Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ASAM URAT

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga

Dosen Pengampu : Muhammad Sahli., SKM., M. Kes

Anggota Kelompok :

1. Dina Febriana (2020270008)


2. Latifah Nur Rohmah (2020270003)
3. Lucky Nurwidayanti (2020270013)
4. Resti Nur Poncowati (2020270007)
5. Rifqi Agung Jehian (2020270021)

PRODI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SAINS AL-QURAN di WONOSOBO

2022
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya berkat dan
rahmat-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan judul ” Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Asam Urat “. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Keluarga dari dosen Muhammad Sahli., SKM., M. Kes

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah


membantu kami dalam penyusunan makalah ini baik teman-teman, dosen dan
semua yang telah membantu yang kami tidak bias sebut satu persatu.

Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bernilai baik, dan dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
susun ini belumlah sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dalam
rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya.

Wonosobo, 19 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................6
A. KONSEP KEPERAWATAN KELURGA..............................................................................6
1. Definisi.....................................................................................................................................6
2. Struktur Keluarga.....................................................................................................................6
3. Tipe Keluarga...........................................................................................................................7
4. Peran Keluarga.........................................................................................................................8
5. Fungsi Keluarga.......................................................................................................................8
6. Tugas Keluarga........................................................................................................................9
B. Konsep Dasar Gout Arthritis.................................................................................................10
1. Definisi...................................................................................................................................10
2. Etiologi...................................................................................................................................10
3. Patofisiologi...........................................................................................................................11
4. Penatalaksanaan.....................................................................................................................11
5. Terapi Farmakologi................................................................................................................12
6. Terapi Non Farmakologi........................................................................................................13
7. Pathway..................................................................................................................................15
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................16
3.1 Pengkajian............................................................................................................................16
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................................17
3.3 Perencanaan Dan Implementasi...........................................................................................17
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................21
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................21
4.2 Saran.....................................................................................................................................21
JURNAL TERKAIT......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak
diindonesia. Keadaan dimana penyakit tidak menular masih merupakan masalah
kesehatan yang penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM
makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan
yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Dimana
penyakit asam urat merupakan penyakit terbanyak kedua setelah hipertensi yang
menjadi masalah dalam keluarga (Jaliana, 2017). Permasalahan dalam keluarga
banyak disebabkan oleh beberapa factor yang salah satunya disebabkan oleh faktor
penyakit, yaitu penyakit gout athritis atau biasa dikenal dengan istilah asam urat. Data
yang menunjukan penyakit sendi banyak dialami oleh mereka dengan usia produktif,
yang akan memberikan dampak pada masalah ekonomi dan sosial(Sumariyono,
2017). Angka kejadianGout Athritispada tahun 2016 yang dilaporkan oleh organisasi
kesehatan dunia (WHO ) mencapai 20% dari penduduk dunia adalah mereka yang
berusia 55 tahun.

Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu
penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat didalam
tubuh.Asam urat merupakan hasil metabolism akhir dari purin yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti seltubuh. Penyebab penumpukan
kristal di daerah persendian diakibatkan kandungan purinnya dapat meningkatkan
kadar asam urat dalam darah antara 0,5 –0,75 g/ml purin yang dikonsumsi (Jaliana,
2017). Secara alamiah purin terdapat dalam tubuh karena terkandung pada semua
makanan. Baik yang berasal dari tanaman(sayur, buah, dan kacang-kacangan) atau
hewan(daging, ikan, dan jeroan)hanya saja, ada makanan yang mengandung purin
tinggi dan rendah. Penyakit asam urat biasanya ditandai dengan terjadi hiperurisemia
(peningkatan kadar asam urat dalam darah), adanya serangan disalah satu
sendi,terutama sendi ibu jari kaki, sendi terlihat kemerahan, pembengkakan dan
asimetris disalah satu sendi. Sehingga perencanaan pengelolaan asam urat harus
dibicarakan secara terapeutik antara pasien dan keluarga. Sehingga pasien dalam
melakukan pengontrolan kadar purin, keluarga dapat memahami keikut sertaan dalam
melakukan perawatan pada pasien dengan gout arthitis. (Junaidi, 2013).
Perawat juga berperan dalam mendukung keluarga dalam memenuhi tugas
perawatan kesehatannya yang meliputi merawat anggota keluarga yang sakit,
mengambil keputusan, mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga, mempertahankan
hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang
menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada
(Freeman 1981 dalam Jhonson L & Leny R, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep keperawatan keluarga dengan asam urat?

2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan keluarga dengan asam urat?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Memahami konsep keperawatan keluarga dengan asam urat

2. Mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada keluarga dengan asam urat
yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KEPERAWATAN KELURGA


1. Definisi
Menurut WHO (1969) dalam Harmoko (2012), keluarga adalah anggota ruma
tangga yang saling berhubungan melalui pertaliandarah,adopsi, atau perkawinan.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988 dalam Padila,2012).

Johnson’smendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup


atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama
atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak,baik Anaknya
sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Padila,2012).

Jadi, dari beberapa definisi diatas maka keluarga adalah unit terkecil yang
terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi atau perkawinan dan tinggal dibawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan serta mempunyai peran atau kewajiban yang harus
dilaksanakan.

2. Struktur Keluarga
Ciri-ciri struktur keluarga menurut Widyanto (2014) :
1. Terorganisir Keluarga merupakan cerminan organisasi dimana setiap anggota
keluarga memiliki peran dan fungsinya masing-masing untuk mencapai tujuan
keluarga. Dalam menjalankan peran dan fungsinya, anggota keluarga saling
berhubungan dan saling bergantung.
2. Keterbatasan Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan, namun juga
memiliki keterbatasan dalam menjalankan peran dan fungsinya.
3. Perbedaan dan Kekhususan Setiap anggota keluarga memiliki peran dan
fungsinya masing-masing. Peran dan fungsi tersebut cenderung berbeda
dankhas, yang menunjukan adanya ciri perbedaan dan kekhususan. Macam-
macam struktur keluarga :
(1) Patrineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi,dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ayah.
(2) Matrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi,dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
(3) Matrilocal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri.
(4) Patrilocal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
(5) Keluarga kawinan, adalah hubungan suami istri sebagai dasar
pembinaan keluarga dan beberapa sanak (Padila,2012).

3. Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam
pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial,maka tipe keluarga
berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan, maka perawat perlu memahami dan mengetaui
berbagai tipe keluarga. Menurut Mubarak (2012), tipe-tipe keluarga antara lain:
1. Tradisional nuclear Keluarga inti yang terdiri dari ayah,ibu,dan anak yang
tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu
ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.
2. Extended family Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara,misalnya nenek,kakek,keponakan,saudara sepupu,paman bibi,dan
sebagainya.
3. Reconstitude family Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami/istri,tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan
anakanaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
4. Middle age /aging couple Suami sebagai pencari uang,istri dirumah atau
kedua-duanya bekerja diluar rumah, dan anak-anak sudah meninggalkan
rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karir.
5. Dyadic nuclear Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak
keduanya/salah satu bekerja diluar rumah.
6. Single parent Satu orang tua akibat perceraian/kematian pasangnya dan
anakanaknya dapat tinggal dirumah/diluar rumah.
7. Dual carrier Suami istri atau keduanya berkarir tanpa anak.
8. Commuter married Suami/istri atau keduanya orang karirdan tinggal terpisah
pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9. Single adult Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
10. Three generation Tiga generasi atau lebih tinggal satu rumah.
11. Institusional Anak-anak atau orang dewasa tinggal dalam satu panti.
12. Communal Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang mengayomi
dengan anak-anaknya dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage Suatu rumah terdiri atas orang tua dan keturunanya didalam
satu keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan yang lain dan semua
adalah orang tua dari anak-anak.
14. Unmarried Parent and Child Ibu dan anak dimana perkawinan tidak
dikehendaki, anaknya diadopsi.
15. Cohibing Couple Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
pernikahan.

4. Peran Keluarga
Peran Keluargaadalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu sistem (Mubarak dkk, 2012).
Peran didasarkan pada preskipsi dan harapan peran yang menerangkan apa yang
individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi
harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran tersebut
(Harmoko, 2012).
Peran formal dalam keluarga adalah peran-peran yang bersifat terkait, yaitu
sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran
secara merata kepada anggotanya. Dalam peran formal keluarga ada peran yang
membutuhkan keterampilan dan kemampuan tertentu dan ada juga peran yang
tidak terlalu kompleks, sehingga dapat didelegasikan kepada anggota keluarga lain
yang kurang terampil. Beberapa contoh peran formal yang terdapat dalam keluarga
adalah pencari nafkah, ibu rumah tangga, sopir, pengasuh anak, tukang masak, dan
lain-lain.

Jika seorang anggota keluarga meninggalkan rumah, dan karenanya ia tidak


memenuhi suatu peran maka anggota keluarga lain akan mengambil alih
kekosongan ini dengan memerankan perannya agar tetap berfungsi (Mubarak,
2012). Peran informal keluarga bersifat implisit, biasanya tidak tampak,dimainkan
hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu dan/atau untuk
menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran informal keluarga lebih didasarkan
pada atribut-atribut personalitas atau kepribadian anggota keluarga individu.
Beberapa contoh peran informal keluarga adalah pendorong, pengharmoni,
inisiator, pendamai, koordinator, pionir keluarga, dan lain-lain (Harmoko, 2012).

5. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman dalam Padila (2012) ada lima fungsi dasar keluarga diantaranya
adalah:

1. Fungsi Afektif(the affective function) Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi


internal keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif
berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif
tampak melalui keluarga yang bahagia. Dalam fungsi ini anggota keluarga
mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan memiliki dan dimiliki,
perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang. Fungsi afektif
merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi(the socialization function) Sosialisasi merujuk pada proses
perkembangan dan perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil
dari interaksi dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Keluarga
merupakan tempat individu melakukan sosialisasi. Dalam fungsi ini anggota
keluarga belajar disiplin, norma, budaya serta perilaku melalui hubungan dan
interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan dalam masyarakat.
3. Fungsi Reproduksi (the reproductive function) Dalam fungsi ini keluarga
berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan meningkatkan sumber
daya manusia.
4. Fungsi Ekonomi(the economic function) Fungsi ini menjelaskan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, pakaian, dan perumahan, maka
keluarga memerlukan sumber keuangan.
5. Fungsi Perawatan Keluarga/Pemeliharaan Kesehatan (the health care function) .

`Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan. Selain keluarga


menyediakan makanan, pakaian dan rumah, keluarga juga berfungsi melakukan
asuhan kesehatan kepada anggotanya baik untuk mencegah terjadinya gangguan
maupun merawat anggota yang sakit. Keluarga juga menentukan kapan anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memerlukan bantuan atau
pertolongan tenaga profesional. Kemampuan ini sangat mempengaruhi status
kesehatan individu dan keluarga.

6. Tugas Keluarga
Menurut Harmoko (2012) di dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar
yang didalamnya terdapat 8 tugas pokok, yaitu:

1. Memelihara kesehatan fisik keluarga dan para anggotanya.


2. Berupaya untuk memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Mengatur tugas masing-masing anggota sesuai dengan kedudukannya.
4. Melakukan sosialisasi antar anggota keluarga agar timbul keakraban dan
kehangatan para anggota keluarga.
5. Melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diinginkan
6. Memelihara ketertiban anggota keluarga.
7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga. Selain
keluarga harus mampu melaksanakan fungsi dengan baik, keluarga juga harus
mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga.

Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman adalah sebagai berikut:

1) Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga


Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan- perubahan yang
dialami oleh anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami
anggota keluarga, secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau
orang tua. Apabila menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan
terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.

2) Membuat Keputusan Tindakan kesehatan yang Tepat


Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang sedang terjadi dapat
dikurangi atau diatasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil
keputusan, maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di
lingkungan tempat tinggalnya.

3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit


Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlumemperoleh
tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila
keluarga telah memiliki kemampuan tindakan untuk pertolongan pertama.

4) Mempertahankan Suasanan Rumah yang Sehat Rumah


merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi bagi anggota keluarga.
Oleh karena itu kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang ketenangan,
keindahan dan dapat menunjang derajat kesehatan bagi keluarga.

5) Menggunakan Fasilitas Kesehatan yang Ada di Masyarakat


Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan dengan kesehatan
keluarga atau anggota, keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada di sekitarnya. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga
keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya,
sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.

B. Konsep Dasar Gout Arthritis


1. Definisi
Gout adalah penyakit yang akibatkan gangguan metabolisme purin yang ditandai
dengan hiperurikemi dan serangan sinovitis akut berulang-ulang. Menurut Chairuddin
(2003) dalam NANDA 2015 bahwa penyakit ini paling sering menyerang pria usia
pertengahan sampai usia lanjut dan wanita pasca menopause (Nurarif, 2015).
Gout (pirai) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang menghubungkan
dengan defek genetik pada merabolisme purin (hiperurisemia). Pada keadaan ini bisa
terjadi oversekresi asam urat atau defek renal yang mengakibatkan penurunan
ekskresi asam urat, atau kombinasi keduannya (Brunner & suddart, 2013).
Jadi, dari beberapa pengertian diatas maka Gout Athritismerupakan penyakit sendi
yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam urat dalam darah sehingga
mengakibatkan peradangan pada sendi dalam kurun waktu yang lama.

2. Etiologi
Etiologi dan faktor terbentuknya batu ginjal diduga ada hubungannya dengan
gangguan saluran urin, infeksi saluran urin, dehidrasi dan keadaankeadaan lainnya
yang masih belum terungkap (idiopatik) (Purnomo, 2011).
Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Berikut ini beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik
yang mempengaruhi terjadinya batu ginjal antara lain :

Faktor Intrinsik yakni :


1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diturunkan dari orang tuannya.
2. Usia : penyakit ini paling sering didapat pada usia 30 sampai 50 tahun.
3. Jenis kelamin : jumlah pasien laik-laki tiga kali lebihn besar dari pada
wanita.

Faktor Ekstrinsik yakni :


1) Geografi : beberapa daerah memiliki prevalensi kejadian yang tinggi.
2) Iklim dan temperatur.
3) Asupan air.
4) Diet.

3. Patofisiologi
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar dari 7,0
mg/dL) dapat (tetapi tidak selalu) menyebabkan penumpukan kristal monosodium
urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan
mendadak kadar asam urat serum. Kalau kristal urat mengendap dalam sebuah sendi,
respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout dimulai.

Dengan serangan yang berulang-ulang, penumpukan kristal natrium urat yang


dinamakan tofus akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan
dan telinga. Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan penyakit renal kronis yang terjadi
sekunder akibat penumpukan urat dapat timbul.

Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang asimtomatik


menunjukan bahwa faktor-faktor nonkristal mungkin berhubungan dengan reaksi
inflamasi. Imuloglobulin yang terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan
fagositosis kristal dan dengan demikian memperlihatkan aktivitas imunologik
(Brunner & Suddarth, 2010).

4. Penatalaksanaan
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
penangananhiperurisemia pada pasien artritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi
penyakit ini :
1) Mengatasi serangan akut.
2) Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat
pada jaringan, terutama persendian.
3) Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik.
5. Terapi Farmakologi
1. Serangan akut

Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya indometasin


200 mg/hari atau diklofenak 150 mg/hari, merupakan terapi lini pertama
dalam menangani serangan akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi
terhadap NSAID. Aspirin harus dihindari karena ekskresi aspirin berkompetisi
dengan asam urat dan dapat memperparah serangan akut gout. Keputusan
memilih NSAID atau kolkisin tergantung pada keadaan pasien, misalnya
adanya penyakit pernyerta lain/komorbid, obat lain yang juga diberikan pada
pasien saat yang sama, dan fungsi ginjal.
Kolkisin merupakan obat pilihan jika pasien juga, menderita penyakit
kardiovaskuler, termasuk hipertensi, pasien yang mendapat diuretik untuk
gagal jantung dan pasien yang mengalami toksisitas gastrointestinal,
kecendrungan perdarahan atau gangguan fungsi ginjal.
Obat yang menurunkan kadar asam urat serum (allopurinol dan obat
urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon) tidsk boleh digunakan pada
serangan akut. Penggunaan NSAID, inhibitor cyclooxigenase-2 (COX-2),
kolkisin kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut ini :
a. NSAID
NSAID merupakan terapi pertama yang efektif untuk pasien yang
mengalami serangan gout akut. Hal ini penting yang menentukan
keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih melainkan pada
seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus diberikan
dengan dosis sepenuhnya (full dose) pada 24-48 jam pertama atau sampai
rasa nyeri hilang. Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut
artritis gout, dengan dosis awal 75-100 mg/hari. Dosis ini kemudian
diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya gejala serangan
akut. Efek samping indometasin antara lain pusing dan gangguan saluran
cerna, 23 efek ini akan sembuh pada saat dosis diturunkan. NSAID lain
yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout akut adalah:
- Naproxen - awal 750mg, kemudian 250mg 3kali/hari
- Piroxicam - awal 40mg, kemudian 10-20mg/hari
- Diclofenac- awal 100mg, kemudian 50mg 3kali/hari selama 48 jam,
kemudian 50mg 2kali/hari selama 8 hari.
b. COX-2 inhibitor
Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 inhibitor dilisensikan untuk
mengatasi serangan akut gout. obat ini efektiftapi cukup mahal, dan
bermanfaatterutama unuk pasien yang tidak tahan terhadap efek
gasrointestinal NSAID non-selektif. COX-2 inhibitor mempunyai risiko
efek samping gasrointestinal bagian atas yang lebih rendah dibanding
NSAID non-selektif.
c. Colchicine
Colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif unuk serangan gout
akut. Namun, dibanding NSAID kurang populer karena mula kerjanya
(onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
d. Steroid
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian
steroid intra-artikular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan
cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus
dipertimbangkan dengan cerma diferensial diagnosis antara arthritis
sepsis dan gout akut karena pemberian steroid intra-artikular akan
memperburuk infeksi.
2.Serangan Kronik

Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting untuk


mencegah terjadinya serangan akut gout, gouttophaceous kronik,
keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam urat. Kapan mulai diberikan
obat penurun kadar asam urat masih kontroversi.
Penggunaan allopurinol, urikourik dan feboxostat (sedang dalam
pengembangan) unuk terapi gout kronik dijelaskan berikut ini :

a. Allopurinol.
Obat hipurisemik pilihan unuk gout kronik adalah allopurinol.
Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungin fungsi ginjal.
Allopurinol menurunkan fungsi asam urat dengan cara menghambat
enzim xantin oksidase. Dosis pada pasien dengan fungsi ginjal
normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi 300mg/24 jam.
Respon terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar
asam urat dalam serum pada dua hari setelah terapi dimulai dan
maksimum setelah 7-10 hari. Kadar asam urat dalam serum harus
dicek setelah 2-3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan
turunnya kadar asam urat.
b. Obat urikosurik
Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit
mengekskresikan asam urat dapat diterapi dengan obat urikosurik.
Urikosurik seperti probenesid (500 mg-1 g 2kali/hari) dan
sulfinpirazon (100 mg 3-4 25 kali/hari) merupakan alternatif
allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadap
allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien dengan nefropati
urat dan yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak
efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens
kreatinin

6. Terapi Non Farmakologi


Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam penanganan gout.
Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres dingin, modifikasi
diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan pada pasein yang
kelebihan berat badan terbukti efektif.
1. Terapi Komplementer
Selain penatalaksanaan secara medik atau farmakologi, mengurangi nyeri
dapat dilakukan dengan teknik nonfarmakologi yaitu dengan menggunakan
penatalaksanaan secara komplementer salah satunya dengan menggunakan
terapi herbal (Azwar, 2012), ada beberapa tanaman obat asli indonesia (OAT)
yang mempunyai indikasi kuat untuk mengatasi nyeri rematik yang telah
melalui prngujian klinis antara lain :
a. Sambiloto (Andrographis panilculata) Mengandung Flavonoid
Andrografolid mineral kalium dan zat pahit senyawa Lactone
Andrografolid sebagai anti radang dan analgetik.
b. Daun Salam (Syzghium Polyanthum) Berkhasiat sebagai Diuretika,
Analgesik, dan anti radang yang efektif.Tetapi dari sekian banyaknya
tanaman herbal dalam masyarakat biasanya jahe merahlah yang paling
sering dijadikan alternative pengobatan herbal untuk meredakan nyeri,
karena khasiatnya lebihbaik dibandingkan dengan tanaman obat yang
lainnya yang digunakan untuk pengobatan nyeri dan juga banyak
penelitian mengenai manfaat jahe dan kelebihan jahe untuk meredakan
nyeri.
c. Jahe merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) jahe (zingiber officinale
rosc) termasuk dalam daftar prioritas WHO sebagai tanaman obat yang
paling banyak digunakan didunia, rimpangnya yang mengandung
zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan
dan nyeri sendi.Jahe menekan sintesis prostagalandin melalui inhibisi
cyclooxygenase – 1 dan cyclooxygenase – 2,hasil penemuan selanjutnya
menyatakan bahwa jahe juga menekan biosintesis leuktorin dengan
menghambat 5–lipoxygenase, dan dalam penelitian sebelumnya
dinyatakan bahwa dua inhibitor cyclooxygenase dan 5 – lipoxygenase
memiliki riwayat teraupetik lebih baik dan efek samping yang lebih
sedikit dibandingkan dengan NSAID (Grzanna dkk, 2005).
Kandungan jahe yaitu zingerol, gingerol dan shagaol merupakan
kandungan dari jahe yang bermanfaat untuk mengurangi nyeri rheumatoid
arthritis. Jahe memiliki sifat pedas, pahit, dan aromatic dari oleoresin.
Oleoresin memiliki potensi anti inflamasi dan antioksidan yang kuat.
Kandungan air dan minyak tidak menguap pada jahe yang berfungsi
sebagai enhancer yang dapat meningkatkan parmeabilitas oleoresin
sehingga dapat menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan
hingga sirkulasi perifer ( Swarbick& Boylan, 2002 dalam Hadi, 2013).

Efek farmakologis, pada serangkaian kasus,jahe dapat mengurangi


nyeri dan kekakuan pada sendi.Untuk penanganan rematoid arthritis dan
osteoarthritis, dosis dianjurkan 510-1000 mg/hari serbuk jahe. Pemberian
ekstrak jahe 1 gr/hari selama 4 minggu lebih efektif dibandingkan dengan
plasebodan sama efektifnya dengan ibuprofen dalam meredakan nyeri
pada rhematoidarthritis.

Efek merugikan jahe, didalam efidence synthesis, Leach &Kumar


(2008), menyatakan bahwa ada dua penelitian yang melaporkan efek
merugikan jahe seperti rasa panas pada lambung (6,9%), perubahan rasa
(7,5%), dyspepsia, nausea konjungtivis masing – masing (1,5%). Namun
demikian tidak ada kejadian-kejadianberat yang merugikan hingga
menyebabkan penderita masuk rumah sakit. ( Arif,2010)

7. Pathway
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat kesehatan pasien
a. Keluhan utama (pasien mengeluh nyeri pada daerah persendian)
b. Riwayat kesehatan sekarang (pasien mengatakan nyeri pada persendian,dan
merasa keram).
c. Riwayat kesehatan masa lalu (pasien tidak perna mengalami penyakit yang sama).
d. Riwayat kesehatan keluarga (Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit
yang sama).
3. Pemeriksaan labratorium

Didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah yaitu ≥ 6 mg% normalnya pada
pria 7 mg% dan pada wanita 6 mg%.

4. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing) = px. Paru2 (IPPA)
b. B2 (Blood) = pengisian kapiler <1 detik, keringat dingin&pusing
c. B3 (Brain) = kesadaran CM, kepala&wajah,sklera tdk ikterik, konjungtiva
anemis.
d. B4 (Bladder) = produksi urin dlm batas normal&tdk terdapat keluhan kecuali
penyakit gout
e. B5 (Bowel) = normal tpi hrus dikaji frekuensi, warna, bau feses. Biasanya
mengalami nyeri lambung, mual&tdk nafsu makan.
f. B6 (Bone)
Ø  Look→keluhan nyeri sendi&perlu segera diberi prtolongan

Ø  Feel→ada nyeri tekan pd kaki yg bengkak

Ø  Move →hambatan gerakan sendi biasanya semakin bertambah berat


3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d proses penyakit
b. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri persendian
c. Gangguan pola tidur yang b.d nyeri / sekunder terhadap fibrositas
d. Gangguan citra tubuh b. d perubahan bentuk kaki dan terbentuknya tofus.

3.3 Perencanaan Dan Implementasi


No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi dan Rasioanl
1 Nyeri b.d Rasa nyaman klien 1. Berikan posisi yang
proses penyakit terpenuhi atau terhindar nyaman, sendi yang nyeri
dari nyeri (kaki) diistirahatkan dan
diberikan bantalan.
Istirahat dapat
menurunkan metabolisme
setempat dan mengurangi
pergerakan sendi yang
terjadi.
2. Berikan kompres hangat
atau dingin yang dapat
memberikan efek
vasodilatasi . keduanya
mempunyai efek
membantu pengeluaran
endorfin dan dingindapat
menghambat impuls-
impuls nyeri
3. Cegahlah agar tidak terjadi
iritasi pada tofi misal
menghindari penggunaan
sepatu yang sempit,
terantuk pada benda yang
keras. Bila terjadi iritasi
maka akan semakin nyeri,
apabila terjadi luka akibat
tofi yang pecah maka
rawatlah secara steril dan
juga perawatan drain yang
terpasang pada luka
4. Berikan obat-obatan sesuai
dengan resep dokter dan
amati efek samping obat-
obatan tersebut
2 Gangguan Klien akan meningkatkan 1. Tingkatkan aktivitas klien
mobilitas fisik aktivitasnya sesuai bila nyeri dan bengkak
b.d nyeri dengan kemampuan telah berkurang
persendian 2. lakukan ambulasi dengan
bantuan misal dengan
menggunakan walker
atau tongkat.
3. lakukan latihan ROM
secara hati-hati pada
sendi yang terkena gout
karena bila dimobilisasi
terus menerus akan
menurunkan fungsi sendi.
4. usahakan untuk
meningkatkan kembali
pada aktivitas yang
normal.
3 Gangguan pola Klien dan keluarga dapat 1. Dorong klien untuk
tidur yang b.d memahami Kebutuhan mandi dengan air
nyeri / sekunder
Tidur yang lazim, pola, hangat /pancur sebelum
terhadap
fibrositas terbangun pada malam tidur, juga mungkin
hari. bermanfaat mandi pancur
1) Adanya nyeri pada pagi-pagi untuk
pada malam hari. mengurangi kekakuan
2) Adanya fibrositis pagi.
sekunder, ditandai Rasional : Air hangat
oleh: meningkatkan sirkulasi
3) Kesulitan sendi yang emngalami
mempertahankan inflamasi dan
tidur atau tidur merilekskan otot
non restoratif. 2. Dorong pelaksanaan
4) Karakteristik titik ritual menjelang tidur.
tubuh nyeri tekan Misal : aktivitas hygiene,
setempat. membaca atau minum
hangat.
Rasional : Ritual
menjelang tidur
membantu meningkatkan
relaksasi dan menyiapkan
tidur.
3. Lakukan tindakan
penghilang nyeri sebelum
tidur distraksi dan
relaxsasi.
Rasional : Klien dengan
penyakit inflamasi sendi
sering mengalami gejala
yang memburuk pada
malam hari.
4. Anjurkan posisi sendi
yang tepat :
1) Bantal untuk posisi
ekstremitas.
2) Bantal servikal
Rasional : Posisi
tepat dapat
membantu
mencegah nyeri
selama tidur dan
terjaga.
4 Gangguan citra Klien dan keluarga dapat 1. Kaji perubahan perspsi
tubuh b. d memahami dan hubungannya  dengan
perubahan mengidentifikasi
bentuk kaki derajat ketidakmampuan.
kekuatan personal,
dan Mendeskripsikan secara 2. Ingatkan kembali realitas
terbentuknya actual perubahan fungsi bahwa masih dapat
tofus. tubuh,
menggunakan sisi yang
Mempertahankan sakit dan belajar
interaksi social mengontrol sisi yang
sehat.
3. Bantu dan ajurkan
perawatan yang baik dan
memperbaiki kebiasaan.
4. Anjurkan orang terdekat
untuk mengizinkan klien
melakukan sebanyak
mungkin hal untuk
dirinya.
5. Bersama klien mencari
alternative koping yang
positif.
6. Dukung prilaku atau
usaha peningkatan minat
atau partisipasi dalam
aktifitas rehabilitasi.
7. Kolaborasi degan ahli
neuro psikologi dan
konseling bila ada
indikasi.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa asam urat adalah salah satu
penyakit yang paling banyak diderita di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh factor
krturunan, makanan, dan psikologis. Masalah yang sering terjadi dalam keluarga
dengan merawat pasien asam urat adalah nyeri dan gangguan mobilitas fisik. Peran
perawat dalam menjaga Kesehatan keluarga adalah sebagai pendidik, memberikan
penkes kepada keluarga agar dapat menjalankan asuhan keperawatan keluarga secara
mandiri dan bertanggung jawab terhadap masalah Kesehatan keluarga.

4.2 Saran
Bagi mahasiswa agar mempelajari dan memahami bagaimana perawat keluarga
bekerja. Karena perlu diperhatikan bahwa Kesehatan seorang anggota keluarga juga
dipengaruhi oleh bagaimanan cara keluarga merawat dan mendukung satu sama lain.
Perawat juga berperan dalam mendukung keluarga dalam memenuhi tugas perawatan
kesehatannya yang meliputi meerawat anggota keluarga yang sakit, mengambil
keputusan, mempertahankan suasanan rumah yang mrenguntungkan Kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga, mempertahankan hubungan timbal balik
antara anggota keluarga dan Lembaga kesehtan yang menunjukkan pemanfaatan
dengan baik fasilitas Kesehatan yang ada
JURNAL TERKAIT

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET ASAM


URAT DI PUSKESMAS GAMPING I

Judul Skripsi Mahasiswa PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta
Dosen PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Latar Belakang penelitian: Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan rasa linu-
linudan nyeri di persendian bagi penderitanya. 3 (60%) dari 5 orang penderita mengatakan
dukungan keluarga baik, namun angka penderita asam urat masih tinggi.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan diet asam urat di Puskesmas Gamping I.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental, menggunakan


metode deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan waktu cross sectional. Teknik
pengambilan sampel dengan metode simple random sampling. Responden dalam penelitian
Ini berjumlah 32 penderita asam urat dengan usia 25-65 tahun. Uji validitas menggunakan
Pearson Product Moment dan uji reliabilitas menggunakan alpha cronbach.

Hasil Penelitian: Analisis data menggunakan kendal tau. Hasil penelitian menunjukan nilai
koefisien korelasi kendal tau sebesar 0,355. Nilai (p=0,004) terdapat hubungan dukungan
keluarga dengan kepatuhan diet asam urat di Puskesmas Gamping I

Simpulan: berdasarkan penelitian skripsi oleh Mahasiswa PSIK Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Aisyiyah Yogyakarta ,Karakteristik responden penderita asam urat berdasarkan
usia diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 56-65 tahun sebanyak 31 orang (51%)
,dan hanya ada 2 orang berusia 25-35 tahun. Analisis data menggunakan kendal tau. Hasil
penelitian menunjukan nilai koefisien korelasi kendal tau sebesar 0,355. Nilai (p=0,004)
terdapat hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet asam urat di Puskesmas
Gamping I Ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet
asam urat di Puskesmas Gamping I, dengan keeratan hubungan rendah. Penderita yang
mempunyi penyakit asam urat yang lama akan mengalami kebosanan dalam melakukan diet,
dengan demikian keluarga sangat berperan penting untuk memotivasi anggota keluarganya
yang sedang sakit. Dukungan tersebut dapat berbentuk dengan pemberian informasi.
informasi yang dibutuhkan oleh penderita yaitu berupa pemaparan tentang makanan -
makanan yang perlu dihindari penderita asam urat (Setiadi, 2008). Dukungan yang lain bisa
dalam bentuk dukungan penilaian dan emosional berupa penghargaan positif berupa
perhatian dan pujian pada saat penderita melakukan diet dengan tepat, hal p tersebut dapat
memotivasi penderita untuk tetap rutin menjalankan diet. Penderita asam urat dapat
bekerjasama dengan keluarga dan tenaga kesehatan dalam menjalankan diet asam urat untuk
meminimalisir komplikasi dari asam urat disamping itu penderita tetap menjalankan diet
dengan mengkonsumsi makanan rendah purin dan meningkatkan konsumsi cairan.
PENGARUH REBUSAN DAUN SALAM TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM
URAT LANSIA

Jurnal Menara Medika Vol 1 No 1 September 2018

Latar Belakang: Penyakit asam urat adalah penyakit yang disebabkan oleh asam atau
tumpukan kristal di dalam jaringan, terutama jaringan kirim. 5-10% menyerang usia 5-20
tahun dan 20% pada usia 50 tahun ke atas, penyakit ini sering terjadi pada pria. Peningkatan
urat dapat diatasi dengan terapi komplementer salah satunya dengan mempersembahkan
rebusan daun salam (Syzygium Polyantum).

Tujuan: mengetahui efektifitas rebusan air daun salam untuk menurunkan kadar asam urat
pada lansia di Puskesmas Muaro Paiti Kapur IX Kecamatan Lima Puluh Kota.

Metode: Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain pre-post test dalam satu
kelompok (one-group pretest-posttest design). Sampel penelitian ini adalah laki-laki lanjut
usia sebanyak 15 diambil dengan purposive sampling. Teknik pengumpulan sebelum
memberikan air daun salam adalah 8,8 mg/dl dan rata-rata sesudahnya pemberiannya adalah
7,5 mg/dl. Terlihat p-value 0,001 <0,05 ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara nilai rata-rata kadar asam urat darah sebelumnya dan sesudahnya diberikan
daun air rebusan daun salam pada pasien dengan asam urat. asam urat yang bisa
menggunakan rebusan daun salam untuk mencapai peningkatan data wawancara dan
observasi. Data diambil dengan menggunakan uji t berpasangan.

Hasil penelitian: menunjukkan bahwa rata-rata kadar asam urat darah responden sebelum
memberikan air daun salam adalah 8,8 mg/dl dan rata-rata sesudahnya pemberiannya adalah
7,5 mg/dl. Terlihat p-value 0,001 <0,05 ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara nilai rata-rata kadar asam urat darah sebelumnya dan sesudahnya diberikan
daun air rebusan daun salam pada pasien dengan asam urat.

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian dari Jurnal Menara Medika Vol 1 No 1 September


2018 menunjukkan sebelum dan sesudah dilakukan uji pemberian rebusan daun salam
membuktikan adanya perbahan. Diketahui bahwa kadar asam urat dalam darah pada
penderita asam Urat setelah diberikan air rebusan daun salam (syzygium polyantum)
mengalami penurunan kadar asam urat. Dimana pada sebelum diberikan air rebusan daun
salam ditemukan bahwa 15 orang setelah diberi air rebusan daun salam ditemukan rata-rata
kadar asam responden memiliki rerata kadar asam urat darah 8,8 mg/dl. Sedangkan setelah di
berikan rebusan daun salam ditemukan rata-rata kadar asam urat darah menurun menjadi 7,5
mg/dl. Berdasarkan hasil uji statistik dari uji t test bahwa p-value 0,001 < 0,05 ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan antara nilai rata-rata kadar asam urat darah sebelum dan
sesudahnya diberikan air rebusan daun salam pada penderita Asam Urat di Wilayah Kerja
Puskesmas Muaro Paiti Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima Puluh Kota. Sehingga ada
pengaruh rebusan air daun salam untuk menurunkan kadar asam urat. Penelitian ini
diharapkan kepada keluarga terutama keluarga dengan penderita asam urat yang bisa
menggunakan rebusan daun salam untuk mencapai peningkatan kadar asam urat yang dialami
oleh lansia.

POLA KONSUMSI SUMBER PURIN, AKTIVITAS FISIK, DAN STATUS GIZI


DENGAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA DI PUSKESMAS KECAMATAN
MAKASAR JAKARTA

J.Gipas, Met 2020, Volume 4 Nomor 1 ISSN 2599-0152 eISSN 2599-2465

Latar Belakang: Proses degeneratif dapat menurunkan ketahanan tubuh pada lansia yang
akan menimbulkan keluhan kesehatan termasuk penyakit asam urat. Asam urat atau gout
merupakan gangguan metabolik tubuh yang ditandai dengan meningkatkan kadar asam urat
(hiperurisemia). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar asam urat diantaranya pola
konsumsi purin, aktivitas fisik dan status gizi.

Tujuan : Untuk menganalisis hubungan antara pola konsumsi pangan sumber purin, status
gizi dan aktivitas fisik dengan kadar asam urat pada lansia.

Metode: Desain studi ini cross sectional pada pra- lansia dan lansia sebanyak 100 subyek di
Puskesmas Kecamatan Makasar. Pola konsumsi pangan sumber purin diukur dengan
kuisioner SQ-FFQ berisi makanan tinggi purin, kemudian diskoring dan dikategorikan
menjadi 2 kategori yaitu kategori purin rendah-sedang dengan skor <55 dan kategori purin
dengan skor 255, selain itu aktivitas fisik dan status gizi diukur dengan teknik wawancara
menggunakan kuisioner sedangkan kadar asam urat dengan melihat hasil laboratorium atau
dari rekam medik pasien. Analisis data dilakukan analisis echt square.

Hasil penelitian: Sebanyak 90% subyek dengan pola konsumsi purin tinggi. Terdapat
hubungan yang signifikan (p <0,05) antara pola konsumsi pangan sumber purin dengan kadar
asam urat normal dan asam urat tinggi. Terdapat gizi dan aktivitas fisik dengan kadar asam
urat pada lansia. Desain studi ini cross sectional pada pra- lansia dan lansia sebanyak 100
subyek di Puskesmas Kecamatan Makasar. Pola konsumsi pangan hubungan antara pola
konsumsi pangan sumber purin dengan kadar asam urat pada lansia.

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian dari Jurnal J.Gipas, Met 2020, Volume 4 Nomor 1
ISSN 2599-0152 eISSN 2599-2465 bahwasanya Faktor resiko yang menyebabkan orang
terserang penyakit asam urat adalah genetik atau riwayat keluarga, asupan senyawa purin
berlebihan, konsumsi alkohol berlebih, kegemukan (obesitas), hipertensi dan penyakit
(terutama diuretika), dan gangguan fungsi ginjal jantung, obat-obatan tertentu.
Pengelompokan bahan makanan menurut kadar purin dikatakan tinggi jika kadar purin 100 -
1000 mg purin/100 g bahan makanan (Almatsier, 2010). Subyek didominasi oleh kelompok
pra-lansia yaitu sebanyak 52 orang (52%), sedangkan lansia sebanyak 48 orang (48%). Pola
konsumsi pangan sumber purin tinggi sebanyak 90 orang (90%). Aktivitas fisik subyek
dengan kategori ringan sebanyak 91 orang (91%) lebih tinggi dibandingkan dengan subyek
yang memiliki aktivitas fisik sedang-tinggi hanya sebanyak 9 orang (9%). Status gizi subyek
menunjukkan bahwa sebagian besar subyek mempunyai status gizi lebih sebanyak 68 orang
(68%). Ada hubungan pola konsumsi pangan sumber purin dengan kadar asam urat pada pra-
lansia dan lansia di Puskesmas Kecamatan Makasar dan tidak terdapat hubungan antara
Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Pra-lansia dan Lansia di Puskesmas Kecamatan
Makasar.
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Husnah dan Chamayasinta, D., R. 2013. Hubungan Pengetahuan Diet Rendah Purin dengan
Kadar Asam Urat Pasien Gout Arthritis. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 13 (1).

Kusumayanti, G.A., D, Wiardani, N., K, Sugiani, P., P., S. 2014. Diet Mencegah dan
Mengatasi Gangguan Asam Urat. Jurnal Ilmu Gizi 5 (1) : 69-78.

Nengsi, S., W, Bahar, B, Salam, A. 2014. Gambaran Asupan Purin, Penyakit Arthritis Gout,
Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kecamatan Tamalanrea.Jurnal.

Vera, H. (2014). Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Salam Terhadap Kadar Asam Urat
pada Lansia Penderita Arthritis Gout di Dusun Modinan Gamping Sleman Yogyakarta. Jurnal
Stikes Aisyiyah; 1-13

Anda mungkin juga menyukai