Anda di halaman 1dari 7

ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal

Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

PENAMBAHAN GLUTE EXERCISE PADA TERAPI LATIHAN DASAR


LEBIH MENINGKATKAN STABILITAS ANKLE PADA PENDERITA
SPRAIN ANKLE KRONIS
Donal Syafrianto1, Nyoman Mangku Karmaya2, S. Indra Lesmana3, Ida Bagus Ngurah4, I
Wayan Weta5, Muh. Ali Imron6
1 Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana, Bali
2 Bagian Anatomi, Universitas Udayana, Bali
3 Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta
4,5
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali
6
Fakultas Fisioterapi, Universitas Aisyiyah, Yogyakarta

ABSTRAK
Latar belakang: Sprain ankle kronis merupakan overstretch pada ligamen compleks lateral
ankle pada gerak inversi dan plantar fleksi. Kelemahan ligamen sebagai stabilitas pasif
mengakibatkan keluhan nyeri, inflamasi kronis, gangguan proprioceptive, hingga gangguan
aktivasi otot ankle, knee serta hip sehingga memicu terjadinya instabilitas ankle. Sprain ankle
kronis menyebabkan instabilitas ankle, yang disertai dengan reaksi penurunan kekuatan otot
gluteus karena perubahan aktivasi otot. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membuktikan apakah penambahan glute exercise pada terapi latihan dasar lebih meningkatkan
stabilitas ankle pada kasus sprain ankle kronis. Metode: Penelitian ini adalah penelitian
experimental dengan rancangan pre test and post test control group design. Dalam penelitian ini
9 responden diberikan pelatihan terapi latihan dasarselama 8 minggu dengan frekuensi latihan 2
kali seminggu, dan 9 responden diberikan penambahan glute exercise pada terapi latihan dasar
selama 8 minggu frekuensi latihan 2 kali seminggu. Alat ukur yang digunakan adalah balance
error scoring system (BESS).Hasil analisis statistik parametrik dengan Paired sample t-test.
Hasil: Hasil uji hipotesis menunjukkan kedua kelompok perlakuan secara signifikan dapat
meningkatkan stabilitas ankle, sebelum Perlakuan pada Kelompok I dengan rerata
23,67±5,408dan sesudah perlakuan dengan rerata 13,11±3,887, dan Sebelum Perlakuan pada
Kelompok II 24,22±4,024 dan Sesudah Perlakuan dengan nilai 8,89±2,147dengan nilai p= 0,000
(p< 0,05). Uji beda dengan Independent sample t-test diantara ke dua Kelompok ada perbedaan
yang signifikan dengan nilai selisih Kelompok I 10,56±1,944 dan Kelompok II 15,22±2,635dan
p= 0,001 (p<0,005). Simpulan: Penambahan glute exercise pada terapi latihan dasar lebih
meningkatkan stabilitas ankle pada penderitasprain ankle kronis.
Kata Kunci: instabilitas ankle, sprain ankle kronis, glute exercise, terapi latihan dasar

GLUTE EXERCISE ADDITION TO BASIC EXERCISE THERAPY IS


MOREIMPROVETOANKLE STABILITY PATIENTS OF CHRONIC
ANKLE SPRAIN
ABSTRACT
Introduction: Chronic ankle sprain is an over stretch to the lateral ankle ligament complex on
the motion inversion and plantar flexion. The weakness of the ligaments as a result of passive
stability complaints of pain, chronic inflammation, impaired proprioceptive, until disorders of
muscle activity ankle, knee and hip thus causing ankle instability. Chronic ankle sprain make
ankle instability, which is accompanied by the reaction of the gluteus muscle strength decrease
due to changes in muscle activation. Purpose: The purpose of this study was to prove whether
the addition of glute exercise on the basis of exercise therapy further increase the stability of the
51
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

ankle in case of chronic ankle sprain. Methods: The research method in this study is
experimental design with pretest and posttest control group design. In this study, nine
respondents were given basic training exercise therapy for 8 weeks with a frequency of exercise
two times a week, and 9 respondents were given additional glute exercise therapy for 8 weeks of
basic training exercise frequency 2 times a week. Measuring instrument used is the balance error
scoring system (BESS). Results: Results of parametric statistical analysis with Paired sample t-
test. Hypothesis test results show both treatment groups can significantly improve the stability of
the ankle, before treatment in Group I with a mean of 23.67±5.408 and after treatment with a
mean of 13.11 ± 3.887, and Prior Treatment in Group II 24.22 ± 4.024 and after treatment with a
value of 8.89 ± 2.147 with p = 0.000 (p < 0.05). Different test by Independent sample t-test
between the two groups was significant difference to the value of 10.56 ± 1.944 difference in
Group I and Group II 15.22 ± 2.635 with p = 0.001 (p < 0.005). Conclusion: The conclusions of
this research is the addition of glute exercise on the basis of exercise therapy further increase the
stability of the ankle in patients with chronic ankle sprain.
Keywords: ankle instability, chronic ankle sprain, glute exercise, therapy basic training.

PENDAHULUAN kaki menjadi terbalik. Sendi pergelangan


Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas kaki mudah sekali mengalami cedera karena
fisik yang terencana dan terstruktur yang kurang mampu melawan kekuatan medial,
melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan lateral, tekanan dan rotasi.2
ditujukan untuk meningkatkan kebugaran Sprain ankle kronis sangat berpengaruh
jasmani. Olahraga merupakan sebagian terhadap terjadinya gangguan stabilitas
kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia ankle, hal ini dapat dilihat dari insiden
karena dapat meningkatkan kebugaran yang gejala sisadan pengembangan
diperlukan dalam melakukan tugas sehari- ketidakstabilan pergelangan kaki kronis
hari.Kegiatan olahraga bertujuan untuk setelah terjadi lateral ankle sprainsekitar
kesehatan, kesenangan serta olahraga prestasi. 31% sampai 40%.Ketika sprain ankle
Setiap melakukan aktivitas fisik khususnya terjadi, kerusakan tidak hanya terjadi pada
olahraga para pelakunya selalu dihadapkan pada strukturintegritas ligamen tetapi juga untuk
risiko terjadinya cedera, akibat dari cedera akan berbagai mechano receptors sekitar
mengganggu aktivitas fisik, psikis maupun pergelangan kaki. Secara kolektif, reseptor
prestasi. ini memberikan umpan balik terhadap
Cedera olahraga mengakibatkan rasa sakit, tekanan dan ketegangan sendi, yang
kehilangan waktu bermain atau waktu kerja, akhirnya akan menyediakan informasi
serta membutuhkan perawatan medis. Ada tentang gerakan dan posisisendi.3
beberapa faktor yang menyebabkan cedera, Dua teori penyebab terjadinya
antara lain kesalahan metode latihan, kelainan instability anklesecara umum adalah
struktural, kelemahan otot dan penopang sendi.1 ketidakstabilan mekanik dan ketidakstabilan
Salah satu cedera yang terjadi pada pelaku fungsional.4 Ketidakstabilan mekanis
olahraga adalah sprain ankle atau keseleo mengacu pada pengukuran kelemahan
pergelangan kaki, sprain ankle merupakan ligamen, sedangkan ketidak stabilan
cedera pergelangan kaki karena pergerakan yang fungsional berasal dari defisit
5
dilakukan secara mendadak ke arah lateral atau neuromuscular system.
medial yang berakibat robeknya serabut ligamen Kelemahan otot-otot extermitas bawah
pada sendi pergelangan kaki.2 disebabkan karena gangguan sistem
Sekitar 85% sprain ankle terjadi karena sensorimotoryang merupakan integrasi
inversion injury, cedera ini terjadi karena kompleks informasi aferen dan eferen.
banyaknya tulang penstabil pada sisi sebelah luar Output eferen memberikan stabilisasi global
atau samping yang menyebabkan tekanan pada
52
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

melalui stabilitas postural dan lokal melalui penelitian dipilih berdasarkan kriteria
stabilisasi fungsional sendi.6 inklusi dan eklusi yang diambil secara
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui consecutive sampling. Sampel yang dipilih
lebih lanjut tentang pengaruh penurunan dibagi menjadi dua kelompok dengan cara
stabilitas ankle dan penurunan kekuatan otot random alocation, masing-masing
gluteussetelah terjadi sprain ankle kronis. Untuk kelompok terdiri dari 9 sampel sesuai
membantu keluhan yang ditimbulkan dari dengan perhitungan rumus Pocock.
kasussprain ankle seperti adanya gangguan Kelompok I mendapatkan perlakuan terapi
stabilitas ankle, intervensi fisioterapi yang akan latihan dasar isometrik exercise dan
digunakan adalah pemberian terapi latihan dasar kelompok II mendapat pelatihanterapi
dan pemberian glute exercise. latihan dasar dengan penambahan
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan gluteexercise.
penambahan glute exercise pada terapi latihan
Kelompok I
dasar lebih meningkatkan stabilitas ankle Kelompok I mendapatkan pelatihan
penderita sprain anklekronis. terapi latihan dasar isometrik
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat exercisedengan teknik latihan : muscle
sebagai penambah wawasan tentang peningkatan setting exercise, latihan stabilisasi dan
stabilitas anklepada kasus sprain ankle kronis multiple-angel isometric. Latihan
dengan memberikan latihan penguatan otot- dilaksanakan berdasarkan gerakan yang
ototankle dengan pemberian intervesi terapi terdapat pada ankle yaitu gerak inversi,
latihan dasar, serta pemberian glute exercise eversi, plantar fleksi dan dorsal fleksi,
dalam membantu meningkatkan stabilitas ankle.
beban latihan berasal dari tubuh sampel
sendiri. Latihan dilaksanakan selama 8
MATERI DAN METODE
minggu dengan frekuensi 2 kali seminggu.
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di Poltekkes Dr. Rusdi Kelompok II
Kelompok II mendapatkan
Medan selama 8 minggu dari bulan Maret
penambahan glute exercise pada terapi
sampai dengan April 2016. Penelitian ini
latihan dasar isometrik exercise, teknik
melibatkan pemain tim futsalKarya Setia dan tim
latihan yang diberikan muscle setting
futsal Poltekkes Dr. Rusdi Medan yang
exercise, latihan stabilisasi dan multiple-
mengalami cedera sprain ankle kronis.
angel isometric dengan penambahan side
Penelitian ini menggunakan metode
plank with abduction leg down, side plank
experimental denganrancangan pre testandpost
with abduction leg up, front plank with hip
test control group design. Penelitian ini terbagi
extension dan single-limb squat.Latihan
menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuaan
dilaksanakan selama 8 minggu dengan
terapi latihan dasar latihan isometrik, dan
kelompok perlakuaan penambahan glute exercise frekuensi 2 kali seminggu.
pada terapi latihan dasar. Penelitian dilakukan C. Cara Pengumpulan Data
untuk membuktikan peningkatan stabilitas ankle Data sampel penelitian pada kedua
dengan pemberian kedua metode latihan. Nilai kelompok didapatkan dengan mengukur
stabilitas ankle diukur dengan menggunakan stabilitas ankle sebelum pelatihan dan
balance erorr scorring system (BESS). sesudah mendapatkan pelatihan. Stabilitas
ankle diukur dengan menggunakan balance
B. Populasi dan Sampel
erorr scoring system (BESS).
Populasi sampel pada penelitian ini adalah
pemain futsal berjenis kelamin laki-laki dengan Prosedur pengukuran stabilitas ankle
rentang usia 19-25 tahun yang mengalami sprain Pengukuran dengan balance erorr
ankle dari tim futsalpoltekkes Dr. Rusdi Medan scoring system (BESS), dilakukandengan 3
dan tim futsal Karya Setia yang dapat mengikuti kondisi sikap dan 2 kondisi permukaan, 3
program pelatihan ke poltekkes Dr. Rusdi kondisi sikap yaitu double leg, single leg
Medan selama waktu penelitian. Sampel dan tandem stances sedangkan 2 kondisi
53
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

permukaan adalah permukaan stabil dan HASIL DAN PEMBAHASAN


permukaan tidak stabil dengan total posisi A. Deskripsi karakteristik subjek
pemeriksaan adalah 6 posisi. Deskripsi karakteristik subjek
Pemeriksaan dilakukanselama 20 detik penelitian pada kedua kelompoktertera pada
dengan cara sampel menutup mata dan kedua Tabel 2.
tangan memegang pinggang, jumlah data
didapatkan dari menghitung jumlah kesalahan Tabel 2. Karakteristik sampel
yang dilakukan oleh sampel. Kesalahan yang Karakteristi Kel I (n=9) Kel II (n=9)
dinilai dalam balance error scoring system k Rerata±SB Rerata±SB
antara lain: Umur (th) 22,00 ±1,80 21,78 ±1,98
Tabel 1. Penilaian Kesalahan balance error TB (cm) 166,11 ±1,80 165,33 ±6,78
scoring system BB (kg) 68,67 ±5,01 66,67 ±4,69
Balance Error Scoring System (BESS)
1 Membukamata Berdasarkan uji analisis Deskripsi
2 Mengangkattangan daripinggul umur pada kedua kelompok berkisar antara
3 hip fleksiatau abduksi lebih dari30˚ 19-25tahun dengan rerata umur kelompok
4 Mengangkatkaki depanatau tumit I22,00 ±1,80 dan rerata umur kelompok
5 Menyentuhkakinon-weight- II21,78 ±1,98.Deskripsi berat badan pada
bearingke lantai kedua kelompok berkisar antara 60-73 kg
6 Keluar dari posisi pengujian (jatuh) dengan rerata berat badan pada kelompok
7 Gagal kembali ke posisi tes di lebih I68,67±5,01 dan rerata berat badan pada
dari 5 detik kelompok II66,67±4,69. Deskripsi tinggi
badan pada kedua kelompok berkisar antara
Data nilai kesalahan responden untuk satu 150-172 cm dengan rerata tinggi badan
posisi tes adalah 0 (minimal) sampai 10 pada kelompok I166,11 ±1,80 dan rerata
(maksimal) kesalahan. Penilaian jumlah tinggi badan pada kelompok II165,33
kesalahan pada pemeriksaan ini adalah dengan ±6,78. Dengan melihat nilai p>0,05
menjumlahkan setiap kesalahan yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
selama waktu uji. Skor tolal BESS yang karakteristik sampel penelitian pada kedua
didapatkan merupakan nilai stabilitasankle dari kelompok penelitian.
sampel. Selain karakteristik subjek diatas juga
dibahas mengenai lamanya cedera sprain
D. Analisis Data ankle kronis yang diderita oleh responden,
1. Karakeristik statisik untuk mengetahui lamanya cedera dihitung dan
kondisi fisik umur, tinggi badan, berat badan dikelompokkan dalam hitungan bulan,
dan lamanya cedera yang dialami sampel seperti tertera dalam Tabel 3.
yang di ambil sebelum perlakuan.
2. Uji normalitas data stabilitas ankle dengan Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian
Shapiro Wilk test. Kelompok I Kelompok II
3. Uji homogenitas data stabilitas ankle dengan LC n % Mean n % Mean
Levene’s Test.
1Bln 4 44,4 3 33,3
4. Uji komparasi data sebelum dan setelah 2,11 2,22
perlakuan terhadap stabilitas ankle pada 2Bln 1 11,1 2 22,2
kelompok 1 dan kelompok 2 dengan paired 3Bln 3 33,3 3 33,3
sampel t-test. 4Bln 1 11,11 1 11,1
5. Uji komparasi data pada kedua kelompok Total 9 100 9 100
sebelum perlakukan dan sesudah perlakuan
Berdasarkan lamanya cedera lamanya
dengan menggunakan independent sampel t-
cedera yang dialami oleh sampel berkisar
test.
antara 1-4 bulan (p > 0,05) yang berarti
tidak ada perbedaan yang berarti antara
54
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

distribusi sampel antara kelompok I dengan Kekuatan otot sekitar pergelangan kaki
kelompok II. seperti peroneus longus, brevis, dan tertius
sangat penting dalam meredam tekanan dan
B. Uji Normalitas dan homogenitas
memberikan dukungan tambahan ke
Berdasarkan uji normalitas (shapiro wilk-
ligament lateral ankle kompleks.8
test) data stabilitas ankle sebelum, sesudah dan
Hasil penelitian ini sejalan dengan
selisih, pada kedua kelompok memiliki nilai
penelitian dilakukan oleh Jong Kim, et.al,9
p<0,05 berarti data berdistribusi normal.
ditemukan bahwa latihan strengthening
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data dengan menggunakan isometrik exercise
dapat meningkatkan stabilitas fungsional
Nilai BESS p (Shapiro wilk test) ankle. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Kel I Kel II Kaminski et.al,8 mengatakan bahwa terjadi
Sebelum 0,190 0,922 peningkatan kekuatan inversi dan dorsi
Sesudah 0,177 0,053 fleksi ankle setelah 6 minggu melakukan
Selisih 0,547 0,560 latihan penguatan secara progresif. 20
subjek dengan riwayat unilateral stabilitas
Tabel 5. Pengaruh Penambahan fungsional menunjukkan perbaikan dalam
glute Exercise pada Terapi pengaturan posisi ankle dalam melangkah
Latihan Dasar dan terjadinya peningkatan aktivitas
Kelom Stabilitas p*
pok
muscles-spindel.
Pre Test Post Test Selisih
Klp 1 23,67±5,40 13,11±3,88 10,56±1 0,000 Pada kelompok II di awal penelitian
8 7 ,944 nilai rerata stabilitas ankle adalah 24,22 ±
Klp 2 24,22±4,02 8,89±2,147 15,22±2 0,000 4,024 kesalahan (pre exercise). Setelah
4 ,635 mendapatkanpelatihan penambahan glute
p** 0,808 0,012 0,001 exercise pada terapi latihan dasar isometrik
Ket. : p* Paired Sample t test exercise nilai rerata kesalahan stabilitas
: p** Independent sample t test ankle dengan menggunakan BESS menurun
menjadi 8,89 ± 2,147 kesalahan. Dengan
C. Pengaruh penambahan glute exercise nilai p = 0,000 karena nilai p < 0,05 dapat
pada terapi latihan dasar terhadap disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
peningkatan stabilitas ankle signifikan dalam hal rerata nilai stabilitas
Hasil uji statistik tertera pada Tabel 5, pada ankle sebelum perlakuan dengan setelah
kelompok I di awal penelitian rerata nilai setelah perlakuan.
stabilitas ankle adalah 23,67±5,408 kesalahan Kurangnya kekuatan pada abductor
(pre exercise). Setelah mendapatkan latihan pinggul tidak memungkinkan seseorang
terapi latihan dasar isometrik exercise nilai rerata untuk memulai hip strategy tepat pada
kesalahan stabilitas ankle dengan menggunakan waktunya untuk menahan gangguan
BESS menurun menjadi 13,11±3,887 kesalahan. /tekanan eksternal lateral yang tiba-tiba.
Dengan nilai p = 0,000 karena nilai p<0,05. Situasi ini dapat meningkatkan risiko
Disimpulkan bahwa ada perbedaan yang terjadinya cedera pergelangan kaki.10 Hal
signifikan dalam hal rerata nilai stabilitas ankle tersebut juga dapat terjadi secara
sebelum dan setelah perlakuan. Latihan berlawanan, adanya cedera pada
isometrik pada pergelangan kaki dilakukan pergelangan kaki (ankle sprain dan ankle
berdasarkan 4 arah gerakan ankle yaitu plantar isntability) dapat menimbulkan kelemahan
flexi, dorsal flexi, inversi dan eversi7. Latihan pada oto-otot gluteus. Hal ini terjadi karena
isometrik berpengaruh terhadap peningkatan perubahan aktivasi otot gluteus setelah
stabilitas ankle dengan cara membantu terjadi ankle sprain, perubahan kerja otot
meningkatkan kekuatan otot disekitar gluteus ini sebagai mekanisme pelindung
pergelangan kaki dan membantu terjadinya tubuh setelah terjadinya cedera.3
pengurangan nyeri ketika dilakukannnya latihan.

55
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

Pemberian glute exercise pada abductor dan glute exercise pada terapi latihan dasar
ektensor hip yaitu pada otot gluteus madius dan isometrik exercise memberikan pengaruh
gluteus maximus akan membantu meningkatkan lebih besar terhadap peningkatan stabilitas
kekuatan otot gluteus sehingga memberikan ankle.
dampak terhadap perbaikan ketidakstabilan
Penambahan Glute Exercise pada Terapi
extremitas bawah.Latihan ini akan membantu
Latihan Dasar Lebih Meningkatkan
meningkatkan kontrol postural pada extremitas
Stabilitas Ankle Penderita Sprain Ankle
bawah dengan cara memperbaiki kekuatan otot
Kronis
yang ada.10 Rerata selisih penurunan kesalahan
Kombinasi glute exercise dan terapi latihan BESS pada kedua kelompok yaitu 10,56 ±
dasar isometrik exercise akan memberikan
1,944 kelompok I dan 15,22 ± 2,635
dampak pada dua titik permasalahan yaitu pada kelompok II dengan nilai p = 0,001 (p <
ankle yang mengalami sprain dan pada area hip 0,05) terlihat bahwa pada kelompok II
(gluteus) yang mengalami kelemahan. Dengan perbaikan stabilitas ankle jauh lebih baik
pemberian kedua metode ini perbaikan defisit dibandingkan dengan kelompok I.
posturalterutama yang berkenaan dengan Gangguan stabilitas ankle
gangguan stabilitas yang diakibatkan oleh ankle mengakibatkan aktivasi otot pergelangan
sprain akan lebih cepat diperbaiki. kaki, lutut, dan pinggul menjadi lebih
Uji beda pada penelitian ini dilakukan pada lambat jika dibandingkan dengan subjek
kedua kelompok untuk membandingkan data normal. Dalam keadaan normal kerja otot
penelitian, dengan menggunakan independent ektremitas bawah dimulai dengan adanya
sample t test pada rerata nilai kesalahan BESS
respos antisipasi untuk mengkompensasi
sebelum perlakuan kedua kelompok didapatkan penundaan kerja otot intrinsik hal ini akan
nilai p = 0,808 dimana p > 0,05 yang berarti berpengaruh dalam mencegah terjadinya
sebelum dilakukan pelatihan pada kedua gangguan keseimbangan pada ektremitas
kelompok tidak ada perbedaan nilai kesalahan bawah.11
BESS yang berarti data penelitian bersifat sama. Pasien dengan gangguan stabilitas
Independent sample t test pada kedua ankle telah memperlihatkan strategi inisiasi
kelompok setelah pelatihan didapatkan nilai p = cara berjalan yang berbeda dengan orang
0,012 di mana p < 0,05, hal ini menunjukkan normal, hal ini berkaitan dengan perubahan
bahwa pada kedua kelompok terdapat perbedaan mekanisme supraspinal dari kontrol
nilai kesalahan BESS setelah dilakukan program motorik. Mekanisme sistem saraf pusat
pelatihan.
memainkan peran dalam defisit fungsional
Analisis statistik independent sampel t- yang berhubungan dengan ankle instability,
testdata selisih pada masing- masing subjek sehingga pendekatan komprehensif dalam
menunjukkan nilai p = 0,001. Karena nilai melakukan rehabilitasiyang meliputi fungsi
p<0,05 maka terdapat perbedaan yang signifikan otot distal dan proksimal sangat
antara pemberian terapi latihan dasar isometrik 12
diperlukan.
exercisesaja dengan penambahan glute exercise Pernyataan diatas sejalan dengan
pada terapi latihan dasar isometrik exercise, penelitian ini karena perbaikan stabilitas
dalam meningkatkan stabilitas ankle pada kasus ankle tidak hanya difokuskan pada bagian
sprain ankle kronis. pergelangan kaki saja (distal) tetapi juga
Dengan membandingkan rerata selisih memberikan pelatihan pada otot proksimal
penurunan kesalahan BESS pada kedua dari ektremitas bawah yaitu group otot
kelompok yaitu 10,56 ± 1,944 kelompok I dan gluteal.
15,22 ± 2,635 kelompok II terlihat bahwa Pada pengujian hipotesis satu arah
penurunan nilai kesalahan pada kelompok II jauh menunjukkan p < 0,05, hal tersebut
lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan menunjukkan bahwa intervensi pada
nilai kesalahan pada kelompok I. Dari hal ini kelompok penambahan glute exercise pada
dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan terapi latihan dasar isometrik exercise lebih
56
ISSN: 2302-688X Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 51-57

baik secara signifikan dibandingkan dengan 8. Kaminski, TW., Heather, DH. 2002.
intervensi pada kelompok terapi latihan dasar Factors Contributing to Chronic Ankle
isometrik exercise dalam meningkatkan stabilitas Instability: A Strength Perspective.
anklekasus sprain ankle kronis. Journal of Athletic Training. Vol. 37.
Perbedaan rerata selisih yang cukup jauh No. 4: 394-405.
antara kedua kelompok penelitian disebabkan 9. Jong, KK., Young-Eok, K. 2014.
karena perbaikan tidak hanya mencakup area Which Treatment is More Effective For
ankle saja tetapi juga meliputi otot-otot gluteus. Fungtional Ankle Instability :
Perbaikan kontrol postural dengan meningkatkan Strengthening or Combined Muscle
kekuatan otot dan ligamen sekitar pergelangan Strengthening and Proprioceptive
kaki serta perbaikan aktivasi otot gluteus Exercise. Journal of Athletic Training
menjadi kunci utama pembeda antara kelompok Vol. 37. No. 4:394–405.
I dengan kelompok II. Kelompok I yang hanya 10. Presswood, L., John, C., Justin, WLK.
mendapatkan satu perlakuan yang hanya Chris, W. 2008. Gluteus Medius:
berfokus pada area pergelangan kaki, perbaikan Applied Anatomy, Dysfunction,
stabilitas tidak didapatkan secara menyeluruh Assessment, and Progressive
bila dibandingkan dengan kelompok II. Strengthening. Strength and
Conditioning Journal. Vol 3, No. 5.
SIMPULAN 11. Deun, SV., Filip, FS., Karel, HS. 2007.
Penambahan glute exercise pada terapi Relationship of Chronic Ankle
latihan dasar lebih meningkatkan stabilitas ankle Instability to Muscle Activation
pada penderita sprain ankle kronis. Patterns During the Transition From
Double-Leg to Single-Leg Stance. The
DAFTAR PUSTAKA American Journal of Sports Medicine,
1. Bahr, R., Holme, I. 2003. Risk Factor for Vol. 35. No. 2.
Sport Injuries- a Methodological Approach. 12. Feger, MA., Luke, D. 2014. Lower
Br J Sports Med. Vol. 37:384-392. Extremity Muscle Activation During
2. Sumartiningsih, S. 2012. Cedera Keseleo Functional Exercises in Patients With
pada Pergelangan Kaki (Ankle Sprains). and Without Chronic Ankle Instability.
Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia American Academy of Physical
Vol 2. No. 1. Medicine and Rehabilitation. Vol. 6:
3. Hertel, J. 2008. Sensorimotor Deficits with 602-611.
Ankle Sprains and Chronic Ankle Instability,
Clinics in Sport Medicine. Virginia.
Elsevier.
4. Hertel, J. 2002. Functional Anatomy,
Pathomechanics, and Pathophysiology of
Lateral Ankle Instability. Journal of Athletic
Training. Vol. 37. No. 4:364–375.
5. Eric, E., Dieter, R. 2001. A Multi-Station
Proprioceptive Exercise Program in Patients
with Ankle Instability. Med. Sci. Sports
Exerc. Vol. 33. No. 12.
6. Page, P., Baton, R., Clare, CF. 2010.
Assessment and Treatment of Muscle
Imbalance The Janda Approach. Los
Angeles: Human Kinetics.
7. Mattacola, CG., Dwyer, MK. 2002.
Rehabilitation of the Ankle After Acute
Sprain or Chronic Instabilit. Journal of
Athletic Training. Vol. 37. No. 4:413–429.
57

Anda mungkin juga menyukai