PRODUK PERORANGAN
PRODUK PERORANGAN
LEMBAR KEHORMATAN
Pendahuluan
Globalisasi merupakan sebuah kata yang dapat menyatukan dunia dalam aspek
ekonomi, budaya, politik dan lainnya. Adanya globalisasi ini tidak dapat dihindari
pengaruhnya karena tentunya sebagai sesuatu yang baru dan menandakan terjadinya
suatu perubahan di dunia ini. Globalisasi biasanya secara ringkas didefinisikan sebagai “the
extension of social relations over the globe” oleh Scholte1 dan juga dikutip Aleksius Jemadu
berupa suatu proses meningkatnya interdependensi antara aktor negara dan non-negara
pada skala global sehingga hubungan sosial dalam suatu masyarakat secara signifikan
dibentuk dan dipengaruhi dimensi hubungan sosial. Dari pernyataan tersebut maka jelas
adanya globalisasi dapat juga mempengaruhi aktor internasional sejak hadirnya, atau
bahkan aktor tersebut yang menciptakan suasana globalisasi itu sendiri. Globalisasi
memberikan manfaat positif bagi kehidupan sosial masyarakat dunia, dan disisi lain, tidak
sedikit pula efek negatif yang diberikannya. Dinamika perkembangan era globalisasi
dengan kemajuan pesat Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) telah membawa
lompatan kuantum babak baru peradaban dunia (the new world order). Dinamika tersebut
mengakibatkan perkembangan lingkungan strategis menjadi unpredictable, dengan bentuk
ancaman (shifting the nature of threat) berkarakteristik existential threat yang lebih bersifat
unik (blurring and blending). Ancaman ini melibatkan pihak yang tidak linear dengan negara
namun dapat berupa kelompok kecil menimbulkan konflik internal suatu negara.
Mempengaruhi segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ancaman global tersebut juga mempengaruhi perkembangan lingkungan strategis dari
kawasan. Karena ancaman global tidak pernah diskriminatif sifatnya, akan menyasar ke
1 Muhammad Darmawan, Muhammad Chasif, Muhammad Fahri akbar, Globalisasi dalam perspektif
Regional dan Global serta dampaknya bagi HI, Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013 melalui
https://www.academia.edu/24939047/Globalisasi_dalam_Perspektif_Regional_Global_dan_Nation_Stat
e_serta_Dampaknya_bagi_Hubungan_Internasional_Oleh_Muhammad_Darmawan_Ardiansyah_11121
13000007_Muchammad_Chasif_1112113000058_Muhammad_Fahri_Akbar_11121130000
pada 18 Feb 2019
2
seluruh kawasan di dunia ini. Kawasan Asia Pasifik sebagai salah satu dari beberapa
kawasan di dunia yang tidak dapat menghindar dari efek globalisasi tersebut. Selain masih
menyimpan sisa-sisa perang Dingin, khususnya sumber ancaman yang berasal dari bidang
militer, kawasan Asia Pasifik ini juga menyaksikan munculnya isu-isu baru yang sangat
potensial memberi dampak terhadap stabilitas dan keamanan kawasan.
Asia tenggara sebagai bagian dari Asia Pasifik selain Asia Timur dan Oceania,
tentunya akan mudah untuk terdampak dari ancaman global yang ada. Isu keamanan yang
bergejolak saat ini di kawasan Asia Tenggara dimulai dari isu keamanan Laut China
Selatan, Isu Konflik Semenanjung Korea, pesatnya jaringan terorisme khususnya FTF
(Foreign Terroris Fighters), keamanan perbatasan, penyelundupan senjata, People
Smuggling, dan bahkan Cyber Crime. Konflik tersebut dapat berasal dari faktor eksternal
negara Kawasan maupun internal negara kawasan. Akan menjadi berbeda apabila isu
konflik keamanan ini membenturkan antar negara kawasan Asia Tenggara. Prosesnya akan
sangat berbeda dalam penyelesaian. Isu konflik dari pengaruh eksternal salah satunya
adalah perkembangan konflik Indochina2 yang semakin hari semakin mengancam negara
kawasan Asia Tenggara. Negara Asia Tenggara yang berkonflik dengan negeri tirai bambu
tersebut adalah Filipina. Klaim sepihak China membuat geram negara lain termasuk
Filipina. Hal tersebut menyebabkan ketidak stabilan domestik politik di setiap negara
kawasan. Melihat fenomena hal tersebut, ASEAN sebagai organisasi kerjasama negara
Asia Tenggara membaca isu keamanan kawasan menjadi suatu isu yang membahayakan
bagi stabilitas kepentingan regional, yang berimbas pada kacaunya stabilitas kepentingan
nasional masing-masing negara. Sedangkan isu ancaman keamanan internal3 negara Asia
Tenggara bukan hal yang dapat dikesampingkan, mulai dari konflik Rohingya di Rakhine
State Mayanmar, Konflik Thailand selatan hingga aksi kelompok radikal Maute afiliasi
dengan ISIS di Marawi menjadi catatan buruk keamanan kawasan Asia Tenggara. Gesekan
konflik perbatasan juga masih sering ditemukan dalam internal negara kawasan ini.
Dengan adanya dilema ancaman yang memunculkan isu-isu keamanan kawasan di
atas mengubah haluan ASEAN untuk lebih intens dalam menangani isu keamanan
tersebut. Dasar awal pembentukan kerjasama Negara kawasan ASEAN ini menggunakan
prinsip Non-interference, namun bergulirnya waktu prinsip tersebut terlalu kaku sehingga
sulit untuk menangani permasalahan yang berhubungan dengan keamanan negara bahkan
2 Jurnal tentang Persepsi Ancaman di kawasan Asia tenggara : Peran ASEAN sebagai primary driving
force,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4f7fb269725bac1851b5b8b48c5c7c39.pdf
oada 12 Mar 2019
3 Zackary Abusa, 2017 : Tahun yang penuh gejola keamanan di Asia Tenggara. Berita Benar, 2017 diakses
melalui https://www.benarnews.org/indonesian/opini/opini-2017-12262017180743.html pada 12 Maret
2019
3
Hal ini dikarenakan ASEAN menghindari konflik antar negara. Padahal kerjasama
keamanan bilateral dianggap tidak cukup untuk menangani perningkatan interdependensi
regional dan lingkup ketidak pastian keamanan di Asia Tenggara. Hal ini lah yang
mendorong terbentuknya ASEAN Political Security Community untuk mempercepat
kerjasama politik dan keamanan di kawasan ASEAN. Dan untuk memperlancar dialog antar
negara dalam APSC memiliki badan sektoral berupa ASEAN Forum Regional4 sebagai
forum dialog Isu-isu politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk untuk
mendukung proses integrasi dan pembangunan masyarakat politik dan keamanan ASEAN.
ARF merupakan salah satu badan sektroal yang berada di bawah koordinasi Dewan
Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community) yang
merupakan forum dialog isu politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk
untuk mendukung proses integrasi dan pembangunan Masyarakat Politik dan Keamanan
ASEAN. Harapannya dengan adanya ARF permasalahan keamanan kawasan dapat
terwujud, melalui dialog dan komunikasi antara anggota dapat menumbuhkan kesepakatan
damai yang mampu mencegah terjadinya konflik. Dan harapan lain pun muncul dengan
stabilitas keamanan yang tinggi, negara-negara ASEAN mampu mewujudkan ASEAN
Security Community yang menyaingi negara kawasan lain. Namun dihadapkan pada salah
satu ancaman yang saat ini semakin memberikan mimpi buruk pada negara Kawasan Asia
Tenggara yakni adanya pengaruh radikalisme dan terorisme, perlu untuk dianalisa lebih
dalam tentang peran apa saja yang telah dilakukan dan memberikan hasil positif bagi
keamanan kawasan. Fenomena Global ISIS yang mengganggu stabilitas global tentunya
berpengaruh signifikan pada stabilitas negara-negara kawasan dan juga mengganggu
keamanan nasional negara-negara tersebut. JIka dihadapkan dengan apa yang terjadi di
lapangan, peran ARF masih dirasa belum optimal. Nama besar negara Mitra Wicara
ASEAN Amerika Serikat, Uni Eropa dan China masih mampu memberikan pengaruh besar
pada ARF. Peran mereka masih cukup sentral mengatur pencapaian tujuan dari forum
dialog ini. Sehingga banyak kalangan yang menilai peran ASEAN hanya sebagai fasilisator
pelaksanaan Forum Dialog tersebut. Belum lagi kewenangan ARF yang terbatas hanya
dijadikan sebagai sarana dialog menjadikan perannya tidak optimal dalam menjaga
perdamaian dan kedamaian di kawasan. Sehingga wajar bila beberapa kalangan masih
meragukan sumbangsih ARF dalam menjadi media terciptanya perdamaian kawasan yang
muaranya adalah perdamaian dunia yang berdasarkan rasa percaya masing-masing
anggota. Belum lagi wacana untuk menyatukan ASEAN dengan mewujudkan adanya
4
ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan salah satu badan sektoral yang berada di bawah koordinasi
Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), Setnas
ASEAN, Jakarta, diakses melalui http://setnas-asean.id/asean-regional-forum-arf pada 20 Feb 2019
4
ASEAN Community 2015 yang di dalamnya akan ada ASEAN Security Community (ASC),
ASEAN Economic Community (AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community menjadi suatu
pertanyaan besar, sudah siapkah negara-negara Asia Tenggara untuk mengikutinya
dengan fluktuatif ancaman yang semakin pelik. Dengan adanya latar belakang tersebut
maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah untuk dapat dikaji lebih teliti dalam tulisan
ini. Adapun identifikasi masalah yang penulis temui antara lain satu Bagaimana Sikap dan
Solusi negara-negara anggota ASEAN + (ARF) mengatasi ancaman terorisme kawasan.
