Anda di halaman 1dari 37

SKENARIO

Seorang pasien laki-laki, 56 tahun, datang ke poliklinik mata dengan keluhan penurunan ketajaman
penglihatan. Tidak ada kelainan refraksi, tidak ada riwayat mata merah dan trauma pada mata
sebelumnya.

KATA SULIT :

Refraksi : pembengkokan berkas cahaya. Untuk memiliki penglihatan yang jelas, mata
harus memfokuskan berkas pada retina yang berarti membengkokkan cahaya saat
memasuki mata. Kornea dan lensa adalah struktur mata yang melakukan refraksi.
Ketajaman penglihatan (visus) : Nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil, dimana
sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan.

KATA KUNCI :

Laki-laki
56 tahun
Penurunan ketajaman penglihatan
Kelainan refraksi negatif (-)
Riwayat mata merah negatif (-)
Trauma mata negatif (-)

PERTANYAAN :
1. Anatomi, histologi dan fisiologi penglihatan
2. Etiologi dan faktor resiko penurunan ketajaman penglihatan
3. Cara mengukur dan pemeriksaan ketajaman penglihatan
4. Diferensial diagnosis
PEMBAHASAN :

ANATOMI BOLA MATA


Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Cara mata bekerja dalam
fungsinya sebagai alat penglihatan mempunyai cara kerja seperti kamera. Berikut struktur-struktur
yang menyusun bola mata:

1. Sclera : merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat, keras dan berwarna putih.
Sclera merupakan lapisan terluar yang berfungsi melindungi struktur di dalam bulbus oculi,
selain itu sclera juga merupakan tempat melekatnya otot-otot mata.
2. Kornea : merupakan cakram transparan yang adalah lanjutan dari sclera. Sinar
cahaya dari dunia luar pertama melewati kornea sebelum mencapai lensa. Bersama dengan
lensa, kornea bertanggung jawab menfokuskan cahaya pada retina.
3. Iris : adalah struktur datar, tipis, berbentuk cincin menempel ke ruang anterior.
Pada iris terdapat otot sirkuler (m. Sphicter papillae) dan otot radier (m. Dilatator papillae)
yang akan mengatur diameter pupil. Di iris juga terdapat pigmen yang akan menentukan
warna mata seseorang.
4. Pupil : adalah lubang di tengah-tengah iris yang terletak di depan lensa. Pupil
berfungsi dalam mengatur jumlah cahaya yang masuk, yang diatur oleh otot polos yang
terdapat pada iris.
5. Lensa : merupakan cakram cembung transparan yang berfungsi untuk
memfokuskan cahaya. Lensa dapat berubah bentuk sesuai dengan jarak obyek penglihatan.
6. Ruang anterior : adalah ruang antara kornea dan lensa. Pada ruangan ini terdapat humor
aqueous, yang akan memberikan gizi penting bagi lensa, membantu membersihkan kotoran
dan mengatur tekanan dalam bola mata serta memelihara bentuk mata.
7. Ruang posterior : adalah ruang yang lebih besar dari ruang anterior, ruang posterior terletak
mulai dari tepi lensa bagian posterior sampai retina. Pada ruang posterior ini terdapat corpus
viterous, yaitu suatu matriks gelatin yang jernih yang membantu mempertahankan bentuk
bola mata.
8. Koroid : adalah lapisan bola mata yang terletak antara sklera dan retina. Koroid
berwarna coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan yang berisi benyak pembuluh
darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna gelap pada korois
berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan cahaya). Ke bagian depan, koroid
membentuk corpus ciliaris yang berlanjut ke depan lagi membentuk iris yang berwarna.
9. Corpus ciliaris : merupakan kelanjutan dari koroid, yang menghasilkan humor aqueous.
Corpus ciliaris juga berisi otot-otot siliaris yang mana kontraksi dan relaksasi otot ini akan
mengubah bentuk lensa.
10. Otot siliaris : merupakan otot polos yang terdapat di corpus ciliaris dan melingkari lensa.
11. Zonula : dikenal juga sebagai ligamen suspensoriosum adalah sebuah cincin serat
kecil yang menggantung lensa agar tersuspensi di tempatnya. Zonula menghubungkan lensa
ke corpus ciliaris (otot ciliaris) sehingga memungkinkan lensa untuk berubah bentuk saat
kontraksi dan relaksasi otot ciliaris.
12. Retina : adalah lapisan terdalam pada bola mata. Lapisan ini peka terhadap sinar.
Retina berisi fotoreseptor untuk mendeteksi cahaya. Fotoreseptor ini dikenal sebagai sel
kerucut (cone) dan sel batang (rod). Sel kerucut memungkinkan kita untuk mendeteksi warna
dan sel batang memungkinkan kita untuk melihat dalam cahay yang kurang (malam hari).
13. Fovea :adalah daerah kecil pada pusat retina yang mempunyai penglihatan paling
tajam. Hal ini dikarenakan fovea memiliki konsentrasi tinggi sel kerucut.
14. Diskus optikus: merupakan tempat neuron jaras visual membentuk nervus optikus dan
keluar dari mata. Diskus optikus juga disebut bintik buta, hal ini dikarenakan pada daerah
ini tidak mengandung fotoreseptor, maka setiap cahaya yang jatuh diatasnya tidak akan
terdeteksi.
HISTOLOGI MATA

Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan jaringan, yaitu:


1. Sklera
Sklera merupakan lapisan terluar dari bola mata. Sklera terdiri dari jaringan yang padat.
Sklera terbagi menjadi dua bagian, yaitu: Sklera anterior dan sklera posterior. Sklera posterior
berbatasan dengan khoroid sedangkan sklera anterior akan termodifikasi menjadi kornea.
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea
merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapisan,
yaitu:
1) Epitel
2) Membran Bowman
3) Stroma
4) Membran Descement
5) Endotel
Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan jernih encer yang disebut aquous
humor. Aquous humor membawa nutrien untuk kornea dan lensa, yaitu dua struktur yang tidak
memiliki aliran darah karena adanya pembuluh darah akan mengganggu lewatnya cahaya ke
fotoreseptor.

2. Lapisan Vaskular (Uvea)


Lapisan ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu:
1) Khoroid (Choroidea)
2) Badan Siliar (Corpus Ciliare)
3) Iris
Di khoroid terdapat banyak pembuluh darah yang akan memberikan nutrisi ke retina dan
struktur bola mata.

3. Retina
Lapisan yang paling dalam di bawah khoroid adalah retina, yang terdiri dari lapisan
berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Yang terakhir, mengandung
sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf. Seperti dinding hitam sebuah studio foto, pigmen di khoroid dan retina menyerap
sinar setelah sinar mengenai retina untuk mecegah pantulan atau pembuyaran sinar di dalam mata.
FISIOLOGI PENGLIHATAN
Mekanisme Penglihatan

Manusia dapat melihat benda karena adanya cahaya. Cahaya yang ditangkap mata berturut-
turut akan melalui kornea, aqueous humor, pupil, lensa, vitreus humor, dan retina. Lensa mata
berfungsi memfokuskan cahaya yang terpantul dari benda-benda yang terlihat sehingga menjadi
bayangan yang jelas pada retina. Cahaya ini akan merangsang fotoreseptor untuk menyampaikan
impuls ke saraf penglihat dan berlanjut sampai lobus oksipitalis pada otak besar.

Mata memiliki berbagai mekanisme kerja agar dapat menghasilkan bayangan yang baik
pada pandangan kita. Salah satu kemampuannya adalah kemampuan refraksi. Refraksi ini adalah
kemampuan mata untuk membiaskan cahaya pada saat mata tidak dalam keadaan akomodasi yang
ini bertujuan agar kornea dapat memfokuskan bayangan dimana cahaya yang masuk melalui
kornea. Kemampuan refraksi mata dengan normal disebut emetrop, sedangkan orang dengan
gangguan fungsi refraksi disebut ametrop. Dua faktor berperan dalam derajat refraksi: densitas
komparatif antara dua media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat
pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan).
Kemudian cahaya di teruskan ke Pupil merupakan lubang bundar anterior di bagian tengah
iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya
kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang atau intensitas cahayanya
besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris. Iris
merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor, karena iris
merupakan cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan dalam menentukan warna mata.
Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous
humor dan vitreous humor, melekat ke otototot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Fungsi
lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi, juga
berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang
dekat, maka otototot siliaris akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat.
Dan apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otototot siliaris akan mengendur dan
lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya sampai ke retina, maka selsel batang dan
selsel kerucut yang merupakan selsel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal
sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh
retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak,
karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.

Prinsip jaras penglihatan yaitu dari kedua retina ke korteks penglihatan. Sinyal saraf
penglihatan meninggalkan retina melalui nervus optikus. Di chiasma opticum, serabut nervus
optikus dari bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat serabut nervus optikus
bergabung dengan serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal retina mata yang lain
sehingga terbentuklah traktus optikus. Serabut-serabut dari setiap traktus optikus bersinaps di
nukleus genikulatum lateralis dorsalis pada thalamus, dan dari sini, serabut-serabut
genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optikus menuju korteks penglihatan primer yang
terletak di fisura kalkarina lobus oksipitalis.
Serabut penglihatan juga melalui beberapa daerah yang lebih primitive di otak, yaitu :

1. Dari traktus optikus menuju nukleus suprachiasmatik di hipotalamus, untuk pengaturan


irama sirkadian yang menyinkronisasikan berbagai perubahan fisiologi tubuh dengan siang
dan malam.

2. Menuju nuklei pretektalis di otak tengah, untuk mendatangkan gerakan reflex mata agar
mata dapat difokuskan ke arah objek yang penting dan untuk mengaktifkan reflex pupil
terhadap cahaya.
3. Menuju kolikulus superior, untuk mengatur pergerakan arah kedua mata yang cepat.

4. Menuju nukleus genikulatum lateralis ventralis pada thalamus dan daerah basal otak
sekitarnya, untuk membantu mengendalikan beberapa fungsi sikap tubuh.

Jadi jaras penglihatan secara kasar dapat dibagi menjadi sistem primitif untuk otak
tengah dan dasar otak depan, serta sistem baru untuk penjalaran sinyal penglihatan secara
langsung ke dalam korteks penglihatan yang terletak di lobus occipitalis. Pada manusia,
sistem baru bertanggung jawab untuk persepsi seluruh aspek bentuk penglihatan, warna, dan
penglihatan sadar lainnya. Sebaliknya pada banyak hewan primitif, bentuk penglihatan
bahkan dideteksi oleh sistem yang lebih primitif, yaitu dengan menggunakan kolikulus
superior dengan cara yang sama seperti hewan mamalia menggunakan korteks penglihatan.
PENYEBAB TAJAM PENGLIHATAN MENURUN
A. Kelainan NON Refraksi
Penurunan tajam penglihatan yang di sebabkan karena kelainan organik :
a. Katarak (kekeruhan lensa mata)
Penyebabnya katarak itu sendiri ada 4 :
-Cahaya (paparan sinar matahari)
-Merokok
-Faktor usia
-Metabolisme
Keluhan yang di alami adalah : Pandangan Berkabut Putih dan Buram
b. Glaukoma (kerusakan serat saraf mata)
-Cacat lapang pandang
-Resiko bertambahnya usia dan faktor keturunan
-Penyebab terbesar kebutaan
c. Hipertensi (darah tinggi)
-Pandanagn akan berubah ubah sesuai tekanan darah seseorang
-Terkadang terasa jelas dan kadang terasa buram
d. Diabetes (gula darah)
-Pandanagn akan berubah ubah sesuai tekanan darah seseorang
-Terkadang terasa jelas dan kadang terasa buram
B. Kelainan Refraksi

Penurunan tajam penglihatan yang di sebabkan oleh kelainan pada media refraksi, sehingga sinar
atau cahaya yang masuk tidaklah di fokuskan ke retina.
faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah:
a. Bentuk kornea mata
-daya bias kornea terlalu kuat mengakibatkan Miopia
-daya bias kornea yang terlalu lemah memgakibatkan Hypermetropia
daya bias kornea yang tidak sama mengakibatkan Cylindris
b. Sumbu bola mata
-sumbu bola mata yang terlalu panjang mengakibatkan Miopia
-sumbu bola mata terlau pendek mengakibatkan Hypermetropia
c. Kemampuan elastisitas lensa kristalin

-Melemahnya kemampuan akomodasi lensa kristalin dan yang paling umum mengakibatkan
Presbiopia
d. Indeks bias cairan mata
-indek bias cairan yang tinnggi mengakibatkan Miopia
-indek bias cairam mata yang lemah mengakibatkan Hypermetropia
-indek bias cairam mata yang tidak sama mengakibatka mata Cylindris
e. Tebal antherior chamber atau yang di sebut Aqueous
C. Presbiopia

Kondisi ini biasanya di alami pada usia 40 tetapi lain hal ketika seseorang terlalu sering beraktifitas
dekat seperti baca koran,buku ataupun komik penambahan baca bisa terjadi pada usia dini
maksutnya (sebelum 40 tahun ). pengertian Presbiopia ini sendiri adalah kondisi di mana mata
seseorang tidak dapat melihat dekat atau tidak fokus ketika melihat objek atau bacaan dekat.
penyebabnya sendiri seperti :
a. Elastisitas lensa kristalin yang menurun
b. Otot siliaris yang sudah melemah
c. Faktor usia
Gangguan lainnya yang dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan :

Ablasi retina

Amaurosis fugaks

Perdarahan badan kaca

Oklusi arteri retina sentral

Oklusi vena retina sentral

Neuritis optik : papilitis, neuritis retrobulbar


CARA PENGUKURAN TAJAM PENGLIHATAN

1. Dengan kartu Snellen


Pemeriksaan tajam penglihatan seseorang sebaiknya dilakukan di kamar yang tidak terlalu
terang untuk mencegah terjadinya akomodasi akibat rasa silau. Bila melihat huruf teratas
dari kartu Snellen maka huruf pada baris paling bawah akan kabur. Pemeriksaan dilakukan
pada jarak 5 6 meter dari kartu Snellen (karena pada jarak ini mata akan melihat benda
dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi). Ditentukan baris huruf terkecil yang
masih bisa dibaca. Dilihat huruf yang terbaca. Maka tajam penglihatan dinyatakan 6 dibagi
jarak huruf baris yang masih terbaca. Biasanya penglihatan normal mempunyai tajam
penglihatan 6/6.
Pada tajam penglihatan 6/6 berarti dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh
orang normal huruf tersebut juga dapat dilihat pada jarak 6 meter.
Bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan angka 30,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter
yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.

2. Tidak dengan kartu Snellen


Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan
uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan
pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya 3/60. Dengan pengujian
ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60 yang berarti hanya dapat
menghitung jari pada jarak 1 meter.
Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien lebih
buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan
pada jarak 300 meter. Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak
1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.
Kadang kadang seseorang pasien hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan
tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan
1/tidak berhingga. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak
berhingga.
Bila pasien sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.
GLAUKOMA
A. DEFINISI

Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyaiNsuatu karakteristik optik


neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun kenaikan tekanan
intra okuli adalah salah satu dari faktor risiko primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah
definisi penyakit. (Skuta, 2009-2010)

B. ETIOLOGI
Glaukoma primer : glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan
kelainan yang menyebabkan glaukoma. Glaukoma ini didapatpada orang yang telah
memiliki bakat bawaan glaukoma seperti ada gangguan fasilitas pengeluaran air mata
ataususunan anatomis bilik mata yang menyempit.
Glaukoma sekunder : glaukoma yang disebabkan karena kelainan bola mata
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme
1. Glaukoma sudut terbuka
Ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler karena peningkatan resistensi
terhadap humor aquous di
a. Glaukoma sudut terbuka primer
b. Glaukoma sudut tertutup primer
2. Glaukoma sudut tertutup
Terjadi karena iris bagian perifer menempel dengan trabekula meshwork
a. Glaukoma sudut tertutup primer
b. Glauoma sudut tertutup sekunder.
D. PATOFISIOLOGI
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan intra-okuler yang disertai pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada sebagian besar kasus tidak terdapat
penyakit mata lain ( glaukoma primer ). Tekanan intra-okuler tersebut ditentukan oleh
kecepatan pembentukan humor akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya air mata.
Mekanisme peningkatan tekanan intra-okuler pada glaukoma adalah gangguan aliran
keluar humor akueus akibat kelainan system drainase sudut kamera anterior ( glaukoma
sudut terbuka ) atau gangguan akses humor akueus ke system drainase ( glaukoma sudut
tertutup ). Patofisiologi peningkatan tekanan intra-okuler baik disebabkan oleh mekanisme
sudut terbuka atau sudut tertutuo akan berhubungan dengan bentuk-bentuk glaukoma.
Efek peningkatan tekanan intra-okuler di dalam mata ditemukan pada semua bentuk
glaukoma yang manifestasinya ditentukan oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan
tekanan intra-okuler. Mekanisme utama pada penurunan penglihatan pada glaukoma
adalah atrofi sel ganglion difus yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi
atrofik disertai pembesaran cekungan optik. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik dan
prosesussiliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup akut,
tekanan intra-okuler mencapai 60-80 mmHg sehingga, terjadi kerusakan iskemik pada iris
yang disertai edema kornea.
E. GEJALA
1. Glaukoma primer
Glaukoma primer sudut tertutup
Akut :
a. rasa sakit berat (cekot-cekot) di mata, dapat sampai sakit kepala dan muntah-muntah.
b. mata merah, berair
c. penglihatan kabur
Kronik :
a. gejala hampir sama dengan yang akut tetapi rasa sakit, merah dan kabur dapat hilang
dengan sendirinya, dan terjadi serangan berulang beberapa kali. Biasanya rasa sakit
kurang berat dibandingkan dengan yang akut.
Glaukoma sudut terbuka
Awal :
a. mungkin tanpa gejala
b. rasa capai pada mata
c. rasa pegal pada mata
d. fluktuasi tajam penglihatan
e. kadang-kadang melihat seperti pelangi sekitar lampu
Lanjut :
a. penyempitan lapang pandang buta
2. Glaukoma sekunder
a. penglihatan kabur
b. mata merah
c. rasa sakit di mata dan sakit kepala.
d. penurunan lapangan pandang
F. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
1. Mengurangi humor aquos yamg masuk ke mata
Beta blocker
Betaxolol larutan 0,5 %
Timolol larutan 0,25%
Levobunolol larutan 0,25%
2. Meningkatkan pengeluaran humor aquos dari mata melalui anyaman trabekulum
Mioetika parasimpatomimetika langsung
Pilocarpine larutan 0,5%
Carbachol, larutan 1,5%
3. Meningkatkan pengeluaran humor aquos melalui uveo sclera
Lipid receptor agonis
Latanoprost
Travopost
Bimatroprost
Unoprostone
b. Non Medikamentosa
Glaukoma bukan merupakan penyakit yang dapat diobati dengan operasi saja. Keputusan
untuk melakukan operasi glaukoma biasanya langsung pada keadaan yang memang memiliki
indikasi untuk dilakukannya operasi, yaitu:
1. Target penurunan tekanan intra-okular tidak tercapai
2. Kerusakan jaringan saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif meski telah
diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah dilakukan laser terapi ataupun
tindakan pembedahan lainnya.
3. Adanya variasi tekanan diurnal yang signifkan pada pasien dengan kerusakan diskus yang
berat.
Operasi biasanya merupakan pendekatan primer baik untuk glaukoma kongenital maupun
glaukoma blok papil. Pengawasan terhadap pasien sangat penting mengingat efek yang kurang
baik dari operasi, seperti masalah yang berkaitan dengan bleb, resiko katarak di kemudian hari dan
infeksi.Operasi glaukoma dapat dilakukan dengan laser maupun teknik bedah insisi dengan banyak
prosedur yang bertujuan menurunkan TIO, diantaranya trabekulektomi dengan berbagai
variasinya, prosedur non-penetrasi TIO, implantasi jalan pintas akuos, operasi sudut untuk
glaukoma kongenital dan glaukoma sudut tertutup dan ablasi badan silar. Prosedur lain seperti
iridektomi dan gonioplasti diperuntukkan untuk gangguan sudut dan drainase cairan.

a. Operasi untuk glaukoma sudut terbuka


1. Laser trabekuloplasti
Laser trabekuloplasti (LTP) adalah teknik yang menggunakan energi laser yang dijatuhkan
pada anyaman trabekula pada titik yang berbeda. Biasanya salah satu dari pinggir anyaman
trabekula (1800). Ada berbagai cara yang tersedia diantaranya, argon laser trabekuloplasti (ALT),
diodor laser trabekuloplasty dan selektif laser trabekuloplasty (SLT). LTP diindikasikan pada
pasien glaukoma yang telah mendapat dosis maksimalobat yang bisa ditoleransi dimana dengan
gonioskopi merupakan glaukoma sudut terbuka dan menuntun penurunan TIO. Selain efektif pada
pasien dengan glaukoma sudut terbuka, LTP juga efektif pada pasien dengan pigmentasi glaukoma
dan pasien dengan sindrom pengelupasan kulit. Namun, pasien pada afakia atau pseudoafakia tidak
terlalu memberikan respon yang baik. LTP juga tidak efektif untuk mengobati glaukoma tekanan
rendah dan glaukoma sekunder seperti uveitis glaukoma. LTP dapat menurunkan sekitar 20-25%
TIO awal pasien. Kontraindikasi ITP adalah pada pasien dengan inflamasi glaukoma, iridokornal
endothelial (ICE), glaukoma neovaskularisasi atau sinekia sudut tertutup pada pasien dengan
glaukoma yang progresif.
2. Selective laser trabeculoplasty
Selective laser trabeculoplasty (SLT) adalah prosedur laser yang menggunakan frekuensi
ganda dengan target melanin intraseluler. Prosedur laser iniaman dan selektif dengan hasil
penurunan TIO yang hampir sama dengan ALT. Komplikasi utama dari LTP ini adalah
peningkatan TIO yang temporer yang terjadi pada sekitar 20% pasien. TIO yang pernah dilaporkan
sekitar 50-60 mmHg dan peningkatan TIO temporer ini bisa menyebabkan kerusakan saraf optik.
Dilaporkan sekitar 80% pasien glaukoma sudut terbuka dengan terapi medis yang tidak terkontrol
menunjukkan penurunan TIO.
3. Trabekulektomi
Trabekulektomi merupakan suatu cara yang konservatif dalam penanganan glaukoma.
Trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada dan
sering dilakukan pada glaukoma sudut terbuka. Pada trabekulektomi ini cairan mata tetap
terbentuk normal akan tetapi, pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas.
Tujuannya agar cairan mata bisa melewati anyaman trabekula menuju ruang subkonjungtiva
dimana pada saat bersamaan tekanan intraokuler optimal tetap dipertahankan ( tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu rendah ) sebagaimana mempertahankan bentuk bulat mata ( mencegah
pendangkalan bilik mata depan). Teknik ini dimulai dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu:
eksposure, robekan konjungtiva, flap sclera, parasintesis, sklerostomi, iridektomi, pentupan flap
sclera, pengaturan aliran dan penutupan konjungtiva.
b. Operasi untuk glaukoma sudut tertutup
1. Laser iridektomi
Teknik bedah ini pertama kali dipublikasikan oleh seorang ahli ogtalmologi Jerman bernama
Albrecht von Graefe tahun 1857 pada pasien glaukoma akut. Iridektomi merupakan prosedur
operasi yang aman dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi sekitar 80% pada penderita
glaukoma sudut tertutup primer. Tujuan yang ingin dicapai adalah terbukanya drainase cairan mata
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan dan mengurangi tekanan yan tnggi di bilik mata
belakang akibat blok pupil yang relatif. Dengan demikian memungkinkan pupil untuk bergerak
mundur ke belakang sehingga membuka sudut glaukoma. Indikasi iridektomi yaitu adanya blok
pupil dan kebutuhan untuk menentukan adanya blok pupil. Laser iridektomi juga diindikasikan
untuk mencegah blok pupil pada mata yang beresiko tinggi pada pemeriksaan gonioskopi karena
serangan glaukoma sudut tertutup pada mata yang di sebelahnya. Sementara itu, kontraindikasi
laser iridektomi adalah adanya rubeosis iridis yang aktif dan pemakaian antikoagulan sistemik
termasuk aspirin.Pada glaukoma sudut tertutup akut, sulit untuk dilakukan laser iridektomi karena
kondisi kornea yang keruh, ruang yang dangkal, dan iris yang tenggelam. Dokter harus
menangani dulu serangan ini secara medis kemudian baru dilanjutkan terapi bedah.
2. Laser genioplasti atau iridoplasti perifer
Genioplasti atau iridoplasti adalah teknik untuk memperdalam sudut. Adakalanya ini berguna
pada glaukoma sudut tertutup akibat iris plateau. Stroma dibakar dengan argon laser pada bagian
perifer iris untuk membuat kontraksi dan membuat datar iris. Kontraindikasi laser genioplasti dan
irioplasti sama dengan laser iridektomi.
3. Pembedahan Insisi
Diantaranya adalah iridektomi perifer, ekstraksi katarak, pendalaman COA, dan
goniosinekialisis. Dilakukan apabila bedah laser tidak memberikan hasil.

H. Pecegahan Glaukoma
Gangguan ini bisa diatasi dengan menghindari sinar matahari langsung (menggunakan kaca
mata) dan mengkonsumsi manggis yang mengandung antioksidan.
Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya glaukoma sudut terbuka. Jika penyakit ini
ditemukan secara dini, maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan
pengobatan. Orang-orang yang memiliki resiko menderita glaukoma sudut tertutup sebaiknya
menjalani pemeriksaan mata yang rutin dan jika resikonya tinggi sebaiknya menjalani
iridotomi (Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau dilakukan pembedahan
untuk memotong sebagian iris) untuk mencegah serangan akut.
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara
bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang
sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar
dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf
mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah
sehingga saraf mata akan mati.

I. Prognosis Glaukoma

1. Glaukoma Sudut Terbuka


Apabila ditatalaksana dengan baik, dapat mempertahankan penglihatan tetapi, tidak dapat
sembuh dengan sempurna. Oleh karena itu, perlu kontrol teratur.
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat adalah kunci utama untuk
mempertahankan penglihatan. Apabila ditemukan gejala klinik dari glaukoma sudut tertutu
maka perlu penanganan sesegera mungkin.
3. Glaukoma Kongenital
Diagnosis dan penatalaksanaan dini sangat penting. Apabila tindakan operatif dapat
dilakukan secara tepat maka prognosis akan lebih baik.
CENTRAL RETINAL ARTERY OCCLUSION ( CRAO )

1. DEFINISI
Oklusi arteri retina sentralis atau Central Retinal Artery Occlusion ( CRAO ) adalah salah satu dari
kegawatdaruratan dalam bidang oftalmologi. Penglihatan dapat turun mendadak bahkan dapat
menyebabkan kebutaan.

2. ETIOLOGI
Umumnya penyebab oklusi arteri retina sentralis berhubungan dengan aterosklerosis. Pada
penyakit arteri karotis kejadiannya sekitar 45 %. Penyebabnya tergantung umur dan jika terjadi
pada usia dibawah 30 tahun sering dikaitkan dengan migrain, trauma, tekanan bola mata tinggi,
edem papil, retinoblastoma, neuritis optik dan kelainan pembekuan. Kejadian pada usia diatas 30
tahun disebabkan oleh hipertensi, penyakit arteri karotis, infark miokard, paska bedah retina,
endokarditis bakteri subakut, diabetes melitus dan sifilis. Pada penderita usia lanjut bisa
disebabkan oleh arteritis temporal.

1) Emboli
Emboli dari jantung :
Kalsifikasi dari katup aorta dan katup mitral
Vegetasi pada penyakit endokarditis bakterialis
Trombus mural setelah infark miokard dan dengan prolaps katup mitral
Miksomatous, dari miksoma atrial umumnya di mata kiri.
Penyakit arteri karotis : Umumnya disebabkan oleh ulserasi ateroma pada bifurkasio
karotis internal dan eksternal. Biasanya dikaitkan dengan obstruksi kronik. Emboli bisa
karena :
Kolesterol, plak Hollenhorst kuning pada bifurkasio arteriola, biasanya asimptomatik.
Fibrinoplatelet, emboli menyebabkan Transient Ischemic Attacks (TIA) yang
bermanifestasi sebagai amaurosis fugaks, dengan kehilangan penglihatan tiba-tiba
selama 2-10 menit. Digambarkan sebagai sumbatan atau obstruksi komplit.
Kalsifikasi, yang mana lebih berbahaya dari dua diatas karena bisa menyebabkan oklusi
permanen.
Vasoobliterasi
Aterosklerosis
Periarteritis, dengan vaskuliditis sistemik seperti lupus sistemik dan poliarteritis
nodosa.
Gangguan hematologi, seperti sindrom antifosfolipid dan defisiensi protein C dan S.
Migrain retina, penyebab yang jarang, biasanya sebuah diagnosis ekslusi.
3. PATOFISIOLOGI
Arteri retina sentralis mempunyai diameter kecil (0,1 mm) dan merupakan end artery dan tanpa
anastomosis. Arteri ini merupakan pembuluh darah utama untuk retina, yang bisa tersumbat total
karena aterosklerosis, partikel seperti bekuan darah dan emboli. Peradangan pembuluh darah juga
bisa menyebabkan penyumbatan.8 Jika arteri retina sentralis terumbat terjadi kehilangan
penglihatan total dimata walaupun fovea tidak terkena. Seluruh retina ( kecuali fovea ) menjadi
pucat dan keruh dan opak sedangkan fovea sentralis masih terlihat kemerahan ( ini disebabkan
oleh terlihatnya warna dari koroid ). Ini adalah dasar dari cherry red spot yang terlihat pada
pemeriksaan retina dengan funduscopy pada CRAO. Pada beberapa kasus kira-kira 20 % dari
kejadian ada sebuah cabang dari sirkulasi siliaris yang disebut arteri siliaris retina yang menyuplai
retina diantara makula dan nervus optikus, termasuk serabut saraf dari fotoresepror fovea. Jika
arteri ini ada penglihatan sentral masih ada walaupun sudah terjadi oklusi arteri retina sentral.

4. MANIFESTASI KLINIK
Oklusi arteri retina sentralis biasanya mengenai satu mata. Penglihatan pada satu mata turun
mendadak bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Penurunan visus dapat berupa serangan-serangan
atau amaurosis fugaks. Serangan terjadi akibat spasme arteri yang tidak terus menerus. Kadang-
kadang penurunan visus masih normal pada oklusi arteri retina sentralis. 10% penderita oklusi
arteri retina sentralis mempunyai tajam penglihatannya tetap normal akibat tidak terganggunya
makula lutea yang mempunyai pembuluh darah silioretina. Bila gangguan peredaran darah retina
telah lebih dari 1,5 jam maka penglihatan tidak akan normal, walaupun peredaran darah telah
normal kembali.

5. PEMERIKSAAN FISIK
Untuk menemukan kelainan akibat sumbatan arteri retina sentralis dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
o Ketajaman penglihatan
Pemburukan monokular yang bermakna dari ketajaman penglihatan sampai terjadinya kebutaan.
o Reaksi pupil
Reaksi pupil menjadi lemah dengan anisokoria
o Palpasi
Tidak ditemukan kelainan
o Biomikroskopi
Tidak ada perubahan pada segmen mata anterior yang berhubungan dengan kehilangan
penglihatan akut.
o Refraksi
Tidak ada kelainan
o Oftalmoskopi

Edema iskemik di polus posterior berwarna putih susu. Di fovea terlihat cherry red spot. Di daerah
ini retinanya tipis sehingga koroid dibawahnya yang berwarna merah menjadi tampak, sedangkan
koroid disekitarnya tidak tampak karena terhalang oleh retina yang edem dan buram. Papil optik
pucat dan berbatas kabur. arteriol retina sangat tipis, sama sekali tidak mengandung darah, atau
terlihat boxcar phenomenon.
o Perimetri
Tidak ditemukan kelainan
o Amsler grid test
Tidak ditemukan kelainan

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Flouresensi angiografi untuk membantu melihat kerusakan retina dan membantu
merencanakan terapi
Ultrasonografi Doppler, digunakan untuk mengamati aliran dalam pembuluh darah

7. KOMPLIKASI
Terjadi atrofi nervus optikus dan terbentuk neovaskularisasi.
8. PENATALAKSANAAN
Saat ini tidak terdapat pengobatan yang memuaskan untuk memperbaiki penglihatan pada
pasien dengan sumbatan arteri retina sentralis. Kerusakan retina irreversibel terjadi setelah
90 menit sumbatan total arteri retina sentralis. Tujuan dari penatalaksanaan pada sumbatan
arteri retina sentralis adalah memperbaiki aliran darah secepat mungkin.
Penatalaksanaanya sebagai berikut :
Supine position, untuk melancarkan sirkulasi
Pengurutan bola mata yang bertujuan untuk menurunkan tekanan bola mata
Parasentesis, dengan tujuan untuk menurunkan tekanan bola mata dan untuk
menghalangi embolus agar tidak masuk ke dalam cabang yang lebih kecil
Oksigen hiperbarik atau inhalasi CO2 dengan tujuan untuk membuat vasodilatasi
pembuluh darah retina dan meningkatkan P02di permukaan retina
Vasodilator
Asetozolamid 4 x 500 mg atau manitol IV
Antikoagulan, obat ini tidak dianjurkan pada pasien usia lanjut
Aspirin oral, diberikan selama 2 minggu

9. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada lama dan letak penyumbatan pembuluh darah. Kadang-kadang
masih terdapat ketajaman penglihatan yang normal dengan lapang pandang yang sempit.
Retina bersifat lebih tahan terhadap hipoksia dibandingkan otak. Pernah didapatkan hasil
yang baik sesudah pengobatan cepat pada oklusi arteri retina sentralis.
RETINOPATI DIABETIK

Definisi

Retinopati Diabetik adalah penyakit mata yang diakibatkan oleh diabetes. Retinopati adalah
kondisi yang mempengaruhi kerja retina mata, yang merupakan lapisan syaraf yang berada di
bagian belakang mata dan yang menangkap gambar yang dilihat mata dan mengirimkan
informasinya ke otak agar dapat diterjemahkan oleh otak. Retinopati Diabetik pada awalnya
menyebabkan pandangan mengabur dan dapat berkembang menjadi kebutaan jika tidak diobati.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan pembengkakan makulabagian tengah retina yang
berfungsi untuk memproses penglihatan lebih rinci di mana penyakit ini lebih dikenal dengan
nama edema makula, yang makin memperburuk pandangan bagi penderita diabetes.

Penyebab Retinopati Diabetik

Retinopati Diabetik pada umumnya disebabkan oleh diabetes. Pada prinsipnya, retina mata perlu
dialiri darah secara teratur agar dapat bekerja dengan baik. Diabetes sendiri adalah kondisi yang
menyebabkan kelainan pada kemampuan tubuh dalam menyimpan dan memproses gula dalam
tubuh, terutama yang akan digunakan dalam darah. Orang yang menderita diabetes pada umumnya
memiliki kadar gula yang tinggi. Karenanya, pengaliran darah yang berkadar gula tinggi dapat
menyebabkan kerusakan penglihatan dalam dua cara:

1. Penyempitan pembuluh darah di mata, yang dapat mengakibatkan kebocoran atau terjadi
pendarahan, dan penimbunan cairan dan materi berlemak dalam retina, yang dapat
menyebabkan terjadinya kondisi edema makula, yang akan menyebabkan penglihatan yang
kabur.
2. Kerusakan yang mungkin terjadi pada pembuluh darah dekat area retina mata akan
menyebabkan tubuh secara alami merangsang pertumbuhan pembuluh darah yang baru
yang lebih lemah; kondisi yang biasa disebut neovascularization. Jika pembuluh darah
tumbuh di sekitar area pupil, glaukoma bisa muncul karena adanya tekanan tambahan
dalam mata. Pembuluh darah yang baru ini sangat lemah dan rentan terhadap akan
terjadinya pendarahan dan dapat menyebabkan bekas luka, yang dapat menyebabkan retina
lepas dari bagian belakang mata. Jika dibiarkan, lepasnya retina ini dapat menyebabkan
kerusakan penglihatan yang parah dan juga kebutaan.

Tidak semua penderita diabetes dapat menjangkit Retinopati diabetis. Namun, pasien diabetes
yang tidak dirawat dengan baik memiliki kemungkinan 25 kali lebih besar dalam menderita
penurunan kemampuan penglihatan dibandingkan orang biasa. Para penderita diabetes juga
memiliki tekanan darah tinggi dan dengan tingkat kolesterol yang tinggi, sehingga mempunyai
risiko lebih besar menderita Retinopati. Ditambah, semakin lama seseorang menderita diabetes,
kemungkinan untuk menderita Retinopati juga menjadi lebih besar. Perawatan yang tepat dan
teratur dapat mengurangi kemungkinan penderita Retinopati dan risiko masalah penglihatan serius
yang permanen.

Tanda dan Gejala dari Retinopati Diabetik

Pada tahap awal, Retinopati biasanya tidak memunculkan gejala yang terlihat. Tanda adanya
kerusakan pada retina biasanya baru dapat diketahui pada tahap lanjutan, saat pasien sudah
menderita penurunan kemampuan penglihatan yang biasanya sudah tidak dapat diobati lagi. Gejala
dari tahapan penyakit Retinopati diabetik ini termasuk:

Penglihatan yang kabur


Sulit melihat saat malam
Munculnya benang tipis atau tikit dalam penglihatan (biasa disebut floaters)
Penglihatan yang berubah-ubah
Ketidakmampuan untuk melihat warna dengan benar
Titik gelap atau lubang dalam pandangan
Kehilangan kemampuan penglihatan (dalam tahap lanjutan)

Diagnosa dan Pengujian

Retinopati Diabetik dapat didiagnosa melalu serangkaian tes pada mata, selain dari melihat jejak
rekam medisnya secara menyeluruh. Tes pada mata biasanya bertujuan untuk menentukan kondisi
retina dan makula. Tes yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

Tes untuk mengukur ketajaman penglihatan untuk mengetahui apakah kemampuan


penglihatan sudah berkurang
Tes pembiasan mata, untuk menentukan apakah pasien memerlukan kacamata,
Pengujian kekuatan jaringan penglihatan untuk menentukan kondisi retina dan pupil
Pengujian kekuatan tekanan jaringan penglihatan
Foto retina atau tomography untuk melihat kondisi retina
Fluorescein angiography untuk mengecek keberadaan pertumbuhan pembuluh darah yang
tidak normal di sekitar mata
Optical coherence tomography (OCT) yang akan mengambil gambar retina dari dua sisi.

Rujukan Perawatan dan Pilihan Perawatan

Jika Anda didiagnosa menderita diabetes, sangat penting bagi Anda untuk segera menemui dokter
spesialis mata selain juga berkonsultasi dengan dokter spesialis diabetes atau dokter spesialis
kelenjar endokrin. Walaupun penglihatan masih tampak jelas, kemungkinan Anda menderita
Retinopati diabetik masih ada, dan satu-satunya cara untuk mencegahnya adalah dengan perawatan
diabetes yang tepat. Uji coba mata berkala setiap tahunnya akan mengurangi kemungkinan
terjangkit penyakit yang mengerikan ini. Selanjutnya, penting bagi Anda untuk segera konsultasi
ke pada dokter spesialis mata ketika Anda merasakan adanya perbedaan kemampuan penglihatan,
atau jika penglihatan Anda menjadi buram, kabur, dan bebercak.

Tindakan untuk mengobati Retinopati diabetik akan bergantung dari tingkat keparahan dari
kondisi penyakitnya. Anda mungkin tidak memerlukan perawatan khusus dalam stadium awal
sampai menengah, dan hanya memerlukan perawatan diabetes yang benar dan juga mengontrol
tingkat gula darah Anda. Saat Retinopati diabetik mencapai stadium lanjutan, pembedahan harus
segera dilakukan dengan salah satu atau kombinasi pilihan sebagai berikut:

Bedah laser mata yang terfokus (focal laser treatment), juga dikenal sebagai
photocoagulation, di mana tindakan dengan laser ini dapat menghentikan atau mengurangi
pendarahan atau kebocoran cairan lain pada mata
Bedah laser mata yang tersebar (scatter laser treatment), juga dikenal sebagai pan-
retinal photocoagulation, di mana tindakan dilakukan dengan laser yang disebar untuk
menghilangkan pembuluh darah yang baru tumbuh
Vitrektomi, di mana tindakan akan memerlukan sayatan kecil pada mata untuk
mengeluarkan darah dan cairan pada mata, serta menghilangkan bekas luka yang melukai
retina.

Pengobatan Retinopati juga dapat dilakukan dengan meminum obat-obatan. Terapi Anti-VEGF
dilakukan dengan cara menyuntikkan obat yang dapat menghilangkan faktor pertumbuhan pada
tubuh agar tidak terjadi pertumbuhan pembuluh darah pada mata yang dapat menyebabkan
Retinopati semakin parah. Suntik steroid pada mata juga dapat mengurangi pembengkakan yang
terjadi pada retina dan memperbaiki kemampuan penglihatan.

Karena diabetes adalah kondisi yang dapat bertahan seumur hidup, tindakan-tindakan tersebut
tidak dapat menjamin Retinopati tidak akan muncul lagi. Meskipun tindakan perawatan sudah
dilakukan, tes mata secara berkala sangat penting untuk dilakukan dan perawatan lanjutan
mungkin juga diperlukan.

