut.
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa
imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak tangan
dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang
selanjutnya diusahakan program latihan.
c. Paralisis Nervus Frenikus
Trauma lahir saraf frenikus terjadi akibat kerusakan
serabut saraf C3, 4, 5 yang merupakan salah satu gugusan
saraf dalam pleksus brakialis.Serabut saraf frenikus
berfungsi menginervasi otot diafragma, sehingga pada
gangguan radiologik, yang menunjukkan adanya elevasi
diafragma yang sakit serta pergeseran mediastinum dan
jantung ke arah yang berlawanan.Pada pemeriksaan
fluoroskopi, disamping terlihat diafragma yang sakit lebih
tinggi dari yang sehat, terlihat pula gerakan paradoksimal
atau seesawmovements pada kedua hemidiafragma.
Gambaran yang akan tampak adalah waktu inspirasi
diafragma yang sehat bergerak ke bawah, sedang
diafragma yang sakit bergerak ke atas, gambaran

sebaliknya
tampak
pada
waktu
ekspirasi.
Pada
pemeriksaan fluoroskopi terlihat mediastinum bergeser ke
posisi normal pada waktu inspirasi.
Pengobatan ditujukan untuk memperbaiki keadaan
umum bayi.Bayi diletakkan miring ke bagian yang sakit,
disamping diberikan terapi O2.Pemberian cairan Intra Vena
pada hari-hari pertama dapat dipertimbangkan bila
keadaan bayi kurang baik atau dikhawatirkan terjadinya
asidosis.Jika keadaan umum telah membaik, pemberian
minum per oral dapat dipertimbangkan.Pada kasus
demikian
perlu
pengawasan
cermat
kemungkinan
pneumonia hipostatik akibat gangguan fungsi diafragma
pada bagian yang sakit.Pemberian antibiotik sangat
dianjurkan bila gangguan pernafasan terlihat berat atau
kelumpuhan saraf frenikus bersifat bilateral, maka dapat
dipertimbangkan penggunaan ventilator.Penggunaan pacu
elektrik diafragma dapat digunakan dianjurkan bila sarana
memungkinkan serta kontraksi otot diafragma cukup
baik.Tindakan bedah dapat dilakukan bila saat nafas
sangat berat atau sesak nafas bertambah berat walaupun
telah
dilakukan
pengobatan
konservatif
yang
memadai.Walupun bayi tidak menunjukkan gejala sesak
berat tetapi pada pemeriksaan radiologi, 3 4 bulan
kemudian fungsi hemidiafragma yang sakit tidak
menunjukkan kemajuan yang berarti, maka perlu dipikirkan
terhadap kemungkinan tindakan bedah.
d. Kerusakan Medulla Spinalis
Gejala tergantung bagian mana dari medulla spinalis
yang rusak, dijumpai gangguan pernafasan, kelumpuhan
kedua tungkai dan retensiourin.Hal ini dapat terjadi letak

sungsang, presentasi muka dan dahi, atau pada distosia


persalinan,
disebabkan
tarikan,
hiperfleksi,
atau
hiperekstensi
yang
berlebihan.Penanganan
dengan
berkonsutasi pada bagian Neurologi.
e. Paralisis Pita Suara
Terjadi kerusakan pada cabang lain n. vagus
menyebabkan gangguan suara (afonia), stridor inspirasi,
atau sindroma gangguan pernafasan. Hal ini disebabkan
tarikan, hiperfleksi atau hiperekstensi yang berlebihan di
daerah leher sewaktu persalinan.Kelainan ini dapat
menghilang sendiri setelah 4 6 minggu tetapi pada yang
berat
memerlukan
penanganan
khusus
seperti
trakeostomi.
B. fraktur (patah tulang)
a. fraktur tulang tengkorak
Jarang terjadi karena tulang tengkorak bayi masih
cukup lentur dan adanya daya molase pada sutura tulang
tengkorak.Trauma ini biasanya ditemukan pada kesukaran
melahirkan kepala bayi yang mengakibatkan terjadinya
tekanan yang keras pada kepala bayi oleh tulang pervis
ibu. Kemungkinan lain terjadinya trauma ini adalah pada
kelahiran cunam yang disebabkan oleh jepitan keras
umumnya berupa fraktur linier atau fraktur depresi, fraktur
basis kranu jarang terjadi.
Pada fraktur linier, secara klinis biasanya disertai
adanya hematoma sefal didaerah tersebut.Umumnya
tingkah laku bayi terlihat normal saja kecuali bila fraktur
linier ini disertai perdarahan ke arah subdural atau

subarachnoid. Diagnosa fraktur atau fisura linier tanpa


komplikasi tidak memerlukan tindakan khusus, tetapi
pemeriksaan ulang radiologik perlu memerlukan 4 6
minggu kemudian untuk meyakinkan telah terjadinya
penutupan fraktur linier tersebut, di samping untuk
mengetahui secara dini kemungkinan terjadinya kista
leptomeningeal di bawah tempat fraktur. Prognosis fraktur
linier baik, biasanya akan sembuh sedini dalam beberapa
minggu. Bila terjadi komplikasi seperti kista.Pengobatan
oleh bidang bedah syaraf harus dilakukan sedini mungkin.
Fraktur depresi secara klini jelas terlihat teraba
adanya lekukan pada atap tulang tengkorak bayi.Trauma
lahir ini lebih sering ditemukan pada kelahiran dengan
cunam. Fraktur depresi yang kecil tanpa komplikasi atau
tanpa gejala neurologik biasanya akan sembuh sendiri
tanpa tindakan, tetapi memerlukan observasi yang terliti.
Pada lekukan yang tidak terlalu lebar tanpa gejala
neurologik, beberapa cara sederhana dapat dilakukan
untuk mengangkat lekukan tersebut, seperti teknik
penekanan pinggir fraktur atau dengan pemakaian pompa
susu ibu sebagai alat vakum pada lekukan tersebut. Pada
fraktur depresi yang besar, apalagi jika disertai adanya
trauma intrakranial dan gejala kelainan neurologik, perlu
dilakukan intervensi bedah syaraf untuk mengangkat
lekukan tulang guna mencegah kerusakan korteks serebri
akibat penekanan lekukan tulang.Prognosis fraktur depresi
umumnya baik bila tindakan pengobatan yang perlu dapat
segera dilaksanakan.
b. fraktur tulang klavikula

Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada


tulang yang tersering ditemukan dibandingkan dengan
trauma tulang lainnya.Trauma ini ditemukan pada kelahiran
letak kepala yang mengalami kesukaran pada waktu
melahirkan bahu, atau sering pula ditemukan pada waktu
melahirkan bahu atau sering juga terjadi pada lahir letak
sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis
fraktur freenstick, walaupun kadang-kadang dapat juga
terjadi suatu fraktur total, fraktur ini ditemukan 1 2
minggu kemudian setelah teraba adanya pembentukan
kalus.
1. Gejala Klinis
Yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan
adanya trauma lahir klavikula jenis greenstick adalah :

Gerakan tangan kanan-kiri tidak sama

Refleks moro asimotris

Bayi menangis pada perabaan tulang klavikula

Gerakan

pasif

tangan

yang

sakit

disertai

riwayat

persalinan yang sukar

2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula

Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan


mempercepat pembentukan kalus.

Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi


600 dan fleksi pergelangan siku 900.

Umumnya dalam waktu 7 10 hari rasa sakit telah


berkurang dan pembentukan kalus telah terjadi.
c. fraktur tulang humerus
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada
kelahiran letak sungsang dengan tangan menjungkit ke
atas.Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit
merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang
fraktur.Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula
ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras
dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis.Jenis
frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.
1. Gejala Klinis
1) Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
2) Refleks moro asimetris
3) Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur
disertai rasa sakit
4) Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
Letak fraktur umumnya di daerah diafisi.Diagnosa pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
2. Pengobatan trauma lahir fraktur tulang humerus
1) Imobilisasi selama 2 4 minggu dengan fiksasi bidai
2) Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa
fraktur tulang tumpang tindih ringan dengan deformitas,
umumnya akan baik.
3) Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang

pada bayi, maka tulang yang fraktur tersebut akan tumbuh


dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal
d. fraktur tulang femur
Umumnya fraktur pada kelahiran sungsang dengan
kesukaran melahirkan kaki.Letak fraktur dapat terjadi di
daerah epifisis, batang tulang leher tulang femur.
1.

