Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


APPENDISITIS
Dosen Pengampu : Ns. Warsono, M.Kep, Sp.Kep.MB
Disusun untuk memmenuhi tugas colaboratif learning

Disusun oleh
1. Alvina Damayanti G2A020133
2. Nasabila Mega Prisetyo G2A020134
3. Aufa Zhalila G2A020135
4. Muhammad Yuga Syahputra G2A020136
5. Ainatul Ismiyanti G2A020137
6. Zakiyah Tri Afriani G2A020138
7. Dhea Nopitasari G2A020139
8. Aldino Styoputro G2A020140
9. Arnetta Diah Anggraini G2A020142

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, nikmat,
serta karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini dengan judul “Appendisitis” disusun untuk
memenuhi tugas colaboratif learning mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Makalah ini berisi tentang definisi, etiologi, manfestasi klinis, asuhan
keperawatan pada pasien appendisitis dan lain-lainnya. Diharapkan dengan
selesainya laporan ini dapat memenuhi harapan dari pembaca. Serta laporani ni dapat
menambah wawasan, pengetahuan tentang penyakit miokarditis.
Kami cukup menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah dipenyusunan makalah yang akan datang. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami mohon maaf jika ada perkataan yang tidak
berkenan di hati pembaca.

Semrang, Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Definisi............................................................................................................2
2.2 Etiologi............................................................................................................2
2.3 Patofisiologi....................................................................................................2
2.4 Manifestasi Klinis...........................................................................................2
2.5 Pathway...........................................................................................................2
2.6 Komplikasi......................................................................................................2
2.7 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................2
2.8 Penatalaksanaa................................................................................................2
BAB III.........................................................................................................................3
ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................3
3.1 Skenario Kasus................................................................................................3
3.2 Pengkajian.......................................................................................................3
3.3 Analisa Data....................................................................................................3
3.4 Diagnosa Keperawatan...................................................................................3
3.5 Intervensi Keperawatan, Luaran dan Rasional...............................................3
BAB IV.........................................................................................................................4
PENUTUP....................................................................................................................4

ii
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................4
4.2 Saran...............................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................5
LAMPIRAN.................................................................................................................6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis merupakan infeksi bakteria yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor pencetusnya, namun sumbatan Lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai pencetus disamping Hyperplasia jaringan limfoid,
tumor Apendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan. Apendisitis
adalah erosi mukosa apendisitis karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
mempengaruhi terjadinya konstipasi yang mengakibatkan timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan Intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendisitis dan meningkatnya pertumbuhan
kuman Flora kolon biasa (Adhar, Lusia & Andi, 2018).
Angka kejadian Apendisitis menurut Word Health Organization
(WHO), data dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif, di
antaranya 8.622 pasien (25,1%) mengalami masalah kejiwaan dan 2,473 pasien
(7%) mengalami kecemasan (WHO, 2017). Angka kejadian apendisitis di
Indosesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2017 sebesar
596.132 orang dengan persentase 3.36% (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017). Angka Kejadian di Sumatera Utara prevalensi peritonitis pada
pasien apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2017 adalah
62,8% (Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan, 2017). Profil kesehatan
tentang penyakit apendisitis di RSUD Pandan angka kejadian pada tahun 2016
sebanyak 199 pasien rawat inap (Profil Kesehatan RSUD Pandan, 2016).
Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada usia
dewasa akhir dan balita, kejadian Apendisitis ini meningkat pada usia remaja
dan dewasa. Usia 20 – 30 Tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif,
dimana orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali
kegiatan. Hal ini menyebabkan orang tersebut mengabaikan nutrisi makanan
yang dikonsumsinya. Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga usus dan pada akhirnya
menyebabkan sumbatan pada saluran apendisitis (Adhar, Lusia & Andi, 2018).
Kebiasaan pola makan yang kurang dalam mengkonsumsi serat yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendisitis dan meningkatkan pertumbuhan

