Sternocleidomastoideus
mengalami
fibrosis
dan
gagal
memanjang sementara tubuh anak terus tumbuh sehingga
terjadi deformitas progresif.
Etiologi
o Faktor utama masih belum diketahui (idiopatik)
o Faktor resiko :
Iskemik otot SCM di intrauterine karena posisinya
yang menyimpang (presentasi bokong)
o
Trauma saat kelahiran
o
Riwayat lahir sungsang
o
Patofisiologi
Keadaan iskemik pada otot SCM akan mengakibatkan otot
tersebut mengalami fibrosis dan tidak akan berkembang seperti
otot lainnya. Bila terjadi pada salah satu sisi otot CSM saja,
maka akan menimbulkan manifestasi yang membuat kepala
anak menjadi miring ke arah sisi yang terkena tersebut.
Manifestasi Klinis
o Sering kelainannya tidak terlihat nyata dari usia 1-2 tahun.
o Leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian
yang fibrosis
o Di sisi yang fibrosis, telinga mendekati bahu
o Garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya
sejajar)
o Perkembangan muka dapat menjadi asimetris
Diagnosis
o Riwayat kelahiran sukar atau sungsang
o Kepala miring ke arah yang sakit (singkirkan penyebab
lain : anomali tulang, diskitis, limfadenitis)
o
o
Tatalaksana
o Bila diketahui sudah sejak bayi, maka dilakukan
perentangan otot setiap hari untuk mencegah
perkembangan deformitasnya.
o Bila lehernya menjadi miring => koreksi dengan operatif.
Otot yang berkontraksi dibelah (biasanya bagian bawah,
tapi kadang-kadang juga pada ujung atas atau keduanya)
dan kepala dimanipulasi agar posisinya netral. Setelah
operasi, posisinya dipertahankan dengan suatu tutuptengkorak/skull cup yang diikatkan ke bawah aksila.
Sesudah itu, dipakai ban leher polietilen hingga anak dapat
mempertahankan posisi kepalanya dengan benar.
Prognosis
Semakin muda ditatalaksana, semakin baik prognosis.
Pola pikir
Ada bayi dengan keluhan kepala miring sebelah => periksa
dan singkirkan kemungkinan anomali tulang, diskitis dan
limfadenitis => bila memang tortikolis, tatalaksana berdasar
usia. Bila masih muda, lakukan perentangan (membiasakan
menoleh ke arah yang fibrosis, diberi ASI searah yang fibrosis,
dll) => bila tidak bisa, operatif.
Sumber
Apley, A. Graham dkk. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur
Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika.
Obat-obatan.
Telah digunakan beberapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmiter.
Obat yang diberikan merupakan sekumpulan obat yang mengurangi
kadar neurotransmiter asetilkolin, yaitu triheksifenidil, benztropin dan
prosiklidin HCl.
Obat yang mengatur neurotransmiter GABA bisa digunakan bersama
dengan obat diatas atau diberikan tersendiri (pada penderita dengan
gejala yang ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam dan
baklofen.
Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat
yang meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan
bromokriptin. Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau
tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.
Racun botulinum.
Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan ke dalam otot yang terkena
untuk mengurangi distonia fokal.
Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan
neurotransmiter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.
Pembedahan dan pengobatan lainnya.
Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampingnya terlalu berat,
maka dilakukan pembedahan.
Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil diatasi dengan
pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko dari
pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak di
dekat struktur otak yang mengendalikan proses berbicara.
Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia spasmodik dan
tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau mengangkat
saraf dari otot yang terkena.
Beberapa penderita disfonia spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh
ahli patologi berbicara-berbahasa. Terapi fisik, pembidaian,
penatalaksanaan stres dan biofeedback juga bisa membantu penderita
Arah dari miring dan berputarnya kepala tergantung kepada otot leher
mana yang terkena.
Sepertiga penderita juga mengalami kejang di daerah lainnya, yaitu
biasanya di kelopak mata, wajah, rahang atau tangan.
Kejang terjadi secara mendadak dan jarang timbul pada waktu tidur.
Tortikolis bisa menetap sepanjang hidup penderita dan menyebabkan
nyeri berkepanjangan, terbatasnya gerakan leher serta kelainan bentuk
sikap tubuh.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan riwayat
cedera atau kelainan leher sebelumnya.
Kadang dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menentukan penyebab
dari kejang otot leher, seperti rontgen, CT scan dan MRI.
PENGOBATAN
Kadang kejang bisa dikurangi untuk sementara waktu dengan menjalani
terapi fisik dan pemijatan.
Obat berfungsi membantu mengurangi kejang otot dan pergerakan
diluar sadar dan biasanya bisa membantu meringankan nyeri karena
kejang.
Biasanya digunakan obat antikolinergik (menghambat rangsangan saraf
tertentu) dan benzodiazepin (obat penenang).
Kadang diberikan obat pengendur otot (muscle relaxant) dan obat antidepresi.
Kadang dilakukan pembedahan untuk mengangkat saraf dari otot yang
mengalami kelainan.
Pembedahan dilakukan jika pengobatan lainnya tidak berhasil.
Jika penyebabnya adalah masalah emosional, maka dilakukan terapi
psikis.
Pada tortikolis kongenitalis dilakukan terapi fisik yang intensif untuk
meregangkan otot yang rusak, yang dimulai pada bulan-bulan pertama.
Jika terapi fisik tidak berhasil dan dimulai terlalu lambat, maka otot harus
diperbaiki melalui pembedahan
http://www.fisioterapi.web.id/2011/03/gangguan-tortikolis-spasmodik.html
Kata Tortikolis berasal dari bahasa Latin , torta ( twisted = terputar ) dan
collum ( leher ). Tortikolis menggambarkan posisi abnormal leher.
Gangguan tortikolis yang paling sering ditemukan adalah Congenital
Muscular Torticolis yaitu kondisi keterbatasan gerakan leher kongenital
atau bawaan sejak lahir, dimana anak akan menahan atau
memposisikan kepala pada satu sisi dengan dagu mengarah pada sisi
yang
berlawanan.
Apakah penyebab Tortikolis ?:
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Ada berbagai faktor
yang dianggap sebagai penyebab diantaranya trauma lahir, malposisi inutero, infeksi, iskemia jaringan, abnormalitas vertebra seperti rotary
subluxation of the atlanto-axial joints atau hemivertebra, problem
imbalance of extraocular muscles ( Ocular Torticollis ) serta
ketidakseimbangan neurologis ( Benign Paroxysmal Torticollis ). Davids,
Wenger dan Mubarak ( 1993 ) melalui penilaian anatomis, pemeriksaan
klinis dan MRI menyatakan bahwa tortikolis merupakan gejala sisa dari
uterine
or
perinatal
compartment
syndrome.
Otot sternocleidomastoid memendek karena berubah menjadi jaringan
ikat akibat gangguan vaskularisasi atau karena posisi kepala saat
intrauterin Ho BCS, Lee EH, Singh K (1999) yang meneliti 91 pasien
tortikolis menemukan trauma lahir yang menyebabkan tortikolis adalah
persalinan letak vertex dan sisi lesi tergantung letak bahu pada saat
persalinan.
Jika tidak terkoreksi sebelum usia 1 tahun massa ini dapat berganti
menjadi jaringan ikat sehingga otot semakin memendek , keterbatasan
gerakan leher permanen. Kondisi ini mengakibatkan posisi kepala selalu
miring ke satu sisi, dan jika dibiarkan anak bertumbuh dengan kondisi ini
akan menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang tengkorak dan
wajah, kepala dan wajah menjadi asimetris, datar pada sisi otot yang
memendek dan mengakibatkan kelainan yang disebut plagiocephaly,
kepala
dan
wajah
menjadi
miring
pada
satu
sisi.
Datar pada satu sisi dan menonjol pada sisi lainnya. Artinya bila lebih
dari usia 1 tahun hal ini tidak terkoreksi maka wajah yang tidak asimetris
akan
menetap.
Sisi kanan terlibat pada 75% kasus artinya anak menahan posisi kepala
terangkat ke kanan, sedangkan wajah dan dagu berotasi ke kiri
( MacDonald D, 1969).
TORTIKOLIS
Tortikolis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu
keadaan pada leher yang terputar. Dalam bahasa latin "torus"
artinya berputar dan "collum" artinya leher.
Tortikolis sering terjadi pada anak dan dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu: bawaan (congenital) dan yang didapat setelah lahir
(acquired).
Apa yang dimaksud dengan tortikolis kongenital?
Pada tortikolis kongenital, terjadi kontraktur/ kekakuan otot
sternokleidomastoid pada satu sisi. Otot sternokleidomastoid
adalah otot pada leher yang berfungsi untuk menolehkan kepala ke
kiri dan ke kanan. Kekakuan pada otot ini akan
mengakibatkanterjadinya keterbatasan pergerakan leher bayi
karena pemendekan serabut-serabut otot tersebut.
Tortikolis kongenital terjadi pada 3-19 per 1.000 kelahiran bayi.
Penyebab dari tortikolis kongenital belum diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa teori yang mengatakan bahwa trauma jalan
lahir mungkin menjadi penyebabnya. Tortikolis kongenital biasanya
terlihat pada usia 2-4 minggu kelahiran.
Gejalanya adalah kepala leher yang selalu menoleh ke satu sisi
saja saat tidur, dan pergerakan leher yang sangat terbatas.
Komplikasi dari tortikolis kongenital yang tidak diterapi adalah
asimetri bentuk wajah dan asimetri bentuk kepala atau penglihatan
ganda (diplopia).
Tip
Tortikolis cukup mudah dikenali oleh orangtua. Bayi/anak dengan
tortikolis cenderung hanya menoleh terus ke satu sisi. Jika orangtua
mendapati bayi/anak menoleh ke satu sisi saja segera bawa
bayi/anak ke dokter untuk diperiksa.
Tortikolis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu keadaan pada leher
yang terputar.
Tortikolis yang sering terjadi pada anak dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Congenital (bawaan)
Pada tortikolis congenital, terjadi kontraktur/kekakuan otot sternokleidomastoid pada
satu sisi. Otot sternokleidomastoid adalah otot pada leher yang berfungsi untuk
menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan.
bayi yang terbatas. Perbedaannya adalah biasanya terjadi beberapa bulan setelah
kelahiran, ada faktor penyebab yang lebih jelas yang mendasarinya dan tidak terjadi
komplikasi berupa asimetri wajah.
Pengobatan Tortikolis
Prinsip pengobatan tortikolis, baik tortikolos kongenital atau tortikolis yang didapat
sebenarnya hampir sama. Langkah pertama adalah memastikan apakah tortikolis
tersebut memerlukan intervensi segera atau tidak. Pada tortikolis kongenital kadang
terjadi penyembuhan dengan sendirinya, dan bila dirasakan perlu dapat dilakukan
fisioterapi dan latihan untuk otot sternocleidomastoideus tersebut. Penggunaancollar
neck (penahan leher) pada tortikolis kongenital kadang diperlukan untuk membantu
proses pemulihan. Pada tortikolis yang didapat, langkah awalnya adalah menangani
penyebabnya.
Oswari, Hanifah.123 Penyakit dan Gangguan Pada Anak.2009.PT.Bhuana Ilmu
Populer:Jakarta
About these ads
Persalinan yang sulit dimana otot leher sternocleidomastoideus (SCM)- teregang, robek dan terjadi
perdarahan. Penyembuhan yang terjadi membentuk jaringan ikat
disertai pemendekan otot. Teori ini didukung bukti dimana hampir
40% penderita memiliki riwayat persalinan sulit dengan posisi
sungsang (breech-bokong) atau riwayat
penggunaan forceps untuk membantu proses persalinan.
Sedangkan 60% sisanya tidak ada riwayat trauma atau
persalinan sulit.
Posisi bokong
http://www.pediatriccareonline.org/pco/ub/view/Point-of-CareQuick-Reference/397119/0/torticollis.
http://www.uptodate.com/contents/congenital-musculartorticollis?source=related_link
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00054
http://www.braintreerehabhospital.com/pediatric-outpatienttorticollis-Congenital-Muscular-Torticollis.asp
http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheets.cfm?doc_id=7666
torticollis
\
Sebagian besar masyarakat Jepara pasti pernah mengalami masa tidur yang kurang
nyaman, rasa pegal di leher saat tidur, bahkan sakit sekali saat berusaha menggerakkan lehernya
untuk menengok ke satu sisi. Apalagi jika didahului adanya gejala psikis seperti pekerjaan yang
menumpuk, stress fisik dan mental, serta terlalu lelah atau capek, menyebabkan waktu untuk
istirahat tidur menjadi berkurang. Sehingga saat bangun tidur yang diharapkan badan menjadi fresh
dan segar, justru menyebabkan pusing, leher menjadi kaku dan sulit untuk menoleh ke kanan/kiri.
Kecenderungan tempat tidur yang terlalu empuk, ditambah ruangan ber- AC dan kebiasaan tidur
miring ke satu sisi tanpa berpindah-pindah posisi juga menjadi factor pencetus lain nyeri ini timbul.
Torticollis spasmodic merupakan kekakuan pada otot-otot leher yang disebabkan
karena kontraksi terus menerus dalam jangka waktu tertentu, bisa juga karena adanya gerakan
involunter dari kepala. Tortikolis terjadi pada 1 dari 10.000 orang dan sekitar 1,5 kali lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur tetapi
paling sering ditemukan pada usia antara 30-60 tahun. Penyakit ini juga bisa diderita oleh bayi sejak
leher dengan mekanisme yang belum diketahui secara jelas, namun diduga karena posisi kepala saat
berada di dalam kandungan ataupun saat proses persalinan.
Pada masa lalu terjadinya tortikolis adalah kegagalan pada otot leher dimana timbul
hysteria yang berlebihan. Dimana gejalanya sama dengan kelainan yang disebabkan secara organik.
Ketika tortikolis diketahui berhubungan dengan efek voluter bentuk dari gejala yang ada adalah
hysteria, dimana bentuk awal dari gejala ini adalah tic. Bentuk hysteria berasal dari gejala yang
merupakan respon dari pengobatan dari terjadinya kelainan emosional yang utama.
Spasme tortikolis ini disebabkan oleh keadaan keturunan dimana terjadinya dari gen
autosomal dominan atau autosomal resesif. Hal lain yang dapat menyebabkan ialah kelainan
kongenital dari m.sternocleidomastoideus, kelainan dari servikal tulang belakang, hipoplasi dari
tulang hemi atlas atau atlas. Kelainan neurovaskuler yaitu kompresi dari N.XI (nervus aksesorius)
oleh arteri vertebrae. Atau arteri serebral posterior inferior, adanya lesi unilateral pada
mesencephalon atau diencephalon yang diakibatkan oleh encephalitis virus. Dan ketidakseimbangan /
gangguan keseimbangan metabolik antara thalamus dan basal ganglia. Penyebab lain yang tersering
adalah kelainan fungsional dari mekanisme kontrol yang mengakibatkan gangguan reflek secara
bilateral yang terjadi pada basal ganglia atau keseluruhan dari struktur yang meliputinya.
Perkembangan terjadinya tortikolis biasanya secara perlahan tapi bisa saja secara mendadak. Hal ini
terjadi ketika terjadinya serangan hysteria. Perputaran pada kepala diikuti dengan kontraksi pada otot
servikal, kontraksi terjadinya pada bagian superficial dan bagian dalam dari otot leher, kontraksi dari
otot yang terjadi yaitu sternocleidomastoideus, trapezius dan splenius.2
Spasmodik tortikolis dapat saja terjadi pada remaja atau dewasa. Selalu didahului dengan adanya
riwayat trauma pada leher. Onset terjadinya spasmodik tortikolis ialah intermiten terjadi saat rotasi
dan fleksi pada kepala pada satu sisi. Pada kebanyakan kasus gerakan dari kepala terjadi secara
intermiten dan berhubungan dengan kontraksi dari otot leher yang terjadi secara periodik irregular.
Terjadinya gerakan bilateral sangat jarang terjadi. Gerakan-gerakan tersebut dapat direduksi dengan
cara menempelkan tangan ke salah satu sisi kepala yang berlawanan atau dengan menempelkan sisi
kepala yang berlawanan ke tembok.
Kontraksi dari m.sternocleidomastoideus menyebabkan rotasi yang berlawanan arah, ketika leher
dilakukan fleksi bagian tepi dari otot leher mengalami kontraksi. Rotasi pada leher dapat saja terjadi
tanpa terjadinya fleksi lateral. Atau kepala dapat saja difleksikan ke salah satu sisi dimana dapat
dilakukan rotasi setelah dilakukan fleksi tersebut. Hal ini terjadi pada kontraksi dari
m.sternocleidomatoideus pada salah satu sisi dimana m.splenius dan m.trapezius pada sisi yang
berlawanan juga terjadi kontraksi. Otot-otot yang ikut berkontraksi menjadi hipertropi. Kelainan awal
yang terdapat pada tortikolis adalah tonik. Kemudian didikuti dengan perubahan posisi atau dapat
saja terjadi pengulangan gerakan secara klonik, hal tersebut biasanya terjadi pada serangan hysteria.
Pasien sering menyadari tidak dapat melawan atau mengahambat dari terjadinya tortikolis. Rasa sakit
terdapat pada otot servikal yang terjadi bersamaan arthritis dimana terjadi kompresi pada radix yang
mengakibatkan adanya gerakan kepala secara involunter. Reflek dan sensasi masih normal.
Terjadinya tortikolis yang lama dapat menyebabkan spondilosis servikal.
Penanganan torticollis ini memerlukan kerjasama dan penanganan yang
komprehensif. Kejelian dan penanganan awal sangatlah penting agar tidak terjadi kecacatan/
penyakitnya bertambah parah. Apabila ditangani sejak awal, penyakit ini dapat sembuh sempurna.
Obat-obatan yang biasanya diberikan adalah berupa analgesik, muscle relaxan, vitamin neurotropik
bahkan suntikan botoks sebagai anti spasm. Selain itu pemberian program fisioterapi juga banyak
membantu penyembuhan penyakit ini, meskipun memerlukan tingkat kesabaran dalam pengobatan.
Oleh fisioterapis biasanya akan mendapatkan penanganan berupa penghangatan ( dengan infra red,
ultra sound atau diathermy ) untuk melemaskan otot yang kaku/tegang, lalu pemberian stimulasi
elektris untuk merangsang kemampuan otot agar dapat berkontraksi dan relasai dengan baik,
pemijatan dengan gentle massage serta stretching pada otot yang tegang atau kaku. Pada kasus yang
lebih lanjut kadang diperlukan alat bantu seperti cervical collar agar tidak mengganggu tulang
belakang bagian cervical.
Hal terpenting lain adalah bagaimana cara mencegah penyakit ini agar tidak
menyerang kita. Yang dapat dilakukan adalah :
1.
Saat bekerja dalam posisi duduk menetap lama, usahakan melemaskan otot-otot leher dengan
cara menggerakkan kepala ke kanan kiri, depan belakang setiap 2 jam sekali selama 10 menit.
Demikian juga disaat anda mengemudi dalam waktu yang cukup lama, berhentilah tiap 2-3 jam untuk
melemaskan leher.
2.
Periksakan kandungan secara teratur pada ibu hamil, terutama dengan menggunakan USG
agar mengetahui posisi janin secara jelas dan kemungkinan persalinan yang aman bagi bayi dan
ibunya.
3.
Saat hendak tidur, biasakan untuk menggerakkan/ senam leher sejenak 5-10 menit agar otot
leher menjadi lemas dan minumlah 2-3 gelas air putih agar peredaran darah lebih lancar saat tidur.
4.
Berpindahlah posisi disaat tidur dengan bergantian miring kanan dan kiri,lalu telentang
setiap 2-3 jam sekali.
5.
6.
Jangan suka menggerakkan leher/kepala secara menghentak apabila anda merasa ada rasa
tidak nyaman pada salah satu sisi leher anda, berikan saja pijatan ringan atau penguluran
( stretching ) dengan perlahan-lahan pada leher yang nyeri tersebut, boleh juga dengan diberikan
kompres hangat pada otot leher yang nyeri tersebut.
7.
Yang paling bijaksana tentu saja hubungi tenaga medis yang berkompeten ( dokter syaraf atau
Instalasi Rehabilitasi Medik RSU Kartini Jepara )apabila nyeri dirasa 2-3 hari tidak hilang juga.
Dengan penanganan yang tepat dan terencana, penyakit ini pada dasarnya bisa disembuhkan secara
sempurna, kecuali torticollis ini terjadi secara konginetal/ dibawa dari lahir yang akan memerlukan
penanganan yang lebih kompleks. Bersiaplah untuk selalu menjadi sehat, karena sehat jauh lebih
berharga dari segalanya.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir
yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan
pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat
tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik
persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau
trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya
tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan
menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan
adekuat.
Molding
Kaput suksedanum
Sefalhematum
Perdarahan subaponeurosis
Perdarahan subkojungtiva
Perdarahan retina
2. Kelainan Sentral
Iritasi sentral
1.
sebaliknya
tampak
pada
waktu
ekspirasi.
Pada
pemeriksaan fluoroskopi terlihat mediastinum bergeser ke
posisi normal pada waktu inspirasi.
Pengobatan ditujukan untuk memperbaiki keadaan
umum bayi.Bayi diletakkan miring ke bagian yang sakit,
disamping diberikan terapi O2.Pemberian cairan Intra Vena
pada hari-hari pertama dapat dipertimbangkan bila
keadaan bayi kurang baik atau dikhawatirkan terjadinya
asidosis.Jika keadaan umum telah membaik, pemberian
minum per oral dapat dipertimbangkan.Pada kasus
demikian
perlu
pengawasan
cermat
kemungkinan
pneumonia hipostatik akibat gangguan fungsi diafragma
pada bagian yang sakit.Pemberian antibiotik sangat
dianjurkan bila gangguan pernafasan terlihat berat atau
kelumpuhan saraf frenikus bersifat bilateral, maka dapat
dipertimbangkan penggunaan ventilator.Penggunaan pacu
elektrik diafragma dapat digunakan dianjurkan bila sarana
memungkinkan serta kontraksi otot diafragma cukup
baik.Tindakan bedah dapat dilakukan bila saat nafas
sangat berat atau sesak nafas bertambah berat walaupun
telah
dilakukan
pengobatan
konservatif
yang
memadai.Walupun bayi tidak menunjukkan gejala sesak
berat tetapi pada pemeriksaan radiologi, 3 4 bulan
kemudian fungsi hemidiafragma yang sakit tidak
menunjukkan kemajuan yang berarti, maka perlu dipikirkan
terhadap kemungkinan tindakan bedah.
d. Kerusakan Medulla Spinalis
Gejala tergantung bagian mana dari medulla spinalis
yang rusak, dijumpai gangguan pernafasan, kelumpuhan
kedua tungkai dan retensiourin.Hal ini dapat terjadi letak
Gerakan
pasif
tangan
yang
sakit
disertai
riwayat
Gejala Klinis
1) Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan
adanya gerakan kaki yang berkurang dan asimetris.
2) Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya
deformitas dan krepitasi pada tulang femur.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
b. Pengobatan fraktur tulang femur
1) Imobilisasi tungkai bawah dengan jalan fiksasi yang
diikuti oleh program latihan
2) Dirujuk ke bagian bedah tulang
C. Perlakuan Jaringan Lunak Bayi Baru Lahir
1. Kaput Suksedaneum
Kaput suksedaneum merupakan benjolan yang difus
dikepala terletak pada prosentasi kepala pada waktu bayi
lahir.
Kelainan ini timbul akibat tekanan yang keras pada kepala
ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan
sirkulasi-kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan
tubuh ke jaringan ekstra vasa.
2. Sefalohematoma
Sefalohematoma merupakan suatu perdarahan
subperiostal tulang tengkorak berbatas tegas pada tulang
yang bersangkutan dan tidak melewati sutura.
Sefalohematoma timbul pada persalinan dengan
tindakan seperti tarikan vakum atau cunam, bahkan dapat
pula terjadi pada kelahiran sungsang yang mengalami
kesukaran melahirkan kepala bayi.Akibatnya timbul
timbunan darah di daerah subperiost yang dari luar terlihat
sebagian benjolan.
Secara klinis benjolan Sefalohematoma benbentuk
benjolan difus, berbatas tegas, tidak melampaui sutura
karena periost tulang berakhir di sutura. Pada perabaan
teraba adanya fluktuasi karena merupakan suatu timbunan
darah yang letaknya dirongga subperiost yang terjadi ini
sifatnya perlahan-lahan benjolan timbul biasanya baru
tampak jelas beberapa jam setelah bayi lahir (umur 6 8
Perdarahan Subafoneurosis
Perdarahan subafoneurosis merupakan perdarahan
masif dalam jaringan lunak di bawah lapisan aponeurosis
epikranial.Trauma lahir ini sering disebut pula sebagai
hematoma sefal subaponeurosis.
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh
vena emisaria. Perdarahan timbul secara perlahan dan
mengisi ruang jaringan yang luas, sehingga benjolan
trauma lahir ini biasanya baru terlihat setelah 24 jam
sampai hari kedua pasca lahir. Pada perdarahan yang cepat
dan luas, benjolan dapat teraba 12 jam setelah bayi lahir.
Pada umumnya bayi lahir dengan letak kepala yang tidak
5.
Perdarahan Subkunjungtiva
Adalah salah satu trauma lahir dibola mata yang dapat
dilihat dari luar adalah perdarahan subkunjungtiva.
Hal ini terjadi akibat dari persalinan kala II lama atau
akibat dari lilitan talipusat yang erat di daerah leher.
Perdarahan ini ditandai dengan bercak merah di
daerah konjungtiva, bulbi. Perdarahan dapat dijumpai pada
kelahiran spontan letak kepala, walupun akan lebih sering
terlihat pada kelahiran letak muka, atau letak dahi.
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan. Bercak
merah didaerah sklera ini umumnya akan hilang sendiri
dalam waktu 1 2 minggu. Pada waktu proses
penyembuhan, bercak tersebut akan mengalami absorpsi
dan akan berubah warna menjadi jingga dan kuning. Bila
perdarahan sub konjungtiva cukup besar dan dalam
riwayat kelahiran bayi ditemukan kesukaran dalam
mengeluarkan kepala, maka perlu dipikirkan pula
7.
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya.Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan
hidup
janin
diduga
dapat
menjadi
faktor
penyebabnya.Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau
hipertermia
diduga
dapat
menjadi
faktor
penyebabnya.Seringkali penyebab kelainan kongenitai
tidak diketahui.
B. Diagnosa
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan
kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan janin
intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah
lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan
berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai
faktor resiko:misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainankongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati
menopause.
Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu.
Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan
tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan
amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat
didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome,
phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka
seperti anensefali serta meningocele.
Sumber : KORAN
INDONESIA SEHAT
Gangguan Tortikolis SpasmodikDistonia adalah kelainan gerakan dimana
kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan
berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal.
Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa
mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau
leher) atau seluruh tubuh.
Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanak-kanak (516 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan.
Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa
remaja atau pada awal masa dewasa.
PENYEBAB
Para ahli yakin bahwa distonia terjadi karena adanya kelainan di beberapa
daerah di otak (ganglia basalis, talamus, korteks serebri), dimana beberapa
pesan untuk memerintahkan kontraksi otot diolah.
Diduga terdapat kerusakan pada kemampuan tubuh untuk mengolah
sekumpulan bahan kimia yang disebtu neurotransmiter, yang membantu selsel di dalam otak untuk berkomunikasi satu sama lain.
Gejala-gejala distonik bisa disebabkan oleh:
- Cedera ketika lahir (terutama karena kekurangan oksigen)
- Infeksi tertentu
- Reaksi terhadap obat tertentu, logam berat atau keracunan karbon
monoksida
- Trauma
- Stroke.
Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera,
dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik.
Selebihnya merupakan distonia keturunan yang sifatnya dominan.
Distonia juga bisa merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa
diantaranya diturunkan (misalnya penyakit Wilson).
GEJALA
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa
baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas
atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak
tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika
penderita merasa lelah.
Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan
suara.
Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah
raga berat, stres atau karena lelah.
Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak
tertahankan.
KLASIFIKASI DISTONIA
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:
Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu
Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak
berhubungan
Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan
Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.
Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:
Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans
atau DMD.
Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan,
biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara
progresif.
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi
roda.
Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling
sering ditemukan.
Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala, sehingga
kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke
depan atau ke belakang.
Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar
penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.
Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya.
Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan,
tetapi tidak berlangsung lama.
Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata.
Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata
biasanya terkena.
Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi kebutaan
fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal.
Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah
dan leher.
Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.
Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan proses
berbicara.
Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan
kesulitan dalam berbicara atau bernafas.
Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia
oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.
Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang
lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk
menulis.
Distonia yang sama uga disebut kram pemain piano dan kram musisi.