Anda di halaman 1dari 78

ANATOMI NERVUS CRANIALIS

Gambar 1. Nervi Craniales (Moore, 2014)

NERVUS OLFACTORIUS (N I)
Fungsi utama : Sensori khusus (penghidu)
Asal : Reseptor epitel olfactorius
Melewati : Lamina et foramina cribrosa
Tujuan : Bulbus olfactorius (Martini, 2012)

Nervus olfactorius berfungsi sebagai sensoris khusus penghidu bau (viseral aferen).
Penciuman adalah sensasi bau yang dihasilkan dari deteksi zat berbau yang ber-aerosol di
lingkungan. Badan sel saraf reseptor olfaktorius terletak pada organ penghidu pada atap

1
cavitas nasalis dan sepanjang septum nasalis dan dinding medial concha nasalis superior.
Permukaan basal neuron reseptor olfaktorius yang berasal dari processus centralis terdapat
sekitar 20 saraf olfaktorius yang melewati foramen cribrosa tulang ethomoid dikelilingi oleh
dura mater dan arachnoid mater, dan memasuki bulbus olfaktorius pada fossa cranii anterior.
Serabut nervus olfactorius bersinapsis dengan sel mitral pada bulbus olfactorius dan
aksonnya membentuk tractus olfactorius (Moore, 2014). Saraf olfactorius mempunyai masa
hidup singkat sekitar 30-60 hari dan digantikan oleh sel punca saraf selama kehidupan.
(Paulsen, 2011)

Gambar 2. Sistem Olfactorius (Moore, 2014)

NERVUS OPTICUS (N II)


Fungsi utama : Sensori khusus (penglihatan)
Asal : Retina mata
Melewati : Canalis optica, os. sphenoidale
Tujuan : Diencephalon melalui chiasma optica (Martini, 2012)

2
Struktur yang terlibat dalam menerima dan mentransmisikan rangsangan optik berkembang
sebagai evaginasi diencephalon. Saraf optik berpasangan dan saluran serabut SSP dibentuk
oleh akson sel ganglion retina. Saraf kranial II dimulai dimana akson sel ganglion retina tak
bermyelin menembus sklera dan menjadi bermyelini, jauh ke discus optica. (Moore, 2014)

Saraf melewati posteromedial di orbit, keluar melalui canalis optica untuk memasuki fossa
cranii media, di mana ia membentuk chiasma optica. Di sini, serat dari separuh nasal
(medial) dari masing-masing retina ber-decussate dalam chiasma dan bergabung dengan serat
yang tidak bersilangan dari setengah retina temporal (lateral) untuk membentuk tractus
optica. Persimpangan parsial serat saraf optik dalam chiasma adalah persyaratan untuk
penglihatan binokular yang memungkinkan penglihatan tiga dimensi. Sebagian besar serat di
saluran optik berhenti di corpus geniculata lateralis thalamus. Dari nukleus ini, akson
diteruskan ke korteks visual dari lobus occipital cerebri. (Moore, 2014)

Gambar 3. Sistem Visual (Moore, 2014)

3
Gambar 4. Anatomi Lapang Pandang (strokenetwork.org)

NERVUS OCCULOMOTORIUS (N III)


Fungsi utama : Motorik, gerakan bola mata
Asal : Mesencephalon
Melewati : Fissura orbitalis superior, os. sphenoidale
Tujuan : M. rectus superior, inferior, et medialis; M. obliquus inferior; M.
levator palpebrae superioris (motor somatik). Otot intrinsic mata (motor viseral) (Martini,
2012)

Terdapat dua nucleus occulomotor, yang masing-masing melayani salah satu komponen
fungsional saraf. Nucleus nervi occulomotorius (somatik) pada otak tengah, dan Nucleus
accessorius nervi oculomotorii (Edinger-Westphal) (motor viseral (parasimpatis)) pada
dorsal-rostral 2/3 bagian nucleus motor somatik. (Moore, 2014)

Saraf okulomotor mengendalikan empat dari enam otot ekstra-okuler dan levator palpebra
superioris, yang mengangkat kelopak mata bagian atas. Saraf okulomotor juga memberikan
serat otonom preganglionik ke neuron ganglion siliaris. Neuron ganglionik mengendalikan
otot mata intrinsik. Otot ini mengubah diameter pupil, menyesuaikan jumlah cahaya yang
masuk ke mata, dan mengubah bentuk lensa menjadi fokus gambar pada retina. (Martini,
2012)

4
Otot mata bekerja sama dengan otot mata lainnya, dari mata yang sama dan mata yang
berlawanan, untuk menggerakkan kedua mata bersamaan dalam berbagai arah. Ini dikenal
sebagai gerakan mata yoked. (www.tedmontgomery.com/the_eye/indexeom.html)

1. M. rectus medial
 Menggerakkan mata ke dalam, menuju hidung (adduksi)
2. M. rectus lateral
 Menggerakkan mata ke luar, menjauhi hidung (abduksi)
3. M. rectus superior
 Pertama menggerakkan mata ke atas (elevasi)
 Kedua menggerakkan bagian atas mata menuju hidung (intorsi)
 Ketiga menggerakkan mata ke dalam (adduksi)
4. M. rectus inferior
 Pertama menggerakkan mata ke bawah (depresi)
 Kedua merotasikan bagian atas mata menjauhi hidung (ekstorsi)
 Ketiga menggerakkan mata ke dalam (adduksi)
5. M. obliquus superior
 Pertama merotasikan bagian atas mata menuju hidung (intorsi)
 Kedua menggerakkan mata ke bawah (depresi)
 Ketiga menggerakkan mata ke luar (abduksi)
6. M. obliquus inferior
 Pertama menggerakkan bagian atas mata menjauhi hidung (ekstorsi)
 Kedua menggerakkan mata ke atas (elevasi)
 Ketiga menggerakkan mata ke luar (abduksi)

Gambar 5. Gerakan Bola Mata Berdasarkan Otot yang Terlibat (speedyeyes.com)

5
Gambar 6. Gerakan Otot Ekstraokuler Mata (Tuli, 2012)

NERVUS TROCHLEARIS (N IV)


Fungsi utama : Motorik, gerakan bola mata
Asal : Mesencephalon
Melewati : Fissura orbitalis superior, os. sphenoidale
Tujuan : M. obliquus superior (Martini, 2012)

Gambar 7. Nervus Occulomotorius (III), Nervus Trochlearis (IV), dan Nervus Abducens
(VI) (Paulsen, 2011)

6
Gambar 8. Arah Inervasi Nervus Occulomotorius (III), Nervus Trochlearis (IV), dan Nervus
Abducens (VI) (Paulsen, 2011)

Pada batang otak, terdapat nucleus nervi trochlearis yang terletak kaudal dari nucleus nervi
occulomotorius. Nervus trochlearis merupakan nervus cranial terkecil yang muncul dari
permukaan posterior (dorsal) otak tengah, melewati bagian anterior batang otak. Nervus
trochlearis menembus dura mater di pinggiran tentorium cerebelli, dan melewati anterior di
dinding lateral sinus cavernosum, kemudian berlanjut melalui fissure orbitalis superior
menuju orbit. (Moore, 2014)

NERVUS TRIGEMINUS (N V)
Fungsi utama : Sensorik dan motorik; cabang ophtalmicus dan maxillaris (sensorik),
cabang mandibular (sensorik dan motorik)
Asal : Cabang ophtalmicus (sensorik): struktur orbital, cavitas nasalis, kulit
dahi, kelopak mata superior, alis mata, dan sebagian hidung.
Cabang maxillaris (sensorik): kelopak mata inferior, bibir atas, gusi, gigi, pipi, hidung,
sebagian faring.
Cabang mandibular (campuran): sensorik dari gusi bawah, gigi, dan bibir, palatum dan lidah;
motor dari nuclei motoris pons.
Melewati : Opthalmicus (fissura orbitalis superior), maxillaris (foramen
rotundum), mandibularis (foramen ovale).
Tujuan : Cabang-cabang menuju nuclei sensoris di pons; cabang mandibularis
juga menginervasi otot mengunyah. (Martini, 2012)

Terdapat 4 nuclei trigeminus: 1 motor (nucleus motorius nervi trigemini), 3 sensori


(nucleus mesencephalicus nervi trigemini, nucleus pontinus nervi trigemini, nucleus
spinalis nervi trigemini). Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar yang berasal
dari sisi lateral pons oleh akar sensoris besar dan akar motoris kecil. Akar sensoris besar

7
dibentuk oleh processus centralis neuron pseudounipolar yang membentuk ganglion
trigeminale. Processus perifer neuron ganglionic membentuk tiga nervus: N. ophtalmicus (N
V1), N. maxillaris (N V2), dan N. mandibularis (N V3). (Moore, 2014)

Gambar 9. Nervus Trigeminus (V) dan Percabangannya (Paulsen, 2011)

1. N. Ophtalmicus (N V1). Berbeda dengan dua cabang lainnya, N V1 tidak memiliki


cabang saraf. Serabut sensoris somatik didistribusikan ke kulit dan membran mukosa
serta konjungtiva bagian depan kepala dan hidung. Integritas N V1 diperiksa melalui
refleks kornea menggunakan lintingan kapas dan menyentuh kornea yang akan
menimbulkan refleks berkedip jika normal. (Moore, 2014)
2. N. Maxillaris (N V2). N V2 menginervasi turunan dari prominensia maxilaris pada arcus
pharyngeus pertama. Keluar dari cavitas cranii melalui foramen rotundum, serat sensoris
somatiknya umumnya didistribusikan ke kulit dan membran mukosa yang terkait dengan
rahang atas. Ganglion pterygopalatine (parasimpatis) dikaitkan dengan pembagian N V

8
ini, yang terlibat dalam menginervasi kelenjar lakrimal dan kelenjar hidung dan langit-
langit mulut. (Moore, 2014)
3. N. Mandibularis (N V3). N V3 menginervasi turunan dari prominensia mandibularis
arcus pharyngeus pertama. N V3 adalah satu-satunya pembagian N V untuk
menyampaikan serat motor somatik (cabang), yang didistribusikan ke otot lurik yang
berasal dari mesoderm prominensia mandibula, terutama otot pengunyahan. (Moore,
2014)

Gambar 10. Arah Inervasi Nervus Trigeminus (Paulsen, 2011)

9
Gambar 11. Distribusi Nervus Trigeminus (N V) (Moore, 2014)

NERVUS ABDUCENS (N VI)


Fungsi utama : Motorik, gerakan bola mata
Asal : Pons
Melewati : Fissura orbitalis superior, os. sphenoidale
Tujuan : M. rectus lateralis (Martini, 2012)

Pada pons terdapat nucleus nervi abducentis. N. abducen berasal dari batang otak antara
pons dan medulla oblongata dan melintasi cisterna pontis pada rongga subarachnoid, nervus
kanan dan kiri berada di antara A. basillaris. Tiap N. abducen menembus dura mater dan
keluar cranium melalui fissura orbitalis superior (Moore, 2014). N. abducen menginervasi M.
rectus lateralis yang membuat gerakan lateral bola mata. (Martini, 2012)

NERVUS FASCIALIS (N VII)