Dua Faktor-faktor penghambat terbentuknya masyarakat keamanan ASEAN (ASEAN
security Community). Kedua permasalahan tersebut menitikberatkan pada peran ASEAN
dalam menghadapi ancaman di kawasan. Dengan demikian maka penulis mencoba
merumuskan masalahnya menjadi bagaimana Peran ASEAN (ARF) dalam menangani
dan menanggulangi ancaman terorisme di kawasan Asia Tenggara ?
Dihadapkan dengan fluktuatif nya ancaman di kawasan menjadi penting membahas
dan mengkaji lebih dalam mengenai peran ASEAN dalam ARF untuk menanganinya. Selain
itu juga penting membahas tentang kesiapan negara-negara Asia Tenggara dalam
menjalan ASEAN Community. Agar cara berpikir penulis melalui tulisan dapat dipahami
secara baik oleh pembaca, maka penulis mencoba memberikan gambaran dan lukisan
secara sistematis, faktual dan akurat melalui data dan fakta serta hubungan fenomenal
diantara permasalahan yang dibahas. Tulisan ini menggunakan metode analisis deskriptif
dengan studi kepustakaan.
Tulisan ini mengandung nilai guna bagi seluruh pembaca untuk dapat mengetahui
peran ASEAN melalui ARF dalam menjaga keamanan kawasan. Maksud dari tulisan ini
adalah memberikan gambaran kepada pembaca tentang peran ASEAN melalui ARF dalam
menjaga keamanan kawasan. Sedangkan tujuan dari tulisan ini sebagai sumbang saran
dan masukan kepada pemerintah khususnya dalam menentukan kebijakan dalam
kerjasamanya dalam ASEAN. Seperti yang diketahui bersama bahwa Indonesia memiliki
previllege tersendiri dalam organisasi tersebut. Ruang lingkup tulisan ini terdiri atas
pendahuluan, pembahasan dan penutup dimana tulisan ini dibatasi dengan pembahasan
peran ASEAN pada ARF dan terbentuknya ASC.
Pembahasan
ASEAN Regional Forum yang lebih dikenal dengan ARF bukanlah suatu bentuk
Aliansi dalam bidang keamanan, forum ini merupakan forum dialog antar negara anggota
untuk membahas dan memecahkan isu-isu keamanan di kawasan. Sedangkan aliansi
merupakan kerjasama keamanan yang bersifat formal atau bahkan Informal dari dua atau
5
lebih negara anggota. Munculnya ARF karena ketidakpastian lingkungan strategis pasca
perang Dingin. Kemudian setelah mengetahui identifikasi permasalahan maka langkah
selanjutnya dalam Metode Pemecahan Persoalan adalah mempersempit permasalahan
agar mudah untuk dianalisa lebih dalam oleh penulis. Proses penyempitan permasalahan
ini penulis menggunakan teori Kerlingher (1986) guna menghilangkan kerawanan-
kerawanan yang mungkin timbul. Teori ini digunakan untuk menganalisa dua poko
permasalahan yang telah diidentifikasi yaitu satu Sikap dan Solusi negara-negara anggota
ASEAN + (ARF) mengatasi ancaman kawasan dan dua Faktor-faktor penghambat
terbentuknya masyarakat keamanan ASEAN (ASEAN security Community.
Pembahasan pertama adalah mencari bentuk sikap dan solusi ARF dalam
mengatasi ancaman keamanan kawasan khususnya pada ancaman terorisme. Berbicara
mengenai solusi maka akan identik dengan mencari terlebih dahulu ancaman nyata pada
Terorisme bagi keamanan kawasan Asia Tenggara. Kemudian menghadapkannya pada
hasil dialog atau upaya ARF dalam memberikan kesadaran pada negara yang terancam
oleh aksi tersebut Untuk membahas lebih dalam, adapun data dan fakta yang telah
ditemukan oleh penulis antara lain adanya beberapa ancaman yaitu satu Aksi Terorisme
Indonesia. Peristiwa 9/11 bisa dianggap sebagai peristiwa yang mengubah sejarah. Sejak
9/11, pandangan dunia berubah terhadap terorisme, yang diidentikkan dengan dengan
salah satu agama, yaitu Islam. Hal itu disebabkan karena dalang dari 9/11 adalah kelompok
Islam Al Qaeda, pimpinan Osama Bin Laden. Indonesia sebagai negara berpenduduk
muslim terbesar di dunia, menjadi salah satu sasaran muncul paham teror yang
berdasarkan agama ini. Sejak setahun peristiwa 9/11 tersebut, berbagai aksi teror terjadi di
Indonesia mulai dari Bom bunuh diri di di Sari Club dan Paddy’s Cafe di Jalan Legian, Kuta,
Bali yang mengakibatkan 202 orang tewas, 164 orang warga asing dari 24 negara, dan 38
orang lainnya warga Indonesia, serta 209 orang mengalami luka-luka hingga terakhir terjadi
serangan teroris di Mapolda Riau, 16 Mei 2018 menandakan aksi ini masih tumbuh dan
berkembang dengan subur di salah satu negara Asia Tenggara yakni Indonesia. Bahkan
dari beberapa analisa pakar, terlah terjadi perubahan dan pengembangankelompok dan
jaringan terorisme yang ada di Indonesia. Hal ini terlihat pada medio 2002-2009 Rangkaian
aksi pengeboman di atas dilakukan oleh satu jaringan yang sama, yakni alumni jihad
Afghanistan dan anggota Jamaah Islamiyah. Fathur Rahman Al Ghozi, Zulkarnaen,
Hambali, Mukhlas, Ali Imron, Imam Samudra, dan Dr. Azahari adalah alumni perang
6
Afghanistan yang telah mendapatkan pendidikan militer dan strategi perang. Aksi-aksi
teroris JI selalu menargetkan target-target yang menjadi simbol Barat dan karena memiliki
pengalaman bertempur di berbagai negara, serangan JI sangat mematikan karena mampu
merakit bom dengan daya ledak yang luar biasa tinggi. Aksi tersebut mulai meredup ketika
para dedengkot jaringan tertangkap dan mati ditangan para penegak hukum. Melemahnya
aksi bukan berarti mengakhiri aksi terorisme di Indonesia. Tercatat sepanjang tahun 2011
saja terjadi tiga serangan teroris di berbagai daerah, antara lain di Jakarta, Cirebon dan
Solo serta Poso. Namun, terorisme yang terjadi pada tahun 2010 hingga 2018 berbeda dari
aksi-aksi terorisme pada tahun 2000 hingga 20095. Perbedaan ini dilihat dari sasaran-
sasaran terorisme yang terjadi tahun 2010 hingga 2018 yang merupakan masyarakat sipil
dan aparat penegak hukum khususnya Polisi tentunya sasaran teror pada medio ini
berbeda dengan medio sebelumnya yang mengarah pada aksi ke sasaran bersimbol barat.
Hal inilah yang menunjukkan adanya pergeseran orientasi pada gerakan terorisme dengan
tetap mengusung justifikasi agama dengan cara pandang makna “Jihad” yang salah.
Pergeseran yang dimaksud adalah mulai ditinggalkannya tanzhim atau organisasi sebagai
wadah gerakan dengan mulai munculnya terorisme individu atau Lone Wolf Terrorism.
Merebaknya paham takfiri (mengkafirkan orang lain) yang didukung dengan munculnya
simpatisan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia, justru tidak membuat gerakan
teror mendapat banyak dukungan dari kalangan kelompok pergerakan Islam (NU dan
Muhammadiyah misalnya) di Indonesia. Akibatnya, aksi-aksi terorisme yang terjadi di
Indonesia mengalami perubahan menjadi sporadis, tidak jelas, dan berbeda dari periode
sebelumnya dari segi jumlah dan intensitas serangan teror, modus operandi, sasaran aksi
teror, dan pelaku-pelaku yang terlibat dalam kancah gerakan terorisme. Dengan demikian
melalui peran ASEAN tentunya dapat bersama-sama menyelesaikan isu keamanan ini,
karena ancaman terorisme di salah satu negara maka akan mengancama pada negara
anggota kawasan yang lain.
Dua Paham Radikalisme dan Terorisme di Filipina. Filipina sebagai negarai
kawasan Asia Tenggara serta masuk ke dalam Indo-Pasifik merupakan negara kepulauan
yang terletak di barat Samudera Pasifik, berpenduduk 90 juta jiwa dimana 12 juta jiwa
penduduknya adalah beragama Islam. Medio 1450-1515, di Filipina memiliki 2 basis daerah
berpenduduk muslim yakni P. Sulu dan Mindanao. Timbulnya konflik sudah hampir 6
5 Irsad Ade Irawan, Pergeseran orientasi terorisme di Indonesia 2000-2018, Kumparan, 2018 diakses
melalui https://kumparan.com/erucakra-garuda-nusantara/pergeseran-orientasi-terorisme-di-indonesia-
2000-2018 pada 12 Maret 2019.
7
dekade ini membuat perseteruan pemerintah dan Suku Moro6 di Mindanau menjadi konflik
yang berkepanjangan sejak merdekanya Filipina dari Amerika Serikat. Sebelum adanya
kelompok Maute yang berafiliasi ISIS, berdasarkan sejarah, organisasi Islam radikal di Moro
atau Mindanau Filipina Selatan sudah ada 3 organisasi, MNLF (Moro National Liberation
Front) adalah organisasi Islam yang bertujuan untuk kemerdekaan sendiri (self-
determination), MILF sebagai kelompok pecahan dari MNLF yang memisahkan diri dari
MNLF pada tahun 1977 akan tetapi baru resmi didirikan pada tahun 1984 dan terakhir
adalah kelompok Abu Sayef yang didirikan pada tahun 1991. Initinya ketiga organisasi yang
berada di Mindanao Filipina Selatan bertujuan untuk membebaskan masyarakat Moro dari
pemerintah pusat Filipina. Setelah Presiden Rodrigo Duete dilantik menjadi Presiden
Filipina, adanya konflik berkepanjangan ini ditambah dengan adanya satu kelompok lain
yang menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan Filipina. Kelompok radikal islam baru
tersebut menamai dirinya sebagai Khilafah Islamiyah Movement (KIM) atau dikenal dengan
Dawla Al Islamiyah, yang lebih populer dengan sebutan kelompok Maute. Adanya hal ini
menunjukkan konflik kelompok radikal ini belum berakhir di Filipina bahkan lebih parah
dengan beafiliasi kelompok Maute pada gerakan Radikal ISIS di Suriah. Dengan jelas
pertempuran merebutkan Marawi berkecamuk sejak 23 Mei 2017, Kelompok Maute
bekerjasama dengan Isnilon Hapilon, tokoh pimpinan kelompok Abu Sayyaf yang dipercaya
sebagai pimpinan utama ISIS di Filipina. Hal ini menjadi hambatan bagi militer Filipina untuk
menciptakan kedamaian dan stabilitas keamanan di Filipina Selatan, belum lagi adanya
jaring kelompok terorisme ini akan menjadi ancaman keamanan regional. Ancaman
kelompok maute ini telah menguras militer Filipina karena serangannya di Marawi selama
lima bulan membuat ribuan orang mengungsi, lebih dari 520 anggota kelompok Maute yang
tewas dan tercatat 122 prajurit Filipina yang gugur di medan pertempuran. Upaya-upaya
represif dan menekan dari pihak militer Filipina ini dibantu dengan dukungan dari AS 7
berhasil menghancurkan kepemimpinan Maute, namun belum mampu menghancurkan
paham yang keliru dalam menelanjangi makna Jihad sesungguhnya. Ancaman terorisme
ini tidak hanya menyerang Filipina. Ini dapat menyerang juga ke negara-negara lain di
kawasan Asia Tenggara, sehingga perlu adanya pertimbangan bagi ASEAN dalam
menangani konflik tersebut.
6 Hanna Azrya Samosir, Mengurai Akar Konflik Filipina, dari separatis hingga ISIS, CNN Indonesia, 2016
diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160112104302-106-103678/mengurai-
akar-konflik-filipina-dari-separatis-hingga-isis 19 Feb 2019
7 Rita Uli Hutapea, atas permintaan Filipina, Pasukan AS bantu rebut Marawi, detiksnews, 2017 diakses
melalui https://news.detik.com/internasional/d-3526381/atas-permintaan-filipina-pasukan-as-bantu-
rebut-kembali-marawi 19 Feb 2019
8
di bidang politik8 seperti Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace,
Freedom, and Neutrality Declaration/ ZOPFAN) yang ditandatangani tahun 1971.
Kemudian, pada tahun 1976 lima negara anggota ASEAN itu juga menyepakati Traktat
Persahabatan dan Kerja Sama (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia/ TAC)
yang menjadi landasan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara
damai. Cita-cita tersebut kemudian dipertegas dengan kesepakatan Bali Concord I tahun
1976. Dalam Bali Concord I itu, para Pemimpin ASEAN menyepakati Program Aksi yang
mencakup kerja sama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan penerangan,
keamanan, dan peningkatan mekanisme ASEAN. Kesepakatan tersebut menandai tahapan
penting bagi kerangka kerja sama ASEAN. Tekad dan upaya keras ASEAN dengan payung
Bali Concord I telah berhasil menjaga perdamaian dan stabilitas serta peningkatan
kesejahteraan di kawasan.
Adanya hal tersebut yang menjadi dasar terebentuknya forum dialog yang dapat
memfasilitasi penyelesaian konflik dan isu keamanan lainnya. Forum ini dikenal dengan
ASEAN Regional Forum. ASEAN Regional Forum (ARF)9 merupakan salah satu badan
sektoral yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan
ASEAN (ASEAN Political-Security Community). ARF adalah forum dialog isu-isu politik dan
keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk untuk mendukung proses integrasi dan
pembangunan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN. Tujuan dari ARF antara lain
Mendorong dialog dan konsultasi yang konstruktif atas isu-isu politik dan keamanan yang
menjadi perhatian bersama di kawasan; emberikan kontribusi nyata bagi upaya-upaya
pembangunan rasa saling percaya (confidence-building) dan diplomasi preventif
(preventive diplomacy) di kawasan Asia Pasifik; dan mendorong kerjasama yang dapat
menumbuhkembangkan budaya damai, toleransi, saling memahami dan beradab. ARF
diharapkan dapat mendukung upaya penciptaan lingkungan yang kondusif bagi
pembangunan yang berkelanjutan dan bagi kemajuan lainnya yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Saat ini Peserta ARF berasal dari 26 negara dan 1 entitas Uni Eropa
(total 27), terdiri dari sepuluh negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja,
Indonesia, Laos, Myanmar, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam), sepuluh
Mitra Wicara ASEAN (Amerika Serikat, Australia, Kanada, RRT, India, Jepang, Selandia
Baru, Rusia, Korea Selatan, dan Uni Eropa), dan 7 negara lain di kawasan (Bangladesh,
8
Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan ASEAN, Kemlu, 2015 diakses melalui
https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Sejarah-dan-Latar-Pembentukan-ASEAN.aspx pada
13 Maret 2019
9
ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan salah satu badan sektoral yang berada di bawah koordinasi
Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN (ASEAN Political-Security Community), Setnas ASEAN
Indonesia diakses melalui http://setnas-asean.id/asean-regional-forum-arf pada 13 Maret 2019.
10
Korea Utara, Mongolia, Pakistan, Papua Nugini, Sri Lanka, Timor Leste). Penyebutan
keanggotaan dalam ARF adalah peserta (participant). Disebut sebagai Participant karena
forum ini sekedar forum dialog guna memecahkan permasalahan atau isu keamanan
kawasan. Tidak ada upaya lebih untuk mencampuri urusan keamanan dengan kekuatan
bersenjata lebih ke arah penyelesaian damai untuk menghadapi isu tersebut.
Jika dihadapkan kembali dengan isu keamanan yang masih terus berkembang
dimana solusi forum dialog telah dilaksanakan, maka hal tersebut mengidentikkan belum
optimalnya hasil dialog yang dilakukan. Bahkan ilustrasi adanya negara besar di belakang
ARF memunculkan anggapan negara lain di luar ARF bahwa ASEAN tidak akan bekerja
secara mandiri. Pengaruh Poltik kedua negara akan terus membayangi dan mempengaruhi.
Hal ini yang menimbulkan permasalahan yang perlu dikaji lebih dalam, guna mencari solusi
utamanya anggapan negara-negara tersebut tentang peran sentral ARF dalam
penyelesaian isu keamanan kawasan. Sebelum mengetahui langkah ARF secara spesifik
tentunya akan berkaca pada peran ASEAN dalam fokus penyelesaian aksi terorisme secara
keseluruhan.
Pertama Sejarah ASEAN Regional Forum (ARF). Pembentukan ASEAN Regional
Forum (ARF). Dasar awal pembentukan kerjasama Negara kawasan ASEAN ini
menggunakan prinsip Non-interference, namun bergulirnya waktu prinsip tersebut terlalu
kaku sehingga sulit untuk menangani permasalahan yang berhubungan dengan keamanan
negara bahkan Hal ini dikarenakan ASEAN menghindari konflik antar negara. Padahal
kerjasama keamanan bilateral dianggap tidak cukup untuk menangani perningkatan
interdependensi regional dan lingkup ketidak pastian keamanan di Asia Tenggara. Adanya
kondisi tersebutlah yang menjadi cikal bakal terwujudnya ARF sebagai bentuk kerjasama
multilateral beberapa motivasi keamanan. Kemudian motivasi lain yag menguatkan ASEAN
dalam membentuk ARF adalah keinginan anggotanya untuk lepas dari ikatan
ketergantungan terhadap negara China, Jepang dan Amerika. ARF merupakan salah satu
badan sektroal yang berada di bawah koordinasi Dewan Masyarakat Politik dan Keamanan
ASEAN (ASEAN Political-Security Community)10 yang merupakan forum dialog isu politik
dan keamanan di kawasan Asia Pasifik yang dibentuk untuk mendukung proses integrasi
dan pembangunan Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN. Dan saat ini forum ini terdiri
atas 26 Negara dan 1 Entitas Eropa dimana negara tersebut berasal dari Negara anggota
ASEAN, Mitra Wicara ASEAN dan negara lain yang berada di kawasan Asia Pasifik.
Adapun Area prioritas kerjasama ARF dibahas dalam 4 bidang besar yaitu satu
Penanggulangan bencana (disaster relief); dua Kontra-terorisme dan kejahatan lintas
10 Ibid
11
terorisme yang terkait dengan hal-hal seperti pasca ledakan forensik dan investigasi,
pelatihan cepat tanggap tim, keamanan perbatasan perangkat lunak, deteksi dari penipuan
dan dokumentasi teroris pemegatan program.
Dengan penjelasan di atas maka tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa saat ini
ASEAN sedang concern terhadap isu keamanan terorisme yang menggerogoti kestabilan
suatu keamanan baik keamanan regional atau bahkan global. Sehingga upaya-upaya
ASEAN sebagai bentuk inisiasi penanganannya karena seperti diketahui jaringan
internasional terorisme saat ini sudah menyebar hingga ke kawasan Asia Tenggara. Salah
satu forum kerjasama ASEAN yang saat ini fokus menangani hal tersebut adalah ARF.
