Anda di halaman 1dari 20

EVIDENCE BASED PRACTICE (EBN) – NURSING

PADA MASALAH PERSEPSI SENSORI

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pembimbing :

Disusun oleh : Kelompok 11

1. Ida Nurul Faoziah (2020270002)


2. Latifah Nurrohmah (2020270003)
3. Firman Syahaji Hermawan (2020270019)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWATENGAH
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang diampu oleh Bapak Muhamad Sahli, S.KM., M.Kes.
di Universitas Sains Al-Qur’an Jawa Tengah Wonosobo.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Muhamad Sahli, S.KM.,
M.Kes. selaku pengampu mata kuliah ini, dengan bimbingan beliau kami dapat menyusun
makalah ini dengan semaksimal mungkin. Tugas makalah yang diberikan ini semoga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan pembaca terkait materi “Evidence Based Praktik (EBN) –
Nursing Pada masalah Muskuloskeletal”.
Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian, kami sampaikan terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Wonosobo, 30 Desember 2022

(Punyusun)
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang EBN

Evidence-Based Practice adalah pendekatan sistematis untuk meningkatkan kualitas


praktik keperawatan dengan mengumpulkan bukti terbaik, Almaskari (2017). Evidence
adalah kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya. Ada dua bukti yang dihasilkan oleh
evidence yaitu bukti eksternal dan internal. Evidence-Based Practice in Nursing adalah
penggunaan bukti ekternal dan bukti internal (clinical expertise), serta manfaat dan
keinginan pasien untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan,
Chang, Jones, & Russell (2013). Hal ini menuntut perawat untuk dapat menerapkan
asuhan keperawatan yang berbasis bukti empiris atau dikenal dengan Evidance Based
Nursing Practice (EBNP).

Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang
diterima (Syaifuddin, 2014). Persepsi juga melibatkan kognitif dan emosional terhadap
interpretasi objek yang diterima organ sensori (indra). sensori (indra). Adanya gangguan
gangguan persepsi mengindikasikan persepsi mengindikasikan adanya gangguan proses
sensori pada organ sensori, yaitu penglihatan, pendengaran,  perabaan,  perabaan,
penciuman, penciuman, dan pengecapan. pengecapan. Untuk itu, perlu adanya pengkajian
pengkajian sistem sensori untuk mengukur derajat gangguan sistem sensori tersebut..
Adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang evidence
based nursing practice terutama pada masalah system persepsi sensori

B. Tujuan EBN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep dasar system persepsi
sensori dan diperolehnya gambaran perawat tentang Evidence Based Nursing Practice
(EBNP) terutama pada masalah system persepsi sensori.
C. Manfaat EBN
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang bagaimana cara mengambil
keputusan yang tepat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien
dengan penerapan EBN, terutama pada masalah system persepsi sensori.
2. Bagi pembaca
Memberikan wawasan tentang penerapan EBNpada masalah system sensori, serta
sebagai bahan refrensi dalam pemenuhan tugas-tugas yang terkait dengan system
persepsi sensori.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kebutuhan Dasar Persepsi Sensori

Sistem sensori berarti yang berhubungan dengan panca indra. System ini membahas
tentang organ akhir yang khusus menerima berbagai jenis rangsangan tertentu.
Rangsangan tersebut dihantarkan oleh saraf sensoris dari berbagai organ indra menuju
otak untuk ditafsirkan. Reseptor sensori merupakan sel yang dapat menerima informasi
kondisi dalam dan luar tubuh untuk dapat direspon oleh saraf pusat. Impuls listrik yang
dihantarkan oleh saraf akan diterjemahkan menjadi sensasi yang nantinya akan diolah
menjadi persepsi di saraf pusat. System persepsi sensori manusa terdiri dari organ mata,
telinga, hidung, lidah, dan kulit (syaifuddin, 2014)

B. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem Persepsi Sensori


1. Indra Penglihatan (mata)
Indra penglihatan terletak pada mata (organ visus yang terdiri dari organ okuli
assesoria (alat bantu mata) dan oculus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf
optikus, muncul daro sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk
saraf optikus (Syaifuddin, 2014).
a. Organ Okuli Assesoria
Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat disekitar bola mata yang sangat
erat hubungannya dengan mata, terdiri dari dari:
1) Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya kerucut dengan
puncaknya mengarah ke depan dan kedalam.
2) Alis mata, merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal yang melengkung,
ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai kosmetik atau alat
kecantikan dan sebagai pelindung mata dari sinar matahari yang terik
3) Palperbra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang
terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar dari kelopak
mata bawah, berfungsi sebagai pelindung mata sewaktu kalau ada gagguan
pada mata
4) Air mata, air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis superior dan inferior.
Melalui ductus ekskretorius lakrimalis masuk kedalam sakus konjungtiva
melalui depan bola mata kedalam kanalis lakrimalis mengalir ke ductus
nasolakrimatis terus meatus nasalin inferior
5) Otot mata, merpakan otot ekstrinsik mata yang terdiri dari:
a) Muskulus levator palbebralis superior inferior
b) Muskulus orbicularis okuli otot lingkar mata
c) Muskulus rektus okuli inferior
d) Musulus rektus okuli medial
e) Muskulus obilique okuli inferior
f) Muskulus obliques okuli superior
6) Konjungtiva, permukaan dalam kelopak mata dalam kelopak mata disebut
konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok
dan kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada
konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe pembuluh darah
b. Oculus
Oculus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak II,
merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak dan
merupakan bagian penting visus
c. Tunika okuli
Tunika okuli terdiri dari :
1) Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat
melihat membrane pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera,
terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior, 3substansi
propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium, kornea tidak
mengandung pembulug darah peralihan, antara kornea dan sklera
2) Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan bagian
dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan
sklera tertutup oleh kantong kunjungtiva
d. Tunika vaskuli okuli
Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan
pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi menjad tiga bagian yaitu:
1) Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab, merupakan bagian
belakang tunika baskulosa. Berfungsi memberikan nutrisi pada tuika
2) Korpus siliaris, merupakan selaput yang lapisan yang tebal, terbentang mulai
dari oraserata sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti cincin, fungsinya
menjadi akomodasi
3) Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna karena
mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan penampang
12mm, tebal 12mm, ditengah terletak bagian berlubang yang disebut pupil.
Pupil berguna untuk mengatur cahaya yang masuk kemata, sedangkan ujung
tepinya melanjut sampai korpus siliaris.
e. Tunika nervosa
f. Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina. Retina
dibagi atas 3 bagian :
1) Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di depan
khatulistiwa bola mata
2) Pars siliaris, merupakkan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus silia
3) Pars iridika, melapisi bagian permukaan belakang iris (Syaiffudin, 2014)
2. Anatomi dan Fisiologi system pendengaran (telinga)

Menurut Heharia et al, 2011, Indra pendengarn merupakan salah satu alat panca
indra untuk mendengar. Anatomi telinga terdiri dari bagian luar, bagian tengan, dan
bagian dalam

a. Telinga bagian luar


Aurikula (daun telinga) menampung gelombang suara yang datang dari
luar masuk kedlam telinga. Meastus akustikus eksterna (liang telinga) saluran
penghubung aurikula dengan membrane timoan Panjang 2,5 cm yang terdiri
dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar
subsea. Dankelenjar keringat khususnya menghasilkan secret secret berbentuk
serum.
Membrane timpani antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput
gendang telinga yang disebut membrane tymoani
b. Telingga bagian tengah
Kavum timpani, rongga didalam tulang temporalis yang didalamnya
terdapat 3 buah tulang pendengaran yaitu maleus, incus, steps yang melekat
pada bagian dalam membrane timpani
Antrum timpami merupakan rongga tidak teratur yang agak luas, terletak
dibagian bawah samping dar kavum timpani. Antrum timpani dilapisi oleh
mukosa, merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani. Rongga ini
berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang
terdapat dibelakang bawah antrum, didalam tulang temporalis
Tuba auditive, saluran tulang rawan yang Panjangnya 3,7 cm berjalan
miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa.
c. Telinga bagian dalam
Telinga bagian dalam terletak pada bagian tulang keras pilorus temporalis,
terdapat reseptor pendengaran, dan alat pendengaran ini disebut labirin.
1) Labiritus osseous, serangkaian saluran bawah dikelilingii oleh cairan yang
dinamakan perilimfe. Labiritus osseous terdiri dari vestibulum, koklea dan
kanalis semisirkulasis
2) Labirinitus membranous yang terdiri dari:
a) Utriculus
b) Sakulus
c) Ductus semisirkularis
d) Ductus koklearis

