Anda di halaman 1dari 15

Kronologi Perang Rusia & Ukraina

Rusia benar-benar menyerang Ukraina sejak Kamis (24/2/2022). Presiden Vladimir


Putin mengumumkan operasi militer secara resmi.

Rusia mengklaim mengamankan Ukraina Timur, wilayah Donbass yang dikuasai milisi
pemberontak. Namun serangan Rusia kemudian membidik sejumlah kota di Ukraina
Odessa, Kharkiv, Mariupol dan tentu saja Kyiv.

Sebenarnya, dulu Ukraina "rapat" dengan Rusia. Namun pemimpin Ukraina yang
sekarang lebih dekat ke Barat dan ingin menjadi bagian NATO.

Padahal ketika Perang Dingin terjadi, sebelum 1990, orang-orang Ukraina dan Rusia
bersatu dalam sebuah negara federasi bernama Uni Soviet. Negara komunis yang
kuat di zaman itu.

Uni Soviet setelah Jerman kalah dan PD II selesai, memiliki pengaruh di belahan timur
Eropa. Tak heran jika negara-negara di benua Eropa bagian timur juga menjadi
negara-negara komunis.

Pada 1991, Uni Soviet dan Pakta Warsawa bubar. Di tahun yang sama, Ukraina
memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah
referendum.

Presiden Rusia Boris Yeltsin pada tahun itu, menyetujui hal tersebut. Selanjutnya
Rusia, Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States
(CIS). Namun perpecahan terjadi. 

Ukraina menganggap bahwa CIS adalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-
negara di bawah Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet. Pada Mei 1997, Rusia dan Ukraina
menandatangani perjanjian persahabatan untuk menyelesaikan ketegangan.

Hubungan Rusia dan Ukraina memanas lagi sejak 2014. Kala itu muncul revolusi
menentang supremasi Rusia.

Massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-


Rusia, Viktor Yanukovych. Kerusuhan bahkan sempat terjadi sebelum berdamai di
2015 dengan kesepakatan Minsk.

Revolusi juga membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan
NATO. Ini, mengutip Al-Jazeera, membuat Putin marah karena prospek berdirinya
pangkalan NATO di sebelah perbatasannya.
Rusia memang gusar pada banyaknya kehadiran NATO di Erapa Timur. Ini sudah
dimulai sejak 1999, sejak Polandia, Ceko dan Hungaria mendeklarasikan masuk pakta
itu.

Putin mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat. Salah satu
poinnya meminta NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan
Ukraina.

Rusia meminta aliansi tersebut untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-
negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota. Dalam wawancara esklusif
dengan  CNBC Indonesia 16 Februari, Duta Besar Rusia Untuk Indonesia, Lyudmila
Georgievna Vorobieva, juga menjelaskan demikian.

"Semua histeria yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah ditargetkan untuk
mengalihkan isu dari keamanan negara kami terkait Federasi Rusia. Kami melihat
ekspansi NATO yang telah berjalan selama 30 tahun lebih dan kini infrastruktur NATO
makin dekat ke perbatasan kami," jelasnya dalam wawancara kala itu.

"Pada situasi ini, Ukraina hanya dijadikan alat untuk mengobarkan informasi perang
terhadap Rusia. Sementara negara kami tengah mengupayakan diplomasi, pihak
Barat terus mengobarkan informasi perang dan menciptakan ketegangan di
perbatasan Rusia-Ukraina."

"Sebenarnya tidak ada yang terjadi dan kami tidak berniat untuk menyatakan perang
terhadap Ukraina. Tolong jangan salah paham kami justru menganggap Ukraina
sebagai saudara kami," ujarnya lagi.

"Memerangi Ukraina adalah gagasan yang tidak masuk akal bagi kami."

Ia membeberkan NATO telah melakukan lima fase ekspansi, dari tahun 1999 hingga
2020.

Makin Panas di November 2021

Isu serangan bergulir sejak November 2021. Sebuah citra satelit menunjukkan
penumpukan baru pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina.

Moskow diyakini Barat memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan
perangkat keras militer lainnya. Intelijen Barat menyebut Rusia akan menyerang
Ukraina.

Di Desember, pemimpin dunia seperti Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia


tentang sanksi ekonomi Barat jika menyerang Ukraina karena laporan yang semakin
intens soal militer di perbatasan. Sejumlah pemimpin Eropa seperti Presiden Prancis
Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga "turun gunung"
menginisiasi negosiasi antara keduanya.

Di sisi lain, Rusia juga mulai melakukan latihan militer besar-besaran sejak awal
Januari 2022. Semua angkatan laut dikerahkan. Latihan ini juga dilakukan di darat.
Rusia bekerja sama dengan Belarusia, tetangga dekat sekaligus sekutunya.

Pada 15 Februari, Putin menegaskan akan menarik semua pasukan dari perbatasan.
Ia mengatakan ini saat konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di
Moskow, Rusia.

Putin mengatakan, Rusia tidak menginginkan perang. Menurut dia, Rusia siap
mencari solusi dengan Barat.

"Kami siap untuk bekerja sama lebih jauh. Kami siap untuk masuk ke jalur negosiasi,"
ujar Putin seperti dilansir AFP kala itu.

Meski begitu, negara Barat meragukan hal ini. Bahkan intelijen NATO di Eropa Timur
menyebut Rusia mungkin tetap akan menyerang meski terbatas, dengan
menggunakan wilayah pemberontak Ukraina Timur.

Pada 21 Februari, Putin tiba-tiba mengumumkan Donetsk (DPR) dan Luhansk (LRP),
dua wilayah kontra pemerintah Ukraina, sebagai negara merdeka. Dengan alasan
"menjaga perdamaian", Putin menandatangani dekrit mengirim pasukan ke Ukraina.

Pada 24 Februari, pernyataan Putin di depan Olaf tak terealisasi. Serangan benar
dilakukan. Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina demi membela separatis
di timur negeri itu. Ledakan terjadi di sejumlah kota di Ukraina termasuk Kyiv.

"Keadaan mengharuskan kami untuk mengambil tindakan tegas dan segera," kata
Putin, dalam pidato yang disiarkan televisi, menurut transkrip RIA-Novosti.

"Donbass (wilayah milisi pro Rusia di Ukraina timur) meminta bantuan kepada Rusia.
Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal 51, bagian 7 Piagam PBB, dengan sanksi Dewan
Federasi dan sesuai dengan perjanjian persahabatan yang diratifikasi oleh Federal
Musyawarah dan gotong royong dengan DPR dan LPR, saya putuskan untuk
melakukan operasi militer khusus," tambahnya.

Barat mengutuk tindakan Putin. Sejumlah negara bereaksi.

"Rusia memulai serangan ke Ukraina hari ini. Putin memulai perang melawan
Ukraina, melawan seluruh dunia demokrasi. Dia ingin menghancurkan negara saya,
negara kita, semua yang telah kita bangun, semua yang kita jalani," kata Presiden
Ukraina Zelensky.
Para ahli percaya Putin melakukan ini untuk tujuan memaksa perubahan di Ukraina.
Rusia, ingin kepemimpinan Ukraina diganti menjadi pro Moskow.

"Berdasarkan pidato Putin ... Rusia melancarkan serangan besar di seluruh Ukraina
dan bertujuan untuk menggulingkan pemerintah Kyiv melalui cara militer," kata
Direktur Penelitian makro global di Eurasia Group, Henry Rome, dikutip CNBC
International.

"Meskipun Putin mengklaim sebaliknya, kemungkinan ini akan mencakup


pendudukan beberapa wilayah oleh pasukan Rusia."

Dikutip dari CNN International, dalam sebuah essai panjang yang dimuat Putin di Juli
2021, ia sempat menyebut Rusia dan Ukraina adalah "satu orang".

Dalam pertemuan dengan media yang dihadiri CNBC Indonesia pekan lalu, seorang


pejabat senior Kedutaan Besar AS di Jakarta mengatakan pelanggaran terang-
terangan Rusia terhadap hukum internasional menjadi tantangan langsung terhadap
tatanan berbasis aturan internasional. Ukraina sendiri merupakan anggota PBB, yang
artinya negara merdeka dan berdaulat.

"Jika Rusia diizinkan untuk membatasi kedaulatan Ukraina dengan mendikte aliansi
Ukraina dan pilihan kebijakan luar negeri, dengan memerasnya dan melanggar
integritas teritorialnya, itu dapat memberanikan orang lain yang ingin memperluas
klaim teritorial ilegal termasuk di Laut China Selatan (LCS)," katanya.

"Merusak prinsip-prinsip tatanan berbasis aturan internasional melemahkan fondasi


kerja sama internasional dan pelanggaran Rusia mengancam perdamaian dan
stabilitas di benua Eropa."

Para ahli percaya Putin melakukan ini untuk tujuan memaksa perubahan di Ukraina.
Rusia, ingin kepemimpinan Ukraina diganti menjadi pro Moskow.

"Berdasarkan pidato Putin ... Rusia melancarkan serangan besar di seluruh Ukraina
dan bertujuan untuk menggulingkan pemerintah Kyiv melalui cara militer," kata
Direktur Penelitian makro global di Eurasia Group, Henry Rome, dikutip CNBC
International.

"Meskipun Putin mengklaim sebaliknya, kemungkinan ini akan mencakup


pendudukan beberapa wilayah oleh pasukan Rusia."

Dikutip dari CNN International, dalam sebuah essai panjang yang dimuat Putin di Juli
2021, ia sempat menyebut Rusia dan Ukraina adalah "satu orang".
Dalam pertemuan dengan media yang dihadiri CNBC Indonesia pekan lalu, seorang
pejabat senior Kedutaan Besar AS di Jakarta mengatakan pelanggaran terang-
terangan Rusia terhadap hukum internasional menjadi tantangan langsung terhadap
tatanan berbasis aturan internasional. Ukraina sendiri merupakan anggota PBB, yang
artinya negara merdeka dan berdaulat.

"Jika Rusia diizinkan untuk membatasi kedaulatan Ukraina dengan mendikte aliansi
Ukraina dan pilihan kebijakan luar negeri, dengan memerasnya dan melanggar
integritas teritorialnya, itu dapat memberanikan orang lain yang ingin memperluas
klaim teritorial ilegal termasuk di Laut China Selatan (LCS)," katanya.

"Merusak prinsip-prinsip tatanan berbasis aturan internasional melemahkan fondasi


kerja sama internasional dan pelanggaran Rusia mengancam perdamaian dan
stabilitas di benua Eropa."

Latar Belakang Konflik Rusia Dan Ukraina


Rusia dan Ukraina merupakan dua negara merdeka, yang muncul paska runtuhnya Uni
Soviet pada tahun 1991. Kedua negara pecahan ini tentunya memiliki hubungan baik secara
sosial, budaya dan ekonomi. Meski begitu, tidak dengan politik, dimana keduanya justru
memiliki sejarah konflik politik yang panjang. Lantas, apa latar belakang konflik Rusia dan
Ukraina yang saat ini tengah memanas?

Menurut catatan sejarahnya, konflik Rusia dan Ukraina sudah lama terjadi. Dahulu Ukraina,
Rusia, dan negara tetangga Belarusia menjadi negara adidaya di abad pertengahan.
Sebagian besar wilayahnya mencakup Eropa Timur. Menurut berbagai catatan lainnya, 
Rusia dan Ukraina seringkali terlibat konflik ketika Revolusi Bolshevik terjadi pada 1917.

Pada masa itu, Ukraina membentuk pemerintahan sementara dan memproklamirkan dirinya
sebagai republik dalam struktur Federasi Rusia setelah penggulingan kaisar Soviet pada
Februari 1917.

Dengan runtuhnya monarki Rusia pada tahun 1917 di bawah ketegangan perang dan
perselisihan politik, Ukraina mendirikan badan koordinasi mereka, Central Rada (Dewan),
yang segera berkembang menjadi parlemen revolusioner.

Pemerintah Sementara Rusia memberikan Ukraina otonomi dengan nama Republik Rakyat
Ukraina (UNR), tetapi kaum Bolshevik kemudian menolak untuk mengakuinya dan
menyerbu Ukraina untuk memasukkannya ke dalam negara Soviet.
UNR mendeklarasikan kemerdekaan penuh pada Januari 1918 dan menandatangani
perjanjian damai dengan Blok Sentral di Brest sebelum kaum Bolshevik melakukan hal yang
sama

Pemerintah Jerman mengangkat seorang raja Ukraina di bawah gelar bersejarah hetman,
tetapi UNR kembali berkuasa setelah berakhirnya Perang Dunia Pertama dan
memproklamirkan penyatuan dengan tanah Ukraina bekas Kekaisaran Austro-Hungaria.

Kedua negara Ukraina sempat memproklamirkan persatuan mereka pada awal 1919, tetapi
kemerdekaan itu berumur pendek, karena mereka terlibat konflik tiga arah melawan
pasukan dari Polandia dan Rusia. Pemerintah Ukraina secara singkat bersekutu dengan
Polandia, tetapi tidak dapat menahan serangan Soviet.

Pada tahun 1922, Ukraina menjadi salah satu republik konstituen asli dari Uni Republik
Sosialis Soviet (USSR) dan baru mendapatkan kembali kemerdekaannya setelah Uni Soviet
pecah tahun 1991. Referendum Ukraina pada bulan Desember 1991 menandai berakhirnya
persatuan, dan Rusia, Ukraina, dan Belarusia memulai pembubaran resminya.

Pada tahun 1997, sebuah perjanjian komprehensif antara Rusia dan Ukraina menegaskan
integritas perbatasan Ukraina, sesuatu yang juga dijamin oleh Rusia dan kekuatan nuklir
Barat dalam Memorandum Budapest tahun 1994, ketika Ukraina setuju untuk menyerahkan
persenjataan nuklir buatan Soviet. Perjanjian ini berakhir pada 31 Maret 2019.

Latar Belakang Konflik Terbaru

Mengutip dari Global Conflict Tracker (CFR), disebutkan bahwa terdapat banyak latar
belakang konflik Rusia dan Ukraina. Berikut ini beberapa diantaranya, sebagaimana dikutip
dari cfr.org:

1. Tahun 2013

Awal mula krisis di Ukraina ketika terjadi protes di ibu kota Kyiv. Pada November 2013,
Presiden Viktor Yanukovych dari Ukraina menolak untuk kesepakatan dan ekonomi dengan
UNI Eropa.

2. Tahun 2014

Pasukan militer Rusia mengambil wilayah Krimea, Ukraina. Warga Krimea juga memilih
bergabung dengan Federasi Rusia dalam sebuah Referendum. Kemudian Presiden Vladimir
Putin menjelaskan perlunya perlindungan dan hak-hak warga negara Rusia, serta penutur
bahasa Rusia di Krimea dan Ukraina Tenggara.
Krisis ini membuat perpecahan etnis. Terjadi gerakan separatis yang mendukung Rusia di
wilayah Donetsk dan Luhansk, di Ukraina Timur. Gerakan separatis ini ingin melakukan
deklarasi kemerdekaan dari Ukraina.

3. Tahun 2015

Negara Ukraina mengalami krisis internasional bulan Juli, 2014. Hal ini membuat Amerika
Serikat dan Uni Eropa (UE) berselisih dengan Rusia.

4. Tahun 2016

NATO mengumumkan aliansi akan mengerahkan 4 batalyon ke Eropa Timur seperti Estonia,
Latvia, Lithuania, dan Polandia. Pasukan ini untuk mencegah agresi Rusia di wilayah Eropa
Timur.

Pasukan NATO ini bergabung dengan dua brigade tank Angkatan Darat Amerika Serikat.
Pengerahan pasukan ini terjadi bulan September 2017. Sejak konflik di tahun 2014, warga
Ukraina mendapatkan serangan siber. Tahun 2016, warga Kyiv terkena pemadaman listrik.
Tahun 2017 terjadi serangan siber komputer pemerintah dan bisnis di Ukraina.

5. Tahun 2018

Ukraina menyetujui untuk bergabung dengan NATO untuk latihan udara skala besar bulan
Oktober 2018. Pelatihan tersebut dilakukan di wilayah Ukraina Barat. Latihan tersebut
dilakukan 1 bulan setelah Rusia mengadakan latihan militer tahunan.

Dampak Perang Rusia dan Ukraina


Terhadap Ekonomi DuniaSerangan Rusia ke Ukraina
yang digencarkan oleh presiden Rusia telah menyebabkan perang
terbesar di tanah Eropa sejak tahun 1945. Krisis saat ini ancaman terbesar
perang nuklir lebih besar daripada ancaman perang nuklir antara Kuba
dan Amerika.
ADVERTISEMENT

Perang Rusia melawan Ukraina telah menyebabkan peningkatan


konsumsi energi dan makanan di tanah Eropa. Pecahnya krisis ekonomi
menyebabkan inflasi yang cukup tinggi di beberapa negara. Karenanya
munculnya tantangan ekonomi di zaman modern ini. Kedamaian dan
stabilitas ekonomi dunia yang harus dipertahankan kini dirusak oleh
peperangan.
Perang tersebut menimbulkan banyak akibat yang mengerikan bagi
masyarakat dunia. Antara lain, harga bahan baku naik tajam dan juga
mengubah sistem perdagangan energi global. Ditambah dengan kenaikan
harga energi dan barang, serangan Rusia ke Ukraina, negara pemasok
makanan. Akibatnya, kekurangan pangan mengancam dan dapat
mempengaruhi kelaparan di komunitas global. Saat ini perang telah
mempengaruhi banyak negara di dunia, seperti kenaikan harga pangan
dan pupuk.
Sanksi PBB terhadap Rusia atas tindakannya telah memaksa Rusia untuk
membatasi ekspor energinya dan bahkan mungkin menghentikan ekspor
ke Eropa sama sekali. Faktanya, Rusia adalah pemasok global utama
beberapa komoditas energi seperti minyak, batu bara, dan gas. Ini adalah
senjata utama Rusia dalam perang ekonomi. Ketergantungan negara-
negara Eropa pada energi Rusia membuat sebagian besar industri tidak
akan bertahan dalam semalam. Hal ini tentu saja memaksa pemerintah
mengeluarkan anggaran miliaran untuk mempertahankan diri dan
bersaing memperebutkan sumber energi baru. Dan semua ini dalam satu
tahun dimana dampak perubahan iklim dapat dilihat dan dirasakan oleh
masyarakat global.
Dilansir dari CNBC Indonesia. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, hingga kuartal I-
2022, produksi LNG Indonesia telah mencapai 42 kargo. Produksi tersebut
berasal dari Kilang Tangguh sebanyak 21.6 kargo dan sisanya berasal dari
Kilang Bontang yakni 20,4 kargo.
Kabar menggembirakan dari sektor hulu migas ditengah masih tingginya
harga minyak dunia adalah penemuan lapangan migas baru di tahun 2022
yang semakin banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pencapaian
reserve replacement ratio (RRR) dalam 4 (empat) tahun terakhir
mencapai diatas 100% menunjukkan bahwa cadangan migas nasional
dapat dijaga dengan baik dan menjadi pondasi yang kuat bagi
peningkatan produksi minyak dan gas dalam jangka panjang.
Sebagai puncak dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai
asosiasi di sektor hulu migas, SKK Migas bersama KKKS akan
menyelenggarakan International Convention Indonesia Oil and Gas
(ICIOG) di akhir November 2022. “SKK Migas berharap bahwa rangkaian
pembahasan dalam rangka meningkatkan produksi migas nasional dan
transisi energi yang telah dilakukan oleh berbagai entitas dan asosiasi di
sektor hulu migas, akan lebih ditajamkan lagi dalam kegiatan ICIOG 2022,
sehingga di sisa tahun 2022 industri hulu migas sudah menyelesaikan hal-
hal yang harus diperbaiki dan menyiapkan peluang 2023 untuk dapat
dijalankan lebih baik”, pungkas Kemal.
Oleh karena itu, sebagai negara dengan produksi energi yang melimpah,
sudah selayaknya kita menjual sebagian pasokan energi kita. Tujuannya
adalah untuk membantu meringankan krisis energi yang dialami dunia
saat ini. Selain itu, dengan menjual pasokan energi tentunya dapat
meningkatkan perekonomian Indonesia.

Dampak perang Rusia dan Ukraina untuk ekonomi global cukup signifikan, setelah
berjalan tepat sebulan pada hari ini (24/3). Invasi itu telah mengubah lanskap
geopolitik dunia, yang akhirnya berpengaruh terhadap ekonomi antarnegara.

Hengkangnya banyak perusahaan dari Rusia menjadi salah satu efek yang jelas
terlihat. Selain itu, Moskow juga dijatuhi rentetan sanksi dari negara-negara Barat
membuat ekonomi dunia pun terkena imbasnya. Pertumbuhan ekonomi berisiko
melambat, dengan inflasi yang naik lebih cepat.

The S&P Global Market Intelligence memangkas prediksi pertumbuhan PDB riil
global pada 2022 dari 4,1 persen menjadi 3,3 persen pada Februari. International
Monetary Fund (IMF) juga memotong proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari
5,6 persen menjadi 5,4 persen.

Lebih lanjut, IMF menyebutkan tiga dampak utama dari perang Rusia dan Ukraina
terhadap perekonomian. Yang akhirnya bisa melahirkan efek domino dalam
roda ekonomi global.

Berikut rangkuman dampak perang Rusia-Ukraina terhadap dunia

Perang Rusia dan Ukraina  mempengaruhi kenaikan harga komoditas. Harga


minyak brent misalnya, yang harganya menguat 24,42 persen dalam sebulan
terakhir, melansir data Investing.com. Begitu pula dengan minyak mentah WTI
yang harganya melesat 25,13 persen dalam periode yang sama.

Pada 7 Maret 2022, harga minyak dunia bahkan sempat melambung ke level
US$139,13; hampir menyentuh titik tertinggi selama 14 tahun terakhir.
“Fenomena itu akan mendorong inflasi lebih lanjut, yang pada gilirannya akan
mengikis nilai pendapatan dan membebani permintaan,” jelas IMF dalam laman
resminya.

Mengutip IHS Markit, negara-negara di Eropa Barat telah melihat perlambatan


pertumbuhan akibat lonjakan harga gas alam, minyak, dan listrik. Hampir tiap
wilayah di sana merugi akibat gangguan pasokan ihwal perang dan lambungan
harga komoditas.

Terkecuali Timur Tengah dan Afrika Utara, eksportir minyak dan gas global, yang
memperoleh keuntungan dari melonjaknya harga energi.

Perang Rusia dan Ukraina adalah salah satu tragedy Internasional yang menjadi beban
banyak Negara saat ini. Negara yang terdampak peristiwa perang tersebut tentu adalah
Eropa. Pasokan energi eropa hamper separuh lebih berasal dari Rusia, sehingga perang
tersebut tentu membuat kawasan Eropa dan sekitar menjadi tidak stabil. Dalam persoalan
lain sebenarnya perang tersebut juga melibatkan banyak Negara tidak hanya Rusia dan
Ukraina secara vis a vis. Dalam kondisi semacama ini perlu ada tindakan nyata dari PBB
untuk menyelesaikan persoalan tersebut sebagai organisasi internasional terbesar saat ini.
Disisi lain Indonesia sebagai bagian dari PBB dan ASEAN harusnya mampu memainkan peran
yang signifikan sebagai mediator. Indonesia sebagai anggota G20 bersama Rusia harus
mampu melakukan tindakan yang diperlukan untuk sebagai penengah perang tersebut.
Indonesia tidak hanya dipandang sebagai Negara merdeka, namun juga mitra strategis Rusia
dan Ukraina dalam banyak hal sehingga Indonesia punya potensi yang kuat untuk menjadi
mediator dalam perang tersebut. Walaupun perang tersebut tidak secara langsung
berdampak terhadap Indonesia, namun secara perkembangan politik dan hubungan
internasional secara jangka menengah dan panjang Indonesia tetap akan merasakan imbas
dari perang tersebut apabali persoalan energi. Krisis di Ukraina pada saat itu disebabkan
oleh pemimpinnya menunda pembicaraan untuk melakukan kerja sama perdagangan bebas
dengan Uni Eropa sehingga menimbulkan reaksi yang luar biasa dari rakyatnya dan
berbuntut pada pemecatan presiden oleh parlemen Ukraina. Presiden Ukraina saat itu,
Viktor Yanukovich menganggap jika Ukraina melakukan kerja sama perdagangan bebas
dengan Uni Eropa akan mengancam kerja sama dengan Rusia, hal ini yang kemudian
membuat rakyat Ukraina melakukan demonstrasi secara besar – besaran dan puncaknya
pemecatan yang dilakukan oleh Parlemen Ukraina kepada Presiden Yanukovich (Hendra,
2021). Krisis politik tersebut berakibat pada konflik yang terjadi di Krimea, sebuah
wilayahyang terletak di semenanjung Laut Hitam. Wilayah ini dahulunya merupakan bagian
dari Uni Soviet yang kemudian oleh pemimpinnya saat itu, Nikita Khrushchev diberikan
kepada Republik Sosialis Soviet Ukraina pada tahun 1954. Krimea pada akhirnya
memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung ke dalam wilayah Rusia melalui jalur
referendum. Krisis politik dan referendum yang terjadi di Krimea sedikit banyak memberikan
pengaruh kepada 2 wilayah lain di Ukraina timur, lebih tepatnya Donetsk dan Luhansk.
Kedua wilayah ini ikut bergejolak dan menuntut digelarnya referendum seperti halnya di
Krimea untuk bisa terlepas dari Ukraina dan kemudian masuk kedalam bagian Rusia
(Hendra, 2021) Perang antara Rusia dan Ukraina telah mengguncang politik global dan pasar
internasional sehingga krisis global ini membawa tantangan baru ke dalam hubungan
internasional. Hal ini tentu akan menghasilkan dampak jangka panjang pada ekonomi di
seluruh dunia. Invasi yang dilakukan oleh Rusia ke Ukraina menjadi peristiwa global yang
memiliki implikasi besar terhadap seluruh negara. Invasi Ukraina oleh Rusia pada 24
Februari 2022 menandai kembalinya perang antar negara yang menjadi sesuatu yang belum
pernah dialami Eropa sejak tahun 1945 sehingga perang antara Rusia dan Ukraina memiliki
implikasi yang sangat serius bagi pasar global yang berpotensi menghasilkan dampak yang
berjenjang pada ekonomi di seluruh dunia. Rusia dan Ukraina merupakan aktor penting
pada pasar minyak, gas, gandum, energi, makanan, dan pupuk global (Rakhmayanti,2022).
Rusia adalah produsen dan pengekspor minyak terbesar ketiga di dunia, pengekspor gas
bumi terbesar kedua, dan pengekspor batubara terbesar ketiga. Rusia juga merupakan
pengekspor gandum terbesar di dunia dan pengekspor minyak bunga matahari terbesar
kedua Selain itu, Rusia juga mendominasi perdagangan pupuk global dan menjadi
pengekspor pupuk terbesar. Ukraina sama pentingnya dalam memenuhi pasar global seperti
pengekspor minyak bunga matahari terbesar, pengekspor jagung terbesar keempat dan
pengekspor gandum terbesar kelima (Bakrie, 2022). Invasi Rusia ke Ukraina tentu
mengganggu ekonomi global yang berkepanjangan ditambah akibat dari pandemi COVID-19.
Meskipun beberapa ekonomi negara telah bangkit kembali dengan cepat setelah COVID-19.
Tetapi dalam perang Rusia dan Ukraina menyebabkan tekanan inflasi dan gangguan rantai
pasokan yang besar.9 Hal ini berkaitan dengan kontribusi peningkatan harga energi dan
pangan sehingga menimbulkan krisis karena pemerintah dari berbagai negara mengurangi
dukungan atau ikut campur terkait dengan perang Rusia dan Ukraina. Dari krisis yang terjadi
antara Rusia dan Ukraina tentu berimbas kepada bidang ekonomi dan tentu konflik tersebut
menimbulkan restrukturisasi perdagangan internasional. Meskipun tidak diketahui kapan
restrukturisasi terjadi. Akan tetapi, tentu negara yang memilikihubungan dengan Rusia atau
Ukraina akan memiliki pengaruh besar terhadap kepentingan nasional (Bakrie, 2022).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aknolt Kristian Pakpahan bahwa Rusia dapat
memberlakukan sanksi balasan atau larangan ekspor, dan negara-negara lain sehingga
dapat terkena imbasnya dan kepentingan mereka Dirugikan (Pakpahan,2022). Hal ini yang
menyebabkan restrukturisasi perdagangan internasional akan terjadi. Meskipun perang
berakhir, sanksi ini akan terus ada seperti proses ekspor dari Rusia ke pasar global secara
signifikan akan memiliki pengaruh dan berubah atas perang Rusia dan Ukraina. Selain itu,
dari perspektif keamanan tentu efeknya dapat dirasakan secara langsung. Untuk mencegah
agresi lebih lanjut dan menanggapi peningkatan ancaman terhadap negara-negara NATO
dan Uni Eropa yang berbatasan dengan Rusia, diperlukan pencegahan yang efektif, baik
secara konvensional maupun nuklir. Hal ini diperkuat oleh Jerman bahwa telah berjanji
untuk menghabiskan €100 miliar dari anggaran 2022 untuk pertahanan nasional, kemudian
terdapat seruan lain (terutama dari Prancis) untuk membentuk kekuatan pertahanan pan-
Eropa untuk mencegah agresi di masa depan dari pihak Rusia atau pihak lain
(Pakpahan,2022). Secara kolektif, NATO dan UE perlu memperjelas bahwa mereka akan siap
untuk menggunakan kekuatan ini. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa hubungan
perekonomian antara negara di seluruh dunia memiliki pengaruh yang sama atas perang
Rusia Ukraina dan salah satunya negara di kawasan Asia Tenggara. Secara absolut atas
perang yang terjadi mengakibatkan kenaikan harga minyak dunia yang mempengaruhi
perekonomian dunia. Diketahui bahwa terdapat beberapa kenaikan harga komoditas seperti
minyak bumi, gas bumi dan hasil pertambangan yang dikenakan kepada seluruh dunia.
Kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang bergantung terhadap Rusia dalam komoditas
minyak bumi selain letak geografis yang tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan Amerika
Serikat. Rusia menjadi salah satu yang memiliki peran di kawasan Asia Tenggara. Selain itu,
hubungan perekonomian dan militer Rusia memiliki keterikatan dengan beberapa negara di
Asia Tenggara seperti Vietnam, Indonesia dan Thailand. Berdasarkan hubungan ekonomi
yang terjalin antara Vietnam dan Rusia mendapatkan total perekonomian lebih dari 2% PDB.
Selain itu, Indonesia dan Thailand memiliki total perdagangan sekitar 1% PDB (Crystallin,
2022). Meskipun, perekonomian seluruh dunia berdampak atas perang yang terjadi dimana
mendapatkan kurang dari 1% PDB (Crystallin, 2022) Tetapi, ketiga Negara tersebut memiliki
hubungan ekonomi yang cukup erat. Selain itu, Vietnam, Indonesia dan Thailand juga
menjadi negara yang memiliki hubungan militer yang cukup dekat seperti pembelian
alutsista dan lain sebagainya. Kerangka Teori dan Metode Penelitian Dalam mempelajari
politik luar negeri, penegertian dasar yang harus kita ketahui yaitu politik luar negeri itu
pada dasarnya merupakan “action theory”, atau kebijakasanaan suatu negara yang
ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara pengertian
umum, politik luar negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap,
arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan
nasional di dalam percaturan dunia internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya
merupakan strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks dalam negeri
dan luar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu
internasional atau lingkungan sekitarnya (Mochamad Yani, 2007).

Salah satu cara untuk memahami konsep politik luar negeri adalah dengan jalan
memisahkannya ke dalam dua komponen: politik dan luar negeri. Politik (policy) adalah
seperangkat keputusan yang menjadi pedoman untuk bertindak, atau seperangkat aksi yang
bertujuan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Policy itu
sendiri berakar pada konsep “pilihan (choices)”: memilih tindakan atau membuat
keputusan-keputusan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan gagasan mengenai
kedaulatan dan konsep “wilayah” akan membantu upaya memahami konsep luar negeri
(foreign). Kedaulatan berarti kontrol atas wilayah (dalam) yang dimiliki oleh suatu negara.
Jadi, politik luar negeri (foreign policy) berarti seperangkat pedoman untuk memilih
tindakan yang ditujukan ke luar wilayah suatu negara (Mochamad Yani, 2007). Politik luar
negeri merupakan salah satu bidang kajian studi Hubungan Internasional. Politik Luar Negeri
merupakan suatu studi yang kompleks karena tidak saja melibatkan aspek-aspek eksternal
akan tetapi juga aspek-aspek internal suatu Politik luar negeri merupakan salah satu bidang
kajian studi Hubungan Internasional. Politik Luar Negeri merupakan suatu studi yang
kompleks karena tidak saja melibatkan aspek-aspek eksternal akan tetapi juga aspek-aspek
internal suatu negara. Negara, sebagai aktor yang melakukan politik luar negeri, tetap
menjadi unit politik utama dalam sistem hubungan internasional, meskipun aktor-aktor non-
negara semakin memainkan peran pentingnya dalam hubungan internasional (Rosenau,
1978). Dalam penelitian sederhana ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan proporsi penelitian menggunakan studi kepustakaan. Hal ini digunakan untuk
melakukan analisis terkait isu yangs sedang diangkat. Dalam kondisi tertentu penelitian ini
lebih banyak menggunakan pendeketan studi kasus dalam beberapa literature sepertei
jurnal, buku, media online dan lain-lain yang dianggap memudahkan penulis untuk
melakukan penelitian. Dalam penelitian sederhana ini penulis ingin melihat dan melakukan
analisis melalaui perangkat yang sederhana dimana alat-alat tersebut mampu diakses secara
efektif dan efisien. Hasil dan Pembahasan a. Ukraina dan Rusia dalam Masa Perang Rusia
melakukan invasi ke Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022 setelah Presiden Vladimir Putin
mendeklarasikan perang terhadap Ukraina. Invasi ini dimulai dengan pengiriman pasukan
Rusia ke Ukraina dan penembakan rudal oleh pasukan Rusia di beberapa lokasi yang dekat
dengan ibukota Ukraina, Kyiv. Konflik yang terjadi di antara Rusia danUkraina bukanlah
konflik baru, pada tahun 2014 kedua negara pernah memperebutkan wilayah Semenanjung
Krimea yang berakhir dengan aneksasi Rusia atas wilayah ini. Pada November 2021, untuk
kedua kalinya di tahun tersebut Rusia kembali membangun kekuatan militernya di
sepanjang perbatasan Rusia dan Ukraina. Langkah yang diambil Rusia menciptakan
ketegangandi antara kedua negara. Ketegangan ini semakin meningkat ketika salah satu
intelijen Amerika Serikat menyatakan bahwa Rusia mungkin merencanakan invasi ke
Ukraina di awal tahun 2022. Rusia membantah tuduhan tersebut dan menganggap hal
tersebut sebagai tindakan provokatif yang dilakukan oleh NATO. Rusia memang sedang
mempertanyakan jaminan keamanan jangka panjang bahwa Ukraina tidak akan diterima
sebagai anggota NATO dan infrastruktur militer milik NATO tidak akan didirikan di Ukraina
setelah Presiden Ukraina, Zelensky meminta untuk bergabung dengan NATO (Shabrina,
2022).

Beberapa upaya diplomatik dilakukan, salah satunya pertemuan antara AS, NATO,
Organisation for Security and Cooperation in Europe (OSCE) dan Rusia yang diadakan pada
pertengahan Januari 2022. Dalam pertemuan ini Rusia mengajukan proposal jaminan
keamanan agar Ukraina tidak diterima menjadi anggota NATO, namun proposal ini ditolak
NATO dan Biden. Pertemuan ini tidak membuahkan hasil dan Rusia tidak bersedia untuk
menarik pasukan dari perbatasan Ukraina. Pada pertengahan Februari 2022, Rusia mengaku
beberapa pasukan Rusia mulai menarik diri dari wilayah perbatasan, namun menurut NATO,
belum ada tandatanda bahwa Rusia mulai menarik pasukannya. Disisi lain, ternyata sekutu
NATO mulai bergerak untuk menjaga pertahanan dan keamanan di kawasan Eropa Timur
dengan mengerahkan kapal dan pesawat tempur tambahan. Situasi semakin memanas, dan
berakhir dengan Presiden Vladimir Putin yang mendeklarasikan perang dan melakukan
invasi militer terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022 (Shabrina, 2022). Pengaruh ekonomi
Rusia ke Asia Tenggara pertama kali pada tahun 2010. Tindakan konkrit pertama dalam
perekonomian adalah ketika Rusia menjadi tuan rumah KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik
(APEC) di Vladivostok pada 2012, diikuti dengan percepatan upaya peningkatan kerja sama
ekonomi di seluruh kawasan Asia-Pasifik. Inisiatif ini dimaksudkan untuk memungkinkan
Rusia mengurangi ketergantungannya pada Barat sehingga memanfaatkan pertumbuhan
dinamis kawasan Asia-Pasifik sebagai sarana untuk memodernisasi Timur Jauh Rusia dan
Rusia sendiri. Rusia secara konsisten menempatkan prioritas tertinggi untuk meningkatkan
hubungannya dengan Cina. Rusia juga berusaha untuk mendiversifikasi hubungannya
dengan negara-negara Asia-Pasifik lainnya untuk menghindari ketergantungan yang
berlebihan pada Cina (Bakrie, 2022). Konflik antara Rusia dan Ukraina semakin menegang
setelah Rusia melakukan invasi militer ke Ukraina pada awal tahun 2022. Konflik antara
Rusia dan Ukraina sebenarnya bukan konflik baru. Pasca Uni Soviet runtuh dan kedua
negara menjadi negara merdeka, pertikaian-pertikaian mulai dari yang kecil hingga besar
beberapa kali terjadi di antara keduanya. Masalahmasalah diperbatasan seperti gerakan-
gerakan sparatisme, serangan cyber yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina, hingga aneksasi
Rusia atas wilayah Krimea merupakan beberapa konflik yang pernah terjadi diantara
keduanya. Puncaknya adalah pada 24 Februari 2022 ketika Rusia melakukan invasi militer
terhadap Ukraina. Invasi militer ini dilakukan Rusia karena Ukraina kembali berencana untuk
bergabung dengan NATO, hal ini tentunya berbahaya bagi keamanan nasional Rusia
(Shabrina, 2022). Beberapa upaya telah dilakukan agar perang diantara kedua negara segera
berakhir, termasuk melalui Dewan Keamanan PBB, namun gagal. Meskipun gagal, beberapa
upaya masih dapat dilakukan untuk mencapai resolusi konflik dalam perang Rusia dan
Ukraina ini, salah satunya adalah melalui mediasi dengan bantuan mediator. Mediasi
kultural juga bisa diterapkan mengingat Rusia dan Ukraina berasal dari bangsa yang sama di
masa lalu. Jika masih gagal, kasus dapat diangkat ke International Court of Justice (ICJ) untuk
mendapat penyelesian yang adil bagi kedua negara. Memberikan tekanan terhadap Rusia
dengan memberikan sanksi juga dapat dilakukan sebagai upaya terakhir agar resolusi konflik
diantara kedua negara dapatsegera tercapai (Shabrina, 2022).

b. Hubungan Diplomatik Indonesia dengan Rusia Pasca terjadinya Perang (Ukraina –Rusia) Hubungan
ekonomi antara Rusia dan Indonesia berkembang perlahan sejak Perang Dingin. Pada tahun 2016,
total perdagangan antara kedua Negara mencapai $2,6 miliar. Hal ini dalam komoditi minyak, gas dan
petrokimia yang menyumbang 64% dari ekspor Rusia ke Indonesia. Kemudian, pada tahun 2015,
karet dan bahan makanan menjadi komoditi terbesar dari impor Rusia.25 Kedua negara juga secara
aktif mengejar sejumlah proyek energy bersama dalam beberapa tahun terakhir, termasuk untuk
mengembangkan ladang minyak lepas pantai di Laut Jawa. Selain itu, Inter RAO Rusia juga telah
membahas proyek untuk membangun pembangkit listrik 1,8 gigawatt di Indonesia sebesar $2,8
miliar. Kemudian, pada November 2017, Rosneft danPertamina, sebuah perusahaan energi Indonesia
menandatangani perjanjian baru yang besar, senilai $15 miliar untuk mengembangkan kompleks
kilangminyak dan petrokimia baru di Jawa Timur. Kerjasama ini diharapkan menjadi pusat regional
utama untuk distribusi minyak di seluruh Asia Tenggara. Kedua negara juga membahas kemungkinan
kerjasama untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir tradisional untuk Indonesia
(Delanova, 2022). Rusia dan Indonesia juga telah meningkatkan kerja sama ekonomi di bidang lain
yakni pembuatan pesawat Rusia Sukhoi baru-baru ini membuat terobosan ke pasar penerbangan
Indonesia yang sedang berkembang. Pada tahun 2011, PT Sky Aviation, sebuah maskapai
penerbangan Indonesia, membeli 12 Sukhoi Superjet-100 seharga $380 juta.26 Selain itu, Indonesia
juga dilaporkan mempertimbangkan untuk membeli pesawat MS-21 untuk pasar sipil dan pesawat
amfibi Be-200 untuk militernya. Perusahaan Rusia juga tengah menggarap berbagai proyek
infrastruktur di Indonesia. Pada bulan Maret 2016, Russian Railways dilaporkan terlibat untuk
membangun sistem kereta api baru sepanjang 183 km di Kalimantan Timur, dengan proyek diperluas
menjadi 575 km pada tahun 2017. Pada tahun 2016, diumumkan bahwa Rusia telah setuju untuk
menginvestasikan $3 miliar untuk membangun pabrik aluminium baru di Kalimantan Barat (Yani,
2022). Indonesia tetap perlu menjalankan politik Iuar negeri yang rasional dan moderat dengan
mengandalkan prinsip-prinsip kerjasama internasional, saling menghormati kedaulatan nasional, dan
non-interference. Diplomasi Indonesia dilaksanakan dengan menjauhi sikap konfrontatif dan
melaksanakan peranan aktif dalam diplomasi preventif serta penyelesaian konflik, dalam hal ini citra
Indonesia di mata masyarakat internasional perlu segera dipulihkan kembali karena berkaitan erat
dengan kapasitas Indonesia untuk berperan aktif dalam percaturan internasional (Saryono,2022)
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis dapat diketahui
bahwa kebijakan Indonesia dalam hukum politik luar negeri bebas aktif sudah sangat tepat, invasi
Rusia ke Ukraina menjadi pendorong negara-negara ASEAN untuk bersatu dan tidak membuat
ancaman bagi Negara manapun. Sejak menginvasi, Rusia juga telah melanggar ketentuan hukum
internasional yang sangat signifikan. Berbagai upaya dan mekanisme hukum tidak memiliki kekuatan
untuk menghentikan perang tersebut. Melihat dampak perang antara Rusia dan Ukraina terhadap
politik global khususnya di Indonesia, peristiwa ini tidak berdampak terlalu signifikan

mengingat Indonesia berteman baik dengan kedua negara tersebut (Kurniawati,2022). Meski begitu,
Indonesia mempunyai momen untuk mengharmoniskan kembali kedua negara tersebut melalui
momentum Group 20 (G20). Indonesia dapat berperan dalam mendamaikan ketegangan yang terjadi
antara Rusia dan Ukraina mengingat Indonesia sebagai tuan rumah dalam acara G20, Indonesia
dapat meminta bantuan kepada negara India dan Brazil dalam momen ini. Walaupun banyak
mendapat kecaman dari negara-negara barat Indonesia harus mempunyai pendirian yang kuat
(Akbariah,2022). Kesimpulan Perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia tentu berdampak
terhadap stabilitas keamanan, politik dan ekonomi di kawasan, secara khusus yakni di eropa.
Persoalan pasokan energy dari Rusia ke eropa tentu banyak dan akan terganggu oleh perang
tersebut. Namun perang tersebut tidak melibatkan Ukraina dan Rusia secara vis a vis. Tetapi juga
melibatkan beberapa Negara besar semisal Amerika Serikat, Eropa bahkan Cina sebagai sekutu Rusia.
Perang tersebut menjadi kompleks adanya. Hal ini bisa dilihat dari banyak korban dan waktu yang
dibutuhkan oleh Rusia yang sampai hari belum bisa menguasai Kiev. Perang tersebut harus segera
dihentikan dengan berbagai win win solutions yang kemudian bisa ditrima oleh banyak pihak
khususnya Ukraina dan Rusia. Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) harus memainkan peran yang nyata
dalam peristiwa perang tersebut. Hanya saja PBB seolah tidak berdaya dengan kondisi tersebut.
Secara sederhana juga seperti ada kepentingan dari Amerika Serikat atas terjadinya perang tersebut.
Sebagai Negara berdaulat Indonesia harus mampu menyikapi peristiwa perang tersebut secara
strategis dan politis. Maksudnya bahwa walaupun Rusia hari ini sedang perang dengan ukrainan,
maka Indonesia bisa saja kemudian melakukan komunikasi tingkat tinggi dengan rusia untuk
membahas hal tersebut. Memang secara langsung Indonesia tidak terdampak atas perang yang
terjadi. Namun disisi lain sebagai Negara besar dan cinta damai, Indonesia harus mempu memainkan
peran secara nyata. Indonesia punya hubungan yang baik terhadap kedua Negara tersebut (Ukraina
dan Rusia). Kondisi yang semacam ini tentu dimiliki oleh banyak Negara di dunia saat ini. Maka dalam
analisis sederhana penulis Indonesia mampu memainkan peran secara epic dan strategis dan
melakukan pendekatan win win solutions atas perang Ukraina dan Rusia

Anda mungkin juga menyukai