Abstrak
Setelah 56 tahun melakukan perang bersenjata secara tersembunyi, kampanye segar melalui
ultimatum perang di umumkan baru-baru ini oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua
Barat (TPNPB), sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada Tanggal, 27
Januari 2018. TPNPB/OPM adalah Tentara Pembebasan Nasional dan Pejuang
Pembebasan Nasional murni bukan kelompok extrimis, oleh karena itu mengacu pada
PERANG PEMBEBASAN NASIONAL melawan KEKUATAN MILITER NEGARA
INDONESIA. Perang bersenjata yang sudah terjadi sejak lama ini, sekarang sudah tidak
rahasia lagi dan tidak sendirian sejak mereka melakukan deklarasi dan syarat-syarat dari
aturan perang adalah benar-benar mengandung sebuah rangkaian prinsip-prinsip
kemanusiaan yang sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional dan piagam PBB.
Berdasarkan fakta sejarah dan perkembangan dimasa kini, hal ini syah secara hukum
menjadi karakter Konflik Bersenjata Non-Internasional dan harus diakui sebagai sebuah
Status Negara Yang Berperang (belligerent). Oleh karena itu, memenuhi syarat guna
mengatur dewan keamanan PBB untuk misi perdamaian dan pihak netral internasional untuk
intervensi.
Indonesia belum mengeluarkan pengumuman perang secara resmi namun pada kenyataannya,
menteri pertahanan telah merespon untuk melawan kembali TPNPB. Sebagai hasilnya,
Indonesia telah mengirimkan 1.000 personil perang menyebar diseluruh wilayah perang di
Timika yang berkembang sampai pada penembakan kepada masyarakat sipil dan membunuh
dua anggota TPNPB. Oleh karena itu, TPNPB secara tegas meminta Indonesia untuk
mengikuti SAP ini, bahkan mereka dapat mengirimkan peringatan jika Indonesia tidak
mematuhi aturan itu. Hal ini tentunya menggambarkan keseriusan TPNPB melalui perang
terbuka untuk mempertahankan hak mereka bagi penentuan nasib sendiri dan merdeka. Di
medan perang, TPNPB sudah terlihat mematuhi aturan sebagai kewajiban utama selama
enam bulan berperang.
Melalui pernyataan perang pembebasan nasional ini memberikan sebuah dampak yang sangat
besar bahwa perang bersenjata modern selama lima puluh enam tahun diantara TPNPB dan
Organ-organ Militer Indonesia tidak akan berjalan secara tersembunyi. Konflik bersenjata ini
sudah cukup lama tersembunyi, perbedaan kepercayaan politik mereka dan karakter perang
yang tidak pernah memperoleh pengakuan global secara luas serta perhatian khusus terhadap
Hanya kelompok-kelompok oportunis dan Negara kolonial Indonesia yang secara konstan
menentang arti dari Perang Pembebasan Nasional (PPN) ini. Hal ini tidak dibernarkan secara
politik. Ketidakbenaran ini harus ditelusuri dalam rangka menemukan kenyataan sentimen
yang tersembunyi dibaliknya. Sentimentalitas Indonesia berakar secara sistematis dalam
bentuk praktek dan peraturan diskriminatif khususnya urusan-urusan domestiknya.
Kebijakan aturan makar Indonesia merupakan contoh nyata dalam mendiskriminasikan
perjuangan pembebasan, pembunuhan dan pemenjarahan terhadap para aktifis pro-
kemerdekaan. Masalah lainnya adalah memprejudais kebenaran perang pembebasan nasional
ke dalam pengertian tentang tindakan kriminal dan teroris. Inilah penilaian yang salah dari
Indonesia yang tentunya memperlihatan sebagaimana seperti Negara oportunis dan arogansi
kolonialis. Hal ini tidak dapat ditoleransi oleh TPNPB/OPM dan rakyat Papua Barat yang
telah berjuang selama 56 tahun bagi nasip masa depan, status politik dan legal atas teritori.
Hambatan utamanya adalah kebijakan luar negeri Indonesia yang tertutup. Hal itu tidak perlu
dipertanyakan lagi jika semua masalah potensial niscaya tidak disingkap oleh komunitas
dunia terutama pada kepekaan masalah perang pembebasan nasional. Hal ini karena larangan
akses asing (media, peneliti dan diplomat) ke wilayah sengketa bahkan ke medan perang.
Selain itu, mengapa Indonesia terus menolak untuk menandatangani perjanjian Status Roma
Pengadilan Kriminal Internasional (RSPKI) tentu saja alasannya adalah Indonesia
menghindari mengizinkan pekerja kemanusiaan asing dan misi penjaga perdamaian PBB.
Sikap yang tidak menghormati itu perlu diubah, pemerintah dunia seperti PBB perlu
memberikan tekanan. Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa harus
Oleh sebab itu, KKSB sudah secara jelas tidak terdapat fakta yang dapat dibuktikan.
Konsekuensinya, Perang Pembebasan Nasional yang dilakukan oleh TPNPB akan tetap hidup
dan memenangkan kepercayaan publik internasional dan pengakuannya. TPNPB adalah
benar-benar Tentara Pembebasan Nasional, bukan KKSB atau nama motif kriminal lainnya.
TPNPB sebagai sayap Tentara Pembebasan OPM secara berani telah mengumumkan perang
mereka dan mengedarkan semua rahasia, dokumen penting dan video melalui media. Hal ini
sangat sederhana untuk menemukan sumber-sumbernya melalui Facebook page resmi milik
TPNPB, dan yang lebih terpenting adalah syarat aturan perang yang semestinya di
distribusikan ke semua pihak pemangku kepentingan. Indonesia tidak dapat menghindar dari
reaksi publik dan keseriusan perhatian mereka ketika masalah ini dibahas melalui media
online dan melalui kampanye ini, kepercayaan sudah datang, sedang datang dan akan datang.
Perang terbuka sedang terjadi sekarang. TPNPB sudah secara terbuka menyerang musuh
mereka sejak dikeluarkannya pengumunan deklarasi perang. Tindakan ini tidak akan pernah
berhenti sampai tuntutan utama mereka dicapai. Kematian baru saja terjadi setelah tiga bulan
berperang, empat insiden terjadi pada 12 Februari di Puncak Jaya, 05 Maret di Puncak Jaya,
15 Maret dan 01 sampai 05 April di perusahaan Freeport. Pernyataan-pernyataan tentang
berita ini telah dipublikasikan melalui website milik mereka, sosial mainstream media, dan
beberapa media internasional. Walaupun media local dan internasional milik Indonesia
menutupinya, masalah ini telah terkirim ke media-media utama dunia seperti Radio ABC,
Washington Post, BBC, Internasional Radio New Zealand, dan yang lainnya. Oleh karena itu,
jendela dunia sudah sedang menonton perang bersenjata ini, yang mana baru saja
dibuka/dimulai. Kebenarannya itu sendiri dapat membuka jendela dunia untuk melihat karena
Perang Pembebasan Nasional secara nyata sedang terjadi di lapangan, tidak ada yang akan
tersembunyi ketika itu menjadi nyata.
Oleh karena kepercayaan politik dan sejarah, hal itu lahir sebagai Embrio Negara yang telah
mendeklarasikan manifesto politik mereka pada 1971. Atas dasar faham atau ideology politik
ini menghadirkan pandangan politik untuk mendirikan sebuah Negara Republik Papua Barat
Presiden pertama Indonesia telah mengumumkan tiga komando rakyat (Trikora), satu di
antaranya adalah menghapus Negara Boneka Papua Barat ciptaan Belanda. Demi
mempertahankan tujuan ini, Negara Indonesia secara cepat membuat kebijakan operasi
militer secara berkelanjutan dimana disebut sebagai Daerah Operasi Militer (DOM).
Hasilnya, Presiden Indonesia kedua, Surharto, yang memimpin pemerintahan selama 32
tahun dengan kekuatan militer, memperkenalkan lebih dari 12 unit operasi, yang mana telah
Sejak 19 Juli 2014, sebuah perang bersenjata perlahan bangkit kembali di Distrik Lani Jaya,
yang mana telah menembak mati dua tentara Indonesia dan empat polisi. Kelompok-
kelompok bersenjata Indonesia menyerang kembali TPNPB yang dipimpin oleh Goliat
Tabuni, hasilnya enam anggota TPNPB terbunuh, dua gereja, fasilitas umum, dan beberapa
rumah terbakar oleh ulah pasukan tentara Indonesia. Sebuah krisis kemanusiaan serius terjadi
seperti ribuan masyarakat sipil tak bersalah berada dibawah ketakutan operasi militer dan
menjadi trauma sejak masalah itu terjadi hingga menjadi sakit, mereka mengalami kelaparan,
dan melarikan diri ke hutan.
Proporsi personal militer di antara KBPI dan KB-OAP-PK sama sekali tidak seimbang dan
sangat susah untuk mengkalkulasi detail masing-masing unit termasuk karasteristik
perlengkapan perang. Mereka mempunyai perbedaan skala kemampuan militer baik itu
jumlah dan basis. Pada kenyataannya, anggota KBPI secara kasar di estimasi melebihi
seperempat dari 200 juta keseluruhan populasi di Indonesia yang mendapat ranking Negara
bermiliter terbesar ke empat di dunia. Sekarang, KBPI terdiri dari banyak komando militer
kabupaten. Komando militernya telah menyebar juga sampai ke semua distrik di seantero
kepulauan Papua. KB-OAP-PK atau TPNPB hanya terdiri dari 30 komando daerah militer
kabupaten seantero kepulauan Papua dengan tingkatan personel dan perlengkapan militer
yang lebih rendah, setiap komando daerah memiliki lebih dari ribuan personil tetapi tidak ada
intervensi luar dalam memberikan bantuan militer di sana.
Secara struktural, KBPI terdiri dari dua pasukan militer yaitu, pasukan organik dan non
organik. Pasukan organik adalah KBPI yang bermarkas di Papua Barat dan non-organik
adalah bersifat pasukan tambahan dimana mereka akan berada di Papua Barat hanya saat
perang terjadi. Jumlah tentara untuk pasukan tambahan biasanya melebihi ribuan. Kabupaten-
kabupaten operasi militer sentral terletak di wilayah pegunungan tengah (Paniai, Timika,
Wamena, Puncak Jaya, dll). Daerah operasi militer juga biasanya terletak di perbatasan,
pantai termasuk di pulau-pulau seperti, Merauke, Sorong, Manakwari, Nabire, Biak, dan
Serui. KBPI sudah sedang menggunakan penyerangan berganda (udara, bunu diri, dan
target). Pertama, penyerangan udara dilakukan bagi target khusus di area pegunungan
tertinggi dimana KB-OAP-PK bermarkas. Kedua, Tentara mendirikan tenda militer di
Interfensi militer luar negeri telah bertambah di Indonesia setelah terjadi pemboman Bali oleh
jaringan teroris Alkaidah tahun 2013 yang berhasil menewaskan banyak orang-orang luar
negeri. Amerika dan 34 Negara lainnya mendukung training militer, mengirimkan bantuan
militer anti teroris global detasemen unit 88, dan memfasilitasi Indonesia dengan tujuan
untuk melindungi investasi luar negeri dan melawan pergerakan teroris. Pada kenyataannya,
rencana keamanan global ini disalah jalankan dibawah otoritas nasional Indonesia oleh
karena sensitivitas separatisme, kapitalis, dan kepentingan jaringan teroris. Seorang
Komandan General, Kelik Walik ditembak mati oleh pasukan khusus Indonesia pada tahun
2009, dan sepanjang tahun 2010, Komandan Umum lainnya yang berasal dari Kabupaten
Paniai yaitu, Pimpinan General Tadius Yogi dibunuh saat tidak berperang. Dua insiden ini
menjadi protes umum atas ketidakbenaran menjalankan peranan unit detasemen 88 yang
mana dibiayai oleh Amerika, Australia, New Zealand, UK, China, dan Rusia.
Kedua kombatan biasanya berperang dekat PT Freeport Indonesia milik Amerika. Pemerinah
Indonesia mengklaim bantuan kerja Amerika dihalangi oleh KB-OAP-PK hingga
menyebabkan banyak dari antara mereka dipenjarakan tanpa bukti pada tahun 2002. Menurut
seorang aktivis terkenal dan terpecaya, Jones Douw, melaporkan bahwa perusahaan luar
negeri mendukung tentara Indonesia untuk melawan KB-OAP-PK. Tahun 2012, masyarakat
local mengklaim bahwa KBPI menggunakan helicopter milik perusahaan luar untuk
melakukan serangan udara, menyerang dan menembak mati, Komandan Umum, Salmon
Yogi, dan membakar habis basis mereka di Paniai.
KB-OAP-PK tidak mempunyai bantuan militer luar negeri. Indonesia dan Australia sangat
sensitive dan mengkounter hal bantuan militer. Bahkan seorang warga Negara Australia,
Little, dihentikan di Airport Internasional Brisbane yang ingin melakukan perjalanan ke
Papua Barat melalui PNG, dia dikenakan 10 tahun penjara karena dia mengklaim dirinya
sendiri sebagai Komandan Umum (Pelatih Tentara) dan perjalanan ke Papua Barat adalah
untuk melakukan bantuan training militer kepada anggota TPNPB melawan militer
Indonesia.
Dua pasukan tambahan didatangkan sejak tahun 2015-2016. Mereka adalah polisi kabupaten
milik Indonesia yang bermarkas di Distrik Bintuni Propinsi Papua Barat dan Komando Polisi
Kabupaten (Mako Brimob) di Distrik Wamena Propinsi Papua. Orang-orang asli Papua
pernah menolak proyek ini akan tetapi pemerintah Indonesia melanjutkan membangun
panambahan ini. Indonesia sudah memperlebar kekuatan militer sebagai tanda peringatan
bahwa mereka akan melakukan perang melawan tidak hanya kepada kombatan mereka yaitu,
prajurit TPNPB tetapi juga kepada masyarakat sipil. Leo Magai Yogi, Komandan Umum lain
dari kabupaten Paniai juga dibunuh oleh pasukan Indonesia selama masa tidak berperang
tahun 2015.
Kematian, kejahatan perang, dan meninggalnya sejumlah besar orang-orang asli Papua tak
terhitung dimasa lalu selama 56 tahun dalam perang bersenjata tersembunyi. Di perkirakan
bahwa 1000 insiden telah terjadi melalui berbagai taktik KBPI, dua diantaranya adalah
selama tahun 1967 melalui operasi tumpas sebanyak 1,500 dinyatakan meninggal di
Ayamaru, Teminabuan dan Inanuatan; April 1969, bom udara di danau wisel di Distrik Paniai
telah menyebabkan 14,000 orang melarikan diri ke hutan termasuk 2640 orang meninggal di
tahun 1980-an. Dari pihak KB-OAP-PK tidak selalu melakukan operasi perang melalui taktik
ganda dan paling tidak melakukan serangan langsung ke basis militer dan secara kasar dapat
diperkirakan telah melakukan sebanyak 300 insiden dan telah berhasil membunuh lebih dari
Ketidakhadiran PBB dan pemerintahan luar negeri, laporan mengenai permusuhan atau data
perang bersenjata perlahan hanya disalurkan secara terbatas oleh organisasi-organisasi HAM,
jurnalis, masyarakat lokal, dan kelompok-kelompok komunitas religius setempat. Mereka
percaya bahwa lebih dari 600,000 masyarakat sipil orang asli Papua telah meninggal sejak
tahun 1963 hingga masa kini, dan banyak kelompok masyarakat local mengatakan bahwa
lebih dari ratusan ribu menjadi terluka di berbagai insiden dibanyak tempat. Beberapa insiden
terjadi di berbagai daerah yang diberi nama: Operasi Arfai tahun 1960-an, Biak berdarah
tahun 1988, Pemberontahan Paniai tahun 1971, Wamena tahun 1978, dan di tempat-tempat
lainnya diseluruh kepulauan melalui berbagai kasus tetapi data-data informasi yang benar
sesuai fakta di lapangan dilaporkan dan disebarluaskan secara terbatas. Kerusakan secara
besar-besaran memakan biaya yang cukup tinggi pun terjadi dimana kerusakan pada lebih
dari barang-barang publik dan swasta termasuk harta kekayaan milik masyarakat sipil juga
ikut dirusak tetapi penyediaan data statistiknya sangat terbatas untuk menjelaskan dan
membenarkan jenis barang-barang yang dirusak karena terbatasnya media informasi.
Kelemahan kapasitas legal dan perhatian PBB dalam situasi perang bersenjata sangat susah
untuk menetapkan siapa yang menjadi pelanggar criminal perang, criminal melawan
kemanusiaan, termasuk yang lebih terpenting adalah perlindungan terhadap masyarakat sipil.
Perang teroris di Indonesia menjadi isu keamanan yang sangat panas walaupun pemimpin
utama Bin Laden telah dibunuh oleh Negara Powerful Amerika di bawah rejim Barak Obama
tahun 2012. Kebanyakan kelompok-kelompok pemerhati local (NGOs, Religius, Politikus)
mengindikasi bahwa gerakan teroris ini tidak hanya terkoneksi kepada kelompok-kelompok
diluar Negara akan tetapi terkoneksi juga didalam kekuasaan Negara Indonesia. Oleh karena
itu banyak orang berpendapat bahwa kelompok-kelompok teroris Negara Indonesia sudah
sedang terlibat menterorais dan membunuh orang asli Papua, merusak harta kekayaan orang
Di dalam nama rencana keamanan global, kekuatan lima negara hak veto di Dewan
Keamanan PBB (Amerika, Inggris, Rusia, China, dan Prancis) senantiasa membantu dana
sebesar multi million dollar secara berkelanjutan ke Indonesia. Tidak hanya membantu
pengiriman dana tetapi juga menyokong dengan alat-alat militer, training, industry-industri
persenjataan, kapal perang dan pesawat udara. Indonesia menjadi semakin kuat khususnya
melalui kesepakatan masalah kriminal perbatasan terkecuali Papua Barat. Melalui
kesepakatan ini orang-orang asli Papua seharusnya mendapatkan keuntungan lebih karena
wilayahnya terletak di antara garis perbatasan inti di antara Asia dan Pasifik. Indonesia sangat
percaya diri menjadi pimimpin kemanan regional wilayah Asia yang terletak di Timur
Selatan dan Pasific Selatan dimana mereka mendapat dukungan baik dalam teknologi militer
tertinggi dan anggota personel. Dengan inisiasi ini, Indonesia menjual Tanah Papua untuk
membagi basis militer angkatan laut, angkatan udara, dan angkatan darat melalui aliansi
mereka seperti Angkatan Udara Rusia di pulau Biak dan lain-lain.
Dilain sisi, angkatan laut milik Amerika yang berbasis di Darwin Australia sudah sedang
menjadi isu terpanas belakangan ini. Indonesia, China, dan Rusia termasuk sesama Negara-
negara anti kapitalis meresponnya, terindikasi melibatkan hegemoni geopolitik klasik
mereka. Ahli kebijakan luar negeri Indonesia memberikan komentar bahwa disana sudah
terlihat sinyal bahwa Amerika dan Australia secara tidak langsung melakukan intervensi
terhadap masalah Papua Barat. Banyak penulis juga telah berasumsi akan hal itu. Orang-
orang asli Papua Barat bukan bagian dari perang kekuatan keamanan global tetapi selalu
mendukung keuntungan bersama baik itu agenda keamanan global itu sendiri ketika hal itu
sepakat untuk mengakhiri 56 tahun kontak bersenjata. Untuk alasan ini, Negara mana saja
yang berkeinginan melakukan interfensi terhadap masalah ini, orang-orang Papua akan
sangat senang menyambut untuk membangun basis apa aja disana (di Papua). Oleh karena
itu, hal ini akan menjadi kepentingan bersama, dimana Negara super power global mana saja
Keamanan perbatasan dan keamanan manusia adalah dua factor yang saling melekat di dalam
inti agenda keamanan global. Menginternasionalisasi masalah perbatasan merupakan
kepentingan umum diantara kelompok-kelompok komunitas regional apakah itu Negara
merdeka atau tidak. Hal ini tidak hanya sebatas masalah bilateral PNG dan Indonesia sebagai
Negara dan Negara, masalah yang sesungguhnya harus mendapatkan perhatian utama di
dalam skema global. Masalah masalah di Perbatasan wilayah Pasifik adalah sangat kronik,
memberikan dampak kepada sentimen politik diantara Indonesia, PNG, Timor Timur,
Australia, dan Papua Barat (OPM), bahkan orang-orang perahu dan kelompok-kelompok
penyelundupan memiliki masalah yang berbeda tetapi sangat berhubungan dengan politik.
Sentimennya terletak pada perang pembebasan nasional diantara Indonesia dan Papua Barat
di perbatasan. Akan tetapi, lemahnya perjanjian bersama terlebih khususnya dengan orang
asli Papua sebagai komunitas korban, keamanan regional akan tertantang, tersisah perhatian
multilateral ketika misi perdamaian manusia tidak di implementasikan secara baik, semua
kelompok dapat melakukan lebih dari itu, hanya PBB sendiri yang tidak dapat menyelesaikan
kondisi yang buruk, sperti U.N.H.C.R. Institusi khusus PBB harus didirikan dan diberikan
akses karena keamanan perbatasan menyisahkan masalah yang sangat besar.
Target utama dari KGBMPP-PBB-PB adalah untuk menarik perhatian dunia dan tindakan
yang dapat diambil oleh mereka sesegerah mungkin atas perang bersenjata berkepanjangan
diantara Organ-organ Militer Indonesia dan TPNPB sebagai sayap militer OPM dalam rangka
membawa perdamaian abadi dan bantuan kemanusiaan.
Target:
1. Intervensi PBB.
a. Misi Penjaga Perdamaian PBB Didirikan di Papua Barat Untuk Memediasi Perang
Bersenjata Melalui Mekanisme Intenasional Secara Demokrasi dan Baik.
b. Indonesia Mengijinkan Misi Penjaga Perdamaian PBB ke Papua Barat, Organisasi
Humanitarian Internasional dan Jurnalis Independen Masuk ke Papua Barat.
2. Mengakhiri Bantuan Militer dan Polisi Dari Negara Luar ke Indonesia.
a. Kekuatan Lima Veto (Amerika, Rusia, China, Prancis, Inggris) Ditambah Sepuluh
Anggota Tidak Tetap di Dewan Keamanan PBB.
b. Australia dan New Zealand dan Negara-negara Anggota.
3. Reaksi dan Tindakan oleh Organisasi-organisasi Pemerintahan Multilateral.
Forum Kepulauan Pasifik, Uni Eropa, MSG, Pergerakan Non-Aliansi, ACP, Uni
Afrika.
4. Perhatian Besar oleh Kelompok-kelompok Solidaritas Internasional dan
Masyarakat Akar Rumput Secara Global.
References
Book
Douw A, 2016, the World’s Richest Islands of West Papua; under international
system in the 21st Century, Halaman Moeka, Jakarta Barat, Indonesia.
Elmslie J, 2010, West Papua Demographic Transition and the 2010 Indonesia
Census: “ Slow Motion Genocide” or Not
(http://sydney.edu.au/arts/peace_conflict/docs/working_papers/West_Papuan_D)
Gasser, P1979, Internationalised non-international armed conflicts: case studies of
Afghanistan, Kampuchea and Lebanon.
(http://www.wcl.american.edu/journal/lawrev/33/gasser.pdf)
Hauss, C2001, international conflict resolution; international relations for the 21st
century, CONTINUM, London and New York.
Khan, I , Gul 2012, Afghanistan: Human Cost of Armed Conflict since the Soviet
Invasion, PERCEPTIONS, Volume XVII, No 4,pp.209-224,
Macleod, J 2003, Standing Up for West Papua: How Australia profits from an illegal
and brutal occupation and what you can do about it.
Mayanja, R 2010, armed conflict and women: 10 years of Security Council resolution
1325 (UN).
Ondawame, O 2010, one people, one soul; West Papuan nationalism and the
organisasi papua merdeka, Crawford House Publishing, Adelaide, Australia.
Website
https://tpnpbnews. wordpress. com/author/tpnpbnews/
http://www.radionz.co.nz/international/pacific-news/350911/west-papua-liberation-
army-in-fresh-campaign-against-indonesia
https://www.gcunpmwestpapua2018.com/