Anatomi telinga Anatomi telinga dalam

3. Anatomi dan Fisiologi Sistem penciuman (Hidung)

Hidung adalah organ penting pada wajah yang berguna untuk mengidentifikasi
seseorang dan estetika wajah karena merupakan hal pertama yang terlihat oleh mata.
Hidung memiliki peran penting sebagai organ pernapasan dan penghidung. Hidung
bagian luar tersusun atas dasar, puncak hidung, collumela. Sedangkan hidung lainnya
tersusun atas ala nasi, alar sulcus, dan nostril. Semuanya disusun oleh tulang,
kartilago, otot, dan subcutaneous fat (AlJulaih & Lasrado, 2019).

Bagian septum nasi mendapatkan vaskularisasi dari cabang-cabang arteri


sfenopalatina posterior, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri
palatina mayor. Bagian lateral hidung mendapatkan vaskularisasi dari arteri etmoid
anterior, dan arteri sfenopalatina. Persarafan sensorik mendapatkan inervasi dari
n.oftalmikus dan n.maxilaris yang merupakan cabang dari n.trigeminus (AlJulaih &
Lasrado, 2019).
Fungsi hidung Hidung memiliki 3 fungsi utama yaitu sebagai organ respirasi,
sebagai penyaring udara dan pertahanan melawan partikel-partikel dari luar dan
alergen, dan sebagai indera penghidu (Freeman & Kahwaji, 2020). Sebagai organ
respirasi, hidung berfungsi untuk mempersiapkan pertukaran oksigen dan
menyesuaikan dan melembabkan temperatur udara yang masuk sebelum masuk ke
paru-paru. Hidung juga berfungsi untuk mempertahankan jaringan pada organ
pernapasan. Sekresi mukus berfungsi untuk menyaring partikel dan antigen yang
masuk bersamaan dengan udara pernapasan. Sedangkan sebagai indera penghidu,
hidung berfungsi untuk mengidentifikasi sumber yang berbahaya atau nutrisi yang
dapat mempengaruhi mood dan seksualitas (Freeman & Kahwaji, 2020).

Klirens mukosilier Klirens mukosiliar adalah mekanisme pertahanan pertama dari


paru-paru yang berfungsi sebagai pelindung lapisan lendir, lapisan cairan permukaan
jalan pernapasan dan silia pada permukaan sel silia (Bustamante-Marin & Ostrowski,
2017). Klirens mukosiliar mengandung 2 komponen yaitu viscoelastic mucus layer
yang berfungsi menahan partikel yang terhirup dan yang terbawa keluar dari paru-
paru melalui tekanan dari pergerakan silia dan low-viscosity perciliary layer yang
memfasilitasi pergerakan silia (Guo & Kanso, 2017).
4. Anatomi dan Fisiologi system Perasa (lidah)
a. Anatomi lidah

Lidah terdiri dari dua kelompok yaitu otot intrinsik melakukan gerakan halus
dan otot ekstrinsik yang melaksanakan gerak kasar pada waktu mengunyah dan
menelan. Lidah terletak pada dasar mulut, ujung,serta tepi lidah bersentuhan
dengan gigi, dan terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir yang
dapat digerakan ke segala arah. Lidah terbagi menjadi:

1) Radiks lingua (pangkal lidah)


2) Dorsum lingua (punggung lidah)
3) Apeks lingua (ujung lidah)

