Anda di halaman 1dari 134

ANALISIS MODEL PERAWATAN PALIATIF: RODGERS’

EVOLUTIONARY CONCEPT ANALYSIS

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif dengan dosen pengampu Dr. Rondhianto, S. Kep., Ns., M. Kep.

Disusun oleh:

Kelompok 17 / B 2020

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
ANALISIS MODEL PERAWATAN PALIATIF: RODGERS’
EVOLUTIONARY CONCEPT ANALYSIS

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif dengan dosen pengampu Dr. Rondhianto, S. Kep., Ns., M. Kep.

Disusun oleh:

Febi Marliana Sari 192310101158


Rita Nofita Sari 202310101102
Anna Agustina Pangesti 202310101113

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022

2
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif dan telah disetujui pada tanggal 15
September 2022

Oleh:

Dosen Pembimbing

(Dr. Rondhianto, S. Kep., Ns., M. Kep.)

NIP. 198303242006041002

Mengetahui

Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan

Menjelang Ajal dan Paliatif

(Dr. Rondhianto, S. Kep., Ns., M. Kep.)

NIP. 198303242006041002

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan nikmat, hidayah, dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
Analisis Model Perawatan Paliatif: Rodgers’ Evolutionary Concept Analysis
dengan tepat waktu sebagaimana mestinya. Dalam penyusunan tugas ini, kami
mendapatkan banyak hambatan dan rintangan. Namun, dengan adanya bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, kami dapat mengatasi hambatan tersebut dengan
lancar tanpa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka dari itu, kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Rondhianto, S. Kep., Ns., M. Kep., selaku dosen pengampu sekaligus
Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif;
2. Segenap rekan yang telah ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan tugas ini.

Kami menyadari bahwa tugas yang telah kami susun masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami menyampaikan permohonan maaf jika terdapat
kesalahan dalam penyusunan tugas. Kami juga mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan tugas ini. Semoga tugas yang kami sajikan dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi tambahan ilmu untuk ke depannya.

Jember, 10 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................. v

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1

1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2

1.4 Manfaat ................................................................................................... 2

BAB 2 METODE PENELITIAN ......................................................................... 3

2.1 Strategi Pencarian Literatur ...................................................................... 3

2.1.1 Protokol dan Registrasi ........................................................................ 3

2.1.2 Database Pencarian .............................................................................. 3

2.1.3 Kata Kunci yang Digunakan ............................................................... 3

2.2 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ....................................................................... 4

2.3 Seleksi Literature ........................................................................................ 4

2.3.1 Identification ......................................................................................... 4

2.3.2 Screening................................................................................................ 5

2.3.3 Eligibility (JBI Critical Appraisal)...................................................... 6

2.3.4 Included ................................................................................................. 6

2.4 Analisis Studi Literature dengan Rodgers Evolutionary Concept ......... 7

BAB 3 PEMBAHASAN ...................................................................................... 13

3.1. Teori dan Konsep Model “Selfcare Deficit Theory” ......................... 13

3.1.1. Definisi............................................................................................ 13

iii
3.1.2. Tujuan ............................................................................................ 13

3.1.3. Asumsi Dasar ................................................................................. 13

3.1.4. Konsep Utama ............................................................................... 17

3.1.5. Mekanisme dan Regulasi .............................................................. 19

3.2. Implikasi dan Rekomendasi ................................................................ 20

BAB 4 PENUTUP................................................................................................ 21

4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 21

4.2 Saran ........................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

LAMPIRAN: Artikel yang dianalisis ................................................................ 24

iv
ABSTRAK

Introductin: Analisis konsep ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana


perawatan diri atau self-care pada pasien Diabetes.

Method: Analisis ini menggunakan metode Rodgers’ Evolutionary Concept


Analysis. Literatur dari tahun 2018 hingga 2022 yang terindeks SCOPUS dicari
memalui database Google scholar. Protokol dan evaluasi dari literature
menggunakan PRISMA diagram. Secara umum, 10 artikel jurnal yang sudah
melalui proses inklusi dan eksklusi kemudian dipilih dan dianalisis.

Result: Kepatuhan terhadap aktivitas perawatan diri diabetes yang


direkomendasikan penting dalam mencapai kontrol glikemik yang diinginkan dan
mengurangi komplikasi terkait diabetes. Dukungan sosial dari keluarga dan
pemberdayaan pasien itu sendiri sebagai faktor utama yang memegang peranan
penting pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan dalam mengontrol kadar
glukosa darah.

Conclusion: Keterlibatan profesi keperawatan paliatif dan layanan paliatif serta


dukungan kepada tim perawatan paliatif memberikan kemudahan dalam mengelola
hambatan atau rintangan dalam melakukan praktik perawatan diri.

Kata kunci: Self-care; Diabetes; Keperawatan Paliatif

v
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan paliatif adalah suatu pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa dengan
mencegah, memantau, dan mengobati penyakit serta masalah fisik, psikososial, dan
spiritual lainnya. Dengan perawatan paliatif, kematian tidak dilihat sebagai sesuatu
yang dihindari. Bagaimanapun, kematian adalah sesuatu yang harus dihadapi setiap
makhluk sebagai bagian dari siklus kehidupan normal. (Nurwijaya, 2010)

Di negara-negara miskin, di mana 98% dari 40 juta orang dengan kondisi kronis
memerlukan perawatan paliatif, hanya 14% yang terbukti menerima perawatan
paliatif, dan 86% tidak. Peraturan dan kebijakan perawatan paliatif yang
dikeluarkan oleh Kemenkes RI No. 812/Menkes/SK/VII/2007 mengenai peraturan
perawatan paliatif, masih banyak rumah sakit di Indonesia yang tidak memahami
bahwa perawatan paliatif harus diberikan kepada pasien, terutama untuk pasien
yang sakit parah (Kementerian Kesehatan, 2017).

Penelitian telah menunjukkan bahwa profesional paliatif care menganggap selfcare


sangat penting untuk praktik mereka, dan pentingnya ini tercermin secara
internasional dalam standar profesional dan kualitas untuk praktik perawatan
paliatif (Mills et al., 2018). Di negara-negara seperti Australia, profesional paliatif
care telah dipraktikkan di bawah standar kualitas nasional selama lebih dari satu
dekade yang mengharuskan mereka memulai dan mempertahankan strategi selfcare
yang efektif sebagai bagian dari praktik perawatan paliatif mereka (Mills et al.,
2018). Namun, hanya sebagian kecil dari laporan tenaga kerja ini yang telah
menerima pendidikan atau pelatihan selfcare, dan penelitian belum menyelidiki
kemampuan profesional paliatif care untuk menerapkan dan mempertahankan
strategi perawatan diri yang efektif (Mills et al., 2018).

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1. Apa definisi dari Selfcare Deficit Theory?

1
1.1.2. Apa tujuan dari Selfcare Deficit Theory?
1.1.3. Apa asumsi dasar dari Selfcare Deficit Theory?
1.1.4. Apa konsep utama dari Selfcare Deficit Theory?
1.1.5. Bagaimana mekanisme dan regulasi Selfcare Deficit Theory?
1.1.6. Bagaimana implikasi dan rekomendasi Selfcare Deficit Theory?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dibuatnya tugas ini yaitu untuk mengetahui Selfcare
Deficit Theory yang digunakan dalam keperawatan paliatif dan
menjelang ajal.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk mengetahui definisi, tujuan,
asumsi dasar, konsep utama, mekanisme dan regulasi terkait
Selfcare Deficit Theory yang digunakan dalam keperawatan paliatif
dan menjelang ajal.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Pembaca
Manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca yaitu menjadi sumber
referensi dan informasi bagi pembaca agar mengetahui bagaimana
Selfcare Deficit Theory yang digunakan dalam keperawatan paliatif
dan menjelang ajal.
1.4.2 Manfaat bagi Penulis
Manfaat bagi penulis adalah dapat menambah wawasan mengenai
Selfcare Deficit Theory yang digunakan dalam keperawatan paliatif
dan menjelang ajal.
1.4.3 Manfaat bagi Institusi
Manfaat bagi instansi akademik yaitu dapat digunakan sebagai
referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu yang
berkaitan dengan Selfcare Deficit Theory yang digunakan dalam
keperawatan paliatif dan menjelang ajal.

2
BAB 2 METODE PENELITIAN

2.1 Strategi Pencarian Literatur


2.1.1 Protokol dan Registrasi
Analisis menggunakan metode literature review dengan data sekunder atau
didapatkan bukan dari hasil observasi langsung. Data yang diperoleh diambil dari
penelitian sebelumnya kemudian dilakukan analisa mengenai topik yang akan
dibahas. Protokol dan evaluasi dari literature akan menggunakan PRISMA diagram
dalam proses seleksi dan menentukan kualitas studi dari jurnal yang akan dianalisa.
2.1.2 Database Pencarian
Data yang digunakan dalam analisis yaitu data sekunder yang diperoleh
bukan dari pengamatan secara langsung, melainkan diperoleh dari hasil penelitian
terdahulu. Sumber data sekunder yang didapatkan berupa artikel atau jurnal yang
dipilih melalui publikasi Google scholar terindeks SCOPUS.
2.1.3 Kata Kunci yang Digunakan
Pencarian artikel atau jurnal menggunakan kata kunci atau bolean operator
(AND, OR) yang digunakan agar pencarian lebih luas dan spesifik, sehingga
mempermudah pencarian artikel atau jurnal. Kata kunci dalam literature ini juga
disesuaikan dengan Medical Subject Heading (MESH) dan terdiri sebagai berikut :

Keyword Boolean Keyword


Self care AND Diabetes

3
2.2 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
Kriteria Inklusi Ekslusi
Population/problem Patient with diabetes Healthy patient and
mellitus Patients other than
diabetes mellitus
Intervention Self care and Self-care No intervention
deficit
Comparation No comparation No comparation
Study design Literature review, case report
systematic review,
experimental
Publication years Post 2018 Pre 2018
Language English, Indonesian Language other than
English and Indonesian

2.3 Seleksi Literature


2.3.1 Identification
Mengidentifikasi artikel melalui pencarian jurnal di google scholar, sinta dan
Elsevier. Peneliti menuliskan kata kunci pada website tersebut antara lain
“palliative care model”. Hasil pencarian pada database dengan menggunakan
keyword yang telah ditentukan ditemukan 2.720.000 artikel dari database Google
Scholar.

Keyword Boolean Keyword


Self care AND Diabetes

4
2.3.2 Screening

2.720.000 jurnal ditemukan


melalui google scholar

394.000 jurnal dilakukan 2.326.000 jurnal tidak memenuhi


screening kriteria akibat dibawah tahun 2018

57.300 jurnal yang dapat


diakses secara penuh

10 jurnal akhir yang akan Memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi


dilakukan review

Gambar 1. Diagram PRISMA

Terdapat beberapa tahapan screening yang dilakukan oleh peneliti yaitu :

a) Pembatasan berdasarkan tahun

Pembatasan berdasarkan 5 tahun terakhir (2018-2022) dengan


menggunakan jurnal nasional atau internasional agar mendapatkan sumber
data terbaru. Pengolahan data tersebut dilakukan secara manual.

b) Pengecekan berdasarkan duplikasi

Pengecekan berdasarkan duplikasi secara manual ataupun “and” “or”


apabila ditemukan jurnal yang sama maka akan dipilih salah satu.

5
2.3.3 Eligibility (JBI Critical Appraisal)

JBI CRITICAL APPRAISAL CHECKLIST FOR


SYSTEMATIC REVIEWS AND RESEARCH SYNTHESES

Not
Yes No Unclear
applicable

1. Is the review question clearly and √ □ □ □


explicitly stated?
2. Were the inclusion criteria appropriate √ □ □ □
for the review question?
3. Was the search strategy appropriate? √ □ □ □

4. Were the sources and resources used to √ □ □ □


search for studies adequate?
5. Were the criteria for appraising studies √ □ □ □
appropriate?
6. Was critical appraisal conducted by □ √ □ □
two or more reviewers independently?
7. Were there methods to minimize errors □ √ □ □
in data extraction?
8. Were the methods used to combine √ □ □ □
studies appropriate?
9. Was the likelihood of publication bias √ □ □ □
assessed?
10. Were recommendations for policy √ □ □ □
and/or practice supported by the
11. Were the specific directives for new √ □ □ □
reported data?
research appropriate?

2.3.4 Included
Setelah artikel memenuhi kelayakan maka didapatkan artikel yang akan diteliti
sejumlah 10 artikel terindeks SCOPUS dari database Google Scholar.

6
2.4 Analisis Studi Literature dengan Rodgers Evolutionary Concept
Tujuan dari analisis literature yaitu ingin memperjelas mengenai
pemberdayaan perawatan diri pada pasien Diabetes. Kami mengadopsi analisis ini
dengan menggunakan evolusi Rodgers dengan menganalisis pendekatan analisis
konsep untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan perawatan diri atau self-care
pada pasien dengan Diabetes, kata kunci pencarian artikel yaitu self-care dan
Diabetes. Tahun publikasi literature yang kami telusuri minimal 5 tahun terakhir
yaitu 2018-2022. Kami mengambil 10 jurnal yang terindeks SCOPUS dan
melakukan analisis secara tekstual, kemudian dalam mendapatkan hasil
pemahaman terhadap jurnal, kami mendokumentasikan deskripsi dan penggunaan
konsep. Kemudian untuk menjelaskan konsep karakteristik kami mengkategorikan
dengan menggunakan atribut, anteseden, dan konsekuensinya. Kami menyusun
setiap kategori, membuat diagram konseptual dan mengidentifikasi konsep. Dari
analisis tersebut kami memberi saran untuk memberi kuisioner kepada klien agar
nantinya pemberdayaan perawatan diri lebih optimal.

RESULT

Reference Konsep Anteseden Attribute Konsekuen

(Bukhsh et perawatan diri, Kepatuhan terhadap Pendidikan Kepatuhan


al., 2020) pemantauan diri, perawatan diri perawatan diri, terhadap aktivitas
diabetes tergantung pada keluarga perawatan diri
perilaku gaya hidup dukungan, dan diabetes yang
pasien, seperti keterampilan direkomendasi kan
menerapkan pola hidup pemecahan pentingdalam
sehat praktik makan dan mencapai kontrol
aktivitas fisik glikemik yang
diinginkan dan
mengurangi
komplikasi terkait
diabetes

7
(Lee et al., Perawatan Diri, pendekatan yang berpusat Pengobatan Pemberdayaan
2019) self-efficacy pada pendidik yang kooperati yang membantu pasien
berfokus pada melibatkan pasien untuk melakukan
penyediaan informasi dan staf medis perilaku perawatan
untuk model dengan dengan diri yang mereka
pemberdayaan di mana menggunakan pilih dan bekerja
pasien mengadopsi komunikasi sama secara aktif
perawatan diri perilaku. terbuka dengan tenaga
medis, selama
berada di pusat
diabetes

(Degefa et al., Kepatuhan Kepatuhan dalam minum Memiliki Kepatuhan


2020) perawatan diri obat dan perilaku hidup kesadaran dan perawatan diri
sehat pemberian meningkat seperti
pendidikan rutin minum obat,
mengenai diabetes latihan fisik dan
menjaga diet
makanan

(Mills et al., Praktik Praktek perawatan Pendekatan Keterlibatan profesi


2018) perawatan diri di paliatif dilakukan secara proaktif dan keperawatan
dalam konteks tim, dukungan kepada holistik dalam paliatif dan layanan
keperawatan profesi perawatan paliatif mempromosikan paliatif serta
paliatif sebagai bentuk kerja kesehatan pribadi dukungan kepada
sama tim dalam dan kesejahteraan tim perawatan
pemberian perawatan tim profesi paliatif
paliatife, layanan paliatif perawatan memberikan
dan kesejahteraan di paliatife, kemudahan dalam
tempat kerja dalam mempertahankan mengelola
konteks perawatan strategi perawatan hambatan atau
paliatif diri secara rintangan dalam
mandiri dalam

8
konteks melakukan praktik
profesional dan perawatan diri
bukan
profesional,
mengelola
hambatan dan
pendukung dalam
melakukan
perawatan diri

(Arda Sürücü Pemberdayaan Pemberdayaan, dukungan Pendekatan Pemberdayaan dan


et al., 2018) dan dukungan sosial, pengobatan perilaku yang dukungan sosial
sosial sebagai diabetes, komplikasi realistis dan kepada pasien
peningkatan diabetes, diabetes kronik spesifik terhadap diabetes mellitus
perilaku menjadi faktor yang budaya memberikan
perawatan diri berpengaruh terhadap memberikan pengaruh pada
pasien perilaku perawatan diri pengaruh terhadap peningkatan
pasien diabetes perilaku pasien perilaku perawatan
dalam merawat diri pasien dalam
dirinya secara kehidupan sehari-
mandiri dalam hari. Dukungan
kehidupannyaseh sosial dari keluarga
ari-hari, dan pemberdayaan
pengontrolan pasien itu sendiri
kadar glukosa sebagai faktor
darah sebagai utama yang
awal dalam memegang peranan
memberdayakanp penting pasien
asien dalam dalam melakukan
melakukan aktivitas sehari-hari
aktivitas fisiknya dan dalam

9
mengontrol kadar
glukosa darah

(Bugajski et Penggunaan Penerimaan kemampuan Perbandingan Penggunaan digital


al., 2020) digital intervensi dalam perawatan diri, kemampuan intervensi sebagai
perawatan diri ketataan terhadap antara perawatan sarana teknologi
kepada penderita rekomendasi perawatan diri, kecemasan, yang dapat
penyakit diri, pengetahuan atau dan gejala depresi. meningkatkan
informasi yang kepatuhan dan
kronik Perbandingan
dibutuhkan dalam Pengetahuan
antara kepatuhan
merawat diri, evaluasi perawatan diri.
dalam perawatan
terkait intensitas dan Dalam platform
diri, kebutuhan
perubahan terhadap digital tersebut
informasi dalam
gejala yang diberikan, diberikan beberapa
perawatan diri,
gejala kecemasan dan bentuk intervensi
dan serta gejala
depresi edukasi yang
somatik yang
digunakan sebagai
ditimbulkan.
pembantu dalam
Korelasi antara
melakukan
presepsi
perawatan diri
kemampuan
sehingga pasien
perawatan diri,
mampu
kepatuhan,
diberdayakan
pengetahuan,
dalam melakukan
serta gejala
aktivitas fisiknya
kecemasan atau
dalam kehidupan
depresi.
sehari-hari
Kelayakan serta
kegunaan dari
situs web yang
digunakan dalam
pemberian

10
intervensi edukasi
perawatan diri

(Kim & Han, Perilaku Dukungan keluarga, Manajemen Dapat


2020) perawatan diri pengalaman pendidikan diabetes dan meningkatkan
pasien diabetes diabetes, tekanan pikiran, perawatan kaki perilaku perawatan
dan komplikasi gaya hidup, dan diabetes diri perawatan kaki
diabetes mekanisme koping dengan keluarga
sebagai sistem
pendukung

(Dedefo et al., Praktik Kurangnya dukungan Pendidikan Kekurangan-


2019) perawatan diri sosial keluarga, diabetes, kekurangan yang
pasien diabetes kurangnya pengetahuan Pendidikan dialami individu
tentang diabetes, perawatan diri, mengakibatkan
kurangnya akses Dukungan pada buruknya
melakukan diet dan pasien diabetes perawatan diri yang
aktivitas fisik dan dimiliki pasien
olahraga, praktik sehingga
perawatan yang buruk memerlukan
strategi dan
perencanaan ulang

Alodhayani, Praktik Beradaptasi kondisi Latihan Meningkatkan


A. et al manajemen pasien dapat mencegah beradaptasi perawatan diri
(2021) perawatan diri terjadinya komplikasi dengan cara sehingga glikemik
pemeriksaan rutin dalam batas yang
glukosa, patuh normal
minum obat, rutin
berolahraga dan
diet makanan

Puhl, et al. Perilaku Stigma dapat Pemberian Meningkatkan


(2020) perawatan diri mempengaruhi persepsi pengetahuan pengetahuan dan

11
dan persepsi kesehatan sehingga tidak mengenai diabetes meminimalkan
perawatan dalam melakukan dan pencegahan terjadinya stigma
kesehatan perilaku perawatan diri yang buruk
sehingga dapat
melakukan
perawatan diri
dengan baik

12
BAB 3 PEMBAHASAN

3.1. Teori dan Konsep Model “Selfcare Deficit Theory”


3.1.1. Definisi
Keperawatan mandiri (selfcare) menurut Orem's adalah: "Suatu pelaksanaan
kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu sendiri untuk
memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraannya sesuai dengan keadaan, baik sehat maupun sakit" (Orem's,
1980). Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem, yang
menggambarkan kapan keperawatan di perlukan, oleh karena perencanaan
keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan. Bila dewasa (pada kasus
ketergantungan, orang tua, pengasuh) tidak mampu atau keterbatasan dalam
melakukan selfcare yang efektif (Mardiyaningsih, 2018).

3.1.2. Tujuan
Tujuan keperawatan pada model Orem secara umum adalah:

a. Meurunkan tuntutan selfcare pada tingkat dimana klien dapat


memenuhinya, ini berarti menghilangkan selfcare deficit.
b. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi
tuntutan selfcare.
c. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk
memberikan asuhan dependen jika selfcare tidak memungkinkan, oleh
karenanya selfcare deficit apapun dihilangkan. Jika ketiganya ditas
tidak tercapai perawat secara langsung dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan selfcare klien.

3.1.3. Asumsi Dasar


Teori Orem dikenal dengan "teori selfcare deficit". Teori ini disusun
berdasarkan tiga teori yang berhubungan yaitu: selfcare, selfcare deficit dan
nursing system. Asumsi dasar dari ketiga hal tersebut menurut Orem, adalah
sebagai berikut:

1. Perawatan Sendiri (Selfcare)

13
Menggambarkan atau menjelaskan tentang perawatan diri sendiri dalam
suatu kontribusi berkelanjutan pada orang dewasa bagi eksistensi,
kesehatan dan kesejahteraannya. Dapat pula diartikan sebagai latihan
aktifitas yang individumya dalam memulai dan menampilkan
kepentingan mereka dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan
kesejahteraan.
Didalam mencapai perawatan mandiri ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:
a. Universal selfcare requisites
Hal umum bagi seluruh manusia meliputi pemenuhan kebutuhan
udara, air, makanan, kebersihan, aktifitas dan istirahat, menyendiri
dan interaksi sosial, pencegahan dari bahaya, dan pengenalan fungsi
mahluk hidup. Delapan syarat-syarat ini akan mempengaruhi
perbuatan manusia yang akan membawa pada kondisi internal dan
eksternal yang dapat mempertahankan fungsi dan struktur manusia,
yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan manusia dan
kedewasaannya.
b. Developmental selfcare requisites
Mempelajari proses-proses kehidupan, pendewasan dan
pencegahan terhadap kondisi-kondisi yang merusak kedewasaan
atau dapat mengurangi efek efek tersebut Masing-masing tahap
perkembangan manusia mulai dari fetal termasuk kelahiran,
neonatal, infant, anak-anak dan remaja, dewasa, kehamilan pada
remaja maupun dewasa memiliki karakteristik kebutuhan perawatan
diri yang berbeda-beda.
c. Health deviation selfcare requisites
Biasa disebut juga dengan self-care needs. Mempelajari
bagaimana memenuhi kebutuhan manusia dengan menghubungkan
faktor genetik dan gangguan yang menetap, gangguan struktur dan
fungsi manusia atau ketidakmampuan, atau efek dari pengobatan dan
tindakan. Orem (2007) menyebutkan bahwa self-care needs
memiliki tiga kategori yaitu: (1) Universal. adalah kebutuhan yang

14
dimiliki oleh setiap individu. (2) Developmental, yaitu kebutuhan
yang diakibatkan adanya maturasi atau perkembangan dari suatu
kondisi, dan (3) Health Deviation, yaitu kebutihan yang diakibatkan
karena adanya suatu penyakit, injury, kondisi sakit maupun
perawatannya.
2. Ketidakmampuan Perawatan Mandiri (Selfcare Deficit)
Selfcare Deficit adalah suatu kondisi manakala seseorang
mengalami ketidakmampuan atau ketidakpedulian pada dirinya sendiri.
Ketidak mampuan klien ini memerlukan agen keperawatan yang
mempunyai kemampuan khusus untuk memberikan perawatan yang akan
menggantikan kerugian atau memberikan bantuan dalam mengatasi
penurunan kesehatan.
Terkait hal tersebut dikeral adanya agen keperawatan yang
mempunyai kemampun khusus yang memungkinkan mereka
memberikan perawatan yang akan menggantikan kerugian atau hantuan
dalam mengatasi turunan kesehatan atau perawatan mandiri. Agen
keperawatan (Nursing agency) yaitu karakteristik orang yang mampu
memenuhi status perawatan dalam kelompok-kelompok sosial.
Sementara itu Orem (2007) menyebutkan juga bahwa selfcare agency
adalah individu yang dapat memberikan bantuan dalam kegiatan
perawatan diri. Ada tambahan tiga istilah yang berhubungan dengan
"Selfcare agency" yaitu "agent" "selfcare agent", "dependent care agent",
"Agent" adalah orang yang mengambi tindakan. "Selfcare agent" adalah
penyedia perawatan mandiri. Dependent care agent adalah
penyelenggara perawatan (misalnya keluarga).
3. Sistem-sistem Keperawatan (Nursing Systems)
Sistem-sistem keperawatan dibentuk ketika para perawat
menggunakan kemampuan kemampuan mereka untuk menetapkan,
merancang, dan memberikan perawatan kepada pasien (sebagai individu
atau kelompok) Aksi-aksi ini atau sistem-sistem keperawatan ini
mengatur nilai kemampuan atau latihan kemampuan individu
dihubungkan dengan selfcare dan mempertemukan syarat-syarat

15
perawatan sendiri bagi individu dengan cara terapi yang tepat. Hal ini
menunjukkan bahwa pengembangan selfcare dibutuhkan Therapeutic
selfcare demand yang merupakan totalitas upaya- upaya perawatan
sendiri dengan menggunakan metode yang valid dan berhubungan
dengan perangkat atau penanganan. Aplikasinya dibutuhkan agen
perawatan sendiri, agen yang merawat secara mandiri, dan agen
perawatan dependen.
Orem mengemukakan adanya tiga tipe sistem keperawatan, yaitu:
a. Sistem penyeimbang keperawatan menyeluruh (Wholly / totally
compensatory nursing system)
Sistem penyeimbang keperawatan menyeluruh dibutuhkan ketika
perawat harus menjadi peringan bagi ketidakmampuan total seorang
pasien dalam hubungan kegiatan merawat yang membutuhkan
tindakan penyembuhan dan manipulasi. Perawat mengambil alih
pemenuhan kebutuhan selfcare secara menyeluruh kepada pasien
yang tidak mampu, misal: pada pasien koma atau pasien bayi.
b. Sistem Penyeimbang Sebagian (Partially/Partly compensatory
nursing system)
Perawat mengambil alih beberapa aktifitas yang tidak dapat
dilakukan oleh pasien dalam memenuhi kebutuhan selfcare-nya,
dijalankan pada saat perawat dan pasien menjalankan intervensi
perawatan atau tindakan lain yang melibatkan tugas manipulatif atau
penyembuhan, misal: pasien usia lanjut, pasien stroke dengan
kelumpuhan.
c. Sistem Mendukung/Mendidik (Supportif Educatif nursing system)
Perawat memberikan pendidikan kesehatan atau penjelasan untuk
memotivasi melakukan selfcare, tetapi yang melakukan selfcare
adalah pasien sendiri, misal: mengajarkan pasien merawat lukannya,
mengajarkan bagaimana menyuntik insulin Diperlukan pada situasi
dimana pasien harus belajar untuk menjalankan ketentuan yang
dibutuhkan secara eksternal atau internal yang ditujukan oleh
therapeutic selfcare. namun tidak dapat melakukan tanpa bantuan.

16
Metode bantuan diantaranya: tindakan, panduan, pelajaran,
dukungan dan memberikan lingkungan yang membangun
(Andriany, 2007).

3.1.4. Konsep Utama


Teori ini mengacu kepada bagaimana individu memenuhi kebutuhan dan
menolong keperawatannya sendiri, maka timbullah teori dari Orem tentang
Selfcare Deficit of Nursing. Dari teori ini oleh Orem dijabarkan ke dalam
tiga teori yaitu:

1. Selfcare Teori
Selfcare ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang The nepeutic
sesuai dengankebutuhan Perawatan diri sendiri adalah suatu langkah
awal yang dilakukan oleh seorang perawat yang berlangsung secara
continue sesuai dengan keadaan dan keberadaannya, keadaan kesehatan
dan kesempurnaan. Perawatan diri sendiri merupakan aktifitas yang
praktis dari seseorang dalam memelihara kesehatannya serta
mempertahankan kehidupannya. Terjadi hubungan antar pembeli
selfcare dengan penerima selfcare dalam hubungan terapi. Orem
mengemukakan tiga kategori / persyaratan selfcare yaitu: persyaratan
universal, persyaratan pengembangan dan persyaratan kesehatan.
Penekanan teori selfcare secara umum:
a. Pemeliharaan intake udara
b. Pemeliharaan intake air
c. Pemeliharaan intake makanan
d. Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi dan
eksresi
e. Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
f. Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi sosial
g. Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan
manusia
h. Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam
kelompok sosial sesuai dengan potensinya.
2. Selfcare Deficit

17
Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem, yang
menggambarkan kapan keperawatan di perlukan, oleh karena
perencanaan keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan. Bila
dewasa (pada kasus ketergantungan, orang tua, pengasuh) tidak mampu
atau keterbatasan dalam melakukan selfcare yang efektif. Teori selfcare
deficit diterapkan bila:
Anak belum dewasa
a. Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan
b. Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tetapi diprediksi untuk
masa yang akan
c. datang, kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan
peningkatan kebutuhan.
3. Nursing system
Teori yang membahas bagaimana kebutuhan "Selfcare" pasien dapat
dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya. Nursing system
ditentukan / direncanakan berdasarkan kebutuhan "Selfcare" dan
kemampuan pasien untuk menjalani aktifitas "Selfcare". Orem
mengidentifikasikan klasifikasi Nursing System:
a. The Wholly compensatory system Bantuan secara keseluruhan,
dibutuhkan untuk
b. klien yang tidak mampu mengontrol dan memantau lingkungannya
dan berespon
c. terhadap rangsangan.
d. The Partly compensantory system Bantuan sebagian, dibutuhkan
bagi klien yang
e. mengalami keterbatasan gerak karena sakit atau kecelakaan.
f. The supportive - Educative system Dukungan pendidikan
dibutuhkan oleh klien
g. yang memerlukannya untuk dipelajari, agar mampu melakukan
perawatan mandiri.
h. Metode bantuan

18
Perawat membantu klien dengan menggunakan system dan melalui
lima metode bantuan yang meliputi:

1) Acting atau melakukan sesuatu untuk klien


2) Mengajarkan klien
3) Mengarahkan klien
4) Mensupport klien
5) Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan
berkembang (Muhlisin & Irdawati, 2010).

3.1.5. Mekanisme dan Regulasi


Menurut Orem (1991), proses keperawatan adalah istilah yang digunakan
oleh perawat untuk menunjukkan proses profesional-teknologi dari tindakan
keperawatan beserta proses perencanaan dan evaluasi Perbandingan antara
proses keperawatan Orem dengan proses keperawatan.

Orem (1991) menjelaskan tiga tahap proses keperawatan yaitu:

1. Step 1 : Diagnosa dan resep keperawatan


Tahap ini menjelaskan mengapa keperawatan diperlukan. Analisa dan
interprestasi membuat keputusan tentang perawatan dini, juga
memberikan manajemen kasus. “Diagnosa keperawatan penting untuk
pemeriksaan dan pengumpulan data tentang kemampuan pasien dalam
perawatan diri dan kebutuhan akan terapi perawatan diri serta hubungan
antara keduanya” (Orem, 1991, hal. 270)
2. Step 2 : Merancang system keperawatan dan merencanakan
pelaksanaan perawatan diri
Merancang system keperawatan yang efektif dan efisien menghasilkan
data yang valid tentang kondisi pasien. Rancangan ini termasuk peran
dari perawat dan pasien dalam hubungan melakukan selfcare, mengatur
kebutuhan terapi perawatan diri, melindungi pengembangan
kemampuan perawatan diri. (Orem, 1991)
3. Step 3 : Produksi dan manajemen sistem keperawatan (Planning and
Controlling)

19
Pengaturan system keperawatan dihasilkan ketika berinteraksi dengan
pasien secara terus menerus untuk mencapai kemampuan terapi
perawatan diri yang telah ditentukan dan mengatur kemampuan untuk
mengembangkan perawatan diri (Orem & Suriyanto, 2018).

3.2. Implikasi dan Rekomendasi


Implikasi keperawatan dan penyelesaian oleh perawat pada saat memberikan
pelayanan keperawatan dapat digambarkan sebagi domain keperawatan.
Orem (1991) mengidentifikasikan lima area aktifitas keperawatan yaitu:
1. Masuk kedalam dan memelihara hubungan perawat klien dengan
individu, keluarga, kelompok sampai pasien dapat melegitimasi
perencanaan keperawatan.
2. Menentukan jika dan bagaimana pasien dapat dibantu melalui
keperawatan.
3. Bertanggungjawab terhadap permintaan pasien, keinginan dan
kebutuhan untuk kontak dan dibantu perawat.
4. Menjelaskan, memberikan dan melindungi klien secara langsung dalam
bentuk keperawatan.
5. Mengkoordinasikan dan mengintegrasi keperawatan dengan kehidupan
sehari-hari klien, atau perawatan kesehatan lain jika dibutuhkan serta
pelayanan sosial dan edukasional yang dibutuhkan atau yang akan
diterima.
Rekomendasi yang dapat diterapkan terkait “Selfcare Deficit Theory” di atas,
yaitu:

Memahami teori selfcare sangat penting terlebih dahulu memahami konsep


selfcare, selfcare agency, basic conditioning factor dan kebutuhan selfcare
therapeutik. Selfcare adalah performance atau praktek kegiatan individu
untuk berinisiatif dan membentuk prilaku mereka dalam memelihara
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Jika selfcare dibentuk dengan
efektif maka hal tersebut akan membantu membentuk integritas struktur dan
fungsi manusia dan erat kaitannya dengan perkembangan manusia
(Mardiyaningsih, 2018).

20
BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Model keperawatan Orem merupakan model keperawatan yang
memfokuskan pada kemampuan keluarga untuk melakukan perawatan diri secara
mandiri sehingga dapat mencapai kemampuan untuk menjaga kesehatan dan
kesejahteraan mereka. Menurut Orem, ini bukan proses intuitif, tetapi perilaku yang
bisa dipelajari. Model konseptual Orem mengembangkan teori perawatan diri
melalui 3 (tiga) teori terkait, yaitu: Perawatan Diri (Self-care), Defisit Perawatan
Diri (Self-care deficit), dan Sistem Perawatan (Nursing System).

Keuntungan utama dari teori Orem adalah pelaksanaan asuhan keperawatan


keluarga efektif dan efisien karena pertama-tama melihat kemampuan keluarga
untuk merawat diri sendiri. Model konseptual atau teori keperawatan self-care
menyiratkan bahwa semua orang memiliki kebutuhan untuk self-care, dan kecuali
mereka tidak mampu, mereka memiliki hak untuk mendapatkannya sendiri. Dengan
demikian, perawat mengenali potensi klien untuk berpartisipasi dalam merawat
dirinya sendiri pada tingkat kemampuannya, dan perawat dapat menentukan tingkat
bantuan yang akan diberikan.

4.2 Saran
Dengan mengetahui tentang teori self-care deficit Orem, diharapkan
pembaca dapat menambah pengetahuan terkait perawatan diri sendiri secara
mandiri agar dapat mencapai derajat kesehatan yang maksimal. Sedangkan untuk
perawat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kecakapan terkait teori
keperawatan, sehingga mencapai kemampuan teknikal dan sikap terapeutik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Al Mahdi, F., Negara, C. K., & Basid, A. (2020). The Effect of Family
Empowerment in Nursing Implementation Toward Self-Efficacy among
Patients with Diabetes Mellitus. Indonesian Nursing Journal of Education and
Clinic (Injec), 5(2), 141. https://doi.org/10.24990/injec.v5i2.303

Alodhayani, A., Almutairi, K. M., Vinluan, J. M., Almigbal, T. H., Alonazi, W. B.,
Ali Batais, M., & Mohammed Alnassar, M. (2021). Association between self-
care management practices and glycemic control of patients with type 2
diabetes mellitus in Saud Arabia: A cross –sectional study. Saudi Journal of
Biological Sciences, 28(4), 2460–2465.
https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2021.01.047

Andriany, M. (2007). Aplikasi Teori Self-Care Deficit Orem dalam Konteks Tuna
Wisma. Nurse Media, 1(1).

Bugajski, A., Frazier, S. K., Cousin, L., Rechenberg, K., Brown, J., Lengerich, A.
J., … Lennie, T. A. (2020). Effects of a Digital Self-care Intervention in Adults
with COPD: A Pilot Study. Western Journal of Nursing Research, 42(9), 736–
746. https://doi.org/10.1177/0193945919892282

Bukhsh, A., Goh, B. H., Zimbudzi, E., Lo, C., Zoungas, S., Chan, K. G., & Khan,
T. M. (2020). Type 2 Diabetes Patients’ Perspectives, Experiences, and
Barriers Toward Diabetes-Related Self-Care: A Qualitative Study From
Pakistan. Frontiers in Endocrinology, 11(November), 1–13.
https://doi.org/10.3389/fendo.2020.534873

Dedefo, M. G., Ejeta, B. M., Wakjira, G. B., Mekonen, G. F., & Labata, B. G.
(2019). Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West
Ethiopia. BMC Research Notes, 12(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s13104-
019-4258-4

Degefa, G., Wubshet, K., Tesfaye, S., & Hirigo, A. T. (2020). Predictors of
Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care Among Type-2
Diabetes Patients. Clinical Medicine Insights: Endocrinology and Diabetes,

22
13. https://doi.org/10.1177/1179551420981909

Kementerian Kesehatan. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia.

Kim, E. J., & Han, K. S. (2020). Factors related to self-care behaviours among
patients with diabetic foot ulcers. Journal of Clinical Nursing, 29(9–10),
1712–1722. https://doi.org/10.1111/jocn.15215

Lee, S. K., Shin, D. H., Kim, Y. H., & Lee, K. S. (2019). Effect of diabetes
education through pattern management on self-care and self-efficacy in
patients with type 2 diabetes. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 16(18). https://doi.org/10.3390/ijerph16183323

Mills, J., Wand, T., & Fraser, J. A. (2018). Exploring the meaning and practice of
self- care among palliative care nurses and doctors : a qualitative study. 1–
12.

Mardiyaningsih, E. (2018). Penerapan Model Keperawatan Self Care Orem Pada


Asuhan Keperawatan Ibu Hamil Yang Mengalami Kontraksi Dini. Jurnal Ilmu
Keperawatan Maternitas, 1(1), 1–6.

Muhlisin, A., & Irdawati. (2010). Teori self care dari Orem dan pendekatan dalam
praktek keperawatn. Berita Ilmu Keperawatan, 2(2), 97–100.

Orem, D. E., & Suriyanto, J. (2018). Makalah Teori Model Konsep Keperawatan
“Dorrothea E Orem.” Poltekes Kemenkes Surakarta Tahun 2018, 11.

Puhl, R. M., Himmelstein, M. S., Hateley-Browne, J. L., & Speight, J. (2020).


Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of health care.
Diabetes Research and Clinical Practice, 168, 108387.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2020.108387

23
LAMPIRAN: Artikel yang dianalisis
1) Effect of Diabetes Education Through Pattern Management on Self-Care
and Self-Efficacy in Patients with Type 2 Diabetes

24
2) Type 2 Diabetes Patients' Perspectives, Experiences, and Barriers Toward
Diabetes-Related Self-Care: A Qualitative Study From Pakistan

25
3) Effects of a Digital Self-care Intervention in Adults with COPD: A Pilot
Study

26
4) Factors related to self-care behaviours among patients with diabetic foot
ulcers

27
5) Exploring the meaning and practice of self-care among palliative care
nurses and doctors: a qualitative study

28
6) Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West
Ethiopia

29
7) The Effect of Family Empowerment in Nursing Implementation Toward
Self-Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus

30
8) Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of health care

31
9) Association between self-care management practices and glycemic control
of patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A cross–sectional
study

32
10) Predictors of Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care
Among Type-2 Diabetes Patients

33
UNIVERSITAS JEMBER KODE

FAKULTAS KEPERAWATAN DOKUMEN

PRODI ILMU KEPERAWATAN


F1.03.07
LEMBAR KERJA MAHASISWA 1
Dosen Pengampu Mata kuliah : Dr. Rondhianto, S. Kep., Ns., M. Kep
Pokok Bahasan : Konsep dan model perawatan menjelang ajal dan paliatif
Model Pembelajaran : Case Method
IDENTITAS MAHASISWA
Nama/NIM/Kelas Febi Marliana Sari/192310101158/B
Nama Kelompok 17
Anggota/Kelompok Febi Marliana Sari 192310101158
Rita Nofita Sari 202310101102
Anna Agustina Pangesti 202310101113
Pertemuan ke
Hari/Tanggal
BAHAN DISKUSI
Siapkan form Rodgers’ Evolutionary Concept Analysis (Lihat di RTM 1), kemudian
lakukanlah analisis konsep terhadap artikel ilmiah tersebut secara mandiri. Hasil analisis
konsep secara mandiri dari tiap artikel kemudian diskusikanlah dengan teman satu kelompok
anda dari judul sampai dengan kesimpulan artikel tersebut (kejelasan dan ketajaman dari
artikel tersebut). Setelah itu bersama-sama dengan teman satu kelompok anda susunlah
laporan hasil analisis artikel anda tersebut dalam format laporan yang telah disediakan dalam
(lihat di RTM 1).

HASIL DISKUSI
Tuliskan hasil analisis artikel dibagian ini!

ARTIKEL 1

Judul artikel : Association between self-care management practices and glycemic control of
patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A cross –sectional study

Sumber artikel : Sumber data sekunder yang didapatkan berupa artikel atau jurnal yang dipilih
melalui publikasi Google scholar terindeks SCOPUS.
Tanggal akses : diakses pada tanggal 5 oktoberi 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal


1. Judul : Association between self-care management practices and glycemic control of
patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A cross –sectional study
2. Abstract : DMT2 mengubah seluruh keberadaan pasien, pasien DMT2 layak untuk
memiliki kehidupan normal jika mereka menerapkan tindakan manajemen perawatan diri
yang dimaksudkan untuk mengatur manifestasinya dan mencegah kerumitan yang
berkelanjutan. Sikap manajemen perawatan diri yang perlu dipraktikkan atau diadaptasi
oleh pasien DMT2 meliputi; (1) memeriksakan sendiri status glukosa, (2) mengikuti
pengobatan yang dianjurkan, (3) olahraga teratur dan (4) makan makanan sehat [9].
Pemberian informasi yang memadai dan peningkatan pendidikan pada pasien DMT2 oleh
penyedia layanan kesehatan dianggap sebagai elemen penting dari rencana manajemen
perawatan diri yang baik. Karena pertumbuhan yang cepat dalam terjadinya DMT2 di
Arab Saudi, kami bertujuan untuk menilai praktik manajemen perawatan diri pasien
DMT2 di Arab Saudi dan memeriksa kemungkinan hubungan praktik manajemen
perawatan diri dan kontrol glikemik pasien DMT2. Kami juga bertujuan untuk
menentukan faktor-faktor yang terkait dengan praktik manajemen perawatan diri dan
tingkat kontrol glikemiknya.
3. Introduction: Hiperglikemia diabetes yang berkepanjangan jika tidak dikelola dengan baik
berkaitan dengan berlanjutnya disfungsi, defisiensi, dan kerusakan berbagai bagian tubuh,
khususnya pembuluh darah, mata, jantung, saraf, dan ginjal. Berbagai penelitian telah
melaporkan bahwa perkembangan komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol
metabolisme yang ketat dan praktik manajemen perawatan diri yang efisien. Diakui secara
luas bahwa praktik manajemen perawatan diri aman terhadap masalah pada DMT2 dan
bahwa pasien diabetes perlu dengan penuh semangat menangani tuntutan DM untuk
mendapatkan hasil glukosa terbaik. Praktik manajemen perawatan diri adalah desain yang
kompleks dan secara umum ditafsirkan sebagai; (1) kemampuan seseorang untuk
mengontrol hasil visceral dan psikososial, pengobatan, gejala dan modifikasi gaya hidup
penting dalam keberadaan dengan gangguan jangka panjang, (2) kemampuan untuk
merawat diri sendiri dan melakukan peristiwa penting untuk dicapai, melestarikan atau
mendukung kesehatan yang ideal. Kurangnya aktivitas fisik, merokok, metode diet yang
tidak tepat, konsumsi alkohol, obesitas dan tekanan darah tinggi adalah beberapa faktor
risiko untuk DMT2. Sebagian besar faktor risiko DMT2 dan komplikasinya dapat
dimodifikasi.
4. Method: Sebanyak 352 pasien diabetes mellitus (T2DM) tipe 2 dari dua rumah sakit
tersier umum di Arab Saudi berpartisipasi dalam penelitian ini. Semua pasien DMT2
direkrut dan diwawancarai oleh seorang peneliti antara Januari hingga April 2018 dari
klinik diabetes rawat jalan. Semua responden menjawab kuesioner empat bagian yang
meliputi data demografi, Diabetes Self-Management Questionnaire (DSMQ). Regresi
Linier dilakukan untuk menilai signifikansi prediktor dan menghitung koefisien
determinasi.
5. Results: Usia rata-rata peserta adalah 51,89 ± 10,94. Dari 352 peserta, 52% mengalami
obesitas (BMI: 30 kgm 2 ) dan 77% dari peserta memiliki hemoglobin terglikasi (HbA1c)
lebih dari 7%. Analisis menunjukkan bahwa subskala manajemen Glukosa adalah
prediktor terkuat tingkat Hba1c peserta diikuti oleh aktivitas fisik. Gender dan status
perkawinan muncul sebagai prediktor signifikan untuk praktik manajemen perawatan diri
mereka. Pasien wanita memiliki praktik manajemen perawatan diri yang lebih banyak
daripada pasien pria (B 0,20; 95CI 0,10- 0,96 (p = 0,015)
6. Discussion: Manajemen perawatan diri pasien DMT2 di Arab Saudi dan hubungannya
dengan kontrol glikemik mereka.Praktek manajemen perawatan diri harus dievaluasi
terhadap kepatuhan pasien terhadap rencana manajemen dan penanganannya. perubahan
perilaku Mencapai kontrol glikemik yang optimal adalah tujuan utama dari semua pasien
diabetes Berdasarkan hasil, para peserta memiliki skor manajemen diri diabetes di atas
rata-rata yang menunjukkan praktik manajemen perawatan diri pasien DMT2 yang tinggi.
penelitian mengungkapkan bahwa pasien diabetes wanita memiliki skor manajemen
perawatan diri yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pasien diabetes
pria, namun sebagian besar peserta memiliki kontrol glikemik yang buruk (76,9%) dan
lebih banyak e dari setengah peserta mengalami obesitas. Temuan penelitian ini sejajar
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Arab Saudi di mana lebih dari separuh
peserta memiliki kontrol glikemik lebih besar dari 7%.

7. Global Issues: Karakteristik penelitian mungkin dibatasi oleh struktur sampel dan
pengaturannya yang tidak dapat digeneralisasi dan tidak mencerminkan praktik
manajemen perawatan diri pasien DMT2 di Arab Saudi. Meskipun pasien dikumpulkan
dari dua rumah sakit, pengaturan penelitian ini dianggap sebagai rumah sakit tersier dan
rujukan di Arab Saudi. Selain itu, sampel kami mungkin menandakan pasien yang
membaik secara fisik karena beberapa pasien dengan DMT2 serius mungkin tidak mampu
membuat janji temu di rumah sakit dan mungkin lebih bergantung pada kunjungan rumah
dengan dokter atau perawat mereka. Temuan ini dapat membantu peneliti masa depan di
bidang klinis sebagai dasar praktik manajemen perawatan diri pasien DMT2 di Arab
Saudi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Penelitian ini memberikan bukti tentang manajemen perawatan diri pasien DMT2 di Arab
Saudi. Manajemen perawatan diri ditemukan terkait dengan bahwa pasien menyadari
keparahan gejala dan kemungkinan komplikasi yang terkait dengan DMT2. Namun, rendahnya
persentase pasien yang mencapai target kontrol glikemik diabetes membenarkan prevalensi
diabetes di Arab Saudi. Hasilnya memiliki interpretasi signifikan yang mungkin mendukung
strategi dan praktik yang dirancang untuk mengembangkan praktik manajemen perawatan diri
di antara pasien dengan DMT2. Temuan ini juga menyoroti kebutuhan untuk meningkatkan
keterlibatan pasien dan penyedia layanan kesehatan sehubungan dengan praktik manajemen
perawatan diri dan untuk meningkatkan pemberdayaan pasien. Mengembangkan pro gram
manajemen perawatan diri di T2DM adalah penting.

Implikasi dan Rekomendasi:


The American Diabetes Association (ADA) menandakan bahwa setiap orang dengan DM
harus mendapatkan manajemen perawatan diri pada saat mereka didiagnosis. Pernyataan ini
berfokus pada kebutuhan tertentu dari penderita DMT2. Persyaratannya akan sama dengan
orang dengan kategori DM lainnya seperti; (1) diabetes mellitus gestasional; (2) diabetes tipe
1; dan (3) pra-diabetes. Menghindari perkembangan komplikasi DMT2 di masa depan sangat
penting baik untuk pasien DMT2 wanita maupun pria. Penelitian ini merekomendasikan
perlunya intervensi lebih dari profesional kesehatan untuk praktik manajemen perawatan diri
terutama untuk pasien DMT2 yang tidak berpendidikan di Arab Saudi. Misalnya, klinik
kesehatan masyarakat dan dokter atau perawat rumah sakit di seluruh Arab Saudi dapat
menyediakan program untuk pasien DMT2 yang akan meningkatkan dan mempromosikan
manajemen perawatan diri, khususnya diet dan aktivitas fisik mereka, kemampuan untuk
menerapkan intervensi lanjutan dan pengetahuan tentang bagaimana melakukan manajemen
perawatan diri dengan benar untuk pasien DMT2 untuk mengontrol glukosa dan
komplikasinya di masa depan harus menjadi daftar teratas.

ARTIKEL 2
Judul artikel : The Effect of Family Empowerment in Nursing Implementation Toward
Self-Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus
Sumber artikel : Sumber data sekunder yang didapatkan berupa artikel atau jurnal yang dipilih
melalui publikasi Google scholar terindeks SCOPUS.
Tanggal akses : Diakses pada 5 oktober 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : The Effect of Family Empowerment in Nursing Implementation Toward Self-
Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus
2. Abstract : Diabetes melitus merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak dapat
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan sehingga terjadi kelebihan kadar gula
darah normal. Pemberian pemberdayaan keluarga pada klien kaki gangren diabetes harus
dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan. Intervensi yang
dapat dilakukan adalah pemberdayaan keluarga untuk memotivasi dan meningkatkan
efikasi diri pasien diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh efikasi diri sebelum dan sesudah pelaksanaan pemberdayaan keluarga dalam
keperawatan pada pasien diabetes mellitus.
3. Introduction: kebutuhan atau tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan
secara optimal,sehingga terjadi lonjakan atau gelombang melitus sesuai. Indonesia
kelebihan kadar gula darah yang melebihi normal. Diabetes melitus juga dapat terjadi
karena hormon insulin yang diproduksi tubuh tidak dapat bekerja dengan baik. Diabetes
melitus dan komplikasinya masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan menjadi
penyebab kematian. Bahkan, maraknya diabetes melitus telah mencapai proporsi tingkat
epidemik secara global dan terus meningkat. Pada tahun 2003, prevalensi penderita
diabetes adalah 194 juta dan diperkirakan pada tahun 2025 angka tersebut akan mencapai
333 juta di negara berkembang dan ekonomi rendah (Hutama, 2016). Tujuan pengobatan
diabetes mellitus adalah untuk mengurangi risiko komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler, memperbaiki gejala komplikasi, menurunkan angka kematian, dan
meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes mellitus. Risiko komplikasi akibat
pengelolaan obat dan pola makan, serta upaya pencegahan komplikasi diabetes mellitus
berpotensi mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tenaga kesehatan harus lebih
memperhatikan kualitas hidup penderita diabetes melitus karena dapat menjadi acuan
keberhasilan suatu intervensi atau terapi.
4. Method: pra-eksperimen dengan desain penelitian pretest and posttest without control
group. Empat puluh responden yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diuji dengan
menggunakan purposive sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan angket
efikasi diri.Variabel terikat penelitian ini adalah efikasi diri,sedangkan variabel bebasnya
adalah pemberdayaan keluarga dengan menggunakan metode analisis parametrik uji-t
berpasangan.
5. Results: Berdasarkan apa yang dijawab oleh responden terdapat pengaruh yang signifikan
yang menunjukkan perbedaan setelah posttest. Hasil yang diperoleh nilai: 0,05 yang
dihitung dengan hasil p = 0,00 (p < 0,05).Artinya,setelah dilakukan posttest terjadi
penurunan motivasi dan efikasi diri.
6. Discussion: Peneliti memberikan pemberdayaan keluarga pada pasien keperawatan yang
menderita diabetes melitus berupa keluarga dan mendatangi rumah pasien untuk
melakukan kunjungan. Pada kunjungan pertama peneliti memberikan kuisioner kepada
pasien self efficacy diabetes dan memberikan pemberdayaan keluarga berupa penyuluhan
selama enam (6) hari dan data yang diperoleh pada hari pertama pasien merasa bangga
atas dukungan dari keluarga dan ketika diberi kuisioner menjawab ―hubungan keluarga
dengan saya saat sakit sangat membantu dalam proses penyembuhan‖. Namun, pada
semua tahapan siklus hidup, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kecerdasan dan alasan. Akibatnya, ini meningkatkan kesehatan
dan adaptasi keluarga. Wills dan Friedman (dikutip dalam Ardian, 2013) menyimpulkan
bahwa baik efek penyangga (dukungan sosial keluarga menahan efek negatif stres
terhadap kesehatan) dan efek utama (dukungan sosial keluarga secara langsung
mempengaruhi efek kesehatan) juga ditemukan sebagai efek penyangga dan kesejahteraan
dapat berfungsi bersama-sama (Susanti & Sulistyartini, 2013). Kuesioner menanyakan
―hubungan keluarga dengan saya ketika sakit sangat membantu dalam proses
penyembuhan‖ menunjukkan hasil 100% (20 responden) menyatakan setuju. Dukungan
keluarga saat sakit dalam proses penyembuhan adalah segala bentuk perilaku dan sikap
positif yang diberikan oleh keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang sakit yaitu
anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
7. Global Issues: Pendekatan yang berpusat pada pendidik yang berfokus pada penyediaan
informasi untuk model pemberdayaan di mana pasien mengadopsi perawatan diri perilaku.
Keluarga perlu memberikan informasi agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien
tentang pengendalian penyakitnya. Hal ini memerlukan penggunaan pendekatan yang
berpusat pada pasien dengan mengidentifikasi banyak hambatan dalam pengendalian gula
darah, seperti ketidaktahuan dokter dari pasien yang mereka takuti, keyakinan, harapan
dan keterbatasan pendekatan biomedis terhadap pasien yang kurang patuh.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Penerapan intervensi keperawatan pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan koping
keluarga dan pasien diabetes melitus tipe 2 masih sangat jarang dilakukan oleh perawat dan
sedikit penelitian yang dilakukan, hal ini dikarenakan banyak peneliti yang lebih melihat pada
aspek pemberdayaan keluarga dari segi peningkatan pengetahuan. dan sikap saja, dan tidak
mencakup kemampuan koping keluarga. Bagi keluarga penderita diabetes mellitus bukan
hanya aspek pengetahuan dan sikap yang menjadi tujuan intervensi, tetapi tingkat kemampuan
hidup sehat dan produktif dengan anggota keluarga penderita diabetes mellitus tipe 2.
Implementasi intervensi keperawatan pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan koping
keluarga dengan diabetes mellitus tipe 2 masih sangat jarang dilakukan oleh perawat dan
sedikit penelitian yang dilakukan; Hal ini dikarenakan banyak peneliti yang lebih melihat
aspek pemberdayaan keluarga pada sisi peningkatan pengetahuan dan sikap saja, dan tidak
meluas pada kemampuan koping keluarga. Bagi keluarga penderita diabetes mellitus bukan
hanya aspek pengetahuan dan sikap saja yang menjadi tujuan intervensi tetapi sampai pada
tingkat kemampuan hidup sehat dan produktif dengan anggota keluarga penderita diabetes
mellitus tipe 2. Pemberdayaan keluarga merupakan bentuk perilaku dan sikap positif yang
diberikan oleh keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang sakit yaitu anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan.

Implikasi dan Rekomendasi:


 Latihan fisik pada penderita DM mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mengontrol kadar gula darah, dimana pada saat melakukan latihan fisik terjadi peningkatan
penggunaan glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan
penurunan glukosa darah. Selain itu, latihan fisik dapat menurunkan berat badan,
meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan LDL dan meningkatkan
HDL sehingga dapat mencegah penyakit jantung koroner jika dilakukan dengan benar dan
teratur.
 Saat posttest efikasi diri diberikan, kuisioner ―Saya kesulitan mengecek jenis makanan saat
bepergian‖ menunjukkan hasil 90% (18 responden) dengan kebutuhan akan makanan
berbahan whole grain atau kompleks karbohidrat, seperti beras merah, ubi jalar panggang,
oatmeal, roti, daging ayam tanpa lemak atau tanpa kulit, sayuran yang diolah dengan cara
direbus, dikukus, dipanggang atau dikonsumsi mentah.

ARTIKEL 3
Judul artikel : Empowerment and Social Support as Predictors of Self-Care Behaviors and
Glycemic Control in Individuals With Type 2 Diabetes
Sumber artikel : Clinical Nursing Research Journal, pubmed
Tanggal akses : 11 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Empowerment and Social Support as Predictors of Self-Care Behaviors and
Glycemic Control in Individuals With Type 2 Diabetes
2. Abstract : Insiden diabetes tipe 2 meningkat sebagai akibat dari teknologi perkembangan,
gaya hidup menetap, dan perubahan pola makan (Kesehatan Dunia Organisasi [WHO],
2015). Prevalensi diabetes pada orang dewasa berusia 18 tahun tahun dan lebih tua
diperkirakan 9% pada tahun 2014 (WHO, 2015), sedangkan kejadian diabetes pada orang
dewasa berusia 20 tahun ke atas ditemukan 13,7% di Turki (Satman et al., 2013). Masalah
kesehatan utama yang dihadapi oleh individu dengan diabetes adalah penurunan rasio
kontrol glikemik dan komplikasi terkait.
3. Introduction : Diabetes manajemen tes bertujuan untuk memungkinkan kontrol glikemik
dan mencegah komplikasi (Asosiasi Diabetes Amerika [ADA], 2015; WHO, 2015).
Disarankan pengobatan untuk mencapai kontrol glikemik adalah diet terkontrol, aktivitas
fisik, pemantauan glukosa darah, agen hipoglikemik oral dan pengobatan insulin, dan
pendidikan manajemen diri diabetes (ADA, 2015). Tujuan artikel ini menyelidiki
pemberdayaan, dukungan sosial, dan karakteristik terkait diabetes sebagai prediktor
perilaku perawatan diri dan kontrol glikemik pada individu dengan diabetes tipe 2 di
Turki. Memahami hubungan ini akan memberikan perspektif untuk merencanakan
pelatihan pasien serta menentukan dan menerapkan metode ini, dan akan memberikan
kontribusi yang besar untuk perawatan pasien dengan diabetes tipe 2.
4. Method: Deskriptif cross-sectional dan desain penelitian relasional digunakan dalam
artikel. Studi ini mendaftarkan 220 individu dengan diabetes tipe 2 yang mendaftar ke
rumah sakit universitas atau ke rumah sakit pelatihan dan penelitian dan yang dirawat di
layanan endokrin di Turki antara Januari dan Juli 2014. Semua subjek setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk penelitian
dipilih dengan pendekatan convenience sampling: diagnosis diabetes tipe 2 selama
minimal 6 bulan, setidaknya berusia 18 tahun, dan semua jenis cacat fisik. Formulir
informasi pengantar disiapkan oleh peneliti sesuai dengan literatur terkait dan terdiri
dari 12 pertanyaan mengenai karakteristik sosiodemografi dan karakteristik terkait
diabetes peserta
5. Results: 220 individu dengan diabetes tipe 2 dilibatkan dalam penelitian. Rerata periode
diagnosis diabetes adalah 10,17 tahun. 45,9% peserta menderita komplikasi terkait
diabetes; 63,6% dari mereka memiliki penyakit kronis selain diabetes; 39,5% dari mereka
diobati dengan obat insulin; dan 71,8% menerima pelatihan diabetes. Pada hasil
didapatkan hubungan negatif antara Alc dan pemberdayaan pada diabetes (r=-22, p < .01),
hubungan antara Alc dan komplikasi diabetes ( r=.22, p<.01) positif. Hubungan antara
diet, pemantauan glukosa darah, perawatan kaki dan dukungan sosial, pemberdayaan,
lama menderita diabetes, dan pengobatan diabetes adalah positif. Hubungan antara
olahraga dan dukungan sosial (r = .35, p < .01), pemberdayaan (r= .36, p< .01), dan
pengobatan diabetes (r.14, p< .05) adalah positif, sedangkan hubungan dengan komplikasi
diabetes (r = -26, p<.01) adalah negative.
6. Discussion: Pemberdayaan berkontribusi paling besar untuk memprediksi kontrol
glikemik. Saat pasien diberdayakan, kontrol glikemik mereka terpengaruh secara positif.
Literatur terkait menunjukkan bahwa pemberdayaan merupakan faktor penting dalam
memprediksi kontrol glikemik. Variabel lain yang berkontribusi terhadap prediksi kontrol
glikemik adalah komplikasi diabetes. Dalam penelitian ini, karena komplikasi diabetes
dari individu diabetes tipe 2 meningkat, kadar Alc mereka juga meningkat. Berdasarkan
hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pemberdayaan yang
dirasakan individu dengan diabetes, maka ia menunjukkan perawatan diri yang lebih baik.
7. Global Issues: Masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh individu dengan diabetes
adalah penurunan kontrol glikemik dan komplikasi. Perawatan yang disarankan untuk
mencapai kontrol glikemik adalah diet terkontrol, aktivitas fisik, pemantauan glukosa
darah, agen hipoglikemik oral dan pengobatan insulin, dan pendidikan manajemen diri
diabetes. pemberdayaan pasien merupakan target yang signifikan dalam pendidikan pasien
dan perawatan untuk pengelolaan diabetes

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Keluarga pasien dan dukungan sosial sangat penting untuk manajemen perawatan diri.
Keluarga secara langsung mempengaruhi keadaan psikologis dan perilaku perawatan diri
diabetes individu dengan diabetes. dukungan sosial pada individu dengan diabetes
menyebabkan kontrol glikemik yang lebih baik, meningkatkan kepatuhan terhadap rejimen
pengobatan, dan meningkatkan perilaku perawatan diri diabetes, yang menjadikannya variabel
penting dalam manajemen diabetes. Dukungan sosial dipengaruhi oleh budaya, dengan
demikian pengaruh dukungan sosial pada individu dengan diabetes harus diperiksa
berdasarkan budaya. Sejumlah penelitian terbatas meneliti efek dukungan sosial pada
pengobatan individu dengan diabetes tipe 2 di Turki. Dalam dua penelitian pada individu
dengan diabetes tipe 2 di Turki, ditemukan bahwa perilaku perawatan diri meningkat seiring
dengan peningkatan dukungan sosial yang dirasakan

Implikasi dan Rekomendasi:


Oleh karena itu dalam artikel menunjukkan bahwa pasien yang merasa diberdayakan
menunjukkan peningkatan tingkat kontrol glikemik dan meningkatkan perilaku perawatan diri
diabetes mereka. Ditemukan bahwa dukungan sosial meningkatkan perilaku perawatan diri
diabetes individu dengan diabetes tetapi tidak terkait dengan kontrol glikemik. Ketika
penggunaan insulin meningkat dalam pengobatan diabetes, adaptasi individu diabetes terhadap
diet, frekuensi pemantauan glukosa darah, dan perawatan kaki meningkat. Dimensi dukungan
dan pemberdayaan sosial harus diperhitungkan ketika merencanakan intervensi untuk
meningkatkan perilaku perawatan diri individu dengan diabetes tipe 2 serta kontrol glikemik.
Dapat dikatakan bahwa teori berbasis pemberdayaan harus digunakan untuk pengelolaan
penyakit kronis seperti diabetes. Harus diingat bahwa pasien diabetes sering mengurangi
aktivitas fisik mereka karena peningkatan komplikasi kronis yang terkait dengan penyakit;
untuk tujuan ini, pasien harus diinstruksikan dalam latihan yang tepat. Uji coba terkontrol
secara acak untuk mengungkapkan efek pemberdayaan dan perawatan sosial pada perilaku
perawatan diri dan kontrol glikemik harus dilakukan. Ketika melatih individu dengan diabetes,
pendekatan yang realistis dan budaya tertentu untuk perilaku mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari mengenai dukungan sosial, dan pemberdayaan harus digunakan.

ARTIKEL 4
Judul artikel : Effect of Diabetes Education Through Pattern Management on Self-Care and
Self-Efficacy in Patients with Type 2 Diabetes
Sumber artikel : International Journal of Environmental Research and Public Health
Tanggal akses : diakses pada 5 oktober 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Effect of Diabetes Education Through Pattern Management on Self-Care and Self-
Efficacy in Patients with Type 2 Diabetes
2. Abstract : Penelitian ini menyelidiki pengaruh penerapan program pendidikan diabetes
yang disesuaikan melalui manajemen pola (PM), menggunakan hasil sistem pemantauan
glukosa berkelanjutan (CGMS), pada perilaku perawatan diri individu dan efikasi diri
pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pasien dengan diabetes tipe 2 yang belum pernah
menerima pendidikan diabetes, terdaftar dari Maret hingga September 2017, secara
berurutan ditugaskan untuk pendidikan PM atau kelompok kontrol. Pada kelompok
pendidikan PM, tes CGMS pertama kali dilakukan satu minggu sebelum pendidikan
diabetes dan diulang tiga kali oleh PM untuk mendapatkan data tentang perilaku
perawatan diri dan efikasi diri. Hasil ini kemudian dibandingkan sebelum dan sesudah
pendidikan pada tiga dan enam bulan. Kelompok kontrol menerima pendidikan diabetes
tradisional. Self-efficacy menunjukkan interaksi yang signifikan secara statistik antara
kedua kelompok dari waktu ke waktu, menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
tingkat self-efficacy antara pendidikan PM dan kelompok kontrol. Edukasi diabetes oleh
PM menggunakan analisis hasil CGMS meningkatkan kebiasaan hidup dengan pengaruh
positif pada perilaku perawatan diri dan efikasi diri untuk manajemen diabetes. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk lebih mengembangkan dan menerapkan program pendidikan
diabetes individu untuk mempertahankan efek perilaku perawatan diri dan efikasi diri
pada pasien diabetes yang mengalami penurunan efikasi diri setelah tiga bulan
pendidikan.
3. Introduction: Diabetes, salah satu dari empat penyakit tidak menular utama, didefinisikan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai masalah kesehatan masyarakat dengan
peningkatan insiden dan peningkatan jumlah pasien dalam beberapa dekade terakhir.
Menurut laporan global diabetes dari WHO, 1.500.000 orang meninggal karena diabetes
pada tahun 2012, dan tambahan 2.200.000 orang meninggal karena peningkatan risiko
penyakit kardiovaskular dan penyakit lain dari disglikemia. Meskipun perkembangan
diabetes tipe 2 sebagian besar disebabkan oleh kebiasaan hidup yang tidak tepat, termasuk
hipertensi, obesitas, dan hiperkolesterolemia, sebagian besar pasien diabetes tidak
melakukan perilaku perawatan diri, seperti perubahan pola makan, olahraga, pemantauan
glukosa darah sendiri . SMBG), dan perawatan kaki. Selain itu, banyak pasien gagal untuk
menyadari pentingnya manajemen lanjutan dan fakta bahwa perilaku perawatan diri yang
aktif dan berkelanjutan dapat membantu dalam pencegahan diabetes komplikasi.
4. Method: Studi Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest kelompok kontrol
nonequivalent untuk menguji efek Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest
kelompok kontrol nonequivalent untuk menguji efek pendidikan diabetes berbasis PM
menggunakan hasil CGMS pasien diabetes. Pasien dengan diabetes tipe 2 yang
mengunjungi Departemen Endokrinologi di Rumah Sakit Umum B, Gyeonggi, antara
Maret 2017 dan September 2017 dan yang memberikan persetujuan tertulis untuk
partisipasi studi terdaftar ke dalam pendidikan PM atau kelompok kontrol. Program G
Power 3.1 digunakan untuk menghitung ukuran sampel yang diperlukan untuk
pengukuran berulang analisis varians (ANOVA) dengan tingkat signifikansi 0,05,
kekuatan 0,95, dan ukuran efek 0,25, sehingga total diperlukan 44 subjek.
5. Results: Ada 60 subjek, secara keseluruhan, dengan 30 masing-masing di kelompok PM
dan kontrol. Kelompok pendidikan dan kontrol PM tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada semua variabel; sehingga memenuhi persyaratan homogenitas
karakteristik umum.
6. Discussion: Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dasar pengembangan diabetes
yang disesuaikan program pendidikan dengan menyelidiki pengaruh pendidikan diabetes
berbasis PM memanfaatkan CGMS hasil, pada perilaku perawatan diri dan self-efficacy
pasien dengan diabetes tipe 2. Dengan perubahan perilaku perawatan diri setelah
pendidikan diabetes berbasis PM memanfaatkan hasil CGMS, Kelompok PM
menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan kelompok kontrol—dengan kata lain,
positif perubahan perilaku perawatan diri diamati pada kelompok PM. Ini konsisten
dengan sebelumnya temuan bahwa perilaku perawatan diri meningkat setelah program
pendidikan diabetes. Diantara sub-domain, perilaku perawatan diri terkait pengobatan
meningkat meskipun perbedaan antar kelompok tidak signifikan. Hal ini serupa dengan
temuan sebelumnya bahwa pengalaman program pendidikan mempengaruhi perilaku
perawatan diri terkait pengobatan dalam penyakit terkait gaya hidup. Kedua kelompok
belajar tentang diabetes dan komplikasinya dan menyadari perlunya pengobatan melalui
diabetes program pendidikan; oleh karena itu, perubahan dalam perilaku perawatan diri
terkait pengobatan dinilai dari waktu ke waktu waktu tidak signifikan.
7. Global Issues:
 Self-efficacy meningkat ketika penderita diabetes berpartisipasi dalam perencanaan
pengobatan, secara aktif belajar tentang penyakit, mengeksplorasi perasaan penyakit,
dan memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk beradaptasi.
 Diabetes pasien dengan efikasi diri tinggi diketahui melakukan lebih banyak perilaku
perawatan diri, yang berpotensi mencegah komplikasi diabetes dan meningkatkan
kualitas hidup.
 Tingkat yang lebih tinggi dari perilaku perawatan diri dan self-efficacy pada kelompok
PM dibandingkan pada kelompok kontrol dan mengkonfirmasi efek dari PM
menggunakan hasil CGMS.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Ketika perbedaan kelompok dalam perubahan self-efficacy diuji, interaksi antara waktu dan
dan kelompok signifikan secara statistik; dengan kata lain, perubahan efikasi diri menunjukkan
bahwa suatu kelompok signifikan secara statistik; dengan kata lain, perubahan efikasi diri
menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok PM dan kontrol.
Skor untuk self-efficacy perbedaan yang signifikan secara statistik antara PM dan kelompok
kontrol. Skor untuk efikasi diri meningkat lebih banyak sebesar 0,51 pada kelompok PM bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol, tiga bulan meningkat lebih banyak sebesar 0,51 pada
kelompok PM bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, tiga bulan setelah pendidikan
diabetes berbasis PM. Enam bulan setelah program pendidikan, perbedaannya setelah
pendidikan diabetes berbasis PM. Enam bulan setelah program pendidikan, selisih penurunan
antara kedua kelompok hanya sebesar 0,04, hampir sama. Kesimpulannya, penurunan efikasi
diri antara kedua kelompok hanya sebesar 0,04, hampir identik. Kesimpulannya, self-efficacy
meningkat lebih pada kelompok PM dibandingkan pada kelompok kontrol.
Implikasi dan Rekomendasi:
 Perubahan perilaku perawatan diri setelah pendidikan diabetes berbasis PM
memanfaatkan hasil CGMS, Kelompok PM menunjukkan perbaikan dibandingkan
dengan kelompok kontrol—dengan kata lain, positif perubahan perilaku perawatan diri
diamati pada kelompok PM. Ini konsisten dengan sebelumnya temuan bahwa perilaku
perawatan diri meningkat setelah program pendidikan diabetes.
 Pengalaman program pendidikan mempengaruhi perilaku perawatan diri terkait
pengobatan dalam penyakit terkait gaya hidup. Kedua kelompok belajar tentang
diabetes dan komplikasinya dan menyadari perlunya pengobatan melalui diabetes
program pendidikan; oleh karena itu, perubahan dalam perilaku perawatan diri terkait
pengobatan dinilai dari waktu ke waktu waktu tidak signifikan.

ARTIKEL 5
Judul artikel : Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West Ethiopia
Sumber artikel :Jurnal BMC Research Notes
Tanggal akses :16 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West Ethiopia
2. Abstract : Perawatan diabetes adalah kompleks dan membutuhkan banyak masalah, di luar
kendali glikemik, ditangani. Standar Perawatan Diabetes Association (ADA) Te Ameri
can dimaksudkan untuk memberikan komponen perawatan diabetes, tujuan perawatan
umum, dan alat untuk mengevaluasi kualitas perawatan kepada dokter, pasien, peneliti,
pembayar, dan individu lain yang tertarik. Rencana manajemen harus mengakui
pendidikan manajemen diri diabetes (DSME) dan dukungan diabetes berkelanjutan
sebagai komponen integral dari perawatan.
3. Introduction: Menurut update International Diabetes Federation (IDF) 2017, pada akhir
tahun 2017 akan terjadi 4 juta kematian akibat diabetes dan komplikasinya. Bersamaan
dengan penyakit tidak menular lainnya, diabetes meningkat paling mencolok di kota-kota
negara berpenghasilan rendah dan menengah. Te IDF Asia Tenggara dan Barat Wilayah
Pasifik berada di pusat krisis diabetes: Cina sendiri memiliki 121 juta penderita diabetes
dan populasi diabetes India berjumlah 74 juta. Wilayah Afrika, Timur Tengah dan Afrika
Utara dan Asia Tenggara diperkirakan akan menghadapi kenaikan tertinggi dalam 28
tahun ke depan. Orang-orang dari wilayah ini mengembangkan penyakit lebih awal,
menjadi lebih sakit dan mati lebih cepat daripada rekan-rekan mereka di negara-negara
kaya. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti usia yang
lebih tua, berjenis kelamin laki-laki, kurangnya dukungan keluarga/sosial, kurangnya
pendidikan, kurangnya pengetahuan tentang diabetes, adanya komplikasi, pengangguran,
kepatuhan yang buruk, kurangnya akses untuk glukometer ketidakpatuhan diet dan
olahraga secara signifikan terkait dengan praktik perawatan diri yang buruk.
4. Method: penelitian Pasien diabetes dewasa yang aktif mengikuti di klinik DM selama
masa penelitian, Rumah Sakit Rujukan Nekemte. Studi cross-sectional berbasis fasilitas
dilakukan dari 20 Februari hingga 20 Mei 2016. sampel Ukuran sampel yang diperlukan
ditentukan dengan mempertimbangkan asumsi berikut untuk kuesioner wawancara.
Semua pasien diabetes dewasa usia lebih dari atau sama dengan 15 tahun yang menghadiri
departemen perawatan kronis untuk perawatan diabetes setidaknya selama 1 tahun
dimasukkan sementara pasien diabetes yang sakit kritis, psikotik dan / atau tidak dapat
berkomunikasi dengan data kolektor karena gangguan medis yang mendasari lainnya
dikeluarkan. Untuk mengumpulkan data primer, kuesioner dan wawancara digunakan
dalam penelitian ini.
5. Results: Sebanyak 252 peserta penelitian dilibatkan dalam penelitian ini, 54,8% di
antaranya adalah laki-laki. Dari peserta lebih dari setengah 150 (59,5%) memiliki kontrol
glikemik yang buruk dan 153 (60,7%) dari peserta memiliki perawatan diri yang baik.
Mayoritas peserta penelitian 209 (82,9%) memiliki perawatan kaki yang memadai dan
lebih dari setengahnya 175 (69,4%) dan 160 (63,5%) masing-masing memiliki rencana
diet dan manajemen olahraga yang memadai. Namun dari total pasien diabetes hanya 38
(15,1%) yang memiliki praktik pemeriksaan glukosa darah yang memadai. Pada analisis
logistik multivariabel praktik perawatan diri yang buruk lebih mungkin terjadi di antara
pasien laki-laki (AOR=5,551, 95% CI=2.055–14.997, p=0.001).
6. Discussion: Pemantauan diri terhadap kontrol glikemik merupakan landasan perawatan
diabetes yang dapat memastikan partisipasi pasien dalam mencapai dan mempertahankan
target glikemik tertentu. Pemantauan diri memberikan informasi tentang status glikemik
saat ini, memungkinkan untuk penilaian terapi dan membimbing penyesuaian dalam diet,
olahraga dan obat-obatan untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal. Studi ini
menunjukkan bahwa pasien pria 5,551 kali lebih mungkin memiliki praktik perawatan diri
yang buruk dibandingkan dengan pasien wanita. Temuan ini konsisten dengan yang
dilaporkan oleh penelitian lain dari Rumah Sakit Khusus Tikur Anbesa, Nigeria dan
Bangla desh. Perbedaan gender ini menunjukkan adanya perbedaan kesadaran akan
praktik perawatan diri dan komitmen untuk mematuhi praktik perawatan diri, sehingga
pendidikan tentang praktik perawatan diri harus diberikan kepada semua pasien diabetes.
7. Global Issues: Data tentang diabetes dan pengetahuan perawatan diri dilaporkan sendiri;
metode ini memiliki kelemahan mengingat bias dan hanya memunculkan tanggapan yang
dapat diterima secara sosial dan karenanya, dapat menyebabkan perkiraan yang berlebihan
dari beberapa hasil. Masa studi mungkin singkat tetapi semua pasien diabetes yang datang
ke rumah sakit dalam masa studi dan memenuhi kriteria inklusi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Praktek perawatan diri mengacu pada perilaku seperti mengikuti rencana diet, peningkatan
olahraga, tes glukosa darah sendiri, dan perawatan kaki. Rincian tentang aktivitas perawatan
diri dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner Ringkasan Aktivitas Perawatan Diri
Diabetes setelah perubahan kecil dilakukan agar sesuai dengan konteks Ethiopia. Empat
domain (diet, olahraga, perawatan kaki dan tes glukosa darah) dari praktik perawatan diri
digunakan untuk menilai praktik perawatan diri pasien diabetes terhadap diabetes. Untuk
semua domain, frekuensi aktivitas perawatan diri dalam 7 hari terakhir diukur. Untuk setiap
domain rata-rata dihitung dan dikategorikan sebagai cukup untuk skor di atas nilai rata-rata
dan tidak memuaskan untuk skor kurang dari nilai rata-rata dan disajikan sebagai tabel dalam
hasil.

Implikasi dan Rekomendasi:

 Kontrol glikemik Kontrol glikemik dinilai dengan menggunakan kadar Glukosa Darah
Puasa (FBG). Rekomendasi glikemik untuk orang dewasa yang tidak hamil adalah antara
70 dan 130 mg/dl, ketika FBG pasien melebihi nilai ini, kami dianggap sebagai kontrol
glikemik yang buruk menurut ADA

 Tes Pengetahuan Diabetes (DKT) digunakan untuk menilai pemahaman umum pasien
diabetes tentang penyakit mereka dan rekomendasi pengobatan. Te DKT dikembangkan
dan diuji reliabilitas dan validitasnya oleh para sarjana Universitas Michigan dan
diadaptasi untuk konteks Ethiopia.

ARTIKEL 6
Judul artikel : Predictors of Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care
Among Type-2 Diabetes Patients
Sumber artikel : Google Scholar
Tanggal akses : 05 oktober 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Predictors of Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care Among
Type-2 Diabetes Patients
2. Abstract : Pengetahuan yang memadai, kesadaran, dan kepatuhan terhadap praktik
perawatan diri diabetes adalah alat penting untuk melindungi pasien dari risiko komplikasi
penyakit, mengembangkan komorbiditas dan kematian. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk menilai domain spesifik dari praktik perawatan diri diabetes dan faktor
terkait di antara pasien dengan diabetes tipe-2 di Rumah Sakit Khusus Komprehensif
Universitas Hawassa, negara bagian Sidama.
3. Introduction: Menurut prediksi laporan Federasi Diabetes Internasional (IDF), 578 juta
orang (10,2% dari populasi) akan menderita diabetes pada tahun 2030. Jumlah itu akan
meningkat menjadi 700 juta (10,9%) pada tahun 2045. 1 Selain itu, lebih dari 4 juta orang
meninggal di antara pasien berusia 20 hingga 79 tahun pada tahun 2019 karena diabetes
dan komplikasinya. Kualitas hidup dan harapan hidup menjadi lebih rendah karena DM
dan hal itu menjadi predisposisi beban ekonomi yang besar pada pasien dan sistem
perawatan kesehatan secara langsung atau tidak langsung. 5-7 Di Afrika, diperkirakan
USD 2,8 miliar dihabiskan untuk pengeluaran perawatan kesehatan pada tahun 2011
karena diabetes dan ini diperkirakan akan meningkat 61% pada tahun 2030.8 Di sub
Sahara Afrika, diabetes sangat meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, kerusakan
ginjal, kebutaan, kerusakan saraf yang menyebabkan amputasi, dan mengurangi harapan
hidup. Kepatuhan terhadap praktik perawatan diri di antara pasien diabetes sangat penting
untuk membatasi sifat kompleks penyakit dalam konteks sosial.
4. Method: Desain studi cross-sectional berbasis rumah sakit dilakukan pada 217 pasien
dengan diabetes tipe 2 dari 01 Januari hingga 30 April 2020. Kuesioner terstruktur dan
alat Ringkasan Aktivitas Perawatan Diri Diabetes (SDSCA) digunakan untuk
mengumpulkan data yang relevan melalui administrasi pewawancara. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 23.
5. Results: Sebanyak 207 pasien dengan diabetes tipe-2 berpartisipasi dalam penelitian
dengan tingkat respons 95%. Secara keseluruhan 47,8% (95% CI: 41,2-55) pasien
mematuhi praktik perawatan diri diabetes. Mengenai domain spesifik praktik perawatan
diri, 54,6%, 39,1%, 28%, dan 65,2% pasien mematuhi diet sehat, latihan fisik,
pemantauan glukosa darah sendiri (SMBG), dan praktik perawatan kaki diabetik, masing-
masing . Selain itu, semua pasien menerima setidaknya 80% dari dosis yang ditentukan
dan frekuensi agen anti-diabetes dan 60,4% memiliki kontrol glikemik yang baik.
Penerimaan saran dari dokter yang merawat dan tidak memiliki riwayat keluarga diabetes
secara signifikan terkait dengan kepatuhan terhadap makan makanan yang sehat,
perawatan kaki diabetik, dan SMGD. Sedangkan jenis kelamin laki-laki berhubungan
dengan kepatuhan terhadap pengelolaan pola makan yang sehat. Selain itu, memiliki
glukometer, usia, jenis kelamin laki-laki, durasi diabetes 5 tahun, dan modalitas
pengobatan anti-diabetes dikaitkan dengan kepatuhan terhadap SMGD.
6. Discussion: Diabetes adalah salah satu penyakit tidak menular yang konsekuensi
perkembangan komplikasi kesehatan yang berbeda.Oleh karena itu, kepatuhan terhadap
perawatan diri diabetes sangat penting untuk membatasi dan mengelola risiko
berkembangnya komorbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes. Dalam penelitian ini,
penulis terutama berfokus pada penilaian kepatuhan 5 domain perawatan diri diabetes
seperti SMGD, obat anti-diabetes, latihan fisik, perawatan kaki diabetik. , dan asupan diet
sehat yang direkomendasikan. Dalam penelitian ini, 47,8% (95% CI: 41,2-55) peserta
mematuhi perawatan diri diabetes secara keseluruhan.Temuan itu sebanding dengan
prevalensi gabungan kepatuhan terhadap perawatan diri diabetes di antara pasien DM
tipe-2 di Ethiopia, yaitu 49% (95% CI: 43-56), dan hampir sebanding dengan penelitian
yang dilakukan di Mekelle, Ethiopia Utara, yaitu 51%. 24 Namun, tingkat kepatuhan yang
tidak konsisten terhadap perawatan diri diabetes dilaporkan oleh penelitian yang berbeda
seperti 41,2% di Arbaminch, Ethiopia Selatan, 60,3% di Addis Ababa, Ethiopia, 20 54,5%
di Showa Barat, Ethiopia, 38,1% di Harar dan Dire Dawa, Ethiopia Timur, 26 42% di
Gauteng, Afrika Selatan, 28,4% di Bahir Dar, Ethiopia Barat Laut, dan 43,7% di Filipina.
Variasi ini mungkin dikaitkan dengan perbedaan ukuran sampel, penyediaan informasi
mengenai perawatan diri diabetes, dan tingkat klasifikasi perawatan diri antara studi.
Dalam penelitian ini, kepatuhan terhadap manajemen diet sehat yang direkomendasikan
adalah 54,6%. Temuan ini hampir sebanding dengan penelitian yang dilakukan di Dilla,
Ethiopia Selatan, 49,7%, 30 laporan meta-analisis pasien DM di Ethiopia, 50% (95% CI:
42-58 ) dan Filipina, 50%.
7. Global Issues: Penelitian ini berfokus pada desain cross-sectional dan memiliki batasan
pada kesimpulan kausalitas pola kepatuhan. Sebagian besar evaluasi kepatuhan
mengandalkan laporan dan aktivitas diri, ini mungkin rentan terhadap bias.Penelitian
dilakukan di satu institusi kesehatan dan pasien diabetes tipe-2, sehingga temuan ini tidak
dapat digeneralisasikan untuk semua pasien diabetes secara keseluruhan. Penelitian ini
hanya menilai tingkat kepatuhan minum obat antidiabetes, tetapi tidak menilai pengobatan
penyakit penyerta seperti hipertensi, masalah jantung, dan lain-lain.
Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:
American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan kinerja latihan fisik setidaknya
150 menit/minggu aktivitas fisik aerobik sedang.Variasi tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan usia untuk melakukan latihan fisik, kurangnya pengetahuan yang memadai tentang
pentingnya aktivitas fisik, kurangnya akses hiburan dan motivasi individu untuk melakukan
latihan fisik. Lebih lanjut, sebuah penelitian dari Delhi melaporkan bahwa ketidakpatuhan
terhadap olahraga ditemukan biasanya tidak berhubungan dengan faktor sosio-demografis dan
sebagian besar pasien menghubungkannya dengan patologi klinis terutama nyeri sendi lutut.
Dalam penelitian ini, pasien yang memiliki glukometer dengan strip dan pasien yang
menerima saran tentang latihan fisik dari dokter yang merawat mereka lebih mungkin untuk
memiliki kepatuhan yang baik terhadap latihan fisik daripada rekan-rekan mereka. Selain itu,
penciptaan kesadaran terutama pada berbagai jenis kinerja aktivitas fisik dan memilih latihan
tertentu disarankan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan.

Implikasi dan Rekomendasi:


 Kepatuhan: sejauh mana perilaku seseorang tentang minum obat, mengikuti diet, dan/atau
melakukan perubahan gaya hidup, sesuai dengan rekomendasi yang disepakati dari
penyedia layanan kesehatan.
 Kepatuhan terhadap aktivitas fisik: melakukan setidaknya 30 menit aktivitas fisik sedang-
intensif per hari dan setidaknya 3 hari per minggu
 Kepatuhan terhadap perawatan kaki diabetik: kepatuhan yang baik terhadap perawatan
kaki diabetik setiap hari berdasarkan perawatan kaki yang tepat termasuk kuku, perawatan
kulit , dan pemilihan alas kaki harian yang sesuai.

ARTIKEL 7
Judul artikel : Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of health care
Sumber artikel : Jurnal Diabetes Research and Clinical Practice
Tanggal akses : 17 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of health care
2. Abstract : Dari sejumlah kecil penelitian di bidang ini, sebagian besar telah dilakukan di
luar Amerika Utara. Penelitian Australia telah mendokumentasikan berbagai bentuk
stigma diabetes yang dilaporkan oleh orang dewasa dengan diabetes tipe 2, termasuk
perlakuan berbeda karena diabetes mereka, distereotipkan, disalahkan dan dihakimi oleh
orang lain atas diabetes mereka, dan terlibat dalam stigma diri, seperti menerapkan
stereotip ini. untuk diri mereka sendiri dan menyalahkan diri mereka sendiri untuk
diabetes mereka. Laporan ini tampak umum, sebagaimana dibuktikan dalam sampel
Australia dari 1.064 orang dewasa dengan diabetes tipe 2, di mana sekitar 1 dari 5 orang
dewasa mencetak lebih dari satu standar deviasi di atas rata-rata pada Diabetes Stigma
Assessment Scale-2 (saat ini satu-satunya ukuran komprehensif untuk menilai
pengalaman stigmatisasi pada orang dengan diabetes tipe 2). Pada tingkat item pada
ukuran ini, laporan stigma diabetes lebih tinggi (misalnya, sekitar 1 dari 3 orang dewasa
melaporkan 'ada kesalahan dan rasa malu seputar diabetes tipe 2). Bukti Australia
tambahan menemukan bahwa orang dewasa dengan diabetes tipe 2 (N = 456) yang
mengalami stigma diabetes melaporkan penilaian insulin yang lebih negatif, dengan
implikasi untuk inisiasi insulin tepat waktu, bahkan setelah memperhitungkan korelasi
lain yang diketahui, seperti tekanan spesifik diabetes dan diabetes sendiri.
3. Introduction: Etiologi dan komplikasi diabetes tipe 2 telah didokumentasikan dengan baik,
sebagai bukti bahwa aspek psikologis dari kondisi ini cukup besar dan dapat berdampak
negatif pada kesehatan dan kualitas hidup. Namun, perhatian yang diberikan pada stigma
masyarakat yang dihadapi penderita diabetes tipe 2 secara substansial kurang, dan
bagaimana stigma ini dapat memperburuk kesehatan fisik dan emosional mereka. Pada
tahun 2013, Federasi Diabetes Internasional mengidentifikasi stigma diabetes sebagai
masalah yang membutuhkan perhatian mendesak dan prioritas untuk ditangani. Meskipun
demikian, hanya ada sedikit penelitian yang meneliti stigma diabetes dan implikasinya
terhadap perawatan diri di antara orang-orang dengan diabetes tipe 2. Di Amerika Utara,
ada penelitian langka tentang topik ini. Dalam survei AS terhadap 12.000 orang dewasa
dengan diabetes tipe 2 (menggunakan serangkaian item tunggal), 52% merasa bahwa
menderita diabetes disertai dengan stigma sosial; setidaknya 1 dari 5 peserta setuju bahwa
persepsi orang lain tentang diabetes mereka berdampak negatif pada kehidupan emosional
dan manajemen diabetes mereka. Sementara bukti awal ini menunjukkan bahwa stigma
diabetes dianggap ada dan bermasalah di antara orang-orang dengan diabetes tipe 2,
banyak pertanyaan tetap ada di bidang studi yang relatif baru ini, seperti apakah, dan
sejauh mana, persepsi/pengalaman diabetes- stigma tertentu dapat mempengaruhi perilaku
perawatan diri diabetes atau kualitas dan pemanfaatan perawatan kesehatan.
4. Method: Orang dewasa AS dengan diabetes tipe 2 (N = 1,227) menyelesaikan kuesioner
laporan diri untuk menilai pengalaman mereka tentang stigma berat badan, stigma
diabetes, manajemen diri diabetes, tekanan spesifik diabetes, pemanfaatan layanan
kesehatan, persepsi perawatan kesehatan spesifik diabetes. Mereka juga memberikan
informasi sosiodemografi. Regresi linier memeriksa hubungan antara stigma dan
perawatan diri diabetes dan perawatan kesehatan terkait, mengontrol usia peserta,
pendidikan, pendapatan, jenis kelamin, ras/etnis, dan indeks massa tubuh.
5. Results: Stigma berat badan yang terinternalisasi dan stigma diri diabetes keduanya secara
signifikan terkait dengan tekanan spesifik diabetes yang lebih tinggi. Orang dewasa yang
mengekspresikan stigma diri untuk diabetes mereka melaporkan lebih sedikit manajemen
diri diabetes dan efikasi diri yang lebih rendah, dan mereka yang dilaporkan dinilai
tentang berat badan mereka oleh dokter menunjukkan penderitaan khusus diabetes yang
lebih besar. Sementara riwayat mengalami stigma berat badan (secara umum) tidak
mengurangi frekuensi mencari perawatan kesehatan, interaksi berkualitas rendah dengan
profesional perawatan kesehatan dilaporkan oleh orang dewasa yang mengekspresikan
stigma diri diabetes dan mereka yang mengalami stigma berat badan dari dokter.
Kesimpulan: Stigma diri untuk diabetes dan berat badan, serta mengalami penilaian
tentang berat badan dari dokter, mungkin memiliki implikasi negatif untuk perilaku
perawatan diri khusus diabetes dan kualitas perawatan kesehatan yang dirasakan. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan pada individu dengan diabetes tipe 2 perlu
mempertimbangkan pengurangan diabetes dan stigma berat badan dan konsekuensi yang
berpotensi berbahaya.
6. Discussion: Penelitian ini menanggapi seruan untuk meningkatkan perhatian terhadap
stigma di antara individu dengan diabetes tipe 2, dan mulai mengatasi kesenjangan dalam
bidang studi yang terabaikan ini dengan memeriksa stigma berat badan dan stigma
diabetes dalam kaitannya dengan
7. Global Issues:
 Internalisasi stigma berat badan dan stigma diri untuk diabetes mungkin memiliki
implikasi yang lebih negatif dan langsung untuk perilaku perawatan diri dan perawatan
kesehatan spesifik diabetes daripada memiliki riwayat mengalami diabetes atau stigma
berat badan
 Hubungan antara penilaian yang dirasakan tentang berat badan dari profesional
perawatan kesehatan dan kualitas perawatan kesehatan yang merugikan dan hasil
pengobatan, seperti kepercayaan yang lebih rendah pada profesional perawatan
kesehatan

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pada individu dengan diabetes tipe 2 perlu
mempertimbangkan dampak dari stigma diabetes dan stigma berat badan. Meskipun masih
banyak yang harus dipelajari tentang tingkat dan dampak dari kedua bentuk stigma ini pada
populasi ini, temuan kami menjelaskan implikasi potensial dari stigma yang dialami dan
diinternalisasi oleh individu dengan diabetes tipe 2 untuk perawatan diri diabetes mereka, self-
efficacy, kesusahan dan persepsi perawatan kesehatan. Isu-isu ini memerlukan perhatian yang
meningkat tidak hanya dalam penelitian, tetapi juga di antara para profesional perawatan
kesehatan dan dalam komunikasi kesehatan yang lebih luas, menyoroti pentingnya
mengidentifikasi cara untuk lebih mendukung individu dengan diabetes tipe 2, dan untuk
meminimalkan stigma dan konsekuensi yang berpotensi berbahaya.

Implikasi dan Rekomendasi:


Peran penting stigma diri yang berpotensi penting dalam tekanan dan perawatan diri khusus
diabetes. berat badan dan stigma diri diabetes secara signifikan terkait dengan tekanan spesifik
diabetes yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa menyalahkan diri sendiri atas berat badan atau
diabetes dapat berkontribusi pada peningkatan tekanan emosional terkait diabetes.

ARTIKEL 8
Judul artikel : Factors related to self-care behaviours among patients with diabetic foot ulcers
Sumber artikel : Journal of Clinical Nursing
Tanggal akses : 13 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Factors related to self-care behaviours among patients with diabetic foot ulcers
2. Abstract : Diabetes saat ini merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang
mempengaruhi 9,4% dari populasi AS dan menyebabkan berbagai komplikasi (CDC,
2017). Ulkus kaki diabetik (DFU) merupakan salah satu komplikasi utama yang dialami
oleh 15% -25% pasien diabetes setidaknya sekali dalam seumur hidup mereka (Chen et
al., 2015; Hobizal & Wukich, 2012). DFU disebabkan oleh kondisi, seperti neuropati,
iskemia, tekanan dan hipertensi vena, dan merupakan masalah kronis dengan tingkat
kekambuhan hingga 59% (Lavery et al., 2016). Selain itu, tingkat amputasi pasien dengan
DFU adalah 34%, dan ketika berkembang menjadi necrotising fasciitis, tingkat amputasi
ekstremitas bawah adalah 72,4%.
3. Introduction: Perilaku perawatan diri terkait dengan kualitas hidup pasien diabetes, dan
penting untuk mengetahui faktor-faktor terkait untuk meningkatkannya (Bai, Chiou, &
Chang, 2009; Jannoo, Wah, Lazim, & Hassali, 2017). Item rinci untuk mengukur perilaku
perawatan diri pasien diabetes termasuk diet umum, perawatan kaki, pemantauan glukosa
darah , kepatuhan pengobatan diabetes dan aktivitas fisik. Penelitian sebelumnya telah
menemukan bahwa perilaku perawatan diri pasien diabetes dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi, pekerjaan, kehadiran pemberi mobil, efikasi diri, jenis mekanisme koping dan
keterlibatan keluarga (Albai et al., 2017; Bouldin et al., 2017; Chin, Huang, Hsu, Weng, &
Wang, 2019; Devarajooh & Chinna, 2017; Pamungkas, Chamroonsawasdi, &
Vatanasomboon, 2017). Secara khusus, ada berbagai penelitian yang berfokus pada
pengaruh stres dan strategi koping terhadap perilaku perawatan diri penderita diabetes.
Penderita diabetes mengalami stres karena keterbatasan asupan makanan dan kalori untuk
mencegah kenaikan berat badan.
4. Method: : Dari Juli-Agustus 2018, 131 pasien rawat jalan dan rawat inap dengan ulkus
kaki diabetik diberikan kuesioner survei mengenai perilaku perawatan diri dan faktor-
faktor yang diharapkan terkait di dua rumah sakit Korea. Dalam penelitian ini, perilaku
perawatan diri adalah manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik. Demografi,
karakteristik terkait penyakit dan laboratorium dikumpulkan. Data dianalisis dalam bentuk
statistik deskriptif, t , ANOVA, koefisien korelasi Pearson dan regresi berganda bertahap.
Daftar periksa STROBE digunakan sebagai pedoman untuk penelitian ini.
5. Results: Ditemukan perilaku perawatan diri tingkat sedang. Analisis regresi berganda
bertahap mengungkapkan bahwa manajemen diabetes secara signifikan terkait dengan
dukungan keluarga yang dirasakan, pengalaman pendidikan diabetes, stres yang
dirasakan, gaya koping yang berfokus pada masalah, pengalaman rawat inap dan
komorbiditas. Selanjutnya, perawatan kaki diabetik secara signifikan terkait dengan
pengalaman pendidikan diabetes, dukungan keluarga yang dirasakan, dan tingkat serum
tingkat sedimentasi eritrosit dan hemoglobin A1C.
6. Discussion: Studi ini memberikan data yang berguna untuk memahami perilaku perawatan
diri jumlah pasien DFU dan informasi penting untuk pengembangan intervensi
keperawatan untuk meningkatkannya. Berdasarkan temuan ini penelitian, disarankan agar
ada program untuk meningkatkan dukungan anggota keluarga atau pengembangan
pendidikan diabetes berbasis keluarga adalah diperlukan untuk mempromosikan perilaku
perawatan diri pasien DFU. Pendidikan akan lebih efektif jika berfokus pada praktik diet,
latihan fisik dan perawatan kaki, seperti yang ditunjukkan bahwa peserta dalam penelitian
ini tidak cukup terlibat dalam praktik ini. Pelajaran ini menunjukkan minat awal dalam
perilaku perawatan diri pasien DFU dan mengungkapkan informasi dasar tentang topik
ini. Perilaku perawatan diri pasien DFU harus diselidiki lebih lanjut dalam kaitannya
dengan berbagai faktor dalam studi selanjutnya. Berdasarkan studi masa depan ini,
intervensi yang berguna harus dikembangkan untuk meningkatkan perawatan diri perilaku
pasien dengan DFU.
7. Global Issues:
 Penderita diabetes mengalami stres karena keterbatasan asupan makanan dan kalori
untuk mencegah kenaikan berat badan
 Perilaku perawatan diri pasien ulkus kaki diabetik (DFU) perlu diamati dan dipelajari
secara terpisah dari pada pasien diabetes
 Perilaku perawatan diri pasien dengan DFU harus dipertimbangkan dalam dua aspek,
yaitu manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik.Berdasarkan penelitian ini,
kedua domain umumnya dipengaruhi oleh pendidikan diabetes dan dukungan keluarga
yang dirasakan.Penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan faktor-faktor ini
ketika mereka mempersiapkan dan memberikan intervensi untuk pasien dengan DFU.
Pendidikan diabetes berbasis keluarga akan lebih efektif dalam mempromosikan
perilaku perawatan diri pasien DFU.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Dukungan keluarga yang dirasakan dan pengalaman pendidikan diabetes adalah faktor terkait
utama dalam manajemen diabetes dan diabetes perawatan kaki pasien DFU dalam penelitian
ini. Ini menunjukkan bahwa diabetes pendidikan sangat diperlukan untuk pasien yang
menderita komplikasi diabetes. Edukasi diabetes harus terus menerus dan berulang kali
dilakukan untuk mempromosikan perilaku perawatan diri. Selain itu, diharapkan adanya
program untuk meningkatkan keakraban dan dukungan anggota keluarga dan pendidikan
diabetes untuk unit keluarga akan efektif untuk perilaku perawatan diri pasien dengan DFU.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, instrumen yang digunakan untuk
mengukur perawatan kaki diabetik tidak canggih dan cukup diverifikasi. Dengan tidak adanya
alat yang tepat untuk memenuhi tujuan penelitian ini, instrumen yang dibuat oleh peneliti
dalam penelitian ini berdasarkan rekomendasi dari Korean Diabetes Asosiasi digunakan.
Kedua, tes darah tidak dilakukan untuk ini studi, dan hasil tes ini dikumpulkan melalui review
dari hasil tes yang ada. Jadi, jumlah sampel per karakteristik tidak konstan dan tanggal
pemeriksaan berbeda. Pasien dengan DFU menunjukkan tingkat perawatan diri yang moderat
perilaku. Selain itu, beberapa faktor yang berhubungan dengan perawatan diri perilaku pasien
ini diidentifikasi. Penyedia layanan kesehatan harus mengamati dengan cermat perilaku
perawatan diri pasien DFU, dan profesional kesehatan harus mempertimbangkan faktor-faktor
utama yang relevan disarankan dalam penelitian ini untuk meningkatkan perilaku perawatan
diri mereka.

Implikasi dan Rekomendasi:


 Perilaku perawatan diri terdiri dari manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik.
Untuk mengukur derajat manajemen diabetes, instrumen yang dikembangkan oleh Kim
(1998) digunakan. Instrumen mencakup 20 item seperti praktik diet, kepatuhan minum
obat, latihan fisik dan tes glukosa yang dilakukan untuk manajemen diabetes
 Membuat instrumen berdasarkan rekomendasi dari Asosiasi Diabetes Korea; periksa
kaki dan sepatu, jangan membasuh kaki dengan air panas, jangan merendam kaki
dalam air terlalu lama dan jangan menggosok terlalu keras, oleskan krim atau losion
pelembab pada kaki kecuali sela-sela jari kaki, jangan berjalan tanpa alas kaki, jangan
merokok, jauhkan kaki dari sumber panas seperti kompor, kenakan kaus kaki katun
lembut dan wol yang tidak pas di kaki dan jangan menghilangkan kapalan sendiri
dengan alat tajam

ARTIKEL 9
Judul artikel : Type 2 Diabetes Patients Perspective, Experiences, and BarriersToward
Diabetes Related Self Care
Sumber artikel : Jurnal Frontier in Endrocinology
Tanggal akses : 10 September 2022
Hasil analisis dengan critical appraisal:
1. Judul : Type 2 Diabetes Patients Perspective, Experiences, and BarriersToward Diabetes
Related Self Care
2. Abstract : Kepatuhan terhadap aktivitas perawatan diri diabetes yang direkomendasikan
penting dalam mencapai kontrol glikemik yang diinginkan dan mengurangi komplikasi
terkait diabetes. Meskipun manfaat klinis yang diketahui terkait dengan aktivitas
perawatan diri diabetes, sejumlah penelitian melaporkan kepatuhan yang buruk terhadap
praktik perawatan diri terkait diabetes yang direkomendasikan). Kepatuhan terhadap
perawatan diri tergantung pada perilaku gaya hidup pasien, seperti mengadopsi praktik
makan sehat dan aktivitas fisik. Pengetahuan penyakit yang tidak memadai; komunikasi
yang buruk dengan penyedia layanan kesehatan; dan faktor psikologis, seperti depresi,
sering dilaporkan sebagai hambatan untuk perawatan diri yang direkomendasikan.
Pendidikan perawatan diri, dukungan keluarga, dan keterampilan memecahkan masalah
biasanya merupakan fasilitator yang disarankan untuk meningkatkan praktik perawatan
diri diabetes pada penderita diabetes
3. Introduction: Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu masalah perawatan kesehatan yang
paling menantang di abad kedua puluh satu. Diabetes tipe 2 (T2DM) adalah bentuk paling
umum dari diabetes dan mempengaruhi lebih dari 90% orang dengan diabetes. Selain pre-
disposisi genetik, aktivitas fisik, obesitas, dan kebiasaan makan yang tidak sehat
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk DMT2. Di Pakistan, tingkat prevalensi
diabetes saat ini 6,9%, tetapi diproyeksikan mencapai 15% pada tahun 2040, memberikan
Pakistan prevalensi diabetes tertinggi keempat secara global. Praktik perawatan diri telah
berkorelasi positif dengan kontrol glikemik yang baik dan pengurangan yang signifikan
dalam perkembangan dan perkembangan komplikasi yang terkait dengan diabetes. Praktik
perawatan diri terkait diabetes termasuk makan sehat, aktif secara fisik, pemantauan
glukosa darah sendiri, dan minum obat yang diresepkan secarateratur.
4. Method: Orang dewasa Pakistan dengan DMT2 direkrut dari departemen rawat jalan di
dua rumah sakit di Lahore. Wawancara semi terstruktur dilakukan dan direkam sampai
kejenuhan tematik tercapai. Dua peneliti secara tematis menganalisis data secara
independen menggunakan perangkat lunak NVivo ® dengan perbedaan diselesaikan oleh
peneliti ketiga
5. Results: Tiga puluh dua orang dewasa Pakistan (berusia 35-75 tahun, 62% perempuan)
berpartisipasi dalam penelitian ini. Enam tema diidentifikasi dari analisis kualitatif: peran
keluarga dan teman, peran dokter dan perawatan kesehatan, pemahaman pasien tentang
diabetes, komplikasi diabetes dan penyakit penyerta lainnya, beban perawatan diri, dan
keadaan hidup. Sebuah pengalaman variabel diamati dengan pendidikan dan kesehatan.
Konseling oleh penyedia layanan kesehatan, dukungan keluarga, dan ketakutan akan
komplikasi terkait diabetes adalah faktor kunci yang mendorong peserta studi untuk
mematuhi praktik perawatan diri terkait diabetes. Hambatan utama untuk perawatan diri
adalah kendala keuangan, keterbatasan fisik, kondisi cuaca ekstrim, pertemuan sosial,
mencintai makanan, pelupa, fobia jarum, dan pekerjaan yang sibuk.
6. Discussion: Studi ini mengeksplorasi persepsi, pengalaman, enabler, dan hambatan untuk
perawatan diri diabetes oleh pasien dengan T2DM yang tinggal di daerah perkotaan
Pakistan. diabetes sendiri perawatan membutuhkan mengadopsi gaya hidup sehat di
samping mematuhi obat yang diresepkan dan darah biasa pengujian glukosa. Secara
keseluruhan, peserta menunjukkan sikap yang buruk pengetahuan tentang diabetes,
komplikasi yang berhubungan dengan diabetes, dan pentingnya pola makan yang sehat
dan teratur latihan. Konseling oleh penyedia layanan kesehatan dan dukungan keluarga
membantu peserta untuk manajemen penyakit yang lebih baik. Mereka yang tidak berhasil
dalam mengadopsi perawatan diri mengidentifikasi beberapa hambatan, terutama
mengikuti pola hidup sehat rencana diet dan aktivitas fisik. Dipublikasikan sebelumnya
studi fokus pada pandangan dan pengalaman perawatan diri dari orang dengan diabetes
yang tinggal di daerah pedesaan Pakistan. Dukungan dari anggota keluarga meningkatkan
perawatan diri praktik di antara peserta studi dalam berbagai cara, termasuk identifikasi
obat, obat-obatan administrasi, tes glukosa darah, dan manajemen hipoglikemia. Beberapa
peserta berkomentar bahwa mereka mengalami kesulitan dalam identifikasi obat dan
glukometer penanganan untuk pengujian glukosa darah mereka meskipun bantuan dan
dorongan yang diberikan oleh keluarganya anggota difasilitasi mereka dalam kepatuhan
minum obat. Pentingnya keluarga dukungan sebagai enabler untuk meningkatkan
kepatuhan minum obat dan tes glukosa darah pada orang dengan diabetes yang tinggal di
daerah pedesaan dilaporkan dalam pendapatan rendah dan menengah dan negara
berpenghasilan tinggi. Partisipasi dalam pertemuan sosial, seperti pernikahan upacara,
adalah penghalang yang sering dibagikan untuk perawatan diri oleh para peserta, karena
makanan yang disajikan di kesempatan sangat tidak cocok untuk penderita diabetes. Hasil
yang menunjukkan makanan yang terkait dengan norma sosial budaya menimbulkan
penghalang untuk manajemen diabetes yang efektif. Makan sehat praktik dapat
ditingkatkan pada penderita diabetes dengan: mempertimbangkan aspek budaya makanan
dan individu preferensi rasa.
7. Global Issues: Meskipun penelitian kami menyajikan wawasan baru ke dalam praktik dan
pengalaman pasien DMT2 di perkotaan wilayah Pakistan, ada beberapa keterbatasan.
Pertama, menjadi studi kualitatif, salah satu keterbatasannya adalah kemungkinannya bias
seleksi. Kedua, ada asimetri gender di kami peserta studi. Ketiga, praktik perawatan diri
belum dieksplorasi sehubungan dengan status sosial ekonomi dan latar belakang
pendidikan peserta studi. Kita berencana untuk merekrut jumlah pria dan wanita yang
sama pasien DMT2, tetapi karena proporsi yang lebih tinggi dari perempuan pasien di
tempat pengumpulan data, lebih banyak perempuan sukarela untuk studi. Namun, penting
untuk ditanggung dalam pikiran desain kualitatif penelitian, di mana Tujuan dari
penelitian ini adalah eksplorasi masalah secara mendalam daripada generalisasi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Praktek perawatan diri telah berkorelasi positif dengan kontrol glikemik yang baik dan
pengurangan yang signifikan dalam perkembangan dan perkembangan komplikasi yang
berhubungan dengan diabetes. Praktik perawatan diri terkait diabetes termasuk makan sehat,
aktif secara fisik, pemantauan glukosa darah sendiri, dan minum obat yang diresepkan secara
teratur.

Implikasi dan Rekomendasi:


Kepatuhan terhadap aktivitas perawatan diri diabetes yang direkomendasikan adalah penting
dalam mencapai kontrol glikemik yang diinginkan dan mengurangi komplikasi terkait
diabetes. Kepatuhan terhadap perawatan diri tergantung pada perilaku gaya hidup pasien,
seperti mengadopsi praktik makan sehat dan aktivitas fisik. Pengetahuan penyakit yang tidak
memadai; komunikasi yang buruk dengan penyedia layanan kesehatan; dan faktor psikologis,
seperti depresi, sering dilaporkan sebagai hambatan untuk perawatan diri yang
direkomendasikan. Pendidikan perawatan diri, dukungan keluarga, dan keterampilan
memecahkan masalah biasanya merupakan fasilitator yang disarankan untuk meningkatkan
praktik perawatan diri diabetes pada penderita diabetes
ARTIKEL 10
Judul artikel : Exploring the meaning and practice of selfcare among palliative care nurses
and doctors: a qualitative study
Sumber artikel : Jurnal BMC Palliative Care
Tanggal akses :20 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Exploring the meaning and practice of selfcare among palliative care nurses and
doctors: a qualitative study
2. Abstract : Praktek perawatan diri dalam tenaga kerja perawatan paliatif sering dibahas,
namun tampaknya kurang diteliti. Sementara profesional perawatan paliatif diminta untuk
menerapkan dan mempertahankan strategi perawatan diri yang efektif, tampaknya hanya
ada sedikit bukti untuk memandu mereka. Selain itu, ada kebutuhan yang jelas untuk
memperjelas arti perawatan diri dalam praktik perawatan paliatif. Makalah ini melaporkan
temuan kualitatif dalam konteks studi metode campuran yang lebih luas. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi makna dan praktik perawatan diri seperti yang
dijelaskan oleh perawat dan dokter perawatan paliatif.
3. Introduction: Konsep perawatan diri tanpa henti dikenal baik oleh orang-orang di bidang
pekerjaan sosial paliatif. Minat dalam perawatan diri tumbuh dalam disiplin keperawatan
dan medis , dan pentingnya untuk semua profesional perawatan paliatif terbukti secara
internasional melalui serangkaian standar kualitas, kompetensi inti, dan standar praktik di
mana perawatan diri praktek diamanatkan. Perawatan diri secara luas didefinisikan oleh
Sherman sebagai 'perilaku yang dimulai sendiri yang dipilih orang untuk digabungkan
untuk meningkatkan kesehatan yang baik dan kesejahteraan umum'. Meskipun penekanan
promosi kesehatan pada kesehatan yang baik dan kesejahteraan, literatur perawatan
paliatif sebagian besar berfokus pada strategi koping dalam konteks stres kerja seperti
kelelahan atau kelelahan belas kasih. Jelas, manajemen stres sangat penting; namun, ada
aspek penting lainnya dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan yang melampaui
cakupan mengatasi stres. Dalam banyak kasus, tampaknya juga ada pertentangan antara
istilah strategi koping dan strategi perawatan diri. Kebingungan lebih lanjut tentang arti
perawatan diri disorot dalam survei paliatif Australia.
4. Method: Sampel purposive dari 24 perawat dan dokter perawatan paliatif di seluruh
Australia berpartisipasi dalam wawancara semi terstruktur dan mendalam. Wawancara
direkam dan ditranskripsi secara digital sebelum analisis konten kualitatif induktif,
didukung oleh perangkat lunak manajemen data QSR NVivo.
5. Results: Tiga tema menyeluruh muncul dari analisis: (1) Pendekatan proaktif dan holistik
untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan pribadi untuk mendukung perawatan
profesional orang lain; (2) Strategi perawatan diri yang dipersonalisasi dalam konteks
profesional dan non-profesional; dan (3) Hambatan dan pendorong untuk praktik
perawatan diri. Kesimpulan: Temuan penelitian ini memberikan penjelasan rinci tentang
konteks dan kompleksitas praktik perawatan diri yang efektif yang sebelumnya kurang
dalam literatur. Perawatan diri adalah pendekatan proaktif, holistik, dan personal untuk
promosi kesehatan dan kesejahteraan melalui berbagai strategi, baik dalam pengaturan
pribadi dan profesional, untuk meningkatkan kapasitas perawatan penuh kasih pasien dan
keluarga mereka. Penelitian ini menambahkan perspektif kualitatif yang penting dan
berfungsi untuk memajukan pengetahuan tentang konteks dan praktik perawatan diri yang
efektif dalam tenaga kerja perawatan paliatif.
6. Discussion: Artikel ini mengeksplorasi makna dan praktik perawatan diri seperti yang
dijelaskan oleh perawat perawatan paliatif dan dokter. Pada temuan artikel memberikan
kontribusi pengetahuan baru dalam beberapacara, dengan implikasi untuk praktek klinis,
penelitian dan pendidikan.
7. Global Issues: Di dunia jumlah penderita diabetes pada tahun 2013 sebanyak 382 juta
orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 425 juta orang pada
kelompok umur 20-79 tahun dan sebanyak 451 juta orang pada kelompok umur 18-99
tahun. Penyakit diabetes mellitus akan terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2040
diperkirakan orang yang hidup dengan diabetes mellitus adalah sebanyak 629 juta orang
pada kelompok umur 20-79 tahun, sebanyak 693 juta orang pada kelompok umur 18-99
tahun. Bagi mereka yang menderita diabetes mellitus, beberapa intervensi yang efektif
dapat meningkatkan kualitas kesehatan mereka yang disebut dengan self care.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Self-care atau perawatan diri adalah sebuah tindakan untuk menjaga kesehatan secara
individual tanpa bantuan tenaga kesehatan. Perawatan ini berada di bawah kendali setiap
individu yang dimulai dari diri sendiri. Self care merupakan tindakan yang dilakukan secara
mandiri oleh penderita penyakit diabetes mellitus untuk memenuhi kebutuhan dalam mengatur
fungsi dan perkembangan penderita. Saat self care dilakukan dengan baik maka dapat
mencegah terjadinya komplikasi pada penderita diabetes mellitus.
Implikasi dan Rekomendasi:
Bagi mereka yang menderita diabetes mellitus, beberapa intervensi yang efektif dapat
meningkatkan kualitas kesehatan mereka yang disebut dengan self care. Self care merupakan
suatu cara yang dilakukan oleh seseorang dalam melakukan perawatan secara mandiri. Dengan
adanya self care maka program dalam pengobatan dapat berjalan dengan efektif karena
penderita akan menyadari pentingnya pengobatan dan perawatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Mahdi, F., Negara, C. K., & Basid, A. (2020). The Effect of Family Empowerment in
Nursing Implementation Toward Self-Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus.
Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic (Injec), 5(2), 141.
https://doi.org/10.24990/injec.v5i2.303
Alodhayani, A., Almutairi, K. M., Vinluan, J. M., Almigbal, T. H., Alonazi, W. B., Ali Batais,
M., & Mohammed Alnassar, M. (2021). Association between self-care management
practices and glycemic control of patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A
cross –sectional study. Saudi Journal of Biological Sciences, 28(4), 2460–2465.
https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2021.01.047
American Diabetes Association, 2011. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Diabetes Care 2011 (34), 62–69. https://doi.org/10.2337/dc11-S062.
Bugajski, A., Frazier, S. K., Cousin, L., Rechenberg, K., Brown, J., Lengerich, A. J., …
Lennie, T. A. (2020). Effects of a Digital Self-care Intervention in Adults with COPD: A
Pilot Study. Western Journal of Nursing Research, 42(9), 736–746.
https://doi.org/10.1177/0193945919892282
Bukhsh, A., Goh, B. H., Zimbudzi, E., Lo, C., Zoungas, S., Chan, K. G., & Khan, T. M.
(2020). Type 2 Diabetes Patients’ Perspectives, Experiences, and Barriers Toward
Diabetes-Related Self-Care: A Qualitative Study From Pakistan. Frontiers in
Endocrinology, 11(November), 1–13. https://doi.org/10.3389/fendo.2020.534873
Dedefo, M. G., Ejeta, B. M., Wakjira, G. B., Mekonen, G. F., & Labata, B. G. (2019). Self-
care practices regarding diabetes among diabetic patients in West Ethiopia. BMC
Research Notes, 12(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s13104-019-4258-4
Degefa, G., Wubshet, K., Tesfaye, S., & Hirigo, A. T. (2020). Predictors of Adherence
Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care Among Type-2 Diabetes Patients.
Clinical Medicine Insights: Endocrinology and Diabetes, 13.
https://doi.org/10.1177/1179551420981909
Kim, E. J., & Han, K. S. (2020). Factors related to self-care behaviours among patients with
diabetic foot ulcers. Journal of Clinical Nursing, 29(9–10), 1712–1722.
https://doi.org/10.1111/jocn.15215
Lee, S. K., Shin, D. H., Kim, Y. H., & Lee, K. S. (2019). Effect of diabetes education through
pattern management on self-care and self-efficacy in patients with type 2 diabetes.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 16(18).
https://doi.org/10.3390/ijerph16183323
Mardiyaningsih, E. (2018). Penerapan Model Keperawatan Self Care Orem Pada Asuhan
Keperawatan Ibu Hamil Yang Mengalami Kontraksi Dini. Jurnal Ilmu Keperawatan
Maternitas, 1(1), 1–6.
Mills, J., Wand, T., & Fraser, J. A. (2018). Exploring the meaning and practice of self- care
among palliative care nurses and doctors : a qualitative study. 1–12.
Puhl, R. M., Himmelstein, M. S., Hateley-Browne, J. L., & Speight, J. (2020). Weight stigma
and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes: Associations with diabetes self-
care behaviors and perceptions of health care. Diabetes Research and Clinical Practice,
168, 108387. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2020.108387
UNIVERSITAS JEMBER KODE
FAKULTAS KEPERAWATAN DOKUMEN
PRODI ILMU KEPERAWATAN
F1.03.07
LEMBAR KERJA MAHASISWA 2
Dosen Pengampu Mata kuliah : Dr. Rondhianto, S. Kep., Ns., M. Kep
Pokok Bahasan : Konsep dan model perawatan menjelang ajal dan paliatif
Model Pembelajaran : Case Method
IDENTITAS MAHASISWA
Nama/NIM/Kelas Rita Nofita Sari/202310101102/B
Nama Kelompok 17
Anggota/Kelompok Febi Marliana Sari 192310101158
Rita Nofita Sari 202310101102
Anna Agustina Pangesti 202310101113
Pertemuan ke 7
Hari/Tanggal 7 Oktober 2022
BAHAN DISKUSI
Lakukan searching dan download-lah satu artikel ilmiah berupa studi kasus masalah etik
keperawatan dalam asuhan keperawatan menjelang ajal dan paliatif di website jurnal ilmiah
terindex scopus atau SINTA. Jika sudah anda temukan artikel yang sesuai tersebut, maka
kemudian bacalah dengan seksama artikel tersebut.

Setelah anda membaca artikel tersebut maka kemudian bacalah beberapa textbook dan buku
panduan praktikum dibawah ini untuk meningkatkan pemahaman anda terkait tugas yang
diberikan:
1. Husted, J. H., & Husted, G. L. (2008). Ethical Decision Making in Nursing and Health
Care: The Simphonological Approach (4th ed.). Springer Publishing Company, LLC.
2. Lachman, V. D. (2006). Applied Ethics in Nursing. Springer Publishing Company,
LLC.
3. Post, L. F., & Blustein, J. (2015). Handbook for Health Care Ethics Committees (2nd
ed.). John Hopkins University Press.
4. Robichaux, C. (Ed.). (2017). Ethical Competence in Nursing Practice: Competencies,
Skills, Decision Making. Springer Publishing Company, LLC.
https://doi.org/10.1891/9780826126382
5. Rondhianto, dkk. (2021) Petunjuk Praktikum Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif. KHD Production.
HASIL DISKUSI
Tuliskan hasil analisis artikel yang telah dilakukan sesuai dengan format yang telah
disiapkan.

1. Judul artikel : Predictors of Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-


Care Among Type-2 Diabetes Patients
Sumber artikel : Jurnal Clinical Medicine Insights: Endocrinology and Diabetes
Tanggal akses : 17 September 2022
Hasil analisis dengan critical appraisal:
1. Judul : Predictors of Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care
Among Type-2 Diabetes Patients
2. Abstract : Pengetahuan yang memadai, kesadaran, dan kepatuhan terhadap praktik
perawatan diri diabetes adalah alat penting untuk melindungi pasien dari risiko
komplikasi penyakit, mengembangkan komorbiditas dan kematian. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menilai domain spesifik dari praktik perawatan diri
diabetes dan faktor terkait di antara pasien dengan diabetes tipe-2 di Rumah Sakit
Khusus Komprehensif Universitas Hawassa, negara bagian Sidama.

3. Introduction: Menurut prediksi laporan Federasi Diabetes Internasional (IDF), 578


juta orang (10,2% dari populasi) akan menderita diabetes pada tahun 2030. Jumlah itu
akan meningkat menjadi 700 juta (10,9%) pada tahun 2045. 1 Selain itu, lebih dari 4
juta orang meninggal di antara pasien berusia 20 hingga 79 tahun pada tahun 2019
karena diabetes dan komplikasinya. Kualitas hidup dan harapan hidup menjadi lebih
rendah karena DM dan hal itu menjadi predisposisi beban ekonomi yang besar pada
pasien dan sistem perawatan kesehatan secara langsung atau tidak langsung. 5-7 Di
Afrika, diperkirakan USD 2,8 miliar dihabiskan untuk pengeluaran perawatan
kesehatan pada tahun 2011 karena diabetes dan ini diperkirakan akan meningkat 61%
pada tahun 2030.8 Di sub Sahara Afrika, diabetes sangat meningkatkan risiko
serangan jantung, stroke, kerusakan ginjal, kebutaan, kerusakan saraf yang
menyebabkan amputasi, dan mengurangi harapan hidup. Kepatuhan terhadap praktik
perawatan diri di antara pasien diabetes sangat penting untuk membatasi sifat
kompleks penyakit dalam konteks sosial.

4. Method: Desain studi cross-sectional berbasis rumah sakit dilakukan pada 217 pasien
dengan diabetes tipe 2 dari 01 Januari hingga 30 April 2020. Kuesioner terstruktur
dan alat Ringkasan Aktivitas Perawatan Diri Diabetes (SDSCA) digunakan untuk
mengumpulkan data yang relevan melalui administrasi pewawancara. Analisis
statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 23.

5. Results: Sebanyak 207 pasien dengan diabetes tipe-2 berpartisipasi dalam penelitian
dengan tingkat respons 95%. Secara keseluruhan 47,8% (95% CI: 41,2-55) pasien
mematuhi praktik perawatan diri diabetes. Mengenai domain spesifik praktik
perawatan diri, 54,6%, 39,1%, 28%, dan 65,2% pasien mematuhi diet sehat, latihan
fisik, pemantauan glukosa darah sendiri (SMBG), dan praktik perawatan kaki
diabetik, masing-masing . Selain itu, semua pasien menerima setidaknya 80% dari
dosis yang ditentukan dan frekuensi agen anti-diabetes dan 60,4% memiliki kontrol
glikemik yang baik. Penerimaan saran dari dokter yang merawat dan tidak memiliki
riwayat keluarga diabetes secara signifikan terkait dengan kepatuhan terhadap makan
makanan yang sehat, perawatan kaki diabetik, dan SMGD. Sedangkan jenis kelamin
laki-laki berhubungan dengan kepatuhan terhadap pengelolaan pola makan yang
sehat. Selain itu, memiliki glukometer, usia, jenis kelamin laki-laki, durasi diabetes 5
tahun, dan modalitas pengobatan anti-diabetes dikaitkan dengan kepatuhan terhadap
SMGD.

6. Discussion: Diabetes adalah salah satu penyakit tidak menular yang konsekuensi
perkembangan komplikasi kesehatan yang berbeda.Oleh karena itu, kepatuhan
terhadap perawatan diri diabetes sangat penting untuk membatasi dan mengelola
risiko berkembangnya komorbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes. Dalam
penelitian ini, penulis terutama berfokus pada penilaian kepatuhan 5 domain
perawatan diri diabetes seperti SMGD, obat anti-diabetes, latihan fisik, perawatan
kaki diabetik. , dan asupan diet sehat yang direkomendasikan. Dalam penelitian ini,
47,8% (95% CI: 41,2-55) peserta mematuhi perawatan diri diabetes secara
keseluruhan.Temuan itu sebanding dengan prevalensi gabungan kepatuhan terhadap
perawatan diri diabetes di antara pasien DM tipe-2 di Ethiopia, yaitu 49% (95% CI:
43-56), dan hampir sebanding dengan penelitian yang dilakukan di Mekelle, Ethiopia
Utara, yaitu 51%. 24 Namun, tingkat kepatuhan yang tidak konsisten terhadap
perawatan diri diabetes dilaporkan oleh penelitian yang berbeda seperti 41,2% di
Arbaminch, Ethiopia Selatan, 60,3% di Addis Ababa, Ethiopia, 20 54,5% di Showa
Barat, Ethiopia, 38,1% di Harar dan Dire Dawa, Ethiopia Timur, 26 42% di Gauteng,
Afrika Selatan, 28,4% di Bahir Dar, Ethiopia Barat Laut, dan 43,7% di Filipina.
Variasi ini mungkin dikaitkan dengan perbedaan ukuran sampel, penyediaan
informasi mengenai perawatan diri diabetes, dan tingkat klasifikasi perawatan diri
antara studi. Dalam penelitian ini, kepatuhan terhadap manajemen diet sehat yang
direkomendasikan adalah 54,6%. Temuan ini hampir sebanding dengan penelitian
yang dilakukan di Dilla, Ethiopia Selatan, 49,7%, 30 laporan meta-analisis pasien
DM di Ethiopia, 50% (95% CI: 42-58 ) dan Filipina, 50%.

7. Global Issues: Penelitian ini berfokus pada desain cross-sectional dan memiliki
batasan pada kesimpulan kausalitas pola kepatuhan. Sebagian besar evaluasi
kepatuhan mengandalkan laporan dan aktivitas diri, ini mungkin rentan terhadap
bias.Penelitian dilakukan di satu institusi kesehatan dan pasien diabetes tipe-2,
sehingga temuan ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua pasien diabetes secara
keseluruhan. Penelitian ini hanya menilai tingkat kepatuhan minum obat antidiabetes,
tetapi tidak menilai pengobatan penyakit penyerta seperti hipertensi, masalah jantung,
dan lain-lain.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan kinerja latihan fisik setidaknya
150 menit/minggu aktivitas fisik aerobik sedang.Variasi tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan usia untuk melakukan latihan fisik, kurangnya pengetahuan yang memadai tentang
pentingnya aktivitas fisik, kurangnya akses hiburan dan motivasi individu untuk melakukan
latihan fisik. Lebih lanjut, sebuah penelitian dari Delhi melaporkan bahwa ketidakpatuhan
terhadap olahraga ditemukan biasanya tidak berhubungan dengan faktor sosio-demografis dan
sebagian besar pasien menghubungkannya dengan patologi klinis terutama nyeri sendi lutut.
Dalam penelitian ini, pasien yang memiliki glukometer dengan strip dan pasien yang
menerima saran tentang latihan fisik dari dokter yang merawat mereka lebih mungkin untuk
memiliki kepatuhan yang baik terhadap latihan fisik daripada rekan-rekan mereka. Selain itu,
penciptaan kesadaran terutama pada berbagai jenis kinerja aktivitas fisik dan memilih latihan
tertentu disarankan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan.

Implikasi dan Rekomendasi:


• Kepatuhan: sejauh mana perilaku seseorang tentang minum obat, mengikuti diet,
dan/atau melakukan perubahan gaya hidup, sesuai dengan rekomendasi yang
disepakati dari penyedia layanan kesehatan.
• Kepatuhan terhadap aktivitas fisik: melakukan setidaknya 30 menit aktivitas fisik
sedang-intensif per hari dan setidaknya 3 hari per minggu
• Kepatuhan terhadap perawatan kaki diabetik: kepatuhan yang baik terhadap
perawatan kaki diabetik setiap hari berdasarkan perawatan kaki yang tepat termasuk
kuku, perawatan kulit , dan pemilihan alas kaki harian yang sesuai.
• Kepatuhan terhadap SMBG: Pasien yang melakukan pemeriksaan gula darah minimal
3 hari dalam 7 hari terakhir menurut skala SDSCA dianggap “taat terhadap praktik
SMBG” sedangkan yang gagal memeriksakan glukosa darahnya minimal 3 hari dalam
7 hari terakhir dianggap sebagai “tidak patuh terhadap praktik SMBG.”

2. Judul artikel : Association between self-care management practices and glycemic


control of patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A
cross –sectional study
Sumber artikel : Saudi Journal of Biological Sciences
Tanggal akses : 10 September 2022
Hasil analisis dengan critical appraisal:
1. Judul : Association between self-care management practices and glycemic control of
patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A cross –sectional study

2. Abstract : DMT2 mengubah seluruh keberadaan pasien, pasien DMT2 layak untuk
memiliki kehidupan normal jika mereka menerapkan tindakan manajemen perawatan
diri yang dimaksudkan untuk mengatur manifestasinya dan mencegah kerumitan yang
berkelanjutan. Sikap manajemen perawatan diri yang perlu dipraktikkan atau
diadaptasi oleh pasien DMT2 meliputi; (1) memeriksakan sendiri status glukosa, (2)
mengikuti pengobatan yang dianjurkan, (3) olahraga teratur dan (4) makan makanan
sehat [9]. Pemberian informasi yang memadai dan peningkatan pendidikan pada pasien
DMT2 oleh penyedia layanan kesehatan dianggap sebagai elemen penting dari rencana
manajemen perawatan diri yang baik. Karena pertumbuhan yang cepat dalam
terjadinya DMT2 di Arab Saudi, kami bertujuan untuk menilai praktik manajemen
perawatan diri pasien DMT2 di Arab Saudi dan memeriksa kemungkinan hubungan
praktik manajemen perawatan diri dan kontrol glikemik pasien DMT2. Kami juga
bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang terkait dengan praktik manajemen
perawatan diri dan tingkat kontrol glikemiknya.

3. Introduction: Hiperglikemia diabetes yang berkepanjangan jika tidak dikelola dengan


baik berkaitan dengan berlanjutnya disfungsi, defisiensi, dan kerusakan berbagai
bagian tubuh, khususnya pembuluh darah, mata, jantung, saraf, dan ginjal. Berbagai
penelitian telah melaporkan bahwa perkembangan komplikasi diabetes dapat dicegah
dengan kontrol metabolisme yang ketat dan praktik manajemen perawatan diri yang
efisien. Diakui secara luas bahwa praktik manajemen perawatan diri aman terhadap
masalah pada DMT2 dan bahwa pasien diabetes perlu dengan penuh semangat
menangani tuntutan DM untuk mendapatkan hasil glukosa terbaik. Praktik manajemen
perawatan diri adalah desain yang kompleks dan secara umum ditafsirkan sebagai; (1)
kemampuan seseorang untuk mengontrol hasil visceral dan psikososial, pengobatan,
gejala dan modifikasi gaya hidup penting dalam keberadaan dengan gangguan jangka
panjang, (2) kemampuan untuk merawat diri sendiri dan melakukan peristiwa penting
untuk dicapai, melestarikan atau mendukung kesehatan yang ideal. Kurangnya
aktivitas fisik, merokok, metode diet yang tidak tepat, konsumsi alkohol, obesitas dan
tekanan darah tinggi adalah beberapa faktor risiko untuk DMT2. Sebagian besar faktor
risiko DMT2 dan komplikasinya dapat dimodifikasi.

4. Method: Sebanyak 352 pasien diabetes mellitus (T2DM) tipe 2 dari dua rumah sakit
tersier umum di Arab Saudi berpartisipasi dalam penelitian ini. Semua pasien DMT2
direkrut dan diwawancarai oleh seorang peneliti antara Januari hingga April 2018 dari
klinik diabetes rawat jalan. Semua responden menjawab kuesioner empat bagian yang
meliputi data demografi, Diabetes Self-Management Questionnaire (DSMQ). Regresi
Linier dilakukan untuk menilai signifikansi prediktor dan menghitung koefisien
determinasi.

5. Results: Usia rata-rata peserta adalah 51,89 ± 10,94. Dari 352 peserta, 52% mengalami
obesitas (BMI: 30 kgm 2 ) dan 77% dari peserta memiliki hemoglobin terglikasi
(HbA1c) lebih dari 7%. Analisis menunjukkan bahwa subskala manajemen Glukosa
adalah prediktor terkuat tingkat Hba1c peserta diikuti oleh aktivitas fisik. Gender dan
status perkawinan muncul sebagai prediktor signifikan untuk praktik manajemen
perawatan diri mereka. Pasien wanita memiliki praktik manajemen perawatan diri yang
lebih banyak daripada pasien pria (B 0,20; 95CI 0,10- 0,96 (p = 0,015)

6. Discussion: Manajemen perawatan diri pasien DMT2 di Arab Saudi dan hubungannya
dengan kontrol glikemik mereka.Praktek manajemen perawatan diri harus dievaluasi
terhadap kepatuhan pasien terhadap rencana manajemen dan penanganannya.
perubahan perilaku Mencapai kontrol glikemik yang optimal adalah tujuan utama dari
semua pasien diabetes Berdasarkan hasil, para peserta memiliki skor manajemen diri
diabetes di atas rata-rata yang menunjukkan praktik manajemen perawatan diri pasien
DMT2 yang tinggi. penelitian mengungkapkan bahwa pasien diabetes wanita memiliki
skor manajemen perawatan diri yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
dengan pasien diabetes pria, namun sebagian besar peserta memiliki kontrol glikemik
yang buruk (76,9%) dan lebih banyak e dari setengah peserta mengalami obesitas.
Temuan penelitian ini sejajar dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Arab
Saudi di mana lebih dari separuh peserta memiliki kontrol glikemik lebih besar dari
7%.

7. Global Issues: Karakteristik penelitian mungkin dibatasi oleh struktur sampel dan
pengaturannya yang tidak dapat digeneralisasi dan tidak mencerminkan praktik
manajemen perawatan diri pasien DMT2 di Arab Saudi. Meskipun pasien dikumpulkan
dari dua rumah sakit, pengaturan penelitian ini dianggap sebagai rumah sakit tersier
dan rujukan di Arab Saudi. Selain itu, sampel kami mungkin menandakan pasien yang
membaik secara fisik karena beberapa pasien dengan DMT2 serius mungkin tidak
mampu membuat janji temu di rumah sakit dan mungkin lebih bergantung pada
kunjungan rumah dengan dokter atau perawat mereka. Temuan ini dapat membantu
peneliti masa depan di bidang klinis sebagai dasar praktik manajemen perawatan diri
pasien DMT2 di Arab Saudi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Penelitian ini memberikan bukti tentang manajemen perawatan diri pasien DMT2 di Arab
Saudi. Manajemen perawatan diri ditemukan terkait dengan bahwa pasien menyadari
keparahan gejala dan kemungkinan komplikasi yang terkait dengan DMT2. Namun, rendahnya
persentase pasien yang mencapai target kontrol glikemik diabetes membenarkan prevalensi
diabetes di Arab Saudi. Hasilnya memiliki interpretasi signifikan yang mungkin mendukung
strategi dan praktik yang dirancang untuk mengembangkan praktik manajemen perawatan diri
di antara pasien dengan DMT2. Temuan ini juga menyoroti kebutuhan untuk meningkatkan
keterlibatan pasien dan penyedia layanan kesehatan sehubungan dengan praktik manajemen
perawatan diri dan untuk meningkatkan pemberdayaan pasien. Mengembangkan pro gram
manajemen perawatan diri di T2DM adalah penting.

Implikasi dan Rekomendasi:


The American Diabetes Association (ADA) menandakan bahwa setiap orang dengan DM
harus mendapatkan manajemen perawatan diri pada saat mereka didiagnosis. Pernyataan ini
berfokus pada kebutuhan tertentu dari penderita DMT2. Persyaratannya akan sama dengan
orang dengan kategori DM lainnya seperti; (1) diabetes mellitus gestasional; (2) diabetes tipe
1; dan (3) pra-diabetes. Menghindari perkembangan komplikasi DMT2 di masa depan sangat
penting baik untuk pasien DMT2 wanita maupun pria. Penelitian ini merekomendasikan
perlunya intervensi lebih dari profesional kesehatan untuk praktik manajemen perawatan diri
terutama untuk pasien DMT2 yang tidak berpendidikan di Arab Saudi. Misalnya, klinik
kesehatan masyarakat dan dokter atau perawat rumah sakit di seluruh Arab Saudi dapat
menyediakan program untuk pasien DMT2 yang akan meningkatkan dan mempromosikan
manajemen perawatan diri, khususnya diet dan aktivitas fisik mereka, kemampuan untuk
menerapkan intervensi lanjutan dan pengetahuan tentang bagaimana melakukan manajemen
perawatan diri dengan benar untuk pasien DMT2 untuk mengontrol glukosa dan
komplikasinya di masa depan harus menjadi daftar teratas.

3. Judul artikel : Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of
health care
Sumber artikel : Jurnal Diabetes Research and Clinical Practice
Tanggal akses : 17 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of health care

2. Abstract : Dari sejumlah kecil penelitian di bidang ini, sebagian besar telah dilakukan
di luar Amerika Utara. Penelitian Australia telah mendokumentasikan berbagai bentuk
stigma diabetes yang dilaporkan oleh orang dewasa dengan diabetes tipe 2, termasuk
perlakuan berbeda karena diabetes mereka, distereotipkan, disalahkan dan dihakimi
oleh orang lain atas diabetes mereka, dan terlibat dalam stigma diri, seperti
menerapkan stereotip ini. untuk diri mereka sendiri dan menyalahkan diri mereka
sendiri untuk diabetes mereka. Laporan ini tampak umum, sebagaimana dibuktikan
dalam sampel Australia dari 1.064 orang dewasa dengan diabetes tipe 2, di mana
sekitar 1 dari 5 orang dewasa mencetak lebih dari satu standar deviasi di atas rata-rata
pada Diabetes Stigma Assessment Scale-2 (saat ini satu-satunya ukuran komprehensif
untuk menilai pengalaman stigmatisasi pada orang dengan diabetes tipe 2). Pada
tingkat item pada ukuran ini, laporan stigma diabetes lebih tinggi (misalnya, sekitar 1
dari 3 orang dewasa melaporkan 'ada kesalahan dan rasa malu seputar diabetes tipe 2).
Bukti Australia tambahan menemukan bahwa orang dewasa dengan diabetes tipe 2 (N
= 456) yang mengalami stigma diabetes melaporkan penilaian insulin yang lebih
negatif, dengan implikasi untuk inisiasi insulin tepat waktu, bahkan setelah
memperhitungkan korelasi lain yang diketahui, seperti tekanan spesifik diabetes dan
diabetes sendiri.

3. Introduction: Etiologi dan komplikasi diabetes tipe 2 telah didokumentasikan dengan


baik, sebagai bukti bahwa aspek psikologis dari kondisi ini cukup besar dan dapat
berdampak negatif pada kesehatan dan kualitas hidup. Namun, perhatian yang
diberikan pada stigma masyarakat yang dihadapi penderita diabetes tipe 2 secara
substansial kurang, dan bagaimana stigma ini dapat memperburuk kesehatan fisik dan
emosional mereka. Pada tahun 2013, Federasi Diabetes Internasional mengidentifikasi
stigma diabetes sebagai masalah yang membutuhkan perhatian mendesak dan prioritas
untuk ditangani. Meskipun demikian, hanya ada sedikit penelitian yang meneliti stigma
diabetes dan implikasinya terhadap perawatan diri di antara orang-orang dengan
diabetes tipe 2. Di Amerika Utara, ada penelitian langka tentang topik ini. Dalam
survei AS terhadap 12.000 orang dewasa dengan diabetes tipe 2 (menggunakan
serangkaian item tunggal), 52% merasa bahwa menderita diabetes disertai dengan
stigma sosial; setidaknya 1 dari 5 peserta setuju bahwa persepsi orang lain tentang
diabetes mereka berdampak negatif pada kehidupan emosional dan manajemen
diabetes mereka. Sementara bukti awal ini menunjukkan bahwa stigma diabetes
dianggap ada dan bermasalah di antara orang-orang dengan diabetes tipe 2, banyak
pertanyaan tetap ada di bidang studi yang relatif baru ini, seperti apakah, dan sejauh
mana, persepsi/pengalaman diabetes- stigma tertentu dapat mempengaruhi perilaku
perawatan diri diabetes atau kualitas dan pemanfaatan perawatan kesehatan.
4. Method: Orang dewasa AS dengan diabetes tipe 2 (N = 1,227) menyelesaikan
kuesioner laporan diri untuk menilai pengalaman mereka tentang stigma berat badan,
stigma diabetes, manajemen diri diabetes, tekanan spesifik diabetes, pemanfaatan
layanan kesehatan, persepsi perawatan kesehatan spesifik diabetes. Mereka juga
memberikan informasi sosiodemografi. Regresi linier memeriksa hubungan antara
stigma dan perawatan diri diabetes dan perawatan kesehatan terkait, mengontrol usia
peserta, pendidikan, pendapatan, jenis kelamin, ras/etnis, dan indeks massa tubuh.

5. Results: Stigma berat badan yang terinternalisasi dan stigma diri diabetes keduanya
secara signifikan terkait dengan tekanan spesifik diabetes yang lebih tinggi. Orang
dewasa yang mengekspresikan stigma diri untuk diabetes mereka melaporkan lebih
sedikit manajemen diri diabetes dan efikasi diri yang lebih rendah, dan mereka yang
dilaporkan dinilai tentang berat badan mereka oleh dokter menunjukkan penderitaan
khusus diabetes yang lebih besar. Sementara riwayat mengalami stigma berat badan
(secara umum) tidak mengurangi frekuensi mencari perawatan kesehatan, interaksi
berkualitas rendah dengan profesional perawatan kesehatan dilaporkan oleh orang
dewasa yang mengekspresikan stigma diri diabetes dan mereka yang mengalami
stigma berat badan dari dokter. Stigma diri untuk diabetes dan berat badan, serta
mengalami penilaian tentang berat badan dari dokter, mungkin memiliki implikasi
negatif untuk perilaku perawatan diri khusus diabetes dan kualitas perawatan kesehatan
yang dirasakan. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pada individu dengan
diabetes tipe 2 perlu mempertimbangkan pengurangan diabetes dan stigma berat badan
dan konsekuensi yang berpotensi berbahaya.

6. Discussion: Penelitian ini menanggapi seruan untuk meningkatkan perhatian terhadap


stigma di antara individu dengan diabetes tipe 2, dan mulai mengatasi kesenjangan
dalam bidang studi yang terabaikan ini dengan memeriksa stigma berat badan dan
stigma diabetes dalam kaitannya dengan

7. Global Issues:
• Internalisasi stigma berat badan dan stigma diri untuk diabetes mungkin memiliki
implikasi yang lebih negatif dan langsung untuk perilaku perawatan diri dan
perawatan kesehatan spesifik diabetes daripada memiliki riwayat mengalami diabetes
atau stigma berat badan
• Hubungan antara penilaian yang dirasakan tentang berat badan dari profesional
perawatan kesehatan dan kualitas perawatan kesehatan yang merugikan dan hasil
pengobatan, seperti kepercayaan yang lebih rendah pada profesional perawatan
kesehatan

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pada individu dengan diabetes tipe 2 perlu
mempertimbangkan dampak dari stigma diabetes dan stigma berat badan. Meskipun masih
banyak yang harus dipelajari tentang tingkat dan dampak dari kedua bentuk stigma ini pada
populasi ini, temuan kami menjelaskan implikasi potensial dari stigma yang dialami dan
diinternalisasi oleh individu dengan diabetes tipe 2 untuk perawatan diri diabetes mereka, self-
efficacy, kesusahan dan persepsi perawatan kesehatan. Isu-isu ini memerlukan perhatian yang
meningkat tidak hanya dalam penelitian, tetapi juga di antara para profesional perawatan
kesehatan dan dalam komunikasi kesehatan yang lebih luas, menyoroti pentingnya
mengidentifikasi cara untuk lebih mendukung individu dengan diabetes tipe 2, dan untuk
meminimalkan stigma dan konsekuensi yang berpotensi berbahaya.

Implikasi dan Rekomendasi:


• Pemeriksaan beberapa komponen stigma diabetes dan stigma berat badan; tidak hanya
melalui penilaian pengalaman stigma yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari,
tetapi pemeriksaan persepsi stigma masyarakat khususnya dalam konteks perawatan
kesehatan.
• Perawat perlu mengupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan pada individu dengan
diabetes tipe 2 perlu mempertimbangkan dampak dari stigma diabetes dan stigma berat
badan

4. Judul artikel : The Effect of Family Empowerment in Nursing Implementation


Toward Self-Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus
Sumber artikel : Nursing Journal of Education and Clinic (INJEC)
Tanggal akses :10 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : The Effect of Family Empowerment in Nursing Implementation Toward Self-
Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus

2. Abstract : Diabetes melitus merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak dapat
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan sehingga terjadi kelebihan kadar gula
darah normal. Pemberian pemberdayaan keluarga pada klien kaki gangren diabetes
harus dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan keluarga untuk memotivasi dan
meningkatkan efikasi diri pasien diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh efikasi diri sebelum dan sesudah pelaksanaan pemberdayaan
keluarga dalam keperawatan pada pasien diabetes mellitus.

3. Introduction: kebutuhan atau tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan
secara optimal,sehingga terjadi lonjakan atau gelombang melitus sesuai. Indonesia
kelebihan kadar gula darah yang melebihi normal. Diabetes melitus juga dapat terjadi
karena hormon insulin yang diproduksi tubuh tidak dapat bekerja dengan baik.
Diabetes melitus dan komplikasinya masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan
menjadi penyebab kematian. Bahkan, maraknya diabetes melitus telah mencapai
proporsi tingkat epidemik secara global dan terus meningkat. Pada tahun 2003,
prevalensi penderita diabetes adalah 194 juta dan diperkirakan pada tahun 2025 angka
tersebut akan mencapai 333 juta di negara berkembang dan ekonomi rendah (Hutama,
2016). Tujuan pengobatan diabetes mellitus adalah untuk mengurangi risiko
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, memperbaiki gejala komplikasi,
menurunkan angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes
mellitus. Risiko komplikasi akibat pengelolaan obat dan pola makan, serta upaya
pencegahan komplikasi diabetes mellitus berpotensi mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya. Tenaga kesehatan harus lebih memperhatikan kualitas hidup penderita
diabetes melitus karena dapat menjadi acuan keberhasilan suatu intervensi atau terapi.

4. Method: pra-eksperimen dengan desain penelitian pretest and posttest without control
group. Empat puluh responden yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diuji dengan
menggunakan purposive sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan
angket efikasi diri.Variabel terikat penelitian ini adalah efikasi diri,sedangkan variabel
bebasnya adalah pemberdayaan keluarga dengan menggunakan metode analisis
parametrik uji-t berpasangan.

5. Results: Berdasarkan apa yang dijawab oleh responden terdapat pengaruh yang
signifikan yang menunjukkan perbedaan setelah posttest. Hasil yang diperoleh nilai:
0,05 yang dihitung dengan hasil p = 0,00 (p < 0,05).Artinya,setelah dilakukan posttest
terjadi penurunan motivasi dan efikasi diri.

6. Discussion: Peneliti memberikan pemberdayaan keluarga pada pasien keperawatan


yang menderita diabetes melitus berupa keluarga dan mendatangi rumah pasien untuk
melakukan kunjungan. Pada kunjungan pertama peneliti memberikan kuisioner kepada
pasien self efficacy diabetes dan memberikan pemberdayaan keluarga berupa
penyuluhan selama enam (6) hari dan data yang diperoleh pada hari pertama pasien
merasa bangga atas dukungan dari keluarga dan ketika diberi kuisioner menjawab
“hubungan keluarga dengan saya saat sakit sangat membantu dalam proses
penyembuhan”. Namun, pada semua tahapan siklus hidup, dukungan sosial keluarga
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kecerdasan dan alasan.
Akibatnya, ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga. Wills dan Friedman
(dikutip dalam Ardian, 2013) menyimpulkan bahwa baik efek penyangga (dukungan
sosial keluarga menahan efek negatif stres terhadap kesehatan) dan efek utama
(dukungan sosial keluarga secara langsung mempengaruhi efek kesehatan) juga
ditemukan sebagai efek penyangga dan kesejahteraan dapat berfungsi bersama-sama
(Susanti & Sulistyartini, 2013). Kuesioner menanyakan “hubungan keluarga dengan
saya ketika sakit sangat membantu dalam proses penyembuhan” menunjukkan hasil
100% (20 responden) menyatakan setuju. Dukungan keluarga saat sakit dalam proses
penyembuhan adalah segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan oleh
keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang sakit yaitu anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan

7. Global Issues: Pendekatan yang berpusat pada pendidik yang berfokus pada
penyediaan informasi untuk model pemberdayaan di mana pasien mengadopsi
perawatan diri perilaku. Keluarga perlu memberikan informasi agar dapat
meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengendalian penyakitnya. Hal ini
memerlukan penggunaan pendekatan yang berpusat pada pasien dengan
mengidentifikasi banyak hambatan dalam pengendalian gula darah, seperti
ketidaktahuan dokter dari pasien yang mereka takuti, keyakinan, harapan dan
keterbatasan pendekatan biomedis terhadap pasien yang kurang patuh.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Penerapan intervensi keperawatan pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan koping
keluarga dan pasien diabetes melitus tipe 2 masih sangat jarang dilakukan oleh perawat dan
sedikit penelitian yang dilakukan, hal ini dikarenakan banyak peneliti yang lebih melihat pada
aspek pemberdayaan keluarga dari segi peningkatan pengetahuan. dan sikap saja, dan tidak
mencakup kemampuan koping keluarga. Bagi keluarga penderita diabetes mellitus bukan
hanya aspek pengetahuan dan sikap yang menjadi tujuan intervensi, tetapi tingkat kemampuan
hidup sehat dan produktif dengan anggota keluarga penderita diabetes mellitus tipe 2.
Implementasi intervensi keperawatan pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan koping
keluarga dengan diabetes mellitus tipe 2 masih sangat jarang dilakukan oleh perawat dan
sedikit penelitian yang dilakukan; Hal ini dikarenakan banyak peneliti yang lebih melihat
aspek pemberdayaan keluarga pada sisi peningkatan pengetahuan dan sikap saja, dan tidak
meluas pada kemampuan koping keluarga. Bagi keluarga penderita diabetes mellitus bukan
hanya aspek pengetahuan dan sikap saja yang menjadi tujuan intervensi tetapi sampai pada
tingkat kemampuan hidup sehat dan produktif dengan anggota keluarga penderita diabetes
mellitus tipe 2. Pemberdayaan keluarga merupakan bentuk perilaku dan sikap positif yang
diberikan oleh keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang sakit yaitu anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan.

Implikasi dan Rekomendasi:

• Latihan fisik pada penderita DM mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mengontrol kadar gula darah, dimana pada saat melakukan latihan fisik terjadi
peningkatan penggunaan glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat
menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu, latihan fisik dapat menurunkan
berat badan, meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan LDL dan
meningkatkan HDL sehingga dapat mencegah penyakit jantung koroner jika dilakukan
dengan benar dan teratur.
• Saat posttest efikasi diri diberikan, kuisioner “Saya kesulitan mengecek jenis makanan
saat bepergian” menunjukkan hasil 90% (18 responden) dengan kebutuhan akan
makanan berbahan whole grain atau kompleks karbohidrat, seperti beras merah, ubi
jalar panggang, oatmeal, roti, daging ayam tanpa lemak atau tanpa kulit, sayuran yang
diolah dengan cara direbus, dikukus, dipanggang atau dikonsumsi mentah.

5. Judul artikel : Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West
Ethiopia
Sumber artikel :Jurnal BMC Research Notes
Tanggal akses :16 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West Ethiopia

2. Abstract : Perawatan diabetes adalah kompleks dan membutuhkan banyak masalah, di


luar kendali glikemik, ditangani. Standar Perawatan Diabetes Association (ADA) Te
Ameri can dimaksudkan untuk memberikan komponen perawatan diabetes, tujuan
perawatan umum, dan alat untuk mengevaluasi kualitas perawatan kepada dokter,
pasien, peneliti, pembayar, dan individu lain yang tertarik. Rencana manajemen harus
mengakui pendidikan manajemen diri diabetes (DSME) dan dukungan diabetes
berkelanjutan sebagai komponen integral dari perawatan.

3. Introduction: Menurut update International Diabetes Federation (IDF) 2017, pada akhir
tahun 2017 akan terjadi 4 juta kematian akibat diabetes dan komplikasinya. Bersamaan
dengan penyakit tidak menular lainnya, diabetes meningkat paling mencolok di kota-
kota negara berpenghasilan rendah dan menengah. Te IDF Asia Tenggara dan Barat
Wilayah Pasifik berada di pusat krisis diabetes: Cina sendiri memiliki 121 juta
penderita diabetes dan populasi diabetes India berjumlah 74 juta. Wilayah Afrika,
Timur Tengah dan Afrika Utara dan Asia Tenggara diperkirakan akan menghadapi
kenaikan tertinggi dalam 28 tahun ke depan. Orang-orang dari wilayah ini
mengembangkan penyakit lebih awal, menjadi lebih sakit dan mati lebih cepat daripada
rekan-rekan mereka di negara-negara kaya. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan
bahwa faktor-faktor seperti usia yang lebih tua, berjenis kelamin laki-laki, kurangnya
dukungan keluarga/sosial, kurangnya pendidikan, kurangnya pengetahuan tentang
diabetes, adanya komplikasi, pengangguran, kepatuhan yang buruk, kurangnya akses
untuk glukometer ketidakpatuhan diet dan olahraga secara signifikan terkait dengan
praktik perawatan diri yang buruk.

4. Method: penelitian Pasien diabetes dewasa yang aktif mengikuti di klinik DM selama
masa penelitian, Rumah Sakit Rujukan Nekemte. Studi cross-sectional berbasis
fasilitas dilakukan dari 20 Februari hingga 20 Mei 2016. sampel Ukuran sampel yang
diperlukan ditentukan dengan mempertimbangkan asumsi berikut untuk kuesioner
wawancara. Semua pasien diabetes dewasa usia lebih dari atau sama dengan 15 tahun
yang menghadiri departemen perawatan kronis untuk perawatan diabetes setidaknya
selama 1 tahun dimasukkan sementara pasien diabetes yang sakit kritis, psikotik dan /
atau tidak dapat berkomunikasi dengan data kolektor karena gangguan medis yang
mendasari lainnya dikeluarkan. Untuk mengumpulkan data primer, kuesioner dan
wawancara digunakan dalam penelitian ini.

5. Results: Sebanyak 252 peserta penelitian dilibatkan dalam penelitian ini, 54,8% di
antaranya adalah laki-laki. Dari peserta lebih dari setengah 150 (59,5%) memiliki
kontrol glikemik yang buruk dan 153 (60,7%) dari peserta memiliki perawatan diri
yang baik. Mayoritas peserta penelitian 209 (82,9%) memiliki perawatan kaki yang
memadai dan lebih dari setengahnya 175 (69,4%) dan 160 (63,5%) masing-masing
memiliki rencana diet dan manajemen olahraga yang memadai. Namun dari total
pasien diabetes hanya 38 (15,1%) yang memiliki praktik pemeriksaan glukosa darah
yang memadai. Pada analisis logistik multivariabel praktik perawatan diri yang buruk
lebih mungkin terjadi di antara pasien laki-laki (AOR=5,551, 95% CI=2.055–14.997,
p=0.001).

6. Discussion: Pemantauan diri terhadap kontrol glikemik merupakan landasan perawatan


diabetes yang dapat memastikan partisipasi pasien dalam mencapai dan
mempertahankan target glikemik tertentu. Pemantauan diri memberikan informasi
tentang status glikemik saat ini, memungkinkan untuk penilaian terapi dan
membimbing penyesuaian dalam diet, olahraga dan obat-obatan untuk mencapai
kontrol glikemik yang optimal. Studi ini menunjukkan bahwa pasien pria 5,551 kali
lebih mungkin memiliki praktik perawatan diri yang buruk dibandingkan dengan
pasien wanita. Temuan ini konsisten dengan yang dilaporkan oleh penelitian lain dari
Rumah Sakit Khusus Tikur Anbesa, Nigeria dan Bangla desh. Perbedaan gender ini
menunjukkan adanya perbedaan kesadaran akan praktik perawatan diri dan komitmen
untuk mematuhi praktik perawatan diri, sehingga pendidikan tentang praktik perawatan
diri harus diberikan kepada semua pasien diabetes.

7. Global Issues: Data tentang diabetes dan pengetahuan perawatan diri dilaporkan
sendiri; metode ini memiliki kelemahan mengingat bias dan hanya memunculkan
tanggapan yang dapat diterima secara sosial dan karenanya, dapat menyebabkan
perkiraan yang berlebihan dari beberapa hasil. Masa studi mungkin singkat tetapi
semua pasien diabetes yang datang ke rumah sakit dalam masa studi dan memenuhi
kriteria inklusi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan: Praktek perawatan diri mengacu
pada perilaku seperti mengikuti rencana diet, peningkatan olahraga, tes glukosa darah sendiri,
dan perawatan kaki. Rincian tentang aktivitas perawatan diri dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner Ringkasan Aktivitas Perawatan Diri Diabetes setelah perubahan kecil
dilakukan agar sesuai dengan konteks Ethiopia. Empat domain (diet, olahraga, perawatan kaki
dan tes glukosa darah) dari praktik perawatan diri digunakan untuk menilai praktik perawatan
diri pasien diabetes terhadap diabetes. Untuk semua domain, frekuensi aktivitas perawatan diri
dalam 7 hari terakhir diukur. Untuk setiap domain rata-rata dihitung dan dikategorikan sebagai
cukup untuk skor di atas nilai rata-rata dan tidak memuaskan untuk skor kurang dari nilai rata-
rata dan disajikan sebagai tabel dalam hasil.

Implikasi dan Rekomendasi:


• Kontrol glikemik Kontrol glikemik dinilai dengan menggunakan kadar Glukosa Darah
Puasa (FBG). Rekomendasi glikemik untuk orang dewasa yang tidak hamil adalah
antara 70 dan 130 mg/dl, ketika FBG pasien melebihi nilai ini, kami dianggap sebagai
kontrol glikemik yang buruk menurut ADA
• Tes Pengetahuan Diabetes (DKT) digunakan untuk menilai pemahaman umum pasien
diabetes tentang penyakit mereka dan rekomendasi pengobatan. Te DKT
dikembangkan dan diuji reliabilitas dan validitasnya oleh para sarjana Universitas
Michigan dan diadaptasi untuk konteks Ethiopia.

6. Judul artikel : Exploring the meaning and practice of selfcare among palliative care
nurses and doctors: a qualitative study
Sumber artikel : Jurnal BMC Palliative Care
Tanggal akses : 20 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Exploring the meaning and practice of selfcare among palliative care nurses and
doctors: a qualitative study

2. Abstract : Praktek perawatan diri dalam tenaga kerja perawatan paliatif sering dibahas,
namun tampaknya kurang diteliti. Sementara profesional perawatan paliatif diminta
untuk menerapkan dan mempertahankan strategi perawatan diri yang efektif,
tampaknya hanya ada sedikit bukti untuk memandu mereka. Selain itu, ada kebutuhan
yang jelas untuk memperjelas arti perawatan diri dalam praktik perawatan paliatif.
Makalah ini melaporkan temuan kualitatif dalam konteks studi metode campuran yang
lebih luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi makna dan praktik
perawatan diri seperti yang dijelaskan oleh perawat dan dokter perawatan paliatif.

3. Introduction: Konsep perawatan diri tanpa henti dikenal baik oleh orang-orang di
bidang pekerjaan sosial paliatif. Minat dalam perawatan diri tumbuh dalam disiplin
keperawatan dan medis , dan pentingnya untuk semua profesional perawatan paliatif
terbukti secara internasional melalui serangkaian standar kualitas, kompetensi inti, dan
standar praktik di mana perawatan diri praktek diamanatkan. Perawatan diri secara luas
didefinisikan oleh Sherman sebagai 'perilaku yang dimulai sendiri yang dipilih orang
untuk digabungkan untuk meningkatkan kesehatan yang baik dan kesejahteraan
umum'. Meskipun penekanan promosi kesehatan pada kesehatan yang baik dan
kesejahteraan, literatur perawatan paliatif sebagian besar berfokus pada strategi koping
dalam konteks stres kerja seperti kelelahan atau kelelahan belas kasih. Jelas,
manajemen stres sangat penting; namun, ada aspek penting lainnya dalam
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan yang melampaui cakupan mengatasi stres.
Dalam banyak kasus, tampaknya juga ada pertentangan antara istilah strategi koping
dan strategi perawatan diri. Kebingungan lebih lanjut tentang arti perawatan diri
disorot dalam survei paliatif Australia.

4. Method: Sampel purposive dari 24 perawat dan dokter perawatan paliatif di seluruh
Australia berpartisipasi dalam wawancara semi terstruktur dan mendalam. Wawancara
direkam dan ditranskripsi secara digital sebelum analisis konten kualitatif induktif,
didukung oleh perangkat lunak manajemen data QSR NVivo.

5. Results: Tiga tema menyeluruh muncul dari analisis: (1) Pendekatan proaktif dan
holistik untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan pribadi untuk mendukung
perawatan profesional orang lain; (2) Strategi perawatan diri yang dipersonalisasi
dalam konteks profesional dan non-profesional; dan (3) Hambatan dan pendorong
untuk praktik perawatan diri. Kesimpulan: Temuan penelitian ini memberikan
penjelasan rinci tentang konteks dan kompleksitas praktik perawatan diri yang efektif
yang sebelumnya kurang dalam literatur. Perawatan diri adalah pendekatan proaktif,
holistik, dan personal untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan melalui berbagai
strategi, baik dalam pengaturan pribadi dan profesional, untuk meningkatkan kapasitas
perawatan penuh kasih pasien dan keluarga mereka. Penelitian ini menambahkan
perspektif kualitatif yang penting dan berfungsi untuk memajukan pengetahuan tentang
konteks dan praktik perawatan diri yang efektif dalam tenaga kerja perawatan paliatif.

6. Discussion: Penelitian ini mengeksplorasi makna dan praktik perawatan diri seperti
yang dijelaskan oleh perawat dan dokter perawatan paliatif. Temuan ini memberikan
kontribusi pengetahuan baru dalam beberapa cara, dengan implikasi untuk praktek
klinis, penelitian dan pendidikan. Pendekatan proaktif dan holistik untuk
mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan pribadi untuk mendukung perawatan
profesional orang lain. Sifat holistik perawatan diri seperti yang diungkapkan dalam
penelitian ini konsisten dengan analisis wacana yang dilakukan oleh Breiddal. Temuan
dari penelitian ini memperluas pengetahuan yang ada ini dengan memberikan wawasan
baru tentang makna perawatan diri, dan juga melalui bukti lebih lanjut dari konteks
relasional di mana perawatan diri dipraktikkan, seperti yang disuarakan oleh praktisi di
lapangan. Bagi para profesional perawatan paliatif, perawatan diri bukanlah sikap
mementingkan diri sendiri dan apatis terhadap kebutuhan orang lain; melainkan, ini
adalah praktik proaktif dan relasional yang menyadari kesehatan dan kebutuhan
manusia praktisi, dan dimotivasi oleh konteks profesional untuk mempertahankan
perawatan penuh kasih dalam hubungan terapeutik dengan pasien dan keluarga
mereka.

7. Global Issues :
• Hambatan perawatan diri yang diidentifikasi dalam penelitian ini memberikan
konteks yang berharga yang juga dapat menjelaskan rendahnya tingkat
kemampuan perawatan diri yang diidentifikasi pada beberapa dokter dan
perawat dari penelitian sebelumnya.
• Membangun dari bukti yang muncul untuk mendukung pelatihan berorientasi
kasih sayang dalam intervensi dalam tim perawatan paliatif, penelitian masa
depan karena itu harus menyelidiki hubungan sebab akibat antara variabel-
variabel ini secara longitudinal.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Beberapa faktor yang memungkinkan untuk praktik perawatan diri diidentifikasi dalam
penelitian ini, baik interpersonal dan lingkungan mental. Keaslian, keberanian, dan
kepemimpinan ditonjolkan oleh para peserta. Menjadi manusia yang autentik dalam mengakui
kerentanan diri sendiri; memiliki keberanian untuk menentang stigma atau tegas dalam
mengatakan 'tidak', ketika menerima beban kerja tambahan dapat membahayakan
kesejahteraan diri sendiri; dan memimpin dengan memberi contoh dalam mendukung dan
menormalkan perawatan diri sebagai aspek penting dari praktik perawatan paliatif. Keaslian,
keberanian, dan kepemimpinan telah diakui sebagai kekuatan karakter yang dapat diukur dan
dibudidayakan. Pengembangan kekuatan karakter ini dalam tim perawatan paliatif karena itu
harus didorong untuk membantu dalam mengubah budaya tempat kerja yang tidak
mendukung. Studi potensial dapat menggabungkan intervensi yang memanfaatkan meditasi
cinta kasih atau program pelatihan welas asih lainnya yang telah terbukti meningkatkan welas
asih untuk diri sendiri dan orang lain, dan oleh karena itu dapat berkontribusi positif pada
perawatan diri dan perawatan welas asih orang lain

Implikasi dan Rekomendasi:


• Mengingat sifat perawatan diri yang sangat personal, layanan perawatan paliatif juga
harus mempertimbangkan cara-cara di mana berbagai strategi perawatan diri dapat
didukung. Misalnya, memberikan kesempatan untuk pembekalan informal dan
pengawasan klinis formal tergantung pada preferensi individu; serta ruang lingkup
untuk pengembangan yang didukung dari rencana perawatan diri individu bagi mereka
yang merasa akan mendapat manfaat darinya.
• Tanggung jawab bersama antara profesional perawatan paliatif dan layanan perawatan
paliatif di mana mereka bekerja, dengan dukungan staf dan budaya tempat kerja yang
positif diperlukan untuk mengelola berbagai hambatan dan enabler untuk praktek
perawatan diri yang efektif.

7. Judul artikel : Factors related to self-care behaviours among patients with


diabetic foot ulcers
Sumber artikel : Journal of Clinical Nursing
Tanggal akses : 13 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Factors related to self-care behaviours among patients with diabetic foot ulcers

2. Abstract : Diabetes saat ini merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang
mempengaruhi 9,4% dari populasi AS dan menyebabkan berbagai komplikasi (CDC,
2017). Ulkus kaki diabetik (DFU) merupakan salah satu komplikasi utama yang
dialami oleh 15% -25% pasien diabetes setidaknya sekali dalam seumur hidup mereka
(Chen et al., 2015; Hobizal & Wukich, 2012). DFU disebabkan oleh kondisi, seperti
neuropati, iskemia, tekanan dan hipertensi vena, dan merupakan masalah kronis
dengan tingkat kekambuhan hingga 59% (Lavery et al., 2016). Selain itu, tingkat
amputasi pasien dengan DFU adalah 34%, dan ketika berkembang menjadi necrotising
fasciitis, tingkat amputasi ekstremitas bawah adalah 72,4%.

3. Introduction: Perilaku perawatan diri terkait dengan kualitas hidup pasien diabetes, dan
penting untuk mengetahui faktor-faktor terkait untuk meningkatkannya (Bai, Chiou, &
Chang, 2009; Jannoo, Wah, Lazim, & Hassali, 2017). Item rinci untuk mengukur
perilaku perawatan diri pasien diabetes termasuk diet umum, perawatan kaki,
pemantauan glukosa darah , kepatuhan pengobatan diabetes dan aktivitas fisik.
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa perilaku perawatan diri pasien
diabetes dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, pekerjaan, kehadiran pemberi mobil,
efikasi diri, jenis mekanisme koping dan keterlibatan keluarga (Albai et al., 2017;
Bouldin et al., 2017; Chin, Huang, Hsu, Weng, & Wang, 2019; Devarajooh & Chinna,
2017; Pamungkas, Chamroonsawasdi, & Vatanasomboon, 2017). Secara khusus, ada
berbagai penelitian yang berfokus pada pengaruh stres dan strategi koping terhadap
perilaku perawatan diri penderita diabetes. Penderita diabetes mengalami stres karena
keterbatasan asupan makanan dan kalori untuk mencegah kenaikan berat badan.

4. Method: : Dari Juli-Agustus 2018, 131 pasien rawat jalan dan rawat inap dengan ulkus
kaki diabetik diberikan kuesioner survei mengenai perilaku perawatan diri dan faktor-
faktor yang diharapkan terkait di dua rumah sakit Korea. Dalam penelitian ini, perilaku
perawatan diri adalah manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik. Demografi,
karakteristik terkait penyakit dan laboratorium dikumpulkan. Data dianalisis dalam
bentuk statistik deskriptif, t , ANOVA, koefisien korelasi Pearson dan regresi berganda
bertahap. Daftar periksa STROBE digunakan sebagai pedoman untuk penelitian ini.

5. Results: Ditemukan perilaku perawatan diri tingkat sedang. Analisis regresi berganda
bertahap mengungkapkan bahwa manajemen diabetes secara signifikan terkait dengan
dukungan keluarga yang dirasakan, pengalaman pendidikan diabetes, stres yang
dirasakan, gaya koping yang berfokus pada masalah, pengalaman rawat inap dan
komorbiditas. Selanjutnya, perawatan kaki diabetik secara signifikan terkait dengan
pengalaman pendidikan diabetes, dukungan keluarga yang dirasakan, dan tingkat
serum tingkat sedimentasi eritrosit dan hemoglobin A1C.

6. Discussion: Studi ini memberikan data yang berguna untuk memahami perilaku
perawatan diri jumlah pasien DFU dan informasi penting untuk pengembangan
intervensi keperawatan untuk meningkatkannya. Berdasarkan temuan ini penelitian,
disarankan agar ada program untuk meningkatkan dukungan anggota keluarga atau
pengembangan pendidikan diabetes berbasis keluarga adalah diperlukan untuk
mempromosikan perilaku perawatan diri pasien DFU. Pendidikan akan lebih efektif
jika berfokus pada praktik diet, latihan fisik dan perawatan kaki, seperti yang
ditunjukkan bahwa peserta dalam penelitian ini tidak cukup terlibat dalam praktik ini.
Pelajaran ini menunjukkan minat awal dalam perilaku perawatan diri pasien DFU dan
mengungkapkan informasi dasar tentang topik ini. Perilaku perawatan diri pasien DFU
harus diselidiki lebih lanjut dalam kaitannya dengan berbagai faktor dalam studi
selanjutnya. Berdasarkan studi masa depan ini, intervensi yang berguna harus
dikembangkan untuk meningkatkan perawatan diri perilaku pasien dengan DFU.

7. Global Issues:
• Penderita diabetes mengalami stres karena keterbatasan asupan makanan dan kalori
untuk mencegah kenaikan berat badan
• Perilaku perawatan diri pasien ulkus kaki diabetik (DFU) perlu diamati dan dipelajari
secara terpisah dari pada pasien diabetes
• Perilaku perawatan diri pasien dengan DFU harus dipertimbangkan dalam dua aspek,
yaitu manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik.Berdasarkan penelitian ini,
kedua domain umumnya dipengaruhi oleh pendidikan diabetes dan dukungan
keluarga yang dirasakan.Penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan
faktor-faktor ini ketika mereka mempersiapkan dan memberikan intervensi untuk
pasien dengan DFU. Pendidikan diabetes berbasis keluarga akan lebih efektif dalam
mempromosikan perilaku perawatan diri pasien DFU.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Dukungan keluarga yang dirasakan dan pengalaman pendidikan diabetes adalah faktor terkait
utama dalam manajemen diabetes dan diabetes perawatan kaki pasien DFU dalam penelitian
ini. Ini menunjukkan bahwa diabetes pendidikan sangat diperlukan untuk pasien yang
menderita komplikasi diabetes. Edukasi diabetes harus terus menerus dan berulang kali
dilakukan untuk mempromosikan perilaku perawatan diri. Selain itu, diharapkan adanya
program untuk meningkatkan keakraban dan dukungan anggota keluarga dan pendidikan
diabetes untuk unit keluarga akan efektif untuk perilaku perawatan diri pasien dengan DFU.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, instrumen yang digunakan untuk
mengukur perawatan kaki diabetik tidak canggih dan cukup diverifikasi. Dengan tidak adanya
alat yang tepat untuk memenuhi tujuan penelitian ini, instrumen yang dibuat oleh peneliti
dalam penelitian ini berdasarkan rekomendasi dari Korean Diabetes Asosiasi digunakan.
Kedua, tes darah tidak dilakukan untuk ini studi, dan hasil tes ini dikumpulkan melalui review
dari hasil tes yang ada. Jadi, jumlah sampel per karakteristik tidak konstan dan tanggal
pemeriksaan berbeda. Pasien dengan DFU menunjukkan tingkat perawatan diri yang moderat
perilaku. Selain itu, beberapa faktor yang berhubungan dengan perawatan diri perilaku pasien
ini diidentifikasi. Penyedia layanan kesehatan harus mengamati dengan cermat perilaku
perawatan diri pasien DFU, dan profesional kesehatan harus mempertimbangkan faktor-faktor
utama yang relevan disarankan dalam penelitian ini untuk meningkatkan perilaku perawatan
diri mereka.

Implikasi dan Rekomendasi:


• Perilaku perawatan diri terdiri dari manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik.
Untuk mengukur derajat manajemen diabetes, instrumen yang dikembangkan oleh Kim
(1998) digunakan. Instrumen mencakup 20 item seperti praktik diet, kepatuhan minum
obat, latihan fisik dan tes glukosa yang dilakukan untuk manajemen diabetes
• Membuat instrumen berdasarkan rekomendasi dari Asosiasi Diabetes Korea; periksa
kaki dan sepatu, jangan membasuh kaki dengan air panas, jangan merendam kaki
dalam air terlalu lama dan jangan menggosok terlalu keras, oleskan krim atau losion
pelembab pada kaki kecuali sela-sela jari kaki, jangan berjalan tanpa alas kaki, jangan
merokok, jauhkan kaki dari sumber panas seperti kompor, kenakan kaus kaki katun
lembut dan wol yang tidak pas di kaki dan jangan menghilangkan kapalan sendiri
dengan alat tajam

8. Judul artikel : Type 2 Diabetes Patients Perspective, Experiences, and BarriersToward


Diabetes Related Self Care
Sumber artikel : Jurnal Frontier in Endrocinology
Tanggal akses : 10 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Type 2 Diabetes Patients Perspective, Experiences, and BarriersToward
Diabetes Related Self Care

2. Abstract : Kepatuhan terhadap aktivitas perawatan diri diabetes yang


direkomendasikan penting dalam mencapai kontrol glikemik yang diinginkan dan
mengurangi komplikasi terkait diabetes. Meskipun manfaat klinis yang diketahui
terkait dengan aktivitas perawatan diri diabetes, sejumlah penelitian melaporkan
kepatuhan yang buruk terhadap praktik perawatan diri terkait diabetes yang
direkomendasikan). Kepatuhan terhadap perawatan diri tergantung pada perilaku gaya
hidup pasien, seperti mengadopsi praktik makan sehat dan aktivitas fisik. Pengetahuan
penyakit yang tidak memadai; komunikasi yang buruk dengan penyedia layanan
kesehatan; dan faktor psikologis, seperti depresi, sering dilaporkan sebagai hambatan
untuk perawatan diri yang direkomendasikan. Pendidikan perawatan diri, dukungan
keluarga, dan keterampilan memecahkan masalah biasanya merupakan fasilitator yang
disarankan untuk meningkatkan praktik perawatan diri diabetes pada penderita
diabetes.

3. Introduction: Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu masalah perawatan kesehatan
yang paling menantang di abad kedua puluh satu. Diabetes tipe 2 (T2DM) adalah
bentuk paling umum dari diabetes dan mempengaruhi lebih dari 90% orang dengan
diabetes. Selain pre-disposisi genetik, aktivitas fisik, obesitas, dan kebiasaan makan
yang tidak sehat merupakan faktor risiko yang signifikan untuk DMT2. Di Pakistan,
tingkat prevalensi diabetes saat ini 6,9%, tetapi diproyeksikan mencapai 15% pada
tahun 2040, memberikan Pakistan prevalensi diabetes tertinggi keempat secara global.
Praktik perawatan diri telah berkorelasi positif dengan kontrol glikemik yang baik dan
pengurangan yang signifikan dalam perkembangan dan perkembangan komplikasi
yang terkait dengan diabetes. Praktik perawatan diri terkait diabetes termasuk makan
sehat, aktif secara fisik, pemantauan glukosa darah sendiri, dan minum obat yang
diresepkan secarateratur.

4. Method: Orang dewasa Pakistan dengan DMT2 direkrut dari departemen rawat jalan di
dua rumah sakit di Lahore. Wawancara semi terstruktur dilakukan dan direkam sampai
kejenuhan tematik tercapai. Dua peneliti secara tematis menganalisis data secara
independen menggunakan perangkat lunak NVivo ® dengan perbedaan diselesaikan
oleh peneliti ketiga

5. Results: Tiga puluh dua orang dewasa Pakistan (berusia 35-75 tahun, 62% perempuan)
berpartisipasi dalam penelitian ini. Enam tema diidentifikasi dari analisis kualitatif:
peran keluarga dan teman, peran dokter dan perawatan kesehatan, pemahaman pasien
tentang diabetes, komplikasi diabetes dan penyakit penyerta lainnya, beban perawatan
diri, dan keadaan hidup. Sebuah pengalaman variabel diamati dengan pendidikan dan
kesehatan. Konseling oleh penyedia layanan kesehatan, dukungan keluarga, dan
ketakutan akan komplikasi terkait diabetes adalah faktor kunci yang mendorong
peserta studi untuk mematuhi praktik perawatan diri terkait diabetes. Hambatan utama
untuk perawatan diri adalah kendala keuangan, keterbatasan fisik, kondisi cuaca
ekstrim, pertemuan sosial, mencintai makanan, pelupa, fobia jarum, dan pekerjaan
yang sibuk.

6. Discussion: Studi ini mengeksplorasi persepsi, pengalaman, enabler, dan hambatan


untuk perawatan diri diabetes oleh pasien dengan T2DM yang tinggal di daerah
perkotaan Pakistan. diabetes sendiri perawatan membutuhkan mengadopsi gaya hidup
sehat di samping mematuhi obat yang diresepkan dan darah biasa pengujian glukosa.
Secara keseluruhan, peserta menunjukkan sikap yang buruk pengetahuan tentang
diabetes, komplikasi yang berhubungan dengan diabetes, dan pentingnya pola makan
yang sehat dan teratur latihan. Konseling oleh penyedia layanan kesehatan dan
dukungan keluarga membantu peserta untuk manajemen penyakit yang lebih baik.
Mereka yang tidak berhasil dalam mengadopsi perawatan diri mengidentifikasi
beberapa hambatan, terutama mengikuti pola hidup sehat rencana diet dan aktivitas
fisik. Dipublikasikan sebelumnya studi fokus pada pandangan dan pengalaman
perawatan diri dari orang dengan diabetes yang tinggal di daerah pedesaan Pakistan.
Dukungan dari anggota keluarga meningkatkan perawatan diri praktik di antara peserta
studi dalam berbagai cara, termasuk identifikasi obat, obat-obatan administrasi, tes
glukosa darah, dan manajemen hipoglikemia. Beberapa peserta berkomentar bahwa
mereka mengalami kesulitan dalam identifikasi obat dan glukometer penanganan untuk
pengujian glukosa darah mereka meskipun bantuan dan dorongan yang diberikan oleh
keluarganya anggota difasilitasi mereka dalam kepatuhan minum obat. Pentingnya
keluarga dukungan sebagai enabler untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dan tes
glukosa darah pada orang dengan diabetes yang tinggal di daerah pedesaan dilaporkan
dalam pendapatan rendah dan menengah dan negara berpenghasilan tinggi. Partisipasi
dalam pertemuan sosial, seperti pernikahan upacara, adalah penghalang yang sering
dibagikan untuk perawatan diri oleh para peserta, karena makanan yang disajikan di
kesempatan sangat tidak cocok untuk penderita diabetes. Hasil yang menunjukkan
makanan yang terkait dengan norma sosial budaya menimbulkan penghalang untuk
manajemen diabetes yang efektif. Makan sehat praktik dapat ditingkatkan pada
penderita diabetes dengan: mempertimbangkan aspek budaya makanan dan individu
preferensi rasa.

7. Global Issues: Meskipun penelitian kami menyajikan wawasan baru ke dalam praktik
dan pengalaman pasien DMT2 di perkotaan wilayah Pakistan, ada beberapa
keterbatasan. Pertama, menjadi studi kualitatif, salah satu keterbatasannya adalah
kemungkinannya bias seleksi. Kedua, ada asimetri gender di kami peserta studi.
Ketiga, praktik perawatan diri belum dieksplorasi sehubungan dengan status sosial
ekonomi dan latar belakang pendidikan peserta studi. Kita berencana untuk merekrut
jumlah pria dan wanita yang sama pasien DMT2, tetapi karena proporsi yang lebih
tinggi dari perempuan pasien di tempat pengumpulan data, lebih banyak perempuan
sukarela untuk studi. Namun, penting untuk ditanggung dalam pikiran desain kualitatif
penelitian, di mana Tujuan dari penelitian ini adalah eksplorasi masalah secara
mendalam daripada generalisasi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Dukungan dari anggota keluarga mempromosikan praktik perawatan diri di antara peserta
studi dalam berbagai cara, termasuk identifikasi obat, pemberian obat, tes glukosa darah, dan
mengelola hipoglikemia. Beberapa partisipan mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan
dalam identifikasi obat dan penanganan glukometer untuk pemeriksaan glukosa darah mereka
meskipun bantuan dan dorongan yang diberikan oleh anggota keluarga mereka memfasilitasi
mereka dalam kepatuhan minum obat. Pentingnya dukungan keluarga sebagai enabler untuk
meningkatkan kepatuhan pengobatan dan tes glukosa darah pada penderita diabetes yang
tinggal di daerah pedesaan dilaporkan baik di negara berpenghasilan rendah dan menengah
dan negara berpenghasilan tinggi.Partisipasi dalam pertemuan sosial, seperti upacara
pernikahan, sering menjadi penghalang perawatan diri oleh para peserta, karena makanan yang
disajikan pada acara-acara seperti itu sangat tidak cocok untuk penderita diabetes. Secara
keseluruhan, peserta penelitian menunjukkan pengetahuan yang buruk tentang
perencanaan diet, pentingnya olahraga teratur, tes gula darah, dan manajemen
hipoglikemia. Orang yang diwawancarai juga menunjukkan perlunya konseling oleh
penyedia layanan kesehatan mereka untuk praktik perawatan diri terkait diabetes.
Hambatan untuk perawatan diri lebih menonjol dibandingkan dengan faktor-faktor yang
memfasilitasi. Dengan demikian, melayani kebutuhan informasi orang dengan diabetes
dengan program pendidikan perawatan diri individual dan peka budaya harus dianggap
sebagai pendekatan yang ideal untuk mencapai hasil terapi yang diinginkan. Pendidikan
pasien dan motivasi untuk perawatan diri diabetes yang tepat sangat penting untuk
meningkatkan pengetahuan penyakit pasien dan praktik perawatan diri.

Implikasi dan Rekomendasi:


• Praktik perawatan diri belum dieksplorasi sehubungan dengan status sosial ekonomi
dan latar belakang pendidikan peserta
• Beberapa hambatan untuk praktik perawatan diri muncul dari penelitian ini. Hambatan
ini termasuk kendala keuangan, sifat sibuk pekerjaan mereka, keterbatasan fisik, fobia
jarum, sifat pecinta makanan, dan kondisi cuaca ekstrim.
• Pendidikan perawatan diri juga harus mencakup informasi tentang penyebab,
komplikasi, dan prognosis diabetes dan harus disesuaikan dengan perspektif budaya
dan kebutuhan individu pasien

9. Judul artikel : Effect of Diabetes Education Through Pattern Management on Self-


Care and Self-Efficacy in Patients with Type 2 Diabetes
Sumber artikel : International Journal of Environmental Research and Public Health
Tanggal akses : 11 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Effect of Diabetes Education Through Pattern Management on Self-Care and
Self-Efficacy in Patients with Type 2 Diabetes
2. Abstract : Penelitian ini menyelidiki pengaruh penerapan program pendidikan diabetes
yang disesuaikan melalui manajemen pola (PM), menggunakan hasil sistem
pemantauan glukosa berkelanjutan (CGMS), pada perilaku perawatan diri individu dan
efikasi diri pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pasien dengan diabetes tipe 2 yang
belum pernah menerima pendidikan diabetes, terdaftar dari Maret hingga September
2017, secara berurutan ditugaskan untuk pendidikan PM atau kelompok kontrol. Pada
kelompok pendidikan PM, tes CGMS pertama kali dilakukan satu minggu sebelum
pendidikan diabetes dan diulang tiga kali oleh PM untuk mendapatkan data tentang
perilaku perawatan diri dan efikasi diri. Hasil ini kemudian dibandingkan sebelum dan
sesudah pendidikan pada tiga dan enam bulan. Kelompok kontrol menerima
pendidikan diabetes tradisional. Self-efficacy menunjukkan interaksi yang signifikan
secara statistik antara kedua kelompok dari waktu ke waktu, menunjukkan perbedaan
yang signifikan dalam tingkat self-efficacy antara pendidikan PM dan kelompok
kontrol. Edukasi diabetes oleh PM menggunakan analisis hasil CGMS meningkatkan
kebiasaan hidup dengan pengaruh positif pada perilaku perawatan diri dan efikasi diri
untuk manajemen diabetes. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih
mengembangkan dan menerapkan program pendidikan diabetes individu untuk
mempertahankan efek perilaku perawatan diri dan efikasi diri pada pasien diabetes
yang mengalami penurunan efikasi diri setelah tiga bulan pendidikan.

3. Introduction: Diabetes, salah satu dari empat penyakit tidak menular utama,
didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai masalah kesehatan
masyarakat dengan peningkatan insiden dan peningkatan jumlah pasien dalam
beberapa dekade terakhir. Menurut laporan global diabetes dari WHO, 1.500.000 orang
meninggal karena diabetes pada tahun 2012, dan tambahan 2.200.000 orang meninggal
karena peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit lain dari disglikemia.
Meskipun perkembangan diabetes tipe 2 sebagian besar disebabkan oleh kebiasaan
hidup yang tidak tepat, termasuk hipertensi, obesitas, dan hiperkolesterolemia,
sebagian besar pasien diabetes tidak melakukan perilaku perawatan diri, seperti
perubahan pola makan, olahraga, pemantauan glukosa darah sendiri . SMBG), dan
perawatan kaki. Selain itu, banyak pasien gagal untuk menyadari pentingnya
manajemen lanjutan dan fakta bahwa perilaku perawatan diri yang aktif dan
berkelanjutan dapat membantu dalam pencegahan diabetes komplikasi.

4. Method: Studi Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest kelompok kontrol


nonequivalent untuk menguji efek Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest
kelompok kontrol nonequivalent untuk menguji efek pendidikan diabetes berbasis PM
menggunakan hasil CGMS pasien diabetes. Pasien dengan diabetes tipe 2 yang
mengunjungi Departemen Endokrinologi di Rumah Sakit Umum B, Gyeonggi, antara
Maret 2017 dan September 2017 dan yang memberikan persetujuan tertulis untuk
partisipasi studi terdaftar ke dalam pendidikan PM atau kelompok kontrol. Program G
Power 3.1 digunakan untuk menghitung ukuran sampel yang diperlukan untuk
pengukuran berulang analisis varians (ANOVA) dengan tingkat signifikansi 0,05,
kekuatan 0,95, dan ukuran efek 0,25, sehingga total diperlukan 44 subjek.

5. Results: Ada 60 subjek, secara keseluruhan, dengan 30 masing-masing di kelompok


PM dan kontrol. Kelompok pendidikan dan kontrol PM tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan pada semua variabel; sehingga memenuhi persyaratan homogenitas
karakteristik umum.

6. Discussion: Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dasar pengembangan diabetes


yang disesuaikan program pendidikan dengan menyelidiki pengaruh pendidikan
diabetes berbasis PM memanfaatkan CGMS hasil, pada perilaku perawatan diri dan
self-efficacy pasien dengan diabetes tipe 2. Dengan perubahan perilaku perawatan diri
setelah pendidikan diabetes berbasis PM memanfaatkan hasil CGMS, Kelompok PM
menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan kelompok kontrol—dengan kata lain,
positif perubahan perilaku perawatan diri diamati pada kelompok PM. Ini konsisten
dengan sebelumnya temuan bahwa perilaku perawatan diri meningkat setelah program
pendidikan diabetes. Diantara sub-domain, perilaku perawatan diri terkait pengobatan
meningkat meskipun perbedaan antar kelompok tidak signifikan. Hal ini serupa dengan
temuan sebelumnya bahwa pengalaman program pendidikan mempengaruhi perilaku
perawatan diri terkait pengobatan dalam penyakit terkait gaya hidup. Kedua kelompok
belajar tentang diabetes dan komplikasinya dan menyadari perlunya pengobatan
melalui diabetes program pendidikan; oleh karena itu, perubahan dalam perilaku
perawatan diri terkait pengobatan dinilai dari waktu ke waktu waktu tidak signifikan.

7. Global Issues:
• Self-efficacy meningkat ketika penderita diabetes berpartisipasi dalam
perencanaan pengobatan, secara aktif belajar tentang penyakit, mengeksplorasi
perasaan penyakit, dan memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk
beradaptasi.
• Diabetes pasien dengan efikasi diri tinggi diketahui melakukan lebih banyak
perilaku perawatan diri, yang berpotensi mencegah komplikasi diabetes dan
meningkatkan kualitas hidup.
• Tingkat yang lebih tinggi dari perilaku perawatan diri dan self-efficacy pada
kelompok PM dibandingkan pada kelompok kontrol dan mengkonfirmasi efek dari
PM menggunakan hasil CGMS.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Ketika perbedaan kelompok dalam perubahan self-efficacy diuji, interaksi antara waktu dan
dan kelompok signifikan secara statistik; dengan kata lain, perubahan efikasi diri menunjukkan
bahwa suatu kelompok signifikan secara statistik; dengan kata lain, perubahan efikasi diri
menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok PM dan kontrol.
Skor untuk self-efficacy perbedaan yang signifikan secara statistik antara PM dan kelompok
kontrol. Skor untuk efikasi diri meningkat lebih banyak sebesar 0,51 pada kelompok PM bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol, tiga bulan meningkat lebih banyak sebesar 0,51 pada
kelompok PM bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, tiga bulan setelah pendidikan
diabetes berbasis PM. Enam bulan setelah program pendidikan, perbedaannya setelah
pendidikan diabetes berbasis PM. Enam bulan setelah program pendidikan, selisih penurunan
antara kedua kelompok hanya sebesar 0,04, hampir sama. Kesimpulannya, penurunan efikasi
diri antara kedua kelompok hanya sebesar 0,04, hampir identik. Kesimpulannya, self-efficacy
meningkat lebih pada kelompok PM dibandingkan pada kelompok kontrol.
Implikasi dan Rekomendasi:
• Perubahan perilaku perawatan diri setelah pendidikan diabetes berbasis PM
memanfaatkan hasil CGMS, Kelompok PM menunjukkan perbaikan dibandingkan
dengan kelompok kontrol—dengan kata lain, positif perubahan perilaku perawatan diri
diamati pada kelompok PM. Ini konsisten dengan sebelumnya temuan bahwa perilaku
perawatan diri meningkat setelah program pendidikan diabetes.
• Pengalaman program pendidikan mempengaruhi perilaku perawatan diri terkait
pengobatan dalam penyakit terkait gaya hidup. Kedua kelompok belajar tentang
diabetes dan komplikasinya dan menyadari perlunya pengobatan melalui diabetes
program pendidikan; oleh karena itu, perubahan dalam perilaku perawatan diri terkait
pengobatan dinilai dari waktu ke waktu waktu tidak signifikan.

10. Judul artikel : Empowerment and Social Support as Predictors of Self-Care


Behaviors and Glycemic Control in Individuals With Type 2
Diabetes
Sumber artikel : Clinical Nursing Research Journal, pubmed
Tanggal akses : 11 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Empowerment and Social Support as Predictors of Self-Care Behaviors and
Glycemic Control in Individuals With Type 2 Diabetes

2. Abstract : Insiden diabetes tipe 2 meningkat sebagai akibat dari teknologi


perkembangan, gaya hidup menetap, dan perubahan pola makan (Kesehatan Dunia
Organisasi [WHO], 2015). Prevalensi diabetes pada orang dewasa berusia 18 tahun
tahun dan lebih tua diperkirakan 9% pada tahun 2014 (WHO, 2015), sedangkan
kejadian diabetes pada orang dewasa berusia 20 tahun ke atas ditemukan 13,7% di
Turki (Satman et al., 2013). Masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh individu
dengan diabetes adalah penurunan rasio kontrol glikemik dan komplikasi terkait.
3. Introduction : Diabetes manajemen tes bertujuan untuk memungkinkan kontrol
glikemik dan mencegah komplikasi (Asosiasi Diabetes Amerika [ADA], 2015; WHO,
2015). Disarankan pengobatan untuk mencapai kontrol glikemik adalah diet terkontrol,
aktivitas fisik, pemantauan glukosa darah, agen hipoglikemik oral dan pengobatan
insulin, dan pendidikan manajemen diri diabetes (ADA, 2015). Tujuan artikel ini
menyelidiki pemberdayaan, dukungan sosial, dan karakteristik terkait diabetes sebagai
prediktor perilaku perawatan diri dan kontrol glikemik pada individu dengan diabetes
tipe 2 di Turki. Memahami hubungan ini akan memberikan perspektif untuk
merencanakan pelatihan pasien serta menentukan dan menerapkan metode ini, dan
akan memberikan kontribusi yang besar untuk perawatan pasien dengan diabetes tipe
2.

4. Method: Deskriptif cross-sectional dan desain penelitian relasional digunakan dalam


artikel. Studi ini mendaftarkan 220 individu dengan diabetes tipe 2 yang mendaftar ke
rumah sakit universitas atau ke rumah sakit pelatihan dan penelitian dan yang dirawat
di layanan endokrin di Turki antara Januari dan Juli 2014. Semua subjek setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk penelitian
dipilih dengan pendekatan convenience sampling: diagnosis diabetes tipe 2 selama
minimal 6 bulan, setidaknya berusia 18 tahun, dan semua jenis cacat fisik. Formulir
informasi pengantar disiapkan oleh peneliti sesuai dengan literatur terkait dan
terdiri dari 12 pertanyaan mengenai karakteristik sosiodemografi dan karakteristik
terkait diabetes peserta

5. Results: 220 individu dengan diabetes tipe 2 dilibatkan dalam penelitian. Rerata
periode diagnosis diabetes adalah 10,17 tahun. 45,9% peserta menderita komplikasi
terkait diabetes; 63,6% dari mereka memiliki penyakit kronis selain diabetes; 39,5%
dari mereka diobati dengan obat insulin; dan 71,8% menerima pelatihan diabetes. Pada
hasil didapatkan hubungan negatif antara Alc dan pemberdayaan pada diabetes (r=-22,
p < .01), hubungan antara Alc dan komplikasi diabetes ( r=.22, p<.01) positif.
Hubungan antara diet, pemantauan glukosa darah, perawatan kaki dan dukungan sosial,
pemberdayaan, lama menderita diabetes, dan pengobatan diabetes adalah positif.
Hubungan antara olahraga dan dukungan sosial (r = .35, p < .01), pemberdayaan (r=
.36, p< .01), dan pengobatan diabetes (r.14, p< .05) adalah positif, sedangkan
hubungan dengan komplikasi diabetes (r = -26, p<.01) adalah negative.

6. Discussion: Pemberdayaan berkontribusi paling besar untuk memprediksi kontrol


glikemik. Saat pasien diberdayakan, kontrol glikemik mereka terpengaruh secara
positif. Literatur terkait menunjukkan bahwa pemberdayaan merupakan faktor penting
dalam memprediksi kontrol glikemik. Variabel lain yang berkontribusi terhadap
prediksi kontrol glikemik adalah komplikasi diabetes. Dalam penelitian ini, karena
komplikasi diabetes dari individu diabetes tipe 2 meningkat, kadar Alc mereka juga
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pemberdayaan yang dirasakan individu dengan diabetes, maka ia menunjukkan
perawatan diri yang lebih baik.

7. Global Issues: Masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh individu dengan diabetes
adalah penurunan kontrol glikemik dan komplikasi. Perawatan yang disarankan untuk
mencapai kontrol glikemik adalah diet terkontrol, aktivitas fisik, pemantauan glukosa
darah, agen hipoglikemik oral dan pengobatan insulin, dan pendidikan manajemen diri
diabetes. pemberdayaan pasien merupakan target yang signifikan dalam pendidikan
pasien dan perawatan untuk pengelolaan diabetes

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:


Keluarga pasien dan dukungan sosial sangat penting untuk manajemen perawatan diri.
Keluarga secara langsung mempengaruhi keadaan psikologis dan perilaku perawatan diri
diabetes individu dengan diabetes. dukungan sosial pada individu dengan diabetes
menyebabkan kontrol glikemik yang lebih baik, meningkatkan kepatuhan terhadap rejimen
pengobatan, dan meningkatkan perilaku perawatan diri diabetes, yang menjadikannya variabel
penting dalam manajemen diabetes. Dukungan sosial dipengaruhi oleh budaya, dengan
demikian pengaruh dukungan sosial pada individu dengan diabetes harus diperiksa
berdasarkan budaya. Sejumlah penelitian terbatas meneliti efek dukungan sosial pada
pengobatan individu dengan diabetes tipe 2 di Turki. Dalam dua penelitian pada individu
dengan diabetes tipe 2 di Turki, ditemukan bahwa perilaku perawatan diri meningkat seiring
dengan peningkatan dukungan sosial yang dirasakan

Implikasi dan Rekomendasi:


1) Oleh karena itu dalam artikel menunjukkan bahwa pasien yang merasa diberdayakan
menunjukkan peningkatan tingkat kontrol glikemik dan meningkatkan perilaku
perawatan diri diabetes mereka. Ditemukan bahwa dukungan sosial meningkatkan
perilaku perawatan diri diabetes individu dengan diabetes tetapi tidak terkait dengan
kontrol glikemik. Ketika penggunaan insulin meningkat dalam pengobatan diabetes,
adaptasi individu diabetes terhadap diet, frekuensi pemantauan glukosa darah, dan
perawatan kaki meningkat. Dimensi dukungan dan pemberdayaan sosial harus
diperhitungkan ketika merencanakan intervensi untuk meningkatkan perilaku
perawatan diri individu dengan diabetes tipe 2 serta kontrol glikemik. Dapat dikatakan
bahwa teori berbasis pemberdayaan harus digunakan untuk pengelolaan penyakit
kronis seperti diabetes. Harus diingat bahwa pasien diabetes sering mengurangi
aktivitas fisik mereka karena peningkatan komplikasi kronis yang terkait dengan
penyakit; untuk tujuan ini, pasien harus diinstruksikan dalam latihan yang tepat. Uji
coba terkontrol secara acak untuk mengungkapkan efek pemberdayaan dan perawatan
sosial pada perilaku perawatan diri dan kontrol glikemik harus dilakukan. Ketika
melatih individu dengan diabetes, pendekatan yang realistis dan budaya tertentu untuk
perilaku mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari mengenai dukungan sosial, dan
pemberdayaan harus digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Jia, Y., O. Chen., Z. Xiao., J. Bian. 2021. Nurses’ ethical challenges caring for people with
COVID-19: A qualitative study. Nursing Ethics. 28(1): 33-45.
Setiani, B. (2018). Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan Kewajiban
dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia,
8(04), 497–507. https://doi.org/10.33221/jiiki.v8i04.154
Utami, N. W., A, U., & H, R. E. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan Profesional. In
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
LKM 1. Analisis model Perawatan Paliatif: Rodgers’ Evolutionary Concept Analysis
UNIVERSITAS JEMBER KODE
FAKULTAS KEPERAWATAN DOKUMEN
PRODI S-1 KEPERAWATAN FORM PP-05

LEMBAR KERJA MAHASISWA


Dosen Pengampu Mata kuliah : Dr. Rondhianto, S.Kep., Ns.,M.Kep.
Pokok Bahasan : Konsep dan model perawatan menjelang ajal
dan paliatif
Model Pembelajaran : Case Method

IDENTITAS MAHASISWA
Nama/NIM/Kelas Anna Agustina Pangesti / 202310101113 / B 2020
Nama Kelompok 17:
Anggota 1. Febi Marliana Sari 192310101158
kelompok 2. Rita Nofita Sari 202310101102
3. Anna Agustina Pangesti 202310101113
Pertemuan Ke 2
Hari/Tanggal Kamis / 8 September 2022

BAHAN DISKUSI
Lakukan searching dan download-lah beberapa artikel ilmiah tentang teori dan model
keperawatan yang digunakan dalam asuhan keperawatan menjelang ajal dan paliatif di
website jurnal ilmiah terindex scopus atau SINTA. Jika sudah anda temukan artikel yang
sesuai tersebut, maka kemudian bacalah dengan seksama artikel tersebut.

Setelah anda membaca artikel tersebut maka kemudian bacalah beberapa textbook dan buku
panduan praktikum dibawah ini untuk meningkatkan pemahaman anda terkait tugas yang
diberikan:

1. Becker, R. (2010). Fundamental Aspects of Palliative Care Nursing: An evidence-


based handbook for student nurses (Second). MA Healthcare Limited.
https://doi.org/10.7748/ns2004.09.19.3.28.b43
2. Buckley, J. (2008). Palliative Care: An Integrated Approach. Wiley-
Blackwell. https://doi.org/10.1002/9780470988084
3. Cherny, N. I., Fallon, M. T., Kaasa, S., Portenoy, R. K., & Currow, D. C. (Eds.).
(2015). Oxford Textbook of Palliative Medicine (5th ed.). Oxford University Press
Inc.
4. Emanuel, L. L., & Librach, S. L. (Eds.). (2011). Palliative Care: Core Skills and
Clinical Competencies
(Second). Elsevier Saunders. https://doi.org/10.1111/j.1445-5994.2008.01839.x
5. Faull, C., de Caestecker, S., Nicholson, A., & Black, F. (Eds.). (2012). Handbook
of Palliative Care (2nd ed.). John Wiley & Sons, Inc.
https://doi.org/10.1002/9781118426869
6. Ferrell, B. R., & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of Palliative Nursing (B. R.
Ferrell & N. Coyle (Eds.); Third). Oxford University Press Inc.
7. Hedman, S. A., Fuzy, J., & Rymer, S. (2018). Hartman ’ s Nursing Assistant
Care: Long-Term Care
(Fourth). Hartman Publishing, Inc.
8. Zerwekh, J. V. (Ed.). (2006). Nursing Care at the End of Life: Palliative Care for
Patients and Families. F.A Davis Company.
9. Rondhianto, dkk. (2021) Petunjuk Praktikum Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif. KHD Production.

Siapkan form Rodgers’ Evolutionary Concept Analysis (Lihat di RTM 1), kemudian
lakukanlah analisis konsep terhadap artikel ilmiah tersebut secara mandiri. Hasil analisis
konsep secara mandiri dari tiap artikel kemudian diskusikanlah dengan teman satu
kelompok anda dari judul sampai dengan kesimpulan artikel tersebut (kejelasan dan
ketajaman dari artikel tersebut). Setelah itu bersama-sama dengan teman satu kelompok
anda susunlah laporan hasil analisis artikel anda tersebut dalam format laporan yang telah
disediakan dalam (lihat di RTM 1).
HASIL DISKUSI
Tuliskan hasil analisis artikel yang telah anda lakukan sesuai dengan format yang telah
disiapkan.

Judul artikel : The Effect of Family Empowerment in Nursing Implementation


Toward Self-Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus
Sumber artikel : Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic (INJEC)
Tanggal akses : 10 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : The Effect of Family Empowerment in Nursing Implementation Toward Self-
Efficacy among Patients with Diabetes Mellitus

Abstract :
2. Introduction: Diabetes melitus adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak dapat
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan sehingga terjadi kelebihan kadar gula
darah normal. Pemberian pemberdayaan keluarga pada klien kaki gangren diabetes harus
dilakukan secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan. Intervensi
yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan keluarga untuk memotivasi dan
meningkatkan efikasi diri pasien diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh efikasi diri sebelum dan sesudah pelaksanaan pemberdayaan
keluarga dalam keperawatan pada pasien diabetes mellitus.

3. Method: Penelitian pra eksperimen dengan desain penelitian pretest and posttest without
control group. Empat puluh responden yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diuji
dengan menggunakan purposive sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan
angket efikasi diri. Variabel terikat penelitian ini adalah efikasi diri, sedangkan variabel
bebasnya adalah pemberdayaan keluarga dengan menggunakan metode analisis
parametrik uji-t berpasangan.

4. Results: Berdasarkan apa yang dijawab oleh responden terdapat pengaruh yang signifikan
yang menunjukkan perbedaan setelah posttest. Hasil yang diperoleh nilai: = 0,05 yang
dihitung dengan hasil p = 0,00 (p < 0,05). Artinya, setelah dilakukan posttest terjadi
penurunan motivasi dan efikasi diri.
5. Discussion: Peneliti menyimpulkan bahwa ada pengaruh pemberdayaan keluarga
terhadap penderita diabetes mellitus. Implikasi dari penelitian ini adalah peran keluarga
sangat penting dalam penyembuhan pasien.

6. Global Issues: Pemberdayaan, dukungan sosial, pengobatan diabetes, komplikasi


diabetes, diabetes kronik menjadi faktor yang berpengaruh terhadap perilaku perawatan
diri pasien diabetes.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Kuesioner menanyakan “hubungan keluarga dengan saya ketika sakit sangat membantu
dalam proses penyembuhan” menunjukkan hasil 100% (20 responden) menyatakan setuju.
Dukungan keluarga saat sakit dalam proses penyembuhan adalah segala bentuk perilaku dan
sikap positif yang diberikan oleh keluarga kepada salah satu anggota keluarga yang sakit
yaitu anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. (Friedman, 2010). Namun
tidak semua klien DM memiliki dukungan keluarga yang baik (Amelia & Nurchayati, 2014).

Self-efficacy adalah keyakinan individu tentang kemampuan pribadi untuk kinerja kerja.
Self-efficacy adalah keyakinan pasien terhadap kemampuannya untuk melakukan berbagai
perilaku manajemen diri diabetes. Self-efficacy menjadi dasar untuk meningkatkan
efektivitas pendidikan diabetes karena berfokus pada perubahan perilaku. Seseorang yang
hidup dengan diabetes yang memiliki tingkat efikasi diri yang lebih tinggi akan berpartisipasi
dalam perilaku pengelolaan diri diabetes yang lebih baik (Andra & Putri, 2013). Penderita
diabetes akan mengalami efek psikologis dan psikosomatik, rasa tidak aman dan kurang
percaya diri muncul akibat komplikasi diabetes (Negara, 2017).

Self-efficacy adalah kunci dari teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Self-efficacy mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa, memotivasi dirinya dan
bertindak. Self-efficacy mendorong proses pengendalian diri untuk mempertahankan
perilaku yang diperlukan dalam mengelola perawatan diri pada pasien DM. Menurut Bandura
(1994), self-efficacy dapat dibentuk dan dikembangkan melalui empat proses, yaitu kognitif,
motivasional, afektif dan seleksi. Menurut International Council of Nurses (ICN, 2010), salah
satu model perawatan penyakit kronis yang berkembang saat ini adalah Chronic Care Model
(CCM), yaitu model perawatan pasien yang berfokus pada interaksi pasien yang aktif dan
terinformasi dengan kesehatan. tim yang proaktif dan siap melayani. Ini berarti hubungan
pasien yang termotivasi dan berpengetahuan dan percaya diri dalam mengambil keputusan
tentang kesehatannya dengan tim yang mampu memberikan informasi tentang perawatan
kaki, dan motivasi serta sumber daya perawatan berkualitas baik diperlukan (Purwanti,
2014).

Implikasi dan Rekomendasi:


Implikasi dari penelitian ini adalah peran keluarga sangat penting dalam penyembuhan
pasien. Rekomendasi dari penelitian ini adalah keluarga perlu memberikan informasi agar
dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengendalian penyakitnya, serta anggota
keluarga diharapkan memberikan dukungan emosional dan psikologis, membantu
mengembangkan pengetahuan, sikap dan perilaku penderita yang sehat, serta mendorong
pengelolaan diabetes secara mandiri.

Judul artikel : Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West
Ethiopia
Sumber artikel : BMC Research Notes
Tanggal akses : 10 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West Ethiopia
Abstract :
2. Introduction: Perawatan diabetes adalah kompleks dan membutuhkan banyak masalah, di
luar kendali glikemik, untuk ditangani. Penelitian ini bertujuan untuk menilai besarnya
praktik perawatan diri dan faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perawatan diri pada
pasien diabetes; maka jenis data tersebut mengungkapkan besarnya masalah dan penting
untuk layanan pemberian perawatan sehingga dapat mengisi kesenjangan untuk
menyelesaikan masalah.

3. Method: Sebuah cross-sectional study berbasis fasilitas dilakukan dari 20 Februari hingga
20 Mei 2016. Pasien diabetes dewasa yang aktif menindaklanjuti di klinik DM selama
masa penelitian, Rumah Sakit Rujukan Nekemte. Untuk mengumpulkan data primer,
kuesioner dan wawancara digunakan dalam penelitian ini. Format pengumpulan data
dikembangkan oleh peneliti utama untuk mengumpulkan pengukuran glukosa darah dan
obat anti-diabetes yang digunakan oleh masing-masing subjek penelitian. Kuesioner
dikembangkan setelah literatur ditinjau secara menyeluruh.
4. Results: Sebanyak 252 peserta penelitian dilibatkan dalam penelitian ini, 54,8% di
antaranya adalah laki-laki. Dari peserta lebih dari setengah 150 (59,5%) memiliki kontrol
glikemik yang buruk dan 153 (60,7%) dari peserta memiliki perawatan diri yang baik.
Mayoritas peserta penelitian 209 (82,9%) memiliki perawatan kaki yang memadai dan
lebih dari setengahnya 175 (69,4%) dan 160 (63,5%) masing-masing memiliki rencana
diet dan manajemen olahraga yang memadai. Namun dari total pasien diabetes hanya 38
(15,1%) yang memiliki praktik pemeriksaan glukosa darah yang memadai.

5. Discussion: Pemantauan diri dari kontrol glikemik adalah landasan perawatan diabetes
yang dapat memastikan partisipasi pasien dalam mencapai dan mempertahankan target
glikemik tertentu. Pemantauan diri memberikan informasi tentang status glikemik saat
ini, memungkinkan penilaian terapi dan memandu penyesuaian dalam diet, olahraga, dan
pengobatan untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal.

6. Global Issues: Kurangnya dukungan sosial keluarga, kurangnya pengetahuan tentang


diabetes, kurangnya akses melakukan diet dan aktivitas fisik dan olahraga, praktik
perawatan yang buruk.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Self-monitoring dari kontrol glikemik adalah landasan perawatan diabetes yang dapat
memastikan partisipasi pasien dalam mencapai dan mempertahankan target glikemik
tertentu. Self-monitoring memberikan informasi tentang status glikemik saat ini,
memungkinkan penilaian terapi dan memandu penyesuaian dalam diet, olahraga, dan
pengobatan untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal.

Alasan self-care yang buruk pada pasien dengan durasi diabetes yang lebih pendek dapat
disebabkan oleh konseling dan kontak yang kurang teratur dengan profesional kesehatan
yang dapat membantu mereka untuk menciptakan kesadaran mereka untuk praktik self-care.
Pasien tanpa akses untuk pemantauan glukosa darah sendiri lebih mungkin untuk memiliki
praktik self-care yang buruk dibandingkan mereka yang memiliki akses untuk pemantauan
glukosa darah sendiri. Alasan tidak adanya akses pemantauan glukosa darah mandiri dapat
disebabkan oleh status sosial ekonomi rendah dari peserta penelitian dan kurangnya
kesadaran mereka tentang penggunaan glukometer.

Pengetahuan yang buruk tentang diabetes dikaitkan secara signifikan dengan praktik self-
care yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan karena pasien dengan pengetahuan yang buruk
tentang diabetes kurang patuh terhadap pengobatan dan praktik self-care mereka dan ini akan
mengakibatkan kontrol glikemik yang buruk.

Implikasi dan Rekomendasi:


Implikasi dari penelitian ini adalah dukungan sosial keluarga, pengetahuan dan juga akses
untuk melakukan diet serta aktivitas fisik dan olahraga sangat berpengaruh terhadap baik
buruknya praktik perawatan diri. Rekomendasi dari penelitian ini adalah penyedia layanan
kesehatan harus mulai dengan meluangkan waktu untuk mengevaluasi persepsi pasien
mereka dan membuat rekomendasi yang realistis dan spesifik untuk kegiatan perawatan diri.

Judul artikel : Exploring the meaning and practice of self-care among palliative care
nurses and doctors: a qualitative study
Sumber artikel : BMC Palliative Care
Tanggal akses : 10 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Exploring the meaning and practice of self-care among palliative care nurses and
doctors: a qualitative study

Abstract :
2. Introduction: Praktek perawatan diri dalam tenaga kerja perawatan paliatif sering dibahas,
namun tampaknya kurang diteliti. Sementara profesional perawatan paliatif diminta untuk
menerapkan dan mempertahankan strategi perawatan diri yang efektif, tampaknya hanya
ada sedikit bukti untuk memandu mereka. Selain itu, ada kebutuhan yang jelas untuk
memperjelas arti perawatan diri dalam praktik perawatan paliatif. Makalah ini
melaporkan temuan kualitatif dalam konteks studi metode campuran yang lebih luas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi makna dan praktik perawatan diri
seperti yang dijelaskan oleh perawat dan dokter perawatan paliatif.

3. Method: Sampel purposive dari 24 perawat dan dokter perawatan paliatif di seluruh
Australia berpartisipasi dalam wawancara semi-terstruktur dan mendalam. Wawancara
direkam dan ditranskripsi secara digital sebelum analisis konten kualitatif induktif,
didukung oleh perangkat lunak manajemen data QSR NVivo.
4. Results: Tiga tema menyeluruh muncul dari analisis: (1) Pendekatan proaktif dan holistik
untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan pribadi untuk mendukung perawatan
profesional orang lain; (2) Strategi perawatan diri yang dipersonalisasi dalam konteks
profesional dan non-profesional; dan (3) Hambatan dan pendorong untuk praktik
perawatan diri.

5. Discussion: Temuan penelitian ini memberikan penjelasan rinci tentang konteks dan
kompleksitas praktik perawatan diri yang efektif yang sebelumnya kurang dalam literatur.
Perawatan diri adalah pendekatan proaktif, holistik, dan personal untuk promosi
kesehatan dan kesejahteraan melalui berbagai strategi, baik dalam pengaturan pribadi dan
profesional, untuk meningkatkan kapasitas perawatan penuh kasih pasien dan keluarga
mereka. Penelitian ini menambahkan perspektif kualitatif yang penting dan berfungsi
untuk memajukan pengetahuan tentang konteks dan praktik perawatan diri yang efektif
dalam tenaga kerja perawatan paliatif.

6. Global Issues: Praktek perawatan paliatif dilakukan secara tim, dukungan kepada profesi
perawatan paliatif sebagai bentuk kerja sama tim dalam pemberian perawatan paliatife,
layanan paliatif dan kesejahteraan di tempat kerja dalam konteks perawatan paliatif

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Sifat perawatan diri yang holistik sebagaimana terungkap dalam penelitian ini sejalan dengan
analisis wacana yang dilakukan oleh (Breiddal, 2012). Untuk profesional perawatan paliatif,
perawatan diri bukanlah upaya egois apatis terhadap kebutuhan orang lain, alih-alih, ini
adalah praktik proaktif dan relasional yang menyadari kesehatan praktisi dan kebutuhan
manusia, dan dimotivasi oleh konteks profesional untuk mempertahankan perawatan penuh
kasih dalam hubungan terapeutik dengan pasien dan keluarga mereka. Perawatan diri
bukanlah kemewahan yang egois, tetapi justru penting untuk hubungan terapeutik dokter
dengan pasien.

Perawatan diri adalah pendekatan proaktif dan personal untuk promosi kesehatan dan
kesejahteraan melalui berbagai strategi, baik dalam pengaturan pribadi dan profesional, untuk
mendukung kapasitas perawatan penuh kasih pasien dan keluarga mereka. Yang penting, itu
adalah tanggung jawab bersama antara profesional perawatan paliatif dan layanan perawatan
paliatif di mana mereka bekerja, dengan dukungan staf dan budaya tempat kerja yang positif
diperlukan untuk mengelola berbagai hambatan dan enabler untuk praktik perawatan diri
yang efektif. Penelitian ini menambahkan perspektif kualitatif yang penting dan berfungsi
untuk memajukan pengetahuan tentang konteks dan praktik perawatan diri yang efektif
dalam tenaga kerja perawatan paliatif.

Implikasi dan Rekomendasi:


Implikasi dari penelitian ini adalah pentingnya tanggung jawab bersama antara profesional
paliatif care dan layanan paliatif care, dengan dukungan staf dan budaya tempat kerja yang
positif untuk mengelola berbagai hambatan dan enabler untuk menciptakan praktik
perawatan diri yang efektif. Rekomendasi dari penelitian ini adalah diharapkan para tenaga
medis perawatan paliatif dapat terus bekerjasama dengan baik dan menciptakan lingkungan
kerja yang positif sehingga dapat melakukan praktik perawatan diri yang efektif terhadap
pasien.

Judul artikel : Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of health care
Sumber artikel : Diabetes Research and Clinical Practice
Tanggal akses : 10 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Weight stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes:
Associations with diabetes self-care behaviors and perceptions of health care

Abstract :
2. Introduction: Stigma diabetes dan stigma berat badan telah diidentifikasi sebagai masalah
penting tetapi diabaikan yang memerlukan perhatian di antara orang-orang dengan
diabetes tipe 2. Studi ini menilai hubungan stigma diabetes dan stigma berat badan dengan
perilaku perawatan diri diabetes dan perawatan kesehatan pada orang dewasa dengan
diabetes tipe 2.

3. Method: Orang dewasa di Amerika Serikat dengan diabetes tipe 2 (N = 1,227)


menyelesaikan kuesioner laporan diri untuk menilai pengalaman mereka tentang stigma
berat badan, stigma diabetes, manajemen diri diabetes, tekanan spesifik diabetes,
pemanfaatan layanan kesehatan, persepsi perawatan kesehatan spesifik diabetes. Mereka
juga memberikan informasi sosiodemografi. Regresi linier memeriksa hubungan antara
stigma dan perawatan diri diabetes dan perawatan kesehatan terkait, mengontrol usia
peserta, pendidikan, pendapatan, jenis kelamin, ras/etnis, dan indeks massa tubuh.
4. Results: Stigma berat badan yang terinternalisasi dan stigma diri diabetes keduanya secara
signifikan terkait dengan tekanan spesifik diabetes yang lebih tinggi. Orang dewasa yang
mengungkapkan stigma diri untuk diabetes mereka melaporkan lebih sedikit manajemen
diri diabetes dan efikasi diri yang lebih rendah, dan mereka yang melaporkan penilaian
berat badan mereka oleh dokter menunjukkan tekanan spesifik diabetes yang lebih besar.
Sementara riwayat mengalami stigma berat badan (secara umum) tidak mengurangi
frekuensi mencari perawatan kesehatan, interaksi berkualitas rendah dengan profesional
perawatan kesehatan dilaporkan oleh orang dewasa yang mengekspresikan stigma diri
diabetes dan mereka yang mengalami stigma berat badan dari dokter.

5. Discussion: Stigma diri untuk diabetes dan berat badan, serta mengalami penilaian tentang
berat badan dari dokter, mungkin memiliki implikasi negatif untuk perilaku perawatan
diri khusus diabetes dan kualitas perawatan kesehatan yang dirasakan. Upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan pada individu dengan diabetes tipe 2 perlu
mempertimbangkan pengurangan diabetes dan stigma berat badan dan konsekuensi yang
berpotensi berbahaya.

6. Global Issues: Stigma dapat mempengaruhi persepsi kesehatan sehingga tidak dalam
melakukan perilaku perawatan diri.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Secara umum, temuan ini menunjukkan bahwa internalisasi stigma berat badan dan stigma
diri untuk diabetes mungkin memiliki implikasi lebih negatif dan langsung untuk perilaku
perawatan diri dan perawatan kesehatan khusus diabetes daripada memiliki riwayat
mengalami diabetes atau stigma berat badan; namun, mengalami stigma berat badan secara
khusus dari profesional perawatan kesehatan mungkin memiliki implikasi negatif terhadap
kualitas interaksi dokter-pasien mereka. Sebagai contoh, beberapa penelitian telah
menemukan bahwa stigma berat badan yang terinternalisasi mungkin memiliki implikasi
negatif bagi kesehatan dan kesejahteraan terlepas dari pengalaman distigmatisasi.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pada individu dengan diabetes tipe 2 perlu
mempertimbangkan dampak dari stigma diabetes dan stigma berat badan. Implikasi potensial
dari stigma yang dialami dan diinternalisasi oleh individu dengan diabetes tipe 2 untuk
perawatan diri diabetes mereka, self-efficacy, kesusahan dan persepsi perawatan kesehatan.
Implikasi dan Rekomendasi:

Implikasi dari penelitian ini adalah stigma diabetes dan stigma berat badan berpengaruh
terhadap perilaku perawatan diri diabetes dan perawatan kesehatan pada orang dewasa
dengan diabetes tipe 2. Rekomendasi dari penelitian ini adalah isu-isu ini memerlukan
perhatian yang serius tidak hanya dalam penelitian, tetapi juga di antara para profesional
perawatan kesehatan dan dalam komunikasi kesehatan yang lebih luas, menyoroti pentingnya
mengidentifikasi cara untuk lebih mendukung individu dengan diabetes tipe 2, dan untuk
meminimalkan stigma dan konsekuensi yang berpotensi berbahaya.

Judul artikel : Factors related to self-care behaviours among patients with diabetic
foot ulcers
Sumber artikel : Journal of Clinical Nursing
Tanggal akses : 12 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Factors related to self-care behaviours among patients with diabetic foot ulcers

Abstract :
2. Introduction: Penelitian ini dilakukan untuk menguji tingkat perilaku perawatan diri di
antara pasien dengan ulkus kaki diabetik dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku perawatan diri mereka. Latar Belakang: Penelitian ini
berfokus pada perilaku perawatan diri pasien yang terdiagnosis ulkus kaki diabetik, salah
satu komplikasi diabetes.

3. Method: Dari Juli-Agustus 2018, 131 pasien rawat jalan dan rawat inap dengan ulkus kaki
diabetik diberikan kuesioner survei mengenai perilaku perawatan diri dan faktor terkait
yang diharapkan di dua rumah sakit Korea. Dalam penelitian ini, perilaku perawatan diri
adalah manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik. Demografi, karakteristik terkait
penyakit dan laboratorium dikumpulkan. Data dianalisis dalam bentuk statistik deskriptif,
uji t-test, ANOVA, koefisien korelasi Pearson dan regresi berganda bertahap. Daftar
periksa STROBE digunakan sebagai pedoman untuk penelitian ini.

4. Results: Tingkat moderat perilaku perawatan diri ditemukan. Analisis regresi berganda
bertahap mengungkapkan bahwa manajemen diabetes secara signifikan terkait dengan
dukungan keluarga yang dirasakan, pengalaman pendidikan diabetes, stres yang
dirasakan, gaya koping yang berfokus pada masalah, pengalaman rawat inap dan
komorbiditas. Selanjutnya, perawatan kaki diabetik secara signifikan terkait dengan
pengalaman pendidikan diabetes, dukungan keluarga yang dirasakan, dan tingkat serum
tingkat sedimentasi eritrosit dan hemoglobin A1C.

5. Discussion: Dukungan keluarga yang dirasakan merupakan faktor utama yang


mempengaruhi manajemen diabetes, dan perawatan kaki diabetik sangat dipengaruhi oleh
pengalaman pendidikan diabetes. Perlu dikembangkan program edukasi diabetes dan
intervensi keperawatan untuk meningkatkan dukungan keluarga untuk meningkatkan
perilaku perawatan diri pasien ulkus kaki diabetik.

6. Global Issues: Dukungan keluarga, pengalaman pendidikan diabetes, tekanan pikiran,


gaya hidup, dan mekanisme koping.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Pengalaman pendidikan diabetes dan rawat inap diidentifikasi sebagai faktor yang
berhubungan dengan manajemen diabetes dan perawatan kaki diabetik. Temuan bahwa
pengalaman pendidikan diabetes memiliki hubungan positif dengan manajemen diabetes.
Chin dkk. (2019) melaporkan bahwa jumlah rawat inap DFU mempengaruhi perilaku
perawatan diri pasien DFU. Fakta bahwa pengalaman perawatan rawat inap meningkatkan
perilaku perawatan diri pasien ini dapat dijelaskan oleh kemungkinan bahwa mereka
menyadari kebutuhan dan pentingnya perawatan diri karena masuk atau menerima
pendidikan diabetes selama rawat inap.

Dukungan keluarga yang dirasakan pasien DFU secara positif mempengaruhi manajemen
diabetes dan perawatan kaki diabetik, sedangkan stres yang dirasakan berdampak negatif
pada manajemen diabetes. Beberapa penelitian menegaskan bahwa keterlibatan keluarga atau
dukungan keluarga meningkatkan perilaku perawatan diri pasien diabetes dan menyebabkan
konsekuensi klinis positif seperti penurunan kadar HbA1C. Artinya pengelolaan diabetes
dapat ditingkatkan melalui dorongan dan peran serta keluarga. Oleh karena itu, dukungan
keluarga sangat diperlukan untuk meningkatkan perilaku perawatan diri pasien DFU. Ini
merupakan pertimbangan penting dalam intervensi untuk meningkatkan perilaku perawatan
diri.
Implikasi dan Rekomendasi:
Implikasi dari penelitian ini adalah keparahan penyakit pasien dapat secara positif
mempengaruhi perilaku perawatan kaki mereka. Rekomendasi dari penelitian ini adalah
penyedia layanan kesehatan harus mengamati dengan cermat perilaku perawatan diri
pasien DFU, dan profesional kesehatan harus mempertimbangkan faktor utama yang
relevan yang disarankan dalam penelitian ini untuk meningkatkan perilaku perawatan
diri mereka.

Judul artikel : Association between self-care management practices and glycemic


control of patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A cross–sectional study
Sumber artikel : Saudi Journal of Biological Sciences
Tanggal akses : 12 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Association between self-care management practices and glycemic control of
patients with type 2 diabetes mellitus in Saud Arabia: A cross–sectional study

Abstract :
2. Introduction: Dalam penelitian cross-sectional ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui
hubungan praktik manajemen perawatan diri dan kontrol glikemik diabetes mellitus tipe
2 di Arab Saudi.

3. Method: Sebanyak 352 pasien diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) dari dua rumah sakit
tersier umum di Arab Saudi berpartisipasi dalam penelitian ini. Semua pasien DMT2
direkrut dan diwawancarai oleh seorang peneliti antara Januari hingga April 2018 dari
klinik diabetes rawat jalan. Semua responden menjawab kuesioner empat bagian yang
meliputi data demografi, Diabetes Self-Management Questionnaire (DSMQ). Regresi
Linier dilakukan untuk menilai signifikansi prediktor dan menghitung koefisien
determinasi.

4. Results: Berdasarkan apa yang dijawab oleh responden terdapat pengaruh yang signifikan
yang menunjukkan perbedaan setelah posttest. Hasil yang diperoleh nilai: = 0,05 yang
dihitung dengan hasil p = 0,00 (p < 0,05). Artinya, setelah dilakukan posttest terjadi
penurunan motivasi dan efikasi diri.
5. Discussion: Peneliti menyimpulkan bahwa ada pengaruh pemberdayaan keluarga
terhadap penderita diabetes mellitus. Implikasi dari penelitian ini adalah peran keluarga
sangat penting dalam penyembuhan pasien.

6. Global Issues: Beradaptasi kondisi pasien dapat mencegah terjadinya komplikasi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Praktik manajemen perawatan diri harus dievaluasi terhadap kepatuhan pasien terhadap
rencana manajemen dan mengatasi perubahan perilaku. Mencapai kontrol glikemik yang
optimal adalah tujuan utama semua pasien diabetes. Penelitian ini mungkin karena perilaku
pasien mengenai manajemen perawatan diri. Bahkan jika pasien memiliki kesadaran dan
pengetahuan tentang manajemen perawatan diri, tetapi mereka memiliki efikasi diri yang
rendah dalam mengelola penyakit mereka, ini dapat berkontribusi atau menghasilkan nilai
A1c yang lebih tinggi. Efikasi diri yang tinggi ditemukan secara signifikan terkait dengan
efek hemoglobin glikosilasi dan perilaku perawatan diri lainnya seperti diet, perawatan kaki,
dan olahraga (Gao et al. 2013; Walker et al. 2014). Self-efficacy didasarkan dari teori kognitif
sosial dan dapat didefinisikan sebagai keyakinan individu atau keyakinan orang tentang
kemampuan mereka untuk menghasilkan perilaku spesifik yang diperlukan untuk mencapai
tujuan mereka (Walker et al. 2014). Misalnya, kepercayaan pasien pada kemampuannya
untuk melakukan dan mematuhi praktik manajemen perawatan diri diabetes.

Implikasi dan Rekomendasi:


Implikasi dari penelitian ini adalah manajemen perawatan diri sangat terkait dengan
kesadaran pasien terhadap keparahan gejala dan kemungkinan komplikasi yang terkait
dengan DMT2. Rekomendasi dari penelitian ini adalah meningkatkan keterlibatan pasien
dan penyedia layanan kesehatan sehubungan dengan praktik manajemen perawatan diri
dan untuk meningkatkan pemberdayaan pasien, serta penting untuk mengembangkan
program manajemen perawatan diri pada DMT2.

Judul artikel : Effect of Diabetes Education Through Pattern Management on Self-


Care and Self-Efficacy in Patients with Type 2 Diabetes
Sumber artikel : International Journal of Environmental Research and Public Health
Tanggal akses : 12 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Effect of Diabetes Education Through Pattern Management on Self-Care and Self-
Efficacy in Patients with Type 2 Diabetes

Abstract :
2. Introduction: Penelitian ini menyelidiki pengaruh penerapan program pendidikan diabetes
yang disesuaikan melalui manajemen pola (PM), menggunakan hasil sistem pemantauan
glukosa berkelanjutan (CGMS), pada perilaku perawatan diri individu dan efikasi diri
pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Pasien dengan diabetes tipe 2 yang belum
pernah menerima pendidikan diabetes, terdaftar dari Maret hingga September 2017,
secara berurutan ditugaskan untuk pendidikan PM atau kelompok kontrol.

3. Method: Pasien dengan diabetes tipe 2 yang mengunjungi Departemen Endokrinologi di


Rumah Sakit Umum B, Gyeonggi, antara Maret 2017 dan September 2017 dan yang
memberikan persetujuan tertulis untuk partisipasi studi didaftarkan ke dalam kelompok
pendidikan atau kontrol PM. Program G Power 3.1 digunakan untuk menghitung ukuran
sampel yang diperlukan untuk pengukuran berulang analisis varians (ANOVA) dengan
tingkat signifikansi 0,05, kekuatan 0,95, dan ukuran efek 0,25, sehingga total diperlukan
44 subjek. Jadi, kami bertujuan untuk memasukkan total 60 subjek, dengan 30 di setiap
kelompok.

4. Results: Ada 60 subjek, secara keseluruhan, dengan 30 masing-masing di kelompok PM


dan kontrol. Kelompok pendidikan dan kontrol PM tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan pada semua variabel; sehingga memenuhi persyaratan homogenitas
karakteristik umum: jenis kelamin (p = 0,184), usia (p = 0,944), status perkawinan (p =
0,688), tingkat pendidikan (p = 0,526), pendapatan bulanan (p = 0,218), tubuh berat badan
(p = 0,409), tinggi badan (p = 0,988), durasi penyakit (p = 0,637), metode pengobatan (p
= 0,101), adanya komplikasi (p = 0,521), dan riwayat masuk (p = 0,766).

5. Discussion: Edukasi diabetes oleh PM, menggunakan analisis hasil CGMS, meningkatkan
kebiasaan hidup dengan pengaruh positif pada perilaku perawatan diri dan efikasi diri
untuk manajemen diabetes. Seiring dengan perubahan tersebut, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi dasar untuk pengembangan program edukasi diabetes yang
disesuaikan secara spesifik dan individual, sesuai dengan karakteristik masing-masing
pasien melalui analisis hasil CGMS. Studi masa depan harus mengembangkan program
pendidikan diabetes yang disesuaikan untuk mempertahankan perbaikan berkelanjutan
dalam self-efficacy dan perilaku perawatan diri-ini cenderung menurun seiring waktu
setelah selesainya program pendidikan pada pasien dengan diabetes. Selanjutnya, studi
lanjutan harus dilakukan untuk menerapkan program yang dikembangkan. Temuan ini
diharapkan dapat menjadi bukti perubahan kebijakan, termasuk cakupan asuransi publik
untuk CGMS. Selanjutnya, agar CGMS yang dapat dijadikan sebagai alat untuk program
edukasi diabetes lebih luas, diperlukan studi yang mengevaluasi cost-effectiveness dari
CGMS.

6. Global Issues: Pendekatan yang berpusat pada pendidik yang berfokus pada
penyediaan informasi untuk model pemberdayaan di mana pasien mengadopsi perawatan
diri perilaku.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Self-efficiency dalam manajemen diabetes dapat ditingkatkan dengan mengidentifikasi


secara langsung perubahan kadar gula darah, yang belum terlihat di SMBG, sehingga
meningkatkan keterampilan koping. Menurut hasil kami, self-efficacy dalam manajemen
diabetes dapat ditingkatkan dengan mengidentifikasi perubahan kadar gula darah yang tidak
diidentifikasi pada SMGD; ini akan meningkatkan kemampuan koping pasien. Selanjutnya,
promosi efikasi diri menyebabkan perilaku perawatan diri, yang pada gilirannya
menyebabkan manajemen gula darah yang efektif di antara pasien diabetes.

Pendidikan diabetes berbasis PM yang memanfaatkan hasil CGMS meningkatkan kebiasaan


hidup dengan meningkatkan perilaku perawatan diri dan memberikan pengaruh positif pada
promosi self-efficacy mengenai manajemen diabetes. Pasien dan pendidik secara alami
membentuk hubungan dekat sementara mereka mengkonfirmasi perubahan kebiasaan hidup
sesuai dengan perubahan pola glukosa darah selama pendidikan diabetes berbasis PM. Selain
itu, pendidikan juga mendorong motivasi dan self-efficacy untuk manajemen diri diabetes;
ini, pada gilirannya, mendorong pasien untuk berpartisipasi aktif dalam merencanakan cara-
cara untuk meningkatkan kebiasaan hidup mereka.

Implikasi dan Rekomendasi:


Implikasi dari penelitian ini adalah program pendidikan diabetes yang disesuaikan melalui
manajemen pola (PM), menggunakan hasil sistem pemantauan glukosa berkelanjutan
(CGMS) berpengaruh terhadap meningkatnya kebiasaan hidup yang positif pada perilaku
perawatan diri dan efikasi diri pada pasien dengan DMT2. Rekomendasi dari penelitian
ini adalah harus mengembangkan program pendidikan diabetes yang disesuaikan untuk
mempertahankan perbaikan berkelanjutan dalam self-efficacy dan perilaku perawatan
diri pasien.

Judul artikel : Type 2 Diabetes Patients’ Perspectives, Experiences, and Barriers


Toward Diabetes-Related Self-Care: A Qualitative Study From Pakistan
Sumber artikel : Frontiers in Endocrinology
Tanggal akses : 12 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Type 2 Diabetes Patients’ Perspectives, Experiences, and Barriers Toward
Diabetes-Related Self-Care: A Qualitative Study From Pakistan

Abstract :
2. Introduction: Penelitian ini bertujuan untuk secara kualitatif mengeksplorasi perspektif,
praktik, dan hambatan praktik perawatan diri (kebiasaan makan, aktivitas fisik,
pemantauan glukosa darah sendiri, dan perilaku asupan obat) pada orang dewasa
perkotaan Pakistan dengan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2).

3. Method: Orang dewasa Pakistan dengan DMT2 direkrut dari departemen rawat jalan di
dua rumah sakit di Lahore. Wawancara semi terstruktur dilakukan dan direkam sampai
kejenuhan tematik tercapai. Dua peneliti secara tematis menganalisis data secara
independen menggunakan perangkat lunak NVivo® dengan perbedaan diselesaikan oleh
peneliti ketiga.

4. Results: Tiga puluh dua orang dewasa Pakistan (berusia 35-75 tahun, 62% perempuan)
berpartisipasi dalam penelitian ini. Enam tema diidentifikasi dari analisis kualitatif: peran
keluarga dan teman, peran dokter dan perawatan kesehatan, pemahaman pasien tentang
diabetes, komplikasi diabetes dan penyakit penyerta lainnya, beban perawatan diri, dan
keadaan hidup. Sebuah pengalaman variabel diamati dengan pendidikan dan kesehatan.
Konseling oleh penyedia layanan kesehatan, dukungan keluarga, dan ketakutan akan
komplikasi terkait diabetes adalah faktor kunci yang mendorong peserta studi untuk
mematuhi praktik perawatan diri terkait diabetes. Hambatan utama untuk perawatan diri
adalah kendala keuangan, keterbatasan fisik, kondisi cuaca ekstrim, pertemuan sosial,
mencintai makanan, pelupa, fobia jarum, dan pekerjaan yang sibuk.

5. Discussion: Responden mengidentifikasi banyak hambatan dalam perawatan diri


diabetes, terutama terkait dengan situasi kehidupan dan pengetahuan diabetes. Dukungan
keluarga dan pendidikan oleh penyedia layanan kesehatan adalah pengaruh utama untuk
praktik perawatan diri di antara orang-orang Pakistan dengan diabetes.

6. Global Issues: Kepatuhan terhadap perawatan diri tergantung pada perilaku gaya hidup
pasien, seperti menerapkan pola hidup sehat praktik makan dan aktivitas fisik.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Perawatan diri diabetes membutuhkan gaya hidup sehat selain mengikuti obat yang
diresepkan dan tes glukosa darah secara teratur. Konseling oleh penyedia layanan kesehatan
dan dukungan keluarga membantu peserta untuk manajemen penyakit yang lebih baik.
Mereka yang tidak berhasil dalam melakukan perawatan diri mengidentifikasi beberapa
hambatan, terutama mengikuti rencana diet sehat dan aktivitas fisik.

Dukungan dari anggota keluarga mempromosikan praktik perawatan diri di antara peserta
studi dalam berbagai cara, termasuk identifikasi obat, pemberian obat, tes glukosa darah, dan
mengelola hipoglikemia. Beberapa partisipan mengatakan bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam identifikasi obat dan penanganan glukometer untuk pemeriksaan glukosa
darah mereka meskipun bantuan dan dorongan yang diberikan oleh anggota keluarga mereka
memfasilitasi mereka dalam kepatuhan minum obat. Pentingnya dukungan keluarga sebagai
enabler untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan tes glukosa darah pada penderita
diabetes yang tinggal di daerah pedesaan dilaporkan baik di negara berpenghasilan rendah
dan menengah dan negara berpenghasilan tinggi.

Implikasi dan Rekomendasi:


Implikasi dari penelitian ini adalah tidak ada hambatan dalam praktik perawatan diri pada
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Rekomendasi dari penelitian ini adalah program
pendidikan perawatan diri individual dan peka budaya harus dianggap sebagai pendekatan
yang ideal untuk mencapai hasil terapi yang diinginkan.

Judul artikel : Effects of a Digital Self-care Intervention in Adults with COPD: A Pilot
Study
Sumber artikel : Western Journal of Nursing Research
Tanggal akses : 13 September 2022
Hasil analisis dengan critical appraisal:
1. Judul : Effects of a Digital Self-care Intervention in Adults with COPD: A Pilot Study

Abstract :
2. Introduction: Perawatan diri meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi eksaserbasi
dan risiko kematian pada orang dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Tujuan
dari laporan ini adalah untuk menggambarkan pengembangan dan pengujian kelayakan
dan penerimaan intervensi perawatan diri pendidikan digital yang dirancang untuk
meningkatkan kemampuan perawatan diri, kepatuhan, pengetahuan, gejala somatik,
kecemasan, dan gejala depresi.

3. Method: Kami secara sengaja mencari sumber primer dan sekunder yang mencerminkan
penelitian perawatan diri terbaru di PPOK (Jolly et al., 2016; Lenferink et al., 2017;
Zwerink et al., 2014), serta pedoman klinis saat ini dari organisasi paru yang memiliki
dampak global (seperti Inisiatif Global untuk Penyakit Paru Obstruktif [GOLD],
American Thoracic Society, dan COPD Foundation) untuk mengidentifikasi perilaku
perawatan diri berbasis bukti yang dapat dimasukkan ke dalam intervensi pendidikan.
Statistik deskriptif termasuk rata-rata (standar deviasi) dan frekuensi digunakan untuk
mengkarakterisasi sampel dan variabel studi. Tiga tindakan berulang ANOVA (RM-
ANOVA) dilakukan untuk membandingkan skor rata-rata untuk kemampuan perawatan
diri yang dirasakan, kecemasan, dan gejala depresi pada awal dengan tindakan yang
dikumpulkan pada hari ke-8, hari ke-15, dan hari ke-21.

4. Results: Sebanyak 133 pasien disaring untuk kelayakan (Gambar 1.). Tiga puluh tujuh
memenuhi kriteria kelayakan dan 20 (54%) pasien mampu dan bersedia untuk
berpartisipasi. Tujuh belas dikeluarkan; sembilan untuk gangguan kognitif yang jelas,
lima untuk melek kesehatan yang tidak memadai, dua karena ketidakmampuan untuk
menggunakan tablet, dan satu menolak pendaftaran meskipun memenuhi semua kriteria
inklusi dan eksklusi. Rekrutmen dan tindak lanjut peserta berlangsung dari Desember
2017 hingga Februari 2018.

5. Discussion: Peneliti menguji penggunaan intervensi pendidikan digital untuk pasien


dengan PPOK dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap kemampuan perawatan diri yang
dirasakan, kepatuhan perawatan diri, pengetahuan perawatan diri, kecemasan, dan gejala
depresi. Meskipun studi percontohan kecil, hasil awal ini menjanjikan untuk pemeriksaan
masa depan intervensi perawatan diri ini. Mengingat ini adalah pengujian awal intervensi
ini, dan diberikan dengan dosis rendah, kami mendorong perubahan dalam dua variabel
hasil kami. Ini pada dasarnya menunjukkan bahwa kepatuhan dan pengetahuan dapat
ditingkatkan dengan intervensi minimal dari praktisi, dan variabel-variabel ini mungkin
dapat diubah secara pasif. Hasil seperti kemampuan perawatan diri, kecemasan, dan
depresi mungkin memerlukan pendekatan yang lebih bertarget dan terlibat untuk
memperoleh tanggapan.

6. Global Issues: Penerimaan kemampuan dalam perawatan diri, ketataan terhadap


rekomendasi perawatan diri, pengetahuan atau informasi yang dibutuhkan dalam merawat
diri, evaluasi terkait intensitas dan perubahan terhadap gejala yang diberikan, gejala
kecemasan dan depresi.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Orang-orang berpendidikan sedang hingga tinggi, diasuransikan, sebelumnya telah


menunjukkan keterampilan manajemen diri dengan beberapa tingkat kemahiran, dan
paham teknologi, yang dapat menghasilkan peluang terbatas untuk peningkatan dari
awal. Namun, sampel pada penelitian melakukan hal yang sama dengan mereka yang
menderita PPOK yang berpartisipasi dalam intervensi manajemen mandiri digital, yang
melaporkan tingkat kenyamanan yang tinggi dalam menggunakan alat kesehatan digital.

Dalam literatur PPOK, orang menunjukkan skor kemampuan perawatan diri yang jauh
lebih buruk dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya (Cramm & Nieboer, 2012).
Namun, peserta dalam sampel ini melaporkan kemampuan perawatan diri tingkat sedang
hingga tinggi. Ini kemungkinan multifaktorial mengingat peserta adalah sampel
kenyamanan pasien dari klinik paru lokal dan mereka yang secara sukarela berpartisipasi
dalam penelitian ini sudah terlibat dalam kegiatan perawatan diri sampai tingkat tertentu,
dan 10% dari sampel sebelumnya telah berpartisipasi dalam program PR. Mayoritas
peserta menyelesaikan lebih dari pendidikan sekolah menengah dan kami menyaring
untuk melek kesehatan yang memadai dan fungsi kognitif yang memuaskan; dengan
demikian, peserta mungkin tidak mewakili pasien khas dengan PPOK.

Pemberian intervensi pendidikan perawatan diri melalui sarana elektronik menghasilkan


perubahan dalam perawatan diri yang dirasakan hampir 10% dan mengurangi kebutuhan
pengetahuan hampir 10%. Para peserta sangat patuh dan interaktif dengan intervensi
yang diuji dalam studi percontohan ini.
Implikasi dan Rekomendasi:
Implikasi dari penelitian ini adalah penggunaan intervensi pendidikan digital
berpengaruh baik terhadap kemampuan perawatan diri yang dirasakan, kepatuhan
perawatan diri, pengetahuan perawatan diri, kecemasan, dan gejala depresi pada pasien
PPOK. Rekomendasi dari penelitian ini adalah intervensi Pendidikan digital harus lebih
berkembang dan lebih bervariasi lagi untuk mendorong kemampuan self-care pasien
meningkat ke arah yang positif.

Judul artikel : Predictors of Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-


Care Among Type-2 Diabetes Patients
Sumber artikel : Clinical Medicine Insights: Endocrinology and Diabetes
Tanggal akses : 13 September 2022

Hasil analisis dengan critical appraisal:


1. Judul : Predictors of Adherence Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care Among
Type-2 Diabetes Patients

Abstract :
2. Introduction: Pengetahuan yang memadai, kesadaran, dan kepatuhan terhadap praktik
perawatan diri diabetes adalah alat penting untuk melindungi pasien dari risiko
komplikasi penyakit, mengembangkan komorbiditas dan kematian. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menilai domain spesifik dari praktik perawatan diri diabetes
dan faktor terkait di antara pasien dengan diabetes tipe-2 di Rumah Sakit Khusus
Komprehensif Universitas Hawassa, negara bagian Sidama.

3. Method: Desain studi cross-sectional berbasis rumah sakit dilakukan pada 217 pasien
dengan diabetes tipe 2 dari 01 Januari hingga 30 April 2020. Kuesioner terstruktur dan
alat Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA) digunakan untuk
mengumpulkan data yang relevan melalui administrasi pewawancara. Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 23.

4. Results: Sebanyak 207 pasien dengan diabetes tipe-2 berpartisipasi dalam penelitian
dengan tingkat respons 95%. Secara keseluruhan 47,8% (95% CI: 41,2-55) pasien
mematuhi praktik perawatan diri diabetes. Mengenai domain spesifik praktik perawatan
diri, masing-masing 54,6%, 39,1%, 28%, dan 65,2% pasien mematuhi diet sehat, latihan
fisik, pemantauan glukosa darah (SMBG), dan praktik perawatan kaki diabetik. Selain itu,
semua pasien menerima setidaknya 80% dari dosis yang ditentukan dan frekuensi agen
anti-diabetes dan 60,4% memiliki kontrol glikemik yang baik. Penerimaan saran dari
dokter yang merawat dan tidak memiliki riwayat keluarga diabetes secara signifikan
terkait dengan kepatuhan terhadap makan makanan yang sehat, perawatan kaki diabetik,
dan SMGD. Sedangkan jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan kepatuhan terhadap
pengelolaan pola makan yang sehat. Selain itu, memiliki glukometer, usia, jenis kelamin
laki-laki, durasi diabetes 5 tahun, dan modalitas pengobatan anti-diabetes dikaitkan
dengan kepatuhan terhadap SMGD.

5. Discussion: Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang mengakibatkan
berkembangnya berbagai komplikasi kesehatan. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap
perawatan diri diabetes sangat penting untuk membatasi dan mengelola risiko
berkembangnya komorbiditas dan kematian pada pasien diabetes. Dalam penelitian ini,
penulis terutama berfokus pada penilaian kepatuhan 5 domain perawatan diri diabetes
seperti SMBG, obat anti-diabetes, latihan fisik, perawatan kaki diabetik, dan asupan diet
sehat yang direkomendasikan. Studi ini menunjukkan 52,2%, 72%, dan 60,1% pasien
diabetes tidak mematuhi perawatan diri diabetes, SMBG, dan latihan fisik. Meningkatkan
kesadaran dan pendidikan diabetes secara teratur sangat penting untuk meningkatkan
kepatuhan pasien terhadap praktik perawatan diri diabetes.

6. Global Issues: Kepatuhan dalam minum obat dan perilaku hidup sehat.

Pembahasan berdasarkan Teori dan Konsep Keperawatan:

Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang mengakibatkan berkembangnya
berbagai komplikasi kesehatan. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap perawatan diri diabetes
sangat penting untuk membatasi dan mengelola risiko berkembangnya komorbiditas dan
kematian pada pasien diabetes. Dalam penelitian ini, penulis terutama berfokus pada
penilaian kepatuhan 5 domain perawatan diri diabetes seperti SMBG, obat anti-diabetes,
latihan fisik, perawatan kaki diabetik, dan asupan diet sehat yang direkomendasikan.

Status ekonomi individu untuk mengakses diet sehat, pendidikan kesehatan tentang
pemanfaatan diet sehat, respon pasien diabetes untuk patuh dan pengetahuan pasien DM
untuk mengidentifikasi diet yang mengandung rendah dan tinggi karbohidrat dan makanan
rendah lemak mungkin faktor yang masuk akal untuk variasi.
Pasien yang memiliki glukometer dengan strip dan pasien yang menerima saran tentang
latihan fisik dari dokter yang merawat mereka lebih mungkin untuk memiliki kepatuhan yang
baik terhadap latihan fisik daripada rekan-rekan mereka. Selain itu, penciptaan kesadaran
terutama pada berbagai jenis kinerja aktivitas fisik dan memilih latihan tertentu disarankan
untuk meningkatkan tingkat kepatuhan. Namun, adanya penyakit penyerta dapat
mempengaruhi praktik latihan fisik.

Implikasi dan Rekomendasi:


Implikasi dari penelitian ini adalah pasien diabetes tipe 2 belum mematuhi praktik
perawatan diri diabetes, SMGD, dan latihan fisik. Rekomendasi dari penelitian ini adalah
harus ada peningkatan kesadaran dan pendidikan reguler tentang diabetes untuk
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap praktik perawatan diri diabetes.
DAFTAR PUSTAKA

Al Mahdi, F., Negara, C. K., & Basid, A. (2020). The Effect of Family Empowerment in
Nursing Implementation Toward Self-Efficacy among Patients with Diabetes
Mellitus. Indonesian Nursing Journal of Education and Clinic (Injec), 5(2), 141.
https://doi.org/10.24990/injec.v5i2.303
Alodhayani, A., Almutairi, K. M., Vinluan, J. M., Almigbal, T. H., Alonazi, W. B., Ali
Batais, M., & Mohammed Alnassar, M. (2021). Association between self-care
management practices and glycemic control of patients with type 2 diabetes mellitus
in Saud Arabia: A cross –sectional study. Saudi Journal of Biological Sciences,
28(4), 2460–2465. https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2021.01.047
Bugajski, A., Frazier, S. K., Cousin, L., Rechenberg, K., Brown, J., Lengerich, A. J., …
Lennie, T. A. (2020). Effects of a Digital Self-care Intervention in Adults with
COPD: A Pilot Study. Western Journal of Nursing Research, 42(9), 736–746.
https://doi.org/10.1177/0193945919892282
Bukhsh, A., Goh, B. H., Zimbudzi, E., Lo, C., Zoungas, S., Chan, K. G., & Khan, T. M.
(2020). Type 2 Diabetes Patients’ Perspectives, Experiences, and Barriers Toward
Diabetes-Related Self-Care: A Qualitative Study From Pakistan. Frontiers in
Endocrinology, 11(November), 1–13. https://doi.org/10.3389/fendo.2020.534873
Dedefo, M. G., Ejeta, B. M., Wakjira, G. B., Mekonen, G. F., & Labata, B. G. (2019).
Self-care practices regarding diabetes among diabetic patients in West Ethiopia.
BMC Research Notes, 12(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s13104-019-4258-4
Degefa, G., Wubshet, K., Tesfaye, S., & Hirigo, A. T. (2020). Predictors of Adherence
Toward Specific Domains of Diabetic Self-Care Among Type-2 Diabetes Patients.
Clinical Medicine Insights: Endocrinology and Diabetes, 13.
https://doi.org/10.1177/1179551420981909
Kim, E. J., & Han, K. S. (2020). Factors related to self-care behaviours among patients
with diabetic foot ulcers. Journal of Clinical Nursing, 29(9–10), 1712–1722.
https://doi.org/10.1111/jocn.15215
Lee, S. K., Shin, D. H., Kim, Y. H., & Lee, K. S. (2019). Effect of diabetes education
through pattern management on self-care and self-efficacy in patients with type 2
diabetes. International Journal of Environmental Research and Public Health,
16(18). https://doi.org/10.3390/ijerph16183323
Mills, J., Wand, T., & Fraser, J. A. (2018). Exploring the meaning and practice of self-
care among palliative care nurses and doctors : a qualitative study. 1–12.
Puhl, R. M., Himmelstein, M. S., Hateley-Browne, J. L., & Speight, J. (2020). Weight
stigma and diabetes stigma in U.S. adults with type 2 diabetes: Associations with
diabetes self-care behaviors and perceptions of health care. Diabetes Research and
Clinical Practice, 168, 108387. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2020.108387

Anda mungkin juga menyukai