KERATITIS HERPETIKA
PEMBIMBING:
dr. Trisna Rini, Sp.M
PENYUSUN:
Maygie Medianti
2007.04.0.00076
2008.04.0.00100
Hendy Bhaskara PP
2009.04.0.00149
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Infeksi pada mata dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,
ataupun parasit. Infeksi dapat mengenai seluruh bagian mata. Infeksi pada
mata dapat menyebabkan mata merah, dengan tajam penglihatan menurun
maupun tidak. Salah satu agent penyebab infeksi pada mata adalah Virus
Herpes Zoster (HZV).
Herpes Zoster Virus (HZV) termasuk dalam famili Herpes viridae,
seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus. (Shaikh,
2002). Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari
Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). (Moon, 2007)
Lebih dari 90 % dewasa di Amerika terbukti mempunyai serologi
yang terinfeksi VZV. Dari hasil tahunan, insiden dari Herpes Zoster bervariasi,
dari 1,5 3, 4 kasus per 1000 orang. Insiden HZO pada usia 75 tahun ke atas
melebihi 10 kasus per 1.000 orang per tahun, dan risiko seumur hidup
diperkirakan 10-20 %. HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus Herpes
Zoster.(Moon CH, 2006)
Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat
aliran darah sehingga terjadi Herpes Zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi
oleh
karena
defek
imunologi
karena
keganasan
atau
pengobatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Palpebra
Palpebra melindungi kedua mata terhadap cedera dan cahaya yang
berlebihan.(Sullivan, 2007). Pada setiap bagian palpebra diperkuat oleh
jaringan ikat padat yaitu tarsus superior dan tarsus inferior. Didalam tarsus
terdapat kelenjar-kelenjar. (Khurana, 2007)
Dua palpebra yang bertemu di sudut medial dan lateral disebut kantus
(Canthi). Kantus medial sekitar 2 mm lebih tinggi daripada kantus lateral.
Fissura palpebralis adalah celah berbentuk elips diantara palpebra superior
dan inferior. Ketika mata terbuka, secara vertikal berjarak 10-11 mm dari
center dan secara horizontal sekital 28-30 mm. (Khurana, 2007)
rangsangan
2.2 Histologi
2.2.2 Konjungtiva
Merupakan epithel yang melapisi bagian sclera yang terekspos dan permukaan
dalam kelopak mata. Merupakan epitel berlapis kolumnar yang mengandung
sel goblet. Mukosa konjungtiva mengeluarkan sekresi yang berperan terhadap
perlindungan lapisan pada permukaan yang terekspos dan memungkinkan
kelpoak mata untuk bergerak bebas.(Wheater, 2007)
Fisiologi
2.3.2. Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan celah yang dilalui oleh
berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus kornea disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, vaskular, dan deturgenses. Deturgenses atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bicarbbonat aktif
pada endotel dan fungsi barrier epitel dan endotel. Endotel lebih penting
daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan kerusakan pada endotel jauh
lebih serius dibandingkan kerusakan epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparansi. Kerusakan sel
epitel biasanya hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea
yang menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Karena kornea
memiliki banyak serat nyeri, kebanyakan lesi kornea, baik superfisial maupun
dalam menimbulkan rasa
umumnya
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KORNEA
A. STRUKTUR KORNEA
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran11-12 mm
horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.Kornea memberikan
kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) daritotal 58,60 kekuatan dioptri mata
manusia.1,2 Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam
nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang
berdifusi melalui lapisan air mata.Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari
sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung
saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.2
Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput
bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas :
1. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng .3,4 Tebal lapisan epitel
kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan
lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel
muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
sampingnya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa melalui barrier.3,4 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren Sedangkan epitel
berasal dari ektoderem permukaan. Epitel memiliki daya regenerasi.
2. Membran bowman
11
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel.
Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel
bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi.3,4
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah
pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebarsekitar 1 m yang
saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameterkornea, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian periferserta kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktulama, dan kadang sampai 15 bulan.3,4
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang
dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada
pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan
mempunyai tebal + 40 mm.3,4
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara
20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini
dibasahi oleh aqueous humor.3,4 Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak
mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika
endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem
pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian
hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh
epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisanini maka
akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliarlongus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid,masuk ke dalam
stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis
12
epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan Sensasi dingin oleh Bulbus Krause
ditemukan pada daerah limbus
B. FISIOLOGI KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasirelatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan
pada epitel.3,4 Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya,kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal
sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan
air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang
mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan
membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.3,4
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui
epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat
melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang
efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea.
3,4
cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai
macam organisme, sepertibakteri, virus, amuba, dan jamur.3,4
13
Klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi yang terkena dari lapisan kornea :3,4
1. Keratitis superfisialis
a. Keratitis epitelial
1) Keratitis pungtata superfisialis
2) Herpes simplek
3) Herpes zoster
b. Keratitis subepitelial
1) Keratitis didiformis dari Westhoff
2) Keratitis numularis dari Dimmer
c. Keratitis stromal
1) Keratitis neuroparalitik
2.Keratitis profunda
a. Keratitis sklerotikan
b. Keratitis intersisial
c. Keratitis disiformis
KERATTITIS HERPES SIMPLEK
Virus herpes simplek menempati manusia sebagai host, merupakan parasit intraseluler
obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,vagina dan mata. Pada
mata virus herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita keratitis herpes
simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga
hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.3,4 Keratitis herpes simplek dapat terjadi
sepanjang tahun, kasuspada laki laki kurang lebih dua kali perempuan, masa inkubasi 2 hari
hingga 2 minggu.3,4
14
A. Bentuk Infeksi
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal kerusakan
terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakansel epitelial dan
membentuk tukak kornea superfisial.3,4 Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh
terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigenantibodi yang menarik sel radang
kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi
juga akan merusak jaringan stroma disekitarnya.4 Hal ini penting diketahui karena
manajemen pengobatan pada yangepitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang
stromal ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya.
B. Temuan klinis
Herpes simplek primer pada mata jarang ditemukan, dan bermanifestasi sebagai
blefarokonjugtivitis vesikuler, kadang kadang mengenai kornea, dan umumnya terdapat
pada anak anak muda.4 Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri, tanpa menimbulkan
kerusakan pada mata yang berarti. Terapi antivirustopikal dapat dipakai unutk profilaksis agar
kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit kornea.
Serangan keratitis herpes jenis rekurens umum dipicu oleh demam, pajananberlebihan
terhadap cahaya UV, trauma, stress psikis, awal menstruasi, atau sumber imunosupresi lokal
atau sistemik lainnya.4 Umumya unilateral, namun lesibilateral dapat terjadi pada 4 6%
kasus dan paling sering pada pasien atopik.
1. Gejala.
Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea bagian pusat yang
terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan.karena anestesi kornea umumnya timbul pada
awal infeksi, gejala mungkin minimal dan pasien mungkin tidak datang berobat. Sering ada
riwayat lepuh lepuh demam atau infeksi herpeslain, namun ulserasi kornea kadang
kadang merupakan satu satunya gejalainfeksi herpes rekurens.4
2. Lesi
Gambaran yang khas pada kornea adalah adanya lesi bentuk dendritik,bentuk ini
terjadi pada epitel kornea, memiliki percabangan linear khas dengan tepian kabur, memiliki
bulbus terminalis pada ujungnya.4 Pemulasan fluoresein memudahkan melihat dendrit, namun
15
sayangnya keratitis herpes dapat juga menyerupai banyak infeksi kornea yang lain dan harus
dimasukkan dalam diagnosis diferensial.5
dendritika6
ulserasi
geografik
yaitusebentuk penyakit
dendritik
berbentuk lebihlebar.5,6
Tepian
ulkus
tidak
menahun
dendritik,menurun.
HSV adalah keratitis epitelial blotchy, keratitis epitelial stelata, dan keratitis filamentosa.
Namun, semua ini umumnya bersifat sementara dan sering menjadi dendritik khas dalamsatu
dua hari.5,6
Kekeruhan subepitelial dapat disebabkan infeksi HSV. Bayangan miriphantu, yang
bentuknya sesuai dengan defek epitelial asli namun sedikit lebihbesar, terlihat di daerah tepat
dibawah lesi epitel. hantu itu tetap superfisialnamun sering bertambah nyata karena
pemakaian obat antivirus, khususnya idoxuridine. Biasanya lesi subepitelial ini tidak menetap
lebih dari satu tahun.7
Keratitis diskiformis adalah bentuk penyakit stroma paling umum padainfeksi HSV.
Stroma didaerah pusat yang edema berbentuk cakram, tanpainfiltrasi berarti, dan umumnya
tanpa vaskularisasi.7 Edemanya mungkin cukup berat untuk membentuk lipatan-lipatan
dimembran descement. Mungkin terdapat endapan keratik tepat dibawah lesi diskiformis itu,
namun dapat pula diseluruh endotel karena sering bersamaan dengan uveitis anterior.
Patogenesis padakeratitis disciformis umumnya dipandang sebagai sebuah reaksi imunologik
terhadap antigen virus dalam stroma atau endotel, namun penyakit virus aktiftidak dapat
dikesampingkan. Seperti kebanyakan lesi herpes pada orang imunokompeten, keratitis
disciformis normalnya sembuh sendiri, setelah berlangsung beberapa minggu sampai bulan.
Edema adalah tanda terpenting, dan penyembuhan dapat terjadi dengan parut dan
vaskularisasi minimal. Gambaranklinik terlihat serupa pada keratitis endotelial primer
(endotelitis),yang dapat disertai uveitis anterior dengan tekanan intraokuler yang meninggi
16
dan peradangan fokal pada iris. Ini dianggap akibat replikasi virus didalam berbagai dikamera
anterior.
Keratitis HSV stroma dalam bentuk infiltrasi dan edema fokal yang seringdisertai
vaskularisasi, agaknya terutama disebabkan replikasi virus.7,8Penipisan danperforasi kornea
dapat terjadi dengan cepat, apalagi jika dipakai kortikosteroidtopikal. Jika terdapat penyakit
stroma dengan ulkus epitel, akan sulit dibedakansuperinfeksi bakteri atau fungi pada penyakit
herpes. Pada penyakit epitelial harusditeliti benar adanya tanda tanda khas herpes, namun
unsur bakteri atau fungi dapat saja ada dan dapat pula disebabkan oleh reaksi imun akut, yang
sekali lagi harus mempertimbangkan adanya penyakit virus aktif. Mungkin terlihat hipopion
dengan nekrosis, selain infeksi bakteri atau fungi sekunder.
Lesi perifer kornea dapat pula ditimbulkan oleh HSV. Lesi lesi iniumumnya linear
dan menunjukan kehilangan epitel sebelum stroma kornea dibawahnya mengalami infiltrasi.
Uji sensasi kornea tidak dapat diandalkan padapenyakit herpes perifer. Pasien cenderung jauh
kurang fotofobik dari pada pasieninfiltrat kornea non herpetik. Ulserasi umumnya jarang
terjadi.
C. Diagnosis
Gambaran spesifik dendrit tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan yanglain.
Apabila gambaran lesi tidak spesifik maka diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis
infeksi kornea yang relatif sedang, dengan tanda tanda peradangan yang tidak berat serta
riwayat penggunaan obat obatan yang menurunkan resistensi kornea seperti : anestesi lokal,
kortikosteroid dan obat obatan imunosupresif. Apabila fasilitas memungkinkan dilakukan
kultur virus dan jaringan epitel dan lesi stroma.7,8
D. Diagnosis banding
- Keratitis zooster
- Vaksinia
- Keratitis stafilococcus
E. Prognosis
Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi padakornea. Bila
tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan meninggalkan gejala sisa.
17
F. Terapi
Bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea, sambil memperkecil replikasi
efek merusak akibat respon radang.
1. Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, Karena virus
berlokasi di dalam epitel.7,8 Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma
kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujungkapas khusus. Yodium atau eter topikal
tidak banyak manfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti
atropi 1 % atauhomatropin5% diteteskan kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan
sedikittekanan. Pasien hars diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek
korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal
mempercepat pemulihan epitel.7,8 Terapi obat topikal tanpa debridement epitelpada keratitis
epitel memberi keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun ada kemungkinan pasien
menghadapi berbagai keracunan obat.
2. Terapi obat
Agen
anti
virus
topikal
yang
di
pakai
pada
keratitis
herpes
adalah
3. Bedah
Keratolasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi penglihatan pasien
yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknyadilakukan beberapa bulan setelah
penyakit herpes non aktif.8,9 Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma
bedah dan kortikosteroid topikal yangdiperlukanuntuk mencegah penolakan transplantasi
kornea. Juga sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteriatau fungi
mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat.10 Pelekat jaringan siano krilat dapat
dipakai secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft petak lamelar berhasil baik
pada kasus tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti
penetrans karena lebih kecil kemungkinan terjadi penilakan transparant. Lensa kontak lunak
untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat
pada keratitis herpes simplek.
4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira kira sepertiga kasus dalam 2
tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya. Setelah denga teliti
mewawancarai pasien. Begitu ditemukan, pemicu itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai
untuk mencegah demam, pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat
dihindari. Keadaan keadaan yang dapat menimbulkan stres psikis dapat dikurangi. Dan
aspirin dapat diminum sebelum menstruasi.10
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San
Fransisco 2006-2007 : 8-12, 157-60.
2. Vaugan Daniel G, Asbury Taylor, Riordan Paul-Eva. Oftalmologi umum edisi
19
Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes
Virus 3 (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken
20
pox). Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex,
Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus. 2
Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster
Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut
bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling
umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan
periokular.2
Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis
infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran
dermatom N.V cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah
ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian
berulserasi. Lesi palpebra mirip lesi kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi
palpebra ataupun palpebra secara keseluruhan, dan sering menimbulkan parut.
Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya,
sesuai dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umumnya
tergolong jinak, pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadangkadang berakibat kebutaan.4
Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai
kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral
dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan
hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini
dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik,
panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi. HZO merupakan reaktivasi dari
VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).3
Epidemiologi
Lebih dari 90% dari dewasa di Amerika Serikat mempunyai bukti serologik
mengenai infeksi VZV dan merupakan resiko untuk HZ. Laporan tahunan insidens
21
5,6
perkembangan HZ ini ialah kekebalan imun sistem yang rendah berasosiasi juga
dengan proses penuaan yang normal. Bagaimanapun, insidens ini terjadi pada
individu berusia di atas 75 tahun rata ratanya iaitu 10 kasus per 1000 orang.
5,6
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini adalah :
a. Kondisi imunocompromise (penurunan imunitas sel T)
-
Usia tua
HIV
Kanker
Kemoterapi
22
b. Faktor reaktivasi
-
Trauma lokal
Demam
Sinar UV
Udara dingin
Penyakit sistemik
Menstruasi
Patogenesis
Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/cacar
air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit
yang rekuren di kemudian hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular
ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui
droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada
anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang
dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal.
3,4
Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise,
dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai
mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten
mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di
kemudian
hari.
HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh
selama masa anak-anak.
23
Gambar 1. Morfologi golongan virus DNA & RNA dan patogenesis virus dalam sel
target penderita. Gambar dikutip daripada
Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan
akhirnya akan mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal
sebagai tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih
tinggi terkena gannguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76% pasien
24
dengan
tanda
Hutchinson
mempunyai
gangguan
penglihatan.
Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis HZO ini, antara lain:
a. Prodormal (didahului ruam sampai beberapa hari
-
Demam
Malaise
Sakit kepala
25
26
HZO
Kelopak mata :
sering
mengenai
kelopak
mata.
Hal
ini
ditandai
dengan
adanya
pembengkakan kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut
blefaritis, dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler
pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra
mirip lesi kulit di tempat lain.
-
Konjungtiva
Konjungtivitis
adalah
salah
satu
komplikasi
terbanyak
pada
HZO.
Pada
konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai
timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S.
aureus bisa berkembang di kemudian hari.
-
Sklera
Skleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap
selama beberapa bulan
Kornea3,5
Komplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai
dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh
pasien. Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara
signifikan. Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini
terjadi jika terdapat erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N.
nasosiliaris.7
27
Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya
mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada
awalnya,
lesi
epitelnya
keruh
dan
amorf,
kecuali
kadang-kadang
ada
pseudodendrit linear yang mirip dendrit pada HSV. Kehilangan sensasi pada
kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan
setelah lesi kornea tampak sudah sembuh.7
Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal
dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma.
Ini
merupakan
reaksi
imun
selama
serangan
akut
dan
memungkinkan
- Traktus uvea
Sering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini
bisa menyebabkan glaukoma dan katarak.
-
Retina
Diagnosis
Anamnesis
-
28
terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi ini akan membentuk pustula
dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam masa 5 7 hari.
Pemeriksaan Fisik
-
Periksa
struktur
eksternal/superfisial
dahulu
secara
sistematik
untuk
menetapkan
kemungkinan
terdapatnya
iritis.
Pemeriksaan Laboratorium
29
b. Pemeriksaaan serologik.
-
Diferensial Diagnosis
Herpes simplek
Ulkus blefaritis
Tic Douloureux3
Migrain
Pseudotumor orbita
Selulitis orbita
Epstein-Barr Virus
Sifilis
Komplikasi
Hampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun
ada beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan
umur dan luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita. Ini
akan terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan awal. 5
Komplikasi mata terjadi pada 50 % kasus. Nyeri terjadi pada 93% dari
pasien tersebut, 31% nya masih ada sampai 6 bulan berikutnya. Pengaruh
itu semua, terjadi anterior uveitis pada 92% dan keratitis 52%. Pada 6
bulan, 28% mengenai mata dengan uveitis kronik, keratitis, dan ulkus
neuropatik.
Infeksi permanen zoster oftalmik bisa termasuk inflamasi okuler kronik dan
kehilangan penglihatan.5
Penatalaksanaan
31
Sebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah
dengan tes DFA (Direct Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody)
dan PCR (jika ada), terbukti lebih efektif dan spesifik dalam membedakan
infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa dilanjutkan dengan kultur virus. 6
disesuaikan
dengan
gejala
yang
ditimbulkan.
Pada
32
lokal
pada
mulut
dan
tengggorokan.
Penderita
di
atas
juga
mendapatkan antioksidan berupa asthin force dari ahli penyakit dalam untuk
perlindungan kesehatan kulit.
Pencegahan
Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusapusap mata, menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari
penyebaran gejala. Bagi orang sekitar hendaknya menghindari kontak
langsung dengan penderita terutama anak-anak. Obat-obatan antiviral
seperti asiklovir, valasiklovir, dan famsiklovir merupakan terapi utama
yang lebih efektif dalam mencegah keterlibatan okuler terutama jika obat
diberikan tiga hari pertama munculnya gejala. Berdasarkan rekomendasi
33
resolusi
lesi
kulit,
mencegah
replikasi
virus,
dan
Penutup
haruslah
dijadualkan
pada
stadium
awal.
Pengobatan
dengan
Diakses
dari
AS.
Herpes
zoster
ophthalmicus.
Diakses
dari
Diaz.
Herpes
zoster
ophthalmicus.
Diakses
dari
MD.
Herpes
of
the
eye.
Diakses
dari
2.4.
2.4.1. Definisi
Herpes Zoster Opthalmicus adalah infesi akut pada ganglion Gasserian
Nervus cranialis V oleh virus varicella zoster (VZV). (Khurana, 2007)
2.4.2. Epidemiologi
Insidensi Herpers Zoster terjadi pada 20% populasi dunia dan10% diantarany
a adalah Herpes Zoster Ophthalmica. (Ilyas, 2002). Lebih dari 90 % dewasa di
Amerika terbukti mempunyai serologi yang terinfeksi VZV. Dari hasil tahunan,
insiden dari herpes zoster bervariasi, dari 1,5 3, 4 kasus per 1000 orang.
Insiden HZO pada usia 75 tahun ke atas melebihi 10 kasus per 1.000 orang
per tahun, dan risiko seumur hidup diperkirakan 10-20 %. HZO terdapat 10-25
% dari semua kasus herpes zoster.(Moon CH, 2006)
35
2.4.3. Etiologi
Varicella Zoster Virus adalah virus DNA dan memproduksi acidophilic
intranuclear inclusion bodies. Virus ini neurotropic di alam. (Khurana, 2007)
Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV
mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk
simetri isohedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter
150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius.
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik,
deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi.4
Herpes Zoster Ophthalmica
(varicella) dan
shingles (herpes zoster). VZV dan HZV masuk ke dalam golongan grup virus
Herpes secara morfologi identik tetapi secara genetik tidak sama. Saat
serangan awal menjadi chicken pox, kemudian virus berjalan retrograde
menuju radix dorsalis dan N.Cranialis ganglia sensoris di mana virus akan tetap
dorman selama beberapa dekade. Virus yang dorman tersebut dapat reaktivasi
kembali dan akan menyebabkan shingles setelah imunitas selular spesifik
terhadap VZV menghilang.(Kanski, 2004)
Transmisi melalui droplet yang terbang bersama airborne pada kontak
langsung. Penderita akan menular pada beberapa hari sebelum muncul
eksantem dan akan bertahan sampai bentuk terakhir dari vesicle. Krusta tidak
infeksius. (Fitzpatricks, 2007)
36
stroma disebabkan oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya
37
hanya subepitelial, keadaan ini dapat diikuti dengan stroma yang dalam disertai
nekrosis dan vaskularisasi. Kehilangan sensasi kornea, dengan risiko terjadinya
keratitis neurotropik selalu merupakan ciri yang menonjol dan menetap selama
berbulan-bulan setelah lesi kornea sembuh. (Shaikh, 2002)
2.4.6. Manifestasi klinis
Pada herpes zoster optalmika, nervus frontalis lebih sering terjangkit dibandingkan
dengan nervus ciliaris dan nervus lakrimalis. Sekitar 50% kasus herpes zoster
optalmika terjadi komplikasi pada okuli. Menurut Hutchinson bahwa keikutsertaan
pada okuli sering terjadi bila bagian atau ujung dari hidung muncul vesikel ( bagian
kutaneus dari nervus ciliaris terjangkit ). Hal tersebut berguna tetapi tidak valid. Lesi
dari Herpes Zoster terbatas pada satu sisi dari garis tengah kepala.(Khurana, 2007)
Fase klinis dari Herpes Zoster optalmika terdiri dari :
a. Akut , di mana akan sembuh total
b. Kronik, di mana akan persisten selama beberapa tahun
c. Relaps, di mana akan muncul kembali lesi akut atau kronis beberapa
tahun kemudian .(Khurana, 2007)
2.4.6.1.
Onset dari penyakit adalah mendadak dengan demam, malaise, dan nyeri saraf
yang parah (severe neuralgic pain) di sepanjang aliran saraf yang terjangkit.
Distribusi nyeri khas dari zoster yang biasanya akan meragukan sebelum munculnya
vesikel. (Khurana, 2007)
2.4.6.2.
Lesi Kulit
Lesi kulit pada area distribusi dari saraf yang terkena akan muncul setelah 3-4 hari
dari masa onset. Awalnya, kulit akan menjadi merah dan edema (menyerupai
erysipelas), lalu diikuti dengan pembentukan vesikel. Lalu dengan berjalannya
waktu, vesikel-vesikel yang telah terbentuk tadi akan berubah menjadi pustule, di
mana nantinya akan pecah dan menjadi ulcer yang berkrusta. Saat nanti krusta
menghilang, skar berbintik-bintik permanen akan muncul. (Khurana, 2007)
Fase erupsi aktif bertahan kurang lebih 3 minggu, gejala utamanya adalah nyeri
neuralgic berat yaitu severe neuralgic pain dimana biasanya nanti akan berkurang
38
seiring berkurangnya masa erupsi. Tapi terkadang dapat bertahan untuk beberapa
tahun dengan penurunan intensitasnya. Akan bermunculan rasa anestesi di kulit
bersamaan dengan herpetic neuralgia yang disebut sebagai anaesthesia dolorosa.
(Khurana, 2007)
Ocular lesions.
Menurut .Khurana (2007), komplikasi okuli yang biasanya muncul saat erupsi kulit
berkurang dan mungkin akan muncul sebagai kombinasi 2 atau lebih dari lesi-lesi
tersebut dibawah ini :
a) Conjunctivitis adalah satu dari komplikasi terbanyak dari komplikasi herpes
zoster. Dapat muncul sebagai conjunctivitis mucopurulent dengan peteki atau
conjunctivitis follicular acute dengan lymphadenopathy regional. Terkadang
dapat tampak inflamasi membranosa dengan nekrosis yang parah.
b) Zoster keratitis terjadi pada 40% dari seluruh pasien dan dapat terjadi lesi
neuralgia atau kulit. Hal ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, di mana
nanti akan muncul gambaran kronis yang seperti tersebut di bawah ini:
1. Keratitisa epiteliat pungtata halus atau kasar
2. Microdendritic epithelial ulcers. Hal ini tidak seperti ulcer dendritik dari
herpes simpleks yang biasanya peripheral dan stellate. Bentuknya
berbeda dengan dendrite pada herpes simpleks, bentuknya dengan ujung
meruncing.
3. Nummular keratitis tampak pada sekitar sepertiga keseluruhan kasus.
Tipenya muncul sebagai deposit granular-granular kecil yang multiple
dengan dikelilingi oleh halo of stromal haze
39
4. Disciform keratitis terjadi pada sekitar 50% kasus dan biasanya diikuti
dengan keratitis numularis.
5. Neuroparalytic ulceration dapat terjadi sebagai sequel dari infeksi akut
dan destruksi ganglion Gasserian.
6. Exposure keratitis dapat muncul setelahnya pada beberapa kasus karena
berkaitan dengan palsi fasialis.
7. Mucous plaque keratitis berkembang pada 5% kasus antara bulan ketiga
dan kelima yang ditandai dengan elevasi mucous plaque yang mendadak
dengan pewarnaan rose Bengal.
dengan keratitis.
Gambar 11 Iris tampak ireguler dapat terlihat pada Herpes zoster uveitis
41
(www.jaoa.osteopathic.org)
Etiologi
Lokasi
Tes Fluoresensi
Tes Sensibilitas
Terapi
Komplikasi
2.4.8.
HZO
Reaktivasi VZV
Kulit
(-)
Hiperesthesia
Antivirus + Steroid (untuk
HSK
HSV tipe 1
Kornea
(+)
Hipo/Anesthesia
steroid)
Herpetic Neuralgia)
Uveitis sampai dengan kebutaan
karena nekrosis retina akut.
Ulkus kornea
Diagnosis
a. Tampilan : Nyeri pada area yang diinervasi oleh nervus trigeminus
b. Sign
:
Makulopapular rash pada dahi
Lesi yang berkembang menjadi vesikel-pustula-krusta
Edema periorbital
Komplikasi pada okuli (Kanski,2004)
2.4.9. Terapi
Terapi pada Herpes Zoster Ophthalmica bertujuan untuk mencegah komplikasi oculi
yang lebih parah dan meningkatkan penyembuhan secara cepat dari lesi kulit tanpa
terbentuk formasi krusta masif, skar saraf dan postherapeutic neuralgia. Berikut ini
adalah terapi Herpes Zoster Ophthalmica.
a. Terapi sistemik untuk Herpes Zoster
- Obat antivirus oral. Obat ini dapat menurunkan nyeri secara signifikan,
memperpendek vesikulasi, menghentikan virus yang progresif dan
mengurangi insiden keparahan keratitis dan uveitis. Agar lebih efektif,
terapi sebaiknya dimulai segera setelah munculnya rash. Tidak ada efek
histamin.
Amytriptyline sebaiknya digunakan untuk mengurangi depresi pada fase
dianjurkan
sebelumnya,
sebaiknya
dihindari
karena
dapat
minggu
Untuk mencegah infeksi sekunder
Bisa diberikan antibiotik topikal
Untuk Glaucoma sekunder
Timolol 0,5% atau Betaxolol 0,5% tetes mata
Acetazolamide 250 mg
Untuk neuroparalytic corneal ulcer
Penyebabnya adalah Herpes Zoster, bisa dilakukan lateral tarsorrhaphy
Untuk defek epitel persisten
Lubrikasi dengan air mata buatan
Menggunakan soft contact lens
Keratoplasty
Dibutuhkan untuk rehabilitasi visual pada pasien zoster degnan dense
scarring. (Khurana, 2007)
43
2.4.10. Komplikasi
2.4.10.1. Komplikasi oculi
a) Conjunctivitis
Pada Blepharoconjunctivitis virus menyebar sepanjang penyebaran dermatom
nervus trigeminus cabang ophthalmica sehingga tampak hiperemia dan
konjungtivitis papilar disertai dengan erupsi vesikuler yang khas di area tersebut.
(Vaughan, 2008)
b) Zoster keratitis
Infeksi virus varicella zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer
(varicella) dan rekurens (herpes zoster). HZO sering terjadi karena rekurens VZV.
Komplikasi keratitis zoster diperkirakan timbul jika terjadi erupsi kulit didaerah
yang dipersarafi oleh cabang-cabang nervus nasosiliaris. Keratitis zoster
mengenai stroma dan uvea anterior sejak terjadi pada awalnya. Lesi epitel amorf
dan berbercak, sesekali terdapat pseudodendritik linear yang agak mirip dendritik
keratitis Herpes Simplek Virus (Vaughan, 2008)
c) Uveitis
Virus yang reaktivasi di ganglion gasserian (merupakan cabang dari N.
Ophtalmicus) berjalan ke arah anterior di sepanjang nervus nasociliaris yang
memberikan inervasi ke konjungtiva dan kornea, karena letak kornea dekat
dengan uvea tract sehingga dapat menyebabkan uveitis (Janniger, Camila K et
all, 2014)
d) Episkleritis dan skleritis
Konjungtiva letaknya dekat dengan sklera. Bagian anterior dari sklera tertembus
oleh konjungtiva bulbi. Ketika terjadi konjungtivitis karena VZV, maka bisa
menyebar ke sklera dan menyebabkan episkleritis atau skleritis. (Shaikh S,
2002).
e) Iridocyclitis
Inflamasi pada iris seringkali berhubungan dengan keratitis zoster. Zoster uveitis
dapat menyebabkan iris atrofi dan bentuk iris menjadi ireguler. (Shaikh S, 2002).
f) Acute retinal necrosis
Herpes zoster virus dianggap sebagai agen penyebab dalam kasus nekrosis
retina akut dan sindrom nekrosis retina luar progresif. Nekrosis retina akut
ditandai dengan peripheral patch akibat nekrosis retina yang cepat, vaskulitis
oklusif, dan peradangan vitreous. (Shaikh S, 2002).
g) Anterior segment necrosis dan phthisis bulbi
Inflamasi yang progresif dari vitreus dapat menyebabkan phtisis bulbi. (Shaikh S,
2002).
44
h) Secondary glaucoma.
Inflamasi pada iris karena VZV bisa menyebabkan blok pupil, terjadi peningkatan
tekanan intraokuler dan terjadi Glaucoma sudut tertutup sekunder (Shaikh S,
2002).
2.4.10.2. Komplikasi neurologis.
Herpes Zoster ophthalmica berhubungan dengan komplikasi neurologis seperti:
a. Motor nerve palsies khususnya N.III, N.IV, N.VI, N.VII
b. Optic neuritic terjadi sekitar 1% dari kasus
c. Enchepalitis dengan infeksi yang berat sangat jarang terjadi. (Khurana,
2007)
BAB III
KESIMPULAN
45
DAFTAR PUSTAKA
47