Anda di halaman 1dari 23

MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

PRODUK PERORANGAN

PRODUK PERORANGAN

PENGAMPU : DEPARTEMEN MASALAH STRATEGIS


BIDANG STUDI : TEORI PERANG DAN STRATEGI
SUB BIDANG STUDI : PEPERANGAN IRREGULER (PRAKTEK)

NAMA : ERLAN WIJATMOKO,S.H,


PANGKAT/KORPS : MAYOR ARM
NRP : 11050050350883
NOSIS : 57001
KELOMPOK : I (KORESPONDEN)
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT
SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

LEMBAR KEHORMATAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


NAMA : ERLAN WIJATMOKO,S.H.
PANGKAT/KORP : MAYOR / ARM
NRP : 11050050350883
NOSIS : 57001

Menyatakan dengan benar bahwa :


1. Produk ini adalah benar hasil karya sendiri.
2. Materi hasil karya ini merupakan hasil pemikiran sendiri dan ide murni penulis.
3. Materi hasil karya ini bukan menyalin, menyadur, mencontoh, mengkopi dan
plagiat dari hasil karya Pasis lain atau Pasis sebelumnya atau karya orang lain.
4. Apabila ternyata dikemudian hari ditemukan bukti-bukti yang benar dan sah
mengandung unsur plagiat atau pelanggaran lainnya (seperti yang diatur dalam
Juklak tentang produk Pasis), maka saya bersedia dan sanggup menerima sanksi
dari lembaga sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Bandung, 20 Februari 2019


Perwira Siswa

Erlan Wijatmoko, S.H.


Mayor Arm Nosis 57001
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT
SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

JENIS PENDIDIKAN : DIKREG LVII SESKOAD


BIDANG STUDI : TEORI PERANG DAN STRATEGI
SUB BIDANG STUDI : PEPERANGAN IRREGULER (PRAKTEK)

STRATEGI MENGHADAPI PEPERANGAN IRREGULER


(TINJAUAN FENOMENA GLOBAL TERORISME)

Pendahuluan

Globalisasi merupakan sebuah kata yang dapat menyatukan dunia dalam aspek
ekonomi, budaya, politik dan lainnya. Adanya globalisasi ini tidak dapat dihindari
pengaruhnya karena tentunya sebagai sesuatu yang baru dan menandakan terjadinya
suatu perubahan di dunia ini. Globalisasi biasanya secara ringkas didefinisikan sebagai “the
extension of social relations over the globe” oleh Scholte1 dan juga dikutip Aleksius Jemadu
berupa suatu proses meningkatnya interdependensi antara aktor negara dan non-negara
pada skala global sehingga hubungan sosial dalam suatu masyarakat secara signifikan
dibentuk dan dipengaruhi dimensi hubungan sosial. Dari pernyataan tersebut maka jelas
adanya globalisasi dapat juga mempengaruhi aktor internasional sejak hadirnya, atau
bahkan aktor tersebut yang menciptakan suasana globalisasi itu sendiri. Globalisasi
memberikan manfaat positif bagi kehidupan sosial masyarakat dunia, dan disisi lain, tidak
sedikit pula efek negatif yang diberikannya. Dinamika perkembangan era globalisasi
dengan kemajuan pesat Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) telah membawa
lompatan kuantum babak baru peradaban dunia (the new world order). Dinamika tersebut
mengakibatkan perkembangan lingkungan strategis menjadi unpredictable, dengan bentuk
ancaman (shifting the nature of threat) berkarakteristik existential threat yang lebih bersifat
unik (blurring and blending). Dengan globalisasi teknologi informasi (TI) membuat
pengaburan batas-batas negara (borderless) dan menimbulkan ketergantungan
(interdepensi) antar negara. Era ini juga menunjukkan adanya Revolution in Military dalam
teknologi Alutsista di dunia. Perubahan ini mengakibatkan ancaman yang dihadapi suatu
bangsa berubah dari ancaman yang bersifat tradisional (convensional) menjadi ancaman

1 Muhammad Darmawan, Muhammad Chasif, Muhammad Fahri akbar, Globalisasi dalam perspektif
Regional dan Global serta dampaknya bagi HI, Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013 melalui
https://www.academia.edu/24939047/Globalisasi_dalam_Perspektif_Regional_Global_dan_Nation_Stat
e_serta_Dampaknya_bagi_Hubungan_Internasional_Oleh_Muhammad_Darmawan_Ardiansyah_11121
13000007_Muchammad_Chasif_1112113000058_Muhammad_Fahri_Akbar_11121130000
pada 18 Feb 2019
2

unconvensional atau asymetric. Ancaman efek dari globalisasi ini pada dasarnya telah
diprediksi jauh hari oleh ahli perang Clausewitz, yang disampaikan bahwa kelak akan ada
perang yang tidak harus bertatap muka dengan konteks cyberwar karena dipengaruhi
adanya teknologi. Kemudian ancaman ini sudah memiliki spektrum yang berbeda karena
meleburnya beberapa ancaman yang menjadi satu sehingga strategi perang ini secara tidak
langsung dengan menguasai kehidupan secara multidimensi. Ancaman perang ini dikenal
sebagai perang irreguler (Irreguler warfare). Perang ini identik dengan foreign internal
defence, counterterrorism, unconventional, counter insurgency dan stability operation.
Perang ini bisa dilaksanakan sebelum, sesudah atau bahkan bersamaan dengan adanya
perang konvensional. Tentunya peperangan jenis ini akan mendukung keberhasilan dari
perang yang bersifat konvensional.
Dengan adanya ancaman perang irreguler tersebut, berkaca pada sistem
pertahanan negara Indonesia yang bersifat semesta2, dimana melibatkan seluruh warga
negara, wilayah, segenap sumber daya dan sarana prasarana nasional untuk menegakkan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa Indonesia dari
segala ancaman, perlu adanya analisa lebih dalam sistem pertahanan tersebut.
Menghadapi perang irreguler yang merupakan gabungan dari beberapa jenis peperangan
ini memerlukan adanya sistem pertahanan semesta yang fleksibel sehingga sistem
pertahanan negara Indonesia siap diaplikasikan dalam menghadapi segala bentuk
ancaman yang ada. Spektrum ancaman peperangan ireguler ini didefinisikan sebagai
bentuk pertentangan menggunakan kekerasan antara negara dan aktor bukan negara
dalam memperebutkan legitimasi dan pengaruh atas populasi tertentu, pendekatannya
tidak langsung, bersifat asimetris dengan menggunakan kemampuan militer dan non militer.
Dan saat inipun Indonesia telah mengalami beberapa konflik yang bercirikan perang
irreguler, adanya aksi terorisme dan kelompok bersenjata di wilayah NKRI menjadi ciri
adanya perang irreguler yang masih merongrong kedaulatan dalam negeri. TNI sebagai
komponen utama pertahanan negara memerlukan upaya untuk mengeliminir ancaman
tersebut. Bahkan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahyanto menyampaikan saat ini
Indonesia sedang mengalami dampak perang Proxy yang tidak beraturan bagian dari
modus perang asimetrik yang bersifat irregular, dan tak dibatasi oleh besaran kekuatan
tempur atau luasan daerah pertempuran3. Dengan adanya hal tersebut tentunya TNI harus
mampu merespon dan beradaptasi dengan perkembangan perang yang ada, agar dapat

2 Naskah Departemen Manajemen BS Strategi Pembangunan Hanneg SBS Doktrin Pertahanan Negara
DIkreg Seskoad, Hal 5
3 Ngasiman Djoyonegoro, Diplomasi kopi Panglima TNI dan Ancaman Baru dunia pertahanan, Detiknews
2017, diakses melalui https://news.detik.com/kolom/d-3768074/diplomasi-kopi-panglima-tni-dan-
ancaman-baru-dunia-pertahanan pada 26 Feb 2019
3

mengantisipasi ancaman konflik secara lebih cepat dan tepat. Kondisi ini menuntut adanya
tantangan tugas TNI yang semakin kompleks dalam menghadapi segala bentuk ancaman
yang ada.
Adanya konflik yang ada saat ini muncul dan bercirikan ancaman perang irregular,
maka akan menjadi ancaman yang berat bagi stabilitas pertahanan dan keamanan bangsa
Indonesia. Skenario perang hibrida atau ‘hybrid war’ menjadi skenario paling berbahaya
yang dapat terjadi di Indonesia, dimana terjadi beberapa ancaman yang dilakukan oleh
gabungan regular dan irregular forces, teroris, dan kelompok lainnya di beberapa tempat
(mandala operasi) dalam waktu bersamaan dengan mengkombinasikan aksiteroris,
separatis dan didukung dengan aksi militer dari negara lain. Untuk mampu mengatasi
ancaman yang bersifat hibrida, dibutuhkan pula satuan atau kekuatan yang bersifat hibrida
yaitu ‘combined elements’. Salah satu fenomena ancaman perang irregular yang
menyeruak di permukaan adalah dengan adanya peningkatan fenomena global ISIS atau
terorisme. Dengan sistem pertahanan negara saat ini dan kekuatan militer TNI dihadapkan
dengan ancaman yang muncul, masih terdapat GAP atau jurang yang menghalangi
tercapainya tugas pokok TNI selaku komponen utama dalam menghadapi ancaman
tersebut. Sehingga memerlukan suatu strategi pertahanan negara yang efektif dalam
menghadapi ancaman perang tersebut khususnya fenomena global terorisme. Dengan latar
belakang di atas penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang memerlukan untuk
dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini meliputi satu perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, dua trend penggunaan media sosial oleh generasi muda Indonesia yang belum
terarah dengan baik, tiga adanya perubahan dalam jurnalisme tradisional, empat
keberagaman target audiens dalam segala bentuk, lima kegiatan operasi kontra dan
propaganda dan enam fenomena global ISIS. Keenam permasalahan tersebut merupakan
ciri adanya dampak perang irregular yang akan mengancam suatu negara. Dengan
demikian maka penulis mencoba merumuskan masalah dalam penulisan ini tentang
bagaimana strategi menghadapi peperangan irreguler di masa depan dalam sistem
pertahanan negara Indonesia ?.
Kondisi ini menjadi penting untuk dibahas, karena saat ini kemunculan ancaman dari
perang irregular nyata adanya. Bahkan semakin menohok pertahanan negara Indonesia
sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Negara menjadi aktor utama dalam
menentukan strategi pertahanan yang tepat dalam menghadapi ancaman ini, tentunya
melibatkan TNI sebagai komponen utama dan dibantu oleh komponen cadangan dan
dukungan yang lain. Agar cara berpikir penulis melalui tulisan dapat dipahami secara baik
oleh pembaca, maka penulis mecoba memberikan gambaran dan lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat melalui data dan fakta serta hubungan fenomenal diantara
4

permasalahan yang dibahas. Tulisan ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan
studi kepustakaan.
Tulisan ini mengandung nilai guna bagi seluruh pembaca untuk dapat mengetahui
ciri ancaman perang irregular dan strategi pertahanan yang efektif dalam menghadapinya.
Maksud dari tulisan ini adalah memberikan gambaran kepada pembaca dan Pimpinan TNI
tentang ciri ancaman perang irregular dan strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman
tersebut. Ruang lingkup tulisan ini terdiri atas pendahuluan, pembahasan dan penutup
dimana tulisan ini dibatasi dengan pembahasan strategi pertahanan negara Indonesia.

Pembahasan

Permasalahan yang dihadapi dalam bidang pertahanan Negara dalam konteks lebih
luas berubah menjadi sangat dinamis dikarenakan perubahan drastis di segala bidang
kehidupan masyarakat. Perubahan bentuk perang antar zaman merupakan keniscayaan.
Intinya, sejauh mana suatu bangsa dapat mengantisipasi perubahan bentuk perang yang
cenderung mengarah ke bentuk irreguler dengan melakukan antisipasi dan fokus terhadap
permasalahan kunci tertentu, bukan semata masalah keamanan regional tetapi juga
menyasar ke masalah-masalah lingkungan sosial dan keamanan nasional demi tercapainya
kepentingan nasional bangsa Indonesia. Menghadapi ancaman yang kompleks seperti
adanya ancaman perang irreguler maka memerlukan pengkajian dan penganalisaan lebih
dalam dari ancaman-ancaman yang ada saat ini. Dengan demikian diharapkan akan
menemukan formula yang tepat demi terwujudnya pertahanan negara yang efektif bagi
Indonesia.

Perkembangan teknologi informasi dan Komunikasi.

Pada permasalah pertama maka perlu mecari solusi pertahanan negara yang efektif
dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang ada. Tentunya
dihadapkan dengan perang irregular, kekuatan teknologi inromasi dan komunikasi ini dapat
berimplikasi negatif terhadap stabilitas keamanan nasional suatu negara. Teknologi
informasi telah membuka jalan munculnya bentuk perang baru yaitu perang informasi 4.
Perang yang diwadahi dengan komputer dan jaringan internet. Hal tersebut menimbulkan
kecenderunagn terhadap platform fisik militer bergantung pada platform sistem informasi.
Tanpa dukungan informasi yang memadai, platform fisik militer tidak dapat berfungsi

4 Brigjen TNI Alva A.G. Narande, S.AP.,Dipl.SS, Menghadapi Ancaman Perang Hibrida : Determinasi
Tantangan tugas TNI AD “To Win The Hearts and Minds”, Jurnal Yudhagama, Edisi Juni 2013 hal 26.
5

dengan baik. Prosedur Pimpinan Pasukan (P3), proses pengambilan keputusan operasi,
penentuan sasaran operasi dan pengendalian operasi militer akan menjadi bagian dalam
pengolahan data informasi. Menunjukan bahwa perang telah berubah dari military platform
centric warfare berubah menjadi information centric warfare. Menuntut perubahan doktrin,
organisasi, pengetahuan, latihan dan teknologi baru Kemajuan teknologi inilah dapat
menimbulkan perang siber (Cyber Warfare) yang menjadi salah satu ancaman dari perang
irregular.
Data dan fakta di lapangan menunjukkan adanya dampak negatif dari kemajuan
Teknologi Informasi dan Komunikasi antara lain adalah satu meningkatnya kriminalitas
dengan menggunakan cyber. Kejahatan melalui dunia maya atau sering disebut
cybercrime, semakin marak ditemukan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Modus kriminalitas ini dilakukan terutama dalam bentuk penipuan, pencurian dan perjudian.
cybercrime melalui dunia maya pelakunya sulit ditangkap, karena mereka biasanya tidak
menunjukkan identitas aslinya. Namun demikian bukan berarti kejahatan di internet ini tidak
dapat diberantas. Dengan kemajuan teknologi, siapapun yang masuk dalam jaringan
internet dapat ditelusuri oleh kepolisian. Dua cyber attack, serangan siber kategori
serangan militer adalah serangan dengan format “use of force”. Di dalam buku Tallin
Manual5 dalam peraturan ke 11 berbunyi “Use for force is Acts that kill injure persons or
destroy or damage objects are unambiguosly uses of force. Hal ini mengandung pengertian
bahwa use of force terklasifikasi pada konsep atau upaya deterrence, defence, compllence,
offense dan swaggering. Inti dari use of force6 tindakan untuk menjaga kedaulatan dengan
menyerang atau memberi efek getar bagi pihak lawan. Adanya serangan siber yang
bertujuan untuk memberikan perlawanan kepada negara atau pihak lain yang bersengketa
merupakan bagian dari serangan militer. Serangan Siber ini pada dasarnya belum masuk
ke dalam ancaman pertahanan Indonesia. Namun secara nyata hal ini pernah terjadi
sebagai contoh Sejumlah surat kabar di Amerika Serikat mengalami gangguan percetakan
dan pengiriman pada Sabtu (29/12/2018) akibat serangan siber. Diwartakan BBC, surat
kabar yang mengalami penundaan distribusi di antaranya, The Los Angeles Times, Chicago
Tribune, Baltimore Sun, dan surat kabar lain yang dikelola oleh Tribune Publishing7.

5 Clay Wilson, Cyber Weapons : 4 defining Characteristics, GCN.com, 2015 diaskes melalui
https://gcn.com/articles/2015/06/04/cyber-weapon.aspx diakses pada tanggal 30 Jan 2019
6
Dimas Agustini, Penggunaan Use of Force : penerapan konsep Deterrence oleh suatu aktor hubungan
internasional dilihat dari jenisnya, HI Fisipol Univ Budi Luhur 2014 diakses melalui
https://www.academia.edu/12723117/penggunaan_use_of_force_penerapan_konsep_deterrence
diakses pada 30 Jan 2019
7 Veronika yasinta, Serangan Siber Kacaukan Distribusi sejumlah surat kabar, Kompas.com, 2018 diakses
melalui https://internasional.kompas.com/read/2018/12/30/15110031/serangan-siber-kacaukan-
distribusi-sejumlah-surat-kabar-di-as 26 Feb 2019.
6

Adanya ancaman ini menjadi nyata bagi pertahanan negara Indonesia. Seharusnya
Indonesia telah memiliki suatu sistem pertahanan yang mampu merespon ancaman
tersebut. Namun sampai saat ini masih dirasa belum menemukan formulasi yang tepat dari
adanya satuan Siber TNI yang mampu menghalau upaya destruktif dari Cyber Attack
tersebut. Dan saat ini lembaga yang ada masih bersifat gabungan dalam Badan Siber dan
Sandi Negara (BSSN). Dengan demikian untuk permasalahan pertama ini membutuhkan
suatu dukungan sistem pertahanan dini terhadap bahwa siber tersebut. Untuk dapat
mengetahui kriteria sistem pertahanan cyber yang efektif maka berpedoman pada hasil
penelitian dari Australian Strategy Policy Institue. Lembaga ini adalah lembaga independen
yang berdiri di tahun 2001 untuk menyediakan pemerintah Australia tentang hal-hal baru
tentang pertahanan, keamanan dan pilihan kebijakan politik. ASPI international Cyber
Policy Center ini memiliki tujuan menyelenggarakan diskusi, membuat kebijakan dan
pemahaman tentang isu-isu siber. Hasil penelitian lembaga tersebut dapat menentukan
tingkat kematangan siber (Cyber Maturity)8 yang menjadi indikator kesiapan suatu sistem
pertahanan siber dari suatu negara. Indikator tersebut antara lain satu adanya lembaga
pemerintah yang membidangi siber dan seberapa efektifkah lembaga tersebut. Dua ada
tidaknya regulasi yang mengatur sengketa dan permasalahan siber, tiga keterlibatan suatu
negara dalam diskusi atau kerjasama internasional mengenai bahaya siber dan empat
adakah lembaga siber swasta yang membantu peran lembaga siber pemerintah dan dinilai
loyal terhadap keamanan siber negara.
Dengan adanya ancaman siber yang semakin kompleks dan menjadi salah satu
ancaman nyata bagi Bangsa ini, dihadapkan dengan adanya teori yang ada maka perlu
adanya solusi konstruktif dari sistem pertahanan siber Indonesia. Adapun solusi yang
ditawarkan pada permasalahan teknologi informasi dan komunikasi kepada pemerintah
Indonesia antara lain satu segera mempercepat terbentuknya lembaga Siber TNI yang
berdiri sendiri dengan prioritas dalam menangani cyber attack yang bersifat destruktif dan
membahayakan negara. Pada dasarnya saat ini satuan Siber TNI sudah mulai tumbuh,
namun belum sama tingkatannya dengan apa yang dimiliki Polri. Padahal kita ketahui
bahwa ancaman pertahanan siber saat ini menjadi salah satu yang penting demi tegaknya
kedaulatan bangsa. Dua setelah terbentuknya lembaga Siber TNI yang independen atau
berdiri sendiri, maka perlu adanya regulasi atau atauran perundangan yang mengatur tugas
TNI dalam mengatasi cyber attack yang telah didefinisikan di atas tadi. Sehingga lembaga
tersebut bukan sekedar syarat, namun memamng dibutuhkan dalam sistem pertahanan
kita. Tentunya pemilihan personel yang tepat juga menjadi faktor yang mendukung

8
ASPI, International Cyber Policy Center, Cyber Maturity in the Asia-Pacific Region 2017.
7

tercapainya tugas pokok satuan Siber tersebut. Tiga menggalakkan kegiatan kerjasama
dengan negara-negara kawasan yang telah memiliki lembagas Siber yang modern dan
canggih. Dengan demikian maka akan terjadi pertukaran informasi tentang model ancaman
siber terbaru sehingga proses penyusunan rencana pencegahanan dapat dilakukan sedini
mungkin.

Trend penggunaan media sosial oleh generasi muda Indonesia saat ini belum terarah
dengan baik.

Media sosial dewasa ini merupakan suatu sarana kebutuhan manusia untuk
berkomunikasi dengan sesamanya baik secara satu arah maupun dua arah. Media Sosial
ini menghapus batasan-batasan manusia untuk bersosialisasi, batasan ruang maupun
waktu. Dengan media social ini manusia dimungkinka untuk berkomunikasi satu sama lain
dimanapun mereka berada dan kapanpun, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka. Media
Sosial ini memiliki dampak yang luar biasa dalam penyebaran informasi juga. Hanya
dengan menggunakan smartphone yang dimilikinya, manusia mampu menyebarkan
informasi dan kabar kepada sesamanya hanya dengan hitungan detik. Saat ini ada
beberapa jenis media social yang sering digunakan mulai dari social network (facebook,
myspace, linked), discuss (google talk, whatsapp, Telegram), share media (Youtube,
slideshare, flickr, Instagram), publish (wordpress, blog, Wikipedia), Virtual Word (habbo,
imvu, starday), Live cast (IG Live, blog TV), Livestream (socialzr, froendsfreed) dan Micro
Blog (twitter, tweetpeek, twixr)9. Apabila dapat memanfaatkan media social, banyak sekali
manfaat yang akan didapat.
Namun saat ini akibat dari penggunaan Media Sosial yang salah sering menjadi
permasalahan yang timbul dalam masyarakat. Tak jarang terjadi konflik hubungan antar
manusia karena terkait status atau informasi yang dikirim dalam jejaring sosial yang
menimbulkan permasalahan. Belum lagi saling fitnah melalui berita Hoax menjadi trend
yang sering terjadi saat ini. Adapun data dan fakta penyalahgunaan social media yang
dilakukan para pemuda dan tak khayal bahkan menjadi trend dari beberapa kelompok
pemuda Indonesia. Bedasarkan beberapa media banyak terjadi penyalah gunaan social
media mulai dari upload foto tidak senonoh, korban kecelakaan, korban perang, perkataan
yang tidak senonoh hingga membully di media social sering dilakukan generasi muda
Indonesia saat ini. Namun yang paling menonjol adanya penyebaran berita Hoax yang tidak
terbendung lagi. Upaya massive terhadap penyebaran Hoax seperti terencana sistematis

9 Rafi Saumi Rustian, Apa itu social media, Univ Pasundan, 2012 diakses melalui
https://www.unpas.ac.id/apa-itu-sosial-media/ pada 25 Feb 2019
8

mengerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Data Kementerian Komunikasi dan
Informasi berdasarkan hasil survey Mastel 201710 penyebaran Hoax terjadi melalui media
sosial 92,4%, aplikasi chat 62,8%, Situs Web 34,9%, Televisi 8,7%, Media Cetak 5% dan
sebagainya. Dan di tahun politik ini, tema yang paling sering muncul berita hoaxnya adalah
bidang sosial politik tersebut. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika
menjelaskan bahwa pada survey 2017 (2 tahun sebelum gelaran) isu berita Hoax terbesar
adalah soal Sosial Politik 91,8%, Sara 88,6% dan Kesehatan 41,2% serta masih banyak
data yang lain. Dan Menurut We Are Social, pada tahun 2016, Indonesia merupakan negara
dengan peningkatan jumlah pengguna internet yang tertinggi di dunia dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Dengan hanya 88,1 juta pengguna internet pada awal tahun 2016,
jumlah pengguna internet di Indonesia telah meningkat sebesar 51 persen ke angka 132,7
juta pengguna pada Januari 2017 (Tech in Asia, 2017). Peningkatan angka pengguna
internet turut mendorong peningkatan angka pengguna media sosial di Indonesia. Saat ini,
Indonesia menempati urutan ke-4 mengenai jumlah penguna media sosial mengalahkan
Brazil dan Amerika Serikat (Tech in Asia, 2017)11. Dengan kondisi ini maka peluang
penyebaran berita Hoax Indonesia akan terus melonjak jika tidak ada proses pendewasaan
dalam diri Netizen khususnya menggunakan media sosial dengan bijak. Ancaman dari
Hoax ini yang pertama akan menimbulkan perpecahan dan merusak persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan hoax yang disebarkan identic dengan
propaganda dan ujaran kebencian (hate speech) akan mempengaruhi psikologi seseorang
untuk memusuhi orang lain. Gesekan kepentingan ini apabila dibiarkan maka akan
menimbulkan konflik yang lebih berat bahkan disintegrasi bangsa. Kemudian yang kedua
berkait pada segi demokrasi, hoax justru melanggar prinsip freedom of Speech adalah
kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya
tindakan sensor atau pembatasan tetapi tidak termasuk dalam untuk menyebarkan
kebencian (Notanubun, 2014, Hal 112). Bahkan kebebasan berpendapat di Indonesia
dijamin dalam pasal 28 UUD 1945. Namun pengirim berita Hoax tidak mengerti makna
kebebasan yang diberikan. Kebebasan tersebut merupakan kebebasan yang
dipertanggungjawabkan. Sehingga bukan ujaran kebencian yang diharapkan namun cara
pandang yang bernilai fakta dan konstruktif dari sebuah pendapat.

10 Mastel, Hasil Survey Mastel tentang wabah Hoax nasional, BKKBN.go.id 2017 diakses melalui
https://www.bkkbn.go.id/po-
content/uploads/Infografis_Hasil_Survey_MASTEL_tentang_Wabah_Hoax_Nasional.pdf pada 25 Feb
2019
11 Bernardus Palapessy, Syahroni, Jose Soares, Joao Martins, Penyalahgunaan Media Sosial, Binus
University, 2018, diakses melalui https://mti.binus.ac.id/2018/04/04/penyalahgunaan-media-sosial/ pada
25 Feb 2019
9

Dengan maraknya berita hoax ini pada dasarnya pemerintah sudah mengeluarkan
regulasi atau peraturan perundangan yang mampu memberikan efek hukum yang jelas bagi
penyebaran berita Hoax tersebut. Guna mengantisipasi merebaknya berita hoax tersebut
pemerintah Indonesia telah mengeluarkan regulasi berupa UU No 11/2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Tentang berita hoax ini diatur dalam pasal 27 UU
tersebut. Namun adanya UU ini bukan berarti mengikis kebebasan berpendapat yang ada
pada pasal 28 UUD 1945. Justru ini merupaan penegasan bahwa pemerintah sangat
menghargai kebebasan individu tentunya ada batas bagi individu agar tidak mengganggu
kebebasan milik individu yang lain. Dari segi regulasi lainnya, adanya berita Hoax yang
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa ini sangat bertentangan dengan landasan
hidup kita yakni Pancasila. Dengan berkaca pada pengamalan Pancasila seharusnya
perbuatan penyebaran berita hoax ini harus mampu dijadikan sebagai batasan tingkah laku
guna tercapainya persatuan dan kesatuan yang kita harapkan.
Adanya data dan fakta dan dihadapkan pada teori dan regulasi yang ada, maka trend
bersosial media anak muda Indonesia yang menyebabkan adanya berita hoax ini sudah
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Timbul GAP dan jarak antara kedua hal tersebut.
Sehingga perlu adanya upaya konkrit dalam mengatasi permasalah penyebaran beita hoax
tersebut. Apalagi adanya permasalahan ini dapat juga berasal dari pengaruh perang
asimetris yang menimbukan rasa kebencian diantara sesama. Karena pada dasarnya
perang irregular tidak menyerang suatu negara dalam hubungan invasi yang terang-
terangan atau apple to apple. Dengan memunculkan konflik dalam suatu negara maka akan
memperlemah kondisi dan kemampuan negara tersebut dalam menangani konflik internal
yang dihembuskan oleh negara agresor. Kesempatan inilah yang akan dipakai oleh negara
agresor dalam mengeksploitasi kemenangan dan pengaruhnya. Hal ini menggambarkan
bahwa penyebaran berita Hoax bukan hal yang dianggap sepele dalam pertahanan negara
kita. Sehingga memerlukan solusi yang perlu dilaksanakan guna antisipasi lebih dini. Ada
beberapa solusi yang ditawarkan dalam suatu strategi penanganan penyebaran berita hoax
antara lain satu segi instansi, pemerintah Indonesia perlu memperkuat kemampuan satuan
Siber Polri untuk dapat lebih cepat mendeteksi kemungkinan ada berita hoax. Saat ini ranah
hukum penanganan berita hoax berada pada wewenang kepolisian sehingga perlu adanya
dukungan pemerintah dalam meningkatkan kemampuan instansi tersebut. Dua dari segi
individu, perlu adanya pendidikan berkarakter bagi seluruh pemuda yang aktif dalam dunia
sosial media. Dengan pendidikan karakter ini akan lebih memahami secara dewasa
penggunaan sosial media. Diharapkan mampu mengeliminir adanya pelanggaran hukum
ITE sekaligus mencegah gesekan kepentingan antar individu. Tiga beri pembekalan literasi
yang positif. Karena tujuan dari literasi ini salah satunya adalah untuk memberikan
10

pemahaman kepada masyarakat khususnya para pemuda yang aktif dalam sosial media
tentang cara membedakan berita hoax dan fakta. Sehingga dengan adanya literasi ini
mampu melindungi masyarakat atau konsumen berita dari dampak negatif dari sosial media
khususnya penyebaran berita Hoax.

Adanya perubahan dalam jurnalisme tradisional

Adanya perubahan politik yang semakin kental dengan kompetisi kekuasaan dekade
terakhir berimbas pada kondisi jurnalisitik Indonesia. Hal ini diperparah pada saat
menyambut pesta demokrasi Pemilu Presiden dan Wapres, banyak ditemukan perbedaan
informasi yang disajikan dari beberapa media berita yang ada baik elektronik maupn cetak
yang tidak berimbang atau tidak bersikap netral terhadap kedua pasangan calon. Belum
lagi informasi yang diberikan terkadang dapat memberikan dampak negatif bagi suatu
kelompok tertentu yang berakibat adanya gesekan kepentingan diantara individu. Media
berita telah menjadi kunci penggerak jurnalisme bagi masyarakat pada masa lalu. Namun,
perkembangan dekade terakhir telah mengubah pemahaman ini. Teknologi, ekonomi, dan
transformasi politik yang tak terelakkan membentuk kembali landscape komunikasi.
Peliputan peristiwa-peristiwa besar seperti pemilihan umum serta referendum belakangan
ini telah menimbulkan banyak pertanyaan tentang kualitas, dampak, dan kredibilitas
jurnalisme, dengan kepentingan yang sangat luas. Secara normal saja penyampaian
Informasi yang wajar saja masih ditemukan adanya perbedaan cara pandang dan perspektif
pada masing-masing individu apalagi berita atau informasi yang diberikan cenderung tidak
berimbang (Tidak Netral).
Dari studi empiris melalui media yang berkompeten menganalisa suatu berita, data
dan fakta ditemukan beberapa media yang tidak berbuat netral dalam mengulik
jurnalismenya. Media tersebut rata-rata berkepihakannya karena media tersebut dimiliki
oleh pengusa sekaligus politikus yang sedang berada pada pusara politik. Masalahnya,
sejumlah media yang dimiliki elite partai menunjukkan ada indikasi tak independen dan
tak netral terkait dengan berita politik menjelang pemilihan umum 9 April nanti. Hasil
penelitian Masyarakat Peduli Media menunjukkan adanya keberpihakan media terhadap
pemiliknya. Peneliti dari Masyarakat Peduli Media, Muzayin Nazaruddin, memberikan dua
contoh media televisi yang berpihak ke pemiliknya, yakni TV One milik Ketua Umum
Golkar Aburizal Bakrie dan Metro TV milik Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Peneliti dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media, Amir Efendi Siregar, menyatakan
hal yang senada dengan Muzayin. Dalam hasil penelitian PR2M, media massa, baik cetak
maupun elektronik yang dimiliki politikus, sering digunakan untuk kepentingan pribadi.
11

Sebagai contoh RCTI, Okezone.com, dan koran Seputar Indonesia. "Observasi yang
dilakukan peneliti menemukan bahwa liputan-liputan di media dalam kelompok MNC tidak
hanya bias pemilik, tapi juga ada tendensi untuk menyembunyikan kebenaran 12.
Kemudian jika kita kembalikan pada makna Jurnalisme adalah paham tentang
kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan media 13. Dalam jurnalisme memiliki
idealism dengan menganut prinsip independensi dan netralitas yang harus ditegakkan.
Independensi dalam arti merdeka melakukan kegiatan jurnalistiknya sedangakn netral
mengandung makna berimbang, akurat, tak memihak kecuali demi kepentingan publik,
sekali lagi kepentingan publik bukan kepentingan kelompok tertentu. Independensi media
berate bahwa dalam memproduksi isi media tidak boleh ada tekanan dari pihak manpun
sehingga berita yang disajikan berisi data dan fakta yang valid dan layak dikonsumsi
masyarakat. Kekacauan jurnalistik dapat juga membahayakan stabilitas keamanan
negara. Kondisi ini sama hal nya dengan penyebaran berita Hoax karena akibat berita
yang tidak berimbang dari suatu hasil jurnalistik media akan berakhir pada konflik dalam
tubuh NKRI. Konflik ini akan membesar dan dapat menyebabkan menjadi kondlik
disintegrasi bangsa karena ketidak percayaan masyarakat atau sekelompok orang
terhadap peran pemerintah dalam mengendalikan jurnalistik negaranya. Untuk itu
solusinya pun mengarah pada peran pemerintah untuk memperkuat perannya dalam
memberikan independensi Jurnalistik sehingga berita yang diberikan lebih bermakna,
sesuai dengan data dan fakta serta berimbang.

Keberagaman target audiens dalam segala bentuk.

Pada dasarnya permasalahan keempat ini masih erat hubungannya dengan


penyebaran berita hoax pada trend penggunaan sosial media generasi muda dan ketidak
berimbangan jurnalistik yang ada di Indonesia. Karena pada dasarnya audience menjadi
penerima berita dan informasi baik dari jurnalistik maupun media sosial. Audience
tersebutlah yang menilai apakah suatu berita tersebut layak dikonsumsi sekaligus menilai
bahwa berita itu berisi data dan fakta atau berita yang diragukan kebenarannya.
Pendewasaan audience menjadi penting dengan kondisi yang ada saat ini.

12 Singgih Soares, 7 media ini dituding berpihak dan tendensius, Tempo.co 2014 diakses melalui
https://nasional.tempo.co/read/565574/7-media-ini-dituding-berpihak-dan-tendensius/full&view=ok pada
25 feb 2019
13 Rochmanudin, bisakah media Independen dan netral saat pemilu 2019, IDN Times, 2018, diakses melalui
https://www.idntimes.com/news/indonesia/rochmanudin-wijaya/bisakah-media-independen-dan-netral-
saat-pemilu/full pada 26 Feb 2019
12

Data yang didapat saat ini bahwa hasil penelitian dari John W Miller dan Michael C
Mckenna dalam bukunya World Literacy : How Countries Rank and Whay it matters yang
diterbitkan oleh Routledge (2016)14 menerangkan bahwa minat baca Indonesia ada di
urutan ke 60 dari 61 negara yang diteliti. Bahkan minat baca penduduk Indonesia terletak
di bawah Thalinad dan satu tingkat di atas Bostwana. Hal ini berbanding terbalik dengan
keaktifan penduduk Indonesia dalam penggunaan Internet atau sosial media. Dengan
penduduk total Indonesia 262 juta jiwa lebih dari 50% atau sekitar 143 juta jiwa telah
terhubung jaringan internet sepanjang tahun 2017 berdasarkan penelitian dari Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia15. Dan dari jumlah tersebut 72,41% merupakan
kalangan masyarakat urban dengan intensitas penggunaannya tidak hanya untuk
berkomunikasi namun lebih dari itu. Dengan kondisi yang berbalik ini menandakan bahwa
dengan pengetahuan minim mengenai suatu bentuk tulisan termasuk berita (literasi)
tentunya mengindikasi belum dewasanya pengguna internet penduduk Indonesia. Dan
wajar saja penyebaran berita hoax sangat cepat dan menjamur. Karena dengan rendahnya
literasi orang indonesia maka akan mudah termakan isu tanpa ada keinginan untuk
mengkaji kebenaran atas isu yang menyeruak dalam internet. Dihadapkan dengan isu
peperangan irreguler, hal ini menjadi salah satu faktor mudahnya timbul konflik yang ada di
Indonesia. Sehingga apabila dihadapkan dengan peran masyarakat sebagai salah satu
komponen Pertahanan Negara maka perlu adanya upaya yang signifikan untuk menambah
kemampuan literasi penduduk Indonesia sehingga mampu mengelimnir adanya isu dan
berita yang diragukan kebenarannya atau bahkan yang dapat memecah belah bangsa ini.
Dengan adanya GAP tersebut tentunya membutuhkan solusi jitu dalam
meningkatkan kemampuan Literasi Bangsa Indonesia. Solusi yang ditawarkan adalah satu
menggiatkan kembali minat baca masyarakat Indonesia. Tentunya ini tidak semudah yang
dibayangkan, dengan kemajuan teknologi yang ada akan menghambat prosesnya karena
manusia Indonesia lebih suka sesuatu yang instan dan sederhana. Untuk meningkatkan
budaya baca ini maka tentunya perlu adanya pemantik minatnya. Salah satunya adalah
dengan mengadakan perlombaan tingkat pelajar bertemakan literasi, mulai dari perlombaan
menulis cerpen, kreasi majalah dinding, atau bahkan perlombaan kontens youtube antar
sekolah atau lembaga pendidikan. Hal ini perlu digiatkan kembali di sekolah-sekolah dan
meyakinkan bahwa kemampuan literasi menjadi sesuai yang penting. Dua perbanyak pojok

14 Manik Sukoco, Netizen Indonesia, Angka Literasi dan Maraknya Hoaks, Kompasiana, 2017 diakses
melalui https://www.kompasiana.com/maniksukoco/589bcaf18d7e61450ecd4cbc/netizen-indonesia-
angka-literasi-dan-maraknya-hoax 25 Feb 2019
15 Fatimah Kartini Bohang, Berapa Jumlah Pengguna Internet Indonesia, Kompas.Com, 2018 diakses
melalui https://tekno.kompas.com/read/2018/02/22/16453177/berapa-jumlah-pengguna-internet-
indonesia pada 25 Feb 2019
13

baca, ini bisa diterapkan di lembaga pendidikan ataupun dalam lingkungan masyarakat dan
sosial. Pojok baca ini harus lebih innovatif dan kreatif membedakan fungsi Perpustakaan
yang cenderung oldskull atau kuno. Menggugah minat baca tentunya tidak mudah,
makanya perlu ada rangsangan dari suasana dan tempat. Secara psikologis pun akan
membantu munculnya minat tersebut. Pojok baca ini tidak hanya berisi buku-buku
konvensional tapi tentunya dilengkapi dengan jaringan internet yang mampu membuka
buku digital sehingga khasanah wawasan yang didapat pembaca akan lebih banyak.

Kegiatan operasi kontra dan propaganda.

Alur pembahasan semakin jelas, mulai dari pembahasan mengenai kondisi


kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, penggunaan sosial media, peran jurnalistik
dan audience maka mengindentikkan adanya bentuk ancaman yang erat hubungannya
dengan ciri perang irregular. Dalam perang irregular adanya isu terorisme, separatis, dan
ancaman yang bersifat non konvensional menjadi sesuatu hal yang perlu diamati dan
dianalisa. Saat ini apa yang menjadi perkembangan terhadap adanya isu terorisme yang
sudah memanfaatkan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan
memberikan pengaruhnya terhadap para pembaca atau netizen yang ada di dunia
termasuk Indonesia. Agitasi dan infiltrasi dengan memasukkan paham dalam isi kepala
manusia Indonesia akan menimbulkan bahaya bagi stabilitas pertahanan negara.
Dengan globalisasi dan majunya teknologi informasi dan komunikasi, berimplikasi
negatif karena kelompok radikal kanan yang memiliki jaringan internasional saat ini sudah
melek teknologi informasi tersebut. Bahkan kelompok ISIS sebagai kelompok teroris militan
bringas sangat menguasai teknologi informasi bahkan beberapa kelompok militan Timur
Tengah lainnya sudah memiliki media untuk melancarkan propaganda. Beberapa kelompok
atau media teroris tersebut antara lain16 satu As-Sahab Foundation yang didirikan pada
2005 adalah media milik kelompok Al-Qaeda. Saluran itu rutin memproduksi video
dokumenter perjalanan mereka melalui kamera ponsel dan rekaman suara dari iPod, dua
Front Al-Nusra yang turut bertempur di Suriah juga memiliki saluran media propaganda
bernama al-Manarah al-Bayda. Semua pernyataan resmi dan kegiatan al-Nusra diproduksi
lewat saluran tersebut melalui situs forum jihadis Shamoukh al-Islam, tiga Pada bulan
November 2006, tidak lama setelah sebuah kelompok militan mendeklarasikan Negara
Islam Irak, yang kelak menjadi ISIS, mereka turut mendirikan Al-Furqan Foundation.
Tugasnya khusus memproduksi CD, DVD, poster, pamflet, berbagai produk propaganda

16 Tony Firman, Betapa Strategisnya Internet bagi Para Teroris, Tirto.Id, 2017, diakses melalui
https://tirto.id/betapa-strategisnya-internet-bagi-para-teroris-cwz1 pada 25 Feb 2019
14

lainnnya, termasuk publikasi pernyataan resmi). Ketiga data tersebut menunjukkan bahwa
eksistensi kelompok teror ini sudah mendarah daging dalam dirinya. Bahkan kelompok ISIS
menunjukkan penguasaannya dalam teknologi yang cukup hebat dengan merilis video
eksekusi musuhnya ditambah dengan ajakan untuk bergabung dengan berdasar pada
makna jihad yang salah.
Hal ini sangatlah membahayakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
Indonesia yang saat ini mudah untuk melakukan akses dalam dunia mayanya. Agitasi dan
doktrinisasi via media internet oleh para dedengkot terorisme ini dapat membahayakan
keamanan dan pertahanan negara kita. Padahal secara jelas dalam UU tentang terorisme17
yang baru disahkan, dimana perbuatan yang bisa digolongkan pidana terorisme menurut
UU yang baru ini antara lain: satu merekrut orang untuk jadi anggota korporasi atau
organisasi terorisme, dua sengaja mengikuti pelatihan militer atau paramiliter di dalam dan
luar negeri, dengan maksud merencanakan, atau mempersiapkan, atau melakukan
serangan teror, tiga Menampung atau mengirim orang terkait serangan teror, empat
Mengumpulkan atau menyebarluaskan dokumen untuk digunakan dalam pelatihan teror
dan lima Memiliki hubungan dengan kelompok yang dengan sengaja menghasut untuk
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dengan demikian ajakan dan himbauan
melalui media akibat adanya kemajuan teknologi dan informasi merupakan suatu kejahatan
terorisme. Hal ini juga dapat dikategorikan juga sebagai cyber attack (serangan siber) yang
bersifat militer dan menjadi ancaman bagi stabilitas pertahanan negara. Dengan demikian
perlu adanya upaya efektif bagi pemerintah khususnya TNI dalam menangkal kemungkinan
ancaman media Terorisme dalam melakukan brainwashing otak pemuda-pemuda
Indonesia.
Dari adanya GAP antara keadaanya nyata dan kesiapan Indonesia menghadapi
ancaman aksi media terorisme yang mengganggu stabilitas keamanan negara maka ada
beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain satu pemerintah perlu mendorong
percepatan adanya lembaga siber independen milik TNI guna mengcounter upaya
sistematis jaringan terorisme internasional yang ada di Indonesia. Dua guna memperkuat
adanya satuan Siber TNI dalam melaksanakan tugas mengatasi cyber attack, agitasi
terorisme ini perlu adanya regulasi yang mendukung pelaksanaan tugas tersebut.

17 DPR Sahkan revisi UU terorisme Perppu tak lagi diperlukan, BBC Indonesia 2018 diakses melalui
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44248953 pada 25 Feb 2019
15

Fenomena global ISIS

Pasca kematian Osama Bin Laden (2012) sebagi tokoh yang dilekatkan dengan aksi
terorisme melalui organisasi Al-Qaedah nya yang telah menghancurkan menara kembar
WTC di negara adidaya meski saat ini diragukan kebenarannya, ternyata menulut beberapa
gerakan dan akis terorisme internasional lainnya dengan mengatasnamakan agama. ISIS
(Islamic State of Iraq and Syria) yang telah mendeklarasikan kekhalifahannya tentang
sebuah negara Islam yang terbentang dari Irak hingga Suriah menjadi lakon pengganti AL-
Qaedah dalam aksi terorismenya. Kuatnya pengaruh paham radikal sangat mudah
merasuki masyarakat Indonesia yang pada dasarnya telah memiliki ideologi yang diakui
sakti menangkal sebaga bentuk rongrongan dan serangan dari ideologi lain. Ideologi ini
merupakan ideologi yang bersumber pada sifat, jati diri dan budaya manusia Indonesia.
Seharusnya dapat selalu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengaruhnya tersebut tidak hanya berada dalam wilayahnya melainkan ke seluruh
dunia bahkan Asia Tenggara. Kejadian perang antara militer Filipina dan kelompok Maute
(organisasi militan islam berafilisasi ISIS) menjadi tanda bahwa pengaruh ISIS telah masuk
ke dalam negara kawasan Asia Tenggara. Bahkan Indonesia sebagai negara penganut
muslim terbesar Asia, menjadi sasaran empuk pengembangan pengaruh ISIS dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini terbukti dengan adanya aksi Bom Bunuh diri
di wilayah Surabaya setahun silam. Kelompok tersebut menyatakan bahwa mereka adalah
bagian dari ISIS. Bahkan yang ironinya adalah pelaku merupakan satu keluarga, termasuk
anak-anaknya terlibat dalam aksi serangan di Surabaya tersebut. Fenomena yang ada saat
ini mengapa banyak manusia Indonesia yang tertarik dengan paham radikal ISIS ? Bahkan
tidak sedikit masyarakat Indonesia pergi berjihad di Suriah. Fenomena global ISIS sudah
masuk dalam ranah dan jantung Indonesia hingga putra-putra terbaik bangsa terpengaruh
dalam analogi berpikir yang salah tentang makna Jihad. Serangan terorisme secara global
ini menjadi serangan paling membahayakan bahkan lebih membahayakan daripada
serangan terorisme apple to apple antara pengantin Bom dengan sasaran Bomnya. Itu lebih
mudah diselesaikan daripada serangan global terorisme. Sehingga butuh suatu strategi
baru dalam menghadapi fenomena globalisasi terorisme dampak pengaruh ISIS bagi
pertahanan negara Indonesia.
Untuk menangani perkembangan global ISIS tersebut ada 2 langkah besar dalam
strategi pertahanan negara, yaitu dengan melakukan strategi soft power dan strategi hard
power. Pada dasarnya Indonesia saat ini telah memiliki lembaga yang menangani
permasalahan terorisme. Namun dengan kondisi fenomena global yang ada butuh
penguatan dari lini institusi yang terlibat dan berperan dalam penanganannya. Pembahasan
16

pertama adalah dengan Soft Power Strategy. Adapun hal yang perlu dilakukan untuk
melakukan soft Power Strategy meliputi satu counter cyber attack for terrorism,
kemampuan ini seharusnya dimiliki suatu lembaga Independen Siber milik TNI dengan
bekerjasama dengan SIber Polri, karena selama tindakan terorisme dianggap sebagai
tindakan pidana maka penanganan awal dilakukan oleh unsur kepolisian. Namun saat ini
telah disetujui RUU Terorisme yang menggantikan UU Terorisme yang lama. Penulis belum
mengetahui isi perubahannya dihadapkan dengan tataran kewenangan tugas penanganan
aksi terorisme yang baru. Sehingga menurut analisa penulis, apapun itu bentuk
penanganannya khusus terhadap fenomena global ISIS ini perlu sekali adanya kemampuan
counter cyber attack for terrorism, baik dalam Lembaga Siber TNI, Polri atau bahkan BNPT
(Badan Nasional Penanggulangan Teroris). Saat ini serangan media online tentang bentuk
video ataupun lainnya tentang aksi terorisme perlu mendapatkan perhatian khusus. Karena
hal ini bukan sekedar informasi media online belaka, namun sudah menyerang sendi-sendi
pertahanan negara Indonesia. Dengan kemampuan ini maka sejak dari embrio, niat adanya
serangan media yang ada dapat dieliminir secara dini. Dua integrated counter action.
Strategi ini mengintegrasikan 3 lembaga pemerintah yang berwenang mengatasi aksi
terorisme yang ada. Ketiga lembaga tersebut antara lain TNI, Polri dan BNPT dimana TNI
memiliki tugas OMSP mengatasi aksi Terorisme sesuai UU No 34 tahun 2004 tentang TNI,
Polri selaku penindak tindak pidana terorisme dan BNPT selaku sebuah lembaga
pemerintah nonkementerian (LPNK) yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
penanggulangan terorisme18. Selain ketiga lembaga utama tersebut, pelaksanaan tugas
tangkal terorrisme juga membutuhka peran Kementerian Agama dan MUI (Majelis Ulama
Indonesia) sebagai leading sector dalam pembinaan agama khususnya agama Islam. Hal
ini bukan mendeskreditkan Islam sebagai agama yang sering dijadikan alasan pembenaran
melakukan aksi teror. Namun mayoritas permasalahan terorisme bersumber dari agama
Islam. Tiga deradicalization/deradikalisasi. Deradikalisasi19 mengacu pada tindakan
preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap
radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan. Tujuan dari
deradikalisasi ini adalah untuk mengembalikan para aktor terlibat yang memiliki
pemahaman radikal untuk kembali kejalan pemikiran yang lebih moderat Terorisme telah
menjadi permasalahan serius bagi dunia internasional karena setiap saat akan
membahayakan keamanan nasional bagi negara maka dari itu program deradikalisasi
dibutuhkan sebagai formula penanggulangan dan pencegahan pemahaman radikal seperti

18 Tentang BNPT, Bnpt.go.id, diakses melalui https://www.bnpt.go.id/tentang-bnpt pada 25 feb 2019


19 Deradikalisasi, Ensiklopedia bebas, Wikipedia Indonesia, diupdate pada 2017 diakses melalui
https://id.wikipedia.org/wiki/Deradikalisasi pada 25 Feb 2019
17

terorisme. Upaya deradikalisasi ini perlu beberapa pendekatan yaitu pendekatan humanis,
pendekatan komunikasi sosial dan pendekatan partisipasif. Proses ini perlu untuk
dilaksanakan dalam soft power strategy. Dari hasil data ditemukan upaya deradikalisasi
yang dilakukan oleh BNPT belum maksimal, karena pendekatan yang dilakukan tidak tepat.
Dari pengakuan mantan Napi Teroris menuturkan bahwa program deradikalisasi yang
dilakukan hanya sampai mengubah prilaku radikal namun tidak menghilangkan ideologi
radikal yang tertanam dalam diri teroris20. Deradikalisasi yang dilakukan hanya sebatas
memodernisasi paham radikal dengan praktik lebih kepada bantuan wirausaha yang lain.
Core nya Ideologi tidak tersentuh. Bahkan menurut Napi teroris yang alumnus STPDN
tersebut, perlunya kerjasama dengan ormas-ormas atau majelis-majelis Agama, karena
kecenderungan yang ada adalah para Teroris lebih mendengarkan apa yang disampaikan
para pemuka agama. Berkaca pada pendekatan yang dilakukan pada strategi
deradikalisasi, pendekatan partipasif perlu ditonjolkan bahwa upaya yang dilakukan untuk
menghilangkan paham radikal dalam diri para teroris membutuhkan kerjasama para
stakeholder. Mulai dari BNPT selaku penanggungjawab kegiatan, TNI, Polri, kementerian
agama, MUI dan tentunya dukungan majelis-majelis agama lainnya guna memberikan
pencerahan dan pemahaman ulang mengenai makna Jihad. Dengan kegiatan ini maka
tentunya akan membantu proses deradikalisasi lebih optimal.
Yang kedua adalah pada Hard Power Strategy. Strategi ini identik pada tindakan
represif yang menggunakan kekuatan terintegrasi antara TNI Polri melalui BNPT. Tindakan
represif ini adalah dengan melakukan penyerbuan dan penangkapan kelompok terduga
teroris tentunya dengan berpedoman pada Hak Azazi Manusia sehingga pelaksanaan
tindakan represif yang berlebihan terhadap terduga teroris tersebut. Hard power strategy ini
juga dikenal dengan strategi penegakkan hukum terhadap pelaku. Langkah strategi yang
dilakukan akan dibagi beberapa fase. Fase pertama adalah fase pendeteksian dan
pencegahan. Dasar teori ini dari Paul Wilkinson sebagai resep rahasia pertarungan
melawan terorisme di negara liberal. Peran yang penting dalam fase ini adalah peran
komunitas Intelijen. Tentunya integrasi antara komunitas intelijen TNI, Polri, BNPT ataupun
BIN diperlukan dalam hal ini. Mengapa demikian ? karena isu terorisme ini bukans sekedar
isu nasional lebih dari itu isu ini sudah menjadi isu global. Dalam pelaksanaan fase ini tidak
bisa dalam hubungan sektoral, perlu kerjasama intens beberapa lembaga Intelijen yang
dimiliki Indonesia. Pelaksanaan tugas intelijen ini meliputi penyelidikan, pengamanan dan
penggalangan. Penyelidikan untuk mencari informasi dan keterangan mengenai

20 Renald Ghifari, Ini kelemahan program Deradikasliasi BNPT menurut eks napi teroris, Liputan 6, 2018
diakses melalui https://www.liputan6.com/news/read/3531373/ini-kelemahan-program-deradikalisasi-
bnpt-menurut-eks-napi-terorisme pada 25 Feb 2019.
18

keberadaan terduga teroris. Butuh kemampuan yang dilengkapi dengan teknologi dalam
melakukan kegitan ini oleh para personel intelijen. Penyelidikan ini merupakan tujuan
immediate dari aktifitas intelijen dalam pendeteksian. Kemudian pengamanan dan
penggalangan merupakan aktifitas covert activities yang mampu mencegah suatu individu
bekeinginan untuk bergabung dengan pada kelompok tersebut. Sekali lagi ranah ini, tidak
diperkenankan adanya ego sektoral kelembagaan, perlu integrasi antar institusi, tentunya
perlu ada regulasi yang mengaturnya agar mempermudah proses pelaksanaan tugasnya.
Fase kedua Fase penindakan. Fase selanjutnya ini dilaksanakan setelah
mendapatkan data valid dari fase pendeteksian di atas. Jangan terulang kembali salah
tangkap atau bahkan menangkap terduga teroris dengan cara sporadis dan berlebihan. Hal
ini sering dilakukan oleh penegak hukum seblumnya karena legitimasi dan penyalahgunaan
wewenang menyebabkan timbulnya pelanggaran HAM. Ranah ini merupakan ranah
penegak hukum Polri dibantu oleh TNI. Dan perlu diingat dalam fase penindakan ini adanya
prinsip pencegahan dan penanggulangan terorisme yaitu prinsip supremasi hukum,
indiskriminasi, dan independensi. Melalui prinsip supremasi hukum ini menjelaskan bahwa
upaya penegakkan hukum dalam memerangi terorisme dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dan selalu berada pada koridor hukum. Prinsip indiskriminasi
mensyaratkan upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme diberlakukan tanpa
pandang bulu, dan tidak mengarah pada penciptaan citra negatif kepada suatu kelompok
masyarakat tertentu. Prinsip independensi dilaksanakan untuk tujuan menegakkan
ketertiban umum dan melindungi masyarakat tanpa terpengaruh oleh tekanan negara asing
atau kelompok tertentu. Prinsip ini wajib hukumnya untuk dipegang teguh oleh para aparat
yang terlibat penanganan aksi terorisme pada fase tersebut. Pada fase ini kemampuan
penyergapan, raid, pertempuran kota, pengepungan pembersihan kampung dan
penggeledahan rumah atau pertempuran jarak dekat perlu dikuasai oleh aparat yang
terlibat. Untuk penindakan ini tidak boleh berlebihan, harus proporsional sehingga
penangkapan terduga teroris tidak melanggar hukum yang berlaku. Pihak TNI dan Polri
harus dapat bekerja sama dengan baik, mengesampingkan ego sektoral masing-masing
sehingga penanggulangan terorisme dapat tercapai optimal.

Penutup

Penjabaran dan analisa secara luas telah dijelaskan pada point di atas. Dari uraian
di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini yang membahayakan dari pertahanan
negara Indonesia adalah adanya fenomena global ISIS yang menggangu cara pandang
manusia Indonesia tentang Ideologi bangsa. Hal ini akan mengganggu stabilitas keamanan
19

negara bahkan pertahanan negara. Sehingga membutuhkan adanya strategi jitu dalam
menghadapi aksi kelompok teroris tersebut. Secara khusus dapat ditemukan beberapa
kesimpulan yaitu satu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menimbulkan
ancaman serangan siber (Cyber Attack) yang membahayakan negara. Solusi yang
ditawarkan antara lain mempercepat terbentuknya lembaga Siber TNI yang berdiri sendiri,
penguatan tugas lembaga Siber TNI dengan regulasi dan melakukan kegiatan kerjasama
dengan negara lain dalam bidang penanganan Cyber Attack. Dua tren penggunaan sosial
media para pemuda yang menyebabkan adanya penyebaran berita Hoax. Ini juga
berbahaya bagi stabilitas keamanan negara. Solusi yang ditawarkan segi instansi dengan
memperkuat lembaga Siber Polri dan dari segi individu melaksanakan pendidikan
berkarakter guna pendewasaan generasi muda menggunakan sosial media serta beri
pembekalan literasi positif. Tiga adanya perubahan jurnalisme Indonesia yang cenderung
memihak dan tidak netral merusak kode etik jurnalisme. Solusi ini dengan mengoptimalkan
peran pemerintah mengontrol media jurnalistik dalam memberikan suguhan berita kepada
masyarakat. Empat kondisi audiens Indonesia yang minim minat baca namun aktif di media
online rawan terhadap penyebaran berita hoax. Solusi yang ditawarkan aktifkan kembali
budaya baca dan perbanyak pojok baca yang kreatif dan innovatif. Lima Kelompok
Terorisme saat ini memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dan mengirimkan
agitasi, doktrinasi dan ajakan kepada masyarakat Indonesia. Solusi yang kami tawarkan
percepatan pembentukan Siber TNI dan aturan atau regulasi yang menguatkan peranan
siber TNI dalam hadapi cyber attack teroris. Enam adanya fenomena global ISIS lebih
membahayak daripada seranagan terorisme secara langsung. Permainan ISIS saat ini
menggunakan kemajuan teknologi guna menebar teror, dogma, doktrin dan paham yang
keliru tentang makna jihad. Solusi yang kami tawarkan soft power dan hard power strategy
guna meredam fenomena global ISIS sebagai kekuatan kelompok terorisme yang brutal.
Saran yang kami ajukan kepada pemerintah adalah dalam mendukung strategi-
strategi yang dianalisa oleh penulis agar dapat menjadi solusi efektif dalam menangani aksi
terorisme yang ada di Indonesia sebagai bagian dari perang irregular. Akhir kata tentunya
penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang dituangkan
dalam naskah tulisan ini. Sehingga masukan dan saran dari para pembaca sangatlah
berarti bagi penulis dalam menyempurnakan naskah berjudul Strategi Menghadapi
Peperangan Irreguler (Tinjauan Aksi Terorisme) demi terwujudnya nilai guna serta maksud
dan tujuan yang diharapkan.
20

Bandung, 27 Februari 2019


Perwira Siswa

Erlan Wijatmoko, S.H.


Mayor Arm Nosis 57001

Referensi : 1. Naskah Departemen Masalah Strategi BS Studi Kawasan Strategi SBS


Perkembangan Kawasan Nasional KEP Dikreg LVII Seskoad TA 2019.
2. Muhammad Darmawan, Muhammad Chasif, Muhammad Fahri akbar,
Globalisasi dalam perspektif Regional dan Global serta dampaknya bagi
HI, Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013
3. Brigjen TNI Alva A.G. Narande, S.AP.,Dipl.SS, Menghadapi Ancaman
Perang Hibrida : Determinasi Tantangan tugas TNI AD “To Win The Hearts
and Minds”, Jurnal Yudhagama, Edisi Juni 2013
4. Naskah Departemen Manajemen BS Strategi Pembangunan Hanneg
SBS Doktrin Pertahanan Negara DIkreg Seskoad
5. Ngasiman Djoyonegoro, Diplomasi kopi Panglima TNI dan Ancaman
Baru dunia pertahanan, Detiknews 2017,
6. Clay Wilson, Cyber Weapons : 4 defining Characteristics, GCN.com,
2015
7. Dimas Agustini, Penggunaan Use of Force : penerapan konsep
Deterrence oleh suatu aktor hubungan internasional dilihat dari jenisnya,
HI Fisipol Univ Budi Luhur 2014
8. Veronika yasinta, Serangan Siber Kacaukan Distribusi sejumlah surat
kabar, Kompas.com, 2018
9. ASPI, International Cyber Policy Center, Cyber Maturity in the Asia-
Pacific Region 2017.
10. Rafi Saumi Rustian, Apa itu social media, Univ Pasundan, 2012
11. Mastel, Hasil Survey Mastel tentang wabah Hoax nasional,
BKKBN.go.id 2017
12. Bernardus Palapessy, Syahroni, Jose Soares, Joao Martins,
Penyalahgunaan Media Sosial, Binus University, 2018
13. Singgih Soares, 7 media ini dituding berpihak dan tendensius,
Tempo.co 2014
21

14. Rochmanudin, bisakah media Independen dan netral saat pemilu


2019, IDN Times, 2018
15. Manik Sukoco, Netizen Indonesia, Angka Literasi dan Maraknya
Hoaks, Kompasiana, 2017
16. Fatimah Kartini Bohang, Berapa Jumlah Pengguna Internet Indonesia,
Kompas.Com, 2018
17. Tony Firman, Betapa Strategisnya Internet bagi Para Teroris, Tirto.Id,
2017
18. DPR Sahkan revisi UU terorisme Perppu tak lagi diperlukan, BBC
Indonesia 2018
19. Tentang BNPT, Bnpt.go.id, diakses melalui
https://www.bnpt.go.id/tentang-bnpt
20. Deradikalisasi, Ensiklopedia bebas, Wikipedia Indonesia, diupdate
pada 2017
21. Renald Ghifari, Ini kelemahan program Deradikasliasi BNPT menurut
eks napi teroris, Liputan 6, 2018

Anda mungkin juga menyukai