ii
iii
A. Latar Belakang
Gangguan persepsi sensori merupakan permasalahan yang sering
ditemukan seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara cepat dan
tidak terduga. Pertambahan usia, variasi penyakit, dan perubahan gaya hidup
menjadi faktor penentu dalam penurunan sistem sensori. Seringkali gangguan
sensori dikaitkan dengan gangguan persepsi karena persepsi merupakan hasil
dari respon stimulus (sensori) yang diterima.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus
eksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang
diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima (Syaifuddin, 2014). Persepsi
juga melibatkan kognitif dan emosional terhadap interpretasi objek yang
diterima organ sensori (indra). Adanya gangguan persepsi mengindikasikan
adanya gangguan proses sensori pada organ sensori, yaitu penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman, dan pengecapan. Untuk itu, perlu adanya
pengkajian sistem sensori untuk mengukur derajat gangguan sistem sensori
tersebut.
Adanya makalah ini diharapkan pembaca bisa sedikit mengetahui
pengkjaian pemeriksaan sistem sensori. Dengan mengetahui pengkajan sistem
persepsi sensori diharapkan permasalahan yang muncul dari hasil
pemeriksaan tersebut dapat teridentifikasi secara akurat sehingga dapat
menentukan asuhan keperawatan yang berkualitas. Berdasarkan permasalahan
di atas kami tertarik untuk menulis makalah tentang “Pengkajian Sistem
Persepsi Sensori”.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka diambil rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Apakah definisi sistem persepsi sensori?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem persepsi sensori?
3. Bagaiaman pengkajian pada sistem persepsi sensori?
1
2
2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengkajian pada sistem persepsi sensori.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi sistem persepsi sensori.
b. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem persepsi sensori.
c. Untuk mengetahui pengkajian pada sistem persepsi sensori.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan pengetahuan pengkajian pada sistem persepsi
sensori.
2. Bagi Pembaca
Memberikan wawasan tentang pengkajian pada sistem persepsi sensori,
serta sebagai bahan refrensi dalam pemenuhan tugas tugas yang terkait
dengan sistem persepsi sensori.
BAB II
PEMBAHASAN
3
3) Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah
kulit yang terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih
besar dari
4
4
6) bola mata terus ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis
mengalir ke duktus nasolakrimatis terus ke meatus nasalis inferior.
7) Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri
dari:
a) Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya
mengangkat kelopak mata.
b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk
menutup mata.
c) Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.
d) Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.
e) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola
mata ke dalam dan ke bawah.
f) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas,
ke bawah dan ke luar.
8) Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva
palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan
kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe dan pembuluh darah.
b. Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf
otak II, merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan
otak dan merupakan bagian penting organ visus.
c. Tunika okuli
Tonika okuli terdiri dari :
5
udara masuk ke vestibulum dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran
laminar. Ketika udara mencapai nasal valve terjadi turbulen sehingga udara
inspirasi langsung mengadakan kontak dengan permukaan mukosa hidung
yang luas. Aliran turbulen tersebut tidak hanya meningkatkan fungsi
penghangat dan humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi.
Sinus paranasal terdiri atas empat pasang yaitu sinus maksila, sinus
etmoid, sinus sfenoid dan sinus frontal. Mukosa sinus dilapisi oleh epitel
respiratorius pseudostratified yang terdiri atas empat jenis sel yaitu sel
kolumnar bersilia, sel kolumnar tidak bersilia, sel mukus tipe goblet dan sel
basal. Membran mukosa bersilia bertugas menghalau mukus menuju ostium
sinus dan bergabung dengan sekret dari hidung. Jumlah silia makin
bertambah saat mendekati ostium. Ostium adalah celah alamiah tempat
sinus mengalirkan drainasenya ke hidung. Jumlah silia makin bertambah
saat mendekati ostium.
Berdasarkan lokasi perlekatan konka media dengan dinding lateral
hidung, sinus dibagi menjadi kelompok sinus anterior dan posterior.
Kelompok sinus anterior terdiri dari sinus frontal, maksila dan etmoid
anterior yang bermuara ke dalam atau dekat infundibulum. Kelompok sinus
posterior terdiri dari etmoid posterior dan sinus sfenoid yang bermuara di
atas konka media. Fungsi utama sinus paranasal adalah mengeliminasi
benda asing dan sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi melalui tiga
mekanisme yaitu terbukanya kompleks osteomeatal, transport mukosiliar
dan produksi mukus yang normal.
12
2) Papila fungiformis
3) Papila filiformis (Syaifuddin, 2014).
5) Diplopia satu mata atau kedua mata? Apakah persisten jika mata
ditutup sebelah?
6) Adakah gejala sistemik lain: demam, malaise.
c. Pemeriksaan mata
1) Inspeksi mata
a) Bentuk dan penyebaran alis dan bulu mata. Apakah bulu mata
lentik, kebawah atau tidak ada. Fungsi alis dan bulu mata untuk
mencegah mauknya benda asing (debu) untuk mencegah iritasi atau
mata kemerahan.
b) Lihat sclera dan konjungtiva.
(1)Konjungtiva, dengan menarik palpebral inferior dan meminta
klien melihat keatas. Amati warna, anemis atau tidak, apakah
ada benda asing atau tidak
(2)Sclera, dengan menarik palpebral superior dan meminta klien
melihat ke bawah.
c) Amati kemerahan pada sclera, icterus, atau produksi air mata
berlebih. Amati kedudukan bola mata kanan kiri simetris atau
tidak, bola mata keluar (eksoptalmus) atau ke dalam (endoftalmus).
d) Palpebral turun menandakan kelemahan atau atropi otot, atau
hiperaktivitas palpebral yang menyebabkan kelopak mata terus
berkedip tak terkontrol.
e) Observasi celah palpebral. Minta klien memandang lurus ke depan
lalu perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.
Normal jika simetris. Adanya kelainan jika celah mata menyempit
(ptosis, endoftalmus, blefarospasmus) atau melebar (eksoftalmus,
proptosis)
f) Kaji sistem lakrimasi mata dengan menggunakan kertas lakmus
untuk mendapatkan data apakah mata kering atau basah yang
artinya lakrimasi berfungsi baik ( Schime test).
g) Kaji sistem pembuangan air mata dengan uji anel test. Yaitu
dengna menggunakan spuit berisi cairan, dan berikan pada kanal
21
lakrimal.
2) Reflek pupil
a) Gunakan penlight dan sinari mata kanan kiri dari lateral ke medial.
Amati respon pupil langsung. Normalnya jika terang, pupil
mengecil dan jika gelap pupil membesar.
b) Amati ukuran lebar pupil dengan melihat symbol lingkaran yang
ada pada badan penlight dan bagaimana reflek pupil tersebut,
isokor atau anisokor.
c) Interpretasi: -Normal : Bentuk pupil (bulat reguler), Ukuran pupil :
2 mm – 5 mm, Posisi pupil ditengah-tengah, pupil kanan dan kiri
Isokor, Reflek cahaya langsung (+) dan Reflek cahaya konsensuil
atau pada cahaya redup (+). Kelainan : Pintpoin pupil, Bentuk
ireguler, Anisokor dengan kelainan reflek cahaya dan ukuran pupil
kecil atau besar dari normal (3-4 mm) 3.3.
3) Lapang pandang / tes konfrontasi
a) Dasarnya lapang pandang klien normal jika sama dengan
pemeriksa. Maka sebelumnya, pemeriksa harus memiliki lapang
pandang normal. LP klien = LP pemeriksa.
b) Normalnya benda dapat dilihat pada: 60 derajat nasal, 90 derajat
temporal, 50 derajat , dan atas 70 derajat bawah.
c) Cara pemeriksaan :
(1)Klien menutup mata salah satu, misalnya kiri tanpa menekan
bola mata.
(2)Pemeriksa duduk di depan klien dg jarak 60cm sama tinggi
dengan klien. Pemeriksa menutup mata berlawanan dengan
klien, yaitu kanan. Lapang pandang pemeriksa dianggap sebagai
referensi (LP pemeriksa harus normal)
(3)Objek digerakkan dari perifer ke central (sejauh rentangan
tangan pemeriksa) dari delapan arah pada bidang ditengah
pemeriksa dan klien
(4)Lapang pandang klien dibandingkan dengan pemeriksa. Lalu
22
5) Sensibilitas kornea
a) Bertujuan mengetahui bagaimana reflek sensasi kornea dengan
menggunakan kapas steril.
b) Cara pemeriksaan :
1) Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus
2) Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat
kornea disentuh
3) Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang
halus dan runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea,
mulai pada mata yang tidak sakit.
c) Intrepetasi : dengan sentuhan, maka mata akan reflek berkedip.
Nilai dengan membandingkan sensibilitas kedua mata klien.
23
dan bawah
b) Masukkan otoskop ke dalm telinga ± 1,-1,5 cm
c) Normal: terlihat sedikit serumen, dasar berwarna pink, rambut
halus
d) Abnormal: merah (inflamasi), rabas, lesi, benda asing, serumen
padat
e) Membran timpani dapat terlihat, normalnya tembus cahaya,
mengkilat, abu-abu dan tampak seperti mutiara, utuh.
2) Tes berbisik
a) Kata-kata yg diucapkan: Satu atau dua kata untuk menghindari
menebak, dapat dikenal klien, bukansingkatan, kata benda atau kata
kerja.
b) Cara:
(1)Pasien ditempat, pemeriksa berpindah-pindah dari jarak
1,2,3,4,5,6 meter.
(2)Mulai jarak 1 m pemeriksa membisikan 5/10 kata.
(3)Bila semua kata benar mundur 2 m, bisikan kata yang sama. Bila
jawaban benar mundur 4-5 m (Hanya dpt mendengar 80%
jarak tajam pendengaran sesungguhnya)
(4)Untuk memastikan tes ulang pd jarak 3 M bila benar semua
maju 2 – 1 M.
c) Interfensi Secara Kuantitas ( Leucher )
(1)6 meter : normal - 4-6 meter : praktis normal/ tuli ringan
(2)1-4 meter : tuli sedang
(3)< 1 meter : tuli berat - Berteriak didepan telinga tidak
mendengar : Tuli Total
d) Interfensi secara Kualitatif
(1)Tidak dapat mendengar huruf lunak (frekuensi rendah) = TULI
KONDUKSI. Misal Susu : terdengar S S.
(2)Tidak dapat mendengar huruf desis (frekuensi tinggi) = TULI
SENSORI. Misal : Susu terdengar U U.
28
4. Tes rinne
B. Saran
Sebagai seorang perawat harus mengetahui pengkajan sistem persepsi
sensori diharapkan permasalahan yang muncul dari hasil pemeriksaan tersebut
dapat teridentifikasi secara akurat sehingga dapat menentukan asuhan
keperawatan yang berkualitas
34
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger, J.J. 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher,
Dialih bahasakan oleh Staf ahli Bagian THT RSCM-FKUI.. Tangerang :
Binarupa Aksara.
Guyton, A. C., dan Hall, J. E. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Hetharia, Rospa, Sri, Mulyani. (2011). Asuhan Keperawatan Telinga Hidung
Tenggorokan. Jakarta: CV.Trans Info Media