Bila lidah digulung ke belakang tampak permukaan bawah yang disebut


frenulum lingua, sebuah struktur ligamen yang halus yang mengaitkan bagian
posterior lidah pada dasar mulut. Permukaan atas seperti berludru dan ditutupi
pupil-pupil, terdiri dari tiga jenis dari tiga jenis yaitu:
1) Papila sirkumvalata
2) Papila fungiformis
3) Papila filiformis (Syaifuddin, 2014).

b. Fisiologi lidah
Seluruh rasa dapat dirasakan oleh seluruh permukaan lidah, rasa yang dapat
dirasakan indera pengecap yaitu manis, asin, asam, dan pahit yang dikenal dengan
istilah sensasi rasa primer. Selain itu ada rasa kelima yan telah teridentifikasi
yakni umami yang dominan ditemukan pada L-glutamat. Lima rasa yang dapat
dikecap lidah yaitu:
1) Rasa manis
Hamper semua zat yang dapat menyebabkan rasa manis merupakan kimia
organic seperti gula, glikol, alcohol, keton, aida, ester, asam amino, asma
sulfonate dan asam halogen. Sedangkan zat anorganik yang dapat
menimbulkan rasa manis adalah timah hitam dan berilium. Daerah sensitivitas
rasa manis terdapat pada apex lingual
2) Rasa asam
Rasa asam disebabkan oleh golongan asam. Makin asam suatu makanan maka
sensasi rasa asamnya semakin kuat. Daeras sensitivitas rasa asam terdapat
pada sepanjang tepi lateral lidah bagian posterior
3) Rasa asin
Rasa asin ditimbulkan oleh garam terionisasi terutama konsentrasi ion sodium
antara satu garam dan garam lainnya memiliki kualitas rasa asin yang sedikit
berbeda dikarenakan beberapa jenis garam mengeluarkan asin lain disamping
rasa asin. Daeras sensitivitas rasa asin terdapat pada sepanjang tepi lateral
lidah bagian anterior
4) Rasa pahit
Zat zat yang memberikan rasa pahit semata-mata hamper semua merupakan
zat organic. Daerah sensitivitas rasa pahit terdapat pada dorsum lidah bagian
posterior
5) Rasa umami
Rasa umami mempunyai ciri khas yang jelas berbeda dari keempat rasa lain,
termasuk sincrgisme peningkat rasa antara dua senyawa umami yaitu L-
glutamat dan 5’- ribomulceotides. Umami adalah rasa yang dominan
ditemukan dalam ekstrak daging dan keju (Guyton dan Hall, 2014).
5. Anatomi dan Fisiologi Sistem peraba (kulit)

a. Anatomi kulit

Kulit adalah ‘selimut’ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi
utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar.
Luas kulit pada manusia rata-rata ± 2 meter persegi, dengan berat 10 kg jika
dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak (Tranggono, 2007). Kulit terbagi atas
dua lapisan utama, yaitu epidermis (kulit ari) sebagai lapisan yang paling luar dan
Dermis (korium, kutis, kulit jangat). Sedangkan subkutis atau jaringan lemak
terletak dibawah dermis.

Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling


tebal berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dan
lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi,
dan perut. Karena ukurannya yang tipis, jika kita terluka biasanya mengenai
bagian setelah epidermis yaitu dermis. Dermis terutama terdiri dari bahan dasar
serabut kolagen dan elastin. Serabut kolagen dapat mencapai 72 persen dari
keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak (Tranggono, 2007).
Pada bagian dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit. Adneksa kulit
merupakan struktur yang berasal dari epidermis tetapi berubah bentuk dan
fungsinya, terdiri dari folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran
keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan
serabut saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak
bawah kulit (subkutis/hipodermis). Bagian-bagian kulit dapat dilihat pada Gambar

Struktur kimia dari sel-sel epidermis manusia memiliki komposisi berikut :


protein sebesar 27%, Lemak sebesar 2%, Garam mineral sebesar 0,5%, serta air
dan bahan-bahan larut air sebesar 70,5%.

b. Fisiologi kulit

Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga
melakukan respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Namun, respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak
menyerap oksigen yang diambil dari aliran darah, dan hanya sebagian kecil yang
diambil langsung dari lingkungan luar (udara). Begitu pula dengan
karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak melalui aliran darah dibandingkan
dengan yang diembuskan langsung ke udara (Tranggono, 2007).
Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang
dilakukan oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen dari kebutuhan
oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen untuk dermis), pernapasan
kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit yang penting. Pengambilan oksigen
dari udara oleh kulit sangat berguna bagi metabolisme di dalam sel-sel kulit.
Penyerapan oksigen ini penting, namun pengeluaran atau pembuangan
karbondioksida (CO2) tidak kalah pentingnya, karena jika CO2 menumpuk di
dalam kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel kulit.

Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran CO2 dari kulit
tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam kulit, seperti temperatur
udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke
kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam proses
metabolisme sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain

C. Konsep penyakit system persepsi sensori

Gangguan persepsi sensori merupakan perubahan persepsi terhadap ransangan yang


bersumber dari internal (pikiran, perasaan) maupun stimulus eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi (SDKI, 2017)

1. Definisi
Menurut Ah. Yusuf, Ryski & Hanik (2015.120) Halusinasi merupakan gangguan
persepsi sensori berasal dari obyek tanpa adanya stimulus dari luar, gangguan
persepsi sensori ini mencangkup seluruh pancaindra.Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana pasien merasakan perubahan persepsi sensori, serta
sensasi–sensasi palsuakan dirasakan klien berupa suara, penglihatan, pengecapan,
penciuman atau perabaan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak nyata.
Jenis halusinasi yang sering terjadi seperti halusinasi penglihatan dan halusinasi
pendengaran.
Pasien halusinasi akan merasakan adanya ransangan yang sebenarnya tidak nyata.
Perilaku yang terlihat pada pasien yang mengalami halusinasi pendengaran yaitu
pasien seperti mendengar suara padahal sebenarnya suara tersebut tidak ada.
Sedangkan pada pasien yang mengalami halusinasi penglihatan mengatakan seperti
melihat bayangan seseorang atau sesuatu yang menyeramkan yang sebenarnya tidak
ada. Pada halusinasi penghidu pasien mengatakan seperti mencium bau-bauan
tertentu padahal orang lain tidak mencium bau serupa. Sedangkan pada klien yang
mengalami halusinasi pengecapan, pasien mengatakan seperti makan atau minum
sesuatu yang tidak enak atau menjijikkan. Pada pasien yang mengalami halusinasi
perabaan mengatakan merasa seperti ada binatang atau sesuatu yang merayap
permukaan kulit atau ditubuhnya.

2. Jenis-jenis halusinasi
Jenis halusinasi yang sering terjadi seperti halusinasi penglihatan dan halusinasi
pendengaran. Halusinasi pendengaran ditandai dengan tidak adanya rangsangan dari
luar, walaupun efek yang timbul dari sesuatu yang tidak nyata halusinasi
sesungguhnya adalah bagian dari kehidupan mental penderita halusinasi yang
teresepsi (Yosep, 2016)

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif


Halusinasi 1. Berbicara atau tertawa 1. Mendengar suarasuara
pendengaran/suara sendiri. atau keributan.
2. Marah-marah tanpa 2. Mendengar suara yang
adanya sebab. mengajak untuk
3. Mengarahkan telinga bercakapcakap.
ke arah tertentu. 3. Mendengar suara
4. Menutup telinga menyuruh melakukan
sesuatu hal yang
berbahaya
Halusinasi penglihatan 1. Menunjuk ke arah - Melihat bayangan,
arah tertentu. sinar,bentuk kartun,
2. Timbul rasa takut pada bentuk geometris, melihat
sesuatu yang tidak sesuatu yang menakutkan
jelas. seperti, hantu, atau
monster.
Halusinasi penciuman 1. Mencium seperti Mencium bau-bauan
sedang membaui seperti bau urine,feses,
baubauan tertentu. darah, dan kadang-kadang
2. Gerakan menutup bau itu menyenangkan.
hidung
Halusinasi 1. Sering meludah Merasakan rasa seperti
perasa/pengecapan 2. muntah urine, feses, atau darah
Halusinasi perabaan Menggarukgaruk tubuh 1. serangga di
atau permukaan kulit permukaan kulit.
Merasa seperti
tersengat listrik
Halusinasi sintetik 1. Memverbalisasi Mengatakanmerasaka n
dan/atau obsesi fungsi tubuh seperti darah
terhadap proses tubuh. mengalir melalui vena dan
2. 6Menolak untuk arteri, makanan dicerna
menyelesaikan tugas atau pembentukan urin
yang memerlukan
bagian tubuh pasien
yang diyakini pasien
tidak berfungsi
(purba dkk, 2011)
3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pasien dengan gangguan persepsi sensori menurut SDKI (2017) :

a. Gejala dan tanda mayor


1) Subjektif
a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
b) Merasakan sesuatu melalui indra perabaan, penciuman, pengecapan
2) Objektif
a) Distorsi sensori
b) Respons tidak sesuai
c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, ataupun
mencium sesuatu
b. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
a) Menyatakan kesaal
2) Objektif
a) Menyendiri
b) Melamun
c) Konsentrasi buruk
d) Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
e) Curiga
f) Melihat ke satu arah
4. Fase-fase halusinasi
Menurut AH Yusuf, Ryski & Hanik (2015), Karakteristik perilaku pasien halusinasi
mengalami beberapa fase berikut
a. Tahap I memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedangm secara umum halusinasi
merupakan suatu ketenangan
1) Karakteristik halusinasi
Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. Mencoba befokus
pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas. Pikiran dan pengalaman sensori
masih ada dalam control kesadaran.
2) Perilaku pasien
Tersemum atau tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, respons verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi
b. Tahap II menyalahkan tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi
menyebabkan antipati
1) Karakteristik halusinasi
sensori menakutkan, Mulai merasa kehilangan Kontrol, Merasa dilecehkan oleh
pengalaman sensor tersebut.,Menarik diri dari orang lain
2) Sikap pasien
Peningkatan sistem saraf otak, tandatanda ansietas,seperti peningkatan denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah, Rentang perhatian menyempit.,
Konsentrasi dengan pengalaman sensori, Kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dari realita.
c. Tahap III mengontrol tingkat kecemasan berat pengalaman sensori tidak dapat ditolak
lagi
1) Karakteristik halusinasi
Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya, Isi halusinasi menjadi
atraktif., Kesepian bila pengalaman sensori berakhir
2) Sikap pasien
Perintah halusinasi ditaati., Sulit berhubungan dengan orang lain, rentang
perhatian hanya beberapa detik atau menit, gejala fisika ansietas berat berkeringat,
tremor,dan tidak mampu mengikuti perintah.
d. Tahap IV Menguasai Tingkat kecemasan panik Secara umum diatur dan dipengaruhi
oleh waham.
1) Karakteristik halusinasi
Pengalaman sensori menjadi ancaman, halusinasi dapat berlangsung selama
beberapa jam atau hari (jika tidak diinvensi).
2) Sikap pasien
Perilaku panik, potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh, tindakan
kekerasan agitasi, menarik diri, atau katatonia, tidak mampu berespons terhadap
perintah yang kompleks, tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang

5. Proses terjadinya Halusinasi

Menurut NS.Nurhalimah (2016.), proses terjadinya halusinasi dapat dijelaskan


dengan konsep stress adaptasi stuart yang mencangkup stressor dari faktor predisposisi
dan presipitasi

a. Faktor Biologis
Adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala, serta riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
b. aktor Psikologis
Memiliki pengalaman masalalu yaitu kegagalan yang berulang. Menjadi korban,
pelaku ataupun saksi dari tindakan kekerasan serta kasih sayang yang kurang dari
orang-orang disekitar sehingga menimbulkan perilaku overprotektif.
c. Sosiobudaya dan lingkungan
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan kondisi sosial
ekonomi rendah, pasien juga memiliki riwayat penolakan dari lingkungan sekitar
pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pasen
halusinasi cenderung rendah serta memiliki riwayat kegagalan dalam hubungan
sosial (perceraian, hidup sendiri), serta pengangguran atau tidak bekerja.
c. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau 16 kelainan struktur otak, adanya
riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang
sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai