Anda di halaman 1dari 92

BAGIAN I - PENDAHULUAN • 1

DISEKSI SPINAL
EDISI PERTAMA

Dr. dr. Rahyussalim, Sp.OT(K)

Diseksi Spinal • 2
DISEKSI SPINAL
EDISI PERTAMA

Penulis: Rahyussalim | Kontributor: Farah Vidiast, Veronika Renny Kurniawati, Phebe Anggita
Gultom, Rifka Fadhilah, Irma Annisa, Clara Gunawan, Raditya Dewangga | Editor: Rahyussalim,
Tri Kurniawati | Desain dan Tata Letak: Skolastika Mitzy Benedicta, Indra Wicaksono, Kelvin
Theandro Gotama, Itsna Arifatuz Zulfiah | Ilustrasi: Skolastika Mitzy Benedicta, Meutia Naflah
Gozali, Indra Wicaksono | Tim Penerbitan: Tri Kurniawati, Tiroy Junita, Eugene Dionysios, Rio
Wikanjaya

Diterbitkan oleh Media Aesculapius

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh


isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari
Penerbit.

Cetakan I, 2017

Diseksi spinal / Rahyussalim. -- Jakarta : Media Aesculapius; 2017.


90 hlm. ; 17,6x25 cm.

ISBN 978-602-61056-2-2

1. Tulang belakang. I. Judul. 617,56

Penerbit Media Aesculapius


Rumpun Ilmu Kesehatan Gedung C Lantai 4
Universitas Indonesia, Depok
Hotline: 082-229-229-362 | Website: beranisehat.com

Diseksi Spinal • I
Kata Pengantar
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim,

Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat serta KaruniaNya sehingga pembuatan buku Diseksi Spinal ini dapat diterwujud.
Diseksi Spinal merupakan suatu pendekatan operasi yang terdiri dari langkah-langkah
pembedahan untuk mencapai organ vertebrae di sepanjang tulang belakang. Diseksi Spinal
menjadi salah satu materi yang dikembangkan oleh Departemen Orthopaedi dan Traumatologi
FKUI-RSCM untuk diajarkan kepada peserta didik dalam suatu kegiatan Workshop untuk
memenuhi kompetensi peserta didik tersebut di bidang Orthopaedi dan Traumatologi.
Selain sebagai pedoman bagi peserta didik untuk menguasai tahapan-tahapan dalam
melakukan prosedur Diseksi Spinal, penulisan buku ini juga bertujuan untuk menambah
khazanah buku ajar di bidang Orthopaedi, khususnya tulang belakang dan diharapkan dapat
mendorong terciptanya buku-buku lain di bidang Orthopaedi dan Traumatologi. Dengan
menguasai buku ini maka peserta didik mendapatkan gambaran bagaimana suatu operasi
operasi tulang belakang beserta tahapan-tahapannya dilakukan dengan berorientasi pada
keselamatan pasien.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dekan FKUI Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K),
Direktur Utama RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Dr. dr. CH. Soejono, SpPD KGer, dan Kepala
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM dr. Wahyu Widodo, SpOT(K) yang telah
memberikan ruang, kesempatan dan dukungan sehingga buku ini dapat tersusun dan diterbitkan.
Dalam penyusunan buku Diseksi Spinal edisi pertama ini penulis menyadari bahwa masih
banyak ditemukan kekurangan, karenanya kritik dan saran konstruktif untuk pengembangan
buku Diseksi Spinal edisi berikutnya sangat kami harapkan.
Akhirnya semoga buku ini dapat memberi manfaat positif bagi pendidikan orthopaedi dan
traumatologi di Indonesia dan menjadi acuan bagi ahli tulang belakang dalam memedomani
teknik operasi tulang belakang yang akan diterapkan.

Jakarta, 2017

Rahyussalim

Diseksi Spinal • II
Sambutan Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Pertama, izinkanlah Saya atas nama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengucapkan
selamat kepada Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) dari Departemen Orthopaedi dan Traumatologi
FKUI-RSCM yang telah berinisiatif menyusun dan menyelesaikan buku Diseksi Spinal ini untuk
pertama kali.
Buku ini berisi ulasan yang esensial tentang berbagai tata laksana penyakit tulang belakang
mulai dari prosedur konvensional hingga tindakan terkini yaitu Minimal Invasive Spinal Surgery.
Tindakan operatif pada tulang belakang umumnya dibutuhkan untuk menangani berbagai
kelainan akibat penyakit infeksi, degenerative, fraktur maupun trauma dengan komplikasi
kelumpuhan.
Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi menarik yang memudahkan pembaca dalam memahami
anatomi daerah operasi dan sekitarnya agar tujuan setiap tindakan dapat berhasil dengan baik
dan menghindari terjadinya komplikasi. Latihan soal pada bagian akhir setiap bab di buku ini
bermanfaat untuk membantu pembaca dalam menilai pemahaman diri sendiri setelah membaca
buku ini.
Saat ini masih sangat sedikit buku yang dapat dimanfaatkan sebagai buku ajar oleh Dosen
dan peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis terutama di bidang Orthopaedi dan
Traumatologi, sehingga terbitnya buku ini akan sangat bermanfaat mengisi kekosongan tersebut.
Buku ini disusun saat Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) menjabat sebagai Manajer Program
Pendidikan Dokter Spesialis dan Subspesialis FKUI. Sebagai Manajer, Beliau bertanggung jawab
atas kualitas pendidikan 35 Program studi Spesialis dan Subspesialis di FKUI dan saat ini sedang
sibuk mempersiapkan Akreditasi Eksternal LAM PT KES. Pastilah Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K)
Memiliki tekad kuat, pantang menyerah, disertai kemampuan mengatur waktu yang baik untuk
mampu menyelesaikan penulisan buku ini. Kita perlu menghargai dan memberikan apresiasi
yang tinggi atas usaha Beliau. Saya berharap kinerja tersebut dapat menjadi contoh bagi dosen-
dosen lain di lingkungan FKUI
Akhirnya, semoga buku ini memberikan manfaat bagi pendidikan dan pelayanan serta
menjadi pemicu penelitian dalam usaha menolong dan memberikan yang terbaik bagi pasien
Orthopaedi dan Traumatologi di Indonesia.

Terimakasih
Jakarta, 18 Desember 2017

Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K)

Diseksi Spinal • III


Sambutan Direktur Utama RSCM
Assalamualaikum wr. wb.,
Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas terbitnya Buku Diseksi Spinal edisi
pertama ini. Kehadiran buku kedokteran berbahasa Indonesia masih jarang sehingga buku ini
sangat bermanfaat khususnya bagi teman sejawat yang berkecimpung di bidang muskuloskeletal.
Para peserta didik akan sangat terbantu dengan adanya buku ini.
Beberapa tahun terakhir ini kejadian kecelakaan lalu lintas yang memerlukan penanganan
di rumah sakit meningkat, demikian pula kasus keganasan. Di sisi lain, kasus tuberkulosis
belum berhasil dieliminasi di Indonesia. Keterlibatan tulang belakang pada kasus kecelakaan,
keganasan, dan tuberkulosis masih cukup besar dan sangat berpengaruh terhadap aktivitas
sehari-hari serta kualitas hidup pasien.
Pada kurun waktu 1977 hingga 1989, operasi tulang belakang di Indonesia pernah maju dan
setara dengan negara-negara maju di dunia. Krisis ekonomi 1989 ternyata berpengaruh pada
bidang kesehatan, termasuk bedah tulang belakang, sehingga operasi tulang belakang sempat
terpuruk karena ketergantungannya pada implan impor yang harganya mahal.
Tiga area penting dalam orthopaedi: instrumentasi, pendidikan, dan perkembangan baru
merupakan simpul-simpul penting yang mendorong upaya-upaya pengembangan (Subroto
Sapardan). Di tahun 1989, instrumentasi tulang belakang yang memfiksasi bagian terkuat tulang
belakang dengan pedicle screw sublaminar wire plate (PSSW) berhasil diciptakan di RSCM FKUI;
serta invensi instrumentasi untuk skoliosis di Indonesia dengan sistem UIS (Universitas Indonesia
System) pada tahun 1998 juga berhasil dipatenkan. Sementara itu, metode pembelajaran
melalui diseksi kadaver yang dapat meningkatkan sikap dalam menghargai tubuh manusia
dan memperdalam pemahaman anatomi serta meningkatkan penguasaan teknik operasi, terus
dikembangkan. Seiring dengan kemajuan teknologi kedokteran, teknik minimal invasive surgery
untuk meminimalisasi kuantitas kerusakan struktur pada operasi orthopaedi juga diterapkan.
Buku ini, yang mengantarkan ketiga simpul penting dalam ilmu orthopaedi, dapat menjadi
sumbangsih tersendiri bagi khasanah buku kedokteran Indonesia khususnya di bidang
orthopaedi. Buku yang disusun secara sistematis dan mudah dipahami serta dilengkapi dengan
gambar ilustrasi diharapkan memudahkan para pembaca. Selamat atas terbitnya buku ini.
Semoga bermanfaat dan dapat disusul dengan buku-buku berikutnya.
Wassalamualaikum wr. wb.

Desember 2017
Direktur Utama RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,

Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD-Kger, Mepid, MPH

Diseksi Spinal • IV
Sambutan Kepala Departemen
Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM

Assalamu’alaikum wr wb.

Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
berkah dan nikmat Nya sehingga buku Diseksi Spinal dapat terbit menambah kekayaan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang Orthopaedi danTraumatologi Tulang Belakang. Seperti
kita ketahui buku Orthopaedi dan Traumatologi berbahasa Indonesia jarang kita temukan
apalagi yang membahas suatu teknik melakukan “approach” yang merupakan bagian penting
dalam melakukan perencanaan pengobatan yang memerlukan tindakan pembedahan.
Buku ini sangat enak dibaca dan sangat menarik serta tidak membosankan karena
menggunakan bahasa yang jelas, singkat dan terstruktur rapi, disertai gambar gambar yang jelas
dan menarik sehingga mudah dipahami. Soal soal yang dihadirkan juga dapat menjadi ukuran
seberapa jauh kita memahami topik yang baru kita baca. Kami sangat menganjurkan para
Peserta Didik Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi untuk membacanya sebelum ikut terlibat
dalam operasi Tulang Belakang.
Saya ucapkan selamat dan terimakasih kepada Dr.dr. Rahyussalim, SpOT (K) yang telah
berhasil menyusun dan menerbitkan Buku di tengah kesibukannya sebagai Staf Dosen
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM menjalankan tugas dan kewajiban
memberikan pelayanan, pendidikan dan pengabdian masyarakat. Semoga buku ini memberikan
manfaat buat kita semua dan menjadi inspirasi bagi Staf yang lain untuk terus berkarya dan
berinovasi lebih baik lagi.

Waasalamu’alaikum wr wb.

Desember 2017,
Kepala Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM

dr. Wahyu Widodo, SpOT ( K )

Diseksi Spinal • V
Daftar Isi
Kata Pengantar_________________________________________________________________________________II
Daftar Isi________________________________________________________________________________________VI

Bagian I : Pendahuluan
Latar Belakang__________________________________________________________________________________________1
Operasi Tulang Belakang di Dunia_____________________________________________________________________1
Operasi Tulang Belakang di Indonesia________________________________________________________________1
Diseksi Kadaver sebagai Metode Pembelajaran Prosedur Operasi Tulang Belakang______________2
Etika dalam Melakukan Diseksi Kadaver______________________________________________________________3
Minimal Invasive Spinal Surgery: Operasi Tulang Belakang di Masa Depan________________________3

Bagian II
Servikal_________________________________________________________________________________________________4
Diseksi Posterior Servikal Subaksial____________________________________________________________4
Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Servikal Subaksial_________________________________7
Diseksi Posterior Ruang Vertebra C1-2__________________________________________________________9
Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Ruang Vertebra C1-2_____________________________11
Diseksi Anterior Servikal________________________________________________________________________13
Struktur Anatomis pada Diseksi Anterior Servikal_____________________________________________17
Torakal________________________________________________________________________________________________23
Diseksi Posterolateral Torakal___________________________________________________________________23
Diseksi Posterolateral Torakal untuk Eksisi Tulang Rusuk____________________________________27
Diseksi Anterior Torakal_________________________________________________________________________28
Lumbal________________________________________________________________________________________________33
Diseksi Posterior Lumbal________________________________________________________________________33
Diseksi Posterior Lumbal dengan Akses Minimal______________________________________________35
Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Lumbal_____________________________________________37
Diseksi Anterior (Transperitoneal dan Retroperitoneal) Lumbal_____________________________39
Diseksi Anterior Retroperitoneal Lumbal_______________________________________________________44
Struktur Anatomis pada Diseksi Anterior Lumbal_____________________________________________47
Diseksi Anterolateral (Retroperitoneal) Lumbal_______________________________________________48

Diseksi Spinal • VI
Torakolumbal_______________________________________________________________________________________58
Diseksi Posterior Torakolumbal pada Pasien Skoliosis________________________________________58
Struktur Anatomis pada Diseksi Posterior Torakolumbal_____________________________________61

Bagian III : Minimal Invasive Spinal Surgery (MISS)


Minimal Invasive Spinal Surgery: Pendahuluan_____________________________________________________67
Persiapan Kamar Operasi_____________________________________________________________________________68
Instrumen yang Diperlukan___________________________________________________________________________69
Persiapan Pencitraan__________________________________________________________________________________70
Cara Kerja MISS_______________________________________________________________________________________70
Prosedur Dekompresi Vertebra dengan MISS_______________________________________________________71
Prosedur Fusi Vertebra dengan MISS________________________________________________________________73
Penempatan Sekrup Pedikel pada Lumbal dengan Cara MISS_____________________________________75

Daftar Pustaka__________________________________________________________________________________80

Diseksi Spinal • VII


Epilog
“Barangsiapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian
menyembunyikan (tidak mau memberikan jawabannya), maka Allah
mengekangnya (mulutnya) kelak di hari kiamat dengan kekangan
(kendali) dari api neraka”

- HR. Ahmad

Diseksi Spinal • VIII


BAGIAN 1

Pendahuluan
berhubungan dengan jumlah ahli bedah
A. Latar Belakang
ortopedi dan neurologi per 1000 populasi
Operasi sebagai tatalaksana kelainan atau di negara tersebut. Hal-hal lain yang dapat
penyakit tulang belakang belum berkembang memengaruhi tingkat pelaksanaannya antara
hingga tahun 1970an. Percobaan operasi lain ketersediaan modalitas pencitraan,
pertama pada tatalaksana penyakit-penyakit keterbatasan sistem finansial, ekspektasi
tulang belakang dilakukan oleh Papyrus pasien, dan lain-lain.
Smith di tahun 1550 sebelum masehi di Mesir Prosedur operasi tulang belakang
dan Semakin berkembang hingga saat ini. memiliki indikasi yang luas, mulai dari
Operasi tulang belakang merupakan kelompok penyakit degeneratif, gangguan
suatu prosedur yang dilakukan dengan kurvatura, infeksi, trauma, hingga keganasan.
cara membuat insisi terbuka, menyingkap Selain berhubungan dengan faktor-faktor
otot ke samping hingga tulang belakang, yang telah disebutkan sebelumnya, tingkat
sehingga diskus dan struktur vertebra lainnya pelaksanaannya dalam sebuah negara
dapat dilihat dan diakses dengan mudah. juga dipengaruhi oleh prevalensi penyakit
Selanjutnya dilakukan pemasangan sekrup, tersebut.
rod dan material lainnya, atau penempatan
graft sesuai tujuan operasi. C. Operasi Tulang Belakang di Indonesia
Tujuan dari prosedur ini pada dasarnya
adalah untuk melakukan manipulasi Teknologi operasi tulang belakang yang
berupa harmonisasi beberapa tindakan berkembang dengan pesat di luar negeri
yang dilakukan secara tersendiri maupun diserap dengan baik oleh dokter bedah
bersamaan dengan tujuan untuk dekompresi, tulang belakang di Indonesia. Sebagai suatu
fusi, manipulasi koreksi, dan realignment siklus, operasi tulang belakang di Indonesia
struktur tulang belakang yang abnormal pernah maju bahkan setara dengan negara-
agar strukturnya menjadi normal, baik dalam negara maju pada tahun 1977 hingga 1989.
penampang sagital maupun koronal. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia
pada tahun 1989 menyebabkan bidang ini
terpuruk sehingga harus bergantung seratus
B. Operasi Tulang Belakang di Dunia persen pada produk implant tulang belakang
Operasi tulang belakang paling dalam negeri hingga keadaan perekonomian
banyak dilakukan di negara-negara maju, pulih.
seperti Amerika Serikat yang sekaligus Perkembangan operasi tulang belakang
menempati urutan pertama sebagai di Indonesia tak dapat dipisahkan dari
negara yang tersering melakukan prosedur sosok Prof. dr. HR. Subroto Supardan, SpB,
ini. Tingginya pelaksanaan prosedur ini SpOT, Guru Besar Ilmu Bedah Orthopaedi

BAGIAN I - PENDAHULUAN • 1
memutuskannya. Salah satu alasannya adalah • Kadaver harus dijaga dalam kontainer
karena struktur tulang belakang yang terkait dengan kelembaban yang cukup dan
erat dengan sistem persarafan sehingga bahan pengawetan yang baik.
komplikasi yang timbul dapat bersifat • Hanya membuka bagian tubuh yang
permanen, berdampak pada penurunan akan dipelajari sementara bagian lainnya
kualitas hidup pasien, hingga menimbulkan dibiarkan tertutup.
beban ekonomi. Sebuah studi prospektif • Tindakan mutilasi (memotong-motong di
mendapatkan probabilitas munculnya luar kepentingan pembelajaran) sangat
komplikasi pada operasi tulang belakang dilarang.
yang cukup tinggi, yaitu secara keseluruhan • Setiap jaringan/bagian dari kadaver
sebesar 26%. Studi lainnya juga menemukan yang didiseksi harus ditempatkan dalam
hal serupa, yaitu tingginya insiden komplikasi, kontainer atau wadah.
terutama pada regio torakolumbal. • Hasil diseksi tidak boleh dibawa keluar
Oleh karena itu, praktisi operasi tulang dari ruangan tempat penyimpanan
belakang perlu meminimalisasi kemungkinan kadaver.
terjadinya komplikasi tersebut, salah satunya
dengan meningkatkan penguasaan teknik
F. Minimal Invasive Spinal Surgery:
operasi. Dalam hal ini, metode diseksi spinal
Operasi Tulang Belakang di Masa Depan
dapat menjadi solusi.
Untuk menjawab tingginya risiko
E. Etika dalam Melakukan Diseksi komplikasi prosedur bedah terbuka pada
Kadaver tulang belakang, saat ini, ahli bedah di dunia
mulai beralih ke minimal invasive spinal
Kadaver diartikan sebagai spesimen surgery (MISS). Metode ini memungkinkan
anatomis tubuh manusia. Pengertian ini ahli bedah untuk membuat insisi yang lebih
seringkali menghilangkan sikap hormat kecil sehingga kuantitas struktur yang rusak
pada kadaver. Padahal, tidak sedikit dapat diminimalisasi. Dengan menggunakan
kadaver merupakan tubuh yang sengaja instrumen khusus, metode ini memungkinkan
didonasikan oleh pemiliknya demi operator untuk memfokuskan lapang operasi
kepentingan ilmu pengetahuan. Oleh karena pada sumber masalah. Keuntungan lainnya
itu, dalam melakukan diseksi kadaver, perlu adalah risiko perdarahan yang lebih kecil dan
diperhatikan etika berikut sebagai bentuk durasi rawat inap pascaoperasi yang lebih
penghargaan terhadap silent mentor. singkat.
• Instruktor/mentor perlu membangun Berikut ini merupakan kasus yang dapat
sikap penghormatan di awal sesi menjadi kandidat MISS.
pembelajaran, salah satunya dengan • Penyakit degeneratif diskus vertebra
membacakan etika di dalam ruang • Herniasi diskus vertebra
diseksi kepada peserta. • Stenosis vertebra lumbal
• Identitas kadaver harus dijaga • Deformitas (skoliosis)
anonimitasnya. • Infeksi vertebra
• Peserta diseksi maupun instruktor harus • Instabilitas vertebra
menganggap kadaver sebagai manusia • Fraktur kompresi vertebra
yang memiliki martabat. • Tumor spinal

Diseksi Spinal • 2
FKUI dan pelopor operasi tulang belakang di prosedur operasi tulang belakang, terutama
Indonesia yang reputasinya diakui di dunia yang dijumpai di Rumah Sakit Cipto
internasional. Prof. dr. HR. Subroto Supardan, Mangunkusumo, adalah penyakit infeksi
SpB, SpOT telah memetakan perkembangan seperti spondilitis tuberkulosis. Prof. dr.
operasi tulang belakang di Indonesia HR. Subroto Supardan, SpB, SpOT juga telah
ditinjau dari tiga aspek, yakni instrumentasi, berhasil mengembangkan suatu metode
pendidikan, dan perkembangan terbaru. operasi tulang belakang dan pengobatan TBC
Instrumentasi sangat penting dalam tulang belakang yang disebut dengan total
menilai kemajuan operasi tulang belakang. treatment (1989). Metode ini mengobati
Di Indonesia, perkembangan instrumentasi TBC tulang belakang berdasarkan masalah
dimulai dengan dilaksanakannya operasi dengan tujuan penyembuhan TBC tulang
skoliosis menggunakan instrumentasi belakang, yaitu tercapainya tulang belakang
Harrington pada tahun 1977 dan pemakaian yang stabil, tidak nyeri, tanpa deformitas, dan
pedicle screw pada tahun 1985. Pada tahun berfungsi seperti semula sehingga penderita
1989, Prof. dr. HR. Subroto Supardan, dapat kembali ke masyarakat, pekerjaan, dan
SpB, SpOT berhasil menginvensi sendiri keluarganya.
suatu instrumentasi tulang belakang yang Kondisi patologis lain yang juga sering
memfiksasi bagian terkuat tulang belakang, ditindak dengan prosedur operasi tulang
yaitu pedicle dan lamina, menggunakan pedicle belakang di Indonesia adalah spondilolistesis,
screw dan kawat sublamina. Alat ini disebut penyakit degeneratif pada lumbal maupun
Pedicle Screw Sublaminar Wire Plate (PSSW) servikal lainnya, fraktur tulang belakang,
yang pada tahun yang sama telah dipasarkan skoliosis, dan trauma dengan komplikasi
Waldemar Link Hamburg serta diproduksi di kelumpuhan.
dalam negeri oleh LIPI dan Puspitek Serpong
dengan merek CIRORTH. Alat tersebut sangat
efektif untuk instrumentasi tulang belakang D. Diseksi Kadaver sebagai Metode
pada hampir semua kelainan tulang belakang, Pembelajaran Prosedur Operasi Tulang
seperti trauma, spondilitis TBC, ankylosing Belakang
spondylitis, skoliosis, metastasis tumor, dan
lain-lain. Dalam pendidikan kedokteran, diseksi
Pada tahun 1998, Prof. dr. HR. Subroto kadaver dikenal sebagai metode yang
Supardan, SpB, SpOT mulai menginvensi memberikan dampak positif pada peserta
instrumentasi untuk skoliosis yang disebut didik. Dalam sebuah studi kualitatif
sebagai University of Indonesia System (UIS) didapatkan bahwa metode diseksi dapat
dan mematenkannya pada 2 September 2004 meningkatkan sikap dalam menghargai tubuh
dengan No. ID: 0.011.170. Dengan modal PSSW manusia dan memperdalam pemahaman
dan UIS, pelayanan operasi tulang belakang di anatomi. Penelitian lainnya juga menyatakan
seluruh Indonesia dari Aceh hingga Makassar bahwa pembelajaran prosedur menggunakan
dapat berjalan lancar, murah, dan bermutu. kadaver dapat meningkatkan penguasaan
Secara umum, infeksi masih menjadi teknik operasi.
permasalahan kesehatan utama di Indonesia, Operasi tulang belakang merupakan
begitu pula Infeksi pada tulang belakang. prosedur yang rumit sehingga memerlukan
Oleh karena itu, kasus tersering dalam pertimbangan yang menyeluruh sebelum

BAGIAN I - PENDAHULUAN • 3
BAGIAN 2

Servikal
terbuka pada vertebra. Untuk mengontrol
A. Diseksi Posterior Servikal Subaksial
posisi kepala dan leher, meminimalisasi
1. Kegunaan tekanan intraokular, dan memberi akses yang
baik untuk anestesi, pasien diberikan tongs
Pendekatan melalui garis tengah vertebra and fixed brace. Lihat gambar 2.1
posterior berguna untuk mengakses vertebra
servikal secara cepat, aman, dan menyeluruh. 3. Landmark

Hal ini dapat berguna untuk: Untuk menentukan batas arkus vertebra,
• Fusi spinal servikal posterior biasanya digunakan bagian-bagian yang
• Pembesaran kanal vertebra pada mudah dipalpasi, seperti prosesus spinosus
laminektomi atau laminoplasti vertebra C2, C7, dan T1. Penanda radiopak,
• Tata laksana pada tumor seperti jarum, dapat diletakkan di antara
• Tata laksana pada dislokasi sendi faset prosesus spinosus C7 dan T1 pada saat operasi
• Eksplorasi akar saraf apabila sulit membedakannya. Bantuan X-ray
• Eksisi duktus yang mengalami herniasi dibutuhkan untuk melakukan diseksi sendi
faset karena rata-rata sendi ini memiliki jarak
2. Posisi yang sempit.

4. Insisi dan Bidang Internervus

• Insisi dilakukan dari garis tengah leher


(lihat gambar 2.2)

Gambar 2.1 • Posisi pasien untuk melihat


bagian posterior vertebra servikal

Dengan posisi pronasi, kepala pasien Gambar 2.2 • Insisi lurus di tengah leher di
difleksikan beberapa derajat supaya dapat atas bagian patologis.

Diseksi Spinal • 4
• Jarum dimasukkan ke dalam prosesus perdarahan dari pleksus venosus yang
spinosus sebagai panduan insisi ada di garis tengah
• Bidang internervus terdapat di antara • Singkirkan otot paraspinal secara
otot paraservikal kiri dan kanan subposterior dari posterior vertebra
spinal untuk melakukan diseksi hingga
5. Diseksi Superfisial ke lateral. Hal ini dapat dilakukan secara
unilateral atau bilateral, tergantung
• Lanjutkan insisi ke bawah hingga indikasi. Jika terjadi herniasi diskus,
prosesus spinosus (lihat gambar 2.3 dan lakukan secara unilateral dan lakukan
2.4). secara bilateral jika terjadi fusi vertebra.
• Lakukan kauterisasi jika terjadi (Lihat gambar 2.5)
• Gunakan kauter Cobb untuk menghindari
luka saat menyingkirkan otot dari tulang
• Diseksi secara lateral dilakukan untuk
mengekspos lamina dan sendi faset, awal
dari prosesus transversus (lihat gambar
2.6 dan 2.7)
• Lakukan laminektomi dan diseksi.
Kemudian, lakukan retraksi otot saraf
dan korda spinalis ke arah medial
• Kauterisasi dilakukan pada arteri di
sekitar faset ketika terjadi perdarahan
• Jika terdapat spina bififda, perdarahan
Gambar 2.3 • Lakukan retraksi pada flap tersebut dapat masuk ke kanal spinalis.
kulit dan insisi fasia. Perhatikan saraf
oksipital ketiga.

Gambar 2.5 • Singkirkan otot paraspinal


secara subposterior dari belakang servikal
Gambar 2.4 • Lanjutkan diseksi hingga
ke arah lateral. Perhatikan adanya arteri
prosesus spinosus melalui ligamen nuchal
vertebra yang terletak di depan sendi faset
posterior.

BAGIAN II - Servikal • 5
5. Diseksi Dalam

• Lakukan identifikasi ligamentum flavum


• Singkirkan lamina pada vertebra inferior
dengan pisau
• Ligamentum flavum dipotong dengan
meletakkan spatula permukaan rata di
tengah ligamen. Ligamentum dipisahkan
dari lapisan dura di bawahnya dengan
menggunakan instrumen berbahan
metalik
Gambar 2.6 • Pajanan bilateral dari vertebra • Lakukan laminektomi sebagian atau
servikal posterior komplet dengan menyingkirkan sebanyak
mungkin lamina untuk mengekspos dura
berwarna putih kebiruan
• Lakukan retraksi pada korda spinalis
untuk mengidentifikasi korpus vertebra,
diskus, dan hernia diksus (lihat gambar
2.8 dan 2.9)
• Perdarahan vena epidural sulit untuk
dikontrol dari anterior korda dan
posterior korpus

Gambar 2.8 • Laminektomi sebagian atau total


Gambar 2.7 • Menyingkirkan bagian kaudal kemudian dilakukan retraksi akar saraf ke arah
dari lamina di atasnya, rostral dari lamina di medial untuk identifikasi bagian posterior
bawahnya, dan faset medial. vertebra.

Diseksi Spinal • 6
dilihat, perlu dilakukan kauterisasi.
• Arteri vertebra berda di dalam kanal
vertebra sepanjang prosesus spinous.
Posisi tersebut menyebabkan arteri
vertebra aman saat dilakukan diseksi.
Jika terdapat infeksi, trauma, atau tumor,
sebaiknya diseksi foramen transversus
tidak dilakukan.

Gambar 2.9 • Ruang diskus dan perhatikan 6. Memperluas Area Diseksi


adanya herniasi
A. Perluasan Lokal
6. Struktur yang Harus Diwaspadai • Melakukan insisi yang lebih panjang
• Diseksi keluar ke arah proksimal atau
A. Saraf distal
• Jangan lakukan retraksi saraf yang • Area diseksi perlu diperluas secara
berlebihan untuk mengekspos korda lateral dengan menyingkirkan keluar
spinalis dan akar saraf melewati sendi faset menuju prosesus
• Berikan ruang yang cukup umtuk retraksi transversus. Usahakan hindari kerusakan
korda ketika dilakukan prosedur umtuk kecuali, pada C1 dan C2
memyingkirkan tulang pada prosedur • Untuk memperluas area medulla spinalis
laminektomi dan nerve root, lamina dibuka secara
• Lakukan retraksi akar saraf dengan hati- bilateral dan laminektomi dilebarkan
hati untuk menghindari adhesi hingga ke proksimal dan distal
• Singkirkan sendi faset untuk mengekspos
akar korda B. Perluasan Ekstensif
• Kauterisasi pada ramus posterior nervus • Insisi pada servikal dilakukan secara
servikalis tidak akan memberikan efek luas dengan menyingkirkan bagian
klinis karena persarafan pada otot subposterior otot paraspinal dari
paraservikal dan kulit yang begitu banyak proksimal setinggi oksipital tengkorak
hingga distal setinggi coccyx
B. Pembuluh darah
• Lakukan kauterisasi bipolar jika terjadi B. Struktur Anatomis pada Diseksi
perdarahan pada pleksus venosus kanal Posterior Servikal Subaksial
servikal karena pembuluh darah tersebut
banyak dan berdinding tipis Otot daerah servikal memiliki posisi
• Pembuluh darah segmental pada otot longitudinal dan mendapatkan suplai darah
paraservikal dapat terpotong atau secara segmental. Pengetahuan tentang
teregang ketika dilakukan pemisahan variasi otot posterior pada area servikal
otot hingga melewati sendi faset. beserta lapisan-lapisannya dapat sangat
Perdarahan yang kecil dapat dihentikan membantu, meskipun hal ini tidak harus
oleh kontraksi otot-otot tersebut. Namun, karena area tersebut aman dan tidak dilewati
jika robekan pada pembuluh darah dapat struktur vital.

BAGIAN II - Servikal • 7
1. Landmark oksiput hingga prosesus spinosus C7.
Diseksi pada septum yang menopang
Prosesus spinosus pada C2-C6 bersifat bifid. akan memisahkan otot paraservikal.
Segmen C2 memiliki prosesus spinosus
• Otot paraservikal memiliki tiga lapisan:
yang terbesar di proksimal sementara C7
superfisial, tengah, dan dalam. Lapisan
terbesar di distal sehingga mudah dipalpasi.
superfisial terdiri dari m. trapezius, m.
Di samping itu, C3-C5 memiliki prosesus
latissimus dorsi, dan lumbal. Lapisan
spinosus yang relatif kecil. C7 tidak bifid,
tengah terdiri dari splenius kapitis,
tetapi tebal dan memiliki tuberkel di
sedangkan lapisan dalam terbagi lagi
ujungnya. C1-C6 mengarah ke kaudal dan
menjadi tiga bagian: superfisial, tengah,
posterior sebagai tempat melekatnya otot
dan dalam. Lapisan superfisialnya terdiri
servikal (lihat gambar 2.10).
dari semispinalis kapitis, lapisan tengah
2. Insisi disusun oleh semispinalis serviks, dan
bagian dalam terdiri dari otot multifidus
Insisi tegak lurus pada leher belakang dan otot rotator panjang (lihat gambar
yang tebal dan kurang dapat dimobilisasi 2.10A).
(dibandingkan kulit leher anterior) serta
4. Diseksi Dalam dan Strukturnya
langsung menempel pada fasia menimbulkan
yang Harus Diwaspadai
luka yang lebih tebal. Namun, karena tertutup
rambut, hal ini tidak terlalu mengganggu
Singkirkan ligamentum flavum secara hati-
kosmetik dan luka dapat sembuh dengan baik.
hati karena korda spinalis berada di balik
3. Diseksi Superfisial ligamentum flavum. Jika tidak hati-hati,
duramater, araknoid, dan piamater dapat
• Diseksi dilakukan pada ligamentum cedera. Ligamentum flavum menghubungkan
nuchae, yaitu septum yang dimulai dari lamina antarvertebra.

Gambar 2.10 • Vertebra servikal dari lateral (A) dan posterior (B)

Diseksi Spinal • 8
C. Diseksi Posterior Ruang Vertebra C1-2 5. Bidang Internervus

1. Kegunaan Bidang ini luas, berada di antara saraf-saraf,


dan terdapat di tengah-tengah antara otot
• Fusi vertebra paraservikal dan mendapat suplai dari
• Laminektomi dekompresi percabangan kiri dan kanan ramus posterior
• Tata laksana tumor primer akar saraf servikal proksimal.

2. Posisi 6. Diseksi Superfisial

Pasien pronasi dengan kepala dan leher • Lakukan insisi satu pada garis tengah
diekstensi untuk memisahkan oksiput dan leher, yaitu pada fasia dan ligamen nuchal
cincin atlas (lihat gambar 6-50). (lihat gambar 2.12 dan 2.13).

3. Landmark

Batasan ditentukan dengan palpasi


protuberansia oksipitalis eksterna setinggi
garis tengah tengkorak pada titik nuchal
superior. Secara umum, C2 dapat dipalpasi
karena berukuran paling besar, meskipun
cukup sulit. C1 tidak dapat dipalpasi karena
memiliki prosesus spinosus.

4. Insisi

Insisi dilakukan pada garis tengah


protuberansia oksipitalis menuju ke inferior
sepanjang 6-8 cm (lihat gambar 2.11).

Gambar 2.12 • Insisi ligamen nuchal ke arah


bawah hingga mencapai prosesus spinosus
Gambar 2.11 • Insisi pada garis tengah dari C2. Prosesus spinosus C1 lebih anterior dari
protuberansia oksipitalis eksterna ke arah C2.
bawah sejauh 6-10 cm

BAGIAN II - Servikal • 9
• Pisahkan membran dari tulang untuk
memasukkan wire di bawah arkus C1
sehingga dapat dilakukan pencangkokan
tulang.
• Perhatikan bahwa bagian dura korda
spinalis terekspos ketika ligamen
posterior disingkirkan.

Gambar 2.13 • Lapisan superfisial yang sudah


direseksi. Dapat terlihat kapitis splenius yang
direseksi lateral.

• Insisi dilakukan ke bawah hingga ke


prosesus spinosus C2. Agar insisi menjadi
lebih luas, lakukan insisi dari prosesus
spinosus C3 ke arah proksimal hingga ke
Gambar 2.14 • Bagian posterior C1 dan C2
tuberkel C1. Kemudian, insisi dilanjutkan
dari otot paraservikal disingkirkan.
hingga ke protuberansia oksipitalis
eksterna.
• Singkirkan otot paraservikal C1 dan
C2 dengan hati-hati menggunakan
instrumen, seperti elevator Cobb (lihat
gambar 2.14).
• Perhatikan bahwa sendi faset C1 dan C2
lebih anterior daripada C2 dan C3.
• Diseksi dilakukan hingga basis oksiput
agar batas superior dasar C1 terlihat.

7. Diseksi Dalam

• Singkirkan ligamentum flavum jika


dibutuhkan, dimulai dari antara C1 dan
C2.
• Singkirkan membran posterior
atlantooksipital dari C1 dan oksiput
Gambar 2.15 • Jika dibutuhkan, singkirkan
(lihat gambar 2.15). Namun, hal ini jarang
bagian posterior membran atlantooksipital.
diperlukan.

Diseksi Spinal • 10
6. Struktur yang Harus Diwaspadai D. Struktur Anatomis pada Diseksi
Posterior Ruang Vertebra C1-2
A.Saraf
• Hati-hati saat retraksi korda karena dapat Vertebra C1 dan C2 memungkinkan gerakan
menyebabkan paralisis pernapasan. servikal atas yang ekstrem. Hal tersebut
Bagian dura dan tulang pada C1 dan C2 diperantarai oleh tiga lapis otot, yaitu otot
serta korda jarang diretraksi. trapezius di lapisan terluar, otot paraspinal di
• Saraf oksipital besar (C2) dan saraf lapisan tengah, serta empat pasang otot kecil
oksipital ketiga (C3) saling bersilangan. di lapisan terdalam. Otot di lapisan terdalam
Posisinya yang di lateral menyebabkan tersebut memegang peranan terpenting
struktur ini jarang mengalami kerusakan pada gerakan di ruang vertebra C1 dan C2,
saat diseksi. Hati-hati saat melakukan sekaligus merupakan bagian paling riskan
diseksi lateral menuju tulang karena dalam pembedahan di area tersebut.
saraf tersebut merupakan percabangan
1. Landmark dan Insisi
ramus posterior yang mempersarafi
bagian belakang tengkorak.
Karakteristik prosesus spinosus C2 yang
besar dan bifida memungkinkan beberapa
B.Pembuluh darah
otot dapat menginsersi daerah tersebut
• Arteri vertebra yang meleweati
sekaligus. Sementara itu, C1 tidak dilapisi
prosesus transversus atlas, di belakang
oleh otot sehingga dapat menghasilkan
sendi atlantooksipital, dan lateral dari
gerakan rotasi terhadap oksiput. Insisi
membran atlantooksipital rentan saat
daerah C1 dan C2 dapat sembuh dengan baik
dilakukannya tindakan.
dan minim jaringan parut karena daerah
tersebut memiliki tegangan yang minimal dan
6. Memperluas Area Diseksi
vaskularisasi yang baik. (Lihat gambar 2.10)
Perluasan Lokal 2. Diseksi Superfisial
o Perluas insisi proksimal dan diseksi
otot paraservikal dari perlekatannya ke • Ligamentum nuchae memanjang dari
tengkorak. Kemudian, perluas insisi ke protuberans oksipital eksternal (inion)
arah distal melewati otot posoterior dari ke prosesus spinosus vertebra servikal
C3. 7. Di bagian anteriornya terdapat septum
yang melekat di tuberkel posterior
Perluasan Ekstensif atlas dan sepanjang prosesus spinosus
o Lakukan insisi ke arah distal melewati vertebra servikal. (gambar 2.10 A).
garis tengah prosesus spinosus hingga ke
• Terdapat tiga lapis otot pada vertebra C1
coccyx.
dan C2, yaitu otot trapezius di lapisan
superfisial dan otot splenius kapitis di
lapisan tengah. Otot splenius kapitis
yang menutupi otot semispinalis kapitis
dan longisimus kapitis memanjang dari
prosesus spinosus torakal dan berakhir

BAGIAN II - Servikal • 11
di basis tengkorak. Di bawah otot splenius mayor (ramus primer posterior C2) dan
kapitis terdapat otot semispinalis serviks saraf oksipital ketiga (ramus primer
yang menempel pada C2. (Gambar 2.16) posterior C3) (Gambar 2.16).
• Struktur terpenting pada segitiga
• Di lapisan terdalam pada bagian segitiga
suboksipital adalah arteri vertebralis
suboksipital terdapat empat otot, yaitu
yang menyuplai darah ke otak belakang
otot segitiga suboksipital, otot rektus
melewati beberapa foramen di dalam
kapitis posterior mayor dan minor, serta
prosesus transversus. Di level C1,
otot oblik kapitis inferior dan superior
arteri vertebralis menembus foramen
(Gambar 2.16).
transversarium dan mengarah ke
3. Diseksi Dalam medial sebelah belakang dari sendi
atlantooksipital.
• Cincin tulang C1 di daerah posterior • Arteri vertebralis menembus membran
memerlukan diseksi dalam karena atlantooksipital posterior dari sudut
C1 tidak memiliki prosesus spinosus lateralnya untuk memasuki kanalis
(Gambar 2.10 A). spinalis sehingga diseksi membran
• Terdapat dua nervus kutaneus penting atlantooksipital harus dilakukan dengan
yang mempersarafi aspek lateral segitiga hati-hati (Gambar 2.16).
suboksipital, yaitu nervus oksipital

Gambar 2.16 • Otot-otot segitiga posterior leher terdiri dari otot rektus kapitis posterior mayor
dan minor, serta otot oblik kapitis inferior dan superior.

Diseksi Spinal • 12
E. Diseksi Anterior Servikal

1. Kegunaan

Diseksi anterior servikal dapat menampakkan


korpus vertebra anterior dari C3 ke T1. Diseksi
anterior servikal berguna untuk keperluan
sebagai berikut.

• Eksisi diskus yang mengalami herniasi


• Fusi interkorpus
• Menghilangkan osteofit dari prosesus Gambar 2.17 • Posisi Pasien Pada Diseksi
uncinatus serta dari bagian anterior dan Anterior Servikal.
posterior korpus vertebra
3. Landmark
• Eksisi tumor dan cangkok tulang
• Tata laksana osteomielitis Terdapat beberapa struktur yang dapat
• Biopsi korpus vertebra dan ruang diskus ditemukan pada diseksi anterior servikal.
• Drainase abses Struktur tersebut dapat menjadi patokan
level vertebra.
Dalam melakukan diseksi anterior
• Palatum durum: arkus C1
servikal, perlu diperhatikan nervus laringeal
• Batas bawah mandibula: C2-3
rekuren. Nervus laringeal rekuren kiri naik di
• Tulang hyoid: C3
daerah leher di antara trakea dan esofagus. • Kartilago tiroid: C4-5
Nervus tersebut bercabang dari nervus vagus • Kartilago krikoid: C6
di level arkus aorta. Sementara itu, nervus • Tuberkel carotid (Chassaignac’s
laringeal rekuren kanan berjalan bersama Tubercle): C6
trakea setelah melingkari arteri subklavian • Otot sternokleidomastoideus merupakan
kanan. Di bagian leher bawah, nervus otot oblik yang berjalan dari prosesus
laringeal rekuren kanan menyilang dari mastoid ke sternum, sebelah lateral dari
lateral ke medial menuju garis tengah trakea. leher.
Hal tersebut menyebabkan nervus laringeal • Arteri karotis. Pulsasinya dapat dirasakan
rekuren kanan lebih rentan selama diseksi dengan cara meletakkan jari di atas
dibanding nervus sebelah kiri. ujung otot sternokleidomastoideus dan
menekan ke arah posterior dan lateral.
2. Posisi
4. Insisi
Pasien ditempatkan dalam posisi telentang di
meja operasi dengan bantalan pasir di antara Insisi dilakukan di level vertebra sesuai
kedua bahu. Kepala pasien ditengokkan dengan lokasi lesi. Insisi dibuat secara oblik
menjauhi tempat insisi. Meja operasi dielevasi dari garis tengah ke batas osterior dari otot
sternokleidomastoideus.
300 untuk mengurangi perdarahan vena.

BAGIAN II - Servikal • 13
Gambar 2.19• Insisi selubung otot platysma
Gambar 2.18 • Insisi oblik sesuai dengan
level vertebra daerah lesi.

5. Bidang Internervus

Tidak terdapat bidang internervus di daerah


superfisial. Di daerah tersebut terdapat
otot platisma yang disuplai oleh cabang
dari nervus fasialis. Lebih dalam lagi,
bidang internervus terletak di antara otot
sternokleidomastoideus dan beberapa otot
leher yang dipersarafi dari C1-3. Di bagian
paling dalam, bidang yang berada di antara
otot colli longus kanan dan kiri disuplai oleh
cabang segmental nervus C2-7. Gambar 2.20• Insisi fasia servikalis profundus
sebelah anterior otot sternokleidomastoideus.
5. Diseksi Superfisial
• Melakukan identifikasi batas anterior
• Untuk diseksi superfisial daerah anterior
otot sternokleidomastoideus dan
servikal, terkadang diperlukan epinefrin
melakukan insisi fasia sebelah anterior
(adrenalin) sebelum melakukan insisi
(Gambar 2.20).
karena kulit dan otot platisma daerah
• Dengan menggunakan jari, lakukan
tersebut memiliki vaskularisasi yang
retraksi otot sternokleidomastoideus ke
banyak.
arah lateral. Kemudian, meretraksi otot
• Melakukan insisi selubung otot
sternohyoid dan otot sternotiroid ke
platisma sejajar dengan insisi kulit.
medial. Jika diperlukan, selubung karotis
Kemudian, pisahkan otot platisma secara
yang melapisi arteri karotis komunis,
longitudinal dan paralel terhadap serat-
vena, dan nervus vagus dapat dibuka
seratnya (Gambar 2.19).

Diseksi Spinal • 14
(Gambar 2.21).
• Melakukan palpasi arteri. Membuat
bidang antara batas medial selubung
karotis dan struktur garis tengah (kelenjar
tiroid, trakea, dan esofagus). Melakukan
retraksi selubung karotis dan struktur-
struktur yang berdekatan ke arah
lateral dari otot sternokleidomastoideus
(Gambar 2.22).
• Arteri tiroid superior dan/atau inferior
dapat diligasi untuk memperluas bidang
hingga ke atas C3-4.
a. Membuat bidang dalam dengan diseksi
tumpul. Vertebra servikal sekarang dapat
terlihat, dilapisi oleh otot colli longus
dan fasia prevertebra. Terdapat ligamen
longitudinal anterior di garis tengah yang
terlihat sebagai struktur putih cerah
(Gambar 2.22).

Gambar 2.22 • Retraksi otot


sternokleidomastoideus dan selubung
karotis ke arah lateral. Retraksi trakea dan
esofagus ke arah medial untuk mengekspos
otot colli longus dan fasia pretrakeal.

5. Diseksi Dalam

• Dengan menggunakan kauter, otot colli


longus dibagi dua secara longitudinal
sepanjang garis tengah.
• Lakukan diseksi otot colli longus
arah subperiosteal terhadap ligamen
longitudinal anterior. Kemudian, retraksi
bagian-bagiannya ke lateral untuk
mengekspos permukaan anterior korpus
vertebra (Gambar 2.23).
• Melakukan pencitraan radiografi lateral
Gambar 2.21 • Retraksi otot
setelah meletakkan jarum penanda
sternokleidomastoideus ke arah lateral serta
untuk memastikan level korpus vertebra
otot sternohyoid dan otot sternotiroid ke
yang ingin dicari.
medial.

BAGIAN II - Servikal • 15
prosesus transversus (Gambar 2.22).

B. Pembuluh darah
• Selubung karotis dan bagian-bagian yang
terdapat di dalamnya dilindungi oleh batas
anterior otot sternokleidomastoideus.
Retraktor yang sebaiknya digunakan di
area tersebut adalah hand-held retractor
dengan ujung melingkar (Gambar 2.21).
• Arteri vertebralis yang terletak di
foramen kostotransversus di lateral
prosesus transversus biasanya tidak
dapat terlihat selama diseksi (Gambar
2,23)
• Arteri tiroidalis inferior dapat saja
menyilang bidang operasi pada diseksi
servikal bagian bawah. Jika arteri
tiroidalis inferior tersebut terpotong
secara tidak sengaja, arteri tersebut
dapat teretraksi di belakang selubung
karotis sehingga sulit untuk didapatkan
Gambar 2.23• Diseksi otot colli longus arah kembali (Gambar 2.24).
subperiosteal dari bagian anterior korpus
C. Titik Spesial
vertebra. Lakukan retraksi setiap bagian ke
• Trakea dan esofagus dapat cedera
arah lateral untuk mengekspos permukaan
akibat penempatan retraktor yang tidak
anterior dari korpus vertebra
baik. Retraktor sebaiknya bertepi bulat
dan hand-held serta penggunaannya
6. Struktur yang Harus Diwaspadai diletakkan di bawah otot colli longus
dan Titik Spesial (Gambar 2.23).

A. Nervus 7. Memperluas Area Diseksi


• Nervus laringeal rekuren dapat
mengalami trauma ketika diseksi dalam. Perluasan Lokal
Untuk melindungi nervus tersebut, dapat Untuk memperluas bidang diseksi secara
diletakkan retraktor di bawah batas lateral, perlu disingkirkan pangkal dari otot
medial otot colli longus. colli longus ke arah subperiosteal dari korpus
• Nervus simpatis dan ganglion stelata vertebra. Akan tetapi, juga perlu diwaspadai
dapat mengalami kerusakan yang keberadaan sympathetic chain agar tidak
menyebabkan sindrom Horner’s. Untuk terjadi trauma.
mencegah hal tersebut terjadi, diseksi
terhadap tulang harus dilakukan Perluasan Ekstensif
subperiosteal dari garis tengah. Selain Cara diseksi ini tidak dapat dilakukan
itu, perlu dihindari diseksi keluar dari tindakan ekstensif.

