Anda di halaman 1dari 10

Peran Pers dalam Pembentukan Opini Publik Fungsi utama pers dalam pembentukan opini ialah menaikkan atau

menurunkan pengharapan melalui laporan mereka tentang peristiwa. Opini publik memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu isi, arah, dan intensitas, ciri-ciri ini menyangkut opini publik tentang tokoh politik, biasanya pejabat pemerintah dan kandidat pejabat, partai, peristiwa. Opini publik terbentuk dari opini pribadi, dan kemudian menjadi sebuah opini umum dan memiliki waktu bertahan yang cukup lama. Namun dalam kondisi akhir akhir ini, pers memainkan peran penting dalam pembentukan opini publik. Bisa dilihat dari pemberitaan-pemberitaan yang selalu gencar dan berulang-ulang disiarkan oleh pers, membuat masyarakat mengambil kesimpulan dari apa yang disiarkan tersebut tanpa di fliter. Terlebih lagi sekarang ini, masyarakat sedang mengalami gejolak dalam hal kepercayaan terhadap pemerintah. Hanya pers satu-satunya poros informasi yang mudah diakses oleh seluruh masyarakat, yang menghubungkan masyarakat dengan kondisi pemerintah, kondisi negara saat ini. Pers sekarang ini seperti mengalami perputaran 180 derajat, dari zaman soeharto yang bungkam dan menulis segala yang baik tentang pemerintah, menjadi bebas berpendapat, dan bebas mengeluarkan, menulis, serta menyiarkan hal-hal yang dianggap perlu disiarkan, pers masih saja berperan penting dalam pembentukan opini publik. Pers memiliki pedoman dalam bertindak yaitu kode etik pers bahwa pers harusnya bersikap netral, tidak ada tekanan dari pihak manapun, menyiarkan berita secara jujur dan aktual, dan juga menyiarkan berita tanpa menjatuhkan pihak manapun. Pers berasal dari masyarakat, menyiarkan informasi untuk masyarakat, dan bertanggung jawab pada masyarakat. Walau memang pers dilindungi, tidak dikenakan penyensoran, pemberdelan, maupun pelarangan penyiaran, yang berarti kebebasan pers dilindungi oleh negara, khususnya dilindungi oleh dewan pers, bukan berarti pers bisa seenaknya menyiarkan apapun yang dian pikirkan, apapun yang menjadi gagasan si pencari berita, karena pers masih dibatasi oleh kode etik yang juga menjadi kewenangan dewan pers, tentang bagaimana pers harusnya berperilaku, menyiarkan, serta menulis gagasannya

Pers Penggiring Opini Publik


March 29, 2010 by Syailendra Wisnu Wardhana Keberadaan pers di alam demokrasi seperti sekarang ini menjadi sebuah keharusan dan tidak dapat dielakkan lagi. Pers mempunyai peran yang penting dalam kehidupan berdemokrasi. Berbagai informasi disajikan secara gamblang oleh pers dan dikonsumsi oleh masyarakat setiap harinya. Kebebasan pers seakan telah menjadi sebuah indikator tingkat demokrasi di suatu negara. Di Indonesia, kebebasan pers seakan baru saja dirasakan setelah sejarah kelam pers Indonesia di masa rezim orde baru. Pada masa itu, pers yang berani mengkritik pemerintah dibredel. Pasca reformasi, kebebasan pers di Indonesia mulai terjamin bahkan dijamin dalam Undang-Undang. Undang-Undang di Indonesia yang mengatur mengenai pers adalah Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999. Di dalam konsideran undang-undang tersebut,

disebutkan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin (UndangUndang Nomor 40 tahun 1999). Dari rumusan di atas dapat terlihat bagaimana jaminan pers di Indonesia. Bahkan kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran yang dapat dituangkan melalui media pers telah menjadi sebuah hak konstitusional bagi Warga Negara Indonesia dengan dijaminnya hak tersebut dalam konstitusi di Indonesia yaitu dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Belakangan ini, isu-isu besar nasional banyak terjadi di Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan informasi menjadi hal yang utama. Hal ini dijawab oleh pers dengan menyajikan liputan-liputan terkini. Hasilnya, masyarakatpun mempercayai setiap berita yang disajikan oleh pers tanpa melihat sendiri sebenarnya apa yang tengah tejadi. Terkadang pers juga menyajikan bukan hanya data, namun juga yang bersifat opini. Pada media televise misalnya. Saat ini marak ditampilkan acara talk show yang menyajikan perdebatan para ahli mengenai sebuah isu kekinian. Masyarakat pun dengan bebasnya dapat mengakses informasi tersebut. Permasalahannya adalah terkadang apa yang disajikan oleh pers adalah sebuah opini, hal ini dapat menggiring opini masyarakat ke suatu pendapat tertentu. Informasi yang pertama kali diterima oleh masyarakat adalah yang menjadi kerangka pemikiran masyarakat untuk membentuk sebuah opini publik. Dan informasi yang diterima oleh masyarakat pertama kali adalah berasal dari pers baik melalui media cetak maupun media elektronik yang lain. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, distribusi informasi menjadi sangat cepat dan terkadang tanpa mengkonfirmasi kebenaran berita tersebut terlebih dahulu sebelum disampaikan pada masyarakat. Di Indonesia, kebebasan untuk berpendapat baik secara lisan maupun tulisan dijamin oleh konstitusinya yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 28 UUD 1945 disebutkan Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang. Salah satu media untuk menyampaikan pendapat adalah melalui pers. Peranan pers di negara demokrasi seperti di Indonesia sangatlah penting. Bahkan dapat dikatakan tolok ukur demokrasi di suatu negara dapat dilihat dari kebebasan pers di negara tersebut. Menurut Miriam Budiarjo, salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bertanggung jawab (http://one.indoskripsi.com/judulskripsi-makalah-tentang/peranan-pers-dalam-masyarakat-demokratis-di-indonesia-padamasa-orde-b). Media yang digunakan oleh pers untuk menyampaikan informasi ada beberapa macam. Menurut J.C.T Simorangkir, dalam bukunya Hukum dan Kebebasan Pers, pers dibagi menjadi:

a. Pers dalam arti sempit, hanya terbatas pada surat-surat kabar harian, mingguanm dan majalah. b. Pers dalam arti luas, selain surat kabar, majalah, dan tabloid mingguan juga mencakup radio, TV, dan film. (MGMP PKn SMA, 2006) Secara umum, fungsi pers adalah sebagai berikut: a. Memberi Informasi Pers mempunyai fungsi untuk memberi informasi atau kabar kepada masyarakat atau pembaca melalui tulisan-tulisan di setiap edisi. Pers memberikan informasi yang beraneka ragam. Dengan membaca surat kabar, majalah, tabloid mingguan atau melihat TV dan mendengarkan radio, masyarakat dapat memperoleh berbagai informasi baik yang berasal dari dalam dan luar negeri. b. Mendidik Melalui berbagai macam tulisan atau pesan yang dimuat, pers dapat mendidik masyarakat atau pembacanya. Dengan demikian, pers mempunyai kontribusi yang penting dalam memberikan pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c. Memberikan kontrol Pers di tengah-tengah masyarakat mempunyai peran memberikan kontrol sosial. Dengan tulisan-tulisan, pers dapat melaksanakan atau memberikan kontrol sosial dan menyampaikan berbagai kritik yang bersifat membangun yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dapat diberikan kontrol, kritik, dan sebagainya secara luas dan mendalam. Dengan demikian, kerugian yang dialami masyarakat dapat ditekan dan dikurangi atau bahkan dihilangkan. Karena besarnya pengaruh pers dalam membangun opini publik, dapat dikatakan bahwa pers merupakan kekuatan keempat atau pilar demokrasi yang patut diperhitungkan setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif. d. Menghubungkan atau menjembatani Pers mempunyai fungsi sebagai penghubung atau jembatan antara masyarakat dan pemerintah atau sebaliknya. Komunikasi yang tidak dapat disalurkan melalui jalur atau kelembagaan yang ada, dapat disalurkan melalui media pers. e. Memberikan hiburan Pers melalui tulisan-tulisannya dapat memberi hiburan kepada masyarakat (MGMP PKn SMA, 2006) Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, peranan pers nasional adalah: a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar,

d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999). Di dalam sebuah negara demokrasi, dibutuhkan sistem komunikasi politik yang efektif. Warga negara harus mempunyai keterlibatan dan partisipasi terhadap pembuatan kebijakan oleh pemerintah yang menyangkut kepentingan umum. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan merupakan unsur penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Kemerdekaan pers dapat menjamin adanya pertanggungjawaban sosial pemerintah kepada rakyat, transparansi penyelenggaraan pemerintahan, dan dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan (MGMP PKn SMA, 2006). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran pers dalam era demokrasi seperti yang tengah di alami oleh Indonesia adalah merupakan suatu unsur yang sangat penting. Posisi strategis yang dimiliki media yaitu antara masyarakat dengan pemerintah ternyata dapat menjadikan sebuah alat komunikasi politik, sebagai kontrol sosial, dan menghubungkan suatu kelompok atau golongan dengan golongan yang lain. Oleh karena itu pers diharapkan bersifat netral dan berhati-hati dalam menyajikan informasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan masyarakat melalui media adalah informasi yang mereka percayai dan dapat membangun sebuah opini publik. Karena perannya yang sedemikian penting, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers baru dapat dijalankan secara optimal bila ada jaminan kebebasan pers dari pemerintah. (http://id.shvoong.com/law-and-politics/1785809-fungsidan-peranan-pers-di/) Menurut Jakob Oetama, kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan perannya. Peran pers tidak akan dapat dijalankan bila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Di Indonesia, kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara sebagaimana tertulis dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Terhadap pers nasional tidak dikanakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999). Kebebasan pers yang demikian itu baru saja dirasakan oleh pers Indonesia. Sebelumnya, pada jaman orde baru, pemerintah sangat membatasi kebebasan pers. Hal ini terlihat dengan keluarnya Peraturan Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang dalam prakteknya digunakan untuk mengontrol redaksional pers dan pembredelan (http://id.shvoong.com/law-and-politics/1785809-fungsi-dan-perananpers-di/).

Kebebasan pers Indonesia baru bisa dirasakan bersamaan dengan turunnya Presiden Soeharto. Setelah kepemimpina Soeharto, Presiden BJ Habibie, pengganti Soeharto melalui Menteri Penerangan M Yunus Yosfiah menghapuskan SIUPP pada tahun 1998. Sebelumnya Menpen membuat terobosan dengan memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk mengurus SIUPP. Jika sebelumnya pengurusan SIUPP bisa memakan waktu bertahun-tahun, kala itu hanya butuh waktu satu bulan, namun pada akhirnya aturan tersebut dihapus sama sekali. Kemudian pada masa kepemerintahan presiden selanjutnya, KH Abdurahman Wachid kemudian membubarkan Departemen Penerangan. (http://husnun.wordpress.com/2008/04/15/materi-kuliah-public-relation-fisip-unmer/) Pengekangan yang dilakukan kepada pers selama bertahun-tahun pada saat rezim orde baru akhirnya dapat dilepaskan. Media larut dalam euforia kebebasan pers. Kini media dapat menyajikan berita yang sebelumnya dilarang. Media berlomba-lomba menyajikan data yang sebenarnya sangat diinginkan oleh masyarakat namun dilarang. Kini tidak ada lagi campur tangan pemerintah terhadap pers. Dalam buku Basic Issues in Mass Communication, dijelaskan Freedom of the press is usually defined as the right to communicate ideas, opinion, and information through the printed word without governmental restraint (Dennis, Eferte: 1984). Artinya kurang lebih adalah Kebebasan pers diartikan sebagai hak untuk mengomunikasikan ide, opini, dan informasi pada sebuah tulisan tanpa campur tangan pemerintah. Kebebasan pers bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Tentu ada aturan-aturan tertentu mengenai kebebasan tersebut. Kebebasan pers haruslah kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya bahwa pers bebas untuk mengungkapkan data-data kepada masyarakat, namun kebenaran data tersebut haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Terkadang untuk mengejar penyajian berita yang Up to Date, Pers lupa untuk mengkonfirmasi kebenaran isu yang mereka terima. Sulit dibedakan antara fakta dengan opini. Dalam menyajikan berita, tentunya terdapat aturan-aturan tersendiri dalam jurnalistik. Di Indonesia, dikenal adanya kode etik jurnalistik. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mempunya kode etik yang berlaku bagi anggotanya. Kede etik tersebut antara lain: 1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar. 3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. 4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. 5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat. 6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.

7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo. 8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat. 9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur. 10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya. 11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat. 12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual. 13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi. 14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.) 15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak. 16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik. 17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas. 18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik (www.wikipedia.org) Pers mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembentukan opini publik. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa fungsi pers adalah sebagai penjembatan antara pemerintah dengan masyarakat maupun sebaliknya. Oleh karena itulah Pers mempunyai fungsi yang sangat penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Bahkan pers dikatakan sebagai salah satu pilar demokrasi di samping lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers menjadi satu-satunya sumber informasi yang dipercaya oleh masyarakat, bahkan pandangan seseorang terhadap suatu permasalahan didasarkan pada data-data yang disajikan oleh media. Dan masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi dari pers yang seluas-luasnya. Hak ini bahkan dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 F yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Saluran yang tersedia dan paling sering digunakan adalah pers.

Sebagai media andalan masyarakat dalam mendapatkan informasi, pers harus menjaga independensi dan tetap menerapkan asas kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya bahwa pers harus menyadari bahwa informasi yang akan mereka sampaikan akan dipercayai oleh masyarakat dan terkadang tanpa disadari akan membentuk sebuah opini publik. Di sinilah kekuatan pers yang sebenarnya, kekuatan untuk menggiring opini publik. Sebagai contoh, pada waktu penggerebegan teroris Ibrohim di Temanggung, pada saat itu beberapa reporter stasiun televisi ikut serta dalam penggerebegan untuk meliput berita tersebut, dan bahkan dilaporkan secara langsung. Pada saat itu setelah penggerebegan selesai, media yang mengikuti proses penggerebegan hampir memastikan bahwa teroris yang ditembak mati oleh Detasemen 88 antiteror adalah buronan yang selama ini menjadi target operasi utama kepolisian yaitu teroris asal Malaysia Noordin M. Top. Di beberapa headline media juga sudah disebar luaskan bahwa teroris yang tertembak adalah Noordin M.Top. Namun sebenarnya hal tersebut masih bersifat spekulatif karena belum ada visum resmi yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Media dapat berspekulasi demikian karena pada saat penggerebegan dilangsungkan, saat Detasemen 88 antiteror menanyakan siapakah yang ada di dalam rumah yang digerebek? Suara di dalam rumah mengatakan Noordin M Top. Hanya berdasarkan jawaban dari dalam rumah yang entah benar atau tidak tersebut, media dapat menyimpulkan bahwa yang tertembak adalah Noordin M.Top. Namun setelah dilakukan otopsi dari kepolisian, diketahuilah bahwa yang teroris yang tertembak bukanlah Noordin M. Top, tetapi teroris lain yaitu Ibrohim. Dari contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa untuk berlomba-lomba menyajikan data teraktual, terkadang Pers terlalu terburu-buru dalam menyajikan data, tanpa peduli mengenai kebenaran berita tersebut. Padahal dalam kode etik jurnalistik, kebenaran suatu data adalah hal yang paling penting. Dalam kasus di atas, opini publik yang telah berkembang dalam masyarakat adalah bahwa buronan kepolisan yang paling dicari dan telah meresahkan masyarakat karena aksi terrorisme telah tertembak mati. Namun ternyata faktanya tidak demikian. Itulah pentingnya media tetap memegang teguh kode etik jurnalistik. Harus disadari bahwa pers adalah sumber informasi terdepan yang diandalkan masyarakat untuk mendapatkan berita. Pers mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pembentukan opini publik. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa fungsi pers adalah sebagai penjembatan antara pemerintah dengan masyarakat maupun sebaliknya. Oleh karena itulah Pers mempunyai fungsi yang sangat penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Bahkan pers dikatakan sebagai salah satu pilar demokrasi di samping lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers menjadi satu-satunya sumber informasi yang dipercaya oleh masyarakat, bahkan pandangan seseorang terhadap suatu permasalahan didasarkan pada data-data yang disajikan oleh media. Dan masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi dari pers yang seluas-luasnya.

Hak ini bahkan dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 F yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Saluran yang tersedia dan paling sering digunakan adalah pers. Sebagai media andalan masyarakat dalam mendapatkan informasi, pers harus menjaga independensi dan tetap menerapkan asas kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya bahwa pers harus menyadari bahwa informasi yang akan mereka sampaikan akan dipercayai oleh masyarakat dan terkadang tanpa disadari akan membentuk sebuah opini publik. Di sinilah kekuatan pers yang sebenarnya, kekuatan untuk menggiring opini publik. Sebagai contoh, pada waktu penggerebegan teroris Ibrohim di Temanggung, pada saat itu beberapa reporter stasiun televisi ikut serta dalam penggerebegan untuk meliput berita tersebut, dan bahkan dilaporkan secara langsung. Pada saat itu setelah penggerebegan selesai, media yang mengikuti proses penggerebegan hampir memastikan bahwa teroris yang ditembak mati oleh Detasemen 88 antiteror adalah buronan yang selama ini menjadi target operasi utama kepolisian yaitu teroris asal Malaysia Noordin M. Top. Di beberapa headline media juga sudah disebar luaskan bahwa teroris yang tertembak adalah Noordin M.Top. Namun sebenarnya hal tersebut masih bersifat spekulatif karena belum ada visum resmi yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Media dapat berspekulasi demikian karena pada saat penggerebegan dilangsungkan, saat Detasemen 88 antiteror menanyakan siapakah yang ada di dalam rumah yang digerebek? Suara di dalam rumah mengatakan Noordin M Top. Hanya berdasarkan jawaban dari dalam rumah yang entah benar atau tidak tersebut, media dapat menyimpulkan bahwa yang tertembak adalah Noordin M.Top. Namun setelah dilakukan otopsi dari kepolisian, diketahuilah bahwa yang teroris yang tertembak bukanlah Noordin M. Top, tetapi teroris lain yaitu Ibrohim. Dari contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa untuk berlomba-lomba menyajikan data teraktual, terkadang Pers terlalu terburu-buru dalam menyajikan data, tanpa peduli mengenai kebenaran berita tersebut. Padahal dalam kode etik jurnalistik, kebenaran suatu data adalah hal yang paling penting. Dalam kasus di atas, opini publik yang telah berkembang dalam masyarakat adalah bahwa buronan kepolisan yang paling dicari dan telah meresahkan masyarakat karena aksi terrorisme telah tertembak mati. Namun ternyata faktanya tidak demikian. Itulah pentingnya media tetap memegang teguh kode etik jurnalistik. Harus disadari bahwa pers adalah sumber informasi terdepan yang diandalkan masyarakat untuk mendapatkan berita.

Peran Media Sebagai Pembentuk Opini Publik


Leave a reply

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa tumbuh-kembang manusia pada zaman modern kini tidak terlepas dari peran media. Tak bisa dielakkan lagi bahwa pembentukan mentalitas manusia pada zaman modern kini tidak bisa terhindar dari gesekan media. Tak bisa terbantahkan lagi bahwa pendidikan karakter manusia selalu diikuti dengan embel-embel media. Entah itu media cetak, elektronik, maupun media internet. Ya, media telah menjadi jembatan arus informasi yang selalu hilir-mudik pada kehidupan manusia. Terlebih lagi pada manusia perkotaan di negara-negara maju. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin pesat. Media telah menjadi semacam jembatan penghubung arus informasi. Berbagai informasi di belahan dunia bagian barat, dengan segera bisa diakses oleh negara-negara di belahan timur. Media telah menjadikan dunia terasa datar, terlebih lagi dengan semakin berkembangnya teknologi Web 2.0. Seperti kata Thomas L Friedman dalam bukunya yang sangat terkenal The World is Flat : When the world goes flat and you are feeling flattenedreach for shovel and dig inside yourself. Dont try to build walls. Sebuah pesan yang bijak dalam menyikapi arus informasi dan teknologi yang semakin berkembang dengan melihatnya sebagai sebuah peluang dan tantangan dalam memperluas jaringan informasi dan meningkatkan kapabilitas diri. Segala arus informasi bisa segera tersebar hanya melalui perantaraan kawat. Kawat yang saling terhubung antara satu dan yang lainnya guna menghantarkan gelombang informasi tentang dunia. Kawat yang bertransformasi menjadi penyampai kabar tentang dunia kepada dunia. Peranan media massa tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dari arti keberadaan media itu sendiri. Marshall McLuhan, seorang sosiolog Kanada mengatakan bahwa media is the extension of men. Pada awalnya, ketika teknologi masih terbatas maka seseorang harus melakukan komunikasi secara langsung. Akan tetapi, seiring dengan peningkatan teknologi, media massa menjadi sarana dalam memberikan informasi, serta melaksanakan komunikasi dan dialog. Secara tidak langsung, dengan makna keberadaan media itu sendiri, media telah menjadi sarana dalam upaya perluasan ide-ide, gagasan-gagasan dan pemikiran terhadap kenyataan sosial (Dedy Jamaludi Malik, 2001: 23). Maka, media semakin marak digunakan sebagai penggiring opini masyarakat menuju pencitraan yang diinginkan. Dengan begitu, media pun telah menjadi alat pembentuk citra. Terlebih lagi pada masa kampanye, baik dari tingkat daerah maupun tingkat nasional. Semua kandidat benar-benar menggunakan media secara massif. Terlepas dari konten kampanye yang disampaikan, para kandidat tidak segan-segan mengeluarkan dana kampanye yang tidak sedikit demi menggiring opini masyarakat melalui penguasaan media. Maka, tak heran pula jika para politikus kondang negeri ini adalah para petinggi media. Sebut saja Surya Paloh dan Aburizal Bakrie. Beragam peristiwa dan informasi yang sampai kepada masyarakat melalui media tidak terlepas dari peranan media massa dalam hubungannya dengan penyajian informasi dan cara media menginterpretasi suatu kejadian. Satu berita yang sampai kepada masyarakat akan memiliki banyak penafsiran dan tanggapan bergantung pada gaya bahasa (penyajian) dan cara penyampaiannya. Hal ini bisa saja dibumbui dengan gaya bahasa hiperbola untuk menarik minat pembaca berita dan mungkin juga berita yang disajikan telah terkontaminasi oleh opini dan subyektivitas penulis berita. Selalu ada kepentingan yang melatari cara manusia mengungkapkan suatu fakta ke dalam berita. Prinsip semiotikaseni berbohongkadang bermain disini. Maka, keakuratan data dan keterpercayaan suatu berita harus dijunjung tinggi. Jika tidak, berita keliru yang tersebar akan berkembang menjadi opini publik yang juga keliru. Pandangan masyarakat terhadap suatu permasalahan di negeri kita pun tidak terlepas dari peran media. Peran media menjadi sangat vital karena bertanggung jawab dalam membentuk

opini masyarakat. Opini yang berkembang di masyarakat akan menjelma menjadi sikap dan mentalitas dari masyarakat itu sendiri. Sebuah pemikiran yang tersampaikan pada masyarakat akan menjadi dasar bagi tindak-tanduk masyarakatnya. Maka, media memiliki pertanggungjawaban yang besar dalam upaya membangun bangsa, minimal pada tahap pemikiran. Jika medianya sendiri sudah tidak memerhatikan kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku, bagaimana dengan opini yang berkembang di masyarakat? Tentu secara tidak langsung akan banyak terpengaruh oleh media. Dampak media massa dapat meluas kepada siapapun secara holistik dan secara simultan. Dampak media massa membawa masyarakat menuju suatu perubahan. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan, mau dibawa kemana perubahan itu? Dampak media massa bisa kita lihat pada fenomena perilaku masyarakat yang lebih mudah bersifat beringas begitu mendapat suatu informasi atau berita. Mereka terpengaruh begitu saja oleh pemberitaan media tanpa pernah men-check dan recheck-nya terlebih dahulu. Bisa saja, berita mentah yang sampai pada kita akan berkembang menjadi pencitraan yang negatif dan membuat kita menjadi berburuk sangka terhadap suatu peristiwa atau orang tertentu. Bisa saja, pemberitaan yang simpang-siur dan belum jelas kebenarannya akan berkembang menjadi pandangan dan pola pikir yang salah dalam menyikapi suatu kejadian. Oleh karena itu, tanggung jawab media sangat besar dalam menggerakkan opini publik. Media massa sebagai penggerak opini publik menjadikannya sebagai alat pengonstruksi masyarakat. Namun, di samping itu, masyarakat pun dituntut untuk bisa berlaku arif dan bijak dalam menyikapi suatu pemberitaan yang diperolehnya, jangan serta-merta terpancing sebelum mengetahui kebenaran dari suatu pemberitaan. Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Dan ketahulilah olehmu bahwa diantaramu ada Rasulullah. Kalau Ia menuruti (kemauan)mu dalam beberapa urusan maka benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikanmu cinta pada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikanmu benci pada kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus sebagai karunia dan nikmat dari Allah dan Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana. (Al-Hujurat [49] : 6-8)

Anda mungkin juga menyukai