Kawasan Asia Timur merupakan kawasan yang cukup rawan terjadi nya perebutan
pengaruh geopolitik atau disebut juga sebagai The Grand Chessboard for Geopolitical
Struggles. Kawasan ini menjadi wadah bagi beberapa kekuatan regional seperti Jepang dan
China serta menjadi tempat penyebaran pengaruh kekuatan global seperti Amerika Serikat. Saat
ini, Jepang dan China menjadi dua kekuatan regional di Asia Timur yang berpotensi besar untuk
menjadi pendorong bagi terbentuknya institusi regional di kawasan tersebut. Dalam hal ini,
Jepang mengusulkan untuk mendirikan East Asian Community (EAC) yang memiliki tujuan
untuk menciptakan komunitas berdasarkan nilai-nilai universal dan sifat keanggotaan tertentu.
Menanggapi hal tersebut, China membentuk Free Trade Area (FTA) dengan negara-negara
ASEAN pada pertemuan ASEAN Plus Three (APT) pada tahun 2002 melalui Sino-ASEAN
Framework Protocol on Overall Economic Cooperation yang mulai direalisasikan pada tahun
2010 (Veronica, 2014).
Kawasan Asia Timur sampai saat ini dapat dibilang masih tidak kondusif, konfrontasi
yang terjadi di Semenanjung Korea, dan Jepang yang memilih untuk tetap menjadi mitra
keamanan Amerika Serikat semakin menambah kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur.
Posisi China juga menjadi lebih bebas untuk melakukan kegiatan politik keamanannya dan
peningkatan kekuatan militer China dianggap semakin menambah kompleksitas keamanan
kawasan Asia Timur. Pada tahun 2018, anggaran belanja pertahanan China sudah menyentuh
angka sekitar $174 milyar, yang berarti terjadi peningkatan 8,1 % dari tahun 2017. Peningkatan
ini merupakan bentuk kebangkitan China untuk merespon ketegangan di kawasan Asia Timur
dan Laut China Selatan. (Al Syahrin, 2018).
Menurut teori Realisme, terdapat beberapa asumsi utama yang mendasari hubungan
antara satu negara dengan negara lain. Salah satu asumsi tersebut adalah negara, yaitu sebagai
aktor utama dan terpenting dalam sistem internasional yang anarki, serta senantiasa
mengedepankan kepentingan nasional. Realisme beranggapan bahwa negara sebagai aktor yang
rasional dan tunggal yang dapat memperhitungkan Cost and Benefit dari setiap tindakannya
untuk menjamin keamanan nasional. Fokus dari pandangan ini adalah Struggle of Power. Dalam
pandangan tersebut, hubungan antara Jepang dan China selalu didasari oleh kepentingan
nasional masing-masing, khususnya perluasan pengaruh dalam rangka memperoleh power di
kawasan Asia Timur (Veronica, 2014). Sedangkan dalam bidang ekonomi, Realisme
beranggapan bahwa proses menuju kemajuan ekonomi dapat menimbulkan terjadinya konflik
REFERENSI
Al Syahrin, M, Najeri. (2018). Keamanan Asia Timur: Realitas, Kompleksitas, dan Rivalitas.
Komojoyo Press.
Buzan, B., & Wæver, Ole. (2003). Regions and Powers The Structure of International Security.
Cambridge: Cambridge University Press, hal 45- 46.
Saputro, Pradono B. (2015). Strategi Counterbalance Jepang di Tengah Persaingan
Kepemimpinan dengan China dalam Konteks Wacana Regionalisme Asia Timur. Journal
Polinter, 1(2), 2460-0903. https://doi.org/10.52447/polinter.v1i2.102
Veronica, Nuri W. (2014). Rivalitas China dan Jepang dalam Institusi Regional Asia Timur.
Journal Politik Internasional, 16(1), 2579-8251. https://doi.org/10.7454/global.v16i1.9
Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Indonesian International Relations Study Center
(IIRS-Center) berhak menyimpan, alih media/format, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan karya ilmiah dan video saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.