Fungsi utama : Sensorik dan motorik
Asal : Sensoris dari reseptor rasa pada 2/3 anterior lidah, motorik dari nuclei
motoris pons
Melewati : Meatus acusticus internus, os. temporale, sepanjang canalis facialis
untuk mencapai foramen stylomastoid
Tujuan : Sensori ke nuclei nervi fascialis; motor somatic ke otot ekspresi
wajah; motor visceral ke kelenjar lacrimal (air mata) dan kelenjar mukosa hidung melalui
ganglion pterygopalatine. (Martini, 2012)

10
Gambar 12. Nervus Facialis (N VII) dan Percabangannya (Paulsen, 2011)

Gambar 13. Distribusi Nervus Facialis (N VII) (Moore, 2014)

11
Gambar 14. Alur Inervasi Nervus Facialis (N VII) (Paulsen, 2011)

Nucleus motoris nervi facialis merupakan nucleus branchiomotor pada bagian ventrolateral
pons. Badan sel saraf sensoris utama berada di ganglion geniculata. Nervus facialis berasal
dari persimpangan pons dan medulla sebagai dua divisi: akar primer (menginervasi otot
ekspresi wajah) dan saraf intermediat (meninervasi rasa, serabut parasimpatis dan sensoris
somatik (Moore, 2014). Akar sensoris dan motoris menyatu membentuk saraf besar yang
melewati meatus acusticus interna, os. temporale. Kemudian saraf melewati canalis facialis
untuk mencapai wajah melalui foramen stylomastoideus. (Martini, 2012)

NERVUS VESTIBULOCOCHLEARIS (N VIII)


Fungsi utama : Sensoris khusus: keseimbangan dan equilibrium dan pendengaran
Asal : Reseptor telinga dalam
Melewati : Meatus acusticus internus, os. temporale
Tujuan : Nuclei vestibulares dan cochleares pons dan medulla oblongata
(Martini, 2012)

12
Nuclei vestibulares terletak pada persimpangan antara pons dan medulla pada bagian lateral
dasar ventriculus ke-4. Nuclei cochlearis, sisi anterior dan posterior, pada medulla. Nervus
vestibulocochlearis (N VIII) berasal dari pons dan medulla dan memasuki meatus acusticus
interna kemudian berpisah menjadi: (Moore, 2014)

1. Nervus vestibularis terdiri dari processus centralis neuron bipolar pada ganglion
vestibularis. Processus perifer neuron memanjang ke macula utricula dan saccula
(sensitive pada kecepatan linear dan gaya tarik gravitasi relatif ke posisi kepala).
2. Nervus cochlear terdiri dari processus centralis neuron bipolar pada ganglion spiralis,
processus perifernya menuju organ spiral untuk pendengaran.

Gambar 15. Nervus Vestibulocochlearis (Paulsen, 2011) (Martini, 2012)

13
Gambar 16. Alur Inervasi Nervus Vestibulocochlearis (N VIII) (Paulsen, 2011)

NERVUS GLOSSOPHARYNGEUS (N IX)


Fungsi utama : Sensoris dan Motoris
Asal : Sensoris dari 1/3 posterior lidah, sebagian faring dan palatum,
motoris dari nuclei motoris di medulla oblongata
Melewati : Foramen jugulare antara os. occipitalis dan os. temporalis
Tujuan : Serat sensoris menuju nuclei sensoris di medulla oblongata; motor
somatik ke otot faring untuk proses menelan; motor viseral ke kelenjar saliva parotid setelah
bersinaps dengan ganglion otic (Martini, 2012)

Terdapat empat nuclei di medulla yang mengirim atau menerima serabut melalui N IX: 2
motoris (nucleus ambiguous dan nucleus salivatorius inferior) dan 2 sensoris (nuclei sensori
nervi trigeminus dan nuclei tractus solitaries). Nervus glossopharyngeus (N IX) berasal dari
sisi lateral medulla dan melewati sisi anterolateral untuk meninggalkan cranium melalui
foramen jugulare anterior. N IX mengikuti stylopharyngeus, satu-satunya otot yang
dipersarafi, dan melewati antara M. constrictor pharyngus untuk mencapai orofaring dan
lidah (Moore, 2014). Nervus glossopharyngeus merupakan saraf gabungan, tetapi serat
sensoris yang paling banyak. Neuron sensoris berada di ganglion superior (ganglion jugulare)
dan ganglion inferior (ganglion petrosal). (Martini, 2012)

14
Gambar 17. Nervus Glossopharyngeus (N IX) (Paulsen, 2011)

15
Gambar 18. Alur Inervasi Nervus Glossopharyngeus (N IX) (Paulsen, 2011)

NERVUS VAGUS (N X)
Fungsi utama : Sensoris dan motoris
Asal : Sensoris viseral dari faring, auricular, meatus acusticus externa,
diaphragma, dan organ viseral di rongga dada dan rongga abdomen; motoris viseral dari
nuclei motor di medulla oblongata
Melewati : Foramen jugulare antara os. occipitalis dan os. temporalis
Tujuan : Serat sensoris ke nuclei sensoris dan pusat otonom medulla
oblongata; motor somatik ke otot palatum dan faring; motor viseral ke organ respiratori,
kardiovaskular, digestivus (Martini, 2012)

Nucleus sensoris nervi trigemini dan nuclei tractus solitaries (rasa dan sensor viseral)
merupakan nucleus sensoris, sedangkan nucleus motoris, nucleus ambiguous (motor somatik)
dan nucleus vagal dorsal (motor viseral). Nervus vagus mempunyai lintasan terpanjang dan
distribusi terluas dari seluruh nervus cranial. Vagus dalam bahasa Latin artinya
“pengembara”. Nervus vagus berasal dari serangkaian akar dari aspek lateral medulla yang
bergabung dan meninggalkan cranium melalui foramen jugulare yang diposisikan antara N
IX dan N XI. (Moore, 2014)

16
Gambar 19. Nervus Vagus (N X) (Paulsen, 2011)

17
Gambar 20. Alur Inervasi Nervus Vagus (N X) (Paulsen, 2011)

NERVUS ACCESSORIUS (N XI)


Fungsi utama : Motorik
Asal : Nuclei motoris medulla spinalis dan medulla oblongata
Melewati : Foramen jugulare antara os. occipitalis dan os. temporalis
Tujuan : Cabang interna meninervasi otot volunteer palatum, faring dan laring;
cabang externa mengendalikan M. sternocleidomastoideus dan M. trapezius (Martini, 2012)

Nervus accessorius spinalis berasal dari nucleus nervi accessorius spinalis (Moore, 2014).
Serat ini membentuk akar spinal, yang memasuki cranium melalui foramen magnum,
menyatu dengan serat motor dari akar cranium, yang berasal dari inti di medulla oblongata,

18
dan meninggalkan cranium melalui foramen jugularis. Saraf aksesori terdiri dari dua cabang:
(Martini, 2012)

1. Cabang interna bergabung dengan nervus vagus dan menginervasi otot menelan volunter
dari palatum molle dan faring dan otot intrinsik yang mengendalikan pita suara.
2. Cabang externa mengendalikan M. sternocleidomastoideus dan M. trapezius.

Gambar 21. Nervus Accessorius (N XI) (Paulsen, 2011)

19
Gambar 22. Alur Inervasi Nervus Accessorius (N X) (Paulsen, 2011)

NERVUS HYPOGLOSSUS (N XII)


Fungsi utama : Motorik, gerakan lidah
Asal : Nuclei motoris di medulla oblongata
Melewati : Canalis hypoglossalis, os. occipitalis
Tujuan : Otot lidah (Martini, 2012)

Nervus hypoglossus meninggalkan cranium melalui canalis hypoglossi os. occipitalis,


kemudian melengkung ke inferior, anterior, dan kemudian superior untuk mencapai otot lurik
lidah. Nervus ini menyediakan kendali motor volunter lidah. (Martini, 2012)

20
Gambar 23. Nervus Hypoglossus (N XII) (Paulsen, 2011)

21
Gambar 24. Alur Inervasi Nervus Hypoglossus (N XII) (Paulsen, 2011)

22
Gambar 25. Topografi Nuclei Nervi Craniales (Paulsen, 2011)

Gambar 26. Ringkasan Nervi Craniales (Martini, 2012)


23
Gambar 27. Kelainan pada Nervus Cranialis (Moore, 2014)

JARAS MOTORIK DAN SENSORIK


Jaras Motorik

Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan
diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks,
ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada 2 yaitu: (Heryati, 2008)

1. Traktus Piramidalis

Traktus piramidal merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di gyrus presentralis
(area 4 Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat
motorik disalurkan melalui traktus piramidal ke saraf perifer menuju ke otot. Area
motorik lain yang terletak di depan korteks motorik primer adalah korteks premotorik
(area 6 Broadmann). Area ini merupakan area asosiasi korteks motorik yang
membangkitkan pola gerakan untuk disampaikan ke korteks motorik primer. Contoh:
Orang tertusuk duri → sensasi diteruskan ke korteks sensorik; dianalisa → korteks
sensorik asosiasi; diterjemahan → korteks premotorik; program dan pola → korteks
motorik primer; eksekusi gerakan → otot; kontraksi. Kerusakan korteks motorik primer

24
atau traktus piramidal dapat menyebabkan paralysis (kelumpuhan) ataupun parese
(kelemahan gerakan).

2. Traktus Ekstrapiramidalis

Jaras ini melibatkan ganglia basalis dan berfungsi untuk mengatur gerakan volunter kasar
dan tidak terampil, seperti mengendalikan posisi berdiri, gerakan tangan pada waktu
berjalan, gerak lambaian tungkai dan lengan. Kerusakan pada ganglia basalis dapat
menimbulkan gangguangangguan gerak seperti: gejala-gejala pada penyakit Parkinson
(kekakuan otot atau rigiditas, tremor, akinesia), hemibalismus, chorea, dan atetosis.
Bagian otak yang juga penting pada pengaturan gerakan adalah cerebellum (otak kecil).
Cerebellum sangat penting untuk mengatur ketepatan dan kelancaran koordinasi aktivitas
motorik volunter. Gangguan cerebellum dapat menyebabkan : postur tubuh buruk, tidak
seimbang dan ataksia (kehilangan koordinasi gerak), langkah kaki lebar dan gontai seperti
orang mabuk, bicara cadel, gerakan volunter diikuti dengan gemetaran dan dismetria.

Gambar 28. Organisasi Sistem Saraf (Sherwood, 2014)

Jaras Sensorik

Sistem sensorik pada manusia berhubungan dengan kemampuan mempersepsi suatu


rangsang. Sistem ini sangat penting karena berfungsi terutama untuk proteksi tubuh. Sistem
ini dapat juga dimaknai sebagai perasaan tubuh atau sensibilitas. (Heryati, 2008)

25
1. Reseptor

Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan
alat ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam
dan luar. Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan
mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.

Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

a. Eksteroseptor: perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan
raba.
b. Proprioseptor: perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
c. Interoseptor: perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti
jantung, lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi:

a. Mekanoreseptor: kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan,


memonitor tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan.
Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya:
corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk
sentuhan kasar dan tekanan).
b. Thermoreseptor: reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya:
bulbus Krause (untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
c. Nociseptor: reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh
reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi
(untuk tekanan).
d. Chemoreseptor: reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti: bau-
bauan yang diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang
diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah
untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas
cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
e. Photoreseptor: reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan
oleh sel photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.

2. Rasa Gabungan (combined sensation)

Rasa gabungan atau dikenal juga dengan istilah rasa somestesia luhur adalah perasaan
tubuh yang mempunyai sifat diskriminatif dan sifat tiga dimensi. Rasa gabungan
melibatkan komponen kortikal yaitu lobus parietalis untuk menganalisis serta mensistesis
tiap jenis perasaan, mengkorelasi serta mangintegrasi impuls, mengenal dan
menginterpretasi rangsang. Jadi yang diutamakan disini adalah fungsi persepsi dan fungsi
diskriminatif. Yang termasuk rasa gabungan diantaranya yaitu:

26
a. Rasa diskriminasi: rasa ini melibatkan kemampuan taktil dari kulit, dan terdiri dari:
diskriminasi intensitas (kemampuan menilai kekuatan stimulus, seperti tekanan benda
ke permukaan kulit), dan diskriminasi spasial atau diskrimisani dua titik (kemampuan
membedakan lokasi atau titik asal rangsang).
b. Barognosia: kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang.
c. Stereognosia: kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan meraba, tanpa
melihat.
d. Topognosia (topostesia): kemampuan untuk melokalisasi tempat dari rasa raba.
e. Grafestesia: kemampuan untuk mengenal huruf atau angka yang ditulis pada kulit,
dengan mata tertutup.

3. Jaras Somatosensorik

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut:

a. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu: sinyal
diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks posterior menuju
cornu posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu
menyilang ke sisi lain medulla spinalis → membentuk jaras yang berjalan ke atas
yaitu traktus spinotalamikus → menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron
sensoris ke-3 → menuju korteks somatosensorik yang berada di gyrus postsentralis
(lobus parietalis).
b. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo: sinyal
diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla spinalis → lalu naik
sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus → berakhir di nucleus Goll →
berganti menjadi neusron sensoris ke-2 → menyilang ke sisi lain medulla spinalis →
menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke
korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).

27
Gambar 29. Tractus Ascendens dan Descendens pada Zona Putih Medulla Spinalis
(Sherwood, 2014)

Jaras Ascendens Medulla Spinalis

Saat memasuki medulla spinalis, serabut-serabut saraf sensorik dari berbagai ukuran dan
fungsi dipilah dan dipisahkan menjadi berkas-berkas atau traktus-traktus saraf di substansia
alba. Berkas serabut yang berjalan ke atas disebut traktus ascendens. Traktus ascendens
menghantarkan informasi aferen, baik yang dapat maupun tidak dapat disadari. Informasi ini
dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu: (1) informasi eksteroseptif, dan (2)
informasi propioseptif. (Snell, 2009)

1. Jaras Nyeri dan Suhu


a. Tractus Spinothalamicus Lateralis

28
Reseptor nyeri dan suhu pada kulit serta jaringan lainnya adalah ujung-ujung saraf
bebas. Impuls nyeri ditransmisikan ke arah medulla spinalis, yaitu di dalam serabut-
serabut pengahantar cepat tipe A delta dan serabut-serabut penghantar lambat tipe C.
Sensasi panas dan dingin juga berjalan melalui serabut delta A dan C. Akson-akson
yang masuk ke dalam medulla spinalis dari ganglion radix posterior langsung menuju
ujung columna grisea posterior dan terbagi menjadi cabang ascendens dan
descendens. Cabang-cabang tersebut berjalan dengan jarak satu atau dua segmen
medulla spinalis dan membentuk tractus posterolateralis Lissauer (neuron tingkat
pertama).

Akson-akson neuron tingkat kedua menyilang secara miring menuju ke sisi


kontralateral di substansia grisea anterior dan commisura alba dalam satu
segmen medulla spinalis, naik di dalam columna alba kontralateral sebagai tractus
spinothalamicus lateralis, yang terletak di medial tractus spinocerebellaris anterior.

Gambar 30. Jaras Nyeri dan Suhu (Snell, 2009)

29
Banyak serabut tractus spinothalamicus lateralis berakhir dan bersinaps dengan neuro
tingkat ketiga di dalam nucleus ventralis posterolateralis thalami, berjalan menuju
crus posterior capsulae internae dan corona radiate untuk mencapai area somestesia di
gyrus postcentralis cortex cerebri. Peranan cortex cerebri adalah menginterpretasikan
kualitas informasi sensorik pada tingkat kesadaran.

Nyeri cepat berjalan di dalam saraf-saraf tepi di dalam akson A delta berdiameter
besar dengan kecepatan antara 6-30 milidetik. Nyeri lambat berjalan di dalam serabut
C berdiameter kecil dengan kecepatan 0,5-2 milidetik. Impuls-impuls nyeri cepat
pertama kali disadari untuk memperingatkan orang akan bahaya sehingga dapat
dipersiapkan respons yang adekuat.

2. Jaras Raba dan Tekanan Ringan


a. Tractus Spinothalamicus Anterior

Akson-akson memasuki medulla spinalis melalui ganglion radix posterior dan menuju
ujung columna grisea posterior, kemudian terbagi dua menjadi cabang ascendens dan
descendens. Cabang ini berjalan sejauh satu atau dua segmen medulla spinalis, dan
memberikan kontribusi pada tractus posterolateralis Lissauer. Serabut neuron tingkat
pertama ini diduga berakhir dengan sinaps pada sel-sel di dalam kelompok substansia
gelatinosa columna grisea posterior.

Selanjutnya, akson-akson neuron tingkat kedua menyilang dengan sangat miring ke


sisi kontralateral di substansia grisea anterior dan commisura alba di dalam
beberapa segmen medulla spinalis, dan naik di dalam columna alba anterolateral
sisi kontralateral sebagai tractus spinothalamicus anterior.

Ketika tractus spinothalamicus anterior naik melalui medulla oblongata, tractus ini
diikuti oleh tractus spinothalamicus lateralis dan tractus spinotectalis, yang bersama-
sama membentuk lemniscus spinalis.

30
Gambar 31. Jaras Raba dan Tekanan Ringan (Snell, 2009)

3. Jaras Diskriminasi Raba, Sensasi Getar, dan Sensasi Sadar Otot Sendi

31
Gambar 32. Jaras Diskriminasi Raba, Sensasi Getar, dan Sensasi Sadar Otot Sendi
(Snell, 2009)

4. Jaras Sensasi Otot Sendi ke Cerebellum

32
Gambar 33. Jaras Sensasi Otot Sendi yang Tidak Disadari ke Cerebellum (Snell, 2009)

5. Jaras Ascendens Lainnya

33
Gambar 34. Tractus Spinotectalis, Spinoreicularis, dan Spinoolivaris (Snell, 2009)

Jaras Descendens Medulla Spinalis

1. Tractus Corticospinales

34
Gambar 35. Tractus Corticospinales (Snell, 2009)

2. Tractus Reticulospinales

35
Gambar 36. Tractus Reticulospinalis (Snell, 2009)

3. Tractus Tectospinalis

36
Gambar 37. Tractus Tectospinalis (Snell, 2009)

4. Tractus Rubrospinalis

37
Gambar 38. Tractus Rubrospinalis (Snell, 2009)

5. Tractus Vestibulospinalis

38
Gambar 39. Tractus Vestibulospinalis (Snell, 2009)

6. Tractus Olivospinalis

39
Gambar 40. Tractus Olivospinalis (Snell, 2009)

Tabel . Jaras Somatosensorik Utama untuk Kesadaran (Snell, 2009)

Sensasi
Diskriminasi Raba,
Raba dan Tekanan Sensasi Getar,
Nyeri dan Suhu
Ringan Sensasi Sadar Otot
Sendi
Reseptor Ujung-ujung bebas Ujung-ujung bebas Corpusculum
saraf saraf Meissner,
corpusculum Paccini,
muscle spindle,
organ-organ tendon
Neuron Tingkat 1 Ganglion radix Ganglion radix Ganglion radix
posterior posterior posterior
Neuron Tingkat 2 Substansia gelatinosa Substansia gelatinosa Nuclei gracilis dan
Nuclei cuneatus
Neuron Tingkat 3 Nucleus ventralis Nucleus ventralis Nucleus ventralis
posterolateralis posterolateralis posterolateralis
thalami thalami thalami

40
Jaras-Jaras Spinothalamicus Spinothalamicus Fasciculus gracilis
lateralis, lemniscus anterior, lemniscus dan cuneatus,
spinalis spinalis lemniscus medialis
Tujuan Gyrus postcentralis Gyrus postcentralis Gyrus postcentralis

Tabel . Jaras-Jaras Sensasi Otot Sendi ke Cerebellum (Snell, 2009)

Sensasi Otot Sendi yang Tidak Disadari


Reseptor Muscle spindle, organ-organ tendon, reseptor
sendi
Neuron Tingkat 1 Ganglion radix posterior
Neuron Tingkat 2 Nucleus dorsalis
Jaras-Jaras Spinocerebellaris anterior dan posterior
Tujuan Cortex cerebelli

41
STROKE
DEFINISI
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau
kematian. (Rianawati, 2017)

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
lain selain vaskuler. (Rianawati, 2017)

Stroke Trombosis

Stroke thrombosis adalah stroke yang disebabkan oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
akibat pembentukan tromus di pembuluh darah otak. (Rianawati, 2017)

Gambar 41. Gambaran Anatomi Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik


(medicalassessmentonline.com)

42
Stroke Emboli

Stroke emboli adalah jenis stroke iskemik yang disebabkan oleh bekuan darah yang
disebabkan proses emboli, yang berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
(Rianawati, 2017)

Gambar 42. Perbedaan Stroke Trombosis, Stroke Emboli, dan Stroke Perdarahan Otak
(sites.psu.edu)

Stroke Perdarahan Intraserebral

Stroke perdarahan intraserebral adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan
mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma (non traumatis).
(Rianawati, 2017)

Gambar 43. Gambaran Anatomi Stroke Perdarahan Intraserebral (uwmedicine.org)

Stroke Subarachnoid

Perdarahan Subarachnoid (PSA) adalah ekstravasasi darah ke dalam ruang sub arachnoid
yang meliputi sistem saraf pusat yang diisi dengan cairan serebrospinal. (Rianawati, 2017)
43
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan
yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 ‰), diikuti DI Yogyakarta
(10,3 ‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 ‰), DI
Yogyakarta (16,9 ‰), Sulawesi Tengah (16,6 ‰), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.
(KemKes, 2013)

Gambar 44. Prevalensi Penyakit Jantung Koroner, Gagal Jantung, dan Stroke pada Umur
≥15 Tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2013 (KemKes, 2013)

Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes serta yang didiagnosis
nakes atau gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75
tahun (43,1 ‰ dan 67,0 ‰). Prevalensi stroke yang terdiagnosis nakes maupun berdasarkan
diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke cenderung
lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang didiagnosis nakes (16,5

44
‰) maupun diagnosis nakes atau gejala (32,8 ‰). Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari
di desa, baik berdasarkan diagnosis nakes (8,2 ‰) maupun berdasarkan diagnosis nakes atau
gejala (12,7 ‰). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja baik yang
didiagnosis nakes (11,4‰) maupun yang didiagnosis nakes atau gejala (18 ‰). Prevalensi
stroke berdasarkan diagnosis atau gejala lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan
terbawah dan menengah bawah masing masing 13,1 dan 12,6 per mil. (KemKes, 2013)

Gambar 45. Prevalensi Penyakit Jantung Koroner, Gagal Jantung, dan Stroke pada Umur
≥15 Tahun Menurut Karakteristik, Indonesia 2013 (KemKes, 2013)

ETIOLOGI
Stroke trombosis disebabkan oleh sumbatan mendadak pembuluh darah yang mensuplai
otak. Sumbatan terjadi karena suatu thrombus yang terbentuk langsung di pembuluh darah
otak yang mengalami kerusakan akibat faktor resiko. (Rianawati, 2017)

Faktor resiko secara umum dibagi menjadi 2 macam: (Rianawati, 2017)

1. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi: Usia, jenis kelamin, keturunan/genetik,
ras/warna kulit.

45
2. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi: Hipertensi, DM, merokok, dislipidemia, alkohol,
kurang olahraga, dan lain-lain.

Sumber stroke emboli antara lain: (Rianawati, 2017)

1. Emboli dapat berasal dari trombus di jantung, terutama dalam kondisi berikut:
a. Atrial fibrilasi
b. Penyakit jantung rematik: mitral stenosis
c. Pasca miokard infark.
d. Vegetasi pada katup jantung pada bakteri atau marantik endocarditis.
e. Katup jantung prostetik.
f. Operasi jantung terbuka atau atheromas di arteri leher atau di arcus aorta.
2. Emboli lemak: fraktur tulang panjang.
3. Emboli udara: kasus dekompresi.

Penyebab utama Stroke ICH dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: (Rianawati,
2017)

1. Faktor anatomik pembuluh darah otak


a. Arteriovenous Malformation (AVM).
b. Mikroaneurisme.
c. Amyloid angiopati.
2. Faktor hemodinamik
a. Hipertensi.
3. Faktor hemostatik
a. Dengan fungsi trombosit atau sistem koagulasi darah.
b. Penggunaan terapi obat antikoagulan.

Penyebab Stroke Subarachnoid Hemorrhage yaitu kelainan anatomi pembuluh darah:


aneurisma sakular, fusiformis dan mikotik (85%), AVM (10%), sisanya kelainan rongga
arteri, karena tumor dan lainnya. (Rianawati, 2017)

46
Gambar 46. Penyebab Stroke Iskemik (Berkowitz, 2017)

KLASIFIKASI
Klasifikasi stroke berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh
darah dan stadiumnya: (Ikra, 2015)

1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


a. Stroke Infark
1) Stroke akibat trombosis cerebri
2) Emboli cerebri
3) Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
2) Perdarahan ekstraserebral
2. Berdasarkan waktu terjadinya:
a. Transient Ischemic Attack (TIA): Serangan akut defisit neurologis fokal yang
berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa gejala sisa. (Rianawati,
2017)

47
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): Sama dengan TIA tetapi berlangsung
lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3 minggu.
(Rianawati, 2017)
c. Stroke in Evolution (SIE) / Progressing Stroke: Stroke dengan defisit neurologi fokal
yang terjadi bertahap dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam (sistem
karotis) atau 96 jam (sistem VB) dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3
minggu. (Rianawati, 2017)
d. Completed Stroke: Stroke dengan defisit neurologi berat dan menetap, dalam waktu 6
jam, dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu lebih dari 3 minggu.
(Rianawati, 2017)
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrobasiler

PATOFISIOLOGI

Gambar 47. Patofisiologi Stroke Berdasarkan Kaskade Iskemik Serebral (Kasper, 2016)

Oklusi akut pembuluh intrakranial menyebabkan reduksi aliran darah ke daerah otak yang
disuplainya. Besarnya reduksi aliran adalah fungsi aliran darah agunan, dan ini tergantung
pada anatomi vaskular individu (yang dapat diubah oleh penyakit), lokasi oklusi, dan tekanan
darah sistemik. Penurunan aliran darah serebral ke nol menyebabkan kematian jaringan otak
dalam waktu 4-10 menit; nilai <16-18 mL/100 g jaringan per menit menyebabkan infark
dalam satu jam; dan nilai <20 mL/100 g jaringan per menit menyebabkan iskemia tanpa
infark kecuali berkepanjangan selama beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dipulihkan ke

48
jaringan iskemik sebelum terjadi infark signifikan, pasien mungkin hanya mengalami gejala
sementara, dan sindrom klinis disebut TIA. (Kasper, 2016)

Infark serebral fokal terjadi melalui dua jalur yang berbeda: (1) jalur nekrotik dimana
kerusakan sitoskeletal seluler cepat terjadi, terutama karena kegagalan energi sel; dan (2)
jalur apoptosis di mana sel menjadi terprogram untuk mati. Iskemia menghasilkan nekrosis
oleh kelaparan glukosa dan oksigen neuron, yang pada gilirannya menyebabkan kegagalan
mitokondria untuk menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion membran berhenti berfungsi
dan depolarisasi neuron, sehingga kalsium intraseluler meningkat. Depolarisasi seluler juga
menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinaptik; kelebihan glutamat ekstraseluler
menghasilkan neurotoksisitas dengan mengaktifkan reseptor glutamat postsinaptik yang
meningkatkan masuknya kalsium neuron. Radikal bebas dihasilkan oleh degradasi lipida
membran dan disfungsi mitokondria. Radikal bebas menyebabkan kerusakan selaput katalitik
dan kemungkinan merusak fungsi vital sel lainnya. Derajat iskemia yang lebih kecil, seperti
yang terlihat pada penumbra iskemik, mendukung kematian sel apoptosis yang menyebabkan
sel mati beberapa hari sampai berminggu-minggu kemudian.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke infark yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah:
(Rianawati, 2017)

1. Arteri Cerebri Anterior


a. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
b. Gangguan mental.
c. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e. Bisa terjadi kejang-kejang.
2. Arteri Cerebri Media
a. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
b. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
c. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
d. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (afasia).
3. Arteri Carotis Interna
a. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan
terletak pada sisi dominan.
c. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
4. Arteri Cerebri Posterior
a. Hemiparesis kontralateral.
b. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
c. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

49
5. Sistem Vertebrobasiler
a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstrimitas.
b. Meningkatnya refleks tendon.
c. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d. Gejala-gejala cerebellum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
e. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
f. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang, dan pita suara sehingga pasien sulit
berbicara (disatria).
g. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
h. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya
daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
i. Gangguan pendengaran.
j. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Anamnesis

Terutama terjadinya keluhan/ gejala defisit neurologik yang mendadak, tanpa trauma kepala,
dan adanya faktor resiko stroke seperti hipertensi, kelainan jantung, dan kelainan pembuluh
darah lainnya. (Rianawati, 2017)

Pemeriksaan Fisik

Setelah saluran nafas, pernapasan, dan sirkulasi telah dinilai dan tanda vital tertentu
ditentukan, seperti tekanan darah, detak jantung, saturasi oksigen, dan suhu, pemeriksaan
fisik yang lebih rinci dilakukan. Pemeriksaan umum penting untuk mengidentifikasi
penyebab potensial lain dari gejala pasien, penyebab potensial stroke iskemik, komorbiditas
yang menyertai, atau masalah yang dapat mempengaruhi penanganan stroke iskemik.
Pemeriksaan kepala dan wajah bisa menunjukkan tanda-tanda trauma atau aktivitas kejang.
Auskultasi leher dapat mengungkapkan bruit karotid; palpasi, auskultasi, dan pengamatan
dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif. Auskultasi dada juga bisa
mengungkapkan murmur jantung, aritmia, dan rana. Pemeriksaan umum kulit dapat
mengungkapkan stigmata koagulopati, gangguan trombosit, tanda-tanda trauma, atau lesi
embolik (lesi Janeway, nodus Osler). Pemeriksaan menyeluruh untuk mengidentifikasi
komorbiditas dan kondisi akut yang mungkin mempengaruhi pemilihan pengobatan adalah
penting. (Jauch, 2013)

50
Pemeriksaan Penunjang

Beberapa tes harus dilakukan secara rutin seperti yang ditunjukkan pada pasien dengan
dugaan stroke iskemik, terutama untuk menyingkirkan diagnosis alternatif penting (terutama
ICH/ Intracerebral hemorrhage). Tes laboratorium yang harus dipertimbangkan pada semua
pasien meliputi glukosa darah, elektrolit dengan penelitian fungsi ginjal, hitung darah
lengkap dengan jumlah trombosit, spidol jantung, prothrombin time (PT), international
normalized ratio (INR), dan activated partial thromboplastin time (aPTT). Hipoglikemia
dapat menyebabkan tanda dan gejala fokal yang meniru stroke, dan hiperglikemia dikaitkan
dengan hasil yang tidak menguntungkan. Penentuan jumlah trombosit dan, pada pasien yang
memakai warfarin atau dengan disfungsi hati, PT / INR penting. Tanda jantung sering
meningkat pada stroke iskemik akut, dengan peningkatan terjadi pada 5% sampai 34%
pasien, dan elevasi ini memiliki signifikansi prognostik. Peningkatan troponin T jantung
dikaitkan dengan peningkatan tingkat keparahan stroke dan risiko kematian, serta hasil klinis
yang lebih buruk. (Jauch, 2013)

Pemeriksaan cairan cerebrospinal memiliki peran terbatas dalam evaluasi akut pasien dengan
dugaan stroke, kecuali ada kecurigaan kuat untuk perdarahan subarachnoid atau infeksi
sistem saraf pusat akut. Semua pasien stroke akut harus menjalani evaluasi kardiovaskular,
baik untuk penentuan penyebab stroke maupun untuk mengoptimalkan penanganan langsung
dan jangka panjang. (Jauch, 2013)

Stroke akut dan infark miokard akut dapat terjadi secara bersamaan. Stroke iskemik juga
dapat menyebabkan kelainan elektrokardiogram dan, kadang-kadang, dekompensasi jantung
(kardiomiopati) melalui jalur neurohormonal. Karena hubungan erat antara stroke dan
kelainan jantung, penting untuk menilai status kardiovaskular pasien yang mengalami stroke
akut. Elektrokardiogram dasar dan biomarker jantung dapat mengidentifikasi iskemia
miokard bersamaan atau aritmia jantung. Troponin lebih disukai karena peningkatan
sensitivitas dan spesifisitasnya terhadap creatine phosphokinase atau creatine phosphokinase-
MB. (Jauch, 2013)

Diagnosis Banding (Rianawati, 2017)

1. Stroke trombosis:
a. Kelainan vascular: ICH (intracerebral hemorrhage), SDH (subdural hemorrhage),
EDH (epidural hemorrhage), SAH (subarachnoid hemorrhage) akibat rupture
aneurysme atau vascular malformation.
b. Kelainan structural otak: abses otak, tumor, infeksi intrakranial.
c. Gangguan metabolik: hipoglikemi, hyperosmolar hiperglikemi state.
2. Stroke perdarahan intra serebral: stroke perdarahan subarachnoid (SAH), stroke
iskemik, subdural hematoma, TIA (transient ischemic attack), tumor otak, meningitis,
migraine, dan lain-lain.
3. Stroke Subarachnoid hemorage: stroke ICH, meningitis, migraine, cluster headache
dan cerebral venous sinus thrombosis.

51
TATALAKSANA (PERDOSSI, 2011)
1. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
a. Evaluasi Cepat dan Diagnosis

Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke akut
meliputi:

1) Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
2) Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu
tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat
kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.
3) Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale)
(AHA/ASA, Class 1, Level of evidence B).

b. Terapi Umum
1) Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
i. Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
ii. Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen
<95% (ESO, Class V, GCP).
iii. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
iv. Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence C).
v. Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
vi. Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
vii. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.

52
2) Stabilisasi Hemodinamik
i. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
ii. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
iii. Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
iv. Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan
Darah pada Stroke Akut).
v. Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
darah sistolik berkisar 140 mmHg.
vi. Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B).
vii. Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
viii. Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).

3) Pemeriksaan Awal Fisik Umum


i. Tekanan darah.
ii. Pemeriksaan jantung.
iii. Pemeriksaan neurologi umum awal: derajat kesadaran, pemeriksaan pupil
dan oculomotor, keparahan hemiparesis.

4) Pengendalian Kejang
i. Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
ii. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
iii. Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C).
iv. Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan (AHA/ASA, Class V, Level of evidence C).

5) Pengendalian Suhu Tubuh


i. Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C).

53
ii. Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 ºC (AHA/ASA
Guideline) atau 37,5 ºC (ESO Guideline).
iii. Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
iv. Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic
(AHA/ASA Guideline).

2. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat


a. Cairan
1) Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
2) Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
3) Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah
500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per
derajat Celcius pada penderita panas).
4) Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa dan
diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
5) Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
6) Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari kecuali
pada keadaan hipoglikemia.
b. Nutrisi
1) Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
2) Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
3) Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
i. Karbohidrat 30-40 % dari total kalori;
ii. Lemak 20-35 % (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %);
iii. Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
4) Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
5) Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
6) Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang
diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K
pada pasien yang mendapat warfarin.

54
3. Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut

Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada pasien
stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5-27,6% diantaranya mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik >180 mmHg.

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian
besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah
awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009)
merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar
dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini:

a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
(TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) >120 mmHg. Pada pasien
stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah
diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin,
atau diltiazem intravena.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level of
evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150
mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140
mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan
tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.
f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas.

55
h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence B). Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang,
pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai
target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat
individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme
dan komorbiditas kardiovaskular.
j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila
vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal
ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat dilakukan
dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan darah belum jelas.
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama,
dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Tabel . Obat Antihipertensi pada Stroke Akut (PERDOSSI, 2011)

Golongan/Obat Mekanisme Dosis Keuntungan Kerugian


Tiazid
Diazoksid* Aktivasi ATP- IV bolus: 50- Awitan Retensi cairan
sensitive K- 100 mg; IV <5 menit dan garam,
channels infuse: 15-30 hiperglikemia
mg/menit berat, durasi
lama (1-12 jam)
ACEI
Enalaprilat* ACE inhibitor 0,625-1,25 mg Awitan Durasi lama (6
IV selama 15 <15 menit jam), disfumgsi
menit renal
Calcium
Channel
Blocker
Nikardipin Penyekat kanal 5 mg/jam IV Awitan cepat Takikardi atau
Clevidipin* kalsium 2,5 ng/ tiap 15 (1-5 menit), bradikardia,
Verapamil* meniot, sampai tidak terjadi hipotensi, durasi
Diltiazem rebound yang lama (4-6 jam)
bermakna jika
dihentikan,
Eliminasi tidak

56
dipengaruhi
oleh disfungsi
hati atau renal,
potensi
interaksi obat
rendah. Awitan
cepat <1
menit, tidak
terjadi rebound
atau
takiflaksis.
Beta Blocker
Labetalol* Antagonis 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardia,
reseptor α1, β1, tiap 10 menit (5-10 menit) hipoglikemia,
β2 sampai 300 durasi lama (2-
mg/hari; 12 jam), gagal
infuse: 0,5-2 jantung
mg/menit kongestif,
bronkospasme

Esmolol* Antagonis Awitan segera, Bradikardia,


selektif reseptor 0,25-0,5 mg/kg durasi singkat gagal jantung
β1 IV bolus <15 menit kongestif
disusul dosis
pemeliharaan
Alfa Blocker
Fentolamin* Antagonis 5-20 mg IV Awitan cepat Takikardia,
reseptor α1, α2 (2 menit), aritmia
durasi singkat
(10-15 menit)
Vasodilator
Langsung
Hidralasin NO terkait 2,5-10 mg IV Serum-sickness
dengan bolus (sampai like, drug
mobilisasi 40 mg) induced lupus,
kalsium dalam durasi lama (3-4
otot polos jam), awitan
lambat (15-30
menit)

Tiopental* Aktivasi 30-60 mg IV Awitan cepat Depresi


reseptor GABA (2 menit), miokardial
durasi singkat
(5-10 menit)

Trimetafan* Blockade 1-5 mg/menit Awitan segera, Bronkospasme,


ganglionic IV durasi singkat retensi urin,
(5-10 menit) siklopegia,
midriasis

57
Fenoldipam* Agonis DA-1 0,001-1,6 Awitan Hipokalemia,
dan reseptor α2 μg/kg/menit <15 menit, takikardia,
IV; tanpa bolus durasi 10-20 bradikardia
menit

Sodium Nitrovasodilator 0,25-10 Awitan segera, Keracunan


nitropusid* μg/kg/menit IV durasi singkat sianid,
(2-3 menit) vasodilator
serebral (dapat
mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intrakranial),
reflex takikardia

Nitrogliserin Nitrovasodilator 5-100 Awitan 1-2 Produksi


μg/kg/menit IV menit, durasi methemoglobin,
3-5 menit reflex takikardia
*belum tersedia di Indonesia

4. Penatalaksanaan Stroke Iskemik


a. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut (lihat Bab V.A Penatalaksanaan
Tekanan Darah pada Stroke Akut).
b. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik (AHA/ASA, Level of evidence A).
c. Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia (lihat bab VI.B
Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut).
d. Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik darah secara
karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak direkomendasikan (grade
A).
e. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut (lihat bab VII.A Prosedur Aplikasi
Pemberian Terapi Trombolisis rTPA pada Stroke Iskemik Akut).
f. Pemberian antikoagulan:
1) Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal,
menghentikan perburukan defisit neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah
stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien
dengan stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
2) Antikoagulasi urgent tidak drekomendasikan pada penderita dengan stroke akut
sedang sampai berat karena meningkatnya resiko komplikasi perdarahan
intrakranial (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
3) Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan
dengan pemberian intravena rTPA tidak direkomendasikan (AHA/ASA, Class III,
Level of evidence B).
4) Secara umum, pemberian heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke iskemik
akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih merekomendasikan heparin

58
dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut dengan risiko tinggi terjadi
reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri karotis sebelum pembedahan.
Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk infark besar >50%, hipertensi
yang tidak dapat terkontrol, dan perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
g. Pemberian antiplatelet:
1) Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam setelah
awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence A).
2) Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut pada
stroke, seperti pemberian rTPA intravena (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence B).
3) Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence A).
4) Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian
obat trombolitik tidak dierkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
A).
5) Pemberian klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik
akut, tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C), kecuali pada
pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave
MI, atau recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah
kejadian (AHA/ASA, Class I, Level of evidence A).
6) Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa
tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).
h. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak dianjurkan dalam
terpi stroke iskemik akut (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
i. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam terapi stroke
iskemik akut (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
j. Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki aliran
darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi
neurologis dan jantung harus dilakukan secara ketat. (AHA/ASA, Class III, Level of
evidence B).
k. Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut akut dapat mengakibatkan
resiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan. Tindakan endovaskular belum
menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class
IIb, Level of evidence C).
l. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
A). Namun, citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.
Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3
hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam
penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in Acute Stroke, ongoing). Selain itu,
pada penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian
Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia

59
menunjukkan efek positif pada penderita strke akut berupa perbaikan motorik, score
MRS dan Barthel index.

Gambar 48. Situs Aksi Kelas Utama Obat Antihipertensi (Katzung, 2015)

60
Gambar 49. Farmakokinetik dan Dosis Obat Antihipertensi Oral Pilihan (Katzung, 2015)

61
Gambar 50. Ringkasan Obat Antihipertensi (Katzung, 2015)

62
KOMPLIKASI
1. Edema cerebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi
atau kompresi batang otak.
2. Kejang
3. Transformasi hemoragik
4. Infeksi: pneumonia, ISK
5. Trombosis vena
6. Gangguan aktivitas sehari-hari
7. Intrakranial: herniasi, TIK meningkat, kejang, SIADH (Syndrome of Inappropriate
Antidiuretic Hormone), hidrosefalus.
8. Ekstrakranial: decubitus, sepsis, kontraktur. (Rianawati, 2017)

PENCEGAHAN
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan pengendalian
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat dan kelompok risiko tinggi yang
belum pernah terserang stroke. (PERDOSSI, 2011)

1. Mengatur Pola Makan yang Sehat


a. Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar kolesterol
1) Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur, jagung dan
gandum.
2) Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan
tekanan darah, dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari
(memperlambat pengosongan usus).
3) Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterol HDL.
4) Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang mede menurunkan kolesterol
LDL dan mencegah arterrosklerosis.

Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu, meningkatkan aktifitas estrogen dan
isoflavon, memperbaiki elastisitas arteri dan meningkatkan aktifitas antioksidan yang
menghalangi oksidasi LDL.

b. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke


1) Makanan/ zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti asam
folat, vitamin B6, B12, dan riboflavin.
2) Susu yang mengandung protein, kalsium, seng (Zn), dan B12, mempunyai efek
proteksi terhadap stroke.
3) Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon mengandung omega-3,
eicosapperitenoic acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan
pelindung jantung mencegah risiko kematian mendadak, mengurangi risiko
aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi

63
platelet, sebagai precursor prostaglandin, inhibisi sitokin, antiinflamasi dan
stimulasi nitric oxide (NO) endothelial. Makanan jenis ini sebaiknya dikonsumsi
dua kali seminggu.
4) Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin C, E, dan betakaroten)
seperti yang banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian.
5) Buah-buahan dan sayur-sayuran:
i. Kebiasaan/membudaya diet kaya buah-buahan dan sayuran bervariasi
minimal 5 porsi setiap hari.
ii. Sayuran hijau dan jeruk yang menurunkan resiko stroke.
iii. Sumber kalium yang merupakan predictor yang kuat untuk mencegah
mortalitas akibat stroke, terutama buah pisang.
iv. Apel yang mengandung quercetin dan phytonutrient dapat menurunkan
resiko stroke.
6) Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.

c. Anjuran lain tentang makanan


1) Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium (<6 gram/hari).
Bahan-bahan yang mengandung natrium seperti monosodium glutamate dan
sodium nitrat, sebaiknya dikurangi. Makanan sebaiknya harus segar. Pada
penderita hipertensi, asupan natrium yang dianjurkan ≤2,3 gram/hari dan asupan
kalium ≥4,7 gram/hari.
2) Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty
acid seperti kue-kue, crackers, telur, makanan yang digoreng, dan mentega.
3) Mengutamakan makanan yang mengandung polyunsaturated fatty acid,
monounsaturated fatty acid, makanan berserat dan protein nabati.
4) Nutrient harus diperoleh dari makanan bukan suplemen.
5) Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu makanan seimbang.
6) Makanan sebaiknya bervariasi dna tidak tunggal.
7) Hindari makanan dengan densitas kalori tinggi dan kualitas nutrisi rendah.
8) Sumber lemak sebaiknya berasal dari sayuran, ikan bauh polong dan kacang-
kacangan.
9) Utamakan makanan yang mengandung polisakarida seperti roti, nasi, pasta, sereal
dan kentang. Hindari makanan yang mengandung gula (monosakarida dan
disakarida).

2. Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup


a. Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari.
b. Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut
WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri
pada Tuhan yang maha esa dan mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis dapat
meningkatkan tekanan darah. Penanganan stress menghasilkan respon relaksasi yang
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.

64
3. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam Hal Diet
dan Obat
a. Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, diabetes
mellitus (DM) harus dipantau secara teratur.
b. Faktor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet dan gaya
hidup sehat.
c. Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah 140/90 mmHg. Jika
menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis, target tekanan darah 130/80
mmHg.
d. Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target HbA1C
<7%.
e. Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet dan obat
penurun lemak. Target kadar kolesterol LDL <100 mg/dL penderita yang bersiko
tinggi stroke sebaiknya target kolesterol LDL sebaiknya <70 mg/dL.
f. Terdapat bukti-bukti tentang faktor resiko yang bersifat infeksi/ inflamasi misalnya
infeksi gigi. Kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diperhatikan secara teratur.

4. Beberapa Rekomendasi
a. Penilaian Faktor Resiko Serangan Stroke Pertama

Setiap penderita perlu dilakukan penilaian resiko terjadinya stroke di kemudian hari
(AHA/ASA, Class 1, Level of evidence A). risk assessment tool seperti Framingham
Stroke Profile (FSP) dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi individu
yang mungkin mendapat manfaat mendapat intervensi terapi berdasarkan faktor
resiko yang ada (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).

b. Penyebab Stroke Secara Genetik

Anamnesis riwayat keluarga dapat bermanfaat untuk skrinning seseorang mempunyai


faktor resiko stroke genetik (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence A). Rujukan
untuk konseling genetik dapat dipertimbangkan pada pasien stroke yang disebabkan
oleh faktor genetik (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence C).

c. Penyakit Kardiovaskular

Resiko terkena stroke serangan pertama meningkat pada orang dengan penyakit
vaskular aterosklerotik non serebrovaskular (penyakit jantung koroner, gagal jantung,
atau klaudikasio intermiten).

d. Hipertensi
1) Panduan The Joint National Committee Seventh (JNC 7) merekomendasikan
skrining tekanan darah secara teratur dan penanganan yang sesuai, termasuk
modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologik.
2) Tekanan darah sistolik harus dikelola mencapai target <140 mmHg dan tekanan
darah diastolik <90 mmhg. Penderita dengan hipertensi dan diabetes atau penyakit
ginjal memiliki sasaran tekanan darah 130/80 mmhg (AHA/ASA, Class 1, Level

65
of evidence A). Hal ini berhubungan dengan resiko yang rendah terjadinya stroke
dan kejadian kardiovaskular (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence A).
e. Aktivitas Fisik
1) Peningkatan aktivitas fisik direkomendsikan karena berhubungan dengan
penurunan resiko stroke (AHA/ASA, Class 1, level of evidence B).
2) Pada orang dewasa, direkomenasikan untuk melakukan aktifitas fisik aerobik
minimal selama 150 menit (2 jam 30 menit) setiap minggu dengan intensitas
sedang, atau 75 menit (1 jam 15 menit) setiap minggu dengan intensitas berat
(AHA/ASA 1, Class 1, level of evidence B).

Keterangan:

 Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (jalan cepat, bersepeda,
berenang, dll) secara teratur akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
kontrol diabetes, memperbaiki kebiasaan makan, menurunkan berat badan dan
meningktkan kadar kolesterol HDL.
 Efek biologis: penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma, dan
meningkatnya aktifitas tissue plasminogen activator.
 Pola makan sehat dan olahraga teratur adalah pengobatan utama bagi penderita
obesitas dan mencegah stroke.

Pencegahan sekunder berupa pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
bersifat tidak dapat dirubah dan dapat dipakai sebagai penanda (marker) stroke pada
seseorang. Pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah berikut ini.
(PERDOSSI, 2011)

1. Hipertensi
a. Penurunan tekanan darah direkomendasikan baik untuk pencegahan stroke ulang
maupun pada penderita dengan komplikasi vaskular lainnya yang pernah mendapat
serangan stroke iskemik maupun TIA sebelum 24 jam pertama (AHA/ASA, Class 1,
Lever of evidence A).
b. Oleh karena manfaat ini diperoleh pada orang-orang yang telah diketahui hipertensi
sebelumnya maupun tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya, rekomendasi ini dapat
digunakan oleh semua pasien dengan stroke iskemik dan TIA yang memenuhi syarat
untuk penurunan tekanan darah. (AHA/ASA, Class 1Ia, Lever of evidence B).
c. Target penurunan tekanan darah yang absolut tidak dapat dipastikan dan tergantung
pada keadaan setiap pasien, tetapi manfaatnya terlihat jika penurunan rata-rata sekitar
10/5 mmHg, dengan tekanan darah normal didefinisikan <120/80 mmHg oleh JNC
VII (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).
d. Beberapa modifikasi gaya hidup telah dibuktikan mengurangi tekanan darah dan
merupakan bagian dan pengobatan komprehensif antihipertensi (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence C). Yang termasuk modifikasi gaya hidup ini adalah
pembatasan asupan garam; penurunan berat badan; diet dengan kaya buah-buahan,
sayuran dan low fat dairy products; senam aerobik yang regular; dan pembatasan
konsumsi alkohol.

66
e. Pemberian obat dengan dosis yang optimal untuk mencapai tingkat tekanan darah
yang direkomendasikan masih tidak pasti karena pengetahuan tentang perbandingan
yang langsung tentang obat-obatan tersebut masih terbatas. Data yang ada
menunjukkan bahwa diuretika atau kombinasi diuretika dengan ACE menunjukkan
manfaat. (AHAJASA, Class I, Level of evidence A).
f. Pilihan obat yang spesifik dan targetnya dipilih secara orang per orang berdasarkan
efek secara mekanisme farmakologi dengan mempertimbangkan karakteristik dari
pasien yang spesifik, dimana dikaitkan dengan obat yang spesifik, dan memberikan
efek terhadap pengobatan sesuai dengan indikasinya (contoh penyakit pembuluh
darah ekstrakranial, gangguan ginjal, penyakit jantung dan diabetes). (AHA/ASA,
Class IIA, Level of evidence B).

2. Modifikasi Gaya Hidup


a. Merokok
1) Penyedia pelayanan kesehatan sebaiknya memberikan nasehat kepada pasien
dengan stroke atau TIA dengan riwayat merokok untuk segera berhenti merokok
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
2) Memberikan nasehat untuk menghindari lingkungan perokok (perokok pasif).
3) Konseling mengenai produk nikotin dan dapat memberikan obat orang untuk
menghentikan kebiasaan merokok sebagai upaya efektif untuk membantu perokok
berhenti merokok.
b. Konsumsi alkohol
1) Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang menjadi peminum alkohol berat
harus mengurangi atau menghentikan mengkonsumsi alkohol.
2) Konsumsi alkohol tidak dianjurkan.
c. Aktivitas fisik
1) Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang masih dapat melakukan
aktifitas fisik setidaknya 30 menit latihan fisik dengan intensitas sedang (berjalan
cepat, menggunakan sepeda statis) dapat dipertimbangkan menurunkan faktor
resiko dan kondisi komorbid yang memungkinkan stroke berulang (AHA/ASA,
Class IIb, Level of evidence C). intensitas sedang didefinisikan sebagai aktifitas
fisik yang cukup berarti hingga berkeringat atau meningkatkan frekuensi denyut
jantung, 1-3 kali perminggu.
2) Bagi individu dengan disabilitas setelah stroke iskemik, pengawasan oleh tenaga
kesehatan professional seperti terapis atau rehabilitasi kardiovaskuler berupa paket
latihan fisik dapat dipertimbangkan. (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence C).

PROGNOSIS
Stroke trombosis: Secara umum 80% pasien dengan stroke hidup selama satu bulan dengan
10 year survival rate sekitar 35%. Setengah hingga sepertinga pasien yang mampu melewati
fase akut stroke mampu mendapatkan fungsi yang kembali normal, hanya 15% membutuhkan
perawatan instusional. (Rianawati, 2017)

67
Stroke emboli: Mortilitas tinggi dalam penanganan rumah sakit selama fase akut stroke.
Resiko terjadinya infark hemoragik terutama pada pasien usia tua (>65 tahun), riwayat
perdarahan GIT, hipertensi tidak terkontrol, dan kombinasi penggunaan antikoagulan dan
antiplatelet sehingga prognosanya lebih buruk. (Rianawati, 2017)

Stroke perdarahan intracerebral (ICH): Prognosis ditentukan oleh beberapa kondisi:


derajat kesadaran, usia, volume perdarahan. Pada umumnya stroke ICH, prognosis buruk dan
outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. (Rianawati,
2017)

68
KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI
Menurut Sayyid Sabiq, hak dan kewajiban suami istri ada tiga, yakni:
(www.catatanmoeslimah.com)

1. Hak dan Kewajiban Istri atas Suami


2. Hak dan Kewajiban Suami atas Istri
3. Hak dan Kewajiban Bersama

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI ATAS SUAMI


Hak-Hak Istri

Adapun hak-hak istri atas suami diantaranya sebagai berikut:

1. Istri berhak menerima mahar,


2. Hak digauli dengan baik,
3. Berhak menerima nafkah lahir dan batin,
4. Diperlakukan dengan baik,
5. Dibimbing dan diajarkan agama yang baik,
6. Diberi keadilan diantara para istri jika suami beristri lebih dari satu,
7. Berhak dimuliakan,

Kewajiban Istri

Adapun kewajiban istri atas suami diantaranya:

1. Taat dan patuh pada suami,


2. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman,
3. Mengatur rumah dengan baik,
4. Menghormati keluarga suami,
5. Bersikap sopan dan penuh senyum pada suami,
6. Tidak mempersulit suami dan selalu mendorong suami untuk lebih maju,
7. Ridho dan syukur terhadap apa yang diberikan suami,
8. Menjaga harta kekayaan suami saat suami tidak ada di rumah,
9. Selalu berhemat dan suka menabung atau dapat mengatur kondisi keuangan keluarga,
10. Selalu berhias dan bersolek untuk suami,

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ATAS ISTRI


Hak-Hak Suami

Hak-hak suami terhadap istrinya antara lain:

1. Suami berhak ditaati dalam hal apapun dengan syarat larangan atau perintahnya tidak
mengandung maksiat atau kejahatan,
2. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami,
3. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suami,

69
4. Tidak bermuka masam dihadapan suami,
5. Tidak menunjukkan keadaan yang tidak disukai suami,

Kewajiban Suami

1. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-
hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri secara
bersama-sama.
2. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah
tangga sesuai dengan kemampuannya.
3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan
belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4. Suami wajib memberikan nafkah pada istri seperti tempat kediaman bagi istri, biaya
rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak juga biaya
pendidikan bagi anak.
5. Wajib memuliakan istri. Karena dengan memuliakan istri akan menambah rizki dan Allah
akan mencukupkannya.

