ANALGESIK
dan
TATALAKSANA NYERI
Disusun oleh :
KARUNITA YUSUF
2004730038
LE M B AR PE N G E S AH AN
REFERAT berjudul :
ANALGESIK
DAN
TATALAKSANA NYERI
: .................................
Paraf
.................................
.................................
Pembimbing Klinik
Dr. Malayanti, Sp. An
Dr. Agus Jaya, Sp. An
Page 2 of 21
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim..
Puji dan syukur ke-hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah,
dan Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Analgesik
dan Tatalaksana Nyeri.
Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti ujian di
kepaniteraan klinik bagian ilmu Anestesi tahun ajaran 2009, Rumah Sakit Islam Cempaka
Putih Jakarta Pusat.
Ucapan terima kasih kepada dr. Malayanti, Sp.An dan dr. Agus Jaya, Sp.An, selaku
koordinator dan para pembimbing klinik baik dari fakultas maupun dari Rumah Sakit Islam
beserta paramedis yang telah banyak membantu dan membimbing dalam aktivitas
kepaniteraan di bagian Anestesia.
Penulis berharap Referat ini dapat menjadi salah satu literatur yang bermanfaat untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu kesehatan dan kedokteran.
Akhir kata, Tak ada gading yang tak retak. Kritik dan saran yang konstruktif dapat
menjadi masukan untuk kesempurnaan Referat ini. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan Rahmat-Nya dalam bentuk ilmu yang bermanfaat untuk kemaslahatan.
Penulis
Page 3 of 21
BAB I
TATALAKSANA NYERI
Pada umumnya penyakit pada tubuh menimbulkan rasa nyeri. Menurut The
International Association for the Study of Pain, nyeri merupakan pengalaman sensoris dan
emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara actual
dan potensial. Rasa nyeri terutama merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Rasa nyeri
timbul bila ada jaringan yang rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan
cara memindahkan stimulus nyeri. Bahkan aktivitas ringan saja, misalnya duduk dengan
bertopang dengan tilang iskhia dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan
jaringan, sebab aliran darah yang ke kulit berkurang akibat tertekannya kulit oleh berat
badan. Bila kulit menjadi nyeri akibat iskemia, maka secara tak sadar orang itu akan
mengubah posisinya. Tapi, penderita yang telah mengalami kecelakaan pada medulla
spinalis, tak akan merasakan nyeri, sehingga tidak akan mengubah posisinya. Akhirnya,
keadaan ini akan menimbulkan ulserasi pada daerah yang tertekan.
PEMBAGIAN NYERI
1. Nyeri akut
1.1 Nyeri somatic luar
Nyeri tajam di kulit, subcutis, dan mukosa
1.2 Nyeri somatic dalam
Nyeri tumpul di otot rangka, tulang, sendi, dan jaringan ikat
1.3 Nyeri visceral
Nyeri karena penyakit atau disfungsi penyakit dalam
2. Nyeri kronik
Sangat subyektif dan dipengaruhi oleh kelakuan, kebiasaan dan lain-lainnya.
Menurut kualitasnya, rasa nyeri dapat di bagi menjadi dua :
a. Rasa nyeri cepat (fast pain)
Page 4 of 21
Nyeri ini singkat dan tempatnya sesuai dengan rangsang yang diberikan, misalnya nyeri
tusuk, nyeri pembedahan. Nyeri ini dihantar oleh serabut saraf kecil bermielin jenis Adelta dengan kecepatan konduksi 12-30 meter/detik.
b. Rasa nyeri lambat
Nyeri ini sulit dilokalisir dan tidak ada hubungan dengan rangsangan, misalnya rasa
terbakar, rasa berdenyut, atau rasa ngilu, linu. Nyeri ini dihantar oleh serabut saraf
primitive tak bermielin jenis C dengan kecepatan konduksi 0,5-2 meter/detik.
Bila diberikan stimulus nyeri, makan rasa nyeri cepat akan timbul dalam waktu kirakira 0,1 detik. Sedangkan rasa nyeri lambat timbul dalam waktu lebih dari satu detik atau
lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama beberapa detik dan kadangkala
beberapa menit.
Rasa nyeri cepat juga digambarkan dengan banyak nama pengganti, seperti rasa nyeri
tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri elektrik. Jenis rasa nyeri seperti ini
akan terasa bila sebuah jarum ditusukkan ke dalam kulit, atau bila kulit terbakar secara
akut. Rasa nyeri ini juga akan terasa bila subjek mendapat syok elektrik.
Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan, seperti rasa nyeri
terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual, dan nyeri kronik. Jenis
rasa nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri dapat berlangsung
lama, menyakitkan dan dapat menjadi penderitaan yang tak tertahankan.
BAB II
Page 5 of 21
platelet.
Page 6 of 21
penderita yang mendapat rofecoxib dibanding dengan pemberian naproksen. (Rafael, R.,
Castilla, 2001)
Nimesulide merupakan inhibitor selektif COX-2, dimana penghambatan pada COX-2
tidak power full sehingga tidak mengganggu fungsi fisiologis pada prostasilin (PGI2) pada
COX-2 yang berfungsi sebagai vasodilator dan antiagregasi. Dan Aulin masih sedikit
menghambat tromboxan (TXA2) pada COX-1 sehingga tidak menyebabkan terjadinya
aggregasi trombosit.(Shah, 1999)
Nimesulide, telah dilakukan penelitian, ternyata tidak mempengaruhi haemostasis
system cardiovascular seperti waktu perdarahan, factor koagulasi darah, factor von
Willebrand dan factor agregasi platelet (GA Marbet, 1998).
Menurut penelitian Cohort, terbukti bahwa insiden terjadinya risiko hepatotoksik dan
kelainan hepar pada obat-obatan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs) termasuk
Nimesulide adalah tidak ada perbedaan dan insidennya sangat kecil, (British Medical
Journal, 2003).
NSAID suatu bahan aktif secara farmakologi tidak homogen terutama bekerja
menghambat produksi prostaglandin dan digunakan untuk perawatan nyeri akut dan kronik.
Obat-obat tersebut ditandai dengan sifatnya mampu mengurangi nyeri, panas dan inflamasi
dan disertai gangguan inflamasi nyeri dan lainnya. Obat-obat tersebut meliputi salisilat
(acetyl salicylic acid, diflunisal, benoxylate) derivat antharanilic acid (mefenamic acid,
meclofenamic acid, flufenamic acid, niflumic acid), derivat phenylpropionac acid
(fenoprofen, ibuprofen, naproxen, ketoprofen, flurbiprofen, finbufen, tiaprofenic acid),
indoles (indomethacin, ketorolac, sulindac, tolometin, etodolac), oxicams (piroxicam,
tenoxicam meloxicam) da derivat acetic acid (diclofenac, alclofenac). NSAID ini termasuk
non selektif menghambat enzim cyclooxygenase COX-1 dan COX-2 yang memicu asam
arakidonat untuk mensintesis proinflamatori prostaglandin E2 (PGE2), namun mempunyai
efek samping akibat kurangnya prostaglandin di lambung menimbulkan iritasi dan ulserasi.
NSAID dengan selektif inhibitor COX-2 menghambat cyclooxygenase yang terdapat
pada sel inflamasi juga bahan-bahan yang menimbulkan inflamasi. NSAID tersebut antara
lain diaryl substituted furanones (rofecoxib), diaryl substituted pyrazoles (celecoxib), indole
acetic acids (etodolac) dan sulfonanilides (nimesulide), lihat tabel (Goodman and Gillman,
Page 7 of 21
2001).
A. INFLAMASI
Inflamasi merupakan proses yang sangat kompleks yang meliputi ikut sertanya
aktifitas banyak tipe sel dan mediator. Secara normal cidera jaringan atau adanya bahan
asing menjadi pemicu kejadian yang mengikut sertakan partisipasi dari enzim, mediator,
cairan ekstravasasi, migrasi sel, kerusakan jaringan dan mekanisme penyembuhan. Hal
tersebut menimbulkan tanda inflamasi berupa: kemerahan, pembengkakan, panas, nyeri
dan hilangnya fungsi. Rangsangan yang menimbulkan inflamasi sangat berbeda-beda
tetapi prosesnya diperantarai oleh sejumlah mediator, termasuk: prostaglandin,
leukotrien, interleukin, oksigen radikal bebas dan oksidan lain (nitric oxide, kloramin,
asam hipoklorus) yang secara langsung dapat menimbulkan kerusakan jaringan, inaktifasi
dari inhibitor protease, misalnya: a1-antitrypsin, inhibitor spesifik dari elastase neutrofil,
dapat merusak matriks jaringan ikat. Bahan-bahan tersebut dihasilkan oleh sel inflamasi
yang meliputi polymorphonuclear leucocytes (neutrofils, easinofils, basofils), sel endotel,
sel mast, makrofag (monosit dan limfosit). Rangsangan lain untuk terjadinya inflamasi
termasuk histamin, kejadian imunologik, faktor kemotaktik, dan lain-lain.
C. PANAS/DEMAM
Regulasi suhu tubuh memerlukan keseimbangan antara produksi dan keluarnya
panas. Hipotalamus mengatur set point sehingga suhu tubuh dipertahankan. Pada
keadaan demam set point-nya meningkat, NSAID menurunkan demam kembali ke
normal. Obat-obat ini tidak mempengaruhi suhu tubuh apabila panas badan disebabkan
oleh faktor-faktor seperti latihan atau oleh faktor yang tidak jelas sebabnya.
Demam dapat diakibatkan infeksi atau akibat kerusakan jaringan, penolakan
graft, keganasan atau keadaan penyakit. Biasanya hal ini disebabkan oleh peningkatan
pembentukan sitokin seperti: IL-1, IL-6, interferon alfa dan beta dan TNF-a. Sitokin
meningkatkan sintesis PGE2 di organ sekitar dan di dekat area hipotalamus preoptik dan
PGE2 meningkatkan cyclic AMP yang merangsang hipotalamus meningkatkan suhu
tubuh dengan peningkatan generasi panas dan menurunkan kehilangan panas.
NSAID tidak menghambat demam yang disebabkan prostaglandin bila prostaglandin
diberikan langsung, tetapi menghambat demam yang disebabkan oleh bahan yang
meningkatkan sintesis IL-1 dan sitokin lain yang ditimbulkan demam, yang
menimbulkan sintesis prostaglandin endogen.
Page 9 of 21
Page 10 of 21
Respon individu terhadap NSAID sangat besar, walaupun dari NSAID dengan
struktur kimia yang serupa, misalnya respon individu terhadap ibuprofen lebih baik daripada
obat dari kelompok asam propionat lainnya.
Dosis yang rendah sebagai dosis inisial diberikan untuk mengetahui efektifitas obat
dan dapatnya obat tersebut ditolerir oleh individu. Apabila penderita kesulitan tidur akibat
nyeri atau kaku kuduk pagi hari, maka dosis tunggal besar diberikan di malam hari. Namun
pemberian NSAID selama satu minggu dapat menentukan efektifitas obat. Obat dapat
diteruskan atau dihentikan dengan sebelumnya penurunan dosis. Efek samping obat dapat
timbul pada minggu pertama pemberian obat, walau ulserasi lambung dapat terjadi lebih
lama. Apabila penderita tidak mendapat manfaat dari satu NSAID, dapat diganti NSAID
lainnya. Hindari terapi dengan kombinasi lebih dari satu NSAID, manfaatnya tidak
meningkat bahkan efek sampingnya bertambah. Penggunaan Nimesulide, menghindari
penggunaan kombinasi obat, karena efektif untuk anti-inflamsi, nyeri sekaligus demam.
Badan POM Eropa yaitu CPMP (Committee for Proprietary Medicinal Product) atau EMEA
(Eroupean Medicines Evaluation Agency) yang mengevaluasi obat-obat yang beredar di
pasar, pada bulan Juli 2003 memutuskan bahwa Nimesulide adalah produk NSAID yang
aman dan efektif untuk digunakan pada pasien yang menderita berbagai kondisi nyeri dan
inflamasi.
Page 11 of 21
Aspirin dan NSAID lainnya efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas ringan
sampai sedang, misalnya nyeri dental. Untuk nyeri yang lebih berat diperlukan analgesik
opioid yang kurang/tidak menimbulkan ketergantungan, misalnya: tramadol. Nyeri yang
dikurangi oleh NSAID ialah nyeri asal integumen bukan asal viscera, misalnya sakit kepala,
myalgia, abralgia.
Studi banding buta ganda dengan waktu 5-10 hari menunjukkan pengurangan nyeri, panas,
inflamasi pada pemberian nimesulide 200 mg/hari per oral atau 400 mg/hari per rektal yang
sama atau lebih baik dibanding seaperase (15 mg) s, flurbiprofen (300 mg), deklofenak (150
mg), naproxen (1000 mg), fiprazon, piroksikam, asam mefenamat pada penderita dengan
inflamasi telinga, hidung, tenggorok, gangguan ginekologik, nyeri kanker, kelainan
urogenital, cidera muskuloskeletal akut, tromboflebitis, nyeri punggung belakang,
bursitis/tendonitis dan penyakit odonstomatologi serta pasca tindakan gigi.
Page 12 of 21
Dosis
Jadwal
Aspirin
325-1000 mg
Kalium Diklofenak
50-200 mg
8 jam sekali
Natrium Diklofenak
50 mg
8 jam sekali
Ibuprofen
200-800 mg
Indometasin
25-50 mg
Ketoprofen
25-75 mg
Asam Mefenamat
250 mg
6 jam sekali
Naproxen
250-500 mg
12 jam sekali
Piroksikam
10-20 mg
Tenoksikam
20-40 mg
24 jam sekali
Meloksikam
75 mg
24 jam sekali
Celecoxib
100 mg
12 jam sekali
Nimesulide
100 mg
12 jam sekali
Ketorolak
10-30 mg
Asetaminofen
500 mg
Tramadol*
50-100 mg
8 jam sekali
Keterangan: Tramadol termasuk analgesik opioid dengan kerja selektif pada reseptor MU,
kurang/tidak menimbulkan adiksi asetaminofen, daya anti inflamasi lemah. Waspada
hepatotoksik.
BAB III
ANALGESIK OPIOID
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium.
Opium yang berasal dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid
Page 13 of 21
diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverrin. Analgesic opioid terutama digunakan
untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan berbagai
efek farmako dinamik yang lain. Istilah analgesic narkotik dahulu sering kali di gunakan
untuk kelompok obat ini, akan tetapi karena golongan obat ini dapat menimbulkan
analgesia tanpa menyebabkan tidur atau penurunannya kesadaran maka istilah analgesic
narkotik menjadi kurang tepat.
Yang termasuk golongan opioid adalah alkaloid opium, derivate semisintetik alkaloid
opium, senyawa sintetik dengan sifat farmakologik menyerupai morfin. Aobat yang
mengatagonis efek opioid disebut antagonis opioid.
RESEPTOR OPIOID
Ada 3 jenis utama reseptor opioid yaitu mu (), delta ()dan kappa (). ketiga jenis
reseptor termasuk pada jenis reseptor yang berpasangan dengan protein G, dan memiliki
sub tipe:MU1, Mu2, delta 1,delta2, kappa1, kappa2 dan kappa3. Karena suatu opioid dapat
berfungsi suatu agonis, agonis parsial, atau antagonis pada lebih dari satu jenis reseptor atau
subtype reseptor maka senyawa yang tergolong opioid dapat memiliki efek farmakologik
yang beragam.
Reseptor memperantai efek analgesitik mirip morfin, euphoria, depresi napas,
miosis, berkurangnya motilitas saluran cerna. Reseptor k di duga memperantai analgesia
seperti yang ditimbulkan pentazosin, sedasi serta miosis dan depresi napas yang tidak
sekuat agonis , selain itu disusunan saraf pusat juga didaptkan reseptor & yang selektif
terhadap enkalin dan reseptor & memegang bukti yang menunjukan bahwa reseptor &
memegang peranan dalam menimbulkan depresi pernapasan yang ditimbulkan opioid. Dari
penelitian pada tikus didapatkan bahwa reseptor & dihubungkan dengan berkurangnya
frekuensi napas, sedangkan reseptor dihubungkan dengan berkurangnya tidal volume.
Reseptor ada 2 jenis yaitu reseptor 1, yang hanya didaptkan di SSP dan dihubungkan
dengan analgesia supraspinal, penglepasan prolaktin, hipotermia dan katalepsi sedangkan
volume dan bradikardia. Analgesic yang berperan pada tingkat spinal berinteraksi dengan
reseptor & dan k.
Page 14 of 21
Agonis lemah
Campuran
sampai sedang
Agonis
Morfin
Kodein
Antagonis
Nalbufin
Nalorfin
Hidromorfon
Oksikodon
Burprenorfin
Nalokson
Oksimorfon
Hidrokodon
Fenilheptilamin
Metadon
Propoksifen
Fenilpiperidin
Meperidin
Fenantren
Agonis Kuat
Antagonis
-
Naltrekson
Fentanil
Morfinan
Benzomorfan
Levorpanol
Butorfanol
Pentazosin
Page 15 of 21
gelisah. Sebaliknya dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan disforia
berupa perasaan kuatir atau takut disertai mual dan muntah. Morfin menimbulkan pula rasa
kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar mebrpikir, apatis, aktifitas motorik berkurang,
ketajaman penglihatan berkurang dan letargi, ekstremitas terasa berat, badan terasa panas ,
muka gatal dan mulut terasa kering, depresi napas dan miosis rasa nyeri berkurang, rasa
lapar hilang dan dapat timbul muntah yang tidak selalu disertai mual. Dalam lingkungan
yang tenang orang yang berikan dosis terapi (15-20mg) morfin akan tertidur cepat dan
nyenyak disertai mimpi, napas lambat dan miosis.
Analgesia. Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid terutama terjadi sebagai
akibat kerja opioid pada reseptor . Reseptor dan dapat juga ikut berperan dalam
menimbulkan analgesia terutama pada tingkat spinal. Morfin juga bekerja melalui reseptor
dan , namun belum diketahui besarnya peran kerja morfin melalui kedua reseptor ini
dalam menimbulkan analgesia. Pentazosin terutama bekerja pada reseptor , tetapi juga
mempunyai afinitas pada reseptor .
Opioid menimbulkan analgesia dengan cara berkaitan dengan reseptor opioid yang
terutama didapatkan di SSp dan medulla spinalis yang berperan pada transmisi dan
modulasi nyeri. Ketiga jenis repesptor utama yaitu reseptor , dan pada ujung prasinaps
Page 16 of 21
Page 17 of 21
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorsi melalui kulit luka,
morfin juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara pemberian ini diabsopsi morfin
kecil sekali. Morfin dapat diabsorspi usus, tetapi efek anelgetik setelah pemberian oral jauh
legih rendah dari pada efek analgetik yang timbul setelah pemberia parenteral dengan dosis
yang sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntika IV sama cepat, sedangkan
setelah suntikan subkuntan, absorspi berbagai alkaloid opioid berbeda-beda. Setelah
pemberian dosis tunggal, sebagian morfin mengalami konyugasi dengan asam glukornat di
hepar, sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya. Morfin
dapat melintasi sawar uri melalui ginjal. Sebagian kecil morfin yang terkonyugasi
ditemukan dalam empedu. Sebagian sangat kecil dikeluarkan bersama cairan lambung.
Kodein megalami demetilasi menjadi morfin dan CO2. CO2 ini dikeluarkan oleh
paru-paru. Sebagian kodein mengalami N-denetilasi. Urin mengandung bentuk bebas dan
bentuk konyugasi dari kodein, norkodein dan morfin.
D. INDIKASI
EDEMA
PARU
AKUT.
Morfin
entervena
dapat
dengan
jelas
E. EFEK SAMPING
muntah
Page 19 of 21
Page 21 of 21