Sementara itu, intelijen Amerika Serikat menyebut bahwa Rusia sudah menyiapkan
invasi dengan 175.000 tentara, dan militer Ukraina meski mendapat pelatihan dan peralatan
dari AS, diyakini tetap sulit menandinginya. Jika terjadi perang Ukraina Rusia, tak hanya dua
negara itu yang bakal terlibat, tetapi juga blok Timur dan Barat.
New York Times pada Senin (24/1/2022) menyebutkan, pada dasarnya Putin sedang
berusaha menyusun ulang batas-batas Eropa pasca-Perang Dingin, membangun zona
keamanan yang luas, dan menarik kembali Ukraina, dengan paksa jika perlu.Ketegangan
antara Ukraina dan Rusia sudah membara sejak 2013, ketika Ukraina berupaya
menggulingkan presidennya yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych, dan militer Rusia
memasuki wilayah Ukraina.
Imbas dari kondisi tersebut, Rusia mencaplok semenanjung Crimea yang otonom
pada 2014 dan mengobarkan pemberontakan separatis di Ukraina timur. Rusia berdalih,
aneksasi Crimea adalah untuk membela kepentingan warga berbahasa Rusia di sana. Akan
tetapi, pencaplokan itu tidak diakui oleh sebagian besar negara.
Tak lama kemudian, separatis pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina
mendeklarasikan kemerdekaan dari Kiev, sehingga memicu pertempuran yang sengit selama
berbulan-bulan. Gencatan senjata sempat disepakati pada 2015 tetapi sulit ditegakkan.
Perdamaian total tak kunjung didapat di tengah perang Rusia Ukraina yang menewaskan
lebih dari 13.000 tentara dan warga sipil.
Menurut Putin, Ukraina pada dasarnya adalah bagian dari Rusia baik secara budaya
maupun historis. Vladimir Putin yang kini berusia 69 tahun dan berada di senja karier
politiknya juga disinyalir berniat memoles citranya dengan memperbaiki apa yang dilihatnya
sebagai bencana abad ke-20, yaitu pecahnya Uni Soviet. Ukraina, negara berpenduduk 44
juta orang yang sebelumnya tergabung dengan Uni Soviet dan berbagi perbatasan sepanjang
1.900 kilometer dengan Rusia, menurut Putin dapat meningkatkan kekuatan negaranya untuk
bersaing dengan AS dan China.
Putin, menurut New York Times, turut disinyalir berusaha meningkatkan dukungan
nasionalis di dalam negeri, di tengah pandemi yang berkecamuk dan perekonomian yang
tertatih. Pada 2021, Rusia juga dilanda demo anti-Putin terbesar dalam beberapa tahun oleh
oposisi. Sementara itu, Rusia beralasan bahwa penempatan ratusan ribu pasukan di
perbatasan adalah antisipasi ekspansi NATO ke arah timur, dan reaksi terhadap hubungan
intensif Ukraina dengan aliansi tersebut. Dikutip dari ABC7 pada Minggu (23/1/2022),
NATO meningkatkan dukungan untuk Ukraina dalam hal persenjataan, pelatihan, dan
personel. Rusia pun menuduh Ukraina meningkatkan jumlah pasukannya sebagai persiapan
merebut kembali wilayah Donbass, tetapi Kiev membantah tudingan itu.
Pada saat yang sama, pemerintahan Zelensky sedang diterpa banyak rintangan di
berbagai bidang, termasuk gelombang ketiga Covid-19 dan ekonomi yang terpuruk.
Dilaporkan ABC7, banyak orang Ukraina juga tidak senang karena pemerintah belum
memenuhi janji untuk mengakhiri konflik di timur negara itu. Demo anti-pemerintah pun
sempat terjadi di Kiev. Sejauh ini peluang perang Rusia Ukraina masih terbuka dan belum
ada pembicaraan yang membuahkan hasil positif.