Gejala Klinis
1) Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan
adanya gerakan kaki yang berkurang dan asimetris.
2) Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya
deformitas dan krepitasi pada tulang femur.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
b. Pengobatan fraktur tulang femur
1) Imobilisasi tungkai bawah dengan jalan fiksasi yang
diikuti oleh program latihan
2) Dirujuk ke bagian bedah tulang
C. Perlakuan Jaringan Lunak Bayi Baru Lahir
1. Kaput Suksedaneum
Kaput suksedaneum merupakan benjolan yang difus
dikepala terletak pada prosentasi kepala pada waktu bayi
lahir.
Kelainan ini timbul akibat tekanan yang keras pada kepala
ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan
sirkulasi-kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan
tubuh ke jaringan ekstra vasa.

Gambaran klinisnya, benjolan kaput berisi cairan serum


dan sering bercampur sedkit darah.Secara klinis benjolan
ditemukan di daerah presentasi lahir, pada perabaan
teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas, tidak
berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan.
Kaput suksedaneum dapat terlihat segera setelah bayi
lahir dan akan hilang sendiri dalam waktu dua sampai tiga
hari umumnya tidak memerlukan pengobatan khusus.

2. Sefalohematoma
Sefalohematoma merupakan suatu perdarahan
subperiostal tulang tengkorak berbatas tegas pada tulang
yang bersangkutan dan tidak melewati sutura.
Sefalohematoma timbul pada persalinan dengan
tindakan seperti tarikan vakum atau cunam, bahkan dapat
pula terjadi pada kelahiran sungsang yang mengalami
kesukaran melahirkan kepala bayi.Akibatnya timbul
timbunan darah di daerah subperiost yang dari luar terlihat
sebagian benjolan.
Secara klinis benjolan Sefalohematoma benbentuk
benjolan difus, berbatas tegas, tidak melampaui sutura
karena periost tulang berakhir di sutura. Pada perabaan
teraba adanya fluktuasi karena merupakan suatu timbunan
darah yang letaknya dirongga subperiost yang terjadi ini
sifatnya perlahan-lahan benjolan timbul biasanya baru
tampak jelas beberapa jam setelah bayi lahir (umur 6 8

jam) dan dapat membesar sampai hari kedua atau ketiga.


Sefalohematoma biasanya tampak di daerah tulang
perietal,
kadang-kadang
ditemukan
ditulang
frontal.Benjolan hematoma sefal dapat bersifat soliter atau
multipel.
Sefalohematoma pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan khusus.Biasanya mengalami resolusi sendiri
dalam 2 8 minggu tergantung dari besar kecilnya
benjolan.Sefalohematoma jarang menimbulkan perdarahan
masif yang memerlukan transfusi, kecuali pada bayi yang
mempunyai gangguan pembekuan.Pemeriksaan radiologik
pada hematoma sefal hanya dilakukan jika ditemukan
adanya gejala susunan saraf pusat atau pada hematoma
sefal yang terlalu besar disertai dengan adanya riwayat
kelahiran kepala yang sukar dengan atau tanpa tarikan
cunam yang sulit ataupun kurang sempurna.
3.

Perdarahan Subafoneurosis
Perdarahan subafoneurosis merupakan perdarahan
masif dalam jaringan lunak di bawah lapisan aponeurosis
epikranial.Trauma lahir ini sering disebut pula sebagai
hematoma sefal subaponeurosis.
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh
vena emisaria. Perdarahan timbul secara perlahan dan
mengisi ruang jaringan yang luas, sehingga benjolan
trauma lahir ini biasanya baru terlihat setelah 24 jam
sampai hari kedua pasca lahir. Pada perdarahan yang cepat
dan luas, benjolan dapat teraba 12 jam setelah bayi lahir.
Pada umumnya bayi lahir dengan letak kepala yang tidak

normal atau kelahiran dengan tindakan misalnya tarikan


vakum berat.
Pada benjolan yang luas perlu dipikirkan kemungkinan
adanya gangguan sistem pembekuan.Bayi perlu mendapat
vitamin K. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
perdarahan yang luas.Dalam keadaan ini mungkin dapat
timbul renjatan akibat perdarahan.Pengobatan dalam
keadaan ini berupa pemberian transfusi darah. Komplikasi
lain adalah kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia
akibat resorpsi timbunan darah.
4.

Trauma Muskulus Sternokleido-Mastoideus


Adalah suatu hematoma (tumor yang dijumpai pada
otot sternokleidomastoideus).Trauma ini sering disebut
pula sebagai tortikolis otot leher.
Diduga trauma terjadi akibat robeknya sarung otot
sternokleido-mastoideus. Perobekan ini menimbulkan
hematoma, yang bila dibiarkan akan diikuti pembentukan
jaringan fibrin dan akhirnya akan menjadi jaringan sisa.
Beberapa pendapat mengemukakan bahwa dasar kelainan
ini telah dijumpai sejak kehidupan intrauterin sebagai
gangguan pertumbuhan otot tersebut atau pengaruh posisi
fetus intrauterin.
Secara klinis, umumnya benjolan baru terlihat 10 14 hari
setelah
kelahiran
bayi.Benjolan
terletak
kira-kira
dipertengahan
otot
sternokleido-mastoideus.Pada
perabaan teraba benjolan berkonsistensi keras dengan
garis tengah 1 2 cm, berbatas tegas, sukar digerakkan
dan tidak menunjukkan adanya radang. Benjolan akan

membesar dalam waktu 2 4 minggu kemudian. Akibatnya


posisi kepala bayi akan terlihat miring ke arah bagian yang
sakit, sedangkan dagu menengadah dan berputar ke arah
yang berlawanan dari bagian yang sakit.
Pengobatannya dilakukan sedini mungkin dengan
latihan fisioterapi.Tujuan latihan ini adalah untuk
meregangkan kembali otot yang sakit agar tidak terlanjur
memendek.
Dengan
pengobatan
konservatif
yang
dilakukan dini dan teratur, benjolan akan hilang dalam 2
3 bulan.

5.

Perdarahan Subkunjungtiva
Adalah salah satu trauma lahir dibola mata yang dapat
dilihat dari luar adalah perdarahan subkunjungtiva.
Hal ini terjadi akibat dari persalinan kala II lama atau
akibat dari lilitan talipusat yang erat di daerah leher.
Perdarahan ini ditandai dengan bercak merah di
daerah konjungtiva, bulbi. Perdarahan dapat dijumpai pada
kelahiran spontan letak kepala, walupun akan lebih sering
terlihat pada kelahiran letak muka, atau letak dahi.
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan. Bercak
merah didaerah sklera ini umumnya akan hilang sendiri
dalam waktu 1 2 minggu. Pada waktu proses
penyembuhan, bercak tersebut akan mengalami absorpsi
dan akan berubah warna menjadi jingga dan kuning. Bila
perdarahan sub konjungtiva cukup besar dan dalam
riwayat kelahiran bayi ditemukan kesukaran dalam
mengeluarkan kepala, maka perlu dipikirkan pula

kemungkinan adanya perdarahan yang lebih dalam di bola


mata.
6.

Nekrosis Jaringan Lemak Subkutis


Trauma lahir ini akan lebih banyak ditemukan pada
bayi besar yang mengalami kesukaran pada waktu
kelahirannya serta banyak mengalami manipulasi. Trauma
ini dapat terlihat pula pada daerah yang mengalami
tekanan keras dijaringan kulit dan subkutis, misalnya oleh
daun cunam.
Adanya iskemia lokal yang disertai hipoksia atau
keadaan hipotensi akan mempermudah kemungkinan
terjadinya jenis trauma lahir tersebut.
Gejala klinis ditandai dengan adanya benjolan yang
mengeras dijaringan kulit dan subkutis, berbatas tegas
dengan
permukaan
kulit
yang
berwarna
kemerahan.Benjolan pada minggu pertama, tetapi dapat
pula sampai minggu ke enam.Lokasi benjolan sering
ditemukan ditempat beralaskan keras seperti didaerah pipi,
punggung leher, pantat, atau ekstremitas atas dan bawah.
Trauma lahir ini tidak memerlukan pengobatan khusus
dan biasanya akan hilang sendiri dalam enam sampai
delapan minggu.

7.

Eritema, Petekie dan Ekumosis


Eritemia sering terlihat pada bayi yang mengalami
disproporsi sefola-peink.Trauma ini terlihat di daerah
presentasi kelahiran.Di daerah tersebut kulit berwarna
merah.Trauma jenis ini dapat ditemukan pula pada

kelahiran dengan cunam, terlihat kulit berwarna merah di


daerah yang mengalami jepitan daun cunam.
Petekie terlihat sebagai bercak merah kecil-kecil
dipermukaan
kulit.Kejadian
ini
disebabkan
adanya
gangguan
aliran
darah
perifer
akibat
suatu
bendungan.Pada kejadian ini, disamping petekie sering
terlihat pula seluruh muka bayi menjadi biru yang memberi
kesan seolah-olah bayi mengalami sianosis yang disebut
sebagai Sianosis traumatik.
Ekimosis
merupakan
trauma
lahir
berbentuk
perdarahan yang lebih luas dibawah permukaan
kulit.Kejadian ini dapat ditemukan di daerah didaerah labia
mayora, pantat atau skrotum pada lahir sungsang letak
kaki atau pada lahir bayi dengan kaki atau tangan
menumbang, maka jenis trauma lahir hematoma ini sering
dijumpai didaerah ekstremitas yang menumbang.
Pada hematoma dan ekimosis yang cukup luas perlu
diperhatikan kemungkinan terjadinya penurunan kadar
hemoglobin, khususnya pada bayi kurang bulan atau pada
bayi akibat absorpsi sel darah merah di daerah trauma
lahir tersebut.

BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya.Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan
hidup
janin
diduga
dapat
menjadi
faktor
penyebabnya.Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau
hipertermia
diduga
dapat
menjadi
faktor
penyebabnya.Seringkali penyebab kelainan kongenitai
tidak diketahui.
B. Diagnosa
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan
kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan janin
intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah
lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan
berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai
faktor resiko:misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainankongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati
menopause.
Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu.
Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan
tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan
amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat
didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome,
phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka
seperti anensefali serta meningocele.

Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia.


Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan
pada saat periksa hamil
C. Penanganan
Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan
kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan
kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang
memerlukan koreksi kosmetik.
Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru
lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya
tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkahlangkah penanganan dan prognosisnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://ayurai.wordpress.com/2009/04/10/askeb-neo-traumakelahiran-pada-bayi-baru-lahir/
http://www.angelfire.com/ga/RachmatDSOG/congenital.htm
l

Gangguan Tortikolis Spasmodik

Sumber : KORAN
INDONESIA SEHAT
Gangguan Tortikolis SpasmodikDistonia adalah kelainan gerakan dimana
kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan
berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.
Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa
mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau
leher) atau seluruh tubuh.
Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanak-kanak (516 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan.
Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa
remaja atau pada awal masa dewasa.
PENYEBAB
Para ahli yakin bahwa distonia terjadi karena adanya kelainan di beberapa
daerah di otak (ganglia basalis, talamus, korteks serebri), dimana beberapa
pesan untuk memerintahkan kontraksi otot diolah.
Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah
sekumpulan bahan kimia yang disebtu neurotransmiter, yang membantu selsel di dalam otak untuk berkomunikasi satu sama lain.
Gejala-gejala distonik bisa disebabkan oleh:
- Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen)
- Infeksi tertentu
- Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan karbon
monoksida
- Trauma

- Stroke.
Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera,
dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik.
Selebihnya merupakan distonia keturunan yang sifatnya dominan.
Distonia juga bisa merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa
diantaranya diturunkan (misalnya penyakit Wilson).
GEJALA
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa
baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas
atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak
tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika
penderita merasa lelah.
Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan
suara.
Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah
raga berat, stres atau karena lelah.
Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak
tertahankan.
KLASIFIKASI DISTONIA
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:
Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu
Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak
berhubungan
Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan
Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:
Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans

atau DMD.
Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan,
biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara
progresif.
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi
roda.
Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling
sering ditemukan.
Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala, sehingga
kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke
depan atau ke belakang.
Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar
penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.
Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya.
Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan,
tetapi tidak berlangsung lama.
Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata.
Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata
biasanya terkena.
Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi kebutaan
fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal.
Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah
dan leher.
Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.
Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan proses
berbicara.
Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan
kesulitan dalam berbicara atau bernafas.
Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia
oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.
Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang
lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk
menulis.
Distonia yang sama uga disebut kram pemain piano dan kram musisi.

Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan


obat-obatan.
Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan dalam
berjalan.
Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang hari, mulai dari
kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan di sore dan malam
hari, juga setelah melakukan aktivitas.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
PENGOBATAN
Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang
otot dan nyeri:
Obat-obatan.
Telah digunakan beberapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmiter.
Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi kadar
neurotransmiter asetilkolin, yaitu triheksifenidil, benztropin dan prosiklidin
HCl.
Obat yang mengatur neurotransmiter GABA bisa digunakan bersama dengan
obat diatas atau diberikan tersendiri (pada penderita dengan gejala yang
ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam dan baklofen.
Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat
yang meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan
bromokriptin. Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau
tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.
Racun botulinum.
Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena untuk
mengurangi distonia fokal.
Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan
neurotransmiter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.
Pembedahan dan pengobatan lainnya.
Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampingnya terlalu berat,
maka dilakukan pembedahan.
Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil diatasi dengan
pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko dari

pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak di


dekat struktur otak yang mengendalikan proses berbicara.
Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia spasmodik dan
tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau mengangkat saraf
dari otot yang terkena.
Beberapa penderita disfonia spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli
patologi berbicara-berbahasa. Terapi fisik, pembidaian, penatalaksanaan
stres dan biofeedback juga bisa membantu penderita distonia jenis tertentu.
Gangguan Tortikolis Spasmodik
DEFINISI
Tortikolis Spasmodik adalah nyeri yang hilang timbul atau kejang yang terus
menerus pada otot-otot leher, sehingga mendorong kepala berputar dan
miring ke depan, ke belakang atau ke samping.
Tortikolis terjadi pada 1 dari 10.000 orang dan sekitar 1,5 kali lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur tetapi paling sering ditemukan
pada usia antara 30-60 tahun.
PENYEBAB
Biasanya penyebabnya tidak diketahui.
Kadang beberapa keadaan berikut bisa menyebabkan terjadinya tortikolis:
- Hipertiroidisme
- Infeksi sistem saraf
- Diskinesia tardiv (gerakan wajah abnormal akibat obat anti-psikosa)
- Tumor leher.
Bayi baru lahir bisa mengalami tortikolis (tortikolis kongenitalis) karena
adanya kerusakan otot leher pada proses persalinan.
Ketidakseimbangan otot mata dan tulang atau kelainan bentuk otot tulang
belakang bagian atas bisa menyebabkan tortikolis pada anak-anak.
GEJALA
Kejang otot leher disertai nyeri tajam bisa terjadi secara tiba-tiba dan bisa
terjadi terus menerus atau hilang-timbul.
Biasanya hanya satu sisi leher yang terkena.
Arah dari miring dan berputarnya kepala tergantung kepada otot leher mana
yang terkena.
Sepertiga penderita juga mengalami kejang di daerah lainnya, yaitu

biasanya di kelopak mata, wajah, rahang atau tangan.


Kejang terjadi secara mendadak dan jarang timbul pada waktu tidur.
Tortikolis bisa menetap sepanjang hidup penderita dan menyebabkan nyeri
berkepanjangan, terbatasnya gerakan leher serta kelainan bentuk sikap
tubuh.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan riwayat cedera
atau kelainan leher sebelumnya.
Kadang dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari
kejang otot leher, seperti rontgen, CT scan dan MRI.
PENGOBATAN
Kadang kejang bisa dikurangi untuk sementara waktu dengan menjalani
terapi fisik dan pemijatan.
Obat berfungsi membantu mengurangi kejang otot dan pergerakan diluar
sadar dan biasanya bisa membantu meringankan nyeri karena kejang.
Biasanya digunakan obat antikolinergik (menghambat rangsangan saraf
tertentu) dan benzodiazepin (obat penenang).
Kadang diberikan obat pengendur otot (muscle relaxant) dan obat antidepresi.
Kadang dilakukan pembedahan untuk mengangkat saraf dari otot yang
mengalami kelainan.
Pembedahan dilakukan jika pengobatan lainnya tidak berhasil.
Jika penyebabnya adalah masalah emosional, maka dilakukan terapi psikis.
Pada tortikolis kongenitalis dilakukan terapi fisik yang intensif untuk
meregangkan otot yang rusak, yang dimulai pada bulan-bulan pertama.
Jika terapi fisik tidak berhasil dan dimulai terlalu lambat, maka otot harus
diperbaiki melalui pembedahan

Anda mungkin juga menyukai