Anda di halaman 1dari 12

RESUME

KONFLIK RUSIA DAN UKRAINA


# SEJARAH
1. Penyebab konflik Rusia dengan Ukraina

Penyebab konflik Rusia dan Ukraina kembali jadi sorotan. Belakangan kedua
negara memang dalam tahap krisis tingkat tinggi hingga digadang-gadang invasi bisa
dilakukan kapan saja.
Sejumlah negara termasuk Amerika Serikat turun tangan mengancam Rusia jika
benar invasi akan dilakukan. Bahkan AS dan sejumlah negara mengirimkan bantuan
berupa peralatan militer ke Ukraina jika benar rencana invasi akan dilakukan.
Lalu apa yang menjadi penyebab konflik Rusia dan Ukraina?
Penyebab Konflik Rusia dan Ukraina :
Sejarah Singkat :
Dilansir Al Jazeera, sekitar 1.200 tahun lalu, Ukraina, Rusia dan Belarusia lahir di
tepi Sungai Dnieper di Kievan Rus, Kievan Rus, negara adidaya abad pertengahan yang
mencakup sebagian besar Eropa Timur. Meski begitu, Rusia dan Ukraina berbeda jauh
secara bahasa, sejarah hingga politiknya.Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali
mengklaim bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu bagian dari peradaban Rusia, yang juga
mencakup Belarusia. Namun klaim itu dibantah oleh Ukraina. Kemudian Ukraina
melakukan revolusi selama dua kali, yakni pada tahun 2005 dan 2014, yang menolak
supremasi Rusia. Ukraina juga terus mencari jalan agar dapat bergabung Uni Eropa dan
NATO.
Rusia pun menolak keras langkah tersebut dan meminta Ukraina untuk 'tak pernah
bergabung dengan NATO atau North Atlantic Treaty Organization, yang di awal
pendiriannya memang bertujuan melawan ancaman ekspansi Rusia pascaperang di Erop.
Putin sangat marah dengan prospek pangkalan NATO di sebelah perbatasannya
dan mengatakan bergabungnya Ukraina dengan aliansi transatlantik pimpinan AS akan
menandai perlintasan garis merah antar keduanya.
Saat revolusi Ukraina pada 2014, terjadi protes besar-besaran untuk
menggulingkan presiden Ukraina yang pro-Rusia bernama Viktor Yanukovych. Kala itu,
Viktor menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat
dengan Moskow. Saat penggulingan Viktor, Rusia mencaplok Semenanjung Krimea di
Ukraina dan mendorong pecahnya sebuah pemberontakan separatis di timur Ukraina.
Saat itu, Ukraina dan Barat menuduh Rusia mengirim pasukan dan senjatanya untuk
mendukung pemberontak. Rusia membantahnya dan menuduh orang Rusia yang
bergabung dengan separatis adalah sukarelawan.
Pada 2015, dengan penengah Prancis dan Jerman, Rusia dan Ukraina melakukan
perjanjian damai untuk mengakhiri pertempuran skala besar. Namun upaya tersebut gagal
mencapai penyelesaian politik.
Uni Eropa dan AS telah memberlakukan serangkaian tindakan sebagai tanggapan atas
tindakan Rusia di Krimea dan Ukraina timur, termasuk sanksi ekonomi yang
menargetkan individu, entitas, dan sektor tertentu dari ekonomi Rusia.
Kremlin menuduh Ukraina memicu ketegangan di timur negara itu dan melanggar
perjanjian gencatan senjata Minsk.
Alasan Rusia Serang Ukraina: Timeline Kejadian Terkini
Dilansir Al Jazeera, berikut timeline terjadinya konflik Ukraina-Rusia hingga kini :
November 2021: Citra satelit memperlihatkan penumpukan pasukan baru Rusia di
perbatasan dengan Ukraina. Ukraina menyebut Rusia telah memobilisasi 100.000 tentara
bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya.
7 Desember 2021: Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi
dari Barat jika menyerang Ukraina.
17 Desember 2021: Rusia mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat,
termasuk bahwa NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa timur dan
Ukraina. Rusia juga meminta NATO untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-
negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.
3 Januari 2022: Biden meyakinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bahwa AS
akan "menanggapi dengan tegas" jika Rusia menginvasi Ukraina.
10 Januari 2022: Pejabat AS dan Rusia bertemu di Jenewa untuk pembicaraan diplomatik
namun gagal. Rusia mengulangi tuntutan keamanan yang menurut AS tidak dapat
diterima.
24 Januari 2022: NATO menempatkan pasukan dalam keadaan siaga dan memperkuat
kehadiran militernya di Eropa Timur dengan lebih banyak kapal dan jet tempur. Beberapa
negara Barat mulai mengevakuasi staf kedutaan dari Kyiv. AS menempatkan 8.500
tentara dalam siaga.
26 Januari 2022: Washington memberikan tanggapan tertulis terhadap tuntutan keamanan
Rusia, mengulangi komitmen terhadap kebijakan "pintu terbuka" NATO sambil
menawarkan "evaluasi yang berprinsip dan pragmatis" atas keprihatinan Moskow.
27 Januari 2022: Biden memperingatkan kemungkinan invasi Rusia pada Februari.
28 Januari 2022: Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tuntutan keamanan utama
Rusia belum ditanggapi tetapi Moskow siap untuk terus berbicara. Presiden Ukraina
Zelenkskyy memperingatkan Barat untuk menghindari menciptakan "kepanikan" yang
akan berdampak negatif terhadap perekonomian negaranya.
31 Januari 2022: AS dan Rusia berdebat tentang krisis Ukraina pada sesi tertutup khusus
Dewan Keamanan PBB.
- Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada dewan bahwa
invasi Rusia ke Ukraina akan mengancam keamanan global.
- Utusan Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya menuduh Washington dan sekutunya
mengobarkan ancaman perang, di mana Rusia terus menyangkal tudingan rencana invasi.
"Diskusi tentang ancaman perang sangat provokatif. Anda hampir menyerukan ini. Anda
ingin itu terjadi," kata Nebenzya.
1 Februari 2022: Putin membantah merencanakan invasi dan menuduh AS mengabaikan
tuntutan keamanan negaranya. "Sudah jelas bahwa kekhawatiran mendasar Rusia
akhirnya diabaikan," katanya.
6 Februari 2022: Media AS mengutip pernyataan pejabat AS bahwa Rusia telah
membangun 70 persen dari pembangunan militer yang dibutuhkan untuk meluncurkan
invasi skala penuh ke Ukraina.
8 Februari 2022: Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Putin dan mengatakan
kepada wartawan bahwa Rusia tidak akan meningkatkan krisis Ukraina. Namun, Kremlin
membantah bahwa Macron dan Putin mencapai kesepakatan untuk mengurangi eskalasi
krisis. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa "dalam situasi saat ini,
Moskow dan Paris tidak dapat mencapai kesepakatan apa pun".
10 Februari 2022: Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss dan Menlu Rusia Sergey
Lavrov mengadakan pembicaraan tanpa hasil. Truss, yang memperingatkan sanksi keras
Barat jika Ukraina diserang, menantang Lavrov tentang pernyataannya bahwa
penumpukan pasukan dan persenjataan Rusia tidak mengancam siapa pun.
11 Februari 2022: Penasihat keamanan nasional Biden, Jake Sullivan, mengatakan
intelijen AS menunjukkan invasi Rusia dapat dimulai dalam beberapa hari, sebelum
Olimpiade Beijing berakhir pada 20 Februari.
- Pentagon memerintahkan tambahan 3.000 tentara AS untuk dikirim ke Polandia untuk
meyakinkan sekutu. Sementara itu, sejumlah negara menyerukan warganya untuk
meninggalkan Ukraina, dengan beberapa peringatan bahwa evakuasi militer tidak akan
dijamin jika terjadi perang.
12 Februari 2022: Biden dan Putin mengadakan pembicaraan melalui konferensi video.
Presiden AS mengatakan invasi Rusia ke Ukraina akan menyebabkan "penderitaan
manusia yang meluas" dan bahwa Barat berkomitmen pada diplomasi untuk mengakhiri
krisis tetapi "sama siapnya untuk skenario lain".
- Putin mengeluh dalam seruan itu bahwa AS dan NATO belum menanggapi secara
memuaskan tuntutan Rusia agar Ukraina dilarang bergabung dengan aliansi militer dan
NATO menarik mundur pasukan dari Eropa Timur.
- Yuri Ushakov, ajudan utama kebijakan luar negeri Putin, mengatakan bahwa sementara
ketegangan telah meningkat selama berbulan-bulan, dalam beberapa hari terakhir
"situasinya telah dibawa ke titik absurditas". Dia mengatakan Biden menyebutkan
kemungkinan sanksi yang dapat dikenakan pada Rusia, tetapi: "Masalah ini bukan fokus
selama percakapan yang cukup panjang dengan pemimpin Rusia."
2. Pengaruh penting gerakan NATO DENGAN PBB

Tujuan didirikan NATO adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan bagi
para negara anggotanya dalam bidang politik, militer, dan pertahanan dalam menghadapi
ancaman.

NATO juga berperan penting dalam upaya menciptakan perdamaian dunia dan
menghindari terjadinya konflik atau perang.

Adapun lebih lengkapnya, tujuan NATO yaitu:

- Menyelesaikan persengketaan secara damai.

- Mencegah penggunaan kekuatan militer dalam hubungan internasional.

- Menghilangkan persengketaan politik ekonomi internasional.

- Meningkatkan kerja sama ekonomi di antara negara-negara NATO.

- Membela negara anggota dengan prinsip bahwa serangan terhadap satu anggota
berarti serangan terhadap seluruh anggota NATO.

# SEJARAH INDONESIA
1. Dampak bagi Indonesia dengan adanya konflik Rusia Ukranina
Konflik di Ukraina akibat invasi Rusia telah menyebabkan kenaikan harga pangan hingga
energi di Indonesia, kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima
Yudhistira.
Mayoritas kenaikan harga pangan di dalam negeri, kata Bhima, merupakan implikasi dari
terhambatnya perdagangan antara Indonesia dengan Ukraina dan Rusia.
Ukraina merupakan pemasok gandum terbesar bagi Indonesia. Sebaliknya bagi Ukraina,
Indonesia adalah negara tujuan ekspor gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Ukraina memasok 2,96 juta ton gandum atau
setara 27% dari total 10,29 juta ton yang diimpor Indonesia pada 2020.
Bhima mengatakan kenaikan harga gandum cepat atau lambat akan berdampak pada
konsumen di Indonesia, mengingat gandum merupakan bahan baku dari produk pangan seperti
mi instan dan terigu.
Indonesia sendiri merupakan negara pengonsumsi mi instan terbesar kedua di dunia, dengan
total 12,6 miliar porsi pada 2020.
"Dampaknya harga bisa naik, berat bersih produk berkurang, atau menurunkan kualitas," kata
Bhima kepada BBC News Indonesia, Jumat (04/03).
"Tapi mi instan kan banyak dikonsumsi juga oleh masyarakat kelas menangah bawah,
sehingga kenaikan harga 1.000 rupiah saja akan terasa," ujar dia.
Meski Indonesia bisa mencari alternatif produsen gandum lain untuk memenuhi kebutuhan
gandum, Bhima mengatakan prosesnya akan memakan waktu.
Sementara itu, harga gandum akan tetap mengacu pada harga yang ditetapkan secara global,
sehingga kenaikannya tidak bisa dihindari.
Setelah invasi ke Ukraina terjadi, harga gandum global naik sebesar 5,35% menjadi US$9,84
atau sekitar Rp141.373 per gantang. Kenaikan itu merupakan yang tertinggi sejak 2008.
2. Tanggapan Indonesia terhadap peperangan Rusia Ukraina

Indonesia telah resmi memegang Presidensi Group of Twenty atau G20 tahun 2022.


Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 2022 itu mengambil tema Recover Together, Recover
Stronger.

Dengan adanya Presidensi G20 itu, Indonesia dinilai bisa mengambil kesempatan baik untuk
tampil jadi penengah dalam perdamaian Rusia dan Ukraina. Salah satu caranya, yaitu upaya
terbuka untuk penyelesaian konflik adalah melalui Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa
(MU PBB).

Karena seperti diketahui, sejak Kamis kemarin 24 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir
Putin mengesahkan "operasi militer khusus" di wilayah Donbass, dan Ukraina mengkonfirmasi
bahwa target militer di seluruh negeri sedang diserang.

"Indonesia dapat mengambil peran ini mengingat Indonesia saat ini memegang Presidensi G-
20 dan memiliki kewajiban konstitusional untuk turut dalam ketertiban dunia," ujar Guru Besar
Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana kepada Liputan6.com di
Jakarta, Jumat, (25/2/2022).

Menurut Hikmahanto, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dapat mengutus Menlu Retno
Marsudi untuk melakukan shuttle diplomacy dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak,
termasuk Presiden MU dan Sekjen PBB, Menlu Rusia, Menlu Ukraina, Menlu negara-negara
Eropa Barat dan AS.
Berikut sederet tanggapan Indonesia bisa ambil kesempatan jadi penengah dalam perdamaian
Rusia dan Ukraina dihimpun Liputan6.com:

1. Ekonom Indef
Publik internasional, termasuk negara-negara Barat, digegerkan dengan perang Rusia
Ukraina yang baru meletus.
Meski ketegangan Rusia Ukraina dapat memunculkan dampak yang cukup signifikan
bagi ekonomi, Indonesia ternyata masih bisa mengambil dampak positif dari konflik tersebut.
Hal yang bisa dipertimbangkan sebagai peluang, bahkan dalam jangka waktu dekat.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira,
mengatakan bahwa Pemerintah harus bisa melakukan intervensi dengan mengajak negara-negara
yang sedang dalam konflik, termasuk Rusia dan Amerika Serikat, untuk duduk bersama dalam
forum G20, membahas resolusi dari ko"Indonesia bisa menjadi penengah karena tidak memiliki
kepentingan langsung terhadap konflik yang ada di Ukraina," jelas Bhima Yudhistira
kepada Liputan6.com, Jumat (25/2/2022).

"Kalau itu bisa dilakukan, sebagai Presidensi G20 Indonesia juga akan dianggap sukses,"
ujar dia. Peluang lainnya, adalah menarik potensi investasi ke Indonesia.

"Seperti relokasi pabrik besi dan baja, kemudian beberapa pabrik elektronik maupun
otomotif, sparepart otomotif, agar dilakukan pendekatan kepada produsen yang memiliki basis
produksi di Rusia maupun Ukraina untuk segera beralih ke Indonesia, dan disiapkan insentif
khususnya," ungkap Bhima.

Sementara dalam kemungkinan terburuk, Bhima menyebut, dampak ekonomi Indonesia


dari ketegangan Rusia-Ukraina akan paling terasa di sektor keuangan.

Hal ini terlihat dari kondisi Rupiah yang sudah melemah dan bergerak di Rp 14.500, dan
bisa terus bergerak mendekati level Rp 15.000.

"Dalam kondisi konflik, jika eskalasinya semakin meluas dan melibatkan banyak negara,
ini bisa berdampak pada stabilitas di kawasan, dan tentunya ini akan merugikan prospek
pemulihan, stabilitas moneter yang ada di Indonesia, karena bertepatan dengan tapering off dan
kenaikan suku bunga yang terjadi di negara-negara maju," kata Bhima.

Harga komoditas, juga menjadi efek ekonomi yang bisa dihadapi Indonesia.

"Dengan minyak mentah yang sudah tembus USD 100 per barel, akan meningkatkan
inflasi dan membuat biaya pengiriman (logistik) menjadi jauh lebih mahal. Efeknya adalah harga
kebutuhan pokok semakin meningkat, daya beli masyarakat semakin rendah, dan efek terhadap
subsidi energi juga akan membengkak cukup singnifikan," papar Bhima.

"Karena pada asumsi makro APBN, harga minyak hanya tercatat USD 63 per barel, jadi
ini berbanding jauh antara minyak yang ditetapkan dalam APBN, maupun harga minyak mentah
yang sudah ada dilapangan. Maka imbasnya pasti ada pembengkakan dari subsidi energi yang
signifikan," lanjut dia.

Dengan demikian, Bhima menyarankan, Pemerintah baiknya segera melakukan APBN


perubahan untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah, juga
inflasi.

"Karena inflasinya bisa lebih tinggi dari perkiraan, dan perlu dilakukan antisipasi seperti
tambahan dana PEN, yang sebagian mencakup stabilitas harga pangan dan harga energi. Karena
ini serius sekali pada stabilitas dan pemulihan ekonomi sepanjang 2022," imbuhnya.
"Jadi ketika Pemerintah ingin menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, maka
harus dipastikan stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat baik minyak goreng, kedelai,
maupun komoditas lainnya, juga BBM (Pertamax-Pertalite), agar terjaga hingga akhir tahun,"
tegas Bhima.

2. Besar Hukum nternasional UI


Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Forum G20 di Bali (dok: Bank Indonesia)
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai Indonesia
dapat memiliki peran dalam perdamaian Rusia Vs Ukraina. Salah satu caranya, yaitu upaya
terbuka untuk penyelesaian konflik adalah melalui Majelis Umum PBB.
"Indonesia dapat mengambil peran ini mengingat Indonesia saat ini memegang Presidensi
G-20 dan memiliki kewajiban konstitusional untuk turut dalam ketertiban dunia," kata
Hikmahanto kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat, (25/2/2022).
Dalam MU PBB, kata dia, tidak ada hak veto dan semua negara anggota memiliki satu
suara yang sama.
Presiden Jokowi dapat mengutus Menlu Retno Marsudi untuk melakukan shuttle
diplomacy dengan melakukan pembicaraan ke berbagai pihak, termasuk Presiden MU dan
Sekjen PBB, Menlu Rusia, Menlu Ukraina, Menlu negara-negara Eropa Barat dan AS.
Menlu juga perlu melakukan pembicaraan dengan Menlu berbagai negara di Asia Afrika
Eropa Timur hingga Amerika Latin mengingat bila saling serang yang terjadi di Ukraina
dibiarkan terus akan menjadi cikal bakal Perang Dunia III

Dalam sejarahnya, kata Hikmahanto, Majelis Umum PBB pernah mengeluarkan resolusi
yang disebut sebagai Uniting For Peace pada tahun 1950 saat pecah perang di Semenanjung
Korea.

"Dalam resolusi tersebut dapat meminta negara-negara yang bertikai untuk segera
melakukan gencatan senjata. Bila seruan ini tidak digubris maka MU PBB dapat memberi
mandat kepada negara-negara untuk mengerahkan pasukan terhadap negara yang tidak mematuhi
gencatan senjata," ujarnya.

Hikmahanto mengatakan, operasi milter yang dilancarkan oleh Rusia dan serangan balik
oleh Ukraina berpotensi menjadi Perang Dunia III.

Untuk mencegah hal itu, Eropa Barat dan Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi
ekonomi kepada Rusia.

Namun menurutnya, sanksi tersebut tidak akan efektif. Pertama, sanksi ekonomi baru
akan terasa di level masyarakat Rusia dan para elit dalam waktu 6 bulan bahkan satu tahun ke
depan.

"Kedua, Rusia harus dibedakan dengan Iran ataupun Korea Utara yang masih sangat
bergantung pada banyak negara," kata Hikmahanto.
Ketiga, kata dia, Rusia akan dibantu oleh sekutu-sekutunya, bahkan oleh China yang
melihat potensi keuntungan secara finansial.

Menurut Hikmahanto, penyelesaian melalui Dewan Keamanan PBB pun akan tidak
membuahkan hasil mengingat di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan anggota tetap yang
memiliki hak veto.

"Apapun draf resolusi yang bertujuan untuk melumpuhkan Rusia secara militer akan
diveto oleh Rusia," jelas dia.

#KESIMPULAN
Konflik Rusia dan Ukraina yang berujung invasi mulai Kamis (24/2) belum juga selesai
hingga saat ini. Ratusan warga Ukraina disebut telah menjadi korban dalam perang tersebut.
Dukungan dan simpati untuk Ukraina pun terus digencarkan dari berbagai negara atas
serangan yang dilakukan Rusia terhadap negara tersebut.
Berikut rangkuman kejadian 12 jam terakhir berkaitan dengan perang Ukraina dan Rusia.
1. Dialog Dua Negara di Belarusia
Hari ini, Senin (28/2) waktu setempat Rusia dan Ukraina dijadwalkan
melakukan pertemuan untuk berdialog soal perang yang berlangsung di
Ukraina.
Pertemuan akan dilakukan di perbatasan Belarusia. Sebelumnya Ukraina
sempat menolak dialog dilakukan di Belarusia.
Kesepakatan terjadi usai perbincangan antara Presiden Belarusia
Aleksander Lukashenko dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Keduanya menyetujui pertemuan tanpa prasyarat di perbatasan Ukraina-
Belarusia di dekat Sungai Pripyat.
2. Putin Siagakan Pertahanan Nuklir Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan agar 'kekuatan pencegahan'
di negaranya disiagakan. Pertahanan ini meliputi persenjataan nuklir negara
berkaitan dengan perang di Ukraina.
3. Putin tuduh Barat tidak bersahabat
Presiden Rusia, Vladimir Putin menuduh negara Barat bersikap tidak
bersahabat. Atas hal tersebut, Putin bahkan memerintahkan para kepala
pertahanannya untuk menyiagakan kekuatan pencegahan dan persenjataan
nuklir.
Rusia memang memiliki gudang senjata nuklir terbesar di dunia dan
sejumlah rudal balistik yang menjadi tulang punggung kekuatan pencegahan.
4. Rusia kehabisan bensin
Invasi Rusia ke Ukraina yang telah memakan lebih dari 100 korban jiwa
diwarnai dengan kejadian unik. Sebuah kendaraan tempur Rusia menjadi
bahan olok-olok warga Ukraina karena habis bensin.
Kejadian tersebut bermula saat sebuah kendaraan tempur Rusia mogok di
sebuah jalan wilayah Sumy, bagian timur laut Ukraina.
5. Jerman kirim pasokan senjata ke Ukraina
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan akan membantu Ukraina dan
mengirimkan pelbagai pasokan persenjataan untuk melawan Rusia pada Sabtu
(26/2) kemarin.
Pemerintah Jerman dikabarkan bakal mengirimkan 1.000 senjata anti-tank
dan 500 rudal stinger bagi Ukraina.
6. Ledakan di Ukraina
Serangkaian ledakan dilaporkan terjadi di Ukraina di tengah invasi yang
dilakukan Rusia pada negara tersebut. Salah satu ledakan terpantau berasal
dari pipa gas Pada Minggu (27/2), Dinas Komunikasi Khusus dan
Perlindungan Informasi Ukraina menyebut armada tempur Rusia meledakkan
pipa gas alam di kota Kharkiv, Ukraina.

Anda mungkin juga menyukai