Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima
jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat
perantara yang membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak ketempat
perasaan ini ditafsirkan. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan,
pengecapan, penglihatan, penciuman, dan suara. Ada kesan yang timbul dari
dalam antara lain, lapar, haus, dan rasa sakit.
Dalam segala hal, serabut saraf sensorik dilengkapi dengan ujung akhir
khusus mengumpulkan rangsangan yang khas tempat setiap organ berhubungan.
Sistem indra memerlukan bantuan system saraf yang menghubungkan badan indra
dan system dengan system saraf pusat. Organ indra adalah sel sel tertentu yang
dapat menerima stimulus dari lingkungan maupun dari dalam badan sendiri untuk
diteruskan sebagai impuls saraf melalui serabut saraf ke pusat susunan saraf.
Setiap organ indra menerima stimulus tertentu, kesan yang sesuai sebagai system
organ indra hanya mampu menerima stimulus, diklasifikasikan menjadi dua yaitu,
organ indra umum seperti reseptor raba terbesar diseluruh tubuh dan organ indra
khusus seperti putting pengecap yaqng penyebarannya terbatas pada lidah.
Kelenjar air mata terdiri dari kelenjar majemuk yang terlihat pada sudut
sebelah atas rongga orbit. Kelenjar ini mengeluarkan air mata, dialirkan kedalam
kantong konjungtiva dari saluran kelenjar lakrimalis. Bila bola mata dikedipkan,
air mata akan menggenangi seluruh permukaan bola mata. Sebagian besar air ini
menguap, sebagian lagi masuk kehidung melalui saluran naso-lakrimalis.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi system penglihatan ?
2. Bagaimana definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
pengobatan dari beberapa penyakit system penglihatan ?
3. Penyakit apa yang dapat menyerang sistem pengliahatan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi system penglihatan itu sendiri

2. Untuk

mengetahui

dan

mengetahui

definisi,

etiologi,

patofisiologi,

pemeriksaan penunjang dan pengobatan dari beberapa penyakit system


penglihatan.
3. Untuk mengetahui penyakit penyakit yang terjadi atau terdapat pada system
penglihatan.
D. Metode Penelitian
Metode penulisan makalah ini adalah tinjauan pustaka dengan mengambil
literature-literatur atau teori-teori melalui buku-buku yang berkaitan dan informasi
melalui layanan internet.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mata dan Struktur Mata
Mata adalah suatu rangka sferis yang mengembang, lapisan terluarnya
adalah sklera yang kuat dan mengandung banyak kolagen (Neal. 2006 :26).
Fungsi mata. Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk
menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, dengan perantaraan
serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan
pada otak, untuk ditafsirkan (Pearce.C,Evelyn.2005:317).
Mata merupakan reseptor penglihatan kompleks yang terletak di dalam
sepasang rongga yang dikelilingi tolang tengkorak disebut orbita, yang terbuka di
bagian depan, berhubungan dengan dunia luar, sedangkan bagian belakang
terdapat lubang tempat masuk keluarnya saraf dan pembuluh darah. Saraf utama
nervus optikus:

meneruskan impuls

penglihatan dari retina ke otak

(Chandrasoma,Parakrama.2005:449).
Bagian depan bola mata diliputi oleh kornea transparan, yang meneruskan
cahaya menuju bola mata melalui lensa yang dapat menfokuskan sinar. Kornea
pada daerah limbus bersambung dengan sklera. Konjungtiva melapisi permukaan
dalam kelopak mata (konjungtiva palpebra) yang dilanjutkan ke sclera
(konjungtiva bulbar). Bila kelopak mata ditutup, konjungtiva membentuk kantong
yang di basahi oleh air mata yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal, yang terletak
pada bagian lateral orbita (Chandrasoma,Parakrama.2005:449).
Bola mata dipisahkan dari tulang rongga mata oleh jaringan ikat, otot, saraf,
dan pembuluh darah. Kelopak mata yang bertugas melindungi mata diliputi oleh
kulit pada bagian luar dan konjungtiva pada bagian dalam (Chandrasoma,
Parakrama.2005:449).
Gerakan bola mata dapat di bagi berdasarkan pada poros gerakan sebagai
berikut :
1. Gerakan pada poros sagital berupa gerakan berputar yang di sebut rotasi.
Apabila bagian atas bola mata bergerak ke lateral di sebut sebagai eksorotasi
dan apabila ke medial di sebut endorotasi.

2. Gerakan pada poros horizontal berupa gerakan ke atas atau ke bawah. Apabila
bola mata bagian depan bergerak ke atas di sebut elavasi dan apabila ke
bawah di sebut depresi.
3. Gerakan pada poros vertical berupa ke kanan dan ke kiri atau ke lateral atau
ke medial.
4. Apabila bagian depan bola mata bergerak ke lateral di sebut abduksi dan
apabila ke medial di sebut aduksi.
(Mashudi, Sugeng.2011:113).
STRUKTUR MATA
Bagian paling luar (bagian anterior) mata terdiri atas membrane putih kuat
yang membungkus bola mata, yang disebut sklera. Di tengah mata, sclera
menjadi membran transparan, kornea. Berkas cahaya masuk ke mata melalui
kornea. Melalui lengkungan alaminya, kornea

membiaskan berkas cahaya

sehingga menyebabkan cahaya menjadi kurang berpencar dan lebih terfokus pada
jaringan di bawahnya. Bayangan yang diproyeksikan melalui kornea menjadi
terbalik atas bawah dan kiri kanan saat jatuh ke bagian belakang mata (Corwin,
J.Elizabeth.2009: 357-358).
Koroid, suatu membrane pigmen yang berada di bawah sklera, membantu
mengurangi hamburan cahaya. Tepat di bawah kornea, koroid menjadi iris. Iris
adalah membran berwarna yang menyebabkan mata memliki warna. Di bagian
tengah iris terdapat daerah tanpa pigmen: pupil. Kornea memfokuskan berkas
cahaya pada pupil. Diameter pupil dikontrol oleh otot polos yang menginervasi
iris. Otot ini menyebabkan pupil berkontraksi pada keadaan terang dan berdilatasi
pada keadaan gelap. Otot yang mengontrol diameter pupil dipersarafi oleh saraf
parasimpatis

dan

simpatis.

Stimulasi

parasimpatis

menyebabkan

pupil

berkontriksi, dan stimulasi simpatis menyebabkan pupil berdilatasi. Diameter


pupil yang bervariasi menentukan jumlah cahaya yang masuk lebih dalam ke mata
(Corwin, J.Elizabeth.2009: 358).
Di sebelah posterior iris dan pupil terdapat lensa. Lensa adalah struktur
trnsparan melengkung yang membiaskan berkas cahaya lebih lanjut. Dengan
melewati lensa, berkas cahaya difokuskan tepat di bagian paling posterior dan
bagian sensitif pada mata, retina. Bentuk lensa dikontrol oleh otot yang

memungkinkan lensa memfokuskan benda dekat dan jauh secara tepat pada retina.
Retina mengandung fotoreseptor mata, sel batang dan sel kerucut yang
mengubah berkas cahaya menjadi pesan listrik yang diinterpretasikan otak sebagai
penglihatan. Di bagian tengah retina terdapat makula, tempat penglihatan yang
paling tajam dan halus. Retina juga mengandung sel yang menyatu membentuk
saraf optikus-jaras tempat sinyal visual berjalan ke otak. Fovea sentral adalah
cekungan pada makula yang berhubungan pada titik penglihatan sentral. Di
gelatin, yang disebut cairan vitreus (Corwin, J.Elizabeth.2009: 358-359).
kelopak mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai
lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan
kelopak mata akan mengakibatkan keringnya permukaan mata.
(James, Bruce, dkk. 2005: 1-4)
Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:
a) Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk
ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.
b) Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi
oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas
iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan
otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator

dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi
oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk
lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.
c) Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan membran
neurosensorisyang akan merubah sinar dan diteruskan ke otak. Terdapat
rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas
dari koroid yang disebut ablasi retina.
Kornea
Kornea adala selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil
akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sclerosis (James, Bruce, dkk.
2005: 8).
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,
koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari:
1) Berkurangnya rangsangan simpatis
2) Kurang rangsangan hambatan miosis
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun
korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur
hambatan subkorteks yang sempurna yang akan menjadikan miosis.
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang
diafgragmanya dikecilkan.
Lensa mata

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di


dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris
yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus
menerus sehingga memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling
dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa
dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks
lensa yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer
kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada badan siliar
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu:
1) Kenyal karena memegang peranan penting dalam akomodasi yaitu
menjadi cembung
2) Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
3) Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
1) Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbyopia
2) Keruh atau apa yang disebut katarak
3) Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi
Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata.
Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air.
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu

jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata,
pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darahdan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskop (James, Bruce, dkk. 2005: 9).
Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Warna retina biasanya jingga dan
kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan merah pada hiperemia.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina
sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada
retina dalam (James, Bruce, dkk. 2005:9).
Struktur mata di sebelah anterior retina berfungsi terutama untuk
memfokuskan berkas cahaya yang dipencarkan oleh bayangan tertentu secara
tepat pada retina. Saat berkas cahaya jatuh ke retina, sel-sel di retina memiliki
tugas untuk mengubah sinyal cahaya menjadi sinyal listrik dan kemudian
menyalurkan sinyal tersebut ke otak. Sel-sel di retina yang menerima dan
mengubah bentuk sinyal tersebut adalah fotoreseptor: sel batang dan sel kerucut.
Kelas kedua sel pada jaras adalah sel bipolar; sel bipolar menerima sinyal listrik
dari sel batang dan sel kerucut dan menyalurkan sinyal tersebut ke kelas ketiga sel
di retina: sel ganglion. Akson sel ganglion berjalan ke sistem saraf pusat sebagai
saraf optikus (Corwin, J.Elizabeth.2009: 359).
Saraf optic
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk
penglihatan. Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung
untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan
melintasi kanalis optikus memasuki rongga karnium lantas kemudian menuju
khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki tiga pembungkus yang serupa
dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta
bergabung dengan sclera, lapisan tengah halus seperti arakhnoid, sementara
lapisan

dalam

adalah

vakuler

(mengandung

banyak

pembuluh

darah)

(Pearce.C,Evelyn.2005:314).

Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang
yang membentuk dinding orbita: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar
orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum
dan zigomatikus.
Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga
hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding
medialnya.
Otot Penggerak Mata
Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk
pergerakkan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu
aksi otot. Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot:
1) Otot oblik inferior
2) Otot oblik superior
3) Otot rektus inferior
4) Otot rektus lateral
5) Otot rektus medius
6) Otot rektus superior
(James, Bruce, dkk. 2005: 11)
B. Manifestasi Klinis Penyakit Mata
1. Nyeri
Bermacam-macam nyeri dapat terjadi pada penyakit mata. Radang kornea
dan konjungtiva menimbulkan rasa terbakar atau gatal yang seringkali
berhubungan dengan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia). Nyeri yang
dalam di jumpai pada glaucoma sudut tertutup dan radang pada traktus uvea.
Nyeri pada glaucoma akut dapat sangat hebat sampai menyebabkan muntahmuntah. Nyeri kepala dapat menyertai keadaa terganggunya penglihatan
(Chandrasoma, Parakrama.2005:449).
2. Gangguan penglihatan
Menurunnya ketajaman penglihatan (amblyopia) adalah gambaran yang di
dapatkan pada penyakit mata, penderita katarak awal melihat bercak dan halo
di depan mata. Halo juga dapat terjadi pada glaucoma. Penyempitan pada
lapangan pandang menunjukan penyakit pada retina, diskus optikus, atau
perjalanan saraf-saraf penglihatan, termasuk saraf optikus, kiasma, radiasi dan
korteks visual. Rabun malam timbul karena kekurangan vitamin A dan
penyakit degenerative retina. Penglihatan ganda (diplopia) terjadi karena
9

gangguan fungsi otot penggerak bola mata (Chandrasoma, Parakrama. 2005:


450).
3. Pengeluaran secret
Secret mata dapat terjadi karena pengeluaran air mata meningkat misalnya
pada alergi atau radang konjungtiva. Pada pemeriksaan mikroskopis tampak
tipe sel radang dan inklusi virus atau klamidia. Banyaknya sel eosinofil khas
pada konjungtivis alergi sedangkan pada konjungtivis infeksi akut didapatkan
disominasi sel neutrofil. Pewarnaan gram untuk bakteri dan sediaan kalium
hidroksida (KOH) untuk jamur berguna pada kasus tertentu (Chandrasoma,
Parakrama. 2005: 450).
4. Perubahan penampilan
Inspeksi mata dapat memperlihatkan adanya strabismus (gangguan
keseimbangan otot penggerak bola mata), perdarahan, kongesti, ikterik,
pembengkakan, gangguan letak mata, seperti proptosis (menonjol ke depan),
dan adanya tumor (Chandrasoma, Parakrama. 2005: 450).
C. Penyakit dan Kelainan pada Mata
1. KONJUNGTIVITAS
Inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses infeksi, iritasi
fisik, atau respon alergi dikenal sebagai konjungtivitis. Pada inflamasi,
konjungtiva menjadi merah, bengkak, dan nyeri ditekan. Konjungtivitis akibat
infeksi bakteri kadang-kadang disebut mata merah (pink eye). Mata merah
dapat terjadi sendiri, atau dapat terjadi bersamaan dengan infeksi telinga.
Konjungtivitis viral sering disebabkan oleh infeksi adenovirus. Konjungtivitis
bacterial dan viral sangat menular. Konjungtivitis alergi terjadi sebagai bagian
dari reaksi inflamasi terhadap alergen lingkungan. Stimulasi fisik oleh benda
asing di mata juga akan mengiritasi dan menginflamasi konjungtiva sehingga
menyebabkan inflamasi dan nyeri. (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 379).
Gambaran Klinis
Konjungtiva merah dan bengkak. Pada konjungtivitis infeksi atau alergi,

kedua mata biasanya terkena.


Fotofobia (aversi terhadap cahaya).
Rabas purulent adalah karakteristik konjungtivitis bacterial. Infeksi dan
rabas sering dimulai di satu mata dan menyebar ke mata yang lain. Mata
mungkin tertutup oleh selaput kehijauan.
10

Rabas

viral.konjungtivitis viral sering menyertai infeksi saluran napas atas.


Rasa panas dan gatal pada mata adalah karakteristik konjungtivitis alergi.
Konjungtivitis akibat benda asing dikaitkan dengan ketidaknyamanan dan

encer

dan

jernih

adalah

karakteristi

konjungtivitis

perasaan seperti ada pasir atau kerikil halus pada mata. Biasanya dengan
benda asing, hanya satu mata terkena.
(Corwin, J.Elizabeth. 2009: 379).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan setelah riwayat dan pemeriksaan fisik. Kultur dapat

diperlukan pada bebrapa keadaan.


Benda asing pada mata harus divisualisasi dengan menggunakan lampu
khusus, yang disebut lampu Wood.

(Corwin, J.Elizabeth. 2009: 380).


Penatalaksanaan
Konjungtivitis bacterial biasanya diobati dengan tetes mata atau krim
antibiotic, tetapi sering sembuh dalam waktu sekitar dua minggu walaupun

tanpa pengobatan.
Konjungtivitas yang juga berhubungan dengan otitis media diobati dengan

antibiotic sistemik. Kompres hangat pada mata dapat mengeluarkan rabas.


Konjungtivitis viral biasanya diobati dengan kompres hangat.
Konjungtivitis alergi diobati dengan menghindari allergen apabila
mungkin. Antihistamin atau tetes mata yang mengandung steroid dapat

digunakan untuk mengurangi gatal dan inflamasi.


Konjungtivitis yang disebabkan iritan diobati dengan mengeluarkan benda

asing, diikuti dengan penggunaan obat antibakteri.


(Corwin, J.Elizabeth. 2009: 380).
2. KATARAK
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan. Kebanyakan lensa, agak keruh, setelah 60 tahun. Sebagian besar
penderita mengalami perubahan yang serupa pada kedua matanya meskipun
perubahan pada salah satu mata mungkin lebih buruk di bandingkan dengan
mata yang lainnya (Gemy, farmakologi lanjutan :14).
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh
atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman mata berkurang. Katarak terjadi

11

apabila protein pada lensa yang secara normal transparan terurai dan
mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 381).
Penyebab
Sebagian besar katarak, yang disebut katarak senilis, terjadi akibat
perubahan degenerative yang berhubungan dengan penuaan. Pajanan terhadap
sinar matahari selama hidup dan predisposisi herediter berperan dalam
perkembangan katarak senilis (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 381).
Katarak juga dapat terjadi pada usia berapa saja setelah trauma lensa,
infeksi mata, atau pajanan terhadap radiasi atau obat tertentu. Janin yang
terpajan virus rubella dapat mengalami katarak. Individu yang mengalami
diabetes mellitus jangka panjang sering mengalami katarak, yang kemungkinan
besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan
penanganan dan metabometabolismsa (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 381).
Gambaran Klinis
Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif.
Terjadi kekaburan pengligatan, silau, dan hilangnya persepsi warna.
(Corwin, J.Elizabeth. 2009: 381).
Diagnosis
Katarak didiagnosis setelah riwayat dan pemeriksaan fisik., opasitas yang

berwarna agak putih pada lensa terlihat.


Pada bayi, kemungkinan tidak terjadi refleks merah pada pemeriksaan
pada mata.
(Corwin, J.Elizabeth. 2009: 381).

Penatalaksanaan
Terapi dapat berupa eksisi seluruh lensa dan penggantian dengan lensa
buatan, atau fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, yang diikuti oleh
aspirasi pragmen dan penggantian lensa (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 382).
3. GLAUKOMA
Glaukoma adalah gangguan ocular yang di tandai dengan perubahan pada
pusat saraf optic (lempeng optik) dan kehilangan sensitivitas visual dan jarak
pandang (Elin, dkk.2008 : 344).
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinis
berupa peninggian bola mata, penggaungan papil saraf optic dengan defek
lapang pandangan mata. Glaucoma adalah sekelompok kelainan mata yang di
tandai dengan peningkatan intraoculer. Etiologi penyakit yang di tandai dengan
12

peninggian tekanan intraocular ini di sebabkan oleh bertambahnya produksi


cairan mata oleh badan ciliary dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di
daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (Gemy, Farmakologi lanjutan: 5).
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh
peningkatan abnormal tekanan intraocular (sampai lebih dari 20 mmHg).
Tekanan yang tinggi, kadang-kadang mencapai 60-70 mmHg, menyebabkan
kompresi saraf optikus ketika saraf tersebut keluar dari bolamata sehingga
terjadi kematian serabut saraf. Pada beberapa kasus, gloukoma dapat terjadi
walaupun tekanan intraocular normal. Jenis glaucoma ini berkaitan dengan
penyebab lain kerusakan saraf optikus. Glaukoma adalah penyebab utama
kebutaan di Amerika Serikat danpenyebab tersering kedua kebutaan di seluruh
dunia (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 382).
Kebutaan akibat gloukoma bisdsanya terjadi secara bertahap apabila
tekanan intraocular secara perlahan meningkat, namun dapat terjadi dalam
beberapa hari apabila tekanan intraocular mendadak menjadi tinggi. Mula-mula
biasanya terjadi gangguan penglihatan perifer, yang diikuti oleh gangguan
penglihatan sentral. Kebutaan yang disebabkan oleh glaucoma bersifat
ireversibel (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 382).
Penyebab Glaukoma
Glaucoma biasanya disebabkan oleh obstruksi aliran aqueous humor
keluar dari ruang mata. Glaukoma penutupan sudut akut disebabkan oleh
obstruksi aliran secara mendadak melalui sudut antara kornea dan iris, yang
dapat terjadi pada infeksi atau cedera atau bahkan tanpa alasan yang jelas.
Sebaliknya, glaukoma sudut terbuka primer terjadi lebih bertahap, biasanya
akibat fibrosis yang berhubungan dengan usia di sudut tersebut atau obstruksi
bertahap saluran lain yang berperan dalam aliran aqueous humor. Pada kasus
tersebut, terdapat peningkatan progresif tekanan intraocular. Kadang kadang
peningkatan produksi aqueous humor dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraocular. Faktor resiko glaucoma adalah usia (10% pada usia >80), riwayat
keluarga positif, berasal dari Karibia-Afrika, kornea tipis, miopia dan mutasi
genetic (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 382).

13

Manifestasi Klinik
1) Glaukoma sudut lebar (kronik) berkembang dengan pelan dan biasanya
asimtomatik sampai onset kehilangan jarak pandang. Kerusakan jarak
pandang termasuk konstriksi jarak pandang peripheral general, skotomas
terisolasi atau bintik buta, depresi jarak pandang nasal atau tahap nasal,
peripheral dan perubahan penglihatan warna.
2) Pada glaukoma sudut sempit (akut), pasien biasanya mengalami symptom
prodromal intermitten (seperti pandangan kabur dengan halos sekitar cahaya
dan biasanya sakit kepala). Tahap akut memiliki gejala berhubungan dengan
kornea berawan, edematous, nyeri pada ocular, mual, muntah dan nyeri
abdominal dan diaphoresis.
(Elin, dkk. 2008: 345).
Penatalaksanaan
Tetes mata digunakan untuk menurunkan tekanan intraocular. Obat-obat
yang sering di gunakan adalah penyekat beta untuk mengurangi produksi
aqueous humor atau obat parasimpatomimetik untuk menyebabkan

kontraksi pupil dan meningkatkan aliran aqueous humor keluar dari mata.
Pada glaucoma penutupan sudut akut, diuretic dapat diginakan untuk
menurunkan tekanan intraocular. Pembedahan dapat diperlukan. Tekanan
intraocular harus dipantau tiap tahun pada individu yang berusia lebih dari
40 tahun atau setiap individu yang mengalami peningkatan resiko

gangguan ini.
Pembedahan yang meliputi iridektomi untuk glaucoma penutupan sudut,
pembedahan drainase, atau trabekuloplasti laser dapat diginakan untuk

memperbaiki aliran keluar aqueous humor.


