Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

ANALISIS KONFLIK RUSIA-UKRAINA DAN DAMPAK


TERHADAPMASYARAKAT INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester


Globalisasi dan Isu-isu Kebijakan Publik

Disusun oleh :

Siti Hartini Indrawati


NIM 190910201092

Dosen Pengampu:

Abul Haris Suryo Negoro, S.IP., M.Si.

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Akhir-akhir ini, ketegangan Rusia-Ukraina yang meningkat telah menyita perhatian dunia.
Ketegangan tersebut ditandai oleh pengerahan ratusan ribu tentara Rusia di perbatasan Ukraina dan
respons sejumlah negara anggota Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) termasuk Amerika
Serikat (AS), terhadap langkah Rusia tersebut. Kehadiran NATO yang seolah menjadi ancaman
bagi Rusia ikut mengambil peran dalam menimbulkan eskalasi ketegangan di perbatasan
Rusia-Ukraina. Terjadinya konflik Rusia dan Ukraina menimbulkan kekhawatiran akan munculnya
perang dunia. Konflik yang terus berlangsung, pada akhirnya akan merugikan banyak pihak, tidak
saja negara-negara Eropa, tetapi juga negara-negara di kawasan lainnya. Indonesia, sebagai bagian
dari masyarakat internasional dan dengan politik luar negerinya yang bebas aktif, perlu ikut
mengambil peran untuk mengupayakan solusi terbaik bagi penyelesaian konflik Rusia-Ukraina.
Ukraina adalah sebuah negara di benua Eropa yang letak geografisnya berada di Eropa Timur.
Ukraina dan Rusia pada awalnya tergabung dalam satu Negara besar yaitu Uni Soviet. Uni Soviet
merupakan Negara besar termasuk Negara adikuasa setelah Perang Dunia II.Ukraina merupakan
negara pecahan Uni Soviet, letak negaranya di sebelah timur berdekatan dengan Rusia dimana
negara Rusia merupakan negara pewaris Uni Soviet. Walaupun Ukraina telah memperoleh
kemerdekaannya dari Uni Soviet pada tanggal 24 Agustus 1991 Ukraina masih dibawah pengaruh
Rusia. Setelah Rusia dan Ukraina berdiri sendiri menjadi negara merdeka, kedua negara
membangun hubungan diplomatik pada 14 Februari 1992 yang disusul dengan kesepakatan
beragam perjanjian dan kerja sama padatahun 1997. Seiring berjalannya waktu, hubungan bilateral
kedua negara mengalami pasang surut, di antaranya pergantian kepemimpinan yang membawa
Ukraina ke arah Barat yang mengakibatkan mulai berkurangnya peran Rusia. Selain itu, Ukraina
juga memiliki keinginan untuk menjadi anggota Uni Eropa, dan dalam perkembangannya
kemudian muncul keinginan dari pemimpin Ukraina pro-Eropa untuk menjadi anggota NATO.
Salah satu penyebab konflik Rusia dan Ukraina di bidang ekonomi yaitu sengketa yang terkait
pasokan gas dialami dalam hubungan Rusia dan Ukraina pada tahun 2006. Rusia merupakan
produsen minyak serta gas alam bagi banyak negara Eropa, termasuk Ukraina. Ukraina sendiri
sangat mengandalkan pasokan gas dari Rusia dan menjadi jalur transit bagi pasokan gas dari Rusia
menuju Eropa. Dalam kerja sama gas, pada 1 Januari 2006 terjadi penghentian pasokan gas dari
Rusia akibat kenaikan harga. Hal ini terus berlanjut hingga perusahaan gas tersebut mengurangi
jumlah pengiriman, dikarenakan ketidaksanggupan Ukraina dalam membayar utang dan denda
kepada Rusia. Akibat lainnya, ekspor gas ke Eropa menjadi terhambat.
Konflik yang saat ini terjadi di Eropa Timur antara Ukraina dan Rusia bukan merupakan
konflik baru dan menjadi bagian dari sisa-sisa perang dingin yang masih bertahan hingga saat ini
meskipun beberapa pihak menyatakan perang dingin sudah lama selesai sejak runtuhnya tembok
Berlin dan bubarnya Uni Soviet. Serangan Rusia kemudian dimulai dengan ledakan di sejumlah
kota di Ukraina, termasuk Kyiv, Odessa, Kharkiv dan Mariupol.
Konflik Rusia-Ukraina memanas pada awal Februari 2022 setelah armada tempur Rusia unjuk
kekuatan di perbatasan Ukraina, tepatnya di Belarus. Kekuatan Rusia yang dikirim dalam jumlah
cukup besar itu diperkirakan dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk melakukan invasi ke Ukraina,
dan menjadi penyebab terjadinya eskalasi ketegangan dalam hubungan Rusia-Ukraina, meskipun
upaya diplomasi telah dilakukan dan belum memberikan solusi.
Korban berjatuhan dan pengungsi terus meningkat sejak awal invasi. Berdasarkan berita media
6 Maret 2022, Kantor Komisaris Tinggi Hak Asassi Manusia PBB menyebutkan, lebih dari 330
warga sipil tewas dan hampir 700 orang terluka, serta sudah 1,5 juta orang mengungsi ke negara
tetangga, tidak termasuk yang mengungsi di dalam negeri. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky,
dalam pidatonya yang disampaikan secara virtual di hadapan Parlemen Uni Eropa pada 28 Februari
2022 (beberapa hari setelah invasi Rusia), menegaskan bahwa prioritas negaranya adalah
memastikan Ibu Kota Kiev terlindung dari gempuran hingga pendudukan pasukan Rusia. Zelensky
saat itu mendesak Uni Eropa untuk membuktikan bahwa mereka memihak Ukraina dalam
menghadapi invasi Rusia. Zelensky juga menyampaikan keinginannya untuk melihat anak- anak
Ukraina hidup sebagaimana mestinya, dan menyebutkan bahwa peperangan yang dia hadapi
melawan Rusia adalah misi bertahan hidup.
Sementara itu Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutkan bahwa serangan yang dilakukan
Rusia terhadap Ukraina adalah untuk menetralisir “ancaman nyata” yang datang dari Kiev (ibukota
Ukraina) dan NATO (Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang beranggotakan negara-negara
Barat pimpinan Amerika Serikat). Rusia telah lama memprotes infrastruktur militer Barat di
sepanjang perbatasannya dan aspirasi Ukraina untuk bergabung dengan blok pimpinan Amerika
Serikat (AS). Rusia menuntut agar Barat memberikan jaminan yang mengikat secara hukum bahwa
NATO tidak akan mengadakan kegiatan militer apa pun di Eropa Timur dan Ukraina.
Pertumpahan darah di Ukraina terus berlanjut hingga kini meski ada kesepakatan gencatan
senjata yang ditengahi oleh Jerman, Prancis, Rusia, dan Ukraina. Tercatat pada Januari 2018 bahwa
lebih dari 10 ribu orang tewas dalam konflik tersebut, yang mana setiap harinya terdapat laporan
korban tewas. Apabila konflik terus berlanjut dan tidak diselesaikan, maka dampak-dampak akan
dirasakan oleh negara-negara di seluruh dunia. Dampak tersebut tentu tidak hanya dalam satu sektor,
namun dalam berbagai sektor. Konflik Rusia dan Ukraina berdampak pada masyarakat Indonesia.

Rumusan Masalah

a. Apa Faktor Penyebab Konflik Rusia dan Ukraina?

b. Apa Dampak Konflik Rusia dan Ukraina Bagi Masyarakat Indonesia?

c. Bagaimana Upaya yang Dilakukan Indonesia dalam Menghadapi Konflik Rusia dan
Ukraina?

Tujuan

a. Mengetahui Faktor Penyebab Konflik Rusia dan Ukraina.


b. Mengetahui Dampak Konflik Rusia dan Ukraina Bagi Masyarakat Indonesia.
c. Mengetahui Upaya yang Dilakukan Indonesia dalam Menghadapi Konflik Rusia dan
Ukraina.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Penyebab Konflik Rusia dan Ukraina


Konflik antara Ukraina dan Rusia menjadi pembahasan di seluruh dunia. Penyebab konflik
Rusia-Ukraina ini sudah ada sejak dulu. Konflik bersenjata di Ukraina Timur sempat terjadi di
awal tahun 2014. Sementara itu bulan Oktober 2021, Rusia mulai memindahkan pasukan dan
peralatan militer di dekat perbatasan Ukraina. Pemindahan pasukan dan militer ini memicu
potensi invasi.
Invasi adalah serangan militer dari satu entitas geopolitik yang secara agresif memasuki
wilayah yang dikendalikan oleh entitas lain. Pada umumnya, invasi memiliki berbagai macam
tujuan, seperti untuk menaklukkan, membebaskan atau membangun kembali kontrol dan
otoritas atas suatu negara. Invasi juga bertujuan untuk mengubah pemerintahan yang telah
ditetapkan atau memperoleh konsesi dari pemerintahan tersebut. Kemudian, invasi juga bisa
menjadi penyebab perang dan menjadi bagian dari strategi yang lebih besar untuk mengakhiri
perang. Berdasarkan definisinya, istilah invasi biasanya menunjukkan upaya strategis yang
sangat besar karena berskala besar dan berjangka panjang. Sebab, dibutuhkan kekuatan yang
cukup besar untuk mempertahankan wilayah dan kepentingan penyerang. Biasanya,
pertempuran kecil, serangan mendadak, penggerebekan, infiltrasi atau perang gerilya tidak
dianggap sebagai invasi. Operasi militer yang terjadi dalam wilayah entitas geopolitik tunggal
biasanya akan disebut invasi apabila militer memasuki bagian wilayah yang ditentukan dengan
baik dan pada saat operasi, sepenuhnya berada di bawah kendali angkatan bersenjata.
Menurut sejarah konflik antara Ukraina dan Rusia sudah lama terjadi. Dahulu Ukraina,
Rusia, dan negara tetangga Belarusia menjadi negara adidaya di abad pertengahan. Sebagian
besar wilayah mencakup Eropa Timur. Kedua negara ini mempunyai bahasa, sejarah, dan
politik. Presiden Putin dari Rusia mengklaim negaranya dan Ukraina adalah satu orang. Klaim
tersebut menyebut Ukraina termasuk peradaban Rusia. Namun, Ukraina menolak klaim ini.
Tahun 2005 dan 2014, terjadi revolusi di negara Ukraina. Negara tersebut menolak
supremasi Rusia dan mencari cara untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO (North
Atlantic Treaty Organization). NATO mewajibkan anggota setiap negara mencari solusi damai
dan menuntaskan konflik. Posisi NATO murni sebagai aliansi pertahanan. Jika salah satu
negara diserang, maka anggota dari negara NATO mewajibkan untuk solidaritas.
Konflik dimulai ketika Victor Yanukovych, Presiden Ukraina, menolak perjanjian asosiasi
dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow. Para pengunjuk rasa
menggulingkannya dalam ‘Revolusi Martabat (Revolution of Dignity).’ Sebagai imbalannya,
Rusia mencaplok Semenanjung Krimea Ukraina dan mendukung pemberontakan separatis
Ukraina timur.
Setelah itu, mereka menyerang Donbas yang merupakan jantung industri negara Ukraina. Lebih
dari 14.000 orang kehilangan nyawanya dalam konflik bersenjata antara pasukan Ukraina dan
separatis yang didukung Rusia. Ukraina dan Barat menuduh Rusia mengerahkan pasukan dan
mengirim senjata ke pemberontak, lalu tuduhan ini dibantah oleh Rusia. Namun, Rusia
mengecam keras Amerika Serikat (AS) dan NATO karena membantu Ukraina dengan senjata
dan latihan militer bersama. Presiden Putin juga menyatakan keprihatinan atas rencana
beberapa anggota NATO untuk mendirikan pusat pelatihan militer di Ukraina karena akan
memfasilitasi pijakan militer di kawasan itu bahkan tanpa Ukraina bergabung dengan NATO.
Rusia dalam tuntutan keamanannya mengatakan bahwa mereka tidak ingin Ukraina menjadi
negara anggota NATO dan ingin menghentikan semua latihan NATO di dekat perbatasannya,
serta penarikan pasukan NATO dari Eropa Tengah dan Timur. Perlu dicatat bahwa masuknya
Ukraina ke NATO akan membutuhkan persetujuan bulat dari 30 negara anggotanya. Selain itu
juga, Rusia memandang Ukraina sebagai bagian dari ‘lingkup pengaruhnya’ sebuah wilayah,
bukan negara merdeka. Namun, AS dan NATO telah menolak tuntutan Rusia. Barat
mendukung Ukraina dan berjanji akan menyerang Rusia secara finansial jika pasukannya maju
ke Ukraina. Berikut adalah Penyebab konflik Rusia-Ukraina:
1. Tahun 2012. Awal mula krisis di Ukraina ketika terjadi protes di ibu kota Kyiv,
Ukrarina. Pada November 2013, Presiden Viktor Yanukovych dari Ukraina menolak untuk
kesepakatan dan ekonomi dengan UNI Eropa.
2. Tahun 2014. Pasukan militer Rusia mengambil wilayah Krimea, Ukraina. Warga
Krimea juga memilih bergabung dengan Federasi Rusia dalam sebuah Referendum.
Kemudian Presiden Vladimir Putin menjelaskan perlunya perlindungan dan hak-hak warga
negara Rusia, serta penutur bahasa Rusia di Krimea dan Ukraina Tenggara. Krisis ini
membuat perpecahan etnis. Terjadi gerakan separatis yang mendukung Rusia di wilayah
Donetsk dan Luhansk, di Ukraina Timur. Gerakan separatis ini ingin melakukan deklarasi
kemerdekaan dari Ukraina. Negara Ukraina menjadi krisis internasional bulan Juli, 20
terjadi kecelakaan pesawat penerbangan Malaysia Airlines yang ditembak jatuh di wilayah
udara Ukraina. Kecelakaan pesawat tersebut menewaskan 298 penumpang. Bulan Oktober
2015, penyelidik dari Belanda menyimpulkan pesawat tersebut jatuh karena rudal darat ke
udara buatan Rusia.14. Hal ini membuat Amerika Serikat dan Uni Eropa (UE) berselisih
dengan Rusia.
3. Tahun 2015. Para penyelidik menjelaskan sistem rudal disediakan oleh Rusia bulan
September 2016. Sebelumnya negara Perancis, Jerman, Rusia, dan Ukraina melakukan
kesepakatan untuk menghentikan kekerasan di bulan Februari tahun 2015. Perjanjian
tersebut mencakup gencatan senjata, penarikan senjata, dan kontrol penuh pemerintah
Ukraina, untuk mengurus wilayah konflik. Tetapi penyelesaian diplomasi tidak berhasil.
4. Tahun 2016. NATO mengumumkan aliansi akan mengerahkan 4 batalyon ke Eropa
Timur seperti Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia. Pasukan ini untuk mencegah agresi
Rusia di wilayah Eropa Timur. Pasukan NATO ini bergabung dengan dua brigade tank
Angkatan Darat Amerika Serikat. Pengerahan pasukan ini terjadi bulan September 2017.
Sejak konflik di tahun 2014, warga Ukraina mendapatkan serangan siber. Tahun 2016,
warga Kyiv terkena pemadaman listrik. Tahun 2017 terjadi serangan siber komputer
pemerintah dan bisnis di Ukraina.
5. Tahun 2018. Ukraina menyetujui untuk bergabung dengan NATO untuk latihan udara
skala besar bulan Oktober 2018. Pelatihan tersebut dilakukan di wilayah Ukraina Barat.
Latihan tersebut dilakukan 1 bulan setelah Rusia mengadakan latihan militer tahunan.
Konflik Rusia dan Ukraina berlanjut hingga 2021, Pada November 2021 Gambar satelit
menunjukkan penumpukan baru pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina, dan Kyiv
mengatakan Moskow telah memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat
keras militer lainnya. 7 Desember 2021 Joe Biden, Presiden AS, memperingatkan Rusia tentang
sanksi ekonomi Barat jika menyerang Ukraina. 17 Desember 2021 Rusia mengajukan tuntutan
keamanan yang terperinci kepada Barat, termasuk bahwa NATO menghentikan semua aktivitas
militer di Eropa Timur dan Ukraina serta NATO tidak pernah menerima Ukraina atau negara-
negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota. 3 Januari 2022 Presiden AS, Biden, meyakinkan
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, bahwa AS akan ‘menanggapi dengan tegas’ bila
Rusia menginvasi Ukraina. Kedua pria itu berbicara di telepon untuk membahas persiapan
serangkaian pertemuan diplomatik yang akan datang guna mengatasi krisis tersebut.
Lalu pada 10 Januari 2022, Pejabat AS dan Rusia bertemu di Jenewa untuk pembicaraan
diplomatik tetapi perbedaan tetap tidak terselesaikan karena Moskow mengulangi tuntutan
keamanan yang bagi Washington tidak dapat diterima. 24 Januari 2022, NATO menempatkan
pasukan dalam keadaan siaga dan memperkuat kehadiran militernya di Eropa Timur dengan
lebih banyak kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat mulai mengevakuasi staf kedutaan
yang tidak penting dari Kyiv. Kemudian, AS menempatkan 8.500 tentara dalam siaga. 26
Januari 2022,
Washington menyajikan tanggapan tertulis terhadap tuntutan keamanan Rusia, mengulangi
komitmen terhadap kebijakan ‘pintu terbuka’ NATO sambil menawarkan ‘evaluasi yang
berprinsip dan pragmatis’ atas keprihatinan Moskow. 27 Januari 2022, Presiden AS, Biden,
memperingatkan kemungkinan invasi Rusia pada Februari. China memberikan bobot politiknya
di belakang Rusia dan memberi tahu AS bahwa ‘masalah keamanan sah’ Moskow harus
‘dianggap serius.’ 28 Januari 2022,Vladimir Putin, Presiden Rusia, mengatakan tuntutan
keamanan utama Rusia belum ditanggapi tetapi Moskow siap untuk terus berbicara. Presiden
Ukraina, Zelensky, memperingatkan Barat untuk menghindari menciptakan ‘kepanikan’ yang
akan berdampak negatif terhadap perekonomian negaranya. 31 Januari 2022, AS dan Rusia
berdebat tentang krisis Ukraina pada sesi tertutup khusus Dewan Keamanan PBB. Linda
Thomas-Greenfield, Duta Besar AS untuk PBB, mengatakan kepada dewan bahwa invasi Rusia
ke Ukraina akan mengancam keamanan global. Vasily Nebenzya, Utusan Rusia untuk PBB,
menuduh Washington dan sekutunya mengobarkan ancaman perang meskipun Moskow
berulang kali menyangkal rencana invasi. 1 Februari 2022, Putin membantah merencanakan
invasi dan menuduh AS mengabaikan tuntutan keamanan negaranya. “Sudah jelas bahwa
kekhawatiran mendasar Rusia akhirnya diabaikan,” tegasnya. 6 Februari 2022, Rusia telah
membangun 70 persen dari pembangunan militer yang dibutuhkan untuk meluncurkan invasi
skala penuh ke Ukraina, berdasarkan pernyataan pejabat Amerika yang dikutip secara anonim
di media AS. 8 Februari 2022, Emmanuel Macron, Presiden Prancis, bertemu Putin untuk
pembicaraan maraton di Moskow dan mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia tidak akan
meningkatkan krisis Ukraina. Namun, juru bicara, Kremlin Dmitry Peskov, membantah bahwa
Macron dan Putin mencapai kesepakatan untuk mengurangi eskalasi krisis. Peskov mengatakan
bahwa “Dalam situasi saat ini, Moskow dan Paris tidak dapat mencapai kesepakatan apapun. 10
Februari 2022, Liz Truss, Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris dan Sergey Lavrov, Menlu
Rusia mengadakan pembicaraan tanpa hasil. Konferensi pers yang dingin, Lavrov
menggambarkan pertemuan itu sebagai ‘percakapan antara orang bisu dan tuli.’ Dia
menambahkan bahwa ‘fakta’ yang disajikan oleh timnya pada krisis ‘memantul’ rekan-rekan
Inggris mereka. Truss, yang memperingatkan sanksi keras Barat jika Ukraina diserang,
menantang Lavrov tentang pernyataannya bahwa penumpukan pasukan dan persenjataan Rusia
tidak mengancam siapa pun.
11 Februari 2022, Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional Biden, mengatakan intelijen
AS menunjukkan invasi Rusia dapat dimulai dalam beberapa hari, sebelum Olimpiade Beijing
berakhir pada 20 Februari. Pentagon memerintahkan tambahan 3.000 tentara AS untuk dikirim
ke Polandia buat meyakinkan sekutu. Sementara itu, sejumlah negara menyerukan warganya
untuk meninggalkan Ukraina, dengan beberapa peringatan bahwa evakuasi militer tidak akan
dijamin bila terjadi perang. 12 Februari 2022 Biden dan Putin mengadakan pembicaraan
melalui konferensi video. Presiden AS mengatakan invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan
‘penderitaan manusia yang meluas’ dan bahwa Barat berkomitmen pada diplomasi untuk
mengakhiri krisis tetapi ‘sama siap untuk skenario lain.’ Putin mengeluh dalam seruan itu
bahwa AS dan NATO belum menanggapi secara memuaskan tuntutan Rusia agar Ukraina
dilarang bergabung dengan aliansi militer dan NATO menarik mundur pasukan dari Eropa
Timur.
2.2 Dampak Konflik Rusia dan Ukraina Bagi Masyarakat Indonesia
Konflik kedua negara yang kian memanas tersebut berhasil menyita perhatian masyarakat
global. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari fakta bahwa kedua negara tersebut merupakan
negara besar yang setiap kebijakannya memiliki dampak bagi dunia. Rusia dan Ukraina tidak
hanya akan memengaruhi stabilitas kedua negara yang terlibat, tapi juga akan memengaruhi
stabilitas global, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan berbagai sektor lainnya.
Termasuk juga Indonesia, yang mau tak mau juga akan terdampak. Indonesia sebagai bagian
dari masyarakat global pun menaruh atensi yang cukup besar terhadap konflik antara Rusia dan
Ukraina. Beberapa orang mengkhawatirkan dampak ekonomi-politik yang mungkin timbul dari
perang kedua negara tersebut akan turut memengaruhi Indonesia. Lantas, apa sebenarnya
dampak perang Rusia-Ukraina yang mampu memengaruhi Indonesia.

1. Bidang Politik

Dampak di bidang politik tidak terlalu signifikan mengingat jarak geografis antara
Indonesia dan kedua negara yang tengah berkonflik terbilang sangat jauh. Hanya saja,
Indonesia dipandang mampu ambil peran dalam meredakan konflik yang terjadi. Indonesia
disebut bisa ambil peran karena Indonesia memiliki pengalaman terkait yang terjadi antara
Rusia dan Ukraina. Pertama Rusia ada dalam atmosfer perang dingin, karena Ukraina tengah
didorong sejumlah negara besar untuk bergabung dengan NATO dan Uni Eropa. Di masa
perang dingin, Indonesia adalah salah satu negara yang menginisiasi terbentuknya Gerakan
Non-Blok. Artinya Indonesia sedari dulu sudah punya posisi yang pro pada upaya mewujudkan
perdamaian dunia, dan sedari dulu sudah punya pengalaman untuk terlibat dalam konflik seperti
ini.
2. Bidang Ekonomi
Bank Indonesia (BI) memantau sekurangnya tiga dampak perang yang dapat berdampak
terhadap perekonomian dalam negeri. Pertama, berbagai komoditas termasuk minyak
mencatatkan kenaikan harga akibat situasi konflik. Harga minyak dunia jenis Brent per 21
Maret 2022 menembus level US$ 110,8 per barel atau naik 29% selama dua bulan ke belakang.
Angka tersebut bahkan hampir dua kali lipat dari harga yang dipatok pemerintah dalam APBN
2022 sebesar US$ 63/barel. enaikan harga minyak akan berpengaruh terhadap kondisi fiskal dan
harga-harga di dalam negeri. Namun, dampaknya juga akan bergantung pada kebijakan
pemerintah dalam menyikapi harga energi global. Kenaikan harga minyak ini pun berdampak
pada harga komoditas lainnya seperti bahan pokok. Kementerian Perdagangan mengungkapkan
sejumlah harga pangan seperti gandum, kedelai impor, dan daging sapi melonjak disebabkan
oleh konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Kedua, potensi turunnya volume perdagangan dunia. Selain gangguan rantai pasokan akibat
perang, pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara maju juga diperkirakan lebih rendah. Ini
termasuk pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dana Moneter
Internasional (IMF) memastikan pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan melambat
dibandingkan tahun lalu akibat dampak perang Rusia dan Ukraina. Pada awal Januari lalu, IMF
memproyeksikan ekonomi global akan tumbuh 4,4% pada 2022, turun 0,5 poin dari perkiraan
Oktober yang sebesar 4,9%. Ketiga adalah adanya ketidakpastian pasar keuangan global
termasuk domestik. Hal ini disebabkan karena kenaikan suku bunga the Fed dan percepatan
normalisasi kebijakan moneter di negara maju lainnya. Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya
aliran modal dan meningkatnya persepsi investor global terhadap pasar keuangan negara
berkembang, termasuk Indonesia. Investor cenderung memilih menempatkan dananya pada aset
yang lebih aman dan menguntungkan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku telah menyiapkan APBN dalam upaya
menghadapi dampak besar lonjakan harga-harga komoditas. Dia mengaku jika perang Rusia
Ukraina memberi 2 dampak. Pertama di satu sisi, penerimaan APBN meningkat dari hasil
ekspor komoditas. Sebut saja batu bara, nikel hingga CPO. Lalu Indonesia mengalami
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cukup terbatas, atau hanya sekitar 0,24% ke Rp
14.373 sepanjang dua hari. Imbal hasil obligasi pemerintah masih relatif stabil di 6,46%.
Kemudian dari jalur sektor komoditas, konflik Rusia-Ukraina menyebabkan naiknya harga
minyak dan gas (migas), Crude Palm Oil (CPO), serta batubara karena ada risiko suplai. Harga
komoditas emas pun diperkirakan meningkat karena faktor inflation-hedging commodities, atau
karena peralihan emas menjadi instrumen investasi safe haven ini. Dampaknya ke Indonesia,
bisa menyebabkan kenaikan inflasi di bulan Februari atau Maret 2022. Peningkatan ini melalui
komoditas harga emas perhiasan yang biasanya masuk ke dalam komponen inti. Dari jalur
perdagangan, Rusia dan Ukraina memang bukan negara mitra dagang utama Indonesia, tetapi
Ukraina merupakan eksportir gandum utama dunia, termasuk ke Indonesia. Tekanan dari sisi
suplai ini bisa meningkatkan tekanan pada inflasi domestik, terutama dari sektor pangan.
Dengan demikian, perlu adanya diversifikasi untuk komoditas ini.
Dampak perang Rusia-Ukraina yang paling terasa bagi Indonesia salah satunya adalah pada
bidang ekspor. nilai ekspor Indonesia ke Rusia pada bulan Januari berada di angka 170 juta
dollar AS, sedangkan untuk Ukraina sebesar 5 juta dollar AS. Selain itu, Pasar modal otomatis
akan mengikuti tren yang dialami oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan isu global
yang sedang terjadi. Kemungkinan pasar modal Indonesia mengalami sedikit penurunan, hal ini
wajar karena di seluruh dunia juga mengalami tren yang sama. Namun, untuk dana dari investor
asing di pasar modal Indonesia masih relatif stabil.
Konflik Rusia-Ukraina juga akan mempengaruhi sektor penyediaan bahan bakar.
Dilansir dari Bisnis, posisi Rusia dan Ukraina yang merupakan dua negara produsen minyak
bumi terbesar di dunia membuat konflik kedua negara tersebut mempengaruhi harga minyak
dunia. Akibatnya, kenaikan bahan bakar diperkirakan akan terjadi sebagai akibat dari konflik
Rusia-Ukraina. kenaikan harga BBM merupakan dampak yang paling krusial dan harus
diantisipasi dari konflik Rusia-Ukraina. Menurut dia, Ukraina selama ini menjadi negara kedua
yang paling banyak mengekspor minyak bumi ke Indonesia. kemungkinan terjadinya kenaikan
harga BBM makin besar karena Indonesia tengah mengalami kelangkaan minyak sawit.
Apabila persediaan minyak sawit, menurut Bayu, harga BBM akan tetap dapat ditekan dengan
menggunakan subsidi minyak sawit.
Batu bara juga meningkat sehingga tadi ada kekhawatiran berkurangnya suplai gas dari
Rusia ke negara-negara Eropa, ini makanya permintaan terhadap batubara cenderung
meningkat. Bahkan per tanggal 2 Maret ini harga batubara sudah menembus 300 dollar per ton.
Di satu sisi, kenaikan harga minyak mentah ini akan memberikan defisit pada neraca migas
Indonesia karena Indonesia adalah net oil importer. Alhasil, neraca migas Indonesia cenderung
akan melebar defisitnya. Namun di sisi lainnya, untuk neraca nonmigas, ini berpotensi tercatat
surplus karena Indonesia ditopang oleh kenaikan harga CPO dan batu bara. Ini tentunya akan
mendorong kinerja ekspor migas Indonesia.
Selanjutnya adalah dampaknya terhadap jalur perdagangan. Meskipun Rusia dan
Ukraina bukan merupakan mitra dagang utama Indonesia, Ukraina merupakan eksportir
gandum ke Indonesia, yakni 23 persen dari total ekspor gandum Indonesia. Sementara itu,
Indonesia mengandalkan impor pupuk, baja, dan besi dari Rusia. Dia menjelaskan proporsi
impor pupuk sendiri sekitar 15 persen dari total impor pupuk Indonesia. Artinya, jika pada
akhirnya terjadi gangguan pada pasokan global akibat konflik kedua negara, maka bisa
mengganggu suplai dari beberapa komoditas tadi, serta dapat berpengaruh terhadap industri
pertanian serta makanan dan minuman.

3. Olahraga dan Hiburan


Invasi tersebut juga berdampak langsung akan semifinal Playoff Piala Dunia 2022 zona
Eropa. Polandia dan Rusia direncanakan akan bertanding pada 24 Maret mendatang di VTB
Arena, Moskow. Namun, atas alasan keamanan para atlet, staf, hingga pelatih, Polandia
menolak untuk bertanding di Rusia. Dan juga Sebenarnya, final UEFA Champions League
musim ini akan digelar di kota Saint Petersburg, Rusia. Terkait dengan invasi tersebut, UEFA
memutuskan akan memantau situasi dengan cermat. Ada pula kemungkinan akan
dipindahkannya lokasi gelaran final tersebut untuk memastikan keamanan para atlet.

2.3 Upaya yang Dilakukan Indonesia dalam Menghadapi Konflik Rusia dan Ukraina

Di tengah konflik Rusia versus Ukraina, Indonesia punya kesempatan untuk memainkan
perannya sebagai negara yang menganut prinsip bebas aktif dalam politik luar negerinya.
Untuk memahami bagaimana peran itu akan dan mesti dimainkan, publik dapat menyimak
pandangan pejabat di Kementerian Luar Negeri dan pengamat politik internasional. Indonesia
akan terus mendorong agar penggunaan kekuatan dapat dihentikan dan semua pihak dapat
menyelesaikan sengketa. Tentang perang Rusia dan Ukraina, Indonesia menilai langkah terbaik
terhadap situasi tersebut adalah dengan deeskalasi sehingga proses perundingan dapat berjalan
lebih efektif dan memungkinkan dibukanya jalur kemanusiaan. Indonesia akan terus mendorong
agar penggunaan kekuatan dapat dihentikan dan semua pihak dapat menyelesaikan sengketa.
Tentang perang Rusia dan Ukraina, Indonesia menilai langkah terbaik terhadap situasi tersebut
adalah dengan deeskalasi sehingga proses perundingan dapat berjalan lebih efektif dan
memungkinkan dibukanya jalur kemanusiaan. Terkait posisi Indonesia dalam krisis Ukraina,
pemerintah menegaskan bahwa Indonesia tetap menjalin hubungan baik dengan Rusia dan
Ukraina karena kedua negara adalah sahabat Indonesia. Kebijakan Indonesia untuk politik luar
negeri bebas aktif sudah sangat tepat, invasi Rusia ke Ukraina menjadi pendorong negara-
negara ASEAN untuk bersatu dan tidak membuat ancaman bagi negara manapun.

Prinsip bebas aktif yang dijunjung Indonesia tidak identik dengan sikap netral, melainkan
bebas bersikap sesuai dengan kepentingan nasional. Selain itu, sikap Indonesia itu juga bukan
sekadar mengikuti negara lain, melainkan upaya untuk menyuarakan pentingnya penghormatan
terhadap norma hukum internasional. Indonesia akan terus mendorong dihentikannya
penggunaan kekuatan sehingga semua pihak dapat menyelesaikan sengketa. Indonesia juga
menilai bahwa langkah terbaik terhadap situasi di Ukraina adalah dengan deeskalasi sehingga
proses perundingan dapat berjalan lebih efektif dan memungkinkan dibukanya jalur
kemanusiaan.

Sementara itu, terkait peran dan kontribusi yang bisa diberikan Indonesia terhadap
penyelesaian konflik Rusia-Ukraina, Dirut LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat, atau
yang lebih akrab disapa Dimas, menilai bahwa Indonesia bisa mengupayakan agar konflik yang
terjadi tidak semakin memanas. Indonesia juga bisa memberikan bantuan kemanusiaan terhadap
potensi tragedi kemanusiaan dalam konflik tersebut.

Selain itu, perlu membangun sistem keamanan. kita perlu membangun sistem keamanan
global atau global architecture yang lebih transparan sehingga tidak menjadi alasan bagi
penghasut perang untuk menjustifikasi apapun tindakan mereka, baik dari sisi keamanan dirinya
ataupun stabilitas global. Indonesia tidak perlu terlibat lebih jauh dalam permasalahan yang
dihadapi oleh kedua negara. Sebaliknya, Indonesia bisa memberikan kontribusi terhadap upaya
penyelesaian konflik.
Kemudian, Indonesia juga perlu mendorong dibukanya zona pengungsi untuk menampung
lebih banyak warga sipil yang terpaksa mengungsi akibat konflik tersebut. Peran Indonesia
yang lebih besar lagi juga, menurutnya, bisa diberikan melalui Presidensi Indonesia di forum
G20. Sebagai tuan rumah, Indonesia harus menghindari potensi forum tersebut untuk
dimanfaatkan sebagai ajang persengketaan terkait masalah Ukraina.

Tugas Indonesia, sesuai konstitusi, sesuai dan amanat adalah mendorong agar isu-isu dunia
ketiga tetap bisa diselesaikan dalam forum G20, dan forum tersebut banyak menyelesaikan
masalah yang dihadapi negara dunia ketiga. Sebagaimana disebutkan Dimas dalam pendapatnya
bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina merupakan perang saudara antara bangsa-bangsa
Eropa. Maka seyogyanya perang tersebut bisa diselesaikan melalui jalur damai dan dilakukan
secara kekeluargaan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik antara Ukraina dan Rusia menjadi pembahasan di seluruh dunia. Penyebab konflik
Rusia-Ukraina ini sudah ada sejak dulu. Kedua negara tersebut merupakan negara besar yang
setiap kebijakannya memiliki dampak bagi dunia. Rusia dan Ukraina tidak hanya akan
memengaruhi stabilitas kedua negara yang terlibat, tapi juga akan memengaruhi stabilitas
global, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan berbagai sektor lainnya. Termasuk juga
Indonesia, yang mau tak mau juga akan terdampak. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
global pun menaruh atensi yang cukup besar terhadap konflik antara Rusia dan Ukraina.

Dampak paling banyak yang dirasakan Indonesia adalah dampak politik, ekonomi, dan
hiburan olahraga, namun yang paling terdampak adalah bidang ekonomi. Tugas Indonesia,
sesuai konstitusi, sesuai dan amanat adalah mendorong agar isu-isu dunia ketiga tetap bisa
diselesaikan dalam forum G20, dan forum tersebut banyak menyelesaikan masalah yang
dihadapi negara dunia ketiga. Sebagaimana disebutkan Dimas dalam pendapatnya bahwa
konflik antara Rusia dan Ukraina merupakan perang saudara antara bangsa-bangsa Eropa. Maka
seyogyanya perang tersebut bisa diselesaikan melalui jalur damai dan dilakukan secara
kekeluargaan.

3.2 Saran

Diperlukan untuk membangun sistem keamanan. kita perlu membangun sistem keamanan
global atau global architecture yang lebih transparan sehingga tidak menjadi alasan bagi
penghasut perang untuk menjustifikasi apapun tindakan mereka, baik dari sisi keamanan dirinya
ataupun stabilitas global. Indonesia tidak perlu terlibat lebih jauh dalam permasalahan yang
dihadapi oleh kedua negara. Sebaliknya, Indonesia bisa memberikan kontribusi terhadap upaya
penyelesaian konflik.
DAFTAR PUSAKA

Latifatul Fajri, Dwi. 2022. Dampak dan Penyebab Konflik Rusia-Ukraina. Diakses pada 20
Mei 2022. (Online)
https://katadata.co.id/safrezi/berita/621889ce4165b/dampak-dan-penyebab-konflik-
rusia-ukraina

Azanella, Luthfia Ayu. 2022. 3 Dampak Perang Rusia-Ukraina bagi Indonesia.


Diakses pada 21 Mei 2022. (Online)
https://www.kompas.com/tren/read/2022/02/25/183000965/3-dampak-perang-rusia-
ukraina-bagi-indonesia?page=all

2022. Krisis Rusia-Ukraina: Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas
Aktif Sudah Tepat. Diakses pada 22 Mei 2022. (Online)
https://fisip.ui.ac.id/krisis-rusia-ukraina-kebijakan-politik-luar-negeri-indonesia-yang-
bebas-aktif-sudah-tepat/

Dihni, Vika Azkiya. 2022. Dampak Ekonomi Harga Pangan Perang Rusia Ukraina.
Diakses pada 22 Mei 2022. (Online)
https://katadata.co.id/amp/ariayudhistira/infografik/62425ef0216ee/dampak-ekonomi-dan-
harga-pangan-perang-rusia-ukraina

Hendrawan, Bonaventura. 2022. Dampak Perang Rusia Dan Ukraina Bagi Indonesia.
Diakses pada 22 Mei 2022 (Online)
https://unkartur.ac.id/dampak-perang-rusia-dan-ukraina-bagi-indonesia/10119/

Pusat Keahlian DPR RI. Tawaran Resolusi Konflik dan Dampaknya. Diakses pada 22 Mei
2022. (Online)
Berkas.dpr.go.id

Anda mungkin juga menyukai