RETINOPATI HIPERTENSI
Definisi

Retinopati hipertensif adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat
tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina
berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema
dan perdarahan retina.
Epidemiologi

Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologi setelah dilakukan keatas
sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi. Berdasarkan
grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini
banyak ditemukan pada usia 40 tahun keatas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai
riwayat hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antar 2%-15% untuk banyak macam tanda - tanda
retinopati.

Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study
yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%.Ini mungkin disebabkan oleh
sensivitas alat yang semakin baik apabila dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di
klinik-klinik. Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam berbanding
orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih banyak ditemukan pada orang
berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi rasial yang pernah dilaporkan berkaitan kelainan
ini hanya saja pernah dilaporkan bahwa hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang Caucasian
berbanding orang America Utara.

Pada retinopati hipertensi kebanyakan yang mengalami lebih banyak laki-laki dibandingkan
dengan perempuan, akan tetapi pada usia >50 tahun angka kejadian lebih tinggi pada wanita
dibandingkan dengan laki-laki. Frekuensi tertinggi pada pasien hipertensi tidak terkontrol.
Etiologi
Penyebab terjadi retinopati hipertensi adalah akibat tekanan darah tinggi. Kelainan
pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah
yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.
Pada gangguan pembuluh darah, seperti spasme dan arteriosclerosis, faktor-faktor yang
berperan terjadinya arteriosclerosis ini adalah hiperlipidemia dan obesitas. Faktor-faktor ini nanti
akan muncul pada dekade kedua, berupa guratan-guratan lemak di pembuluh-pembuluh darah
besar dan kemudian berkembang menjadi suatu plak fibrosa pada dekade ketiga, sehingga
mengakibatkan hilangnya elastisitas pembuluh darah dan terjadi pengurangan diameter pembuluh
darah akibat tertimbunnya plak tersebut ( arteriosclerosis ). Keadaan ini akan menimbulkan
peningkatan tahanan aliran darah ( hipertensi ). Pada retina, juga akan terjadi peningkatan tekanan
darah pada arteriole-arteriole di retina ( retinopati hipertensi ).
Klasifikasi
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et
al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi yang dibuat
oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan
modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan derajat
keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati digunakan dalam praktek
sehari-hari.
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939) :

Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina; hipertensi
ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa gejala
dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan
darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,
vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi
ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;
peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,
asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,
kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi tergantung
dari berat ringan nya tanda - tanda yang kelihatan pada retina.
Retinopati Deskripsi Asosiasisistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda Asosiasi ringan dengan penyakit
berikut : stroke, penyakit jantung koroner dan
Penyempitan arteioler mortalitas kardiovaskuler
menyeluruh atau fokal, AV
nicking, dinding arterioler
lebih padat (silver-wire)
Moderate Retinopati mild dengan satu Asosiasi berat dengan penyakit stroke,
atau lebih tanda berikut : gagal jantung, disfungsi renal dan
Perdarahan retina (blot, dot mortalitas kardiovaskuler
atau flame-shape),
microaneurysme, cotton-
wool, hard exudates
Accelerated Tanda-tandaretinopati Asosiasi berat dengan mortalitas dan
moderate dengan edema gagal ginjal
papil :
dapatdisertaidengankebutaan
Gambar 3.Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal
arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring
pada arterioles (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan 3)

Gambar 4.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot
(panahhitam) (A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)
(B). (dikutipdari kepustakaan 3)

Gambar 5.Multipel cotton wool spot (panahputih) danperdarahan retina (panahhitam)


danpapiledema. (dikutipdarikepustakaan 3)

Patogenesis

Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan
patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi
spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi
hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangny aelastisitas pembuluh darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata.
Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arterioles dari mekanisme autoregulasi yang
seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan
penyempitan arterioles retina secara generalisata.

Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima
pembuluh darah, hyperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan
terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang
dikenal sebagai arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar
yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal sebagai copper
wiring.

Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan pada
sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik
retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma,
hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot.
Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya meripakan indikasi telah terjadi
peningkatan tekanan darah yang sangat berat.

Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja, karena
ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang
terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak
dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain
terlebih dulu.

Pada dinding arteriol yang terinfiltrasi lemak dan kolesterol akan menyebabkan pembuluh
darah menjadi sklerotik sehingga pembuluh darah secara bertahap kehilangan transparansinya,
pembuluh darah tampak lebih lebar daripada normalnya dan refleksi cahaya yang tipis menjadi
lebih lebar. Produk-produk lemak kuning keabu-abuan di dinding pembuluh darah bercampur
dengan warna darah sehingga menimbulkan gambaran khas kawat tembaga (copper wire).
Sklerosis berlanjut menyebabkan refleksi cahaya dinding pembuluh darah mirip dengan kawat
perak (silver wire). Dapat terjadi sumbatan suatu cabang arteriol. Oklusi arteri primer atau
sekunder akibat aterosklerosis yang mengakibatkan oklusi vena dapat menyebabkan perdarahan
retina.
Manifestasi klinis
Perubahan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh hipertensi kronik biasanya
asimtomatik. Kadang-kadang pasien dengan hipertensi maligna mengalami gangguan penglihatan
akut, tetapi kemungkinan disebabkan oleh edeme diskus optikus.
1. Penyempitan ( spasme ) pembuluh darah tampak sebagai :
Pembuluh darah ( terutama arteriole retina ) yang berwarna lebih pucat
Kalliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler ( karena spasme lokal)
Percabangan arteriol yang tajam
2. Bila kelainan yang terjadi adalah sklerosis dapat tampak sebagai :
Reflex copper wire
Reflex silver wire
Sheating
3. Pembuluh darah yang irregular
4. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :
Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya
Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena tersebut dengan
sudut persilangan yang lebih kecil
Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan vena.

Gambaran fundus pada retinopati hipertensi juga ditentukan oleh derajat peningkatan
tekanan darah dan keadaan arteriol retina. Pada pasien muda : retinopati ekstensif dengan
perdarahan, infark retina ( cotton wool patches), infark koroid ( elschnig patches), kadang ablasio
retina, dan edema berat pada discus optic adalah gambaran yang menonjol dan dapat disertai
dengan eksudat keras berbentuk macular star. Penglihatan mungkin terganggu dan bias makin
memburuk bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat. Sebaliknya pada pasien usia lanjut yang
arteriosklerotik tidak dapat berespons seperti pada pasien muda, dan pembuluh-pembuluh darah
mereka terlindung oleh arteriosklerosis. Karena itu pasien lansia jarang meemperlihatkan
gambaran retinopati hipertensif yang jelas.
Diagnosis Banding
- Retinopati diabetic : perdarahan umumnya blot dan dot, mikroaneurisma
Adanya mikroaneurisma : pelebaran pembuluh darah vena, yang pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat berupa titik merah kecil dekat pembuluh darah terutama di polus posterior.
Ditemukan pada pasien Diabetes Mellitus.
- Penyakit kolagen vascular :gambaran cotton wool multiple
- Anemia : predominan perdarahan tanpa perubahan arteri bermakna
- Retinopati radiasi : dapat terlihat mirip dengan retinopati hipertensi. Ada riwayat radiasi di daerah
kepala, dapat muncul kapan saja tapi biasanya setelah 4 tahun
- Centrol retina vein occlusion (CRVO) atau branch retinal vein occlusion (BRVO) : unilateral,
perdarahan multiple, dilatasi vena tanpa penyempitan arteri. Dapat merupakan akibat hipertensi.
Tatalaksana
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat
retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi
perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa
studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi
dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan
dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler.
Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina
sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina.
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat
badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar
lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah.
Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang
teratur.
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi
walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah, evaluasi
dan management pada pasien dengan hipertensi harus diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi
ke target organ yang lain.
- Terapi kausa ( hipertensi)

Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina
sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina.

Prinsip penatalaksanaan menurunkan tekanan darah untuk meminimalkan kerusakan target organ.
Hindari penurunan terlalu tajam (dapat menyebabkan iskemia). Dapat memperlambat perubahan
pada retina, tapi penyempitan arteriol dan crossing arteri-vena sudah menjadi permanen.

- Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan
berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan dengan
kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan
darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang
teratur.
Komplikasi

Komplikasi retinopati hipertensif meliputi oklusi cabang vena/arteri retina sentral,edema


macula, dan vitreoretinopati proliferative. Semua perubahan tersebut akhirnya menyebabkan
penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan.

Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya arterioler
sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam kondisi yang lebih berat,
dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina
sentralis (CRAO).

Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan jam atau
hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh
darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali
terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusaka yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Tiga varietas emboli yang
diketahui adalah:

- kolesterol emboli (plaque Hollenhorst) yang berasal dari arteri karotid

- emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis pembuluh arah besar

- kalsifik emboli yang berasal dari katup jantung

Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan terjadi secara tiba-
tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan
lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah
foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot.
CRAO sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa.

Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi komplikasi dari
retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang diberikan untuk simptom okuler
dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat.
Arteriosklerosis merupakan etiologi yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat
menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi
inflamasi lain yang berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam
kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan penyembuhan
yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.

Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang serius
biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena
atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS atau edema retina tanpa papiledema
mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya
diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah kasus, komplikasi tetap tidak terelakkan
walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.
RETINOPATI NEFRITIKA
Definisi
Retinopati Nefritika marupakan komplikasi DM pada pembuluh darah di ginjal dan mata.
Retinopati Nefritika juga merupakan salah satu penyebab dari ablasia retina.

Patomekanisme
Karena kerusakan endotel pembuluh darah di arteri retina sehingga terjadi hiperkoagulasi dan
terjadi penymbatan pembuluh darah yang memberi suplai pada retina dan juga hiperpermeabilitas
vascular sehingga terjadi kebocoran pembuluh darah di intraocular yang membuat daya
penglihatan menurun karena gangguan retina.

ABLASIO RETINA
A. DEFINISI
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel
batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat
suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama
akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.

B. EPIDEMIOLOGI
Istilah ablasio retina (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari
epitel pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina regmatogenosa,
epitel retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah
12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%,
operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih
banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak
karena trauma.
Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar
1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini
akan meningkat pada pasien yang:
o Memiliki miopia tinggi;
o Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi
kehilangan vitreus;
o Pernah mengalami ablasio retina pada mata kontralateral;
o Baru mengalami trauma mata berat.

C. PATOFISIOLOGI
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel
optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti
pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau
lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang
merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice
degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera,
dan sebagainya.
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan
sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal
semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah
retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan
retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada
mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata
emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100
kali lebih sering daripada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal
daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron
sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi
badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip
agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan
mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat
biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi
katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali
terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas
dari epitel pigmen dan koroid.
D. KLASIFIKASI

Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :


1. Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan
pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina.
Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan
terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran
api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena
dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila
dilepasnya retina mengenai makula lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-
kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil
akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah
terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.
2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus
proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.

3. Ablasio retina eksudatif


Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di
bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat
keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan
penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai
berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya
berkurang atau hilang.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :
1. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
o Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan
di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu
sendiri.
o Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang
umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.
o Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
2. Pemeriksaan oftalmologi
o Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat
menurun bila makula lutea ikut terangkat.
o Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti
tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan
ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar
kecil dan fotopsia.
o Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan
pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran
vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina,
didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan
pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid
dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari
darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.

3. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
o Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga
digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang
menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler.
Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang
menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
o Scleral indentation
o Fundus drawing
o Goldmann triple-mirror
o Indirect slit lamp biomicroscopy
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan
pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11
1. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan
prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini
akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon
disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk
meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.
2. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa
disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan
jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau
silikon padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat
perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera
sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut.
Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu
1-2 hari.
3. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya
yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke
cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan
instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.
G. DIAGNOSIS BANDING
o Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan
pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata.
Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati
adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar
mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang
diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi
kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia
dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan
pandang jarang.
o Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada
traksi viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment
choroidal yang luas.

H. KOMPLIKASI
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum
terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi
cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR
dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.

I. PROGNOSIS
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya
dan tindakan bedah yang dilakukan.
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau
jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan
kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam
sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih
sepenuhnya.
TABEL DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

KATA KUNCI GLAUKOMA CRAO RETINOPATHY ABLASIO RETINA

LAKI-LAKI + + +
56 TAHUN + + +
PENURUNAN VISUS + + + +
KELAINAN REFRAKSI (-) + + - +
RIWAYAT MATA MERAH (-) + + + -
TRAUMA MATA (-) + + + -

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, dari data-data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
kami belum dapat mengambil diagnosis pasti dari gejala-gejala diatas karena gejala-gejala pada
skenario tersebut belum terlalu lengkap dan masih banyak hal yang perlu ditanyakan pada pasien
saat anamnesis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya Medika.
Jakarta; 2006:197, 207-9.
3. Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr, editors. 2nd ed.
Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6.
4. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from
: http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . Accessed: 15/4/2008
5. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-121.
6. Ilyas S. Oklusi Arteri Retina Sentral. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2004 : 188-189.
7. Voughan DG, Asbury T. Sumbatan Arteri Retina Sentralis. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14.
Alih Bahasa Tambajong J. Widya Medika. Jakarta.2000: 214-215.
8. Dee Unglaub Silverthorn, Ph.D. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC, 2013.
9. Buku Ilmu Perawatan Mata Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M
10. Gunawijaya Fajar Arifin. Kumpulan foto mikroskopik histologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit
Universitas Trisakti.
11. Cameron JR, Skofronick JG, Grant RM. Fisika tubuh manusia. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006.
12. Doctorology. Mekanisme melihat. Post at 2009. Diunduh dari http://doctorology.net/wp-
content/uploads/2009/03/mekanisme-penglihatan.pdf.
13. Guyton Arthur C, Hall John E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC;
2007.h.669-670.
14. Budiono Ari. Nervus optikus. Post at 2008. Diunduh darihttp://universitasriau.fk.ac.id/wp-
content/uploads/2008/08/nervus optikus.pdf.

Anda mungkin juga menyukai