Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang kesehatan N0.36 Tahun 2009, kesehatan adalah

keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup Produktif secara sosial dan

ekonomis. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian

kegiatan yang dilakukan secra terpadu, terintregasi dan berkesinambung untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, pengobatan penyakit, dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan masyarakat.

Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat

mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsure kesejahteraan umum

sebagai mana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UU No.36 Tahun 2014).

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan

kesehatan program, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.

1
2

Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar

masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang

setinggi-tinggi sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia

yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsure

kesejahteraan umum ( UU No. 36, 2014).

Faktor genetik merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses

tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam

sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kualitas dan kuatintas

pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat

sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya

pertumbuhan tulang. Dinegara maju, gangguan pertumbuhan sering

disebabkan oleh faktor genetik. Dinegara yang sedang berkembang, sering

disebabkan gangguan pertumbuhan selain faktor genetik juga faktor

lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal,

bahkan dapat menyababkan kematian anak sebelum umur balita (Ngastiyah,

2005).

Dystrophy muscular duchenne merupakan penyakit neuromuscular

herediter yang paling lazim, yang mengenai semua kelompok ras dan etnik,

insidennya 1 : 3.600 bayi laki-laki lahir hidup. Penyakit ini diwariskan sebagai

ciri resesif terkait X, kelainan gennya berasal pada kromosom X pada lokus

Xp21 dan merupakan salah satu gen terbesar saat ini teridentifikasi.
3

Dystrophy muscular duchenne memberikan deskripsi terinci pertamanya pada

tahun 1861, di mana telah mengenali sebagian besar gambaran klinis penyakit

yang khas yaitu, hipertrofi betis, kelemahan progresif, gangguan intelektual

dan poliferasi jaringan ikat dalam otot (Behrman, Robert dan Ann Arvin,

2000). Dystrophy muscular duchenne diwariskan dengan pola terkait X

resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan penyakit

ini terletak pada kromosom X, pada sekitar dua sepertiga kasus DMD, pria

yang terkena penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa salinan

gen DMD, Sepertiga yang lainnya mungkin diakibatkan karena mutasi baru

pada gen ini. Dystrophy muscular duchenne disebabkan oleh mutasi pada gen

untuk protein Dystropin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzim creatin

kinase (Wedantho, 2007).

Mutasi pada DMD menyebabkan penghentian prematur pada translasi

distropia, yaitu salah satu protein yang berperan dalam pembentukan sel-sel

tulang dan serat-serat otot (wagner dkk, 2001). Dystropin berfungsi untuk

memelihara struktur dari otot, tidak adanya Dystropin menyebabkan struktur

otot menjadi rusak sehingga menyebabkan salah satu unsur pokok creatin

kinase keluar dari otot, dimana unsur tersebut dibutuhkan dalam proses

pembentukkan energi untuk kontraksi (Emery Alan, 1994).

Dystropin merupakan bagian dari kompleks protein sarkolema dari

glykoprotein. Kompleks dystropin glykoprotein dapat menghasilkan stabilitas

sarkolema, dimana kompleks ini dikenal sebagai dystropin associated protein

(DAP) dan protein associated glycoprotein (DAG).


4

Bagian terpenting lainnya pada kompleks ini adalah dystroglican, suatu

glykoprotein yang berkaitan dengan matriks ekstraseluler, jika terjadi

kekurangan salah satu bagian kompleks tersebut akan menyebabkan terjadinya

abnormalitas pada komponen lainnya. Dystropin memiliki peranan utama

dalam otot karena link sitokleton (berkas protein yang menyusun sitoplasma

dalam sel) internal untuk matriks seluler.

Amino terminal dari dystropin mengikat f-aktin dan karbosit terminal ke

kompleks protein dystropin terkait (DAP) sarkolema, kehilangan Dystropin

bersifat paralel dengan kehilangan DAP dan penghancuran kompleks

dystroglican, perubahan ini menyebabkan sarkolema menjadi lemah dan

mudah hancur saat berkontraksi. Kehilangan dystropin juga menyebabkan

kehilangan dystroglican dan sacroglican sehingga membuat sakrolema

semakin rapuh, proses ini berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup

penderita. Selain itu, akibat kerapuhan membran otot memungkinkan

kebocoran komponen sitoplasmik seperti creatine kinase dan peningkatan

masuknya kalsium yang mengawali sejumlah patologis dan peristiwa yang

mengakibatkan gangguan pada transmisi tekanan normal dan tekanan lebih

besar ditempatkan pada myofibril dan protein membran yang menyebabkan

kerusakan sel otot (David KE dan Nowak KJ, 2006).

Jika dystropin tidak ada maka menyebabkan protein berkurang, tanpa

adanya Dystropin sarkolema akan menjadi tidak stabil, ketidakstabilan ini

menyebabkan struktur otot akan rusak, ketika mengalami kerusakan sel otot

protein berperan untuk memperbaiki, dan ketidakadaan dystropin


5

menyebabkan tidak bisa terjadinya proses sintesis protein (Leigh Chambers,

2009).

Bayi laki-laki yang terkena DMD biasanya jarang bergejala pada saat

lahir atau pada awal masa bayi, meskipun beberapa telah menderita hipotonia

ringan. Kemampuan motorik kasar dini, seperti membalikkan tubuh, duduk,

dan berdiri biasanya dicapai pada usia yang tepat atau mungkin agak

terlambat. Pengendalian kepala yang buruk pada masa bayi mungkin

merupakan tanda kelemahan yang pertama, bentuk wajah tertentu bukan

merupakan tanda, kerena kelemahan otot wajah merupakan kejadian akhir.

Pada usia kurang dari 12 bulan, anak biasanya sudah dapat berjalan, tetapi

mungkin masih tampak kelemahan pada bagian pinggul dalam bentuk samar-

samar secepat-cepatnya tahun kedua, anak yang mulai berjalan mungkin

mengambil postur lordosis bila sedang berdiri untuk mengkompensasi

kelemahan pada gluteus. Awal sering nyata pada usia 3 tahun dan

terekpresikan penuh pada usia 5 atau 6 tahun (Behrman, Robert dan Ann

Arvin, 2000).

Anak yang menderita DMD biasanya tumbuh seperti anak-anak normal

lainnya, tetapi sewaktu anak mulai berdiri dan dan mencoba untuk berjalan,

maka kelemahan pada otot-otot menjadi terlihat jelas, pada anak DMD

biasanya mempunyai pola berjalan “waddling gait” , yaitu gaya berjalan

teidak seimbang. Ini terjadi akibat dari kelemahan otot-otot panggul, dimana

otot-otot panggul di paksa bekerja sehingga badan tidak seimbang (Harsono,

1996). Pemeriksaana anak usia 3 sampai 5 tahun menandakan gejala klinis


6

awal dari DMD dan kelemahan otot data tersebut diperoleh dari penelitian di

klinik umum sebanyak 150 anak selama 3 sampai 4 tahun kemudian mulai

memanjat timbul untuk berdiri dari lantai menjadi semakin sulit dan memberi

sinyal fungsionalitas pertama yang signifikan pada usia 6 sampai 8 tahun

(Louis Missouri, 2003).

Lamanya waktu di mana penderita tetap berjalan sangat bervariasi,

beberapa penderita terikat pada kursi roda pada umur 7 tahun, sebagian besar

penderita terus berjalan dengan kesulitan yang semakin meningkat sampai usia

10 tahun tanpa intervensi ortopedik, kebanyakan anak laki-laki dengan

dystrophy muscular duchenne mampu berjalan sampai usia 12 tahun. Berjalan

adalah penting tidak hanya menunda depresi psikologis yang menyertai

kehilangan aspek ketidaktergantungan individu tetapi juga karena skoliosis

biasanya tidak menjadi komplikasi utama selama penderita tetap berusaha

berjalan, walaupun untuk sesingkat satu jam / hari. Skoliosis progresif dengan

cepat setelah terikat pada kursi roda (Behram, Robert dan Ann Arvin, 2000).

Otot pada anak yang mengalami DMD mengalami beberapa perubahan

histologi, degenerasi serabut saraf, lemak dan jaringan ikat menggantikan

serabut otot, dan terdapat variasi ukuran serabut dan nukleus sentral (Axton

Sharon dan Terri Fugate, 2014).

Prevalensi penderita Dystrophy muscular duchenne ini dapat terjadi

diseluruh dunia, Laporan kasus pada tahun 2007 menyatakan bahwa 1 dari

100.000 penduduk di dunia, ini mengacu pada jenis dan klasifikasi dari

Dystrophy muscular duchenne. Insiden DMD di Amerika serikat lebih tinggi


7

pada anak laki-laki, insiden keseluruhan sekitar 63 per 1 juta. Dystrophy

muscular duchenne terjadi sekitar dari 3.500-7.500 kelahiran pertahun

(Cowan Dkk, 1980).

Fisioterapi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan

kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan

memulihkan gerak dan fungsi sepanjang rentang kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,

elektroterapi dan mekanis), fungsi dan komunikasi. Fasilitas pelayanan

Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif

yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat

(PERMENKES NO. 80 Tahun 2013).

Fungsi fisioterapi dalam kasus ini adalah mengoptimalkan semua

otot selama mungkin supaya tidak terjadi kontraktur, pemeliharan fungsi

meliputi stretching exercise, latihan kekuatan otot, breathing exercise dan

penggunaan spirometri untuk meningkatkan dan mempertahankan

kemampuan vital paru-paru, rang of motion exercise, operasi untuk

melepaskan kontraktur dan penguatan ADL. Dan elektromedia yang bisa di

gunakan adalah Infrared, Tens dan MWD (Hockenberry Marilyn dan David

Wilson, 2015).

Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis memilih menggunakan

modalitas infrared dan terapi latihan (stretching, strengthening dan balance

exercise) pada kondisi dystrophy muscular duchenne.


8

Infrared atau infra merah merupakan sinar elektromagnetik yang

memiliki panjang gelombang lebih dari cahaya yang terlihat yakni antara

760nm – 1mm, dengan tujuan untuk pemanasan struktur musculoskeletal yang

terletak superficial dengan daya penetrasi 1 atau 2mm. Fungsi dari infrared

adalah untuk vasodilatasi, membantu proses metabolisme, berkeringat,

sensibilitas (Low Jhon, Ann Reed dan Mery Dyson, 2000).

Terapi Latihan adalah gerakan tubuh, postur atau aktivitas fisik yang

dilakukan secara sistematis dan terencana guna memberikan manfaat bagi

pasien untuk memperbaiki atau mencegah gangguan, meningkatkan,

mengembalikan atau menambah fungsi fisik, mencegah atau mengurangi

faktor risiko terkait kesehatan, dan mengoptimalkan kondisi kesehatan,

kebugaran (Carolyn Kisner dan Lynn Allen, 2017)

Stretching exercise merupakan suatu bentuk terapi yang di susun untuk

mengulur struktur jaringan lunak yang mengalami pemendekan secara

patologis dan dengan dosis tertentu dapat menambah range of motion.

Stretching dilakukan ketika pasien dalam keadaan rileks, menggunakan gaya

dari luar, dilakukan secara manual atau dengan bantuan alat untuk menambah

panjang jaringan yang memendek. Diharapkan dengan rileks tersebut dapat

mengurangi spastisitas ( Kisner dan Colby,1996).

Strengthening adalah latihan penguatan pada otot yang menggunakan

tahanan baik dari luar atau alat maupun dari beban tubuh sendiri.

Strengthening dilakukan secara teratur, terencana, berulang-ulang dan semakin

bertambah beban atau pengulangan ( Baecle, 2008).


9

Balance exercise merupakan merupakan intervensi fisioterapi yang

dapat permasalahan yang mempengaruhi keseimbangan postural (Kusnanto,

2007). Latiahan balance exercise merupakan aktifitas fisik dilakukan dengan

meningkatkan kestabilan tubuh dengan meningkatkan kekuatan otot

ekstermitas bawah (Nyman, 2007).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis berkeinginan untuk

mengetahui manfaat infrared dan terapi latihan pada penderita dystrophy

muscular duchenne. Sehingga penulis tertarik untuk mengangkat judul karya

tulis ilmiah yaitu “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

DYSTROPHY MUSCULAR DUCHENNE DENGAN MODALITAS

INFRARED DAN TERAPI LATIHAN.”

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas dapat diperoleh

beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah infrared dapat meningkatkan vasodilatasi pada kondisi dystrophy

muscular duchenne ?

2. Apakah terapi latihan dapat meningkatkan aktifitas fungsional pada

kondisi kondisi dystrophy muscular duchenne ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dalam rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, muncul

beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis antara lain :


10

1. Tujuan umum

Untuk memenuhi syarat akademik guna menyelesaikan program

studi DIII fisioterapi Stikes Baiturrahim Jambi.

2. Tujuan khusus

1) Untuk mengetahui apakah infrared dapat meningkatkan vasodilatasi

pada kondisi dystrophy muscular duchenne ?

2) Untuk mengetahui apakah terapi latihan dapat meningkatkan aktifitas

fungsional pada kondisi kondisi dystrophy muscular duchenne ?

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :

1. Bagi penulis

Diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang

mendalam, agar lebih memehami dan menambah pengalaman mengenai

kasus dystrophy muscular duchenne .

2. Bagi Fisioterapi

Dapat menambah informasi, pedoman dan acuan bagi fisioterapi

serta memberikan pemahaman tentang kasus dystrophy muscular

duchenne.

3. Bagi Pendidikan

Dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan sebagai referensi dan

informasi tentang kasus muscular dystrophy duchenne.


11

4. Bagi institusi kesehatan

Dapat bermanfaat bagi ilustrasi kesehatan agar menambah

informasi pedoman dan acuan dalam menangani kasus dystrophy muscular

duchenne.

5. Bagi Masyarakat

Untuk memberikan wawasan dan mempublikasikan informasi tentang

kasus dystrophy muscular duchenne.

Anda mungkin juga menyukai