Analisis Politik Luar Negeri Indonesia Berdasarkan 3 Model Pembuatan
Keputusan Graham T. Allison
A. Tiga Model Pembuatan Keputusan Graham T. Allison
1. Rational Actor Model Dalam rational actor model, politik luar negeri menggambarkan perilaku negara sebagai perilaku individu yang sangat rasional, yang biasanya diasumsikan memiliki pengetahuan situasional yang sempurna, dan yang mencoba mengoptimalkan nilai atau tujuan apa pun yang dicari dalam situasi tertentu. Tindakan negara dianalisis dengan mengasumsikan bahwa negara mempertimbangkan semua opsi dan bertindak secara rasional untuk memaksimalkan fungsinya.
Dalam model ini diketahui bahwa:
1. Pemerintah diperlakukan sebagai aktor utama.
2. Pemerintah memeriksa serangkaian tujuan, mengevaluasi mereka sesuai dengan kegunaannya, kemudian memilih salah satu yang memiliki "hasil" tertinggi.
2. Organizational Process Model
Dalam model ini menggambarkan politik luar negeri sebagai hasil kerja suatu organisasi besar yang berfungsi menurut suatu pola perilaku. Pembuatan keputusan bukan semata-mata proses intelektual, lebih merupakan proses mekanik, keputusan merujuk kepada keputusan- keputusan yang telah dibuat dimasa lalu, prosedur rutin yang berlaku, atau pada peran yang ditetapkan bagi unit birokrasi itu ( standard operating procedure ). Graham kemudian mengusulkan proposisi "Proses Organisasi" sebagai berikut : 1. Ketika menghadapi krisis, para pemimpin pemerintah tidak melihatnya secara keseluruhan, tetapi memecahnya dan menetapkannya sesuai dengan garis organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Karena keterbatasan waktu dan sumber daya, daripada mengevaluasi semua tindakan yang mungkin dilakukan untuk melihat mana yang paling mungkin untuk bekerja, para pemimpin menyelesaikan proposal pertama yang secara memadai menangani masalah. 3. Pemimpin tertarik pada solusi yang membatasi ketidakpastian jangka pendek. 4. Organisasi mengikuti set "repertoar" dan prosedur saat mengambil tindakan.
3. Bureaucratic Politics Model
Sebuah model "birokrasi politik" di mana negara sebagai aktor berusaha untuk mencapai tujuan yang terpisah, yang dapat bertentangan satu sama lain. Dalam hal ini, individu yang mewakili berbagai kepentingan organisasi, terlibat dalam proses untuk mencapai keputusan kelompok yang dinegosiasikan yang kemudian akan mewakili kebijakan negara. Kebijakan yang disepakati dapat terkikis dari waktu ke waktu, karena situasi berubah secara dinamis, ketika kepentingan organisasi berevolusi, dan ketika individu mendapatkan dan kehilangan kekuasaan birokrasi, status, dan akses ke informasi penting. Allison mengusulkan proposisi berikut untuk Model Politik Birokrasi: 1. Tindakan suatu negara paling baik dipahami sebagai hasil dari politisasi dan negosiasi oleh para pemimpin utamanya. 2. Bahkan jika mereka berbagi tujuan, para pemimpin berbeda dalam cara mencapainya karena faktor-faktor seperti kepentingan pribadi dan latar belakang. 3. Pemimpin memiliki tingkat kekuatan yang berbeda berdasarkan karisma, kepribadian, keterampilan persuasi, dan ikatan pribadi dengan para pengambil keputusan. 4. Karena kemungkinan miskomunikasi, kesalahpahaman, dan perselisihan yang benar-benar terjadi, para pemimpin yang berbeda dapat mengambil tindakan yang tidak disetujui oleh kelompok secara keseluruhan.
B. Analisis Kebijakan Indonesia Terhadap Kasus Lepasnya Timor Timur dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia 1. Faktor Penyebab Lepasnya Timor Timur dari Indonesia a. Tidak terpenuhinya hak-hak dasar rakyat seperti kesejahteraan, keadilan, keamanan, pendidikan, dan kesehatan. b. Lemahnya kesadaran politik masyarakat. Hal ini menyebabkan ide- ide disintegrasi mudah diterima oleh masyarakat. 2. Upaya Pemerintah dalam Rangka Mempertahankan Timor Timur a. Otonomi yang diberikan pada Timor Timur. b. Kebebasan berupa jajak pendapat bagi masyarakat Timor Timur untuk memilih tetap menjadi bagian dari NKRI atau memisahkan diri dan merdeka. c. Kebijakan presiden B.J. Habibie dengan memberikan opsi referendum untuk mencapai solusi final atas masalah Timor Timur.
Munculnya tekanan-tekanan dari masyarakat internasional yang
menanggapi kasus-kasus yang terjadi di Timor Timur memaksa Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan guna mengakomodasi aspirasi masyarakat Timor Timur. Pemerintah Indonesia kemudian melakukan jajak pendapat yang kemudian berakhir kemenangan bagi pihak pro kemerdekaan Timor Timur. Dengan kemenangannya ini, Timor timur akhirnya memperoleh kedaulatannya sebagai negara.
Saya menggunakan rational actor model dalam menganalisa kasus
lepasnya Timor Timur dari NKRI. Dimana dalam model ini, politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional, terutama dalam pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai suatu proses intelektual. Pemerintah diartikan sebagai perilaku individu yang bernalar dan terkoordinasi. Analisis model pembuatan keputusan ini adalah pilihan-pilihan yang di ambil oleh pemerintah. Dengan demikian, analis politik luar negeri harus memusatkan perhatian pada penelaah kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa, alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan perhitungan untung rugi atas masing-masing alternative itu.
Dalam model ini para pembuat keputusan diasumsikan rasional.
Kelemahannya adalah asumsi ini mengbaikan fakta bahwa para pembuat keputusan itu adalah manusia yang bisa membuat kesalahan dan yang selalu menghadapi berbagai kendala eksternal dari birokratnya sendiri, dari berbagai kelompok kepentingan, opini publik dan sebagainya.
Dalam menyelesaikan kasus ini, presiden B.J. Habibie tidak hanya
mendapatkan tekanan dari masyarakat internasional, melainkan juga dari masyarakat Indonesia. Keputusan yang diambil oleh presiden saat itu dianggap sebagai tindakan gegabah dan presiden dianggap tidak mampu mengemban jabatan sebagai presiden. Sementara di lain sisi, masyarakat internasional terus mendesak pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur karena alasan isu pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Timur. Keputusan ini dinilai merupakan keputusan yang paling rasional mengingat kecaman yang didapatkan Indonesia mengenai pelanggaran HAM dan konsekuensi yang akan didapatkan Indonesia jika terus mencoba mempertahankan Timor Timur. Melalui pelepasan Timor Timur ini pun, Indonesia ingin menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
PENGARUH GERAKAN FEMINIST LIBERAL TERHADAP GERAKAN PEREMPUAN INDONESIA (Sebuah Studi Pada Relasi Organisasi Perempuan Internasional dengan Organisasi Perempuan Indonesia (Rifka Annisa, Women Crisis Center) dalam Pengaruhnya Terhadap Kemandirian Ekonomi Perempuan Indonesia)