“STATUS EPILEPTIKUS”
1. DEFINISI
Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana
terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya
pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang
berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau
seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau
lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status
epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan
pendekatan terorganisasi dan terampil agar meminimalkan
mortalitas dan morbiditas yang menyertai (Haslam, 2010).
Akut
Simptomatis akut (17%-52%)
Influenza
Exantema Subitum
Remote symptomatic/simptomatis berulang (16%-39%)
Cerebral Migrational Disorders (lissencephaly, schizencephaly)
Cerebral Dysgenesis
4. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik).
Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya
tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik
saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif,
sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu
sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen.
Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps
dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan
demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat
selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang
lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari
belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas
listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke
belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas
membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi
neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal
yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas
kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di
serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di
tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan
menurun secara berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi,
atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh
kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat
(GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa
atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan
segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per
detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi
dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat
mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau
darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama
aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada
autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi
lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor
patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada
metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang.
Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu
neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
PATHWAY
Keditakmampuan
Pengobatan, keperawatan, Defisiensi koping keluarga
keterbatasan pengetahuan
Ansietas
Perubahan proses
keluarga
HDR Obstruksi
trakheobronkial
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala berupa :
Suhu anak tinggi
Anak pucat / diam saja
Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
Umumnya kejang berlangsung singkat.
Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )
Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
Seringkali kejang berhenti sendiri.
(Arif Mansjoer, 2010)
b) Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, sekali
atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua
umur.
c) Sawan klonik
Pada sawan ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi
kejang kelonjot. Dijumpai tertutama sekali pada anak.
d) Sawan tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku, juga terdapat pada anak.
e) Sawan tonik-klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang
terkenala dengan nama grandmal. Serangan dapat diawali
dengan aura yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan.
Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku.
Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ - ½ menit diikuti kejang
otot-otot seluruh badang. Bangkitan ini biasanya berhenti
sendiri. Tarikan nafas menjadi dlam beberapa saat lamanya.
Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut
menjadi berbusa karena hembusan nafas. Mungkin pula pasien
kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti
pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang masih rendah atau langsung menjadi sadar
dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
f) Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.
3. Sawan tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan
bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti
berenang, menggigil atau pernafasan yang mendadak berhenti
sementara.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anamnesis
Riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat,
alkohol, penyakit serebrovaskular lain, dan gangguan
metabolit. Perhatikan lama kejang, sifat kejang (fokal,
umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran diantara kejang,
riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga,
demam, riwayat persalinan, tumbuh kembang, dan penyakit
yang sedang diderita.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran
penglihatan dan pendengaran refleks fisiologis dan
patologi, lateralisasi, papil edema akibat peningkatan
intrakranial akibat tumor, perdarahan, dll. Sistem
motorik yaitu parestesia, hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit,
glukosa, fungsi ginjal dengan urin analisis dan
kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan
kultur darah dan
Imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi
lesi struktural di otak
EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan
dilakukan secepat mungkin jika pasien mengalami
gangguan mental
Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan
infeksi CNS atau perdarahan subarachnoid.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis
yang membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik,
prosedur diagnostik, dan penanganan segera. Mungkin dan harus
dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol penatalaksanaan
status epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan
konsensus Epilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama
dalam penanganan status epileptikus menggunakan Benzodiazepin.
Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam
(Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).
1. Lorazepam 0,1 65 %
2. Phenobarbitone 15 59 %
3. Diazepam +
0.15 + 18 56 %
Fenitoin
4. Fenitoin 18 44 %
9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama:Klien masuk dengan kejang, dan disertai
penurunan kesadaran
3) Riwayat penyakit:Klien yang berhubungan dengan faktor
resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan,
pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor
presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi
yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang
disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi
otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat
penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain /
keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak
berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
a) Riwayat kesehatan
b) Riwayat keluarga dengan kejang
c) Riwayat kejang demam
d) Tumor intrakranial
e) Trauma kepala terbuka, stroke
4) Riwayat kejang :
a) Bagaimana frekwensi kejang.
b) Gambaran kejang seperti apa
c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke
lantai.
5) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot
bantu napas
c) Ekstermitas
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan
involunter/kontraksi otot
d) Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal)
akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan
lunak
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, peningkatan sekresi mucus
b. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan
kognitif,selama kejang atau kerusakan perlindungan diri.
c. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan
stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tidak terkontrol
ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya hidup,
takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan
penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
Rencana Intervensi
Dx Perencanaan
No. Tujuan
Keperawatan Intervensi Rasional
1 Pola napas Mempertahan
- a. Anjurkan a. Menurunkan resiko
tidak kan pola klien untuk aspirasi atau masuknya
efektif pernapasan mengosongkan mulut benda asing ke faring
berhubungan efektif dari benda/zat b. Meningkatkan aliran
dengan dengan tertentu/gigi palsu (drainase) secret,
kerusakan jalan napas atau alat lainnya mencegah lidah jatuh
neuromuskul paten jika fase aura sehingga menyumbat
er, terjadi dan untuk jalan napas
peningkatan menghindari rahang c. Untuk memfasilitasi
sekresi mengatup jika usaha bernapas
mucus kejang terjadi d. Mencegah tergigitnya
tanpa ditandai lidah dan memfasilitasi
gejala awal. saat melakukan
b. Letakkan klien penghisapan lender.
pada posisi miring, Jalan napas buatan
permukaan datar, mungkin diindikasikan
miringkan kepala setelah meredanya
selama serangan aktivitas kejang jika
kejang pasien tersebut tidak
c. sadar dan tidak dapat
Tanggalkanpakaian mempertahankan posisi
pada daerahleher, lidah yang aman
dada, dan abdomen e. Menurunkan resiko
d. aspirasi atau asfiksia
Masukkanspatellidah f. Dapat menurunkan
/ jalan napas hipoksia serebral
buatanataugulunganb sebagai akobat dari
endalunaksesuaiindi sirkulasi yang menurun
kasi atau oksigen sekunder
e. terhadap spasme
Lakukanpenghisapans vaskuler selama
esuaiindikasi serangan kejang
f. Berikan tambahan g. Munculnya apneu yang
oksigen/ ventilasi berkepanjangan pada
manual sesuai fase posiktal
kebutuhan pada fase membutuhkan dukungan
posiktal ventilator mekanik
g. Siapkan / bantu
melakukan intubasi
jika ada indikasi