Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

De Quervain’s syndrome dikenal dengan beberapa macam cara penulisan. Pada


beberapa referensi seperti pada kamus Dorland tertulis de Quervain’s disease, pada
kamus Stedman tertulis de Quervain disease, pada kamus M-W medical dictionary
tertulis deQuervain’s disease dan pada kamus Wikipedia tertulis de Quervain’s
syndrome. Sebagian besar referensi menuliskan penyakit ini dengan de Quervain’s
disease. Penyakit ini disebut juga dengan de Quervain’s tenosynovitis atau de
Quervain’s syndrome. Ada pula yang menyebut penyakit ini dengan nama
washerwoman’s sprain karena lebih banyak menyerang wanita daripada pria.1,2
De Quervain’s syndrome dinamakan sesuai dengan nama orang yang pertama
kali mendeskripsikan penyakit ini yaitu Fritz de Quervain (1868-1940), seorang ahli
bedah Swiss yang lahir pada tanggal 4 Mei 1868 dan meninggal pada tahun 1940
akibat penyakit pankreatitis akut yang dideritanya. Penyakit ini dideskripsikan untuk
yang pertama kalinya oleh Fritz de Quervain pada tahun 1895. Awalnya, Fritz de
Quervain mendeskripsikan penyakit ini dengan apa yang kita kenal sebagai
tenovaginitis yaitu proliferasi jaringan fibrosa retinakulum otot-otot ekstensor dan
tendon sheath dari otot ekstensor polisis brevis dan otot abduktor polisis longus.
Beberapa tahun kemudian, terjadi stenosis tenosynovitis dari kedua tendon tersebut
(kompartemen dorsal pertama) hingga kemudian penyakit ini dikenal dengan nama de
Quervain’s tenosynovitis. Fritz de Quervain juga banyak menulis buku-buku yang
memperkenalkan prosedur teknik tiroidektomi sehingga dikenal pula penyakit pada
tiroid dengan nama yang sama yaitu de Quervain’s Thyroiditis.2

Trigger finger digambarkan sebagai kondisi dimana terkuncinya sendi jari pada
saat di gerakan dari posisi fleksi ke arah posisi ekstensi. Hal ini dikarenakan adanya
inflamasi lokal atau adanya pembengkakan pada pembungkus tendon fleksor yang
mengakibatkan pembungkus itu tidak dapat melucur secara normal.1

1
Trigger finger adalah suatu tipe dari stenosing tenosynovitis yang mana sarung
pelindung di sekitar tendon jari menjadi bengkak, atau benjolan (nodule) yang
terbentuk pada tendon. Nama trigger finger berasal dari gejala yaitu perasaan
hentakan tiba-tiba (snapping) dan pencetusan pada jari (triggering). Trigger finger
pada umumnya banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan cenderung kebanyakan
terjadi pada orang yang berusia antara 40 sampai 60 tahun.2
Penanganan trigger finger selain terapi farmakologis juga terapi non
farmakologis, yaitu terapi fisik dan rehabilitasi serta terapi bedah. Terapi fisik dan
rehabilitasi terdiri dari antara lain latihan dan pemakaian ortosis, disamping terapi
modalitas. Dalam hal ini fisioterapis berperan dalam memelihara, memperbaiki dan
mengembalikan kemampuan fungsional penderita seperti semula.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TANGAN
A. TULANG DAN SENDI
a. Karpal
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan
ujung distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang
metakarpal. Antara tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser.
Kedelapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunate, triqutrum, piriformis,
trapezium, trapezoid, capitate, dan hamate.
b. Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan
dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang
karpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal
membuat tangan menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang
terdapat antara tulang karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari
tersebut melakukan gerakan seperti menyilang telapak tangan dan
memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu. Khusus di tulang
metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.
c. Phalangs
Tulang-tulang phalangs adalah tulang-tulang jari, terdapat 2 phalangs
di setiap ibu jari (phalangs proksimal dan distal) dan 3 di masing-masing
jari lainnya (phalangs proksimal, medial, distal). Sendi engsel yang
terbentuk antara tulang phalangs membuat gerakan tangan menjadi lebih
fleksibel terutama untuk menggenggam sesuatu.

3
Gambar 1. Tulang dan Sendi Tangan (Paulsen dan Waschke, 2012)

Gambar 2. Tulang dan Sendi Tangan (Paulsen dan Waschke, 2012)

4
B. LIGAMEN DAN TENDON
Ligamen adalah struktur jaringan lunak yang menyambungkan tulang ke
tulang. Ligamen di sekitar sendi biasanya bergabung untuk membentuk
kapsul sendi . Sebuah kapsul sendi adalah kantung kedap air yang
mengelilingi sendi dan berisi cairan pelumas yang disebut cairan
sinovial.Pada pergelangan tangan, delapan tulang karpal dikelilingi dan
didukung oleh kapsul sendi. Dua ligamen penting mendukung sisi
pergelangan tangan. Ini adalah ligamen agunan. Ada jaminan ligamen yang
menghubungkan dua lengan ke pergelangan tangan, satu di setiap sisi
pergelangan tangan.
Seperti namanya, para ligamentum ulnaris agunan (UCL) adalah di sisi
ulnaris pergelangan tangan. Melintasi tepi ulnaris (sisi yang jauh dari ibu
jari) dari pergelangan tangan. Dimulai pada styloid ulnaris, benjolan kecil di
tepi pergelangan tangan (di sisi jauh dari ibu jari) di mana ulna memenuhi
pergelangan tangan.Ada dua bagian untuk kabel berbentuk UCL. Salah satu
bagian terhubung ke berbentuk kacang (salah satu tulang karpal kecil) dan
ke ligamentum karpal transversal , band tebal jaringan yang melintasi di
depan pergelangan tangan. Ligamen lainnya melintasi triquetrum (tulang
karpal kecil dekat sisi ulnaris pergelangan tangan). UCL menambahkan
dukungan untuk disk kecil dari tulang rawan di mana ulna bertemu
pergelangan tangan. Struktur ini disebut segitiga fibrokartilago kompleks
(TFCC) dan dibahas secara lebih rinci di bawah ini. UCL menstabilkan
TFCC dan menjaga pergelangan tangan dari membungkuk terlalu jauh ke
samping (ke arah ibu jari).
Ligamen kolateral radial (RCL) adalah pada sisi ibu jari pergelangan
tangan. Ini dimulai pada tepi luar dari jari-jari pada benjolan kecil yang
disebut styloid radial . Ini menghubungkan ke sisi skafoid, tulang karpal
bawah jempol. RCL mencegah pergelangan tangan dari membungkuk terlalu
jauh ke samping (jauh dari ibu jari). Seperti ada banyak tulang yang
membentuk pergelangan tangan, terdapat banyak ligamen yang

5
menghubungkan dan mendukung tulang. Cedera atau masalah yang
menyebabkan ligamen ini untuk meregangkan atau merobek akhirnya dapat
menyebabkan radang sendi pergelangan tangan.
Tendon merupakan jaringan fibrosa yang kuat, yang menghubungkan
otot dengan tulang. Dimana tulang merupakan bagian tubuh yang
menyokong atau memberi bentuk pada tubuh manusia. Sedangkan otot
merupakan jaringan yang terdapat pada seluruh tubuh manusia yang berguna
untuk pergerakan. Tulang dan otot tersebut dilekatkan oleh jaringan kuat
yang bernama tendon.
Tendon sangatlah kuat tetapi tidak banyak stretch. Ketika mereka
menjadi rusak, tendon bisa memakan waktu yang lama untuk sembuh.
Tendinitis merupakan peradangan pada tendon. Peradangan tersebut bisa
disebabkan oleh beberapa sebab,misalnya dikarenakan oleh regangan,
olaraga yang berlebihan, luka, repitisi gerakan, gerakan yang tidak biasa dan
tiba-tiba. Sebagian besar tendinitis terjadi pada usia pertengahan atau usia
lanjut, karena tendon menjadi lebih peka terhadap cedera, elastisitasnya
berkurang. Tendinitis juga terjadi pada usia muda karena olahraga
yangberlebihan atau gerakan yang berulang-ulang.
Selubung tendon juga dapat terkena penyakit sendi, seperti artritis
reumatoid,skleroderma sistemik, gout, dan sindroma reiter. Pada dewasa
muda yang menderita gonore (terutama wanita), bakteri gonokokus bisa
menyebabkan tenosinovitis (tendinitisyang disertai dengan peradangan pada
selubung pelindung di sekeliling tendon), biasanya pada tendon di bahu,
pergelangan tangan, jari tangan, pingggul, pergelangan kaki, dan kaki.
Ada beberapa penyakit yang menyebabkan tendinitis, diantaranya adalah
rheumatoid artritis, gout, Reiter’s syndrome, lupus, dan diabetes. Orang
dengan penyakit gout ada kristal asam urat yang nampak pada pembungkus
tendon yang menyebabkangesekan dan robekan.kadar kolesterol darah yang
sangat tinggi juga dapat berhubungan dengan kondisi ini.

6
Untuk lebih memahami trigger finger, penting untuk kita memahami
anatomi yang terkait. Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot
ke tulang. Setiap otot memiliki dua tendon, yang masing-masing melekat
pada tulang. Pertemuan tulang bersama dengan otot membentuk sendi.
Ketika otot berkontraksi, tendon akan menarik tulang, sehingga terjadi
gerakan sendi.
Tendon pada jari-jari melewati ligamen, yang bertindak sebagai katrol.
Sebagaimana kita ketahui trigger finger adalah suatu bentuk cedera akibat
aktivitas berlebihan yang berulang-ulang dengan gejala mulai dari tanpa rasa
sakit dengan sesekali bunyi gemeretak / menyentak jari, untuk disfungsi
parah dan rasa sakit dengan jari terus terkunci dalam posisi menekuk ke
bawah ke telapak tangan.

Gambar 3. Tendon Flexor Jari Tangan

7
Gambar 4. Pembungkus Tendon Pada Tangan dan Pengikatnya (Paulsen dan
Waschke, 2012)

Gambar 5. Tendon pada Jari Tengah Potongan Melintang (Snell, 2011)

8
C. PERSARAFAN PADA TANGAN
Saraf yang bepergian ke tangan menyeberangi pergelangan tangan
meliputi tiga saraf utama mulai bersama di bahu: saraf radial, saraf median,
dan saraf ulnaris. Saraf ini membawa sinyal dari otak ke otot-otot yang
menggerakkan lengan, tangan, jari, dan ibu jari. Saraf juga membawa sinyal
kembali ke otak tentang sensasi seperti sentuhan, nyeri, dan suhu.
Saraf radialis berjalan di sepanjang tepi jempol-sisi lengan bawah. Ini
wraps sekitar akhir tulang jari-jari ke bagian belakang tangan. Ini memberi
sensasi ke bagian belakang tangan dari ibu jari ke jari ketiga. Hal ini juga
pergi ke belakang ibu jari dan hanya di luar buku jari utama dari permukaan
belakang cincin dan jari tengah.
Saraf median perjalanan melalui sebuah terowongan dalam pergelangan
tangan disebut carpal tunnel. Saraf median memberikan sensasi ke sisi
telapak ibu jari, jari telunjuk, jari panjang, dan setengah dari jari manis. Ini
juga mengirimkan cabang saraf untuk mengontrol otot-otot
tenar jempol. Otot-otot tenar membantu memindahkan ibu jari dan
membiarkan Anda menyentuh pad jempol ke ujung setiap jari masing-masing
di sisi yang sama, gerakan yang disebut oposisi.
Saraf ulnaris bergerak melalui terowongan terpisah, yang disebut kanal
Guyon. Terowongan ini dibentuk oleh dua tulang karpal (yang berbentuk
kacang dan bengkok ), dan ligamentum yang menghubungkan
mereka.Setelah melewati kanal, cabang-cabang saraf ulnar keluar untuk
memasok perasaan ke jari kelingking dan setengah jari manis. Cabang-
cabang saraf ini juga memasok otot kecil di telapak dan otot yang menarik
ibu jari ke arah telapak tangan.
Saraf yang melakukan perjalanan melalui pergelangan tangan tunduk
masalah. Konstan membengkokkan dan meluruskan dari pergelangan tangan
dan jari dapat menyebabkan iritasi atau tekanan pada saraf di dalam
terowongan dan menyebabkan masalah seperti nyeri, kesemutan, dan
kelemahan pada tangan, jari, dan ibu jari.

9
Gambar 6.. Persarafan Pada Tangan
II. DE QUERVAIN’S
A. DEFINISI
De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada
daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot
abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis setinggi radius distal
dan jepitan pada kedua tendon tersebut. De Quervain’s syndrome atau

10
tenosinovitis stenosans ini merupakan tendovaginitis kronik yang disertai
penyempitan sarung tendon. Sering juga ditemukan penebalan tendon.1,2
Lokasi de Quervain’s syndrome ini adalah pada kompartemen dorsal
pertama pada pergelangan tangan. Kompartemen dorsal pertama pada
pergelangan tangan termasuk di dalamnya adalah tendon otot abduktor
polisis longus (APL) dan tendon otot ekstensor polisis brevis (EPB). Pasien
dengan kondisi yang seperti ini biasanya datang dengan nyeri pada aspek
dorsolateral dari pergelangan tangannya dengan nyeri yang berasal dari arah
ibu jari dan / atau lengan bawah bagian lateral. Kondisi seperti ini
mempunyai respon yang baik terhadap penanganan non bedah.2

B. ETIOLOGI
Trauma minor yang berulang-ulang umumnya memberikan kontribusi
terhadap perkembangan penyakit de Quervain’s syndrome. Aktivitas-
aktivitas yang mungkin menyebabkan trauma ulangan pada pergelangan
tangan termasuk faktor pekerjaan, tugas-tugas sekretaris, olahraga golf, atau
permainan olahraga yang menggunakan raket. Penyebab yang pasti tidak
diketahui, tetapi inflamasi tendon yang terjadi berhubungan dengan gesekan
yang berlebihan / berkepanjangan antara tendon dan pembungkusnya,
terjadi misalnya pada wanita yang pekerjaannya memeras kain.2,3

C. PATOFISIOLOGI
Kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan termasuk
pembungkus tendon yang menutupi tendon otot abduktor polisis longus dan
tendon otot ekstensor polisis brevis pada tepi lateral. Inflamasi pada daerah
ini umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan tangan dan ibu jarinya
untuk kegiatan-kegiatan yang repetitif. Karena itu, de Quervain’s syndrome
dapat terjadi sebagai hasil dari mikrotrauma kumulatif (repetitif).2,5
Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada
jari-jari tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath.
Tendon sheath yang memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi

11
dan kualitas cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari selanjutnya
terjadi pergesekan otot dengan tendon sheath karena cairan sinovial yang
berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi
jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath.
Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena
jaringan ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath. Terjadilah
stenosis atau penyempitan pada tendon sheath tersebut dan hal ini akan
mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi.
Pada kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon
sheath. Pergesekan otot-otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua
otot tadi sehingga terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari bila digerakkan
yang sering merupakan keluhan utama pada penderita penyakit ini.1,2,6
Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor
polisis brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus
radius.3,5
D. DIAGNOSA
Kelainan ini sering ditemukan pada wanita umur pertengahan. Gejala
yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan menggerakkan
kedua otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot
abduktor polisis longus dan otot ekstensor polisis brevis. Perlu ditanyakan
juga kepada pasien riwayat terjadinya nyeri. Sebagian pasien akan
mengungkapkan riwayat terjadinya nyeri dengan trauma akut pada ibu jari
mereka dan sebagian lainnya tidak menyadari keluhan ini sampai terjadi
nyeri yang lambat laun makin menghebat. Untuk itu perlu ditanyakan
kepada pasien apa pekerjaan mereka karena hal tersebut akan memberikan
kontribusi sebagai onset dari gejala tersebut khususnya pada pekerjaan yang
menggunakanjari-jari tangan. Riwayat penyakit lain seperti pada rheumatoid
arthritis dapat menyebabkan pula deformitas dan kesulitan menggerakkan
ibu jari. Pada kasus-kasus dini, nyeri ini belum disertai edema yang tampak

12
secara nyata (inspeksi), tapi pada kasus-kasus lanjut tampak edema terutama
pada sisi radial dari polluks.3,5,6
Pada pemeriksaan fisik, terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus
stiloideus radius, kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat
penebalan pembungkus fibrosa pada sedikit proksimal prosesus stiloideus
radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari pergelangan tangan dan ibu
jari. Bila tangan dan seluruh jari-jari dilakukan deviasi ulnar, penderita
merasa nyeri oleh karena jepitan kedua tendo di atas dan disebut uji
Finkelstein positif.8

Gambar 7. Tampak inflamasi pada tendon sheath dari kompartemen dorsal


pertama.7

Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervain’s syndrome adalah


tes Finkelstein positif. Cara melakukannya adalah dengan menyuruh pasien
untuk mengepalkan tanganya di mana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari
jari-jari lainnya. Pemeriksa kemudian melakukan deviasi ulnar pasif pada
pergelangan tangan pasien yang dicurigai di mana dapat menimbulkan
keluhan utama berupa nyeri pergelangan tangan daerah dorsolateral.2,8

13
Gambar 8. Daerah yang nyeri pada de Quervain’s syndrome.7

Lakukan tes Finskelstein secara bilateral untuk membandingkan dengan


bagian yang tidak terkena. Hati-hati memeriksa ”the first carpometacarpal
(CMC) joint” sebab bagian ini dapat menyebabkan tes Finskelstein positif
palsu.Selain dengan tes Finkelstein harus diperhatikan pula sensorik dari ibu
jari, refleks otot-otot, dan epikondilitis lateral pada tennis elbow untuk
melihat sensasi nyeri apakah primer atau merupakan referred pain.2,6

Gambar 9. Tes Finkelstein, si pemeriksa melakukan deviasi ulnar pasif pada


pergelangan tangan pasien.2

14
Gambar 10. Tes Finkelstein7

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk menunjang


diagnosis penyakit ini. Kadang dilakukan pemeriksaan serum untuk melihat
adanya faktor rheumatoid untuk mengetahui penyebab penyakit ini, tetapi
hal ini juga tidak spesifik karena beberapa penyakit lain juga menghasilkan
faktor rheumatoid di dalam darahnya.
Pemeriksaan radiologik secara umum juga tidak ada yang secara spesifik
menunjang untuk mendiagnosis penyakit ini. Akan tetapi, penemuan terbaru
dalam delapan orang pasien yang dilakukan ultrasonografi dengan
transduser 13 MHz resolusi tinggi diambil potongan aksial dan koronal
didapatkan adanyapenebalan dan edema pada tendon sheath. Pada
pemeriksaan dengan MRI terlihat adanya penebalan pada tendon sheath
tendon otot ekstensor polisis brevis dan otot abduktor polisis longus.
Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai untuk kasus-kasus trauma
akut atau diduga nyeri oleh karena fraktur atau osteonekrosis.2,3
E. DIAGNOSA BANDING
Yang merupakan diagnosis banding de Quervain’s syndrome adalah sebagai
berikut : 2,3,5

15
1. Carpal Tunnel Syndrome, di mana pada penyakit ini dirasakan nyeri
pada ibu jari tangan. Nyeri ini tidak hanya dirasakan pada ibu jari
tangan, akan tetapi dapat ke seluruh pergelangan tangan bahkan dapat
sampai ke lengan. Carpal Tunnel Syndrome adalah kumpulan gejala
yang disebabkan oleh kompresi pada nervus medianus akibat inflamasi
pada pergelangan tangan. Penyebab inflamasi dapat karena suatu infeksi,
trauma, atau penggunaan berlebihan pada pergelangan tangan (overuse).
Gejala lain pada penyakit ini adalah adanya rasa panas dan kelemahan
pada otot-otot pergelangan tangan.
2. Osteoarthritis pada persendian di pergelangan tangan.
3. Kienbock disease yaitu osteonekrosis pada os lunate.
4. Degenerative arthritis pada sendi radioscaphoid, cervical radiculopathy
terutama pada segmen C5 atau C6.
5. Cheiralgia paresthetica atau neuropati pada sensorik dari nervus radial.
6. Fraktur scaphoid yang tampak sebagai nyeri pada daerah snuff box pada
kompartemen dorsal pertama.
7. Intersection syndrome di mana tenosynovitis terjadi pada tendon dari
kompartemen dorsal pertama (tendon otot ekstensor polisis brevis dan
otot abduktor polisis longus) sampai ke tendon dari kompartemen dorsal
kedua (otot ekstensor karpi radialis longus dan otot ekstensor karpi
radialis brevis) dengan gejala nyeri dan inflamasi pada bagian distal
pada daerah dorsolateraldari lengan bawah. Nyeri pada penyakit ini
lebih kurang di daerah lateral dibandingkan pada de Quervain’s
syndrome.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang dilakukan adalah dengan terapi konservatif dan
intervensi bedah. Pada terapi konservatif kasus-kasus dini, sebaiknya
penderita menghindari pekerjaan yang menggunakan jari-jari mereka. Hal
ini dapat membantu penderita dengan mengistirahatkan (immobilisasi)
kompartemen dorsal pertama pada ibu jari (polluks) agar edema lebih lanjut

16
dapat dicegah. Idealnya, immobilisasi ini dilakukan sekitar 4-6 minggu.
Kompres dingin pada daerah edema dapat membantu menurunkan edema
(cryotherapy). Jika gejala terus berlanjut dapat diberikan obat-obat anti
inflamasi baik oral maupun injeksi. Beberapa obat oral dan injeksi yang
diberikan sebagai berikut:2,3
1. Nonsteroid anti-inflammatory drug misalnya ibuprofen yang merupakan
drug of choice untuk pasien dengan nyeri sedang. Bekerja sebagai
penghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan jalan menghambat sintesa
prostaglandin. Dosis dewasa 200-800 mg, sedang dosis untuk anak-anak
usia 6-12 tahun 4-10 mg/kgBB/hari. Untuk anak > 12 tahun sama
dengan dewasa. Adapun kontra indikasi pemberian obat ini adalah
adanya riwayat hipersensitif, ulkus peptikum, perdarahan
gastrointestinal atau perforasi, insufisiensi ginjal, atau resiko tinggi
terjadinya perdarahan. Interaksi obat dengan aspirin dapat meningkatkan
efeksamping dari obat ini, kombinasi dengan probenesid dapat
meningkatkan konsentrasi obat di dalam darah. Pada pasien-pasien
dengan hipertensi, dapat diberikan kombinasi antara obat ini dengan
obat anti hipertensi seperti captopril, beta blocker, furosemid, dan
thiazid. Obat ini tidak aman diberikan untuk wanita hamil terutama
kehamilan pada trimester ketiga (berpotensi untuk menyebabkan
menutupnya duktus arteriosus).
2. Kortikosteroid dapat digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat
mensupresi migrasi dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah
peningkatan permeabilitas kapiler. Pada orang dewasa dapat diberikan
dosis 20-40 mg metilprednisolon atau dapat juga diberikan
hidrokortison yang dicampur dengan sedikit obat anestesi lokal
misalnya lidokain. Campuran obat ini disuntikkan pada tendon sheath
dari kompartemen dorsal pertama yang terkena. Harus diperhatikan agar
jangan sampai menyuntikkan campuran obat ini langsung pada
tendonnya karena dapat menyebabkan kelemahan pada tendon dan

17
potensial untuk terjadinya ruptur. Penyuntikan campuran obat ini juga
hendaknya dicegah jangan sampai terlalu superfisial dari jaringan
subkutan karena dapat menyebabkan depigmentasi pada kulit. Untuk
pasien-pasien yang menderita diabetes melitus sebaiknya dilakukan
pengontrolan glukosa darah karena pemberian kortikosteroid lokal dapat
menyebabkan peningkatan glukosa darah sementara.

Pada tahap awal diberikan analgetik atau injeksi lokal kortikosteroid


serta mengistirahatkan pergelangan tangan, tetapi kadang-kadang
penyembuhan hanya bersifat sementara. Operasi dilakukan pada penderita
yang resisten atau untuk meredakan nyeri secara permanen dengan
membuka bagian sarung tendon yang sempit. Intervensi bedah diperlukan
jika terapi konservatif tidak efektif lagi terutama pada kasus-kasus lanjut di
mana telah terjadi perlengketan pada tendon sheath. Untuk terapi
nonmedikamentosa dapat dilakukan Terapi Laser dan Akupuntur
Rehabilitasi (Dry Needling).2,3,8

G. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini umumnya baik. Pada kasus-kasus dini, biasanya
berespon dengan baik pada terapi konservatif. Sedangkan pada kasus-kasus
lanjut dan tidak memberikan respon yang baik dengan terapi konservatif,
dilakukan tindakan bedah untuk dekompresi pada kompartemen dorsal
pertama dari pergelangan tangan. Umumnya berlangsung dengan baik,
morbiditas dapat terjadi jika terjadi komplikasi pasca operasi misalnya
adhesi tendo atau subluksasi volar tendon.2,3,5,6 Pasien dengan de Quervain’s
syndrome perlu untuk menghindari aktivitas-aktivitas repetitif tertentu dari
pergelangan tangan atau dari ibu jari hingga pengobatan yang adekuat
tercapai.2

18
III. TRIGGER FINGER
A. DEFINISI
Trigger finger merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh inflamasi
dan penyempitan pada pulley A1. Trigger finger dapat ditandai dengan
adanya rasa nyeri, bunyi “klik”, dan hilangnya gerakan jari yang
terkena.Trigger finger merupakan suatu kondisi gertakan atau terkuncinya
pada jari saat jari difleksi dan diekstensi. Hal ini dikarenakan hipertrofi dan
metaplasia fibrokartilago pada pertemuan tendon-pulley sehingga
menyebabkan tendon tidak dapat bergerak kedepan dan kebelakang secara
normal dibawah pulley. Trigger finger diperkirakan timbul dari tekanan
tinggi di tepi proksimal A1 pulley saat terdapat perbedaan pada diameter
tendon fleksor dan selubungnya pada tingkat metakarpal. Ibu jari (33%) dan
jari manis (27%) merupakan yang paing sering terkena pada orang dewasa,
tetapi 90% trigger finger pada anak-anak melibatkan ibu jari dan 25% nya
bilateral. 3
Trigger finger adalah gangguan umum yang sering terjadi dan ditandai
dimana jari yang dibengkokkan tiba-tiba tidak dapat diluruskan kembali
serta berhubungan dengan disfungsi dan nyeri yang disebabkan penebalan
setempat pada suatu tendo fleksor, dalam kombinasi dengan adanya
penebalan di dalam selubung tendon pada tempat yang sama.3

B. ETIOLOGI
Penyebab potensial trigger finger/thumb telah dapat dijelaskan, tetapi
etiologi tetap idiopatik, artinya penyebabnya tidak diketahui. Kemungkinan
disebabkan oleh trauma lokal dengan stres dan gaya degeneratif. Ada yang
menghubungkan penyebab trigger finger karena penggunaan fleksi tangan
yang karena itu sering disebut dengan tenosinovitis stenosing (stenosans
tenovaginitis khusus pada jari). Stenosing berarti penyempitan terowongan
atau tabung-seperti struktur (selubung tendon).2

19
C. PATOLOGI
Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot ke tulang. Setiap
otot memiliki dua tendon, yang masing-masing melekat pada tulang.
Pertemuan tulang bersama dengan otot membentuk sendi. Ketika otot
berkontraksi, tendon akan menarik tulang, sehingga terjadi gerakan sendi.
Tendon pada jari-jari melewati ligamen, yang bertindak sebagai katrol.2
Aktivitas berlebih pada jari–jari tangan sangat beresiko, kebiasaan
online dirasakan akan menimbulkan kelelahan pada jari tangan, sering kali
kita menggunakan jari kita untuk mengetik di keyboard akan merasakan
kelelahan pada jari, jari–jari akan terasa sakit bila sering digunakan dan
cepat lelah saat aktifitas mengetik. Bila kemampuan kerja jari melewati
kemampuan batasnya jari akan kaku bila di gerakan untuk menekuk akan
susah di kembalikan pada saat di luruskan kembali.1
Pada trigger finger terjadi peradangan dan hipertrofi dari selubung
tendon yang semakin membatasi gerak fleksi dari tendon. Selubung ini
biasanya membentuk sistem pulley yang terdiri dari serangkaian sistem yang
berfungsi untuk memaksimal kekuatan fleksi dari tendon dan efisiensi gerak
di metakarpal. Nodul mungkin saja dapat membesar pada tendon, yang
menyebabkan tendon terjebak di tepi proksimal pulley ketika pasien
mencoba untuk meluruskan jari, sehingga menyebabkan kesulitan untuk
bergerak. Ketika upaya lebih kuat dibuat untuk meluruskan jari, dengan
menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor jari atau dengan menggunakan
kekuatan eksternal (dengan mengerahkan kekuatan pada jari dengan tangan
lain), trigger finger yang terkunci tadi terbuka dengan menimbulkan rasa
sakit yang signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek proksimal
digit. Hal yang kurang umum terjadi antara lain nodul tadi bergerak pada
distal pulley, mengakibatkan kesulitan pasien meregangkan jari.3
Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah
jalur yang melewati pulley. Jika nodul terdapat pada distal pulley, maka jari

20
dapat macet dalam posisi yang lurus. Sebaliknya, jika benjolan terdapat
pada proksimal dari pulley, maka jari pasien dapat macet dalam posisi
tertekuk.Setelah ditemukan sonoelstografi, teknik assesmen kuantitatif
untuk kekakuan jaringan lunak, jari macet pada trigger finger diakibatkan
oleh bertambah kakunya dan tebalnya A1pulley. Gejala yang lain selain
kaku, nyeri juga sering didapatkan saat di gerakan menekuk gerakannya
terbatas dan berbunyi klik saat diluruskan. Fungsi yang penting tersebut
membuat gangguan pada tangan, menyebabkan gangguan fungsi atau
impairment yang selanjutnya dapat menjadi disabilitas.1,6

Gambar 11. Trigger Finger


Pada trigger finger/thumb terjadi peradangan dan hipertrofi dari
selubung tendon yang semakin membatasi gerak fleksi dari tendon.
Selubung ini biasanya membentuk sistem katrol yang terdiri dari
serangkaian sistem yang berfungsi untuk memaksimalkan kekuatan fleksi
dari tendon dan efisiensi gerak di metakarpal. Nodul mungkin saja dapat
membesar pada tendon, yang menyebabkan tendon terjebak di tepi

21
proksimal katrol ketika pasien mencoba untuk meluruskan jari, sehingga
menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat dibuat
untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor
jari atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan mengerahkan
kekuatan pada jari dengan tangan lain), jari macet yang terkunci tadi terbuka
dengan menimbulkan rasa sakit yang signifikan pada telapak distal hingga
ke dalam aspek proksimal digit. Hal yang kurang umum terjadi antara lain
nodul tadi bergerak pada distal katrol, mengakibatkan kesulitan pasien
meregangkan jari.2

D. DIAGNOSA
a. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan terdapatnya
keterbatasan fungsional terutama kesulitan untuk menggenggam tangan
dan memindahkan objek yang disebabkan oleh jari yang terkunci, rasa
nyeri, atau keduanya. Gangguan motorik halus meliputi kesulitan untuk
memasukkan kunci ke lubang kunci, mengetik, atau mengancing baju.
Gangguan pada motorik kasar dapat berupa gangguan saat menyetir atau
saat menggenggam barang-barang di rumah atau tempat kerja.3
b. Pemeriksaan fisik
Elemen esensial dalam pemeriksaan fisik adalah lokalisasi dari
gangguan yang berada pada sendi metakarpophalangeal. Teraba tekstur
yang lunak, terkadang terdapat nodul yang lunak atau krepitasi pada
bagian volar pada metacarpal head. Membuka dan menutup tangan
secara aktif dapat menyebabkan rasa nyeri yang disebabkan inflamasi
pada tendon yang melewati sarung yang terkonstriksi. Pasien dengan
triggering kronik dapat terjadi kontraktur pada sendi fleksi interphalang.
Penting untuk ditentukan apakah ada ROM pasif yang normal pada
sendi metakarpalphalangeal dan sendi interphalang.

22
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kekuatan otot, sensasi, dan
refleks yang normal kecuali pada kasus yang parah dapat terjadi
kelemahan atau atropi karena jari jarang digunakan. Kormobiditas dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan neurologis, contohnya pasien diabetes
mellitus atau CTS dapat mengalami terganggunya sensasi.3
c. Pemeriksaan penunjang
Pasien yang tidak memiliki riwayat trauma atau inflamasi tidak perlu
dilakukan pemeriksaan radiografi secara rutin. Dapat dilakukan MRI
untuk mengkonfirmasi adanya tenosynovitis pada sarung fleksor, tetapi
tidak berpengaruh besar terhadap diagnosis klinis. Pemeriksaan
ultrasound dapat menunjukkan nodul pada tendon, tenosynovitis, dan
triggering aktif pada level A1.3

E. PENATALAKSANAAN
1. Terapi
a. Terapi Medikamentosa
- Pengobatan OAINS
Berikan pengobatan non steroid seperti aspirin, ibuprofen,
naprosyn, atau ketoprofen.
- Injeksi Korstikosteroid
Lini pertama dari tatalaksana adalah injeksi steroid. Injeksi
kortikosteroid untuk pengobatan trigger finger telah dilakukan
sejak 1953. Tindakan Ini harus dicoba sebelum intervensi bedah
karena sangat efektif (hingga 93%), terutama pada pasien non-
diabetes dengan onset baru-baru ini terkena gejala dan satu digit
dengan nodul teraba. Hal ini diyakini bahwa injeksi
kortikosteroid kurang berhasil pada pasien dengan penyakit lama
(durasi > 6 bulan), diabetes mellitus, dan keterlibatan beberapa
digit karena tidak mampu untuk membalikkan perubahan
metaplasia chondroid yang terjadi pada pulley A1.

23
Tatalaksana non-invasif ataupun tatalaksana injeksi steroid
ditentukan oleh tingkat keparahan gejalanya (semakin parah
gejalanya maka akan semakin baik responnya terhadap terapi
injeksi), level aktivitas pasien (seberapa cepat pasien harus
kembali ke tempat kerja), atau berdasarkan pilihan pasien dan
klinisi.
Injeksi kortikosteroid lokal dikombinasikan dengan anastesi
lokal. Bidai dapat digunakan setelah injeksi selama beberapa hari
yang bertujuan untuk melindungi area suntikan. Karena
diperlukan waktu 3 sampai 5 hari bagi obat untuk memberikan
efek, dan pasien disarankan untuk menghindari aktivitas tangan
sebisa mungkin selama 1 minggu setelah injeksi.
Injeksi biasanya bermanfaat dan kerap kali kuratif. Beberapa
penelitian menemukan bahwa injeksi kortikosteroid lebih
bermanfaat dibandingkan dengan penggunaan placebo dengan
tingkat keberhasilan yang variatif. Sebuah studi menunjukkan
terjadi peningkatan keberhasilan terapi dari 54% menjadi 88% 1
tahun setelah injeksi. Prosedur ini tidak terlalu efektif pada
pasien dengan beberapa komplikasi seperti diabetes atau RA,
atau ketika kondisi tersebut terjadi lebih dari 4 bulan.
Injeksi diberikan secara langsung ke dalam selubung tendon.
Namun, laporan menunjukkan bahwa injeksi ekstrasinovial
mungkin efektif, sambil mengurangi risiko tendon ruptur
(pecah). Pecah Tendon adalah komplikasi yang sangat jarang,
hanya satu kasus yang dilaporkan. Komplikasi lain termasuk
atrofi kulit, nekrosis lemak, hipopigmentasi kulit sementara
elevasi glukosa serum pada penderita diabetes, dan infeksi. Jika
gejala tidak hilang setelah injeksi pertama, atau muncul kembali
setelah itu, suntikan kedua biasanya lebih mungkin untuk
berhasil sebagai tindakan awal.

24
Gambar 12. Injeksi pada tendon
b. Terapi Nonfarmakologi
- Pembedahan
Pada orang dewasa, injeksi kortikosteroid direkomendasikan
sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan pembedahan.
Intervensi berupa pembedahan memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi apabila terapi konservatif gagal atau
direkomendasikan bagi pasien yang ingin sembuh dengan cepat
atau sembuh total dari disabilitas ini. Orang dengan diabetes,
RA, keterlibatan banyak sendi, dan onset pada usia muda lebih
cenderung membtuhkan terapi bedah.
Waktu operasi agak kontroversial dengan data yang
menunjukkan pertimbangan bedah setelah kegagalan baik
tunggal maupun beberapa suntikan kortikosteroid.
Tindakan pembedahan ini pertama kali diperkenalkan oleh
Lorthioir pada tahun 1958. Fungsi operasi biasanya bertujuan
melonggarkan jalan bagi tendon yaitu dengan cara membuka
selubungnya. Dalam penyembuhannya, kedua ujung selubung
yang digunting akan menyatu lagi, tetapi akan memberikan
ruang yang lebih longgar, sehingga tendon akan bisa bebas
keluar masuk.

25
Terdapat dua tipe umum dari pembedahan untuk kondisi ini
yaitu operasi pelepasan tendon A1 standar dan operasi pelepasan
tendon A1 secara perkutaneus. Pada suatu studi mengenai teknik
pelepasan tendon A1 secara perkutaneus angka kesuksesan
mencapai 100% pada 12 minggu follow up. Kedua teknik bedah
ini secara umum efektif dan memiliki resiko komplikasi yang
rendah.

Gambar 13. Pembedahan (Ryewicz, 2006)

2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang
ditujukan guna mengurangi dampak cacat handikap serta meningkatkan
kemampuan penyandang cacat mengenai integritas sosial.Tujuan
rehabilitasi medik pada pasien Trigger Finger adalah mengembalikan
fungsi yang terganggu akibat kekakuan sendi jari sehingga pasien dapat
kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan
masyarakat.
Rehabilitasi dapat meliputi tatalaksana okupasional dan terapi fisik
pada tangan yang mengalami masalah. Terapi tidak perlu diawasi secara
umum, kecuali pada kondisi yaitu pasien mengalami penurunan kekuatan

26
otot yang signifikan, penurunan ROM yang signifikan, penurunan fungsi
akibat terlalu lama dibidai dan tidak digunakan, ketika modalitas seperti
ultrasound dan iontophoresis disarankan untuk mengurangi inflamasi, dan
ketika pembidaian dirasakan perlu.
Terapi difokuskan untuk meningkatkan fungsi serta mengurangi
inflamasi dan nyeri. Terapi dapat dilakukan dengan teknik seperti pijat es,
mandi kontras, ultrasound, dan iontophoresis dengan penggunaan steroid
lokal. Bagi orang dengan tangan yang sangat besar atau kecil atau variasi
anatomi yang lain (contohnya : sendi yang mengalami artritis), bidai yang
dimodifikasi dapat lebih pas dan memungkinkan pasien untuk bergerak
dengan lebih baik pada saat bekerja daripada bidai buatan pabrik. ROM
dan kekuatan dapat ditingkatkan sebelum dan sesudah tindakan operasi.
a. Program fisioterapi
1. Pemanasan
- Pemanasan superfisial dengan infra red
- Pemanasan profunda berupa shortwave diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot
untuk mencegah atau memperlambat terjasi atrofi sambil
menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih
lemah. Misalnya, dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk
menstimulasi otot redukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot
baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah atau
merenggangkan perlengketan.
b. Program Ortotik Prostetik
1. Splinting
Tujuan splinting adalah untuk mencegah gesekan yang
disebabkan oleh pergerakan tendon fleksor melalui pulley A1
yang sakit sampai hilangnya peradangan. Secara umum splinting
merupakan pilihan pengobatan yang tepat pada pasien yang

27
menolak atau ingin menghindari injeksi kortikosteroid. Sebuah
studi pekerja manual dengan interfalangealis distal (DIP) di
splint dalam ekstensi penuh selama 6 minggu menunjukkan
pengurangan gejala pada lebih dari 50% pasien.
Dalam studi lain, teknik splint dilakukan dengan cara
membidai sendi metakarpalphalangeal pada sudut 10-15o pada
posisi fleksi dengan bagian proksimal dan distal interphalang
yang bebas, dilakukan hingga 6 minggu secara terus menerus.
Cara ini cukup efektif, meskipun lebih kurang efektifitasnya
pada ibu jari. Untuk pasien yang paling terganggu oleh gejala
mengunci di pagi hari, splinting sendi PIP pada malam hari dapat
menjadi efektif. splinting menghasilkan tingkat keberhasilan
yang lebih rendah pada pasien dengan gejala trigger finger yang
berat atau lama.

Gambar 14. Teknik Splint

c. Home Program
- Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada
daerah yang bengkak dan nyeri.

28
- Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah teriritasi,
seperti latihan jari yang berulang-ulang.

F. KOMPLIKASI
Apabila tenosynovitis tidak diobati secara teratur mengakibatkan tendon
bisa menjadi terbatas atau bisa rupture (cedera). Infeksi pada tendon bisa
menyebar ke berbagai tempat di seluruh tubuh.2
Komplikasi dapat disebebkan dari penyakit maupun dari terapi, sebagai
berikut:
a. Komplikasi dari Penyakit
Komplikasi biasanya jarang dan dapat termasuk kehilangan ROM
secara permanen dari perkembangan kontraktur pada jari yang terkena,
kebanyakan pada sendi proksimal interphalang. Lebih jarang lagi pada
nyeri kronis dapat berkembang walaupun sudah diberikan pengobatan.
b. Komplikasi dari Terapi
Komplikasi dari terapi terutama dari NSAID, telah banyak
diketahui termasuk efek samping gastrik, renal, dan hepatik. Komplikasi
dari injeksi kortikosteroid lokal termasuk depigmentasi kulit, dermatitis,
atrofi dari sel lemak, rupture tendon, kerusakan saraf sensoris dari jari,
dan infeksi. Individu dengan RA lebih sering mengalami rupture tendon;
karena itu injeksi berulang tidak direkomendasikan pada kasus ini.
Untuk kompikasi pembedahan termasuk infeksi dan kerusakan saraf.

G. PROGNOSIS
Sedikitnya separuh kasus dapat diobati dengan cara tidak melakukan
pembedahan. Kunci suksesnya perawatan adalah awal intervensi. Beberapa
penderita umumnya memerlukan pembedahan dan menunjukan hasil yang
umumnya baik, apabila terapi konservatif gagal. Pada kondisi kronis, tendon
kemungkinan rusak dan kesembuhan kemungkinan tidak sempurna.2

29
H. DIAGNOSA BANDING
Trigger finger harus dibedakan dengan penyakit lain yang dapat
menyebabkan jari macet pada posisi fleksi. Suatu keadaan pada jari yang
dapat menjadi diagnosis banding trigger finger antara lain yaitu:2
a. Deformitas boutonniere
b. Kontraktur dupuytren
c. Carpal Tunnel Syndrome
d. De Quervain

30
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W.
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Hamadi
Tanggal Pemeriksaan : 21 Januari 2019
No. RM : 02 63 13

II. ANAMNESA
Autoanamnesa dari pasien

Keluhan Utama:
Nyeri pada pergelangan tangan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien adalah rujukan dari RSUD Abepura dari Sp. S. Pasien dating dengan
keluhan nyeri pada kedua ibu jari kurang lebih 2 bulan terutama jika digerakkan
kedua ibu jari, jari telunjuk tangan kiri juga sulit kembali diluruskan secara
langsung jika sudah ditelungkupkan sebelumnya. Pasien adalah seorang IRT
dimana menegrjakan semua pekerjaan rumah sendiri seperti, mencuci, memasak,
menyetrika, menyapu dll. Pasien tidak mengeluh demam, pusing, maupun sakit
kepala.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat operasi struma
 Riwayat kecelakaan
 Riwayat operasi ginjal 2x

31
 Riwayat tekanan darah tinggi …
 Riwayat diabetes ….
 Riwayat sakit jantung….

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Riwayat penyakit serupa disangkal
 Riwayat hipertensi …
 Riwayat diabetes

Riwayat Kebiasaaan:
Pasien adalah seorang IRT banyak melakuakan kegiatan seperti memasak, mencuci,
menyetrika dan menyapu yang dilakukannya sendiri

III. PEMERIKSAAN FISIK


KU: Baik, Kesadaran Compos Mentis (GCS E4V5M6)
Tanda Vital:
 Tekanan Darah :
 Nadi :
 Respirasi :
 Suhu Badan :
Visual analog scale :

Status Generalis
Kepala/Leher : kepala normocephali, JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba
Thoraks : simetris, vocal fremitus D=S, Sonor D=S
Cor dan Pulmo : sonor, vesikuler (+/+), BJ I-II Reguler
Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba, NT (-)
Ekstremitas : edema (-), atrofi otot (-), deformitas (-)

Satus Lokalis:
Ibu jari kiri dan kanan:

32
Tender joint VAS 5
The Finkelstein test (+/+)
Jari tengah …. Sinistra
Gerak sendi tidak fleksibel
Tender joint VAS 3

Status Psikiatrik
Tingkah laku : normoaktif
Perasaan hati : normoritmik
Orientasi : orientasi orang, waktu, dan tempat baik
Kecerdasan : dalam batas normal
Daya ingat : dalam batas normal

Status Neurologis
Kepala : Pupil isokor 3 mm/ 3mm,
Refleks cahaya : ( +/+)
Refleks kornea : (+/+)
Nervi craniales : dalam batas normal
Leher : Kaku kuduk (-), tanda rangsang meningeal (-)
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Anggota gerak atas Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Tonus N N
Ref Fisiologis + +
Ref Patologis - -
Sensibilitas Dbn Dbn

Anggota gerak bawah Kanan Kiri


Gerakan Bebas Bebas

33
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Atrofi - -
Ref Fisiologis + +
Ref Patologis - -
Sensibilitas Dbn Dbn

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Rontgen

Jawaban Sp.Rad : Tidak tampak garis fraktur


Permukaan dan sel sendi sklerotik dan mulai menyempit
Proses arthritis

34
 Laboratorium
Tanggal : 16-01-2019
PARAMETER NILAI SATUAN NORMAL

HGB 14,1 g/dL 11,0-16,5


RBC 4,69 106/uL 3,8-5,8
HCT 42,9 % 35,0-50,0
MCV 91,5 fL 80,0-97,0
MCH 30,1 pg 26,5-33,5
MCHC 32,9 g/dL 31,5-35,0
WBC 7,38 103/uL 3,5-10,0
Eosinofil 1,5 % 0-4
Basofil 0,3 % 0-1
Neutrofil 54,5 % 46-73
Lymphosit 34,4 % 17-48
Monosit 9,3 % 4-10
PLT 258 103/uL 150-500

PARAMETER NILAI SATUAN NORMAL


AST 26 U/L 0-50
ALT 28 U/L 0-50
CHOL 143 mg/dL 0-250
CREA-P 0,96 mg/dL 0,90-1,50
GLU 92 mg/dL 0-150
TRIG 46,89 mg/dL 0,00-200,00
UREA 23,67 mg/dL 50,00
UA 3,61 mg/dL 7,00
HDL CHOLEST 52 mg/dL >35
LDL CHOLEST 81 mg/dL <150
Rheumatoid factor Negatif - Negatif

V. DIAGNOSA
De quivain bilateral dan Trigger Finger Sinistra

VI. TERAPI
 Terapi edukasi
 Evaluasi pain
 HIL (High Intensity Laser)

35
VII. PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad functionam : bonam
 Ad sanationam : bonam

36
BAB IV
PEMBAHASAN

Trigger finger adalah penyakit yang terjadi pada jari penguncian dari tendon
fleksor jari yang terlibat, berhubungan dengan disfungsi dan nyeri. Terjadi karena
penggunaan berlebihan dan cedera langsung, penyakit ini merupakam bentuk lain dari
begitu banyak cedera regangan berulang seperti Carpal Tunnel Syndrome, Tenis
Elbow dan Pegolf Elbow.2
Aktivitas berlebih pada jari–jari tangan sangat beresiko, kebiasaan online
dirasakan akan menimbulkan kelelahan pada jari tangan, sering kali kita
menggunakan jari kita untuk mengetik di keyboard akan merasakan kelelahan pada
jari, jari–jari akan terasa sakit bila sering digunakan dan cepat lelah saat aktifitas
mengetik. Bila kemampuan kerja jari melewati kemampuan batasnya jari akan kaku
bila di gerakan untuk menekuk akan susah di kembalikan pada saat di luruskan
kembali.1
Berdasarkan hasil anamnesa, dilaporkan seorang pasien dengan nyeri pada
pergelangan tangan. Keluhan utama adalah nyeri punggung bawah yang terjadi sejak
5 bulan yang lalu. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kedua ibu jari kurang
lebih 2 bulan terutama jika digerakkan kedua ibu jari, jari telunjuk tangan kiri juga
sulit kembali diluruskan secara langsung jika sudah ditelungkupkan sebelumnya.
Pasien adalah seorang IRT dimana menegrjakan semua pekerjaan rumah sendiri
seperti, mencuci, memasak, menyetrika, menyapu dll. Pasien tidak mengeluh demam,
pusing, maupun sakit kepala.
Dalam pemeriksaan fisik saat ini didapatkan status generalis dalam batas
normal. Dalam pemeriksaan penunjang foto rontgen didapatkan proses arthritis.
Tujuan tatalaksana pada pasien nyeri pergelangan tangan adalah untuk
mengurangi keluhan utama untuk mengembalikan aktivitas fungsional dari pasien.
Adapun langkah awal penanganan bagi penderita nyeri pergelangan tangan adalah:

37
1. Dengan mengistirahatkan kedua pergelangan tangan dari berbagai aktivitas yang
dapat memperburuk kondisi. Cara ini lebih baik bila dibandingkan dengan
istirahat total.
2. Penggunaan salah satu modalitas seperti Infra Red (IR). Radiasi inframerah
memiliki jangkauan tiga “order” dan memiliki panjang gelombang antara 700 nm
dan 1 mm. Terapi Infrared Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan
untuk mengembalikan fungsi suatu organ pergerakan manusia dengan
menerapkan ilmu fisik terapan seperti.sinar laser,Infrared.
Sejauh ini pasien telah diberikan terapi berupa terapi HIL sebanyak 5 kali dipolik
rehab medik RSUD DOK 2.

38
BAB V
KESIMPULAN

 Trigger finger merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh inflamasi dan
penyempitan pada pulley A1.
 Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya penebalan setempat pada suatu tendo
fleksor, dalam kombinasi dengan adanya penebalan didalam selubung tendoN
pada tempat yang sama.
 Untuk mengatasi trigger finger diterapkan modalitas infra merah, terapi latihan,
terapi injeksi, dan terapi pembedahan.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Polsdorfer, R, de Quervain’s Tenosynovitis, available at http:// healthlibrary.


epnet.com , last reviewed November 2011.
2. Foye, PM, de Quervain’s Tenosynovitis, available at http: //
www.emedicine.com / pmr / topic36. htm, last updated October 13, 2005.
3. Gulf, MD, de Quervain’s Disease, available at http: // www. gulfmd.com /
deQuervain’s disease.grd.drt.
4. Sahin, B, Hand, Anatomy, available ath ttp:// www.emedicine.com/ org.anatomy
of the hand.trs. , last updated July 28, 2003.
5. Chien, JA, et all, Focal Radial Styloid Abnormality as Manifestation of De
Quervain Tenosynovitis, available at http://www.americanjournal.com/org.
6. Lech, O, et all, Stenosing Tenosinovitis of The First Compartment De Quervain’s
Disease, available at http://www.healthinformation.com/orthoped/topic482.htm.
7. Pictures of de Quervain’s syndrome available at http://www.google.com.
8. Wright, PE, Carpal Tunnel, Ulnar Tunnel, and Stenosing Tenosynovitis in
Campbell-Operative Orthopaedics, 10th Edition, 2004. Part XVIII, chapter 73.

1. Sasmito, S.R.M., Nahdliyyah, A.I. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi


Trigger Finger dengan Intervensi Ultrasound (US), Infrared (IRR) dan Transver
Friction di Rsud Bendan Kota Pekalongan. Prodi Fisioterapi FIK-UNIKAL.
2. Hariyanto, M. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Trigger Finger di
RSUD Sragen. 2012. FIK-Universitas Muhammadiyah Surakarta; Solo.
3. Devananda, Y.O., Said, I.M., Sisca. 2017. Trigger Finger. Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya; Palembang.
4. Paulsen, F, J Waschke. 2012. Sobotta : atlas anatomi manusia : anatomi umum
dan sistem muskuloskeletal, alih bahasa Brahm U Pendit. Jakarta: EGC
5. Snell RS. Neuroanatomi klinik. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007.

40
6. Miyamoto H, Miura T, Isayama H, Masuzaki R, Koike K, Ohe T. Stiffness of the
first annular pulley in normal and trigger fingers. J Hand Surg Am. 2011 Sep.
36(9):1486-91. Dalam Kale, Satischandra. 2016. Trigger Finger. WebMD.
7. Ryewicz M, Moriatis J. 2006. Trigger digits : principles, management, and
complications. J Hand Surg.31A:135-46

41

Anda mungkin juga menyukai