1
kuman, sehingga terjadi peradangan pada apendisitis (Adhar, Lusia & Andi,
2018).
Penyakit Appendisitis dapat meningkatkan kecemasan. Kecemasan yang
relevan berhubungan dengan meningkatnya kurangnya pengetahuan persepsi
pasien tentang penyakit apendisitis. Kecemasan menjadi suatu beban berat yang
menyebabkan individu hidupnya tersebut terbayang-bayang cemas
berkepanjangan. Kecemasan berkaitan dengan stres yang mengendalikan emosi
seseorang, khususnya kecemasan individu yang sehat secara emosional, lebih
mampu mentoleransikan kecemasan sedang sehingga berat dari pada seseorang
yang memiliki status emosional yang kurang stabil. Pasien yang mengalami
cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan
mengontrol lingkungan dan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat
kecemasan. Kecemasan timbul sebagai respons fisiologi maupun psikologi
artinya kecemasan terjadi ketika seseorang terancam baik secara fisik maupun
psikologi (Lubis, 2016).
Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian
masih tetap utuh, Perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas
normal (Hawari, H.D, 2013). Dampak Ansietas (Kecemasan) pada penderita
apendisitis, misalnya penderita apendisitis mengalami ansietas (kecemasan)
akan memperlama proses penyembuhan, akan mengakibatkan stres, takut dan
gangguan jiwa bahkan mengakibatkan kematian di antaranya 8.622 pasien
(25,1%) mengalami masalah kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami
kecemasan (data dunia WHO, 2015).
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan
menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating
Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada
munculnya Symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala
HARS terdapat 14 Symptom yang nampak, setiap item yang diobservasi diberi 5
tingkatan skor antara 0 (Nol Persent) sampai dengan 4 (Servere) (Hidayat,
2017).
Upaya untuk mengatasi kecemasan pada pasien apendisitis dapat
dilakukan terapi non farmakologi yang dapat diterapkan adalah terapi relaksasi
benson untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien apendisitis. Terapi
relaksasi benson memiliki kelebihan yaitu membuat hati tentram, dapat
mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah, detak jantung lebih rendah.

2
Teknik relaksasi benson juga dapat mengurangi tekanan darah dan tidur
terlelap, serta membantu individu dalam mengontrol diri dan memfokuskan
perhatian sehingga dapat berpikir logis dalam situasi yang menegangkan
(Aspiani, 2017). Menurut Yulistiani (2017), terapi relaksasi benson dapat
menurunkan kecemasan pada pasien Appendisitis. Setelah diberikan relaksasi
benson, pasien yang mengalami kecemasan sedang sampai berat mengalami
penurunan kecemasan.
Relaksasi Benson adalah suatu teknik yang dapat membuat pikiran dan
tubuh menjadi rileks melalui sebuah proses yang secara progresif akan
melepaskan ketegangan otot di setiap tubuh. Melakukan relaksasi seperti ini
dapat menurunkan rasa lelah yang berlebihan dan menurunkan stres, serta
berbagai gejala yang berhubungan dengan kecemasan, seperti sakit kepala,
migren, insomnia, dan depresi (Potter & Perry, 2015). Kelebihan latihan tehnik
relaksasi dari pada latihan yang lain adalah latihan relaksasi lebih mudah
dilakukan bahkan dalam kondisi apapun serta tidak memiliki efek samping
apapun (Solehati & Kosasih, 2015).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memperoleh gambaran Asuhan Keperawatan
Klien dengan Apendisitis

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi apendisitis
b. Untuk mengetahui etiologi apendisitis
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis apendisitis
d. Untuk mengetahui patofisiologi apendisitis
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang apendisitis
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan apendisitis
g. Untuk mengetahui pathways apendisitis
h. Untuk mengetahui komplikasi pada apendisitis
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan apendisitis

3
1.3 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Umum
Melalui kegiatan penulisan ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan informasi bagi penulis tentang asuhan keperawatan dengan
masalah apendisitis, selain itu diharapkan dapat menjadi salah satu cara
penulis dalam mengaplikasi kan ilmu yang diperoleh di dalam perkuliahan
khususnya Asuhan Keperawatan Klien dengan Appendisitis

2. Manfaat khusus
 Dapat melakukan pengkajian terhadap klien dengan Apendisitis
 Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan
Apendisitis
 Dapat membuat perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan masalah keperawatan pada klien dengan Apendisitis
 Dapat melaksanakan intervensi keperawatan pada klien dengan
Apendisitis
 Dapat membuat evaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang
telah dilakukan pada klien dengan Apendisitis

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Apendiks adalah embel-embel kecil berbentuk cacing (seperti cacing)
sekitar 8 sampai 10 cm (3 sampai 4 inci) panjang yang melekat pada sekum
tepat di bawah katup ileosekal (Hinkle & Cheever, 2017). Apendisitis adalah
peradangan pada usus buntu, suatu tabung buta yang memanjang dari bagian
inferior sekum (Harding & Kwong, 2019a).

2.2 Etiologi
Penyebab umum apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fekalit
(akumulasi feses). Obstruksi mengakibatkan distensi; pembengkakan vena; dan
akumulasi lendir dan bakteri, yang dapat menyebabkan gangren, perforasi, dan
peritonitis (Harding & Kwong, 2019b).

2.3 Patofisiologi
Apendiks menjadi meradang dan edema sebagai akibat dari tertekuk atau
tersumbat oleh fekalit (yaitu massa tinja yang mengeras), limfoid hiperplasia
(sekunder akibat peradangan atau infeksi), benda asing tubuh (misalnya, biji
buah) atau tumor. Proses inflamasi meningkat tekanan intraluminal,
menyebabkan edema dan obstruksi lubang. Satu kali tersumbat, apendiks
menjadi iskemik, terjadi pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan akhirnya
terjadi gangren atau perforasi (Hinkle & Cheever, 2017).
2.4 Manifestasi Klinis
Apendisitis biasanya dimulai dengan nyeri periumbilikal tumpul, diikuti
oleh anoreksia, mual, dan muntah. Nyeri menetap dan terus menerus, akhirnya
berpindah ke kuadran kanan bawah dan terlokalisasi pada titik McBurney

5
(setengah antara umbilikus dan krista iliaka kanan). Demam ringan dapat
berkembang. Penilaian lebih lanjut mengungkapkan kelembutan lokal,
kekakuan, kelembutan rebound, dan penjagaan otot. Batuk, bersin, dan
menghirup dalam-dalam memperburuk rasa sakit. Pasien biasanya lebih suka
berbaring diam, seringkali dengan kaki kanan tertekuk. Orang dewasa yang
lebih tua mungkin melaporkan nyeri yang tidak terlalu parah, demam ringan,
dan ketidaknyamanan di fossa iliaka kanan (Harding & Kwong, 2019b).

2.5 Pathway

6
2.6 Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah gangren atau perforasi usus buntu, yang
dapat menyebabkan peritonitis, pembentukan abses, atau portal pylephlebitis,
yang merupakan trombosis septik dari vena portal yang disebabkan oleh emboli
vegetatif yang timbul dari usus septik. Perforasi umumnya terjadi dalam waktu
6 sampai 24 jam setelah timbulnya nyeri dan menyebabkan peritonitis (Hinkle
& Cheever, 2017).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pasien pada apendisitis meliputi (Harding & Kwong,
2019a).
a. Anamnesis lengkap
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan dan jumlah WBC diferensial. Jumlah WBC sedikit sampai
sedang meningkat dalam banyak kasus.
d. Dilakukan urinalisis untuk mengesampingkan kondisi genitourinari yang
meniru manifestasi dari radang usus buntu.
e. CT scan adalah prosedur diagnostik yang lebih disukai
f. USG dan MRI adalah pilihan
Jika ada keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan, usus buntu dapat
pecah dan peritonitis yang dihasilkan bisa berakibat fatal. Standar pengobatan
radang usus buntu adalah usus buntu segera (bedah) pengangkatan usus buntu).
Jika peradangan terlokalisasi, operasi harus dilakukan segera setelah diagnosis
dibuat. Antibiotik dan resusitasi cairan dimulai sebelum operasi. Jika apendiks
telah pecah dan terdapat bukti peritonitis atau abses, pemberian cairan
parenteral dan terapi antibiotik selama 6 sampai 8 jam sebelum apendektomi
membantu mencegah dehidrasi dan sepsis (Harding & Kwong, 2019b).

7
2.8 Penatalaksanaa
Penatalaksanaan pasien dengan manifestasi apendisitis berfokus pada
pencegahan defisit volume cairan, menghilangkan rasa sakit, dan mencegah
komplikasi. Untuk memastikan perut kosong jika operasi diperlukan,
pertahankan NPO pasien sampai HCP mengevaluasi pasien. Pantau tanda-tanda
vital dan lakukan penilaian berkelanjutan untuk mendeteksi penurunan kondisi.
Berikan cairan IV, analgesik, dan antiemetik sesuai pesanan. Berikan tindakan
kenyamanan (Harding & Kwong, 2019b).
Perawatan pasca operasi untuk pasien yang menjalani operasi usus buntu
adalah mirip dengan pasien setelah laparotomi. Pasien adalah biasanya habis
dalam waktu 24 jam setelah tidak rumit apendektomi laparoskopi. Ambulasi
dimulai beberapa jam setelahnya pembedahan, dan diet dilanjutkan sesuai
toleransi. Mereka yang memiliki perforasi biasanya memiliki masa rawat yang
lebih lama dan membutuhkan terapi antibiotik IV. Kebanyakan pasien
melanjutkan aktivitas normal 2 sampai 3 minggu setelah operasi (Harding &
Kwong, 2019b).

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Skenario Kasus


Pasien Ny.M/25 th/datang ke RSA Malang pada tanggal 11 Februari 2022
dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu, hilang
timbul, dan menjalar keseluruh bagian perut yang lain. Selain itu pasien merasa
demam bersamaan dengan munculnya nyeri perut. Belum BAB sejak 5 hari
yang lalu. Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+). Pasien mengaku memiliki
kebiasaan makan makanan yang pedas dan asam. Sebelum datang ke RSA
Malang pasien berobat ke puskesmas, setelah minum obat analgesik keluhan
nyeri perut sedikit berkurang tetapi kemudian muncul kembali.
Status Pasien:
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Tekanan Darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 80 x/mnt
 RR : 22 x/mnt
 Suhu : 37,6 o C
Mata : konjungtiva sedikit anemis
Mulut : Bibir kering, lidah kotor
Pemeriksaan :
Abdomen
 Inspeksi : Perut datar, simetris, tegang
 Palpasi : NT (+) epigastrium, nyeri tekan titik Mac Burney (+), nyeri
lepas (+), teraba massa pada abdomen kanan bawah ukuran ± 5 x 7 cm,
permukaan rata, konsistensi kenyal, imobile, obturator sign (+), lasseque
sign (+), Rovsing sign (+), hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : Pekak - timpani

9
 Auskultasi : Bising usus (+) menurun.
1. Laboratorium (12 Februari 2022)
Hb : 10,5 g/dL (12 – 16 g/dL)
LED : 28 mm/jam (0-20 mm/jam)
Leukosit : 19.800/ul (4.500 – 10.700)
2. Laboratorium (13 Februari 2022)
Hb : 9,8 g/dL (12 – 16 g/dL)
LED : 25 mm/jam (0-20 mm/jam)
Leukosit : 17.800/ul (4.500 – 10.700)

3.2 Pengkajian
1. Biodata
- Nama ( nama lengkap, nama panggilan ) : Ny. M
- Usia / tanggal lahir : 25 Th
- Jenis kelamin : Perempuan
- Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
- Status pernikahan : Sudah Menikah
- Agama / keyakinan : Islam
- Pekerjaan / sumber penghasilan :-
- Diagnosa medik : Apendisitis
- No. medical record : 02211309
- Tanggal masuk : 11 Februari 2022
- Tanggal pengkajian : 12 Februari 2022

2. Penanggung Jawab
- Nama : Tn. X
- Usia : 34 Th
- Jenis kelamin : Laki-laki

10
- Pekerjaan / sumber penghasilan : Buruh
- Hubungan dengan klien : Saudara

3. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama : Nyeri perut
- Riwayat Kesehatan sekarang :
Nyeri perut hilang timbul, dan menjalar keseluruh bagian perut yang lain. Selain
itu pasien merasa demam bersamaan dengan munculnya nyeri perut. Belum BAB
sejak 5 hari yang lalu. Nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+).

- Riwayat Kesehatan keluarga :


 Penyakit keturunan :-
 Anggota keluarga yang terkena :-

4. Data Fokus Terkait Perubahan Pola Fungsi Dan Pemeriksaan Fisik


- Data Fokus
 Diagnosa Subjektif
1. Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul,
dan menjalar keseluruh bagian perut yang lain
2. Belum BAB sejak 5 hari yang lalu
 Diagnosa Objektif
1. TD: 120/70 mmHg
2. Nadi: 80 x/mnt
3. RR: 22 x/mnt
4. Suhu: 37,6 oC
- Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : tampak sakit sedang
 Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

11
- Tekanan Darah : 120/70 mmHg
- Nadi :80 x/ menit
- RR : 22x/ menit
- Suhu : 37,6 oC

 Kulit
Inspeksi: Kulit terlihat pucat, tidak ada lesi atau luka, tidak
ikterik, tidak sianosis
Palpasi: Kulit kering, turgor kembali cepat, turgor kembali
cepat dan tidak ada edema

 Kuku
Inspeksi: Bersih, bentuk normal, tidak ikterik
Palpasi: Ketebalan kuku normal

 Kepala
Inspeksi : Ukuran kepala normal (54 cm), kepala
simetris, bersih, tidak ada lesi, kulit terkesan kering, warna
kulit pucat
Palpasi : Tidak ada penonjolan atau pembengkakan,
tekstur tambut normal

 Wajah
Inspeksi : Kulit tidak pucat, simetris dan tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema

 Mata

12
Inspeksi: Konjungtiva sedikit anemis, sklera tidak ikterik,
mata simetris, tidak ada penggunaan lensa kontak, respon
terhadap cahaya normal, ada respon pupil terhadap cahaya,
gerakan kedua mata bergerak secara spontan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

 Telinga
Inspeksi : Bentuk dan ukuran normal, simetris, tidak ada
cerumen berlebih, kulit pucat, integritas normal
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada mastoid dan
tragus.

 Hidung
Inspeksi : hidung eksternal bentuk dan ukuran normal,
kulit pucat, simetris, hidung internal tidak ada lesi, secret
tidak terdapat bercak darah, tidak ada sumbatan, tidak ada
lesi, tidak ada infeksi
Palpasi dan Perkusi : Tidak ada nyeri tekan

 Mulut dan bibir


Inspeksi dan Palpasi : Bibir kering, lidah kotor, tekstur lunak,
tidak ada lesi, tidak ada stomatitis. Struktur dalam gigi
lengkap, tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan gusi,
tidak ada peradangan gusi, simetris, warna normal, posisi
lidah normal, langit-langit normal

 Leher

13
Inspeksi : Tidak pucat, bentuk simetris Terdapat
limfadenopati
Auskultasi : Pulsasi arteri karotis terdengar, tidak
ada bising pembuluh darah
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kel. Gondok,
tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kel. Limfe

 Dada dan Punggung


Inspeksi : Simetris, bentuk dan postur normal,
tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama
dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
Palpasi : Integritas kulit baik, tidak ada nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil
vremitus cenderung sebelah kanan lebih teraba jelas
Perkusi : Resonan (“dug dug dug”), jika bagian
padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”),
jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan
(“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----
hilang>>redup).
Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan
bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan
(S3 atau S4)

 Dada dan Aksila


Inspeksi : Kulit tidak pucat, tidak ada pembesaran
nodus

14
Palpasi : Bentuk simetris, tidak ada penonjolan
abnormal, tidak ada nyeri, konsistensi lunak
Auskultasi : Timpani, dan redup
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
dan penumpukan cairan

 Abdomen
Inspeksi : Simetris, warna kulit pucat, tidak ikterik
tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena,
kelainan umbilicus
Auskultasi : suara peristaltic terdengar setiap 5-
20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan
aorta
Perkusi : Suara timpani
Palpasi : Mac Burney positif, Rofsing Sign, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan

 Ekstermitas Atas
Inspeksi : simetris kiri kanan, integritas kulit baik,
ROM aktif, kekuatan otot penuh
Palpasi : Teraba jelas
Tes reflex : Reflek bisep dan trisep positif

 Ekstermitas Bawah
Inspeksi : Simetris kiri kanan, integritas kulit baik,
ROM aktif, kekuatan otot penuh
Palpasi : Teraba jelas
Tes reflex : Reflex patella dan archiles positif

15
Obturator Sign positif

- Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (12 Februari 2022)
o Hb : 10,5 g/dL (12 – 16 g/dL)
o LED : 28 mm/jam (0-20 mm/jam)
o Leukosit : 19.800/ul (4.500 – 10.700)

2. Laboratorium (13 Februari 2022)


o Hb : 9,8 g/dL (12 – 16 g/dL)
o LED : 25 mm/jam (0-20 mm/jam)
o Leukosit : 17.800/ul (4.500 – 10.700)

3.3 Analisa Data


Nama Klien : Ny.M
Umur : 25 tahun
DATA FOKUS ETIOLOGI (E) MASALAH
KEPERAWATAN (P)
DS: - Kehilangan cairan Hipovolemia
DO: aktif
 Suhu: 37,6 °C
 mukosa bibir kering
DS: Agen pencedara Nyeri akut
 Pasien mengatakan nyeri fisik
perut kanan sejak 1 minggu
yang lalu

16
DO:
 Nyeri ulu hati (+)
 Nyeri tekan titik Mac
Burney (+)
 Nyeri lepas (+)
 Teraba massa pada abdomen
kanan bawah ukuran ± 5 x 7
cm
 RR : 22 x/menit
 Keadaan umum: tampak
sakit sedang

DS: - Proses penyakit Hipertermia


DO:
 Suhu: 37,6 °C
 RR: 22 x/menit

DS: - Resiko penurunan Resiko perfusi gastrointestinal


DO: sirkulasi
 NT (+) epigastrium gastrointestinal
 Teraba massa pada
abdomen kanan bawah
ukuran ± 5 x 7 cm
 Penurunan HB 9,8 g/dL
 Koagulasi (LED; 25
mm/jam)
DS: Penurunan Konstipasi
 Belum BAB sejak 5 hari motilitas

17
yang lalu gastrointestinal
 Pasien mengaku
memiliki kebiasaan
makan makanan yang
pedas dan asam
DO
 Perubahan kebiasaan
makan
 Ketidakadekuatan
toileting
 Peristaltik usus menurun

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d mukosa bibir kering (D.0023)

2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d RR 22 x/menit (D.00770)


3. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh 37,6 ℃ (D.0130)
4. Risiko perfusi gastrointestinal tidak efektif b.d risiko penurunan sirkulasi
gastroimtestinal d.d koagolasi (LED; 25 mm/jam) (D.0013)

5. Konstipasi b.d Penurunan motilitas gastrointestinal d.d defeksi kurang dari 2x


seminggu (D.0049)