HAK DAN KEWAJIBAN BERSAMA


Suami istri memiliki hak yang sama-sama harus dipenuhi bersama. Adapun hak bersama
suami istri tersebut diantaranya ialah:

1. Suami istri dihalalkan saling bergaul mengadakan hubungan seksual. Perbuatan ini
merupakan kebutuhan bersama suami istri yang dihalalkan secara timbal balik.
2. Hak saling menikmati satu sama lain. Masing-masing berhak memperoleh kenikmatan
yang diperoleh dari keduanya.
3. Hak saling mendapat waris akibat dari adanya ikatan perkawinan yang sah.
4. Anak mempunyai nasab yang jelas bagi suami.
5. Kedua belah pihak berhak untuk melakukan pergaulan yang baik.

KESALAHAN SUAMI TERHADAP ISTRI (www.eramuslim.com)


1. Tidak Mengajarkan Agama dan Hukum Syariat Islam Kepada Istri

Banyak kita temui bahwa para isteri tidak mengetahui bagaimana cara sholat yang betul,
hukum haid & nifas, bertingkah laku/berperilaku terhadap suami secara tidak Islami &
tidak mendidik anak-anak secara Islam. Bahkan ada yang terjerumus ke dalam pelbagai
jenis kesyirikan. Yang menjadi fokus perhatian seorang isteri hanyalah bagaimana cara
memasak & menghidangkan makanan tertentu, cara berdandan yang cantik dan
sebagainya. Tidak lain semua kerana tuntutan suami, sedangkan masalah Agama,
terutama ibadahnya tidak pernah ditanyakan oleh suami.

Padahal Allah s.w.t berfirman yang bermaksud:

70
‫اس‬ ً ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال َّ ِذ ي َن آ َم ن ُوا ق ُ وا أ َنْ ف ُسَ كُ ْم َو أ َ ْه لِ ي كُ ْم ن‬
ُ َّ ‫َار ا َو ق ُو د ُهَا ال ن‬
َ ‫َو الْ ِح َج‬
َّ ‫ار ة ُ عَ ل َ يْ َه ا َم ََل ئ ِ كَ ة ٌ ِغ ََل ظٌ ِش د َ ا د ٌ ََل ي َ عْ صُ و َن‬
‫َّللا َ َم ا أ َ َم َر ه ُ ْم‬
‫َو ي َ فْ ع َ ل ُو َن َم ا ي ُ ْؤ َم ُر و َن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Maka para suami diminta untuk tidak sesekali mengabaikan hal ini, karena semuanya
akan diminta dipertanggungjawaban atasnya. Hendaklah benar-benar mengajarkan agama
kepada isterinya, baik dilakukan sendiri atau melalui perantara. Antara lain yang dapat
dilakukan; menghadiahkan buku-buku tentang Islam & hukum-hukumnya serta
berbincang bersama-sama, kaset/cd ceramah, mengajak isterinya menghadiri ke majlis-
majlis ilmu yang disampaikan oleh orang-orang yang berilmu dan sebagainya.

2. Suka Mencari Kekurangan dan Kesalahan Istri

Dalam suatu hadith riwayat Bukhari & Muslim, Rasulullah s.a.w melarang lelaki yang
berpergian dalam waktu yang lama, pulang menemui keluarganya di waktu malam,
karena dikhawatirkan akan mendapati berbagai kekurangan isteri & cela isterinya.
Bahkan suami diminta bersabar & menahan diri dari kekurangan yang ada pada isterinya,
juga ketika isteri tidak melaksanakan kewajibannya. Karena suami juga mempunyai
kekurangan & celaan, seperti sabda Rasulullah:

“Janganlah seorang suami yang beriman membenci isterinya yang beriman. Jika dia
tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain darinya.” {H.R.
Muslim}

3. Memberikan Hukuman yang Tidak Sesuai dengan Kesalahan Istri

Ini termasuk bentuk kedzaliman terhadap isteri, antara lain yaitu:

a. Menggunakan pukulan di tahap awal pemberitahuan hukuman {lihat Al-Quran, Surah


An-Nisa : 34}

‫ض‬ ٍ ْ‫ض ُه ْم عَ ل َ ٰى ب َ ع‬ َّ ‫ض َل‬


َ ْ‫َّللا ُ ب َ ع‬ َّ َ ‫الر َج ا ُل ق َ َّو ا ُم و َن عَ ل َ ى الن ِ سَ ا ِء ب ِ َم ا ف‬ ِ
‫ت لِ لْ غ َ يْ بِ ب ِ َم ا‬ٌ ‫ت َح ا ف ِ ظَ ا‬ٌ ‫ت ق َ ا ن ِ ت َا‬ َّ ‫َو ب ِ َم ا أ َنْ ف َ ق ُوا ِم ْن أ َ ْم َو ا لِ ِه ْم ۚ ف َ ال‬
ُ ‫ص ا لِ َح ا‬
‫ج ُر و ه ُ َّن ف ِ ي‬ ُ ْ‫الَل ت ِ ي ت َ َخ ا ف ُ و َن ن ُشُ وزَ ه ُ َّن ف َ ِع ظُ و ه ُ َّن َو ا ه‬ َّ ‫َّللا ُ ۚ َو‬َّ َ‫َح فِ ظ‬
ً ِ ‫ض ِر ب ُ و ه ُ َّن ۖ ف َ إ ِ ْن أ َطَ عْ ن َ كُ ْم ف َ ََل ت َبْ غ ُ وا عَ ل َ يْ ِه َّن سَ ب‬
‫يَل ۗ إ ِ َّن‬ ْ ‫اج ع ِ َو ا‬ َ ‫الْ َم‬
ِ ‫ض‬
‫ير ا‬ً ِ ‫َّللا َ كَ ا َن عَ لِ ي ًّا كَ ب‬
َّ

71
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab
itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

b. Mengusir isteri dari rumahnya tanpa ada kebenaran secara syar’i {lihat Al-Quran,
Surah Ath-Thalaq : 1}

ۖ َ ‫ي إ ِ ذ َا طَ ل َّ قْ ت ُمُ الن ِ سَ ا َء ف َ طَ ل ِ ق ُ و ه ُ َّن لِ ِع د َّت ِ ِه َّن َو أ َ ْح صُ وا الْ ِع د َّة‬ ُّ ِ ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال ن َّ ب‬


‫َّللا َ َر ب َّ كُ ْم ۖ ََل ت ُ ْخ ِر ُج و ه ُ َّن ِم ْن ب ُي ُو ت ِ ِه َّن َو ََل ي َ ْخ ُر ْج َن إ ِ ََّل أ َ ْن‬ َّ ‫َو ا ت َّق ُوا‬
َّ َ ‫َّللا ِ ۚ َو َم ْن ي َ ت َع َ د َّ ُح د ُو د‬
ْ ‫َّللا ِ ف َ ق َ د‬ َّ ُ ‫ك ُح د ُو د‬ َ ْ‫اح شَ ٍة ُم ب َ ي ِ ن َ ٍة ۚ َو ت ِ ل‬ ِ َ ‫ي َ أ ْت ِ ي َن ب ِ ف‬
َ ِ‫ث ب َ عْ د َ ٰذ َ ل‬
‫ك أ َ ْم ًر ا‬ َّ ‫ظَ ل َ َم ن َ فْ سَ ه ُ ۚ ََل ت َد ْ ِر ي ل َ ع َ َّل‬
ُ ‫َّللا َ ي ُ ْح ِد‬
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar
kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah
dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah
mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.”

c. Memukul wajah, mencela dan menghina.

Dalam as-Sunan dan al-Musnan dari Mu’awiyah bin Haidah al-Qusyairi bahawa ia
berkata: “Ya Rasulullah, apakah hak isteri atas suaminya? Nabi s.a.w menjawab:
“Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika
engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-jelekkannya …..” {H.R. Ibnu
Majah disahihkan oleh Syeikh Albani}

4. Culas dalam Memberi Nafkah Kepada Isteri

‫ض عْ َن أ َ ْو ََل د َه ُ َّن َح ْو ل َ يْ ِن كَ ا ِم ل َ يْ ِن ۖ لِ َم ْن أ َ َر ا د َ أ َ ْن ي ُت ِ َّم‬ ِ ‫ت ي ُ ْر‬ ُ ‫َو الْ َو ا لِ د َا‬


‫ف ۚ ََل‬ ِ ‫س َو ت ُ ُه َّن ب ِ الْ َم عْ ُر و‬ ْ ‫ض ا عَ ة َ ۚ َو عَ ل َ ى الْ َم ْو ل ُو ِد ل َ ه ُ ِر ْز ق ُ ُه َّن َو ِك‬ َ ‫الر‬ َّ
ۚ ِ‫ار َو ا لِ د َة ٌ ب ِ َو ل َ ِد هَا َو ََل َم ْو ل ُ و د ٌ ل َ ه ُ ب ِ َو ل َ ِد ه‬
َّ ‫ض‬ َ ُ ‫س ع َ َه ا ۚ ََل ت‬ ْ ‫س إ ِ ََّل ُو‬ٌ ْ‫ف ن َ ف‬ ُ َّ ‫ت ُكَ ل‬
‫اض ِم نْ هُ َم ا‬ ٍ ‫اَل عَ ْن ت َ َر‬ ً ‫ص‬َ ِ ‫ك ۗ ف َ إ ِ ْن أ َ َر ا د َا ف‬ َ ِ‫ث ِم ث ْ ُل ٰذ َ ل‬ ِ ‫ار‬ ِ ‫َو عَ ل َ ى الْ َو‬
‫ض ع ُوا أ َ ْو ََل د َ كُ ْم ف َ ََل‬ ْ َ ‫ح عَ ل َ يْ ِه َم ا ۗ َو إ ِ ْن أ َ َر د ْ ت ُ ْم أ َ ْن ت‬
ِ ‫س ت َ ْر‬ َ ‫َاو ٍر ف َ ََل ُج ن َا‬
ُ ‫َو ت َش‬
72
‫ع ل َ ُم وا أ َ َّن‬ ِ ‫ح عَ ل َ يْ كُ ْم إ ِ ذ َا سَ ل َّ ْم ت ُ ْم َم ا آ ت َيْ ت ُ ْم ب ِ الْ َم عْ ُر و‬
َّ ‫ف ۗ َو ا ت َّق ُوا‬
ْ ‫َّللا َ َو ا‬ َ ‫ُج ن َا‬
‫ص ي ٌر‬ ِ َ ‫َّللا َ ب ِ َم ا ت َعْ َم ل ُو َن ب‬
َّ
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Isteri berhak mendapatkan nafkah, kerana dia telah membolehkan suaminya bersenang-
senang kepadanya, dia telah mentaati suaminya, tinggal di rumahnya, mengasuh &
mendidik anak-anaknya. Dan jika isteri mendapati suaminya culas dalam memberi
nafkah, bakhil, tidak memberikan nafkah kepadanya tanpa ada pembenaran syar’i, maka
dia boleh mengambil harta suami untuk mencukupi keperluannya secara ma’ruf (tidak
berlebihan) meskipun tanpa sepengetahuan suaminya.

Sabda Rasulullah s.a.w: “Jika seorang muslim mengeluarkan nafkah untuk keluarganya
sedangkan dia mengharapkan pahalanya, maka nafkah itu adalah sedekah baginya.”
{Muttafaq‘alaih}

5. Sikap Keras, Kasar, Tidak Lembut Terhadap Isteri

Rasulullah s.a.w bersabda: “Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik
akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik tehadap isteri-isterinya.”
{H.R. at-Tirmidzi, disahihkan oleh Syeikh Albani}

Maka suami hendaklah berakhlak baik terhadap isterinya dengan bersikap lembut &
menjauhi sikap kasar.

6. Kesombongan Suami Membantu Isteri dalam Urusan Rumah Tangga

Ini kesalahan yang paling banyak menjangkiti para suami. Padahal lelaki yang paling
utama yakni Rasulullah s.a.w tidak segan untuk membantu pekerjaan isterinya.

Ketika Aisyah r.a ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah s.a.w di rumahnya,
beliau menjawab: “Beliau membantu pekerjaan isterinya & jika datang waktu solat,
maka beliau pun keluar untuk solat.” {H.R. Bukhari}

73
7. Menyebarkan Rahasia dan Aib Isterinya

“Sesungguhnya diantara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari
kiamat adalah seseorang yang menggauli isterinya & isterinya menggaulinya kemudian
dia menyebarkan rahasia-rahasia isterinya.” {H.R. Muslim}

Dalam hadith ini diharamkan seorang suami menyebarkan apa yang terjadi antara dia
dengan isterinya terutama perilaku keduanya di tempat tidur. Juga diharamkan
menyebutkan perinciannya, serta apa yang terjadi pada isterinya baik berupa perkataan
maupun perbuatan lainnya.

8. Sikap Terburu-Buru dalam Menceraikan Isteri

Wahai suami yang mulia, sesungguhnya hubungan antara engkau & isterimu adalah
hubungan yang kuat lagi suci, oleh karena itu Islam menganggap penceraian adalah
perkara besar yang tidak boleh diremehkan karena penceraian akan menyeret kepada
kerusakan, kacau balaunya pendidikan anak dsb. Dan hendaknya perkataan cerai/talak itu
tidak digunakan sebagai bahan gurauan/mainan. Karena Rasulullah s.a.w telah bersabda:

“Ada 3 hal yang kesungguhannya dan gurauannya sama-sama dianggap sungguh-


sungguh yaitu: nikah, talak (cerai) dan rujuk.” {H.R. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu
Majah, dinilai “hasan” oleh asy-Syeikh Albani}

Memang perselisihan antara suami isteri sering terjadi kadang sampai mengarah kepada
penceraian. Akan tetapi penceraian ini tidak boleh dijadikan sebagai langkah pertama
dalam penyelesaian perselisihan ini. Bahkan harus diusahakan berbagai cara untuk
menyelesaikannya, karena kemungkinan besar akan banyak rasa penyesalan yang
ditimbulkan dikemudian hari kelak.

Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgahsananya di atas air


(laut), kemudian ia mengutus para tentaranya. Maka tentara yang paling dekat dengan
Iblis adalah yang paling besar fitnahnya (penyesatannya). Maka datanglah salah satu
tenteranya dan melapor: Aku telah melakukan ini dan itu, maka Iblis berkata: Engkau
belum melakukan apa-apa, kemudian datanglah tentara yang lain dan melapor: Aku
telah menggodanya hingga akhirnya aku menceraikannya dengan isterinya. Maka Iblis
pun mendekatkan tentara syaitan ini di sisinya lalu berkata: Engkau tentara terbaik.”
{H.R. Muslim}

9. Berpoligami Tanpa Memperhatikan Ketentuan Syari’at

Menikah untuk kedua kali, ketiga dan keempat kali merupakan salah satu perkara yang
Allah syariatkan. Akan tetapi yang menjadi catatan di sini bahwa sebahagian orang yang
ingin menerapkan syariat ini/telah menerapkannya tidak memperhatikan sikapnya yang
tidak memenuhi kewajiban serta tanggungjawab terhadap isteri. Terutama isteri pertama
& anak-anaknya.

74
َ َ‫َو إ ِ ْن ِخ فْ ت ُ ْم أ َ ََّل ت ُقْ ِس طُ وا ف ِ ي الْ ي َ ت َا َم ٰى ف َ ا نْ ِك ُح وا َم ا ط‬
‫اب ل َ ك ُ ْم ِم َن الن ِ سَ ا ِء‬
‫ت‬ ْ َ‫اح د َة ً أ َ ْو َم ا َم ل َ ك‬
ِ ‫ث َو ُر ب َ ا عَ ۖ ف َ إ ِ ْن ِخ فْ ت ُ ْم أ َ ََّل ت َعْ ِد ل ُ وا ف َ َو‬ َ ‫َم ث ْ ن َٰى َو ث ُ ََل‬
َ ِ‫أ َيْ َم ا ن ُ كُ ْم ۚ ٰذ َ ل‬
‫ك أ َدْ ن َٰى أ َ ََّل ت َع ُو ل ُوا‬
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Sikap ini merupakan keadilan yang diperintahkan Allah s.w.t. Memang benar berpoligami
merupakan syariat Islam, tetapi jika seseorang tidak mampu melaksanakannya dengan
baik & tidak memenuhi syarat-syaratnya maka tidak boleh memikul tanggungjawabnya,
bila dilakukan maka menjuruskan kerusakan sebuah rumahtangga, menghancurkan anak-
anak & menambah permasalahan keluarga & juga kepada masyarakat. Maka fikirkanlah
akibatnya & perhatikanlah dengan saksama perkaranya sebelum masuk kelayakan
ke’dalam’nya.

10. Lemahnya Kecemburuan

Para suami membiarkan kemolekan, keindahan & kecantikan isterinya dinikmati &
dipertontonkan oleh ramai orang. Dia membiarkan isterinya menampakkan auratnya
ketika keluar rumah, membiarkan berkumpul dengan lelaki-lelaki lain. Bahkan
sebahagian ada yang bangga karena telah memiliki isteri yang cantik yang boleh
dinikmati ‘pandangan’ kebanyakan orang. Padahal wanita di mata Islam adalah makhluk
yang sangat mulia, sehingga keindahan & keelokannya hanya diperuntukkan atau
dikhususkan buat suaminya saja dan tidak sesekali di’jaja’ sebebasnya kemana-mana.
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istrinya tidak akan membiarkan
isterinya berjabat tangan dengan lelaki lain yang bukan mahram.

“Ditusukkan kepala seorang lelaki dengan jarum dari besi lebih baik daripada dia
menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” {lihat dalam ash-Shahihah : 226}

Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap isterinya, dia akan memperhatikan
sabda Rasulullah s.a.w:

“Janganlah kalian masuk menemui para wanita.” lalu seorang Ansar berkata, “Wahai
Rasulullah, bagaimana dengan al-hamwu (kerabat suami/ipar)?” Beliau mengatakan,
“Al- hamwu (ipar) adalah kematian.” {Muttafaq ‘alaih}

Perhatikan juga ancaman Rasulullah s.a.w terhadap lelaki yang tidak memiliki
kecemburuan terhadap keluarga (isteri):

“Tiga golongan yang Allah s.w.t tidak akan melihat mereka pada hari kiamat iaitu
seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai lelaki dan

75
ad-Dayyuts” {H.R. An-Nasa’i dinilai ‘hasan’ oleh syeikh Albani, lihat ash-Shahihah:
674}

Ad-Dayyuts (dayus) adalah lelaki yang tidak memiliki kecemburuan terhadap


keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA
76
(medicalassessmentonline.com) Diakses tanggal 10 Desember 2017

(sites.psu.edu) Diakses tanggal 10 Desember 2017

(speedyeyes.com) Diakses tanggal 9 Desember 2017

(strokenetwork.org) Diakses tanggal 9 Desember 2017

(uwmedicine.org) Diakses tanggal 10 Desember 2017

(www.catatanmoeslimah.com) Diakses tanggal 10 Desember 2017

(www.eramuslim.com) Diakses tanggal 10 Desember 2017

(www.tedmontgomery.com/the_eye/indexeom.html) Diakses tanggal 9 Desember 2017

Berkowitz AL. (2017). Clinical Neurology and Neuroanatomy: A Localization-Based


Approach. New York: McGraw-Hill Education

Heryati E, Faizah N. (2008). Diktat Kuliah Psikologi Faal. Bandung: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Ikra V. (2015). Perbandingan Nilai Mean Platelet Volume (MPV) pada Pasien Stroke
Non Hemoragik dan Stroke Hemoragik. Undergraduate thesis. Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung

Jauch EC, Saver JL, et al. (2013). Guidelines for the Early Management of Patients with
Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare Professionals from the American
Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2013;44:870–947. American
Heart Association, Inc.

Kasper DL, et al. (2016). Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th Edition. New
York: McGraw-Hill Education

Katzung BG, et al. (2015). Basic & Clinical Pharmacology 13th Edition. New York:
McGraw-Hill Education

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Martini FH, et al. (2012). Human Anatomy 7th Edition. Boston: Pearson Benjamin
Cummings

Moore KL, et al. (2014). Moore Clinically Oriented Anatomy 7th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins

Paulsen F. (2011). Sobotta Atlas of Human Anatomy: Head, Neck and Neuroanatomy
15th Edition. Munich: Elsevier Urban & Fischer

77
PERDOSSI. (2011). Guideline Stroke Tahun 2011. Pekanbaru: Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Fakultas Kedokteran UR

Rianawati SB, Munir B (eds.). (2017). Buku Ajar Neurologi. Jakarta: CV Sagung Seto

Sherwood, L. (2014). Human Physiology: From Cells to System 9th Edition. USA:
Cengage Learning

Snell RS. (2009). Neuroanatomi Klinik Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tuli S. (2012). Visual Diagnosis: A 6-year-old Girl with Restricted Upward Gaze of Her
Right Eye. Pediatrics in Review; Vol. 33 No. 8, Agustus 2012:e53-56. doi: 10.1542/pir.33-8-
e53

78

Anda mungkin juga menyukai