Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK KLINIS DAN PENATALAKSANAAN

SINDROM PIRIFORMIS

Oleh :

dr. I.A. Sri Wijayanti, M. Biomed, Sp. S

DISAMPAIKAN PADA ACARA ILMIAH

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF NEUROLOGI FK UNUD / RSUP SANGLAH

2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

Keluhan nyeri pada punggung bagian bawah adalah salah satu keluhan yang
sering kita jumpai pada praktek sehari-hari. Umumnya keluhan ini mulai dikeluhkan
oleh orang dalam usia 18-55 tahun. Keluhan ini sering kali menjadi penyebab
disabilitas serta angka absensi kerja yang tinggi. Penyebab nyeri pada punggung
bagian bawah ini banyak dan bervariasi, biasanya melibatkan salah satu dari adanya
penekanan pada saraf skiatika, sindrom piriformis, herniated nucleus pulposus,
trauma langsung, dan spasme otot karena penggunaan yang terus-menerus atau
penggunaan kronis.1

Sindrom piriformis ditandai dengan adanya nyeri pada lokasi seperti pinggul,
daerah sakrum, daerah bokong, selangkangan, dan daerah bawah sesuai persarafan
dari tungkai. Piriformis berasal dari 2 kata ‘pirum’ yang berarti buah pir dan ‘forma’
yang artinya bentuk. Sindrom pirifomis sendiri lebih sering diderita oleh wanita
dibanding laki-laki dengan perbandingan 6 : 1. Dikatakan pada sebuah penelitian 45
dari 750 pasien dengan nyeri punggung bawah merupakan akibat sindrom piriformis,
sementara 6% dari pasien dengan gejala iskiatika diakibatkan karena sindrom
piriformis.1,8

Pasien dengan sindrom piriformis umumnya mengeluhkan nyeri yang


diperberat saat duduk lama atau menaiki tangga. Pasien dengan pekerjaan sebagai
atlet ski, pengemudi truk, pemain tenis, dan atlet bersepeda jarak jauh memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk mengalami sindrom piriformis ini. Dikatakan diagnosis untuk
sindrom piriformis adalah diagnosis berdasarkan temuan klinis dan diagnosis
eksklusi.8,9

Sindrom piriformis memiliki prognosis penyakit yang baik dengan


pengobatan yang tepat. Sindrom ini dapat membaik dengan menyingkirkan penyebab
dari timbulnya sindrom ini. Umumnya penggunaan obat anti nyeri dan obat anti
inflamasi non-steroid memberi efek yang baik. Perlakuan seperti pemijatan atau

2
massage, terapi panas dan ultrasound dikatakan juga memberi perbaikan pada gejala
dari sindrom ini.9

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang


Piriformis berasal dari 2 kata ‘pirum’ yang berarti buah pir dan ‘forma’ yang
artinya bentuk. Pertama kali didefinisikan oleh seorang ahli anatomi dan botani
Belgia, Adrian van der Spieghel (1578 - 1625). Di tahun 1928, Yeoman menyebutkan
bahwa 36% kasus iskialgia akibat artritis sakroiliaka ditransmisikan melalui
muskulus piriformis. Pada tahun 1936, Shordania mengenalkan istilah ‘piriformitis’
atas pengamatannya pada 37 perempuan dengan iskialgia. Dan baru di tahun 1947
Robinson membuat terminologi ‘sindroma piriformis’; beliau melaporkan bahwa
muskulus piriformis dan jaringan fasia dapat menyebabkan iskialgia.1 Meskipun
terjadi evolusi diagnosis dan teknik modern seperti MRI, sindrom piriformis tetaplah
merupakan diagnosis eksklusi dan kontroversial. Sebagian besar kontroversinya
berakar dari relatif jarangnya penegakan diagnosis sindrom piriformis dibandingkan
dengan pengenalan dan tatalaksana penyebab iskialgia yang berasal dari vertebrae
lumbal.2

2.2 Epidemiologi

Nyeri punggung bawah dan iskialgia adalah nyeri atau hipoestesi di area
bokong dan paha bagian posterior dengan sesekali menjalar ke tungkai bawah, hal ini
merupakan keluhan umum dengan insidensi sekitar 60–90% selama hidup seseorang.3
Frekuensi sindrom piriformis diperkirakan hampir 6% dari total kasus iskialgia dalam
praktek dokter keluarga di Amerika Serikat, sementara di Indonesia belum ada data.4
Beberapa laporan menunjukkan rasio angka kejadian perempuan dibanding laki-laki
6:1.5

2.3 Anatomi

Muskulus piriformis berbentuk piramida yang rata, berasal dari permukaan


ventrolateral vertebrae sakrum 2 sampai 4, kemudian melewati foramen ischiadicum

4
majus dan berada di sebelah dorsal nervus ischiadicus sebelum berinsersi di bagian
superomedial trochanter major os femur.
Muskulus piriformis merupakan otot rotator panggul paling proksimal.
Dengan panggul ekstensi, muskulus piriformis berfungsi untuk rotasi eksternal
panggul. Bila panggul fleksi, maka otot ini berfungsi sebagai abduktor panggul.6
Cabang saraf dari L5, S1, dan S2 menginervasi muskulus piriformis. Muskulus
gemellus superior, muskulus gemellus inferior, muskulus quadratus femoris, dan
muskulus obturator internus bekerja sinergis dengan muskulus piriformis. Banyak
variasi hubungan antara nervus iskiadikus dan muskulus piriformis. Nervus
iskiadikus terdiri dari cabang radix nervi L3 sampai S3 dan biasanya berjalan anterior
dari muskulus piriformis dan dorsal dari muskulus gemellus setelah keluar dari pelvis
melalui foramen ischiadicum majus (Gambar 1).7

5
Gambar 1. Tampilan posterior panggul yang menunjukkan perjalanan
nervus iskiadikus.

2.4 Etiologi dan Patofisiologi


Etiologi sindrom piriformis masih belum jelas namun gejalanya mungkin
akibat neuritis bagian proksimal nervus iskiadikus. Muskulus piriformis selain
mengiritasi, dapat pula menekan nervus iskiadikus, terkait dengan spasme dan/atau
kontrakturnya, masalah ini menyerupai iskialgia diskogenik (pseudoiskialgia).

Berdasarkan etiologi, sindrom piriformis dapat dibagi atas penyebab primer


dan sekunder (Tabel 1). Penyebab primer terjadi akibat kompresi saraf langsung

6
akibat trauma atau faktor intrinsik muskulus piriformis, termasuk variasi anomali
anatomi otot, hipertrofi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan sekunder akibat
trauma semacam perlengketan (adhesi). Penyebab sekunder termasuk gejala yang
terkait lesi massa dalam pelvis, infeksi, anomali pembuluh darah atau simpai fibrosis
yang melintasi saraf, bursitis tendon piriformis, inflamasi sakroiliaka, dan adanya
titik-titik picu myofasial.

Penyebab lain dapat berasal dari: pseudoaneurisma arteri gluteus inferior,


sindrom piriformis bilateral terkait dengan posisi duduk yang berkepanjangan,
serebral palsy terkait dengan hipertonus dan kontraktur, artroplasti panggul total, dan
myositis ossificans.1

Tabel 1. Penyebab Sindrom Piriformis

Primer Sekunder
Trauma Hematoma
Pyomyositis Bursitis
Myositis Ossificans Pseudoaneurisme
Dystonia M. deformans Pronasi berlebihan
Hipertropi Massa
Adhesi Anomali vassa
Fibrosis Simpai fibrosis
Variasi Anatomi

Hiperlordosis lumbal dan kontraktur panggul pada posisi fleksi meningkatkan


regangan muskulus piriformis juga cenderung menyebabkan gejala sindrom
piriformis. Pasien dengan kelemahan otot-otot abduktor atau ketimpangan panjang
tungkai bawah juga cenderung mengalami sindrom ini. Perubahan biomekanika gaya
berjalan (gait) sebagai penyebab hipertrofi muskulus piriformis dan inflamasi kronik,
juga akan memunculkan sindrom piriformis. Dalam proses melangkah, saat fase
berdiri (stance phase) muskulus piriformis teregang sejalan dengan beban pada
panggul yang dipertahankan dalam posisi rotasi internal. Saat panggul memasuki fase

7
mengayun (swing phase), muskulus piriformis berkontraksi dan membantu rotasi
eksternal. Muskulus piriformis tetap dalam kondisi teregang selama proses
melangkah dan cenderung lebih hipertrofi dibanding otot lain di sekitarnya.8,9 Setiap
abnormalitas proses melangkah yang melibatkan panggul dengan posisi rotasi
internal atau adduksi yang meningkat dapat semakin meregangkan muskulus
piriformis. Trauma tumpul dapat menyebabkan hematom dan fibrosis di antara nervus
ischiadicus dan otot-otot rotator eksternal pendek.

Suatu studi menunjukkan di antara 15 pasien sindroma piriformis pasca


trauma langsung di area bokong, aktifitas normal kembali 2 bulan setelah operasi
pembebasan tendon piriformis tendon dan neurolisis nervus iskiadikus.10
Radikulopati lumbal bagian bawah mengakibatkan iritasi sekunder muskulus
piriformis yang nantinya akan mempersulit diagnosis dan memperlambat fisioterapi
metode peregangan punggung bawah dan panggul karena memperberat gejala-gejala
sindrom piriformis.7

2.5 Manifestasi Klinis dan Penegakan Diagnosis


Keluhan yang khas adalah kram atau nyeri di pantat atau di area hamstring,
nyeri iskialgia di kaki tanpa nyeri punggung, dan gangguan sensorik maupun motorik
sesuai distribusi nervus iskiadikus. Keluhan pasien dapat pula berupa nyeri yang
semakin menjadi saat membungkuk, berlama-lama duduk, bangun dari duduk, atau
saat melakukan rotasi internal paha, begitu pula rasa nyeri saat miksi/defekasi dan
dispareunia.1

Penegakan diagnosis sindrom piriformis sering dibuat setelah mengeksklusi


penyebab iskialgia lain. Robinson pertama kali menyusun penegakan diagnosis
berdasar 6 ciri: (1) riwayat jatuh pada bokong; (2) nyeri pada area: sendi sacroiliaca,
foramen ischiadicum majus, dan otot piriformis; (3) nyeri akut yang kambuh saat
membungkuk atau mengangkat; (4) adanya massa yang teraba di atas piriformis; (5)
tanda laseque positif; dan (6) atrofi gluteus.10

8
Hampir 50% pasien sindrom piriformis pernah mengalami cedera langsung
pada pantat ataupun trauma torsional pada panggul atau punggung bagian bawah,
sisanya terjadi spontan tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi.1

Beberapa pemeriksaan fisik dapat mendukung diagnosis sindrom piriformis.


Pada posisi terlentang, pasien bertendensi menjaga posisi tungkainya sedikit terangkat
dan berotasi eksternal (tanda piriformis positif) (Gambar 2). Spasme muskulus
piriformis dapat dideteksi dengan palpasi dalam yang cermat di lokasi otot ini
melintasi nervus iskiadikus (Gambar 3) dengan melokalisir titik tengah antara
coccyx dan trochanter major. Pemeriksaan colok dubur menunjukkan area yang lebih
lunak di dinding lateral sisi pelvis yang terkait. Nyeri iskialgia dan turunnya tahanan
otot ditunjukkan dengan cara menahan gerakan abduksi/rotasi eksternal pasien (tes
Pace) (Gambar 4).

Gambar 2. Tanda piriformis positif Gambar 3. Palpasi langsung memicu


pada pasien dengan sindrom nyeri dalam yang terlokalisir
piriformis menunjukkan pada area yang diindikasikan
rotasi eksternal tungkai sindrom piriformis.
bawah kanan.

9
Gambar 4. Tes Pace. Pada tes ini Gambar 5. Tes Freiberg menunjukkan
penguji menahan abduksi terbatasnya gerakan rotasi
aktif dari tungkai dengan internal panggul posisi
posisi pasien duduk (panggul ekstensi karena spasme
fleksi). sekunder muskulus piriformis

Pada posisi telungkup, tes Freiberg (Gambar 5) memicu nyeri dengan


merotasi internal tungkai bawah saat panggul ekstensi dan lutut fleksi 900. Beatty
mendeskripsikan teknik yang membedakan antara radikulopati lumbal, penyakit
panggul primer, dan nyeri akibat sindrom piriformis.11 Tes Beatty dapat pula memberi
hasil positif pada kasus herniasi lumbal dan osteoartritis panggul. Pasien tidur miring
dengan tungkai diangkat beberapa menit, maka di sisi tungkai yang mengalami
sindrom piriformis akan terasa nyeri pada pantat bagian dalam (Gambar 6). Tak
satupun pemeriksaan fisik tersebut bersifat patognomonis, kombinasi riwayat dan
beberapa pemeriksaan fisik akan menunjang penegakan diagnosis sindrom piriformis.

10
Gambar 6. Tes Beatty. (A) pada posisi miring mengangkat tungkai yang
difleksikan pada panggul dan lutut, maka akan muncul nyeri pantat
bagian dalam. (B) modifikasi Tes Beatty, dengan menahan abduksi
tungkai.

Sindrom piriformis dapat dibedakan dengan herniasi diskus intervertebral


karena minimnya defisit neurologis pada sindrom piriformis.15 Namun literatur lain
menyebutkan sebelas dari 28 kasus (40%), pasien masih mengalami defisit
neurologis.7,12

2.6 Diagnosis Banding


Karena tidak ada tanda patognomonis, beberapa diagnosis banding harus
dipertimbangkan; antara lain: herniasi diskus intervertebralis, degenerasi diskus
intervertebralis, artropati, sakroiliitis, nyeri myofasial, dan bursitis trochanter
femur.12
Umumnya, tes laboratoris dan pencitraan memiliki peran terbatas dalam
diagnosis, namun sebaiknya tetap dijalankan untuk membedakan dengan penyebab

11
iskialgia lain. Penelitian yang dilakukan oleh Broadhurst dkk tahun 2004 dengan
USG Doppler melalui sampel terbatas berhasil mengidentifikasi proses edema dan
sklerotik yang simtomatis pada otot piriformis.13 Pada metode pencitraan MRI pelvis
dapat dipakai hipotesis Rossi dkk tahun 2001 yang menyatakan bahwa panggul
dengan posisi rotasi eksternal aktif (otot berkontraksi) atau rotasi internal pasif (otot
meregang) akan semakin memerangkap nervus iskiadikus sehingga didapatkan
gambaran klinis khas yang menunjukkan pembesaran muskulus piriformis dan alih
posisi nervus iskiadikus dengan sinyal intensitas normal (Gambar 7).14

Gambar 7. (A) Potongan aksial T2-weighted dan (B) koronal T2-weighted MRI
menunjukkan aspek hipertrofi dari muskulus piriformis sinistra (panah
putih). Pada gambar (A), nervus ischiadicus tampak melebar dan sedikit
mengalami alih posisi ke anterior (panah hitam).

Tes elektrofisiologis dapat menunjang diagnosis dengan kriteria pemanjangan


refleks H 1.86 msec saat tes FAIR (Flexion, Adduction, Internal Rotation) pada
ekstremitas bawah ipsilateral.15,16 Refleks H merupakan versi stimulasi elektrik
refleks Achilles dan melewati muskulus piriformis dua kali (konduksi orthodromik
aferen dan eferen). Perubahan amplitudo dan latensi rekaman potensial di elektroda

12
epidural di lumbal 3–4 pada stimulasi tungkai terkait juga terlihat pada sindrom ini.17
Yang lain mengajukan pendekatan diagnosis melalui injeksi lidokain dan/ atau
kortikosteroid ke dalam muskulus piriformis dengan panduan EMG dan
fluoroskopi.18.19
Terlepas dari berbagai usaha mengembangkan tes diagnosis yang obyektif,
penegakan sindrom piriformis tetap sebaiknya didasarkan pada kumpulan tanda dan
gejala yang berasal dari riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes-tes diagnosis lainnya.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan dalam menanggulangi sindrom piriformis ini dapat
menggunakan intervensi farmakologis, non farmakologis dan pembedahan. Namum
memang tatalaksana yang digunakan pada penyakit ini biasanya dikombinasikan
antara farmakologis seperti NSAID dan nonfarmako logis seperti fisioterapi atau
rehabilitasi.

Gambar 8. Algoritma terapi sindrom piriformis

13
2.7.1 Intervensi Farmakologis
Penanganan konservatif pertama yang dapat digunakan adalah pemberian
NSAID. NSAID dan Paracetamol (Acetaminophen) telah menjadi pilihan dalam
penatalaksaan dari banyak kondisi yang bermanifestasi seperti LBP, termasuk
didalamnya sindrom Piriformis. Dari penelitian diketahui pasien dengan NSAID lebih
cepat mengalami perbaikan gejala dalam 1 minggu dibandingkan dengan yang
menggunakan placebo.24
Selain itu injeksi steroid (Triamcinolone 80 mg) dan/atau anestesi lokal
(Lidokain 1%) menggunakan jarum spinal 3,5 inci (8.9 cm) atau lebih panjang pada
pasien gemuk, dapat digunakan. Hindari injeksi langsung pada nervus ischiadicus
dengan meminta pasien melaporkan setiap perubahan sensasi selama prosedur.
Beberapa peneliti meyakini hanya sedikit atau bahkan tidak ada komponen inflamasi
yang terkait, maka disarankan hanya menggunakan lidokain 1% diikuti peregangan
piriformis segera. Injeksi tanpa steroid ini dapat setiap minggu selama periode 4-5
minggu sembari dinilai keefektifannya dan kemungkinan perlunya tindakan bedah.
Ada studi yang menggunakan 12.500 unit neurotoksin botulinum B atau toksin
botulinum A disertai fisioterapi, menunjukkan perbaikan setelah lebih dari 3 bulan.17-
19 Hampir 50% pasiennya mengalami efek samping berupa mulut kering dan disfagia.

2.7.2 Intervensi Nonfarmakologis


Pendekatan tatalaksana yang pertama dan utama ialah rehabilitasi, dimulai
dari aktifitas dan terapi fisis, penekanannya pada komponen-komponen yang
melibatkan otot piriformis. Tujuannya selain meregangkan dan menguatkan otot-otot
abduktor/ adduktor panggul juga mengurangi efek nyeri dan spasme. Peregangan
mandiri dapat dibantu dengan diatermi, ultrasound, stimulasi elektrik, ataupun teknik-
teknik manual lainnya. Bila teknik tersebut diaplikasikan sebelum peregangan otot
piriformis, maka akan memudahkan pergerakan kapsul sendi panggul ke anterior dan
posterior dan otot-otot abdomen untuk meregang sehingga tendon piriformis akan
mengalami relaksasi dan peregangan yang efektif.1

14
Pasien sebaiknya tetap menjalani program peregangan mandiri di rumah,
karena repetisi peregangan secara intensif sepanjang hari merupakan komponen
esensial program. Saat fase awal, peregangan sangat dianjurkan dilakukan minimal
tiap 6 jam. Peregangan musculus piriformis dapat dikerjakan di posisi telentang
ataupun tegak dengan tungkai yang terkait difleksikan dan dirotasi internal/adduksi
(Gambar 9).20 Terapi injeksi dapat disertakan bila keluhan menetap. Arah injeksi
ditujukan ke sendi sacroiliaca atau ke insersi musculus piriformis, dilakukan dengan
panduan pencitraan atau secara manual melalui palpasi titik yang paling lunak atau

dengan colok dubur.21

Gambar 9. Latihan pada sindrom piriformis (A) Duduk. (B) Telentang dengan posisi
panggul difleksikan 900 dan tungkai kanan diadduksi menyilang tungkai kiri.

2.7.3 Intervensi Pembedahan


Pembedahan adalah jalan terakhir, namun dapat memberikan hasil
signifikan.7,22-23 Pembedahan dalam kondisi ini meliputi reseksi musculus piriformis
atau tendon di dekat insersinya pada aspek superomedial dari trochanter major os
femur. Peneliti lain memakai teknik kombinasi dengan membelah tendon pada

15
insersinya dan kemudian pada ototnya di area keluarnya dari foramen ischiadicum
majus guna memisahkan otot ini dan mendekompresi nervus ischiadicus secara
keseluruhan serta mencegah rekurensinya akibat pembentukan fibrosis.1

16
BAB III
PENUTUP

Sindrom piriformis merupakan suatu terminology yang dilaporkan oleh


Robinson bahwa musculus piriformis dan jaringan fascia dapat menyebabkan
ischialgia.1 Frekuensi sindrom piriformis diperkirakan hampir 6% dari total kasus
iskialgia dalam praktek dokter keluarga di Amerika Serikat, sementara di Indonesia
belum ada data. Beberapa laporan menunjukkan rasio angka kejadian perempuan
dibanding laki-laki 6:1. Berdasarkan etiologi, sindrom piriformis dapat dibagi atas
penyebab primer dan sekunder. Penyebab primer terjadi akibat kompresi saraf
langsung akibat trauma atau faktor intrinsik musculus piriformis, termasuk variasi
anomali anatomi otot, hipertrofi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan sekunder
akibat trauma semacam perlengketan (adhesi). Penyebab sekunder termasuk gejala
yang terkait lesi massa dalam pelvis, infeksi,anomali pembuluh darah atau simpai
fibrosis yang melintasi saraf, bursitis tendon piriformis, inflamasi sacroiliaca, dan
adanya titik-titik picu myofascial.
Penegakan diagnosis sindrom piriformis sering dibuat setelah
mengeksklusi penyebab ischialgia lain. Robinson pertama kali menyusun penegakan
diagnosis berdasar 6 ciri: (1) riwayat jatuh pada pantat; (2) nyeri pada area: sendi
sacroiliaca, foramen ischiadicum majus, dan otot piriformis; (3) nyeri akut yang
kambuh saat membungkuk atau mengangkat; (4) adanya massa yang teraba di atas
piriformis; (5) Tanda Laseque positif; dan (6) atrofi gluteus.10 Beberapa pemeriksaan
fisik dapatmendukung diagnosis sindrom piriformis seperti tes Pace, tes Beatty, tes
Freiberg, dan palpasi spasme dengan tepat. Karena tidak ada tanda patognomonis,
beberapa diagnosis banding harus dipertimbangkan; antara lain: herniasi diskus
intervertebralis, degenerasi diskus intervertebralis, arthropati, sacroiliitis, nyeri
myofascial, dan bursitis trochanter femur.12
Pendekatan tatalaksana yang pertama dan utama ialah rehabilitasi, dimulai
dari aktifitas dan terapi fisis, penekanannya pada komponen-komponen yang
melibatkan otot piriformis Tujuannya selain meregangkan dan menguatkan otot-otot

17
abduktor/ adduktor panggul juga mengurangi efek nyeri dan spasme. Peregangan
mandiri dapat dibantu dengan diatermi, ultrasound, stimulasi elektrik, ataupun teknik-
teknik manual lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Mehta S, Auerbach JD, Chin KR. Extra-spinal disorders: Piriformis Syndrome.


April 2006. [cited 2015 October 5th]. Available from URL:
http://www.imissurgery.com/pdf/Slipman-Ch123-Piriformis%20Syndrome.pdf
2. Rodrigue T, Hardy RW. Diagnosis and treatment of piriformis syndrome.
Neurosurg Clin N Am 2001; 12(2):311–319.
3. Frymoyer JW. Back pain and sciatica. N Engl J Med 1988; 318(5):291–300.
4. Bernard TN Jr, Kirkaldy-Willis WH. Recognizing specific characteristics of
nonspecific low back pain. Clin Orthop 1987; 217:266–280.
5. Durrani Z, Winnie AP. Piriformis muscle syndrome: an underdiagnosed cause of
sciatica. J Pain Symptom Manage 1991; 6(6):374–379.
6. Brown JA, Braun MA, Namey TC. Piriformis syndrome in a 10-year-old boy as a
complication of operation with the patient in the sitting position. Neurosurgery
1988; 23(1):117–119.
7. Jankiewicz JJ, Hennrikus WL, Houkom JA. The appearance of the piriformis
muscle syndrome in computed tomography and magnetic resonance imaging. A
case report and review of the literature. Clin Orthop 1991; 262:205–209.
8. Parziale JR, Hudgins TH, Fishman LM. The piriformis syndrome. Am J Orthop
1996; 25(12):819–823.
9. Barton PM. Piriformis syndrome: a rational approach to management. Pain 1991;
47(3):345–352.
10. Benson ER, Schutzer SF. Posttraumatic piriformis syndrome: diagnosis and
results of operative treatment. J Bone Joint Surg [Am] 1999; 81(7):941–949.
11. Beatty RA. The piriformis muscle syndrome: a simple diagnostic maneuver.
Neurosurgery 1994; 34(3):512–514; discussion 514.
12. Chen WS. Sciatica due to piriformis pyomyositis. Report of a case. J Bone Joint
Surg [Am] 1992; 74(10):1546–1548.

19
13. Broadhurst NA, Simmons DN, Bond MJ. Piriformis Syndrome: Correlation of
Muscle Morphology With Symptoms and Signs. Arch Phys Med Rehabil
2004;85:2036-9.
14. Rossi P, Cardinali P, Serrao M, et al. Magnetic resonance imaging findings in
piriformis syndrome: a case report. Arch Phys Med Rehabil 2001; 82(4):519–521.
15. Fishman LM, Konnoth C, Rozner B. Botulinum neurotoxin type B and physical
therapy in the treatment of piriformis syndrome: a dose–finding study. Am J Phys
Med Rehabil 2004; 83(1):42–50; quiz 51–53.
16. Fishman LM, Zybert PA. Electrophysiologic evidence of piriformis syndrome.
Arch Phys Med Rehabil 1992; 73(4):359–364
17. Nakamura H, Seki M, Konishi S, et al. Piriformis syndrome diagnosed by cauda
equina action potentials: report of two cases. Spine 2003; 28(2):E37–E40.
18. Fishman SM, Caneris OA, Bandman TB, Audette JF, Borsook D. Injection of the
piriformis muscle by fluoroscopic and electromyographic guidance. RA Pain Med
1998;23:554-9.
19. Gonzalez P, Pepper M, Sullivan W, Akuthota Confirmation of Needle Placement
Within the Piriformis Muscle of a Cadaveric Specimen Using Anatomic
Landmarks and Fluoroscopic Guidance. Pain Physician 2008; 11:3:327-331
20. Cramp F, Bottrell O, Campbell H, Ellyatt P, Smith C, Wilde B. Non-surgical
management of piriformis syndrome: a systematic review. Physical Therapy
Reviews. 2007;12(1):66-72.
21. Foster MR. Piriformis syndrome. Orthopedics 2002; 25(8):821–825.
22. Lam AW, Thompson JF, McCarthy WH. Unilateral piriformis syndrome in a
patient with previous melanoma. Aust NZ J Surg 1993; 63(2):152–153.
23. Sayson SC, Ducey JP, Maybrey JB, et al. Sciatic entrapment neuropathy
associated with an anomalous piriformis muscle. Pain 1994; 59(1):149–152.
24. Van Tulder MW, Scholten RJ, Koes BW, Deyo RA. Nonsteroidal Anti-
Inflammatory Drugs for Low Back Pain : a Systematic Review Within The
Frameworks of The Cochrane Collaboration Back Review Group.
Spine.200;25:2501-2513.

20

Anda mungkin juga menyukai