Dengan adanya penjelasan tersebut maka telah menjawab bahwa peran ARF sebagai
forum diskusi multilateral antara negara ASEAN dan negara yang berkompeten lainnya
sudah optimal dalam menjawab permasalahan yang ada. Namun dengan masih maraknya
aksi terorisme hingga saat ini maka proses penyelesaian ini ARF dirasa masih belum
optimal dari sisi action. Planning dan dialog bukan solusi yang berperan signifikan dari
penyelesaian suatu konflik. Batasan peran ARF ini lah yang menjadi kendala, karena ARF
saat ini masih menggunakan prinsip Non Interference dalam membahas suatu
penyelesaian konflik. Sehingga menurut analisa penulis sangat perlu untuk mengubah
prinsip Non-interference menjadi pendekatan proactive engagement11 guna lebih
mengoptimalkan penyelesaian suatu konflik keamanan kawasan. Hal tersebut hingga saat
ini masih dipertimbangkan oleh ASEAN sebagai organisasi induk dari ARF demi
mengoptimalkan peran ASEAN di forum dunia.
ASEAN Security Community merupakan salah satu dari Pilar utama ASEAN yang
menopang pembangunan ASEAN ke depannya. ASC ini mempromosikan bentuk kerja
sama yang lebih luas di dalam bidang politik serta keamanan di kawasan Asia Tenggara
yang tiak hanya terpaku aliansi militer, pakta kesepakatan atas keamanan, ataupun
perjanjian politik mapun keamanan semata. ASC juga berkomitmen untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan di dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya. Didalam
usaha mewujudkan hal tersebut ASC memiliki 6 aspek untuk mengeksplorasi yaitu
Pembangunan politik, membentuk dan membagi norma, pencegahan konflik, resolusi
11 Dinar Rizki Muliatama, Peran ASEAN dalam LCS : ARF menangani LCS, Univ AL Azhar, 2016 melalui
ihttps://www.academia.edu/28296124/Peran_ASEAN_dalam_Laut_China_Selatan_ARF_dalam_menan
gani_LCS pada 15 Maret 2019.
13
konflik, penciptaan perdamaian pasca konflik dan mekanisme penerapannya. ASC ini
sebagai sempalan dari ASEAN Community yang mendukung tercapainya tujuan para
pendiri ASEAN yaitu peningkatan taraf hidup rakyat ASEAN yang tercermin dari
perkembangan social ekonomi ASEAN, terciptanya perdamaian dan keamanan di ASEAN
dan meningkatnya standar kehidupan penduduk ASEAN. Namun pencapaian ASEAN
Community sebagai tujuan akhir dari ASEAN Security Communty mengalami kendala dan
hambatan. Ada mosi tidak percaya dari para pengamat hal tersebut dapat terwujud
khususnya pada bidang penyelesaian isu keamanan di kawasan tentunya hubungannya
pada kondisi negara-negara anggota.
Melihat kondisi tersebut, penulis mencoba mencari data dan fakta yang
memberatkan terwujudnya cita-cita ASEAN menjadi salah satu negara kawasan yang
mampu menandingi Uni Eropa. Satu masih adanya krisis dan konflik internal negara-negara
Anggota ASEAN12. Karena adanya prinsi Non-interference maka kecenderungan untuk
mendiamkan konflik atau tidak ingin mencampuri konflik antar negara anggota menjadi
tinggi. Seperti yang kita ketahui bahwa di antara negara-negara kawasan ini masih
ditemukan konflik internal yang bertaraf internasional dan membutuhkan peran ASEAN
dalam penanganannya. Sebagai contoh adanya krisis Muslim Rohingya di Rakhine State
Myanmar, sampai sejahu ini ASEAN tidak berupaya membangun opini atau tindakan dalam
menyelesaikan konflik. Anggaran dasar ASEAN tersebut yang memberlakukan prinsip Non-
interference membuat langkah ASEAN praktis terganggu karena tidak adanya kemampuan
dalam menyikapi isu tersebut. Kegagalan dalam mengurus konflik internal meragukan
pencapaian ASEAN Community yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Security
Communty. Dua Negara-negara anggota ASEAN memiliki sistem politik yang tidak selaras,
kontradiksi dan keragaman agama, etnis, Bahasa serta sejarah yang selalu membayangi
consensus anggota terkait isu. ASEAN yang terdiri dari sepuluh anggota ada pemerintahan
dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Malaysia dan Indonesia, pemerintahan Budha
seperti Myanmar, junta militer seperti Vietman, pemerintahan kapitalis seperti Singapura,
pemerintahan yang sepenuhnya bergantuh dan berafiliasi dengan pihak luar seperti Filipina
serta pemerintahan monarki dan republik. Oleh karena itu, setiap sistem pemeritnahan ini
mengejar keragaman hubungan luar negeri dan regionalnya demi kelanggengannya.
Sementara itu, Singapura sangat dekat dengan Amerika Serikat, namun Malaysia dan
Indonesia menekankan kerja sama regional khususnya untuk menjamin keamanan Selat
Malaka. Perbedaan cara pandang ini membuat terkadang keputusan yang diambil masih
sangat mudah dipengaruhi oleh negara-negara di luar ASEAN. Hai ini mempertanyakan
12 Asia Jakarta, Krisis internal dan kegagalan ASEAN, Pars Today, 2018 diakses melalui
http://parstoday.com/id/radio/world-i54426-krisis_internal_dan_kegagalan_asean pada 12 Maret 2019
14
kemandirian ASEAN jika kelak menyatu menjadi satu bentuk kerjasama yang kuat. Tiga
penyelesaian konflik dari isu keamanan yang masih rendah jauh dari sempurna. Menurut
mantan diplomat senior Indonesia Wiryono Sastrohandoyo13 menyatakan bahwa konsep-
konsep ASEAN sudah cukup baik, namun lemah dalam implementasi. Dalam implementasi
penyelesaian konflik, ASEAN cenderung avoidance the conflict (menghindari konflik) tidak
solving the conflict (memecahkan permasalahan). Prinsip menghindari konflik ini dikaitkan
pada prinsip ASEAN yang tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri anggotanya.
Sehingga dialog yang dilakukan hanya bersifat saran untuk sama-sama menghargai satu
dengan yang lain agar meletusnya konflik dapat dicegah. Kondisi ini hanya menyimpan
konflik tanpa upaya pemecahannya, ibarat api dalam sekam suatu saat akan membakar
sekam hingga habis.
Setelah mengetahui kondisi data dan fakta di atas, selanjutnya penulis akan
mencoba menghadapkannya pada beberapa teori dan konsep yang sesuai. Satu konsep
National Interest. National Interest atau kepentingan nasional adalah tujuan-tujuan yang
ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan negara bangsa atau sehubungan dengan hal
yang dicita-citakan. Yang paling utama kepentingan atau kebutuhan masing-masing negara
adalah adanya keamanan di dalam wilayah negaranya yang mencakup kelangsungan
hidup rakyat dan keutuhan wilayah negaranya. Oleh Rudy (2002 : 116) menjelaskan bahwa
kepentingan nasional diidentikkan pada tujuan nasional. Sedangkan menurut Morgenthau
Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi dan
mempertahankan identitas fisik, politik dan kultur dari gangguan negara lain. Hal ini lah yang
menginisiasi berdirinya ASEAN Community untuk bersama-sama membangun kawasan
yang aman bagi seluruh negara anggota ASEAN. Namun yang terjadi, dengan beragamnya
politik negara anggota, membedakan pula kepentingan nasional masing-masing negara
kawasan. Dua Konsep Security dillema. Secara konseptual, konsep ini menunjukkan
adanya upaya untuk memelihara keamanan negara sendiri dengan mengambil langkah
yang berdampak pada pengurangan keamanan negara lainnya. Definisi seurty dilemma
dijelaskan oleh Robert Jarvis “many of the means by which a state trie to increas its security
decrease the security of others”. Konsep ini menunjukkan adanya kecurigaan yang tinggi
pada pihak lain, sehingga lebih mengutamakan keamanan sendiri. Hal ini lah yang
menggambarkan bahwa dalam kerjasama antar negara tidaklah murni mendukung
kesepakatan kerjasama. Kepentingan pribadi akan lebih diunggulkan dalam
pelaksanaannya. Pengaruh konsep ini bagi melemahnya pencapaian ASC terlihat adanya
13 Masihkah ASEAN memiliki efektifitas, BBC News Indonesia, 2011 diakses melalui
https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2011/05/110505_asean_efektivitas pada 12 Maret 2019
15
Penutup
ASEAN. Saran yang kami ajukan kepada pemerintah melalui kementerian luar negeri
mampu memberikan pengaruh pada ASEAN untuk mengubah prinsip Non Interference
tentunya dengan tetap berdasar pada sikap saling menghargai antar anggota ASEAN.
Karena dihadapkan dengan isu keamanan regional saat ini, peran ASEAN dalam
penyelesaian konflik akan dipandang sebelah mata. Pengaruh negara maju akan selalu
membayangi ASEAN sebagai kerjasama negara kawasan yang sudah lama berdiri. Peran
previllege Indonesia harus mampu memberi warna positif bagi ASEAN demi tercapainya
cita-cita yang sesuai dengan anggaran dasar berdirinya ASEAN.
Akhir kata tentunya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kelemahan yang dituangkan dalam naskah tulisan ini. Sehingga masukan dan saran dari
para pembaca sangatlah berarti bagi penulis dalam menyempurnakan naskah berjudul
PERAN ASEAN DALAM MENANGANI DAN MENANGGULANGI ANCAMAN DI
KAWASAN ASIA TENGGARA demi terwujudnya nilai guna serta maksud dan tujuan yang
diharapkan.