PENDAHULUAN
Bell’s palsy adalah kelemahan pada otot wajah dengan tipe Lower Motor
bersifat idiopatik di luar sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik
lainnya (1)
sekitar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahun. Dalam hal ini didapatkan
frekuensi terjadinya Bell’s Palsy di Indonesia sebesar 19,55%, dari seluruh kasus
neuropati terbanyak yang sering dijumpai terjadi pada usia 20 – 50 tahun dan
mengenai salah satu sisi saja (unilateral), jarang bilateral dan dapat berulang (2)
Kelumpuan pada nerfus fasialis tidak memiliki penyebab yang jelas, namun
ada yang menyebutkan bahwa penyebab Bell’s Palsy adalah angin yang masuk ke
dalam tengkorak, keadaan ini membuat syaraf di sekitar wajah mengalami sembab
ke syaraf tersebut terhenti. Hal itu menyebabkan iskemik pada sel sehingga fungsi
Tetapi ada beberapa teori secara umum dapat diajukan sebagai penyebab bell’s
pallsy yaitu teori iskemik vaskuler, teori infeksi firus, dan teori herediter. Tanda
dan gejala yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy biasanya bila dahi di kerutkan
lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak dapat
01
menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat di saksikan.
Salah satu gejala Bell’s palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat
matanya tetap kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena bell. Pada observasi
dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika
mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung.
tidak sehat serta air mata yang keluar secara berlebihan di sisi kelumpuhan dan
pengecapan pada dua per tiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. (1), (5)
1.2 Tujuan
Umtuk mempelajari penyakit bell’s palsy dari definisi, anatomi saraf fasialis
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tipe lower motor neuron (LMN) akibat paralisis nerus fasial perifer (Nervus VII))
yang bersifat akut, unilateral, dan penyebabnya tidak teridentifikasi (1). Serta
2.2 Anatomi
Nerfus fasialis, atau saraf ke VII dengan dominan utama saraf motoric yang
memberikan persarapan pada otot-otot ekspresi wajah. Selain itu saraf fasial juga
memiliki sarabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan selaput mukosa
rongga mulut dan hidung. dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari
daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan
sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi
proprioseptif dari otot yang disarafinya. Sarat fasial mengandung empat serat,
01
(3) Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di
(4) Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus.
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang
menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai
pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda
akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan
11
pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius
dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis
bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan
dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari
Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang
(1) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus
(2) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari
nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan
dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis
falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke dalam cavum timpani
21
facialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal (pars timpani). Saraf ini
berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok tegak lurus ke bawah
(genu eksternum) di dalam canalis falopii pars mastoidea. Bagian saraf yang
berada didalam canalis falopii pars timpani disebut nervus facialis pars
horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars mastoidea disebut nervus facialis
pars vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari tulang tengkorak melalui
membentuk
cabangkecil ke auricular posterior (mempersarafi m. occipitalis dan m. stylohoide
us dan sensasi kutaneus pada kulit dari meatus auditori eksterna) dan ke
ini terdapat pada bagian superior dari kelenjar parotid, dan mempersarafi dot- otot
dan m. Platysma.
31
Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus
menyebabkan hiperakusis.
Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi
Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut yang bersifat sekreto-
41
Gambar: persarafan falialis (10)
Sumber: https://dorkydoctor.wordpress.com/2015/05/02/mengenal-bells-palsy/
Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100.000 penduduk per tahun.
Di Belanda 1 penderita per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20.000
anak per tahun. Bell’s Palsy dapat menyerang pria dan wanita pada setiap usia
2.6 Ethiologietiopatogenesis
Beberapa teori telah diduga sebagai penyebab dari Bell’s palsy, antara lain:
(4),(9)
1. iskemik vaskular
saraf.
51
2. imunologi
3. infeksi dan
terjadi pada seluruh perjalanan saraf dan bukan oleh kompresi pada
kanal tulang.
autoimun.
pada paresis nervus fasialis UMN (karena lesi dikorteks atau kapsula interna)
otot wajah bagian bawah saja yang jelas paretik, sedangkan otot wajah atas
(karena lesi infranuklearis), baik otot wajah atas maupun bawah, kedua-
Gejala yang timbul pada cedera N. Fasialis bergantung pada lokasi lesi
berdasarkan anatominya.
61
Cedera pada segmen vertical mastoid terlihat hilangnya fungsi pengecapan
Pada cederah segmen horizonal (N. fasialis segmen telingga tenggah) akan
teral.
Jika ditinjau dari letak lesinya, tidak semua gejala dan tanda tersebut muncul.
Terdapat lima letak lesi yang dapat memberikan petunjuk munculnya gejala
seluruh otot wajah ipsilateral, gangguan pendengaran berupa tuli dan gangguan
keseimbangan.
Pada lesi yang terletak setinggi Ganglion Genikulatum akan terjadi kelemahan
seluruh otot wajah ipsilateral serta gangguan pengecapan, lakrimasi dan salivasi.
71
Sementara itu lesi setinggi Nervus Stapedius menyebabkan kelemahan seluruh
paralisis akut motoric otot wajah pada bagian atas dan bawah unilateral-
periode 48 jam
Rasa tebal atau kaku pada separuh wajah tanpa defisit sensoris yang
obyektif
Hiperakusis
Gangguan pengecapan.
81
2.8 Patofisiologi Bell’s Palsy
yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi. Teori virus lebih
genom virus herpes simpleks (HSV) di ganglion genikulatum seorang pria usia
lanjut yang meninggal enam minggu setelah mengalami Bell’s palsy. (8)
genom virus, dikenal sebagai HSV tipe 1 di dalam cairan endoneural sekeliling
saraf ketujuh pada 11 sampel dari 14 kasus Bell’s palsy yang dilakukan
HSV dalam telinga dan lidah tikus yang menyebabkan paralisis pada wajah tikus
tersebut. Antigen virus tersebut kemudian ditemukan pada saraf fasialis dan
ganglion genikulatum. Dengan adanya temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes
91
2.9 Diagnosis (7)
2.9.1 Anamnesis
Gejala awal:
• Hiperakusis (30%)
• Epiphora
• Nyeri ocular
• Penglihatan kabur
Onset Bells’ palsy mendadak, dan gejala mencapai puncaknya kurang dari 48
jam. Kebanyakan pasien mencatat paresis terjadi pada pagi hari. Kebanyakan 3.
Pemeriksaan Fisi
Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung dan mulut harus
kelemahan wajah satu sisi (atas dan bawah). Pada lesi UMN (lesi supra
02
nuclear di atas nukleus pons), 1/3 wajah bagian atas tidak mengalami
bilateral pada level batang otak. Inspeksi awal pasien memperlihatkan 117
lipatan datar pada dahi dan lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan.
2. Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan terjadi distorsi dan lateralisasi
3. Pada saat pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi dahi terlihat datar.
4. Pasien juga dapat melaporkan peningkatan salivasi pada sisi yang lumpuh.
Jika paralisis melibatkan hanya wajah bagian bawah, penyebab sentral harus
atau lesi intra serebral harus sangat dicurigai. Jika paralisis fasial onsetnya
gradual, kelumpuhan pada sisi kontralateral, atau ada riwayat trauma dan infeksi,
paresis masih mungkin, namun biasanya tidak memburuk pada hari ke 7 sampai
10. Progresifitas antara hari ke 7-10 dicurigai diagnosis yang berbeda. Pasien
• Corneal exposure
12
Manifestasi okular lanjut:
• Dua pertiga pasien mengeluh masalah air mata. Hal ini terjadi karena
Gangguan pengecapan
mengenal penurunan rasa, karena sisi lidah yang lain tidak mengalami 118
komplit
diagnosis eksklusi.
b. Tidak adanya gejala dan tanda pada susunan saraf pusat, telinga, dan
Jika terdapat kelumpuhan pada saraf kranial yang lain, kelumpuhan motorik
22
dan gangguan sensorik, maka penyakit neurologis lain harus dipikirkan (misalnya:
berikut:
32
4. Mata tidak menutup sempurna.
1. Asimetris luas.
saraf pusat (SSP). Pada pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien yang dicurigai
42
disebut electroneuromyograph lalu rekaman yang dihasilkan disebut dengan
Elektroneuromiogram.
Teknik ini mendeteksi potensial aksi dari sel saraf dan otot dengan
Miografi (ENMG) dilakukan ketika pasien mengalami penjepitan saraf tepi seperti
pada B ell’s palsy atau carpal tunnel syndrome dan kelemahan otot yang dicurigai
bukan karena gangguan pada otak. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk
membedakan antara masalah-masalah yang berasal dari otot itu sendiri atau dari
gangguan syaraf.
Otot memiliki sinyal elektrik yang bergerak saat otot bekerja. Sinyal ini tak
52
2.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding paralisis fasialis dapat dibagi menurut lokasi lesi sentral
dan perifer.
1. Kelainan sentral
kontralateral;
sebelumnya.
2. Kelainan perifer
otitis media supuratif dan mastoiditis apabila terjadi reaksi radang dalam
herpes zoster otikus bila ditemukan adanya tuli perseptif, tampak vesikel
ditemukan adanya paresis bilateral dan akut; kelainan miastenia gravis jika
62
apabila disertai kelainan nervus kranialis V dan VIII; tumor kelenjar parotis
2.11 Pentalaksanaan
Peran dokter umum sebagai lini terdepan pelayanan primer berupa identifikasi
dini dan merujuk ke spesialis saraf (jika tersedia) apabila terdapat kelainan lain
diagnosis banding Bell’s palsy. Jika tidak tersedia, dokter umum dapat
Terapi yang diberikan dokter umum dapat berupa kombinasi fakmakologis dan
1. Terapi Farmakologis
direkomendasikan adalah:
Prednisolone 1 mg/kg atau 60 mg/hari selama 6 hari, harus
72
b. Terapi antiviral: dari beberap studi meragukan bukti
direkomendasikan adalah:
Asiklovir dengan dosis 400 mg oral 5x sehari selama 10
Fisioterapi
82
keparahan penyakit, yaitu kategori inisiasi, fasilitasi, kontrol
2.10 Komplikasi
Iritasi dan ulserasi kornea, karena pada pasien bell’s palsy mengalami
kesulitan menutup mata di bagian yang mengalami lesi, maka harus ada
pembedahan kosmetik
sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal), dan
2.11 Prognosis
bervariasi antara beberapa minggu sampai 12 bulan. Pada umumnya Sekitar 80-
90% pasien dengan Bell’s palsy sembuh total dalam 6 minggu, dan sekitar 30%
menetap.
Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi komplit (risiko
gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti
92
denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan
inkomplit pada fase akut (penyembuhan total), pemberian terapi secara dini,
sangat baik.
03
BAB III
KESIMPULAN
Bell’s Palsy merupakan sindrom klinis gangguan saraf fasialis yang bersifat
Gejala klinis berupa: gangguan kelumpuhan pada separuh wajah seperti halnya
separuh mulut, alis dan kelopak mata susah digerakkan ke atas pada sisi yang
sakit, terasa nyeri pada rahang dari ringan-moderate, terkadang adanya ganggu
Terapi steroid untuk bell’s palsy sampai sekarang menjadi obat pilihan
antiviran walaupun secara bukti masih diragukan, namun pada kondisi tertentu,
01
DAFTAR PUSTAKA
1. purnomo, hari, et al. buku ajar Neurologi. malang : sangung seto, 2017.
4. Karakteristik pasien Bell's pallsy di rumah sakit umum pusat DR. Waidin
sudirousodo pada tahun 201. Habdulla, Hilman. 2016, unhas, pp. 24-31.
2013.
sistem terpadu dan disertai kumpulan kasus klinik. tangeran selatan : karisma
10. Corticosteroids for Bell’s palsy (idiopathic facial paralysis). Madhok VB,