(Corwin, J.Elizabeth. 2009: 383).
4. AMBLIOPIA
Penurunan ketajaman penglihatan pada mata yang tampak secara
strukturul pada mata yang tampak secara structural utuh di kenal sebagai
ambliopia. Pada ambliopia, system saraf pusat menjadi tidak dapat
mengidentifikasikan stimulus visual, yaitu sinyal di kirim dari mata, namun
tidak di kenali di otak. Ambliopia sering terjadi akibat tidak di gunakannya satu
mata

(mata

malas),

akibat

kondisi

interaksi

binocular

abnormal

(mis.,strabismus atau katarak infantile). Ambliopia terjadi pada kondisi ini


14

karena perkembangan normal area visual thalamus dan korteks penglihatan


memerlukan stimulus visual binocular selama periode kritis perkembangan
(usia 0-5 tahun). Ambliopia kadang-kadang dapat di sebabkan oleh ingesti
toksin seperti alcohol atau tembakau, atau mungkin berkaitan dengan penyakit
sistemik seperti gagal ginjal atau diabetes melitus.

Meskipun ambliopia

mungkin irreversible pada beberapa kasus latihan ulang visual intensif bahkan
dapat individu dewasa untuk mendapatkan sebagian penglihatan pada mata
(Corwin, J.Elizabeth.2009: 375).
5. STRABISMUS
Kondisi yang di sebut strabismus adalah deviasi posisi mata relative
terhadap mata yang lain. Pada strabismus, mata mungkin tampak bersilangan
(juling). Individu yang mengalami strabismus sering mengeluhkan adanya
penglihatan ganda (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 375).
Strabismus dapat terjadi akibat ketidakmampuan congenital untuk
menggunakan kedua mata bersama-sama. Kondisi ini di sebut strabismus
nonparalitik dan di atasi dengan menutup mata yang dapat memfiksasi objek
(mata yang baik). Penutupan tersebut memaksa mata yang mengalami deviasi
untuk focus. Tanpa pengobatan, ambliopia terjadi dan aktivitas penglihatan
pada mata yang mengalami deviasi pada usia sekitar 6 tahun (Corwin,
J.Elizabeth. 2009: 375).
Strabismus paralitik biasanya terjadi pada usia dewasa setelah paralisis
atau lebih otot yang mengontrol gerakan mata. Tumor, cedera, atau infeksi
dapat menyebabkan strabismus paralitik (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 375).
6. MIOPIA
Miopia yang juga di sebut penglihatan dekat, terjadi apabila mata tidak
mampu melakukan akomodasi secara adekuat untuk benda yang jauh. Myopia
dapat terjadi akibat pemanjangan bola mata pada masa pertumbuhan yang
menyebabkan bayangan difokuskan di depan retina. Myopia memiliki
predisposisi genetic dan sering terjadi pada anak yang banyak membaca,
mungkin akibat perubahan panjang bola mata setelah berfokus pada benda
yang dekat dalam waktu lama. Myopia diobati dengan kacamata atau lensa
kontak berlensa cekung. (Corwin,J.Elizabeth.2009:376).
7. HIPEROPIA

15

Hiperopia yang juga disebut penglihatan jauh, terjadi apabila mata tidak
mampu melakukan akomodasi secara adekuat untuk benda yang dekat
sehingga menyebabkan benda difokuskan di belakang retina. Hiperopia dapat
terjadi pada usia muda dan pada usia lanjut, biasanya setelah decade keempat
kehidupan (presbiopia). Pada lansia, hiperopia disebabkan oleh infleksibilitas
lensa yang menua. Hiperopia diobati dengan kacamata atau lensa kontak
berlensa cembung (Corwin, J.Elizabeth. 2009: 376).
8. ASTIGMATISME
Pada astigmatisme, berkas cahaya tersebar pada retina, bukan berfokus
pada retina karena kelengkungan kornea yang tidak simetris. Bayangan yang
terbentuk menjadi kabur, atau terdistorsi. Astigmatisme dapat terjadi pada
myopia atau hiperopia. Diperlukan lensa dengan kontruksi khusus (Corwin,
J.Elizabeth. 2009: 376).
9. BUTA WARNA
Buta warna biasanya adalah gangguan genetic terkait seks yang
disebabkan oleh defisiensi salah satu dari tiga fotopigmen. INdifidu yang
mengalami buta warna hanya melihat warna yang terbentuk oleh aktivitas dua
jenis sel kerucut lainnya. Buta warna diwariskan melalui kromosom X; oleh
karena itu, buta warna biasanya mengenai pria. Pada kasus yang ekstrem, dapat
terjadi defisiensi lebih dari satu sel kerucut warna (Corwin, J.Elizabeth. 2009:
376-377).
10. EPISKLERITIS
Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang
terletak di antara konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh
sendiri,

dan

bersifat

rekurensi

(Roy

Hampton,

Episcleritis

in

Http://www.emedicine.com/oph/topic641.html).
Episkleritis adalah penyakit pada episklera yang sering, ringan, dapat
sembuh sendiri dan biasanya mengenai orang dewasa dan berhubungan
dengan penyakit sistemik penyertanya tetapi tidak dapat berkembang menjadi
skleritis (Kanski J. Jack. 2003: 151).
Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon
inflamasi yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network,
patologinya menunjukkan inflamasi nongranulomatous

dengan dilatasi

16

vascular dan infiltrasi perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak


bersifat idiopatik namun sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit
sistemik dan reaksi hipersensitivitas mungkin berperan. Hubungan yang
paling signifikan adalah dengan hiperurisemia dan gout (Riordan Paul-Eva.
2000: 170)
Terdapat dua tipe klinik yaitu simple dan nodular. Tipe yang paling sering
dijumpai adalah simple episcleritis (80%), merupakan penyakit inflamasi
moderate hingga severe yang sering berulang dengan interval 1-3 bulan,
terdapat kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse (jarang),
dan

edema

episklera

(Roy

Hampton,

Episcleritis

in

Http://www.emedicine.com/oph/topic641.html).
Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling banyak sembuh spontan
dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada pasien dengan
penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang berhubungan
dengan penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan lebih sering
terjadi saat musim hujan atau semi (Pavan-Langston, 2003; 125). Faktor
presipitasi jarang ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan
stress dan perubahan hormonal. Pasien dengan nodular episcleritis mengalami
serangan yang lebih lama, berhubungan dengan penyakit sistemik (30%
kasus, 5% berhubungan dengan artritis rematoid, 7% berhubungan dengan
herpes zoster ophthalmicus atau herpes simplex dan 3% dengan gout atau
atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe simple. Nodular episcleritis (20%)
terlokalisasi pada satu area, membentuk nodul dengan injeksi sekelilingnya
(Riordan Paul-Eva. 2000: 170).
Manifestasi Klinik
Pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman (mild to moderate) yang
berlangsung akut, seringkali bersifat unilateral, walaupun ada yang
melaporkan tidak nyeri, kemerahan, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri saat
ditekan, dan lakrimasi. Pada tipe noduler gejala lebih hebat dan disertai
perasaan ada yang mengganjal. Tanda objektif dapat ditemukan kelopak mata
bengkak, konjungtiva bulbi kemosis disertai pelebaran pembuluh darah
episklera dan konjungtiva (Kanski J. Jack. 1999: 152).

17

Pemeriksaan Fisik
Ditandai dengan adanya hiperemia lokal sehingga bola mata tampak
berwarna merah muda atau keunguan. Juga terdapat infiltrasi, kongesti, dan
edem episklera, konjungtiva diatasnya dan kapsula tenon di bawahnya.
a) Episkleritis Sederhana
Gambaran yang paling sering ditandai dengan kemerahan sektoral dan
gambaran yang lebih jarang adalah kemerahan difus. Jenis ini biasanya
sembuh spontan dalam 1-2 minggu (Riordan Paul-Eva. 2000: 170).
b) Episkleritis Noduler
Ditandai dengan adanya kemerahan yang terlokalisir, dengan nodul
kongestif dan biasanya sembuh dalam waktu yang lebih lama.
1) Pemeriksaan dengan Slit Lamp yang tidak menunjukkan peningkatan
permukaan sklera anterior mengindikasikan bahwa sklera tidak
membengkak.
2) Pada kasus rekuren, lamela sklera superfisial dapat membentuk garis
yang paralel sehinggga menyebabkan sklera tampak lebih translusen.
Gambaran seperti ini jangan disalah diagnosa dengan penipisan sclera.
(Riordan Paul-Eva. 2000: 171).
Pada kasus yang jarang pemeriksaan pada kornea menunjukkan adanya
dellen formation yaitu adanya infiltrat kornea bagian perifer (Roy Hampton,
Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.html).
Pemeriksaan fisik lainnya adalah adanya uveitis bagian anterior yang
didapatkan

pada

10

penderita

(Roy

Hampton,

Http://www.emedicine.com/oph/topic641.html).

Episcleritis

in

Pemeriksaan visus pada

penderita episkleritis tidak menunjukkan penurunan (Rhee Douglas and Pyfer


Mark. 1999: 151).
Pemeriksaan Lab dan Radiologi
a) Pada kebanyakan pasien dengan episkleritis yang self limited pemeriksaan
laboratorium

tidak

diperlukan

(Roy

Hampton,

Episcleritis

in

Http://www.emedicine.com/oph/topic641.html).
b)Pada beberapa pasien dengan episkleritis noduler atau pada kasus yang berat,
rekuren, dan episkleritis sederhana yang persisten atau rekuren, diperlukan

18

hitung jenis sel darah (diff count), kecepatan sedimentasi eritrosit (ESR),
pemeriksaan asam urat serum, foto thoraks, pemeriksaan antibodi antinuklea,
rheumatoid factor, tes VDRL (Venereal Disease Research Laborator)) dan tes
FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption) (Roy Hampton,
Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.html).
Penatalaksanaan
a) Simple Lubrikan atau Vasokonstriktor
Digunakan pada kasus yang ringan (Kanski J. Jack. 2003: 151)
b) Steroid Topikal
Mungkin cukup berguna, akan tetapi penggunaannya dapat menyebabkan
rekurensi. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikannya dalam periode
waktu yang pendek (Kanski J. Jack. 2003: 151). Terapi topikal

dengan

Deksametason 0,1 % meredakan peradangan dalam 3-4 hari. Kortikosteroid


lebih efektif untuk episkleritis sederhana daripada daripada episkleritis
noduler (Riordan Paul-Eva. 2000: 171).
c) Oral Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs)
Obat yang termasuk golongan ini adalah Flurbiprofen 300 mg sehari, yang
diturunkan menjadi 150 mg sehari setelah gejala terkontrol, atau Indometasin
25 mg tiga kali sehari. Obat ini mungkin bermanfaat untuk kedua bentuk
episkleritis, terutama pada kasus rekuren (Riordan Paul-Eva. 2000: 171).
Pemberian aspirin 325 sampai 650 mg per oral 3-4 kali sehari disertai dengan
makanan atau antasid (Rhee Douglas and Pyfer Mark. 1999: 134).
d) Episkleritis memiliki hubungan yang paling signifikan dengan hiperurisemia
(Gout), oleh karena itu Gout harus diterapi secara spesifik.

19

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mata merupakan reseptor penglihatan kompleks yang terletak di dalam
sepasang rongga yang di kelilingi tolang tengkorak di sebut orbita, Yang terbuka
di bagian depan, berhubungan dengan dunia luar, sedangkan bagian belakang
terdapat lubang tempat masuk keluarnya saraf dan pembuluh darah. Saraf utama
nervus optikus: meneruskan impuls penglihatan dari retina ke otak. Mata apabila
tidak dijaga dengan baik juga akan mengalami berbagai gangguan serta kelainan
seperti katarak, glaucoma, miopi, hipermetropi dll

20

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi revisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ilyas, Sidharta, dkk. 2010. Ilmu penyakit Mata. Jakarta : CV Sagung Seto.
James, Bruce, dkk. 2005. Lecture Notes : Oftalmologi . Jakarta: Erlangga Medical
Series.
Kanski J. Jack. 1999. Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical
Ophthalmology 4th Edition. Great Britain: Butterworth-Heinemann.
Kanski J. Jack. 2003. Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical
Ophthalmology 5th Edition. Great Britain: Butterworth-Heinemann
Mashudi, Sugeng. 2011. Anatomi Fisiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika
Neal, M.J.2006. At a glance Farmakologi Medis edisi V. Jakarta: Erlangga.
Nastity, Gemy Handayani. Farmakologi Lanjutan. Makassar: UIN Alauddin
Press.
Parakrama, Chandrasoma. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi edisi 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Pavan-Langston, 2002. Cornea and External Disease in Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy 5th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
Pearce.C.Evelyn. 2005. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Rhee Douglas and Pyfer Mark. 1999. Episcleritis in The Wills Eye Manual 3 rd
Edition. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins.

21

Riordan Paul-Eva. 2000. Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Jakarta:
Widya Medika.
Robenstein, David. 2005. Lecture Notes Kedokteran Klinis edisi ke VI. Jakarta :
Erlangga
Roy Hampton, Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm

22

Anda mungkin juga menyukai