Anda di halaman 1dari 5

Nama : Anyelir Sacharissa

NRP : 2017230035

Analisis Politik Luar Negeri Indonesia Berdasarkan 3 Model Pembuatan


Keputusan Graham T. Allison

A. Tiga Model Pembuatan Keputusan Graham T. Allison


1. Rational Actor Model
Dalam rational actor model, politik luar negeri menggambarkan
perilaku negara sebagai perilaku individu yang sangat rasional, yang
biasanya diasumsikan memiliki pengetahuan situasional yang sempurna,
dan yang mencoba mengoptimalkan nilai atau tujuan apa pun yang dicari
dalam situasi tertentu.
Tindakan negara dianalisis dengan mengasumsikan bahwa negara
mempertimbangkan semua opsi dan bertindak secara rasional untuk
memaksimalkan fungsinya.

Dalam model ini diketahui bahwa:

1. Pemerintah diperlakukan sebagai aktor utama.


2. Pemerintah memeriksa serangkaian tujuan, mengevaluasi
mereka sesuai dengan kegunaannya, kemudian memilih salah
satu yang memiliki "hasil" tertinggi.

2. Organizational Process Model


Dalam model ini menggambarkan politik luar negeri sebagai hasil
kerja suatu organisasi besar yang berfungsi menurut suatu pola perilaku.
Pembuatan keputusan bukan semata-mata proses intelektual, lebih
merupakan proses mekanik, keputusan merujuk kepada keputusan-
keputusan yang telah dibuat dimasa lalu, prosedur rutin yang berlaku, atau
pada peran yang ditetapkan bagi unit birokrasi itu ( standard operating
procedure ).
Graham kemudian mengusulkan proposisi "Proses Organisasi"
sebagai berikut :
1. Ketika menghadapi krisis, para pemimpin pemerintah tidak melihatnya
secara keseluruhan, tetapi memecahnya dan menetapkannya sesuai
dengan garis organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Karena keterbatasan waktu dan sumber daya, daripada mengevaluasi
semua tindakan yang mungkin dilakukan untuk melihat mana yang
paling mungkin untuk bekerja, para pemimpin menyelesaikan proposal
pertama yang secara memadai menangani masalah.
3. Pemimpin tertarik pada solusi yang membatasi ketidakpastian jangka
pendek.
4. Organisasi mengikuti set "repertoar" dan prosedur saat mengambil
tindakan.

3. Bureaucratic Politics Model


Sebuah model "birokrasi politik" di mana negara sebagai aktor
berusaha untuk mencapai tujuan yang terpisah, yang dapat bertentangan
satu sama lain. Dalam hal ini, individu yang mewakili berbagai
kepentingan organisasi, terlibat dalam proses untuk mencapai keputusan
kelompok yang dinegosiasikan yang kemudian akan mewakili kebijakan
negara. Kebijakan yang disepakati dapat terkikis dari waktu ke waktu,
karena situasi berubah secara dinamis, ketika kepentingan organisasi
berevolusi, dan ketika individu mendapatkan dan kehilangan kekuasaan
birokrasi, status, dan akses ke informasi penting.
Allison mengusulkan proposisi berikut untuk Model Politik Birokrasi:
1. Tindakan suatu negara paling baik dipahami sebagai hasil dari
politisasi dan negosiasi oleh para pemimpin utamanya.
2. Bahkan jika mereka berbagi tujuan, para pemimpin berbeda dalam
cara mencapainya karena faktor-faktor seperti kepentingan pribadi
dan latar belakang.
3. Pemimpin memiliki tingkat kekuatan yang berbeda berdasarkan
karisma, kepribadian, keterampilan persuasi, dan ikatan pribadi
dengan para pengambil keputusan.
4. Karena kemungkinan miskomunikasi, kesalahpahaman, dan
perselisihan yang benar-benar terjadi, para pemimpin yang
berbeda dapat mengambil tindakan yang tidak disetujui oleh
kelompok secara keseluruhan.

B. Analisis Kebijakan Indonesia Terhadap Kasus Lepasnya Timor Timur dari


Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Faktor Penyebab Lepasnya Timor Timur dari Indonesia
a. Tidak terpenuhinya hak-hak dasar rakyat seperti kesejahteraan,
keadilan, keamanan, pendidikan, dan kesehatan.
b. Lemahnya kesadaran politik masyarakat. Hal ini menyebabkan ide-
ide disintegrasi mudah diterima oleh masyarakat.
2. Upaya Pemerintah dalam Rangka Mempertahankan Timor Timur
a. Otonomi yang diberikan pada Timor Timur.
b. Kebebasan berupa jajak pendapat bagi masyarakat Timor Timur
untuk memilih tetap menjadi bagian dari NKRI atau memisahkan
diri dan merdeka.
c. Kebijakan presiden B.J. Habibie dengan memberikan opsi
referendum untuk mencapai solusi final atas masalah Timor Timur.

Munculnya tekanan-tekanan dari masyarakat internasional yang


menanggapi kasus-kasus yang terjadi di Timor Timur memaksa Indonesia
untuk mengeluarkan kebijakan guna mengakomodasi aspirasi masyarakat
Timor Timur. Pemerintah Indonesia kemudian melakukan jajak pendapat
yang kemudian berakhir kemenangan bagi pihak pro kemerdekaan Timor
Timur. Dengan kemenangannya ini, Timor timur akhirnya memperoleh
kedaulatannya sebagai negara.

Saya menggunakan rational actor model dalam menganalisa kasus


lepasnya Timor Timur dari NKRI. Dimana dalam model ini, politik luar
negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional,
terutama dalam pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan
sebagai suatu proses intelektual. Pemerintah diartikan sebagai perilaku
individu yang bernalar dan terkoordinasi. Analisis model pembuatan
keputusan ini adalah pilihan-pilihan yang di ambil oleh pemerintah.
Dengan demikian, analis politik luar negeri harus memusatkan perhatian
pada penelaah kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa,
alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh
pemerintahnya, dan perhitungan untung rugi atas masing-masing
alternative itu.

Dalam model ini para pembuat keputusan diasumsikan rasional.


Kelemahannya adalah asumsi ini mengbaikan fakta bahwa para pembuat
keputusan itu adalah manusia yang bisa membuat kesalahan dan yang
selalu menghadapi berbagai kendala eksternal dari birokratnya sendiri,
dari berbagai kelompok kepentingan, opini publik dan sebagainya.

Dalam menyelesaikan kasus ini, presiden B.J. Habibie tidak hanya


mendapatkan tekanan dari masyarakat internasional, melainkan juga dari
masyarakat Indonesia. Keputusan yang diambil oleh presiden saat itu
dianggap sebagai tindakan gegabah dan presiden dianggap tidak mampu
mengemban jabatan sebagai presiden. Sementara di lain sisi, masyarakat
internasional terus mendesak pemerintah Indonesia untuk memerdekakan
Timor Timur karena alasan isu pelanggaran HAM yang terjadi di Timor
Timur. Keputusan ini dinilai merupakan keputusan yang paling rasional
mengingat kecaman yang didapatkan Indonesia mengenai pelanggaran
HAM dan konsekuensi yang akan didapatkan Indonesia jika terus
mencoba mempertahankan Timor Timur. Melalui pelepasan Timor Timur
ini pun, Indonesia ingin menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara
yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai