Anda di halaman 1dari 56

PBL SISTEM NEUROPSKIATRI

MODUL 2 “KEJANG”
Tutor : Dr. dr. Prabowo Soemarto, Sp.PA

KELOMPOK 1
Fahmi Fil Ardli 2013730141
Ibnu Fajar Sidik 2013730148
M. Zetvandi Ibrahim 2013730151
Mutiara Putri Camelia 2013730157
Nabila Nitha Alifia 2013730158
Rafhani Fayyadh 2013730167
Rani Rahmadiyanti 2013730168
RR. Hestin DP 2013730172
Sabrina Qurotta’ayun 2013730173
Vanessa Ully Rakhma 2013730185
Hila Amalia Mantika 2012730132
Skenario
KASUS 4
Perempuan usia 50 tahun diantarkan oleh
keluarganya ke IGD karena kejang umum dan tidak
sadar sejak 10 menit.
Dokter jaga melakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium; didapatkan hasil Gula darah sewaktu
400 mg/dL. Pasien ini pernah dirawat dengan DM
yang diidap selama 15 tahun, tidak terkontrol. CT
scan kepala tampak oedem otak yang luas, EEG
terdapat gambaran abnormal delta wave reguler
simetris. Pemeriksaan fisik neurologis tidak nampak
adanya kelumpuhan Nn kranialis maupun anggota
gerak.
Kata Sulit
EEG: Abnormal, delta wave simetris reguler

Kata/Kalimat Kunci
• Perempuan 50 tahun
• Kejang dan tidak sadar sejak 10 menit
• RPD: DM diidap 15 tahun tidak terkontrol
• CT SCAN: oedem otak luas
• EEG: Abnormal, delta wave simetris reguler
Mind Map
s

Perempuan, 50 tahun

KEJANG

Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Penunjang

Diagnosis
Banding

Penatalaksanaan
Pertanyaan
1. Jelaskan definisi, etiologi, klasifikasi dari kejang?
2. Bagaimana patomekanisme dari gejala kejang?
3. Jelaskan penyakit-penyakit dengan gejala kejang?
4. Jelaskan hubungan oedem otak dengan kejang?
5. Jelaskan hubungan riwayat DM dengan kejang?
6. Jelaskan hasil interpretasi dari EEG dan kaitannya dengan
scenario?
7. Jelaskan terapi pasca kejang dan pencegahannya?
8. Jelaskan alur diagnosis pada kasus?
9. Jelaskan hubungan kejang umum dengan penurunan
kesadaran?
10.Diagnosis Banding 1!
11.Diagnosis Banding!
1. Definisi, etiologi, dan klasikasi kejang
M. Zetvandi Ibrahim 2013730151
Definisi
Kejang adalah masalah neurologik yang relatif
sering di jumpai. Dipekirakan bahwa 1 dari
selama hidup mereka. Dua puncak usia untuk
isidensi kejang adalah dekade pertama
kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang
terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang
berlebihan dari suatu populasi neuron yang
sangat mudah terpacu ( fokus kejang) sehingga
menggangu fungsi normal otak
Etiologi
• Kejang dapat terjadi pada setiap individu yang mengalami.
• Hipoksemia berat (penurunan oksigen dalam darah).
• Hipoglikemia (penurunan glukosa dalam darah).
• Asidemia (peningkatan asam dalam darah).
• Alkalemia (penurunan asam dalam darah).
• Dehidrasi.
• Intoksikasi air.
• Demam tinggi.
• Putus obat.
• Penyalahgunaan obat.
• Toksemia pada kehamilan juga dapat menyebabkan kejang.
Klasifikasi kejang
• Parsial
• Parsial sederhana
• Parsial kompleks
• Generalisata
• Tonik-tonik
• Absence
• Mioklonik
• Atonik
• Klonik
• Tonik
2. Patomekanisme Kejang
Ibnu Fajar Sidik 2013730148
Patomekanisme Kejang

Lesi di otak tengah, talamus,


Kejang terjadi akibat lepas
dan korteks serebrum
muatan paroksismal yang Aktivitas kejang sebagian
kemungkinan besar bersifat
berlebihan dari sebuah fokus bergantung pada lokasi lepas
epileptogenik, sedangkan lesi
kejang atau dari jaringan muatan yang berlebihan
di serebelum dan batang otak
normal yang terganggu akibat tersebut.
umumnya tidak memicu
suatu keadaan patologik.
kejang.
Substansia Biokimia yang
Mempengaruhi Kejang

Ketidakseimbanganion
Instabilitas membran sel Neuron-neuron yang mengubah
Kelainan polarisasai
saraf hipersensitif keseimbangan asam-basa
/ elektrolit

Kebutuhan metabolik
secara drastis Aliran darah otak
Perubahan-perubahan
meningkatnya meningkat; lepas meningkat, demikian Asam glutamat mungkin
metabolik yang terjadi
kebutuhan energi akibat muatan listrik sel-sel juga respirasi dan mengalami deplesi
selama dan segera
hiperaktivitas neuron saraf motorik glikolisis jaringan dan selama aktivitas kejang
setelah kejang
meningkat menjadi Asetilkolin muncul
1000/detik
3. Jelaskan penyakit-penyakit
dengan gejala kejang!
Rafhani Fayyadh 2013730167
Epilepsi

Penyakit-
penyakit dengan
gejala “KEJANG”

Cedera
Meningoensefalitis
Kepala
EPILEPSI

• berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein


yang berarti serangan
• merupakan manifestasi gangguan fungsi otak
Definisi dengan berbagai etiologi, dengan gejala
tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak
secara berlebihan dan paroksimal.

• multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus

Etiologi epilepsi idiopatik


• dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal
dan kejang umum
MANIFESTASI KLINIS

-kejang motorik fokal, femnomena


halusinatorik, psikoilusi, atau
Sederhana emosional kompleks.

Kejang -kesadaran penderita masih baik.

Parsial -Gejala bervariasi dan hampir sama


Kompleks dengan kejang parsial sederhana
-penurunan kesadaran dan otomatisme

Kejang Atonik : Hilangnya


Kejang Absans : Hilangnya
tonus mendadak, pada otot Kejang Mioklonik : kontraksi
kesadaran sessat (beberapa
anggota badan, leher, dan otot bilateral simetris yang
detik), mendadak amnesia.
badan. Durasi kejang bisa cepat dan singkat. Kejang
aura atau halusinasi, ssering
sangat singkat atau lebih tunggal atau berulang
Kejang tidak terdeteksi.
lama.
Umum
Kejang Tonik-Klonik :
Kesadaran hilang dengan
Kejang Tonik : otot kaku &
cepat dan total, kontraksi Kejang Klonik : hampir sama
tegang, kehilangan
menetap dan masif di seluruh dengan kejang mioklonik,
keseimbangan hingga
otot, mata deviasi ke atas, kejang sampai 2 menit
terjatuh
fase tonik 10-20 detik, klonik
30 detik
MENINGOENSEFALITIS

• Peradangan otak dan meningen


• Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia,
atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis
• ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur,
DEFINISI ricketsia, atau virus

• Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan yang jernih.
Penyebabnya antara lain Mycobacterium tuberculosa, Toxoplasma gondii, Ricketsia dan virus
• Meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
KLASIFIKASI spinalis. Penyebabnya Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok),
Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeuruginosa

Pada Meningitis bakteri, mediator radang dan Pada ensefalitis, reaksi


toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid
menyebar ke dalam parenkim otak dan
radang mencapai cairan
menyebabkan respon radang jaringan otak serebrospinal (CSS)
MANIFESTASI
KLINIS

Gejala-gejala meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher,


vomiting)

Disertai perubahan kesadaran, konvulsi,

Meningoensefalitis ditandai dengan panas mendadak, letargi, muntah dan


kejang

Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator


paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Penilaian GCS (The Glasgow
Coma Scale) sangat penting

Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit ditandai dengan
panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan
nyeri punggung.
PATOFISIOLOGI

Mula-mula terjadi peradangan


supuratif pada selaput/jaringan daerah yang mengalami
Bagian tengah kemudian
otak. Proses peradangan ini peradangan timbul edema,
melunak dan membentuk
membentuk eksudat, trombosis perlunakan, dan kongesti
dinding yang kuat membentuk
septik pada pembuluh- jaringan otak disertai
kapsul yang kosentris
pembuluh darah, dan agregasi perdarahan kecil
leukosit yang sudah mati

Abses dapat membesar,


Di sekeliling abses terjadi
kemudian pecah dan masuk ke
Seluruh proses ini memakan infiltrasi leukosit
dalam ventrikulus atau ruang
waktu kurang dari 2 minggu. polimorfonuklear, sel-sel plasma
subaraknoid yang dapat
dan limfosit
mengakibatkan meningitis
CEDERA KEPALA

Menurut Brain Injury Association of America (2009), cedera


kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat Cedera kepala merupakan
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan proses dimana terjadi
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau trauma langsung atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan Cedera kepala adalah trauma deselerasi terhadap kepala
kemampuan kognitif dan fungsi fisik mekanik pada kepala yang yang menyebabkan
terjadi baik secara langsung kerusakan tengkorak dan
atau tidak langsung yang otak (Pierce & Neil. 2006).
kemudian dapat berakibat
kepada gangguan fungsi
neurologis, fungsi fisik,
kognitif, psikososial, bersifat
temporer atau permanent

dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma


pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik
secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala Etiologi & Faktor Predisposisi : Kecelakaan,
yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan jatuh, kecelakaan kendaraan, saat olahraga,
kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan. cedera akibat kekerasan, terkena pukulan
atau benturean benda tumpul maupun tajam
PATOFISIOLOGI

Cedera perlambatan deselerasi


Pada cedera kepala, kerusakan Perbedaan densitas antara tulang
adalah bila kepala membentur
otak dapat terjadi dalam dua tengkorak (substansi solid) dan otak
objek yang secara relatif tidak
tahap yaitu cedera primer dan (substansi semisolid) menyebabkan
bergerak, seperti badan mobil
cedera sekunder tengkorak bergerak lebih cepat dari
atau tanah
muatan intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak
memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada
Cedera primer merupakan cedera tempat yang berlawanan dari
Cedera percepatan aselerasi
pada kepala sebagai akibat benturan (contrecoup).
terjadi jika benda yang sedang
langsung dari suatu ruda paksa,
bergerak membentur kepala yang
dapat disebabkan benturan
diam, seperti trauma akibat
langsung kepala dengan suatu
pukulan benda tumpul, atau
benda keras maupun oleh proses
karena kena lemparan benda
akselarasi-deselarasi gerakan
tumpul.
kepala
Cedera sekunder merupakan
cedera yang terjadi akibat
Cedera primer yang diakibatkan berbagai proses patologis yang
oleh adanya benturan pada timbul sebagai tahap lanjutan dari
Akselarasi-deselarasi terjadi kerusakan otak primer, berupa
tulang tengkorak dan daerah
karena kepala bergerak dan perdarahan, edema otak,
sekitarnya disebut lesi coup. Pada
berhenti secara mendadak dan kerusakan neuron berkelanjutan,
daerah yang berlawanan dengan
kasar saat terjadi trauma iskemia, peningkatan tekanan
tempat benturan akan terjadi lesi
yang disebut contrecoup. intrakranial dan perubahan
neurokimiawi
KLASIFIKASI

Tumpul
Mekanisme
Tembus
(Penetrasi)

Ringan

CEDERA KEPALA Nilai GCS Sedang

Berat

Fraktura
Tengkorak
Morfologi
Lesi
Intrakranial
MANIFESTASI
KLINIS

TRAUMA RINGAN
TRAUMA BERAT
a. Pasien tertidur atau kesadaran
yang menurun selama beberapa saat a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa
kemudian sembuh. sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
b. Pusing dan Sakit kepala yang penurunan kesehatan.
menetap atau berkepanjangan. b. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang
c. Mual atau dan muntah. menunjukkan peningkatan di otak menurun atau
meningkat.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan c. Nyeri menetap atau setempat biasanya
yang menurun, perasaan cemas menunjukkan fraktur
e. Perubahan keperibadian diri. d. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, e. Triad Cushing (denyut jantung menurun,
gangguan bicara, gangguan perilaku hipertensi, depresi pernafasan).
f. Letargik f. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial,
terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstrimitas
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera
otak akut selama fase akut.
4. Jelaskan hubungan edema otak dengan kejang?
Sabrina Qurrotaa’yun 2013730173
Pathway
Neorologis
Non neorologis

Luka tembus, Cedera Cedera sekunder/


luka lecet primer/langsung tak langsung

Kerusakan jaringan Laserasi Kerusakan syaraf otak


kulit kepala

Aliran darah ke otak menurun Reflek batuk perubahan pola


menurun pernapasan
Risiko tinggi infeksi
Suplai nutrien ke otak menurun
(O2,glukosa)
Bersihan jalan nafas
Fraktur tulang tengkorak tidak efektif
Perubahan metabolisme aerob
menjadi anaerob

Asam laktat meningkat Hipoksia Produksi ATP Metabolisme Asidosis


berkurang

Oedema Jaringan otak


Vasodilatasi cerebral Energi berkurang Peningkatan
asam laktat
Gangguan
perfusi serebral
Aliran darah ke otak
Depresi sistem
bertambah TIK meningkat Lemah,lesu
pernapasan

Penekanan pembuluh darah Gangguan mobilitas


Nyeri kepala fisik/intoleran aktivitas
dan jaringan cerebral Pola nafas
tak efektif

Kurang Perawatan Diri


Gangguan Gangguan rasa
persepsi-sensori nyaman: nyeri

Mual, muntah, nafsu Risiko kurang nutrisi


makan turun dari kebutuhan
5. Jelaskan hubungan riwayat DM
dengan gejala kejang ?
Fahmi Fil Ardli (2013730141)
DM dengan Kejang
Hiperglikemia
Peningkatan
Diabetes Melitus dalam plasma &
lipolisis
Glukosuria berat

Peningkatan
Peningkatan Asidosis
oksidasi asam
keton metabolik
lemak

Kejang tipe
Ini Dapat hilang
Kejang Jika
faktor
pencetusnya
dihilangkan
6. Jelaskan hasil interpretasi dari EEG dan
kaitannya dengan skenario !
RR. Hestin Diah Prasanty 2013730172
Elektroensefalogram (EEG) Kegunaan

• Definisi: • Menilai gangguan di otak.


• Aliran arus ekstrasel yang • Menilai telah terjadinya
berasal dari aktivitas listrik kematian otak. recovery.
di dalam korteks serebri • Sebagai first line method
dapat dideteksi dengan untuk diagnosis tumor
meletakkan elektroda maupun stroke.
perekam di kulit kepala • Membantu menentukan
untuk menghasilkan lokasi situs epilepticus
rekaman grafik. pada neurosurgery.
Cara Memeriksa EEG

• Elektroda dilekatkan di beberapa area di kulit


kepala seperti terlihat pada gambar dengan
menggunakan gel khusus.
• Otak kita akan menghantarkan impuls listrik dari
elektroda yang menempel di kepala ke EEG.
• Pasien biasanya disuruh menarik napas yang
dalam dan pelan atau diberikan stimulus visual
seperti senter cahaya kemudian diperhatikan
gelombang EEG yang tercetak di kertas.
• Jika EEG yang diambil adalah EEG ketika tidur,
maka pasien akan dibiarkan tidur dalam posisi
serelax mungkin selama 2-3 jam kemudian
dilakukan perekaman
Terdapat 4 jenis gelombang di otak
• Gelombang alfa: gelombang otak yang ritmis dan mempunyai frekuensi 8-13
siklus/detik, biasanya dijumpai pada EEG seseorang yang terbangun dan
dalam keadaan relaksasi. Gelombang ini lebih kuat di bagian oksipital otak.
• Gelombang beta: mempunyai frekuensi lebih besar yaitu >14-30 siklus/detik.
Terdapat pada lobus parietalis dan frontalis. Gelombang ini biasanya pada
keadaan mengantuk maupun pengaruh obat-obatan (barbiturat,
benzodiazepin).
• Gelombang theta: mempunyai frekuensi diantara 4-7 siklus/detik, datang
dari lobus parietalis dan temporalis. Gelombang ini biasanya terjadi pada
orang yang mengalami frustasi atau kecewa, dapat juga terjadi pada
penyakit otak degeneratif.
• Gelombang delta: gelombang pada frekuensi yang kurang dari 0.5-3
siklus/detik. Sering berlaku pada tidur yang dalam.
7. Terapi pasca kejang dan pencegahannya!
Nabila Nitha Alifia 2013730158
TERAPI PASCA KEJANG
Golongan Hidanton
• Fenitonin

Golongan Barbiturat
• Fenobarbital
• Primidon

Golongan Oksazolidindion
• Trimetadion

Golongan Suksinimid
• Etosuksimid

Golongan Benzodiazepin
• Diazepam
• Klonazepam
• Nitrazepam

Karbamazepin
Asam Valproat
PENCEGAHAN KEJANG

• Melakukan pengobatan kausal kalau perlu


dengan pembedahan; umpamanya pada
tumor serebri;
• Menghindari faktor pencetus suatu bangkitan,
umpamanya minum alcohol, emosi, kelelahan
fisik maupun mental; dan
• Penggunaan antikonvulsi/antiepilepsi
Diagnosis Epilepsi
Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?
 Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak
enak pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi?
 Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung?
 Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung?
 Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari?
 Apakah ada faktor pencetus ?
 Bagaimana frekwensi serangan kejang ?
 Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ?
 Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam?
 Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan
kejang?
 Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat?
Anamnesis
3. Riwayat Medik Dahulu:
 Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun
proses persalinannya?
 Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau “respiratory distress”?
 Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?
 Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah
serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang
demam kompleks 13 %.
 Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang
disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat
adanya cysticercosis.
 Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala,
perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?
 Apakah ada riwayat tumor otak?
 Apakah ada riwayat stroke?
4. Riwayat Sosial
 Apa latar belakang pendidikan pasien?
 Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya?
 Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor?
 Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien
merencanakan kehamilan pada waktu yang akan datang?
 Apakah pasien peminum alkohol?
Anamnesis
5. Riwayat Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang epileptik atau memiliki penyakit-penyakit yang
erta hubungannya dengan epilepsi.
6. Riwayat Alergi
7. Riwayat Pengobatan

Pemeriksaan Fisik & Neurologi


1. Deteksi penyakit vaskular
2. Pemeriksaan Kulit
3. Bekas gigitan di lidah
4. Bekas Luka
Pemeriksaan neurologi:
Status mental, “gait“ , koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan
sensorik, serta refleks tendon.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, “
Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test fungsi hepar
EEG
 Alat diagnosis Utama serangan kejang yang jelas atau yang
meragukan.
 Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola
epileptiform pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung
diagnosis epilepsi.
 Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG
dapat menjelaskan manifestasi klinis daripada“aura“ maupun jenis
serangan kejang.

VIDEO EEG
 Bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi atau serangan kejang
yang bukan oleh karena epilepsi
 Bila pada pemeriksaan rutin EEG hasilnya negatif tetapi serangan kejang
masih saja terjadi
 Bila pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan.

RADIOLOGI
CT SCAN & MRI
9. Jelaskan hubungan kejang umum dengan
penurunan kesadaran?
Mutiara Putri Camelia 2013730157
Penurunan
Kejang
kesadaran
kejang
Instabilitas mermbran sel saraf, sehingga
sel lebih mudah mengalami pengaktifan

Neuron-neuron hipersensitif dengan


ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabila terpicu
akan melepaskan muatan secara
berlebihan

Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh


kelebihan asetikolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat ( GABA)

Ketidakseimbangan ion yang mengubah


keseimbngan asam- basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi
neuron sehingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron
ARAS

Penurunan
Kesadaran
Kondisi
Pusat
Kesadaran
Penurunan kesadaran disebabkan
oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan
metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS di
batang otak, terhadap formasio
retikularis di thalamus, hipotalamus
maupun mesensefalon.
10. Diagnosis Banding 1
(ENSEFALOPATI METABOLIK)
Vanessa Ully Rakhma 2013730185
ENSEFALOPATI METABOLIK
DEFINISI Ensefalopati metabolik bukanlah sebuah diagnosa melainkan
sebuah sindrom dari disfungsi umum serebral yang dirangsang
oleh stres sistemik dan bisa memiliki gejala klinis yang
beragam mulai dari disfungsi ringan hingga delirium agitasi,
sampai koma dalam dengan postur deserebrasi. Ini semua
tergantung dari kelainan metabolik yang dialami

KLASIFIKASI DAN 1. Ensefalopati metabolik primer


ETIOLOGI Ialah penyakit-penyakit yang memperlihatkan:

-Degenerasi substansia grisea otak, yaitu: penyakit Jacob


Creutzfeldt, penyakit Pick, penyakit Alzheimer, Korea
Huntington, Epilepsimiklonik progresiva.

-Degenerasi di substansia alba, yaitu: penyakit Schilder dan


berbagai jenis leukodistrofia
2. Ensefalopati metabolik sekunder
-Kekurangan zat asam, gliose dan kofaktor-kofaktor yang
diperlukan untuk metabolisme sel.
-Penyakit-penyakit organik diluar susunan saraf
-Intoksikasi eksogen
-Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
-Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat
fungsi enzim-enzim serebral
-Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa
perubahan morfologik

FAKTOR RESIKO -Penurunan kadar oksigen dalam darah


-Infeksi
-Bedah mayor
-Penyakit berat
-Penggunaan zat-zat sedatif dan narkotik
-Perdarahan saluran cerna
-Diare atau muntah persisten yang menyebabkan penurunan
kadar potassium
-Ketidakseimbangan kadar elektrolit
GEJALA KLINIS -Confussion atau agitasi
-Perubahan tingkah laku dan personality
-Pelupa
-Disorientasi
-Insomnia
-Kekakuan otot ata rigiditas
-Tremor
-Sulit berbicara
-Pergerakan yang tidak terkontrol, kejang
-Stupor atau koma

DIAGNOSIS Ensefalopati Metabolik merupakan salag satu kasus emergency.


Pada pemeriksaan darah ditemukan peningkatan kadar amonia
dan kelainan signifikan yang berhubungan dengan organ
penyebab ensefalopati tersebut. Sebaiknya selalu curiga adanya
ensefalopati metabolik dan sebaiknya dilakukan screening test
bila terdapat kejang setelah melakukan prosedur yang
berhubungan dengan peertukaran cairan seperti bilas kandung
kemih, hemodialisis, dan prosedur radiografi yang menggunakan
materi kontras yang mengandung iodium melalui intravena, dan
pemberian cairan IV secara cepat. Sebaiknya dilakukan
pemeriksaan GDS, AGD, plasma amoniak, laktat darah, plasma
keton, asam amino plasma, fungsi liver, asam organik urin.
PENATALAKSANAAN -Medikamentosa
Obat-obatan yang digunakan adalah
untuk:
●Menetralisir toksin
●Menangani kondisi pasien
●Mencegah rekurensi
-Pemberian makan melalui NGT
diperlukan pada pasien koma
-Transplantasi
Bila masuk dalam keadaan kegagalan
organ, maka diperlukan transplantasi
10. Diagnosis Banding
(Tumor Otak)
Hila Amalia Mantika 2012730132
• Tumor otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh tumor SSP.
Insidensi berkisar antara 6,6 per 100.000 penduduk per tahun di
Amerika Serikat dengan angka mortalitas 4,7 per 100.000 penduduk
per tahun. Mortalitas lebih tinggi pada pria.

• Dari seluruh tumor susunan saraf pusat:


TUMOR OTAK
Astrositoma anaplastik dan glioblastoma multiforme (GBM):
38%; meningioma dan tumor mesenkim lainnya: 27%;
sisanya: tumor otak primer yang bervariasi, meliputi tumor
hipofisis, schwannoma, limfoma SSP, oligodendroglioma,
ependimoma, astrositoma derajat rendah, dan
meduloblastoma.
• Sakit kepala, mual, nafsu makan , muntah
Etiologi dan Faktor Risiko
proyektil, kejang, defisit neurologik
(penglihatan dobel, strabismus, gangguan
Gejala Klinis keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas
gerak, dsb), perubahan kepribadian, mood,
HEREDITER RADIASI VIRUS GAYA HIDUP
mental, atau penurunan fungsi kognitif.
• Sindrom • Radiasi jenis • Infeksi virus juga • Penelitian telah
herediter seperti ionizing radiation dipercayai bisa menunjukkan
von dan , paparan menyebabkan bahwa makanan
Recklinghausen’s terhadap sinar X tumor otak. seperti makanan
Disease, tuberous juga dapat Contohnya, yang diawetkan,
sclerosis, meningkatkan • virus Epstein- daging asap atau
retinoblastoma, risiko tumor otak. barr. acar tampaknya
multiple • Pemeriksaan berkorelasi
status generalis dan status
Pemeriksaan
endocrine
neoplasma bisa
neurologis dengan
peningkatan
• Pemeriksaan Laboratorium risiko tumor otak.
Penunjang
meningkatkan
risiko tumor otak
• Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Melihat keadaan umum pasien dan kesiapannya untuk terapi yang akan dijalani
(bedah, radiasi, ataupun kemoterapi). Sebagai bahan pertimbangan untuk
persiapan kemoterapi: Darah lengkap, Hemostasis, LDH, fungsi hati, ginjal, dan
gula darah, dan elektrolit lengkap

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis standar CT Scan dan MRI dengan kontras. CT Scan: melihat
adanya tumor pada langkah awal penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk melihat
kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI: melihat gambaran jaringan
lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor infratentorial, namun mempunyai
keterbatasan dalam hal menilai kalsifikasi.
• Radioterapi Penatalaksanaan
PROGNOSIS
Diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel,
sebagai adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren
•yangFarmakologik
sebelumnya telah dilakukan tindakan operasi.
Glukokortikoid biasanya diberikan
Prognosis tergantung untuk meringankan
dari resectability tumor,
gejala
•lokasi edema.
Kemoterapi
tumor, usia pasien, dan histologi tumor.
Tujuan utama kemoterapi
Berdasarkan data di negara
menghambatmaju,pertumbuhan
dengan
• Pembedahan
tumor dan meningkatkan kualitas hidup (quality of life)
diagnosis
pasien. dini dan
Kemoterapi biasa juga penanganan
digunakan sebagai yang
kombinasi
Reseksi
dengan tumor umumnya
operasi dan/atau direkomendasikan
radioterapi.dan untuk hampir
Agendilanjutkan
yang banyak
tepat
seluruh melalui pembedahan
jenisnitrosurea,
tumor otak yang operabel.temozolomide,
Pada glioma
digunakan: platinum-based,
dengan
derajat radioterapi,
rendah
procarbazine, dilakukan
dan angkatumor
reseksi
taxol. Sebelum ketahanan hidup
secara sebaiknya
kemoterapi maksimal
lima
dengan tahun
tujuan
periksakan: berkisar
Epidermal 50-60%,
utama perbaikan
Growth sedangkan
gejala
Factorklinis. Padaangka
Receptor glioma
(EGFR)
dan Methyl
derajat
ketahanan Guanine
tinggi
hidup Methyl
maka10 Transferase
operasi
tahun (MGMT).
dilanjutkan
berkisar 30-40%.dengan
kemoterapi dan radioterapi.
Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang kami dapatkan dari
skenario, kami menduga bahwa pasien pada kasus di
skenario mengalami enselopati metabolik, dengan
different diagnosis nya adalah tumor otak. Namun hal
ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut.
Referensi
Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org
Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia
: lippincot William & Wilkins, 2003.
Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Dian Rakyat. 2003.
Fisman R. 1984. Steroid in the Treatment of Brain Edema (Abstract) Medical Currents
Krupp MA,
Lumbantobing SM. 1981. Edema Otak dalam Kedaruratan dan Kegawatan Medik Editor: Arjatmo Tjokronegoro dan H. Ahmad
Husen Markum FK-UI Jakarta.
Miller JD. 1976.Cerebral Oedema Rassegna Medics, LIII.
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf Oleh dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi
Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta. EGC
Niedermeyer E, Lopes da Silva F (2004). Electroencephalography: Basic Principles,Clinical Applications, and Related Fields.
Lippincot Williams & Wilkins.
Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2.EGC. Jakarta. 2006: 1110-19.
Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill
Livingstone. UK. Hal.81
Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme. NY. Hal 119-123
Mardjono,Mahar dan Shidarta,Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat.Jakarta : 2008. Hal 192-200
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC.
Panduan Nasional Penanganan Kanker Tumor Otak Versi 1.0 Tahun 2015, Komite Nasional Penanggulangan Kanker Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31137/4/Chapter%20II.pdf
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai