Anda di halaman 1dari 14

LEARNING OBJECTIVE

BLOK 10 SENSE ORGAN

SKENARIO 3

Nama: A.Nadya Febryanti Natsir

Stambuk: N10120024

Kelompok : 2 (dua)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
LEARNING OBJECTIVE:

1. Anatomi, fisiologi, dan histologi mata!


Jawab:
A. Anatomi Mata

Bagian Mata:
- Superior Rectus Muscle, adalah otot mata bagian atas yang berfungsi menggerakkan mata
kita ke atas
- Sklera, adalah bagian pelindung mata yang berwarna putih di bagian luar bola mata. Sklera
memiliki membran yang keras dan berfungsi untuk memberi bentuk bola mata. Sklera
dilapisi oleh konjugtiva yang direfleksikan ke bagian dalam kelopak mata
- Iris, adalah pigmen yang kita bisa melihat warna coklat atau hitam atau berwarna biru jika
orang eropa. Iris adalah bagian berwarna pada mata, Iris terletak di antara kornea dan lensa
dan membagi ruangan di antaranya menjadi bilik mata anterior dan bilik mata posterior. Iris
tersusun atas jaringan otot dengan susunan
- Pupil. Pupil adalah bagian mata yang melekat yang berbentuk lingkaran. Pupil terletak
setelah iris dan seperti muara yang terletak di bagian sentral. Pupil merupakan bagian mata
yang akan berkontraksi (menyempit) untuk mencegah terlalu banyak cahaya yang masuk ke
mata. Dan juga dilatasi (membesar) bila cahaya yang masuk kurang agar cahaya dapat sampai
ke retina mata. serat sirkular dan serat radiasi. Serat-serat yang melingkar berfungsi untuk
kontraksi pupil dan dilatasi pupil
- Kornea adalah bagian anterior lapisan fibrosa mata, yang bersifat transparan dan dapat
tembus oleh cahaya. Dengan adanya kornea, cahaya dapat dibelokkan agar dapat fokus ke
bagian mata yaitu retina.
- Conjunctiva, lapisan tipis bening yang menghubungkan sklera dengan kornea. Konjungtiva
merupakan lapisan mukosa (selaput lendir) yang melapisi permukaan palpebra bagian dalam
dan sklera. Beberapa macam obat dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
 konjungtiva bulbi adalah konjungtiva yang menutup bagian depan sklera;
 konjungtiva palpebral adalah konjungtiva yang menutup palpebra dari dalam; dan
 konjungtiva forniks adalah konjungtiva terletak antara konjungtiva bulbi dan palpebra
- Inferior Rectus Muscle adalah otot mata bagian bawah h. Koroid. Koroid merupakan bagian
pada mata yang melapisi seluruh mata kecuali bagian depan mata. Koroid berwarna coklat
gelap dan memiliki fungsi untuk menyuplai darah ke bagian mata lainnya khususnya retina
- Vitreous chamber adalah aquos humor yang beruap seperti jel/gel yang mengisi bola mata
kita.
- Retina adalah lapisan yang akan menerima sinar yang di terima oleh mata kita. Retina adalah
bagian mata yang terletak paling dalam, yang merupakan membran yang tersusun atas
serabut dan sel saraf batang (rodus) dan sel saraf kerucut (sel konus) yang memiliki fungsi
untuk menerima sinar cahaya.
- Fovea centralis, daerah di retina yang paling tinggi resolusinya untuk mendapatkan sinar
yang masuk ke mata
- Optic Nerve adalah saraf mata yang menhantarkan sinar ke otak untuk di terjemahkan
sebagai penglihatan yang kita lihat saat ini.
- Makula Lutea. Makula lutea adalah area oval yang berwarna kekuningan, dan pada bagian ini
hanya terdapat sel kerucut (sel konus) dan merupakan titik penglihatan paling sempurna
(Agustina,2022).
B. Fisiologi dan histologi mata
- Tunika fibrosa

Tunika fibrosa merupakan lapisan terluar bola mata, terdiri dari kornea di bagian anterior,
dan sklera dibagian posterior. Kornea merupakan struktur avaskular yang bening menutupi
iris, dan berbentuk lengkung yang membantu mengfokuskan cahaya. Permukaan luarnya
dilapisi oleh epitel berlapis gepeng dengan permukaan rata, yang berkesinambungan dengan
epitel konjungtiva bulbi. Kornea sangat kaya dengan persarafan. Sklera (bagian putih mata)
merupakan lapisan jaringan ikat padat yang menutupi seluruh permukaan bola mata, kecuali
kornea. Sklera memberikan bentuk bola mata, menjadikannya kaku, dan melindungi dalaman
mata. Pada permukaan posteriornya terdapat foramen optikum, yang mengelilingi nervus
optikus (nervus kranialis II). Pada tautan antara sklera dan kornea terdapat sinus venosus
sklera yaitu kanalis Schlemm.
- Tunika vaskulosa
Tunika vaskulosa merupakan lapisan tengah bola mata, dan terdiri dari tiga bagian, dari
posterior ke anterior: koroid, korpus siliaris, dan iris. Koroid merupakan bagian posterior
tunika vaskulosa, kaya dengan vaskularisasi, dan menutupi sebagian besar permukaan dalam
sklera. Lapisan ini memasok bahan nutrisi ke permukaan posterior retina. Melanosit
menghasilkan pigmen melanin dan memberikan warna coklathitam pada koroid. menjadi
korpus siliaris yang merupakan bagian tunika vaskulosa yang paling tebal. Korpus siliaris
meluas dari ora serata (margo anterior retina) ke daerah tepat di posterior tautan
sklerokorneal. Pada korpus siliaris terdapat prosesus siliaris dan muskulus siliaris. Prosesus
siliaris merupakan tonjolan/lipatan pada permukaan dalam korpus siliaris dimana sel-sel
epitelnya menyekresi humor akueus. Muskulus siliaris merupakan otot polos berbentuk pita
sirkular yang mengubah bentuk lensa untuk penglihatan jauh atau dekat. Iris ialah bagian
berwarna bola mata yang berbentuk donat gepeng. Iris terletak di antara kornea dan lensa,
dilekatkan pada bagian luarnya ke prosesus siliaris. Iris terdiri dari serat otot polos sirkular
dan radial, dan lubang di tengahnya disebut pupil. Fungsi iris untuk mengatur jumlah cahaya
yang masuk ke bagian posterior bola mata melalui pupil. Pada rangsangan cahaya terang,
serat saraf parasimpatis merangsang otot polos sirkular (muskulus sfingter/konstriktor
pupilae) untuk berkontraksi dan menyempitkan ukuran pupil (konstriksi). Pada cahaya redup,
serat saraf simpatis merangsang otot polos radial (muskulus dilatator pupilae) untuk
berkontraksi dan memperbesar ukuran pupil (dilatasi). Respons-respons ini bersifat refleks
viseral.
- Tunika nervosa (retina)
Lapisan bola mata yang paling dalam yaitu retina, melapisi 3/4 posterior bola mata dan
merupakan awal jalur penglihatan. Dengan oftalmoskop, melalui pupil dapat terlihat
bayangan retina yang diperbesar serta pembuluh darah yang berjalan pada permukaan
anteriornya. Retina merupakan satu-satunya tempat di dalam tubuh dimana pembuluh darah
dapat diamati secara langsung dan dievaluasi kelainan patologiknya, antara lain pada
hipertensi dan diabetes mellitus. Tempat keluarnya nervus optikus dari bola mata, serta arteri
dan vena sentralis retina yang berjalan bersama nervus optikus. Retina terdiri dari epitel
pigmen (bagian non-visual) dan bagian neural (bagian visual). Epitel pigmen merupakan
selapis sel epitel yang mengandung pigmen melanin, terletak di antara koroid dan bagian
neural retina. Melanin pada koroid dan epitel pigmen menyerap cahaya sehingga dapat
mencegah pantulan dan penyebaran cahaya di dalam bola mata. Dengan demikian, bayangan
yang terlihat jelas. Pada individu albino, kekurangan pigmen melanin terdapat di seluruh
bagian tubuh, termasuk mata. Retina terdiri atas 10 lapisan, dari luar ke dalam: epitel pigmen,
lapisan batang dan kerucut, membran limitans eksterna, lapisan inti luar, lepisan pleksiform
luar, lapisan inti dalam, lappisan pleksiform dalam, lapisan sel ganglion, lapisan serat saraf,
dan membran limitans interna. Bagian neural retina merupakan hasil penonjolan otak. Bagian
ini memroses data sebelum dihantarkan oleh impuls saraf ke hipotalamus, kemudian ke
korteks visual primer.
Terdapat tiga lapisan utama neuron retina yang dipisahkan oleh dua zona dimana terjadi
sinaps, yaitu lapisan sinaps luar dan dalam. Ketiga lapisan ini (searah dengan input visualnya)
ialah: lapisan-lapisan sel fotoreseptor, sel bipolar, dan sel ganglion. Juga terdapat sel
horisontal dan sel amakrin yang membentuk jalur lateral untuk mengatur sinyal yang
dihantarkan sepanjang jalur sel fotoreseptor ke sel bipolar dan ke sel ganglion transduksi
gelombang cahaya menjadi potensial reseptor. Terdapat dua jenis fotoreseptor yaitu sel
batang (rod, bacili) dan kerucut (cone, coni). Sel batang berfungsi untuk penglihatan hitam
putih pada cahaya remang-remang; juga untuk membedakan bayangan gelap atau terang dan
melihat bentuk dan pergerakan. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan warna dan ketepatan
penglihatan pada cahaya terang. Sel kerucut umumnya terpusat pada fovea sentralis yaitu
lekukan kecil di tengah makula lutea yang terletak tepat pada sumbu penglihatan. Fovea
sentralis merupakan daerah dengan ketajaman penglihatan tertinggi karena padatnya sel
kerucut pada daerah tersebut. Sel batang tidak ditemukan pada fovea dan makula dan
jumlahnya meningkat kearah tepi retina. Oleh karena itu kita bisa melihat cukup baik pada
malam hari kecuali bila melihat langsung ke obyek tertentu. Dari sel-sel fotoreseptor
informasi diteruskan ke sel bipolar melalui lapisan sinapsis luar (lapisan pleksiform luar ) dan
kemudian ke sel ganglion melalui lapisan sinapsis dalam (lapisan pleksiform dalam). Akson
sel ganglion meluas ke posterior, ke diskus optikus, dan keluar dari bola mata sebagai nervus
optikus. Sel Fotoreseptor dan foto pigmen Sel fotoreseptor dibedakan berdasarkan bentuk
segmen luar, yaitu ujung distalnya yang berdekatan dengan epitel pigmen. Transduksi cahaya
menjadi sinyal listrik terjadi pada segmen luar.
Segmen dalam mengandung inti sel, kompleks Golgi, dan banyak mitokondria. Ujung
proksimal sel fotoreseptor meluas membentuk terminal sinaptik. Tahap pertama transduksi
visual ialah absorpsi cahaya oleh fotopigmen (visual pigment). Fotopigmen adalah protein
berwarna pada membran segmen luar yang mengalami perubahan struktural oleh absorpsi
cahaya dan mengawali peristiwa yang menghasilkan potensial reseptor. Semua fotopigmen
visual terdiri dari dua bagian: glikoprotein, disebut opsin, dan derivat vitamin A, disebut
retinal (retinald). Opsin sel batang disebut rod opsin (rhodopsin) sedangkan pada sel kerucut
disebut cone opsin. Cone opsin bersama dengan retinald disebut iodopsin

Sumber:

Agustina,N.A. 2022. Anatomi Fisiologi. Medan: Yayasan kita menulis.

Wangko,S. 2020. Histofisiologi Retina. Jurnal Biomedik (JBM). Vol 5 Nomor 3. Viewed on 23
February 2023. From: ejournal.unsrat.ac.id

2. Etiologi dan faktor resiko myopia!


Jawab:
A. Etiologi
Menurut penyebabnya, miopia dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu miopia aksialis dan
miopia kurvatura. Miopia aksialis disebabkan karena jarak anterior-posterior terlalu panjang. Hal
ini dapat terjadi secara kongenital pada makroftalmus. Miopia aksial dapatan bisa terjadi jika
anak membaca terlalu dekat, sehingga terjadi konvergensi berlebihan. Otot rektus medial akan
berkontraksi berlebihan, sehingga bola mata terjepit oleh otot-otot ekstraokular. Kondisi ini
mengakibatkan polus posterior mata, tempat paling lemah dari bola mata menjadi memanjang.
Wajah lebar juga menyebabkan konvergensi berlebihan. Kondisi lain yang dapat menimbulkan
pemanjangan bola mata antara lain bendungan, peradangan, kelemahan lapisan di sekeliling bola
mata, serta tekanan pembuluh darah vena kepala yang tinggi. Miopia kurvatura terjadi jika ada
kelainan kornea, baik kongenital (keratokonus, keratoglobus) maupun akuisita (keratektasia) dan
lensa, misalnya lensa terlepas dari zonula Zinnii (pada luksasi lensa atau subluksasi lensa,
sehingga karena kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung) bisa menyebabkan miopia
kurvatur. Kondisi lain berupa miopia indeks bisa terjadi pada penderita DM yang tidak diobati.
Kondisi ini menyebabkan kadar gula aqueous humor meningkat, sehingga daya bias juga
meningkat. Miopia posisi dapat juga terjadi bila posisi lensa terlalu ke depan, sehingga titik fokus
menjadi lebih maju (Dinari,2022).
B. Faktor resiko
Beberapa pakar kesehatan mata meyakini bahwa miopia bersifat keturunan, sementara sejumlah
pakar lainnya menyebutkan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Studi lebih lanjut menemukan
bahwa perkembangan miopia dipengaruhi oleh faktor genetik ataupun lingkungan. Studi populasi
menemukan bahwa faktor lingkungan seperti pekerjaan jarak dekat dan membaca, berperan
penting dalam perkembangan miopia.5 Selain itu, studi epidemiologis menemukan miopia lebih
sering terjadi di daerah perkotaan, mayoritas dialami oleh pekerja profesional, pasien terpelajar,
pengguna komputer, dan mahasiswa. Pekerjaan jarak dekat (menulis, melihat layar, dan
membaca) dikaitkan dengan keterlambatan akomodasi, yaitu kondisi akomodasi lensa mata tidak
berespons cukup kuat terhadap objek dekat, sehingga titik fokus terbaik terbentuk di belakang
retina (hyperopic defocus). Hal ini sejalan dengan teori penglihatan buram akibat keterlambatan
akomodasi mendorong pertumbuhan mata secara berlebihan dan menyebabkan terjadinya myopia
(Dinari,2022).

Sumber:

Al Dinari, N. 2022. Miopia: Etiologi dan Terapi. Cermin Dunia Kedokteran, 49(10), 556-559.


Viewed on 22 february 2022. From: cdkjournal.com

3. Epidemiologi Myopia!
Jawab:
Miopia merupakan salah satu penyakit mata tersering dan menjadi beban kesehatan masyarakat
di seluruh dunia. Secara global, terdapat 1,9 miliar manusia (28,3% populasi dunia) dengan miopia (-
0,5 dioptri (D) s/d -5,00 D) dan 277 juta manusia (4% populasi dunia) dengan miopia tinggi (-5,00 D
atau lebih berat). Sebuah studi pada anak usia 12 tahun menunjukkan tingginya prevalensi miopia di
kota-kota di Asia, seperti Singapura (62%), Hongkong (53,1%), Guangzhou (49,7%) dibandingkan
di Amerika Serikat (20,0%), Australia (11,9%), India (9,7%), dan Nepal (16,5%). Prevalensi miopia
meningkat dalam beberapa dekade terakhir, diikuti dengan risiko penyakit mengancam penglihatan
akibat miopia. Diperkirakan pada tahun 2050, setengah populasi dunia (5 miliar orang) akan
mengalami miopia, 1 miliar di antaranya berisiko tinggi mengalami penyakit yang mengancam
penglihatan, seperti myopic maculopathy, ablasi retina, dan glaukoma, terutama di kalangan orang-
orang dengan miopia tinggi.3 Studi lain menemukan bahwa anak dengan onset miopia lebih awal (3-
6 tahun) atau durasi progresivitas miopia lebih lama (>5 tahun) lebih berisiko mengalami myopic
maculopathy pada usia 11 tahun (Dinari,2022).

Sumber:

Al Dinari, N. 2022. Miopia: Etiologi dan Terapi. Cermin Dunia Kedokteran, 49(10), 556-559.


Viewed on 22 february 2022. From: cdkjournal.com

4. Tatalaksana Myopia!
Jawab:
- Terapi
Sejumlah studi hewan coba dan manusia menghasilkan dasar penting dalam terapi miopia.8,9
Mengurangi keterlambatan akomodasi, mengurangi defocus sentral dan perifer, serta memblok
sinyal miopiagenik dipercaya mampu memperlambat progresivitas miopia. Cara terapi dapat
dikelompokkan menjadi terapi optik dan terapi farmakologis. Terapi optik berupa penggunaan
kacamata lensa bifocal, kacamata progressive added lens (PAL lens), orthokeratologi, lensa
kontak multifokal, dan meningkatkan aktivitas luar ruangan Terapi farmakologis meliputi
penggunaan atropine, tropicamide, dan 7-methylxanthine
- Kacamata
Kacamata lensa bifokal merupakan yang pertama kali digunakan secara luas untuk mengontrol
progresivitas miopia. Lensa ini digunakan karena miopia dipercaya sebagai respons dari
akomodasi berkepanjangan yang menimbulkan pandangan kabur. Sejumlah studi retrospektif
menunjukkan lensa bifocal dan progressive added lens (PALs) memperlambat progresivitas
miopia dengan rerata 40%. Namun, desain studi yang bersifat retrospektif dan tidak ‘double-
blind’ membuat akurasinya dipertanyakan. Lensa PAL lebih unggul bila kedua orang tua juga
menderita miopia, adanya keterlambatan akomodasi yang besar dan/atau anak mengalami
esoforia bila melihat dekat.
- Lensa Kontak
Lensa kontak rigid gas-permeable (RGP) awalnya diperkirakan mampu memperlambat
progresivitas miopia; namun, lensa kontak umumnya diresepkan saat progresivitas miopia mulai
melambat (usia 12 tahun dan seterusnya) dan lensa kontak ini bersifat meratakan kornea,
sehingga titik fokus yang semula berada di depan retina, dapat berpindah tepat ke retina.
Sejumlah uji klinis menunjukkan baik lensa kontak konvensional lunak maupun RGP tidak
mengubah progresivitas miopia. Lensa kontak dual-focus lebih mampu mengontrol progresivitas
miopia (59%) dan panjang aksial (52%) daripada lensa kontak tunggal, namun kualitas
penglihatan berkurang akibat besarnya myopic defocus yang dihasilkan, sehingga menurunkan
tingkat kepatuhan pemakaiannya.
- Orthokeratologi
Orthokeratologi (OK) adalah teknik meratakan kornea di bagian sentral, sambil menajamkan
kornea bagian perifer dengan cara menggunakan lensa kontak sepanjang malam.2 Sejumlah uji
klinis prospektif menemukan bahwa orthokeratologi cenderung memperlambat progresi miopia
hingga 40% yang didasarkan pada pengukuran panjang aksial bola mata. Beberapa metaanalisis,
dengan total 435 partisipan dari 7 studi mendukung kemampuan orthokeratologi dalam
memperlambat progresivitas myopia.
- Agen Farmakologis
Atropine pertama kali digunakan oleh Wells tahun 1900 untuk menghentikan progresivitas
miopia dengan melumpuhkan daya akomodasi. Studi menunjukkan atropine 1% memperlambat
progresivitas miopia hingga 80%.9 Meskipun mekanisme kerja atropine menghambat
progresivitas miopia belum diketahui pasti, studi lainnya mengindikasikan atropine mempunyai
efek mengubah sklera.7 Seperti diketahui, sinar ultraviolet (UV) dapat meningkatkan ikatan
kolagen di dalam sklera, yang pada akhirnya memperlambat pertumbuhan sklera, sehingga
menghambat pemanjangan bola mata.
- Waktu di Luar Ruangan
Beberapa studi menyarankan kegiatan luar ruangan mampu memperlambat onset dan
progresivitas miopia pada anak. Ditemukan juga bahwa aktivitas luar ruangan yang dimaksud
tidak berkaitan dengan aktivitas fisik, melainkan paparan terhadap lingkungan luar. Tori, et al, 17
menemukan sinar violet (panjang gelombang 360-400 nm) menghambat progresivitas miopia
pada ayam dan manusia. Mereka menemukan bahwa lensa kontak yang mentransmisikan sinar
violet lebih menghambat miopia dibanding lensa yang memblok sinar violet. Kegiatan luar
ruangan diperkirakan mampu mengeliminasi area defocus di seluruh lapang pandang yang
berperan sebagai sinyal stop terhadap pertumbuhan mata (sehingga dapat menghambat
perkembangan miopia) (Dinari,2022).

Sumber:

Al Dinari, N. 2022. Miopia: Etiologi dan Terapi. Cermin Dunia Kedokteran, 49(10), 556-559.


Viewed on 22 february 2022. From: cdkjournal.com

5. Patofisiologi Myopia!
Jawab:
Patofisiologi miopia adalah multifaktorial dan belum sepenuhnya dipahami.Ada bukti bahwa
banyak variasi genetik dan factor lingkungan dan gaya hidup memainkan peran penting
dalam etiologic gangguan penglihata ini dalam pengembangan myopia Meskipun komponen
genetik telah dipelajari secara luas,penelitian populasi manusia telah mengungkapkan prevalensi
miopia yang sangat berbeda di antara populasi yang serupa secara genetik di lingkungan
yang berbeda, menunjukkan bahwa pengembangan miopia dikendalikan oleh faktor lingkungan
dan genetik
(Helisarah,2021).
miopia disebabkan oleh pemanjangan sumbu bola mata, namun penyebab yang mendasarinya masih
belum jelas sepenuhnya. Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata
pada miopia. Yang pertama adalah teori biologik, menganggap bahwa pemanjangan sumbu bola
mata sebagai akibat dari kelainan pertumbuhan retina (overgrowth) sedangkan teori yang kedua
adalah teori mekanik yang mengemukakan adanya penekanan (stres) sklera sebagai penyebab
pemanjangan tersebut. Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada
teori mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan obliq superior. Seperti
diketahui, penderita miopia selalu menggunakan konvergensi berlebihan (Helisarah,2021).
Sumber:
Helisarah, D. U., & Ayuni, P. 2021. Hubungan Kejadian Miopia Dengan Status Refraksi Orang
Tua. Jurnal Sehat Masada, 15(2), 291-298. Viewed on 22 february 2022. From:
ejurnal.stikesdhb.ac.id

6. Klasifikasi Myopia!
Jawab:
Miopia dapat diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan bola mata, etiologi, onset terjadinya dan
derajat beratnya miopia. Berdasarkan pertumbuhan bola mata, miopia dikelompokkan menjadi
miopia fisiologis yang terjadi akibat peningkatan diameter aksial yang dihasilkan oleh pertumbuhan
normal sedangkan miopia patologis merupakan pemanjangan abnormal bola mata yang sering
dihubungkan dengan penipisan sclera. Sedangkan klasifikasi berdasarkan onset terjadinya terbagi
menjadi miopia congenital yang terjadi saat lahir, miopia juvenile atau miopia usia sekolah yang
ditemukan pada usia 20 tahun atau lebih. Berdasarkan etiologinya, miopia terbagi atas aksial akibat
perubahan panjang bola mata melebihi 24 mm dan refraktif akibat kelainan kondisi elemen bola
mata. Sedangkan berdasarkan derajat beratnya miopia terbagi kedalam :
- Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri
- Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3- dioptric
- Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri

Miopia berdasarkan penyebabnya:

- Miopia aksial yaitu sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior lebih
panjang, bola mata lebih panjang).
- Miopia kurvatur/refraktif yaitu kurvatur kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu
cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat).
- Miopia indeks yaitu dimana indeks bias mata lebih tinggi dari normal

Sumber:

Maryoto, A. 2019. Mengenal Mata dan Cara Merawatnya. Semarang : Penerbit Alprin.

7. Edukasi Myopia!
Jawab:
Hal-hal terkait dengan kepedulian memerhatikan dan mengedukasi terkait pentingnya menjaga
Kesehatan mata, yakni:
- Memberi pengetahuan tentang cara menjaga Kesehatan mata.
- Mengajak untuk memeriksakan mata secara rutin.
- Berbicara dengan mereka dan memberikan contoh. Perlu membuat kebijakan yang terkait dengan
kesehatan mata (Sasia,2021)
Sumber:
Sasia, K., Dewi, F. I. R., Doringin, F., & Budiana, M. W. 2021. Edukasi dan pemeriksaan kesehatan
mata sejak dini untuk mengatasi peningkatan kasus miopia pada siswa SMA di jabidetabek.
Prosiding Serina UNTAR MBKM. Viewed on 23 February 2023. From: journal.untar.ac.id

8. Pencegahan Myopia!
Jawab:
Kelainan refraksi merupakan masalah kesehatan yang dapat dicegah. Pencegahan masalah kelainan
refraksi dapat dilakukan dengan menerapkan praktik visual hygiene. Visual hygiene merujuk pada
berbagai upaya untuk mencegah berbagai masalah kesehatan mata termasuk kelainan refraksi. Visual
hygiene meliputi modifikasi terhadap 8 praktik Kesehatan sebagai berikut :
- Lama waktu paparan layer
- Jarak pandang menonton televisi
- Jarak penglihatan ke layar saat menggunakan computer
- Postur tubuh saat membaca atau melihat layer
- Pencahayaan untuk membaca
- Visual breaks
- Kebiasaan membaca saat bergerak
- Jarak pandang ke obyek baca (Rochmayani,2021).

Sumber:

Rochmayani, D. S., Cahyaningsih, O., & Budiono, I. 2021. Upaya Pencegahan Kelainan Refraksi
Melalui Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Orang Tua tentang Visual Higiene. Jurnal
Pengabdian Kesehatan Masyarakat (Pengmaskesmas), 1(2). Viewed on 23 February 2023.
From: journal.fkm.ui.ac.id

9. Prognosis Myopia!
Jawab:
Penderita miopia dengan onset dini dan miopia tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk untuk
ketajaman visual jangka panjang. Para penderita ini cenderung memiliki tingkat progresifitas miopia
yang lebih tinggi dengan panjang aksial yang lebih panjang. Pasien dengan panjang aksial yang lebih
panjang memiliki risiko lebih besar untuk mengembangkan degenerasi retina rabun dan patologi
terkait lainnya. Pada miopia ringan atau yang sedang, prognosisnya bagus jika pasien miopia
menggunakan kacamata yang cocok serta sesuai instruksi medis. Jika miopia bersifat progresif,
prognosisnya buruk, utamanya bila disertai dengan perubahan pada koroid dan vitreus dan pada
penderita miopia maligna prognosisnya buruk
Sumber:
Maryoto, A. 2019. Mengenal Mata dan Cara Merawatnya. Semarang : Penerbit Alprin.

10. Komplikasi Myopia!


Jawab:
Miopia yang tidak terkoreksi dapat menyebabkan komplikasi berupa ablasio retina, neovaskularisasi
koroid, katarak, glaukoma, dan atrofi makula yang dapat berakhir pada kehilangan penglihatan
secara permanen
- Robekan / Lepasnya Retina adalah lapisan jaringan yang sensitif terhadap cahaya di lapisan mata
paling dalam yang penting untuk penglihatan. Ketika seseorang menderita miopia, elongasi
menghasilkan retina yang lebih tipis. Ini menempatkan mata pada risiko lebih besar untuk
mengembangkan retina robek, lubang, atau lepasnya retina. Ablasio retina membutuhkan
perawatan segera untuk memasang kembali lapisan yang terlepas, karena hal ini dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen pada mata yang terkena
- Katarak mengacu pada pengaburan lensa kristal seseorang di mata. Ini adalah kondisi yang akan
terjadi secara alami seiring bertambahnya usia tetapi karena rabun menyebabkannya terjadi lebih
awal. Tanda-tanda awal katarak termasuk peningkatan silau di malam hari serta perubahan
signifikan pada derajat tontonan.
- Glaukoma dikaitkan dengan meningkatnya tekanan cairan didalam bola mata. Miopia parah
dapat menaikkan bahaya berkembangnya glaukoma. Jika tidak ditangani, dapat menyebabkan
kebutaan. Glaukoma dikenal sebagai 'pencuri penglihatan diam-diam' karena seringkali
asimtomatik, dan dapat menyebabkan penglihatan yang buruk dan terbatas secara bertahap.
- Degenerasi Makula ialah bagian tengah retina yang memberikan penglihatan terjelas.
Peningkatan pemanjangan aksial pada miopia tinggi dapat menyebabkan peregangan mekanis
dan penipisan lapisan retina dengan perubahan vaskular dan degeneratif.
- Choroidal Neovascularization (CNV) CNV terjadi ketika pembuluh darah baru yang tidak
normal tumbuh di bawah retina. Pembuluh darah baru ini bisa bocor atau berdarah dengan sangat
mudah, menyebabkan hilangnya penglihatan secara tiba-tiba. Kondisi ini berpotensi membutakan
jika tidak ditangani. Beberapa suntikan mata mungkin diperlukan dalam pengobatan kondisi ini
Sumber:
Maryoto, A. 2019. Mengenal Mata dan Cara Merawatnya. Semarang : Penerbit Alprin.

11. Alur Rujukan Myopia!


Jawab:
Berdasarkan standar dan kualifikasi pendidikan dokter Indonesia, dokter umum memiliki
kompetensi 4A dalam melakukan tatalaksana gangguan refraksi seperti myopia, hipermetropia,
astigmatisma dan prebiopia secara mandiri dan tuntas. Perujukan ke rumah sakit atau dokter spesialis
mata di lakukan apabila myopia di sertai komplikasi dan myopia di perparah komorbid
(Marwis,2021).
Sumber:
Marwis. 2019. Analisis sistem rujukan kelainan refraksi dari puskesmas ke rumah sakit di kota
pariaman tahun 2018. Jurnal kesehatan andalas. Vol 8 (3). Viewed on 23 February 2023. From:
jurnal.fk.unand.ac.id

12. Pengaruh Diabetes melitus dan hipertensi pada kerusakan mata!


Jawab:
A. Retinopati diabetik
Kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan pada DM dapat menyebabkan berbagai komplikasi
baik makrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi mikrovaskular yang tersering
adalah retinopati diabetik. Penyakit ini menyebabkan turunnya fungsi penglihatan karena adanya
gangguan pada fungsi retina yang berpotensi tinggi menyebabkan kebutaan. 4 Retinopati diabetik
menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kebutaan secara global setelah katarak, glukoma, dan
degenerasi makula (age related macular degeneration). Kelompok umur yang paling sering
mengalami komplikasi ini adalah rentang umur 20-64 tahun. 5 Komplikasi tersering pada mata
dan menjadi penyebab kebutaan pada pasien DM adalah retinopati diabetic tipe
proliferatif.iskemia pada retina yang terjadi terus-menerus sehingga menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru di sekitar retina yang menyebabkan kebocoran protein serum (Dewi,2019).
B. Retinopati hipertensi
Retinopati hipertensi merupakan salah satu kerusakan target organ akibat tekanan darah tinggi,
yang dapat menimbulkan kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah di retina. Hipertensi yang
tidak terkontrol akan menyebabkan kerusakan pada mikrosirkulasi retina yang akan berujung
pada retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi menunjukan temuan oftalmik terhadap kerusakan
sekunder end-organ akibat hipertensi. Temuan oftalmik tersebut berupa kelainan pembuluh darah
(penyempitan umum atau lokal), percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing
atau sklerosis pembuluh darah. Retinopati hipertensi telah menjadi marker dari kerusakan
mikrovaskular organ lain selama satu dekade terakhir. Data dari studi berbasis populasi
menunjukan bahwa retinopati hipertensi berhubungan dengan meningkatnya resiko penyakit
kardiovaskular, independen dari faktor resiko lainnya. TheAtherosclerosis Risk in Communities
(ARIC) melaporkan individu dengan mikroaneurisma, perdarahan retina dan soft exudate
kemungkinan 2-3 kali lebih beresiko menderita stroke dibandingkan dengan individu tanpa lesi
retina, bebas dari diabetes, merokok, dislipidemia dan faktor resiko lainnya (Hanna, 2018).

Sumber:
Dewi, P. N., Fadrian, F., & Vitresia, H. (2019). Profil Tingkat Keparahan Retinopati Diabetik
Dengan Atau Tanpa Hipertensi pada di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(2), 204-210. Viewed on 23 February 2023. From: jurnal.fk.unand.ac.id

Hanna, A., Hendriati, H., & Sayuti, K. (2018). Gambaran Karakteristik Penderita Retinopati
Hipertensi Yang Datang Berobat Ke Poliklinik Mata RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(2), 258-266. Viewed on 23 February 2023. From: jurnal.fk.unand.ac.id

Anda mungkin juga menyukai