3.5 Intervensi Keperawatan, Luaran dan Rasional


Diagnosa Intervensi
Hipovolemia b.d kehilangan cairan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
aktif d.d mukosa bibir kering Observasi :
(D.0023) - Periksa tanda dan gejala
hipovolemia (frekuensi nadi
meningkat,membran mukosa kering

18
dsb)
Terapeutik :
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified
trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi :
- Pemberian cairan IV isotonis
(NaCl,RL)
- Pemberian cairan hipotonis
(glukosa 2,5%,NaCl 0,4%)
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik Manajemen nyeri (I.08238)
d.d RR 22 x/menit (D.00770) Observasi :
- Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi .frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

19
Edukasi :
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetok,
jika perlu
Hipertermia b.d proses penyakit Manajemen hipertermia (I.15506)
d.d suhu tubuh 37,6 ℃ (D.0130) Observasi :
- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
Terapeutik :
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepas pakaian
- Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan san
elektrolit intravena, jika perlu
Risiko perfusi gastrointestinal tidak Konseling nutrisi (I.03094)
efektif b.d risiko penurunan Observasi :
sirkulasi gastroimtestinal d.d - Monitor intake dan output cairan,

20
koagolasi (LED; 25 mm/jam) nilai hemoglobin, tekanan darah,
(D.0013) kenaikan BB, dan kebiasaan
membeli makanan
Terapeutik :
- Bina hubungan terapeutik
- Pertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan gizi
Edukasi :
- Informasi perlunya modifikasi diet
(pengurangan kolestrol)
Kolaborasi :
- Rujuk pada ahli gizi, jika perlu
Konstipasi b.d Penurunan motilitas Manajemen eliminasi fekal (I.04151)
gastrointestinal d.d defeksi kurang Observasi :
dari 2x seminggu (D.0049) - Identifikasi masalah usus dan
penggunaan obat pencahar
- Identifikasi pengobatan yang
berefek pada kondisi
gastrointestinal
- Monitor buang air besar (warna,
frekuensi,konsistensi,volume)
- Monitor tan da gejala diare,
komstipasi atau impaksi
Terapeutik :
- Berikan air hangat setelah makan
- Jadwalkan waktu defekasi bersama
pasien

21
Edukasi :
- Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
ketgeraturan peristaltik usus
- Anjurkan mencatat warna,
frekuensi, konsistensi,, volume
feses
- Anjurkan pengurangan asupan
makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan, jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu, penyebab umum
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fekalit (akumulasi feses). Apendiks menjadi
meradang dan edema sebagai akibat dari tertekuk atau tersumbat oleh fekalit (yaitu
massa tinja yang mengeras) dll. Tanda dan gejala dapat dimulai dengan nyeri
periumbilikal tumpul, diikuti oleh anoreksia, mual, dan muntah. Komplikasi utama
apendisitis adalah gangren atau perforasi usus buntu, jika ada keterlambatan dalam
diagnosis dan pengobatan, usus buntu dapat pecah dan peritonitis yang dihasilkan
bisa berakibat fatal. Pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya adalah pencegahan
defisit volume cairan, menghilangkan rasa sakit, dan mencegah komplikasi.

4.2 Saran
Dari penulisan Asuhan Keperawatan diatas kami menyarankan agar
mahasiswa memahami dan mengerti tentang penyakit Apendisitis, bagaimana etiologi
dan patofisiologinya, manifestasi klinik, komplikasi, dan pemeriksaan penunjang.
Demikian saran yang dapat diberikan,atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

23
DAFTAR PUSTAKA

Harding, M. M., & Kwong, J. (2019a). Lewis ’ s Medical-Surgical


Nursing Assessment and Management of Clinical Problems. 9th ed.
Harding, M. M., & Kwong, J. (2019b). Lewis ’ s Medical-Surgical
Nursing Assessment and Management of Clinical Problems. 11th.ed.
Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2017). BRUNNER & SUDDARTH’S
TEXTBOOK Medical-Surgical Nursing (14 (ed.)). LVW.

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai