Anda di halaman 1dari 7

Tugas Makalah Mata Kuliah Teori Keamanan Internasional

Stabilitas ASEAN dilihat dari Regional Security Complex Theory


pada aspek Balance of Power

Disusun oleh:
Genta Maulana Mansyur (1406618833)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Indonesia
Depok
2016

1
Stabilitas ASEAN dilihat dari Regional Security Complex Theory pada aspek Balance of Power

ASEAN atau Association of Southheast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia
tenggara merupakan sebuah institusi regional negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Sejak awal
mula ASEAN pertama kali didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, ASEAN
menunjukkan suatu kecenderungan yang memperlihatkan kestabilan wilayah khususnya dalam hal
keamanan dari pergerakan militer kawasan per negara yang relatif kecil1. Kecenderungan tersebut
dinilai oleh berbagai ahli keamanan sebagai pengejawantahan dari prinsip dan tujuan
pembentukannya. Adapun pembentukan ASEAN berdasarkan pada prinsip-prinsip utama, yakni2:
1. Saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, intergritas wilayah nasional, dan
identitas nasional setiap negara.
2. Mengakui hak setiap bangsa untuk penghidupan nasional yang bebas dari campur tangan luar,
subversif, dan intervensi dari luar.
3. Tidak saling turut campur urusan dalam negeri masing-masing.
4. Penyelesaian perbedaan atau pertengkaran dan persengketaan secara damai.
5. Tidak menggunakan ancaman (menolak penggunaan kekuatan) militer, dan
6. Menjalankan kerjasama secara efektif antara anggota.
Selain itu, Tujuan pembentukan ASEAN adalah untuk3:
1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di
kawasan ASEAN melalui usaha bersama dalam kesamaan dan persahabatan untuk
memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-bangsa ASEAN yang sejahtera dan damai.
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional ASEAN dengan jalan menghormati keadilan
dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi
prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
3. Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu di dalam masalah-masalah
kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi sesama anggota ASEAN.
4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian dalam bidang
pendidikan, profesional, teknik, dan administrasi.

1
Stubbs, Richard. "Subregional Security Cooperation in ASEAN: Military and Economic Imperatives and Political
Obstacles." Asian Survey 32, no. 5 (1992): 397-410.
2
Solidum, Estrella D. The politics of ASEAN: an introduction to Southeast Asian regionalism. Marshall Cavendish
International, 2003.
3
Gondomono, Ananta. ASEAN dan tantangan satu Asia Tenggara. Centre for Strategic and International
Studies, 1997.

2
5. Bekerja sama dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri
mereka, perluasan perdagangan komoditas internasional, perbaikan sarana-sarana
pengangkutan dan komunikasi, serta peningkatan taraf hidup rakyat mereka.
6. Memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasi-organisasi internasional dan
regional yang ada, dan menjajaki segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara lebih
erat di antara mereka sendiri.
Banyak scholar yang menganggap kestabilan ASEAN tidak semata karena terdapat asas
pembentukan dan tujuan pembentukan yang telah disebutkan di atas, tetapi terdapat berbagai fator
lain yang dapat dijelaskan oleh teori keamanan tertentu, khususnya yang berhubungan dengan
keamanan regional4. Anggapan tersebut merupakan yang melatarbelakangi penulis menganalisis apa
faktor penstabil kawasan ASEAN di lihat dari sebuah teori yang dikemukakan oleh ilmuan kajian
keamanan internasional mazhab Copenhagen School, Bary Buzan dan Ole Waever dalam karya tulis
mereka “Regions and Powers: The Structure of International Security”. Analisis dilakukan pada aspek
Balance of Power kawasan karena dinilai sebagai tolak ukur stabilitas kawasan yang dimaksudkan.
Balance of Power sendiri merupakan konsep dalam perspektif Realisme Hubungan Internasional.

Pernyataan Penelitian

Dalam makalah ini, penulis mengajukan sebuah pertanyaan penelitian, Apa yang
menyebabkan kawasan ASEAN sebagai sebuah region relatif stabil?. Pertanyaan penelitian tersebut
akan dibahas menggunakan teori Regional Security Complex Theory dari Copenhagen School of
Security Studies.

Argumentasi Utama

Makalah ini berargumen bahwa penyebab stabilitas kawasan ASEAN, merujuk pada teori
Regional Security Complex Theory yaitu bahwa tekanan security wilayah sangat bersifat
interdependent (saling berkegantungan) pada interaksi antar aktor intra-region itu sendiri, bukan
disebabkan oleh pihak di luar region; keamanan terpusat dalam region yang terbentuk secara
geografis.

Pembabakan Penulisan

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan bagaimana pembabakan alur logis makalah ini.
Pertama, penulis akan menjelaskan latar belakang mengapa penulis ingin mengangkat studi kasus

4
Acharya, Amitav. Constructing a security community in Southeast Asia: ASEAN and the problem of regional
order. Routledge, 2014.

3
wilayah ASEAN, selanjutnya dijelaskan apa pertanyan penelitian yang ingin penulis jawab di akhir
bagian karya tulis, apa argumentasi utama penulis untuk mempermudah flow pemahaman makalah,
pembabakan penulisan untuk mengetahui pembabakan alur logis makalah, yang dilanjutkan dengan
rujukan teoritik untuk mengetahui apa saja landasan teori yang penulis gunakan dalam upaya
menganalisis studi kasus, analisis data yang mencakup analisis studi kasus dengan menggunakan teori
yang digunakan, yang kemudian diakhiri oleh kesimpulan makalah dan ditutup dengan daftar pustaka
untuk mengetahui apa saja bahan bacan yang menjadi rujukan ilmiah makalah ini.

Rujukan Teoritik

Makalah ini akan menggunakan teori Regional Security Complex Theory dalam menganalisis
studi kasus stabilitas ASEAN pada aspek Balance of Power. Pemilihan teori ini dipilih karena dinilai
dapat menjelaskan penyebab stablitias ASEAN dengan baik, khususnya dalam kaitannya membahas
balance of power yang terjadi di dalamnya.

1. Regional Security Complex Theory (RSCT)5. RSCT merupakan teori keamanan regional yang
dikembangkan oleh barry Buzan dam Ole Waever dalam karya tulis mereka “Regions and Powers: The
Structure of International Security”. Teori ini merupakan salah satu teori keamanan yang bernaung di
bawah payung mazhab Copenhagen School of Security Studies yaitu mazhab studi keamanan
Internasional yang berfokus pada aspek-aspek sosial dari keamanan. Mazhab ini berfokus pada tiga
teori utama: sektor, kompleks keamanan kawasan, dan sekuritisasi. Konsep RSTC menjelaskan
bagaimana keamanan dibagi berdasarkan regional geografis: 1. Concern keamanan tidak berjalan jauh
dari aktor, maka dari itu ancaman justru lebih mungkin muncul dari region; 2. Keamanan setiap aktor
dalam region berinteraksi dengan keamanan aktor lain. Seringkali terdapat interdependensi
keamanan yang intens dalam satu region namun tidak antar region, yang kemudian menjelaskan
keamanan regional dapat diteorisasikan. Region seharusnya dilihat sebagai sistem mini di mana semua
teori dan konsep utama Hubungan Internasional dapat diaplikasikan, seperti balance of power,
polarity, interdependency, alliance system, dan lainnya.

2. Konsep Balance of Power dalam Realisme6. Realisme adalah sebuah paradigma dalam hubungan
internasional yang muncul pada tahun 1930an. Realisme sendiri muncul atas pandangan terhadap
terjadinya Perang Dunia I. Realisme menganggap bahwa negara adalah aktor utama dalam hubungan
internasional. Dalam realisme terdapat beberapa konsep-konsep kunci salah satunya adalah konsep

5
Buzan, Barry, and Ole Waever. Regions and powers: the structure of international security. Vol. 91. Cambridge
University Press, 2003.
6
Waltz, Kenneth. "Theory of international relations." Reading, Mass.: Addison-Webley (1979): 111-114.

4
Balance of Power. Konsep ini merupakan perluasan dari konsep power. Balance of power sendiri
merupakan suatu konsep yang menginginkan perimbangan kekuatan di antara kekuatan-kekuatan
utama aktor hubungan internasional. Dalam pandangan kaum realis, perang terjadi karena dunia tidak
seimbang dalam aspek power. Karena pada dasarnya manusia itu buruk, setiap negara memiliki hasrat
untuk menguasai negara lainnya. Dengan hal ini, untuk menguasai negara lain maka suatu negara yang
memiliki power yang kuat akan menyerang negara yang dituju sehingga menimbulkan konflik dan
peperangan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keamanan di dunia. Jika hal ini terus
berlangsung, peperangan di dunia akan terus terjadi. Berdasarkan hal tersebut, tokoh realis Hans J.
Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations mengemukakan suatu konsep yang disebut
Balance of Power yang didasari dari pemikiran seorang sejarawan yaitu Thucydides.

Analisis Data

Kawasan Asia Tenggara adalah salah satu kawasan yang cukup strategis jika dilihat dari
security view karena di apit oleh dua samudera yang dapat melindungi kawasan tersebut dari
blitzkrieg “serangan langsung”. Selain itu, kawasan ini juga kaya akan sumber daya lautnya baik itu
sumber daya hayati maupun sumber daya non-hayati seperti minyak. Jika ditinjau dari kebutuhan
dasar pangan, Asia Tenggara telah mencapai tahap dimana mereka ‘cukup’ dan mampu untuk lebih.
“ASEAN way” identik dengan salah satu prinsip ASEAN yaitu non-intervention urusan dalam negeri
negara anggota yang tertuang dalam 14 Prinsip ASEAN7. Banyak kaum cendikiawan yang berpendapat
bahwa prinsip tersebut sangat menghambat dalam proses penyelesaian konflik, bahkan beberapa
akademisi menilai akan lebih baik jika ASEAN menghapuskan prinsip tersebut dan menggantikannya
dengan hak untuk mencampuri urusan dalam negeri agar dapat menyelesaikan konflik dengan
tindakan langsung dan realistis8. Prinsip tidak menggunakan collective defense dan janji untuk
berkomitmen dalam pencarian legitimasi melalui konsultasi atau musyawarah berasal dari Maphilindo
yang kemudian diadopsi oleh ASEAN sehingga menjadi “ASEAN way”9. Model musyawarah dan
mufakat dalam pencarian legitimasi di ASEAN sangat mirip dengan konsep syurakrasi10 sehingga dalam
proses resolusi konflik, ASEAN mendahulukan pembicaraan di meja terlebih dahulu sebelum
mengambil tindakan apapun. Dari pemaparan ini, dapat dilihat bahwa negara-negara ASEAN telah
memahami bahwa konflik ayng dapat muncul justru dari dalam kawasan, sehingga dirumuskan sebuah

7
Goh, Gilian 2003, ‘The ‘ASEAN Way’: Non-Intervention and ASEAN’s Role in Conflict Management’, Greater
East Asia, vol. 3, no. 1, pp. 113-118,
8
Marentek, Andrei T. 2012, ‘Strengthening ASEAN Connectivity’, slide presented to International Seminar on
Building the ASEAN Community 2015, Parahyangan University, Bandung, 30 April.
9
Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN 2011, ASEAN Selayang Pandang, 19th edn, D.J.K.S.A, Jakarta.
10
Huxley, Tim 1990, ‘ASEAN Security Cooperation- Past, Present and Future’, in Alison Broinowski (ed.), ASEAN
into 1990s, The Macmillan Press Ltd., Houndsmills and London, pp. 89.

5
konsep yaitu ASEAN Way. Selanjutnya, dapat dilihat juga ASEAN telah masuk pada fase
interdependensi keamanan yang intens dari penggunaan prinsip collective defense.
Untuk mewujudkan komunitas politik ASEAN 2015 nanti, ASEAN menempuh 3 langkah yang
pertama adalah “Peace”. Peace yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana kawasan Asia Tenggara
kondusif untuk perdamaian, potensi konflik selalu ada untuk semua kawasan akan tetepi dengan
terciptanya kawasan yang kondusif akan memudahkan proses perdamaian dan resolusi konflik yang
terjadi. Hal ini dibuktikan dengan salah satu instrumen politik ASEAN yang telah ada yaitu Zone of
Peace, Freedom and Neutrality atau disingkat ZOPFAN11. Komitmen ASEAN sangat kuat dalam
menjaga perdamaian. Langkah yang kedua adalah prosperity “kemakmuran” dengan komitmen
mengentaskan kemiskinan di kawasan Asia Tenggara melalui pemerataaan pembangunan dan
penguatan pasar agar selisih atau gap GDP yang tinggi dapat teratasi. Dan yang ketiga adalah people,
ASEAN menjadikan masyarakat sebagai landasan utama dalam terciptanya komunitas politik yang
kuat dengan collective identity sebagai warga ASEAN sehingga tercetuslah bahwa ASEAN adalah
organisasi kawasan dengan people-oriented sebagai acuan dasar dan yang paling utama. Dari
pembahasan ini, dapat dilihat bahwa setiap anggota ASEAN mengupayakan terdapat balance of power
yang samarata dan dapat dimonitor, dari upaya penyamarataan pembangunan dan penekanan
perbedaan GDP.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan yaitu bahwa ASEAN dapat menjadi wilayah
yang relatif aman karena terdapat kecenderungan untuk terus menjaga kadar keseimbangan Balance
of Power. Kecenderungan tersebut dapat dianalisis dalam kacamata RSCT sebagai: 1. Bentuk
pemahaman antar negara angota ASEAN mengenai ancaman itu lebih mungkin muncul dari dalam
region dan 2. Merupakan bentuk interdependensi antar aktor dalam region ASEAN yang intens dalam
isu keamanan region.

11
Singh, Bilveer. ZOPFAN & the New Security Order in the Asia-Pacific Region. Pelanduk Publications, 1992.

6
Daftar Pustaka

Buzan, Barry, and Ole Waever. Regions and powers: the structure of international security. Vol. 91.
Cambridge University Press, 2003.
Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN 2011, ASEAN Selayang Pandang, 19th edn, D.J.K.S.A, Jakarta.
Goh, Gilian 2003, ‘The ‘ASEAN Way’: Non-Intervention and ASEAN’s Role in Conflict Management’,
Greater East Asia, vol. 3, no. 1, pp. 113-118,
Gondomono, Ananta. ASEAN dan tantangan satu Asia Tenggara. Centre for Strategic and
International Studies, 1997.
Huxley, Tim 1990, ‘ASEAN Security Cooperation- Past, Present and Future’, in Alison Broinowski
(ed.), ASEAN into 1990s, The Macmillan Press Ltd., Houndsmills and London, pp. 89.
Marentek, Andrei T. 2012, ‘Strengthening ASEAN Connectivity’, slide presented to International
Seminar on Building the ASEAN Community 2015, Parahyangan University, Bandung, 30 April.
Singh, Bilveer. ZOPFAN & the New Security Order in the Asia-Pacific Region. Pelanduk Publications,
1992.
Solidum, Estrella D. The politics of ASEAN: an introduction to Southeast Asian regionalism. Marshall
Cavendish International, 2003.
Stubbs, Richard. "Subregional Security Cooperation in ASEAN: Military and Economic Imperatives
and Political Obstacles." Asian Survey 32, no. 5 (1992): 397-410.
Waltz, Kenneth. "Theory of international relations." Reading, Mass.: Addison-Webley (1979): 111-
114.

Anda mungkin juga menyukai