Diseksi Spinal • 16
Gambar 2.24 • Selubung karotis dan bagian-bagian di dalamnya telah direseksi. Laring dan
struktur terkait telah diretraksi ke arah medial. Perhatikan posisi nervus laringeal rekuren di
antara trakea dan esofagus.

paling dalam adalah fasia prevertebral yang


F. Struktur Anatomis pada Diseksi
Anterior Servikal terletak di depan otot-otot prevertebral. Di
permukaannya, terdapat trunkus simpatetik
Untuk memahami diseksi anterior servikal, servikal, sedangkan di bawah fasia tersebut
perlu pemahaman mengenai anatomi di terdapat otot colli longus kanan dan kiri.
bagian tersebut. Terdapat tiga lapisan
leher yang perlu diperhatikan. Lapisan 1. Landmark
paling superfisial adalah fasia servikalis
• Tuberkel karotid merupakan perluasan
profundus (deep cervical fascia). Fasia
dari tuberkel anterior prosesus
tersebut melingkari leher, namun terpecah
transversus C6. Tuberkel tersebut
di sekitar otot sternokleidomastoideus dan
merupakan tuberkel vertebral terbesar.
trapezius. Di bagian belakang leher, fasia
Dalam melakukan pembedahan, tuberkel
tersebut bergabung dengan ligamentum
C6 dapat dijadikan patokan insisi anterior
nuchae. Selanjutnya, lapisan tengah yang
(Gambar 2.24).
disebut sebagai fasia pretrakeal berjalan dari
• Cincin krikoid (cricoid ring) terletak di
tulang hyoid ke toraks. Sementara itu, lapisan

BAGIAN II - Servikal • 17
seberang korpus vertebra C6. Cincin vena jugularis interna, dan nervus
krikoid dapat dipalpasi tepat di bawah vagus, fasia di sebelah batas anterior
kartilago tiroid (Gambar 2,18 dan otot sternokleidomastoideus dipotong
Gambar 2.27). (Gambar 2. 21 dan 2.28).
• Setelah bidang antara selubung karotis,
• Otot sternokleidomastoideus merupakan
trakea, dan esofagus sudah ditemukan,
otot yang terletak oblik di sisi samping
diseksi tumpul dapat dilakukan dengan
leher dari prosesus mastoideus ke
mudah. Perlu diperhatikan pula
sternum dan klavikula. Otot tersebut keberadaan esofagus karena struktur
diinervasi oleh nervus aksesorius dari tersebut rentan cedera apabila retraksi
arah posterior dan lateral. Supaya dilakukan dengan tidak hati-hati.
tidak terjadi kerusakan neurologis
pada nervus tersebut, diseksi perlu 4. Diseksi Dalam dan Strukturnya
dilakukan secara hati-hati di sebelah yang Harus Diwaspadai
medial atau anteromedial dari otot
sternokleidomastoideus (Gambar 2. 27). • Otot colli longus terletak di anterior
kolumna vertebralis di antara C1 dan
2. Insisi T3. Otot tersebut harus dihilangkan
dari korpus vertebra supaya vertebra
Insisi di daerah anterior servikal sebaiknya dapat terekspos. Di permukaan
paralel terhadap garis lekukan leher. Untuk anterolateralnya terdapat trunkus
mendapatkan lapang pandang yang lebih simpatetik servikal dengan berbagai
luas, insisi dapat dimodifikasi dengan cara ganglia (Gambar 2. 24 dan 2.25).
membuat garis longitudinal dan sedikit
oblik paralel terhadap batas medial otot Nervus Laringeal Rekuren
sternokleidomastoideus. Kulit leher anterior Nervus laringeal rekuren merupakan cabang
lebih tipis dibandingkan kulit bagian posterior dari nervus vagus. Nervus laringeal rekuren
sehingga retraksi kulit menjadi lebih mudah kiri turun ke arah toraks di dalam selubung
pada bagian tersebut. karotis. Nervus tersebut melingkari arkus
aorta dan naik kembali di antara trakea dan
3. Diseksi Superfisial dan esofagus untuk meginervasi laring. Sementara
Strukturnya yang Harus Diwaspadai itu, nervus laringeal kanan berjalan ke bawah
di dalam selubung karotis dan melingkari
• Awalnya, otot platisma dipotong segaris arteri subklavia kanan sebelum naik kembali
dengan serat-seratnya. Otot tersebut
ke leher. Dalam beberapa kasus, nervus kanan
sulit didenervasi karena sebagian besar
tersebut dapat menyilang di lapang operasi
nervusnya berasal dari cabang servikal
setinggi kelenjar tiroid (Gambar 2.17 dan
dari nervus fasialis.
• Untuk menemukan selubung karotis yang 2.24).
mengandung arteri karotis komunis,

Diseksi Spinal • 18
Gambar 2.25 • Potongan transversal level C5. Perhatikan letak fasia servikalis profundus (deep
cervical fascia), fasia pretrakeal, dan fasia prevertebral. Perhatikan juga otot colli longus di
anterior korpus vertebra.

Gambar 2.26 • Vertebra servikal tampak anterior.

BAGIAN II - Servikal • 19
Gambar 2.27• Fasia pretrakeal menutupi stuktur tiroid. Perhatikan bahwa cincin krikoid bera-
da di bawah kartilago tiroid.

Gambar 2.28 • Otot sternokleidomastoideus dan fasia pretrakeal telah direseksi. Selubung
karotis dan isinya dapat terlihat. Kelenjar tiroid, kartilago, dan trakea juga terlihat.

Diseksi Spinal • 20
Latihan Soal
1. Posisi yang benar untuk mengekspos 5. Insisi untuk mengekspos posterior ruang
bagian posterior subaksial adalah.. vertebra C1-2 dilakukan di antara…
a. Pronasi, kepala pasien fleksi a. C1-C2
b. Pronasi, kepala pasien ekstensi b. Protuberansia occipitalis eksterna
c. Supinasi, kepala pasien fleksi ke inferior sejauh 6-8 cm
d. Supinasi, kepala pasien ekstensi c. Prosesus spinosus C2 – prosesus spi
e. Lateral, kepala pasien fleksi nosus C7 atau T1
d. Bagian leher belakang dari oksiput
2. Insisi untuk mengekspos posterior hingga prosesus spinosus C7
subaksial dilakukan antara… e. Prosesus spinosus C1 – prosesus spi
a. C1-C2 nosus C7 atau T1
b. Protuberansia oksipitalis exsterna C2
c. Prosesus spinosus C2 – prosesus 6. Dalam diseksi anterior servikal, nervus
spinosus C7 atau T1 yang perlu diperhatikan agar tidak
d. Bagian leher belakang dari oksiput terjadi cedera adalah…
hingga prosesus spinosus C7 a. Nervus laringeal rekuren dan ner
e. Prosesus spinosus C1 – prosesus vus simpatis
spinosus C7 atau T1 b. Nervus fasialis dan nervus simpatis
c. Nervus laringeal rekuren dan
3. Posisi yang benar untuk mengekspos nervus parasimpatis
bagian ruang vertebra C1-2 adalah..
a. Pronasi, kepala pasien fleksi 7. Berikut merupakan struktur yang sesuai
b. Pronasi, kepala pasien ekstensi dengan level vertebranya untuk menjadi
c. Supinasi, kepala pasien fleksi patokan penting dalam diseksi anterior
d. Supinasi, kepala pasien ekstensi servikal.
e. Lateral, kepala pasien fleksi a. Batas bawah mandibula – C5
b. Tulang hyoid – C1
4. Yang harus diperhatikan saat diseksi c. Kartilago tiroid – C4-5
posterior subaksial adalah
a. Korda spinalis 8. Urutan dari paling luar otot pelapis
b. Ligamentum flavum vertebra C1 dan C2 yang memungkinkan
c. Saraf gerakan unik dari ruang vertebra
d. Pembuluh darah tersebut adalah…
e. Meningen a. Otot trapezius – otot paraspinal –

BAGIAN II - Servikal • 21
otot rektus kapitis posterior mayor
b. Otot splenius kapitis – otot
trapezius – otot rektus kapitis
posterior minor
c. Otot trapezius – otot oblik kapitis
superior – otot paraspinal

9. Posisi pasien saat dilakukan diseksi ante-


rior servikal adalah…
a. Posisi telentang dengan kepala
dielevasikan 300
b. Posisi left lateral decubitus dengan
kepala setinggi bahu
c. Posisi left lateral decubitus dengan
kepala dielevasikan 300

10. Isi dari selubung karotis adalah…


a. Arteri subklavia, nervus laringeal
rekuren, dan vena jugularis interna
b. Arteri karotis komunis, nervus
vagus dan vena jugularis interna
c. Arteri karotis komunis, vena
jugularis eksterna, dan nervus
laringeal rekuren

Diseksi Spinal • 22
BAGIAN 2

Torakal
3. Landmark
A. Diseksi Posterolateral Torakal
(Costotransvectomy) Palpasi prosesus spinosus di area tersebut.
Apabila terdapat gangguan atau deformitas
1. Kegunaan berupa tonjolan, gunakan hal tersebut sebagai
landmark pada operasi. Pada beberapa kasus,
• Drainase abses sebuah jarum harus dipasang pada prosesus
• Biopsi korpus vertebra spinosus vertebra sehingga film sinar-x lateral
• Reseksi korpus vertebra parsial dapat secara tepat menentukan lokasinya.
• Fusi spinal anterior terbatas Prosesus spinosus pada area torakal
• Dekompresi korda spinalis cenderung panjang dan ramping sehingga
anterolateral tumpang tindih dengan vertebra di bawahnya.
• Tumor debulking
4. Insisi
2. Posisi
Lakukan insisi linear melengkung 8 cm lateral
dari prosesus spinosus sepanjang 10-13 cm
dengan pusat kelengkungan di atas iga terkait
(lihat gambar 2.30).

5. Bidang Internervus

Tidak ada bidang internervus sejati pada
prosedur ini.

6. Diseksi Superfisial

• Lakukan insisi pada lemak subkutan dan


fasia segaris dengan insisi kulit.
• Potong melalui m. trapezius yang sejajar
Gambar 2.29 • Posisi pasien pada meja dengan seratnya yang dekat dengan
operasi untuk pendekatan posterior torakal prosesus transversus. Bagian lebih dalam
dan lumbal. adalah otot paraspinalis (lihat gambar 3).
• Potong ke arah bagian posterior iga.

BAGIAN II - Torakal • 23
7. Diseksi Dalam

• Pisahkan semua perlekatan otot dengan


iga menggunakan diseksi subperiosteal
dengan periosteal elevator (seperti pada
gambar 2.32).

Gambar 2.30 • Cara melakukan insisi di


daerah torakal.

Gambar 2.32 • Dengan menggunakan diseksi


subperiosteal, pisahkan perlekatan antara
otot dan iga.

• Lanjutkan diseksi pada permukaan


anterior iga.
• Kemudian, pisahkan iga sejauh 6-8 cm
dari garis tengah.
• Angkat tulang-iga dan potong otot-otot
dan ligamen kostotransversal yang masih
tersisa (lihat gambar 2.33). Pada keadaan
seperti ini, biasanya akan terdapat pus
karena terbukanya rongga abses.
• Putar ujung medial iga untuk
menyelesaikan reseksi dan angkat iga.
Rongga abses kini terlihat (Gambar 2.34).
• Angkat prosesus transversus apabila
ingin mendapatkan lapang pandang yang
Gambar 2.31 • Diseksi superfisial. lebih besar.

Diseksi Spinal • 24
• Masuki rongga retropleura dengan hati- kebocoran cairan spinal.
hati menggunakan palpasi dan diseksi
digital untuk mengangkat pleura parietal. B. Pembuluh darah
• Korpus vertebra dan diskus kini dapat Ketika mengambil iga, a. interkostalis dapat
terlihat. rusak sehingga apabila terpotong harus
segera dilakukan ligasi.
8. Struktur yang Harus diwaspadai
C. Paru
A. Saraf
Pleura dapat menebal apabila terjadi infeksi
Apabila diseksi terjadi meluas ke korpus
paru. Untuk meminimalkan kerusakan pleura
vertebra, dura dan kanalis spinalis yang
selama diseksi, gunakan diseksi tumpul untuk
terbuka harus segera ditutup untuk mencegah

Gambar 2.33 • Bagi iga 6-8 cm dari garis tengah. Potong semua perlekatan otot dan ligamen
kostotransversal.

Gambar 2.34 • Iga diangkat untuk memperlihatkan rongga abses.

BAGIAN II - Torakal • 25
membuka pleura permukaan anterolateral latissimus dorsi. M. trapezius diinervasi oleh
dari badan vertebra yang terinfeksi. n. aksesorius spinalis sementara m. trapezius
Komplikasi akibat tindakan ini adalah diinervasi oleh n. torakodorsal. Selain itu,
terjadinya pneumotoraks. otot yang lebih dalam, bagian iliocostalis dari
sakrospinalis dipersarafi secara segmental.
9. Memperluas Area Diseksi
4. Diseksi Superfisial
Perluasan Lokal
Bagi m. paraspinalis secara transversal • Angkat kulit beserta jaringan subkutan
sesuai dengan prosesus transversus untuk yang tebal dengan menggunakan
memfasilitasi retraksi jika otot-otot terlalu retractor.
kencang. • Bebaskan dari fasia yang mendasarinya.
• Pusatkan diseksi pada tulang iga yang
Perluasan Ekstensif paling menonjol atau yang berada di
Insisi tidak dapat diperluas. Namun, hanya apikal.
dapat dilakukan dengan melibatkan vertebra • Agar daerah tulang iga yang mengalami
dan iga sekitar ke arah sefal atau kaudal. deformitas terpapar, perpanjang diseksi
setidaknya 12 cm dari garis tengah,
kemudian teruskan ke arah proksimal
B. Diseksi Posterolateral Torakal untuk
dan distal (Gambar 2.35).
Eksisi Iga
5. Diseksi Intermedia
1. Posisi
• Identifikasi m. trapezius, diseksi
Bantal diletakkan secara longitudinal pada sepanjang batas lateralnya dan lakukan
sisi-sisi pasien dari spina iliaca anterior retraksi otot secara manual.
superior hingga bahu untuk memungkinkan • Diseksi pada m. latissimus dorsi dengan
ekspansi dada. (Lihat gambar 2.29) menggunakan kauter dan lakukan
retraksi otot tersebut ke arah lateral
2. Landmark dan Insisi (lihat gambar 2.35).

Landmark terbaik adalah prominent ribs 6. Diseksi Dalam


yang biasanya terdapat pada daerah torakal
posterior. Prominent ribs dapat menjadi • M. iliokostalis terletak di bawah m.
sangat terdistorsi sehingga menyebabkan trapezius dan m. latissimus dorsi yang
deformitas “razorback.” Insisi garis tengah telah diretraksi.
longitudinal (merupakan insisi standar untuk • Pisahkan m. iliokostalis secara
operasi skoliosis) digunakan juga untuk longitudinal sejajar dengan seratnya
mengangkat tulang iga (lihat gambar 2.29). (lihat gambar 2.36 dan gambar 2.37).
• Sebelum melanjutkan, lakukan
3. Bidang Internervus penghentian napas pasien oleh dokter
anestesi agar pleura viseral pasien
Bidang ini berada di antara m. trapezius dan m. tidak melekat pada tulang iga untuk

Diseksi Spinal • 26
mengurangi bahaya pada pleura selama mendapatkan gambaran tulang iga lebih
diseksi anterior. lengkap. Pada bagian distal, m. iliokostalis
dipisahkan.
7. Struktur yang Harus diwaspadai
Perluasan Ekstensif
• Pada tepi bawah tulang iga, tepatnya pada Insisi tidak dapat diperluas secara ekstensif.
lengkung neurovascular, terdapat bundle
neurovaskular. Apabila diseksi tidak 9. Titik Spesial
dipertahankan di daerah subperiosteal,
berkas neurovaskular dapat terpotong • Pada saat mengangkat iga, lakukan
dan menyebabkan kelumpuhan dinding reseksi satu per satu pada lateral dari
dada segmental. deformitas maksimum menuju ujung
• Jika terjadi kerusakan pada pleura dapat medial tanpa mengambil kepala dan
terjadi pneumotoraks. lehernya.
• Terjadinya hemotoraks. • Pelepasan iga lebih dari empat buah
• Dapat terjadi dimpling pada kulit. dapat menyebabkan efusi simpatetik
pada paru.
8. Memperluas Area Diseksi • Kontrol perdarahan dari ujung iga yang
terpotong dengan bone wax
Perluasan Lokal
Lakukan diseksi subkutan lebih jauh ke
arah proksimal, lateral, dan distal untuk
memastikan didapatkannya gambaran tulang
iga yang terdistorsi. Pada keadaan tertentu,
diseksi m. romboideus mayor dilakukan agar

Gambar 2.35 • Agar bagian medial aponeurotik m. latissimus dorsi terbuka, lakukan retraksi
pada bagian lateral m. trapezius ke arah medial. Lakukan insisi bagian medial aponeurotik m.
latissimus dorsi tegak lurus dengan seratnya.

BAGIAN II - Torakal • 27
Gambar 2.36 • Diseksi dalam dengan melakukan insisi pada m. iliokostalis.

Gambar 2.37 • Lakukan diseksi dan lakukan retraksi ke arah lateral dan medial dari insersinya
untuk membuka aspek posterior tulang iga. Lakukan insisi periosteum tulang iga. Dorong
bagian periosteum yang terpisah ke batas bawah dan atas tulang iga.

• Koreksi kifosis
C. Diseksi Anterior Torakal • Osteotomi spinal
• Dekompresi korda spinalis anterior
1. Kegunaan • Biopsi

• Tata laksana infeksi seperti tuberkulosis 2. Posisi


pada korpus vertebra torakal
• Fusi korpus vertebra • Pasien dalam posisi miring ke salah satu
• Reseksi korpus vertebra karena tumor sisinya di atas meja operasi.
dan rekonstruksi pencangkokan tulang • Stabilisasi pasien dengan bantalan.
• Koreksi skoliosis • Tangan pasien berada di atas kepala.

Diseksi Spinal • 28
• Letakkan bantalan pada aksila untuk
5. Diseksi Superfisial
menghindari adanya kompresi arteri dan
vena aksilaris.
Diseksi superfisial mengikuti langkah-langkah
• Lakukan pulsasi pada arteri radialis,
pada gambar berikut
pastikan pada tangan tidak ada obstruksi
• Pada beberapa kasus, memotong lebih
vena.
banyak m. romboideus posterior adalah
• Posisi dokter dapat di depan atau
hal yang penting.
belakang pasien (Gambar 2.38).
• Perdarahan dapat terjadi karena
operasi tidak dilakukan pada bidang
intermuskular, diatermi dapat digunakan
untuk mengontrol perdarahan.
• Selain itu, rongga toraks dapat dicapai
melalui ruangan interkostalis melalui
reseksi satu atau lebih iga. Reseksi iga
dapat memberikan paparan yang lebih
baik dan dapat juga sebagai dasar untuk
pencangkokan tulang.

Gambar 2.38 • Posisi pasien.

3. Landmark dan Bidang Internervus

• Palpasi bagian ujung skapula dengan


posisi lateral pada pasien. Harus diingat
bahwa skapula bersifat mobile sehingga
lokasi ujung skapula setiap orang
berbeda-beda. Palpasi spina vertebra
torakal. Amati lipatan inframamaria pada
anterior dinding dada.

4. Insisi

• Lakukan insisi dua jari di bawah ujung


skapula dan membelok ke arah lipatan
inframamaria
• Insisi dilanjutkan dengan memperpan-
Gambar 2.39 • Bagi m. latissimus dorsi secara
jang insisi ke arah belakang dan atas
menuju spina torakal, berhenti pada posterior sesuai dengan insisi kulitnya.
setengah menuju batas tengah skapula
dan setengah jalan di antara skapula dan
spina
• Insisi biasanya berada pada iga ke-7 atau
ke-8.

BAGIAN II - Torakal • 29
Gambar 2.40 • Bagi m. serratus anterior
sepanjang garis insisi kulit menuju ke arah
iga.

Gambar 2.42 • Pendekatan interkostalis


melalui pemotongan rusuk dengan diatermi.
Masuk ke dalam pleura melalui bagian atas
rusuk untuk menghindari kerusakan n.
interkostalis dan pembuluh darah yang ada
di bagian bawah. Gunakan rib spreader untuk
menahan rusuk.

Gambar 2.41 • Lakukan pengangakatan


skapula dengan potongan otot yang masih
melekat ke arah proksimal untuk membuka Gambar 2.43 • Agar mendapatkan paparan
iga dibawahnya. Potong periosteum pada lebih luas, lakukan reseksi pada rusuk ke-3
batas atas iga. atau ke-4

Diseksi Spinal • 30
6. Diseksi Dalam

Diseksi dalam dilakukan dengan langkah-


langkah pada gambar berikut:

Gambar 2.44 • Identifikasikan esofagus terhadap badan vertebra. Lakukan insisi pleura pada
sisi lateral esofagus agar dapat dilakukan retraksi.

Gambar 2.45 • Lakukan mobilisasi esofagus dan lakukan retraksi dari permukaan anterior
tulang belakang. Lakukan ligasi pembuluh darah interkostalis yang menyeberang pada
lapangan operasi

BAGIAN II - Torakal • 31
7. Struktur yang Harus diwaspadai 8. Memperluas Area Diseksi

A. Pembuluh darah Perluasan Lokal


Pembuluh darah interkostalis harus Apabila insisi interkostal tidak adekuat,
diwaspadai. Pada reseksi rusuk, pembuluh lakukan diseksi pada rusuk di bawahnya.
darah ini mudah rusak.
Perluasan Ekstensif
B. Paru Insisi tidak dapat diperluas secara ekstensif.
Setiap 30 menit, dokter anestesi harus
mengembangkan paru untuk mencegah
mikroatelektasis pasca operasi. Sebelum
penutupan, pastikan paru dalam keadaan
terkembang.

Latihan Soal
1. Apa saja kegunaan costotransvectomy? 4. Apa kegunaan diseksi anterior torakal?
a. Drainase abses a. Fusi badan vertebrae
b. Tata laksana infeksi tuberkulosis b. Tumor debulking
c. Perbaikan skoliosis c. Dekompresi korda spinalis
anterolateral
2. Bagaimana posisi pasien yang tepat
untuk melakukan costrotransvectomy? 5. Mengapa dokter anestesi harus
a. Pasien miring ke arah kiri pada meja mengembangkan paru setiap 30 menit
operasi saat melakukan diseksi anterior torakal?
b. Pasien miring ke arah kanan pada a. Mencegah terjadinya pneumotoraks
meja operasi b. Mencegah terjadinya
c. Pasien dalam keadaan pronasi mikroatelektasis pasca operasi
c. Mencegah terjadinya hemotoraks
3. Apa yang harus diwaspadai pada saat
melakukan diseksi posterolateral torakal
untuk eksisi iga?
a. Dokter anestesi harus
mengembangkan paru setiap 30 menit
b. Terjadinya dimpling pada kulit
c. Terjadi kerusakan pada pembuluh
darah intercostalis

Diseksi Spinal • 32
BAGIAN 2

Lumbal
tulang belakang adalah rongga antara L4-5.
A. Diseksi Posterior Lumbal
Metode yang lebih akurat dapat menggunakan
1. Kegunaan radiografi atau melakukan diseksi ke arah
distal dan menemukan sakrum. Lakukan
• Eksisi diskus yang mengalami herniasi insisi secara longitudinal yang membentang
• Pengangkatan tumor dari prosesus spinosus di atas sampai ke
• Eksplorasi akar saraf bawah prosesus spinosus yang patologis
• Fusi spinal (Gambar 2.46).

2. Posisi

• Pasien diposisikan tengkurap. Pastikan


bantalan diletakkan pada bawah dan
pinggir pasien agar abdomen dapat
bebas, mengurangi pengisian pleksus
vena di sekitar medula spinalis dengan
cara membiarkan darah dari pleksus
vena secara langsung menuju vena
cava inferior (Gambar 2.29).
• Letakkan pasien secara miring
dengan bagian yang sakit di atas.
Fleksikan panggul dan lutut pasien Gambar 2.46 • Buat insisi longitudinal di atas
untuk memfleksikan tulang lumbal prosesus spinosus, dari prosesus spinosus
dan membuka ruang antartulang di atas sampai ke bawah bagian patologis
belakang. Bagian tulang belakang melewati garis antar titik tertinggi krista
pasien yang sakit harus diposisikan di iliaka.
bagian lekukan meja.
4. Bidang Internervus
3. Landmark dan Insisi
Bidang ini terdapat di antara dua muskulus
Bagian yang mudah diraba dan dijadikan paraspinal (erector spinae) yang masing-
sebagai patokan adalah prosesus spinosus. masing mendapat persarafan segmental
Secara kasar, pertemuan garis antara tempat dari rami posterior yang keluar dari medula
tertinggi pada kedua krista iliaka dengan spinalis daerah lumbal.

BAGIAN II - Lumbal • 33
A
5. Diseksi Superfisial

• Perdalam insisi melewati lemak dan


fasia sampai prosesus spinosus terlihat
(Gambar 2.47).
• Lepaskan otot paraspinal dari tulang
sebagai satu unit menggunakan alat
seperti kauter atau elevator Cobb
(Gambar 2.48A).
• Diseksi prosesus spinosus dengan dan
sepanjang lamina ke sendi faset.
• Jika diperlukan, diseksi dapat diperluas
ke lateral hingga membuka kapsul sendi
dari faset descending dan ascending
(Gambar 2.48B).

6. Struktur yang Harus Diwaspadai


pada Diseksi Superfisial

• Dekat dengan sendi faset di area B

antarprosesus transversus terdapat


pembuluh darah dan saraf yang
menyuplai otot paraspinal dan dapat
terpotong jika dilakukan diseksi ke arah Gambar 2.48 • (A) Lepaskan otot paraspinal
lateral. dari tulang sebagai satu unit menggunakan
alat seperti kauter atau elevator Cobb. (B) Jika
diperlukan, diseksi dapat dilakukan ke lateral
hingga mencopot kapsul sendi.

7. Diseksi Dalam

• Lepaskan ligamentum flavum dengan


cara memotong perlekatannya dengan
diseksi tajam, kemudian akan terlihat
duraa yang berwarna putih kebiruan.
• Dengan menggunakan diseksi tumpul
dan tetap berada pada lateral dari dura,
Gambar 2.47 • Perdalam insisi melewati
lanjutkan diseksi sampai ke kanalis
lemak dan fasia sampai prosesus spinosus
spinalis, tarik dura dan nerve root ke arah
terlihat.
medial (Gambar 2.49 A A).

Diseksi Spinal • 34
saraf dan dinding kanalis spinalis
A
dapat berdarah ketika diseksi tumpul
dikerjakan.
• Pembuluh darah iliaka pada bagian
anterior corpus vertebrae dapat terluka
jika instrumen masuk menembus bagian
anterior anulus fibrosus.

9. Memperluas Area Diseksi

• Ambil lamina lebih luas untuk mendapat


akses yang lebih luas pada dura, akar
saraf, dan diskus.
• Diseksi lebih lateral hingga mencapai
prosesus transversus untuk mendapat
akses lebih luas pada bagian posterior
tulang belakang (Gambar 6.4).
• Perluas insisi pada tulang belakang dan
lepaskan otot tulang belakang bagian
posterior.

B. Diseksi Posterior Lumbal dengan


B Akses Minimal
1. Posisi
Gambar 2.49 • Diseksi dalam dengan
pendekatan posterior lumbal. (A) Dengan Pasien diposisikan tengkurap pada meja yang
menggunakan diseksi tumpul dan tetap berada bersifat radiolusen dengan bagian abdomen
pada lateral dari dura, lanjutkan diseksi bebas dan ekstremitas diletakkan di atas
sampai ke kanalis spinalis, tarik dura dan akar bantalan.
saraf ke arah medial (B) Potongan transversal
memperlihatkan retraksi dari dural tube dan 2. Landmark dan Insisi
herniasi nucleus pulposus.
Identifikasi garis tengah tulang belakang
8. Struktur yang Harus dengan mempalpasi prosesus spinosus. Level
Diwaspadai pada Diseksi Dalam diskus ditentukan dengan fluoroskopi.

• Tiap akar saraf harus diidentifikasi dan 3. Bidang Internervus


dilindungi. Semakin lateral, semakin
mudah untuk mengidentifikasi saraf dan Tindakan dengan pendekatan ini memisahkan
menariknya sehingga area diskus lebih serat-serat dari otot erector spinae yang
terlihat. dipersarafi secara segmental oleh rami
• Pleksus vena yang terdapat di sekitar posterior saraf spinal.

BAGIAN II - Lumbal • 35
4. Diseksi Superfisial • Akar saraf terlihat bersama dengan
diskus yang patologis di sebelah
• Tempat permulaan berada pada 2 cm ventralnya (Gambar 2.50 F).
dari garis tengah di atas dari diskus yang
ingin di diseksi (Gambar 2.50A). 5. Struktur yang Harus Diwaspadai
• Insisi sepanjang 1-2 cm sampai ke dalam
fasia secara longitudinal. Otot erector • Retraktor harus diposisikan secara teliti
spinae dipisahkan menggunakan tabung. dengan penanda dan fluoroskopi karena
Tabung diposisikan pada perpotongan insisi yang dibuat sangat kecil. Jika insisi
antara lamina dan ligamentum flavum terlalu medial, prosesus spinosus dapat
(Gambar 2.50B). menghalangi posisi tabung refraktor.

• Bagian proksimal dan distal lamina • Jika tabung ditarik terlalu berlebihan,
ditipiskan (Gambar 2.50C). dapat menyulitkan pengerjaan. Kesulitan
ini dapat diatasi dengan penggunaan
• Ligamentum flavum ditarik ke arah
meja yang dapat dimiringkan.
medial atau dipotong menggunakan
Kerrison rongeur di bagian bawah • Hemostasis juga perlu diperhatikan
sehingga memperlihatkan dura (Gambar karena dengan pemakaian lubang yang
2.50 D&E). kecil, perdarahan yang masif dapat
mengganggu penglihatan.

Gambar 2.50 • Tahapan insisi, diseksi superfisial, dan diseksi dalam dengan pendekatan posterior
lumbal dengan akses minimal. (A) Lokasi insisi. (B) Pemisahan otot erector spinae menggunakan
tabung. (C) Bagian proksimal dan distal lamina ditipiskan. (D & E) Penggunaan kerrison rongeur
untuk memperlihatkan dura. (F) Tampilan akar saraf dan diskus yang patologis.

Diseksi Spinal • 36
6. Memperluas Area Diseksi merupakan struktur yang paling tebal
dan mudah dipalpasi karena dekat
dengan subkutis dan tidak tertutup otot.
• Tabung endoskopik/retraktor dapat dire-
Lokasi perpotongan antara garis yang
posisi atau diubah sudutnya untuk dapat
menghubungkan kedua SIPS dengan
memperlihatkan kelainan pada berbagai
tulang belakang adalah posisi S2.
lokasi.
• Tabung endoskopik yang lebih besar
2. Insisi
dapat digunakan jika diperlukan lapang
pandang yang lebih besar.
Insisi dilakukan pada garis tengah yang searah
• Pada tulang belakang yang lordosis, se- dengan barisan prosesus spinosus. Insisi
dikit perubahan pada sudut tabung dapat pada daerah tersebut lebih mudah sembuh
memungkinkan akses ke tingkat yang dengan jaringan parut yang terbentuk relatif
berdekatan. tipis serta tidak ada saraf kulit utama yang
melewati garis tengah.
C. Struktur Anatomis pada
Diseksi Posterior Lumbal 3. Struktur yang Harus Diwaspadai
pada Diseksi Superfisial
Bagian lumbal dari tulang belakang dibentuk
oleh beberapa otot superfisial dan profunda. • Di antara kulit dan prosesus spinosus,
Bagian superfisial terdiri atas otot latisimus terdapat fasia lumbal dorsal dan ligamen-
dorsi. Otot yang penting pada diseksi tum supraspinosus. Fasia lumbal dorsal
posterior lumbal dan membentuk lapisan merupakan bagian dari fasia vertebra
profunda adalah otot paraspinal yang dibagi dorsal yang membentang di sepanjang
menjadi dua bagian, yaitu bagian superfisial tulang belakang. Ligamentum supraspi-
yang terdiri atas otot erector spinae dan nosus menghubungkan antarruas tulang
bagian dalam yang terdiri atas otot multifidus belakang (Gambar 2.52 dan 2.53).
dan rotator (Gambar 2.51).
• Diseksi dilanjutkan dengan memisahkan
1. Landmark otot yang terdiri dari dua lapis tulang.
Otot-otot ini diperdarahi oleh arteri
• Prosesus spinosus. Prosesus spinosus segmentalis bagian lumbal. Arteri ini
pada daerah lumbal tebal dan punya sisi bercabang dua, salah satu cabangnya
yang lebih panjang untuk diraba. Tiap menyuplai medula spinalis sementara
prosesus memisahkan otot paraspinal cabang lainnya untuk menyuplai otot
pada tiap sisi. Pada pasien anak-anak, paraspinal. Arteri yang menyuplai otot
prosesus ini ditutupi oleh kartilago berjalan di antara prosesus transversus
apofisis yang jika dipisahkan, dapat dekat dengan sendi faset dan bercabang
mempermudah pengangkatan otot ke dalam otot. Arteri ini mudah berdarah
paraspinal. pada saat diseksi. Maka dari itu, diseksi
sebaiknya dilakukan semedial mungkin
• Spina iliaka superior posterior
terhadap garis tengah (Gambar 2.54).
(SIPS) dan krista iliaka. Krista iliaka

BAGIAN II - Lumbal • 37
Gambar 2.51 • Struktur
anatomi muskuloskeletal
daerah lumbosakral.

Gambar 2.52 • Struktur


anatomi tulang belakang
bagian lumbosakral dan
pelvis.

Gambar 2.53 • Potongan


sagital pada lamina vertebra
lumbal.

Diseksi Spinal • 38
Gambar 2.54 •
Potongan trasversal
setinggi diskus
intervertebralis
L3-4 pada bagian
posterior.

4. Struktur yang Harus Diwaspadai


D. Diseksi Anterior (Transperitoneal
pada Diseksi Dalam
dan Retroperitoneal) Lumbal
• Ligamentum flavum. Ligamen ini 1. Kegunaan
membentang dari puncak lamina sampai
ke bagian permukaan anterior lamina di • Fusi antara spinal di tingkat L5 dan S1.
atasnya. Ligamentum flavum sebaiknya
• Fusi antara spinal di tingkat L4 dan L5
dipotong pada bagian atas lamina yang
yang disertai pemindahan pembuluh
lebih inferior dengan diseksi tajam atau
darah besar.
kuret (Gambar 2.51).
2. Insisi
• Setelah ligamentum flavum terlewati,
spatula tipis / nerve root disector
Pasien diposisikan tidur secara terlentang
ditempatkan di dalam struktur tersebut
yang memungkinkan adanya dua area
untuk melindungi dura.
yang bebas untuk insisi abdominal dan
• Saraf tulang belakang dapat sulit terlihat pengambilan crista iliaca anterior pada
akibat pecahnya vena. Perdarahan cangkok tulang. Dianjurkan untuk memasang
yang terjadi dapat dikontrol dengan kateter urin dan menggunakan mechanical
penekanan langsung atau menggunakan calf compression.
bipolar cautery (alat pemisah nerve root).
3. Landmark dan Insisi

• Palpasi daerah simfisis pubis. Daerah ini


berada di bawah abdomen setelah mons
pubis.
• Untuk menemukan simfisis pubis, dapat
diawali dengan mengidentifikasi tuberkel

BAGIAN II - Lumbal • 39
pubis. 4. Bidang Internervus
• Insisi awal dilakukan secara longitudinal
di garis tengah tubuh mulai tepat di Insisi di atas dapat diteruskan hingga
bawah umbilikus hingga tepat di atas processus xiphoideus, sebab garis tengah
simfisis pubis. tubuh tersebut diapit oleh otot abdominal
dengan inervasi oleh percabangan nervus
• Insisi berikutnya adalah perpanjangan
interkostal VII hingga XII.
dari garis lurus di bawah umbilikus
ke arah superior dengan membentuk
5. Diseksi Superfisial
lengkungan ketika melalui sisi kiri
umbilikus. Insisi berhenti sekitar 2-3 cm
• Insisi lapisan lemak subkutan hingga
di atas umbilikus (Gambar 2.55).
tampak lapisan fibrosa yang membungkus
m.rektus abdominis.
• Lakukan insisi lapisan fibrosa tersebut
pada bagian setengah bawah dari
permukaan yang terlihat akibat insisi
lapisan lemak sebelumnya (Gambar 2.56
A).
• Identifikasi m.rektus abdominis.
Kemudian, lakukan diseksi tumpul
pada otot tersebut dengan jari hingga
peritoneum terlihat (Gambar 2.56 B).
Gambar 2.55 • Insisi longitudinal pada garis
tengah di bawah umbilikus dan di atas simfisis. • Pasang forsep di sisi kanan dan kiri
Perluas insisi ke arah superior dan ke arah kiri (Gambar 2.57).
umbilikus.

A B

Gambar 2.56 • A) Di bawah insisi kulit, gunting melalui lemak untuk mencapai lapisan rektus
fibrosa. Insisi lapisan tersebut secara longitudinal. B) Dengan jari, pisahkan otot rektus abdominis di
garis tengah untuk mengekspos peritoneum

Diseksi Spinal • 40
Gambar 2.58 • Dengan satu tangan di dalam rongga
Gambar 2.57 • Pertahankan peritoneum abdomen untuk melindungi viseral, insisi lebih dalam
dengan forsep dan lakukan insisi. pada bagian setengah atas insisi, tetapi posisi tetap di
tengah untuk menggunting melalui linea alba.

• Ambil peritoneum yang berada di 6. Diseksi Dalam


tengahnya secara hati-hati dan hindari
adanya bagian organ viseral yang ikut • Tarik otot rektus abdominis ke lateral dan
tercubit (Gambar 2.57). kandung kemih ke distal menggunakan
retraktor Balfour (Gambar 2.59).
• Insisi peritoneum menggunakan
gunting menuju arah distal. Dalam hal • Ubah posisi meja operasi pada 30° posisi
ini, diperlukan kecermatan agar tidak Trendelenburg.
sampai mengenai kandung kemih.
• Pastikan bagian usus tetap dalam
• Insisi dilanjutkan pada bagian setengah rongga abdomen dengan mendorong ke
atas hingga bagian peritoneum teriris arah anterior dan memasang lap pad.
dan organ viseral terlihat (Gambar 2.58). Pemasangan lap pad sebaiknya tidak
sampai menekan pembuluh darah.
• Untuk mencegah insisi mengenai bagian
organ viseral, dua jari dari tangan yang • Penggunaan benang jahit yang diikatkan
lain dapat dimasukkan ke dalam rongga pada retraktor dapat dilakukan untuk
abdomen (Gambar 2.58). menarik uterus pada pasien wanita.
• Insisi linea alba yang memisahkan dua • Untuk mempermudah diseksi dan
otot rektus abdominis (Gambar 2.58). identifikasi terhadap saraf parasimpatetik
presakral di area ini, lakukan infiltrasi
• Insisi dilanjutkan terhadap bagian
menggunakan larutan salin pada jaringan
setengah atas peritoneum (Gambar 2.58).
di atas permukaan promontorium sakral.
• Insisi garis tengah pada peritoneum
posterior dikerjakan jika ingin

BAGIAN II - Lumbal • 41
menemukan celah diskus antara L5 & S1.
• Lakukan ligasi pada arteri sakral, yaitu
arteri yang melewati sisi anterior sakrum.
• Penting untuk berhati-hati agar tidak
sampai mengenai saraf-saraf tipis yang
melalui area ini.
• Identifikasi celah diskus antara L5 dan
S1 di bawah bifurkasio aorta. Identifikasi
dapat dibantu dengan meraba bagian
sudutnya yang lebih tajam atau dengan
bantuan image intensifier (Gambar 2.60
dan 2.61).
• Mobilisasi pembuluh darah besar
dikerjakan jika hendak mengoperasi
Gambar 2.59 • Gunakan retraktor self- bagian celah diskus antara L4-5 karena
retaining untuk retraksi otot rektus abdominis diperlukan lapang pandang lebih besar.
ke arah lareral dan ke distal kandung kemih.
Hati-hati saat memobilisasi dan meretraksi • Lakukan insisi pada peritoneum pada
usus pada posisi cephalad. Pertahankan basis kolon sigmoid dan lanjutkan
supaya tetap berada dalam rongga abdomen. mobilisasi kolon ke kanan atas.
Observasi peritoneum posterior yang berada
di bawah bifurkasio pembuluh darah besar • Setelah bifurkasio aorta, arteri dan vena
dan promontorium sakrum, kemudian insisi iliaca communis kiri, serta ureter kiri
peritoneum ke arah longitudinal. teridentifikasi, lakukan diseksi di kiri
aorta tepat di atas bifurkasio secara hati-
hati.

Gambar 2.60 • Retraksi peritoneum posterior


untuk menampilkan bufirkasio aorta dan vena Gambar 2.61 • Mobilisasi pembuluh darah
kava. Ligasi arteri sakrum tengah. Identifikasi besar yang dibutuhkan. Ekspos ruang diskus
pleksus presakral parasimpatetik. L5-S1 dari subposterior.

Diseksi Spinal • 42
• Lakukan ligasi pada pembuluh darah kiri • Prosedur harus dilakukan sehati-hati dan
setinggi lumbar ke-4 dan ke-5. seminimal mungkin serta menggunakan
• Geser pembuluh iliaca communis kiri ke blunt peanut dissector, tetapi tidak
kanan agar terlihat celah diskus L4-5 dan sampai menghambat mobilisasi struktur
ureter kiri ke lateral (bila dibutuhkan). yang ada.
• Catatan: • Untuk mengidentifikasi sekaligus
melindungi saraf-saraf di area ini, dapat
• Perlu diingat untuk selalu berhati-
diberikan larutan salin (Gambar 2.61 dan
hati akan terjadinya trombosis vena.
2.62).
• Perlu diperhatikan agar tidak
sampai terjadi perlukaan ureter kiri B. Pembuluh darah
atau striktur iskemik pascaoperasi • Arteri sacral media harus diikat agar
akibat mobilisasi berlebihan. tidak menimbulkan perdarahan di area
• Cara lain dapat diawali dari bawah L5-S1 (Gambar 2.60).
menuju bifurkasio. • Pembuluh darah yang berhubungan
• Umbilicus loop digunakan untuk dengan aorta dan vena kava inferior
mengisolasi arteri iliaca communis harus diligasi dan dipotong agar
dengan menempatkan alat ini di pembuluh darah besar tersebut dapat
sekeliling arteri. digeser dalam usaha menemukan celah
• Kedua arteri (kanan dan kiri) ditarik ke diskus L4-5 (Gambar 2.60).
arah kepala dan lateral hingga terlihat • Diseksi pembuluh darah yang
adanya vena iliaca communis. bersambungan dengan aorta tepat pada
• Lakukan diseksi pada percabangan vena percabangan antara keduanya harus
dan isolasi cabang kiri dari vena ini dihindari dan dilakukan secara hati-hati
dengan loop. Vena yang telah diisolasi ini untuk menghindari perdarahan masif.
kemudian digeser hingga celah diskus • Struktur vena yang dimobilisasi cukup
yang dikehendaki dapat terlihat. rapuh sehingga mudah mengalami
• Catatan: retraksi harus dilakukan trauma yang dapat mengarah pada
seminimal mungkin untuk menghindari trombosis.
trombosis vena (Gambar 2.62).
8. Memperluas Area Diseksi
7. Struktur yang Harus Diwaspadai • Perluasan Lokal
• Pelvis dapat terlihat jelas dengan
A. Persarafan menggeser posisi organ viseral.
• Kerusakan pada pleksus presakral dapat • Penampakan bagian yang lebih
mengganggu keberlangsungan fungsi tinggi akan lebih jelas bila dilakukan
seksual. Contohnya lesi area dalam pelvis mobilisasi pembuluh darah besar
dan distal sakrum mengakibatkan pasien secara hati-hati.
mengalami impotensi dan pada tingkat • Perluasan ekstensif untuk melihat bagian
L5-S1 dapat berakibat pada terjadinya diskus yang lebih tinggi sebaiknya dicapai
ejakulasi berbalik/retrograde. melalui pendekatan retroperitoneal.

BAGIAN II - Lumbal • 43
Gambar 2.62 • Visera abdomen
yang sudah diretraksi secara
proksimal dan retroperitoneum yang
sudah direksesi untuk menampilkan
pembuluh darah besar untuk
menampilkan bifurkasio, ureter, dan
pleksus presakral.

E. Diseksi Anterior
Retroperitoneal Lumbal

1. Posisi, Landmark, dan Insisi

Pasien diposisikan berbaring dengan posisi


supinasi pada meja radiolusen. Untuk
mencapai diskus vertebra L5-S1, landmark Gambar 2.63 • Landmark untuk mencapai
berada pada titik distal dari garis tengah retroperitoneal dengan akses minimal.
yang menghubungkan umbilikus dan simfisis
(Gambar 2.63). Karena posisi L5-S1 menurun, 2. Bidang Internervus
dibutuhkan insisi yang lebih distal untuk
mencapai diskus. Bidang ini terletak pada celah yang berada
di medial dan di bawah m. rektus abdominis.
Insisi diskus L4-5 umumnya dibuat tepat di Otot ini dipersarafi secara segmental.
atas diskus yang terletak beberapa sentimeter
dari umbilikus. L3-L4 terletak beberapa 3. Diseksi Superfisial
sentimeter proksimal dari umbilikus dan
insisinya juga dilakukan tepat di atasnya. Langkah-langkah untuk melakukan diseksi
Insisi transversal dapat dilakukan hanya superfisial adalah sebagai berikut.
jika sudah dilakukan satu insisi pada level
tertentu atau insisi untuk satu atau lebih level 1. Insisi dilanjutkan ke arah ventral dari
yang dapat berubah-ubah dengan bentuk fasia rektus (Gambar 2.64).
insisi longitudinal di garis tengah atau sedikit 2. Potong fasia rektus secara longitudinal
oblik. pada sisi medial (Gambar 2.65).

Diseksi Spinal • 44
Gambar 2.64 • Insisi dilanjutkan ke arah Gambar 2.65 • Fasia rektus yang dipotong
ventral fasia dari m. rektus abdominis. secara longitudinal ke sisi medial otot.

Gambar 2.66 • Identifikasi tepi medial


dan pengangkatan serta retraksi m. rektus Gambar 2.67 • Pembuluh darah epigastrik
abdominis untuk memaparkan fasia dorsal dan dipertahankan.
linea arkuata.
4. Diseksi Dalam
3. Setelah menemukan sisi medial, angkat
dan tarik rektus agar dapat menemukan
Untuk melakukan diseksi dalam, dilakukan
fasia dorsal dan linea arkuata (Gambar
langkah-langkah sebagai berikut.
2.66). Pembuluh darah epigastrik
inferior kemudian diidentifikasi dan 1. Lanjutkan diseksi tumpul ke arah
dipertahankan. kuadran kiri bawah hingga terlihat
lemak retroperitoneal yang di bawahnya
4. Untuk menciptakan bidang datar pada
terdapat m. psoas. Di atas m. psoas
dorsal rectus abdominis dan mendekati
dapat diidentifikasi cabang-cabang dari
kuadran bawah, dibuat diseksi tumpul.
n. genitofemoralis sementara di sisi
Linea arkuata dipotong supaya dapat
medialnya terdapat a. iliaka komunis.
membuka hingga proksimal L5 (Gambar
(Gambar 2.68)
2.67).

BAGIAN II - Lumbal • 45
Gambar 2.68 • Lanjutan diseksi tumpul Gambar 2.69 • Pendorongan jaringan
ke arah kuadran kiri bawah. lunak di depan diskus L5-S1 dan
promontorium sacrum ke arah medial.

2. Gunakan retraktor yang sesuai dengan 5. Struktur yang Harus Diwaspadai


arah dan ukuran insisi.
3. Peritoneum dan ureter yang dapat dilihat • Pleksus presakral yang sangat penting
pada sisi bawah peritoneum, diretraksi untuk fungsi seksual. Lakukan diseksi
ke arah medial sehingga v. liaka komunis dengan hati-hati dan tumpul sehingga
terlihat dorsal dari a. iliaka komunis seluruh jaringan lunak yang terletak
dan menyilang dari proksimal-lateral ke anterior diskus bergeser sebagai satu
distal-medial. Perlu diperhatikan agar kesatuan dengan retroperitoneum.
tidak merusak dinding vena yang tipis. Gunakan cauter bipolar dengan hati-hati.

4. Dorong jaringan lunak di depan diskus • Rantai persarafan simpatis yang


L5-S1 dan promontorium sakrum terletak di medial dalam psoas di
untuk membebaskan vena-vena sakral lateral corpus vertebrae terutama ketika
medial (Gambar 2.69) kemudian membuka proksimal L5.
lakukan clipping, kauterisasi dan ligasi • A. sakralis media dapat menjadi sumber
untuk memisahkan vena tersebut dan pendarahan yang perlu diperhatikan
memobilisasi vena iliaka kiri. pada vertebra L5-S1 dan harus diikat
5. Untuk mengekspos diskus L4-L5, diseksi (gambar 2.60).
berpindah ke proksimal pembuluh darah • Aorta dan vena cava inferior yang
iliaka. Buat bidang antara m. psoas dan menempel pada permukaan anterior dari
pembuluh darah iliaka. Identifikasi dan vertebra lumbal oleh pembuluh darah
lakukan ligasi/clipping vena iliolumbar lumbal, harus diligasi dan dipotong
asendens sebelum meretraksi vena iliaka. agar pembuluh darah besar dapat
diangkat menuju vertebra lumbal dan
memperlihatkan ruangan diskus L4-5.

Diseksi Spinal • 46
Perlu diperhatikan agar pemotongan 2. Insisi
tidak mengenai aorta. Mobilisasi dan
retraksi struktur vena perlu dilakukan Insisi secara longitudinal di garis tengah
dengan sangat hati-hati karena vena abdomen, tetapi melengkung untuk mengitari
mudah sekali mengalami kerusakan yang umbilikus. Garis perpotongan di bawah
berakibat pada trombosis. umbilikus akan berbentuk huruf ‘V’ dengan
sudut di garis tengah. Insisi tidak akan
6. Memperluas Area Diseksi memotong saraf kutaneus mayor yang berasal
dari segmen T7-12.
Pendekatan retroperitoneal dapat melalui
aspek distal T11 hingga S1. Semakin banyak 3. Diseksi Superfisial dan Struktur
diskus proksimal yang terekspos, semakin yang Harus Diwaspadai
besar kendali dan pemisahan pembuluh darah
yang perlu dilakukan untuk memobilisasi • Otot rektus abdominis terpisahkan
aorta dan vena cava. menjadi dua oleh linea alba dan
dibungkus oleh tiga lapisan fasia (Gambar
2.70 dan 2.71).
F. Struktur Anatomis pada
Diseksi Anterior Lumbal • Di sisi atas umbilikus lapisan ini terbagi
menjadi:
Pendekatan dari sisi anterior terdiri atas tiga
tahap. Pertama, tahap superfisial melibatkan • Aponeurosis dari internal oblique
diseksi terhadap kulit, jaringan subkutan, terpisah dan membungkus rektus
dan seterusnya hingga peritoneum. Kedua abdominis (Gambar 2.71b).
adalah tahap intermediate untuk mengeser • Aponeurosis dari external oblique
organ viseral abdomen. Terakhir, tahap dalam membentuk bagian lapisan anterior
berupa mobilisasi pembuluh darah besar, rektus abdominis (Gambar 2.71b).
iliaca communis, lumbar, ureter, dan pleksus
presakral. • Aponeurosis dari fascia transversus
abdominis membentuk bagian
1. Landmark lapisan posterior (Gambar 2.71b).

• Bagian bawah lapisan posterior disebut


• Umbilikus terletak superfisial di antara
garis semisirkular.
infrasternal notch dan simfisis pubis.
• Linea alba berupa lekukan di garis • Di bawah umbilikus seluruh aponeurosis
tengah abdomen yang memisahkan dua menuju anterior sehingga bagian
otot rektus abdominis di bagian atas posterior hanya berupa lapisan tipis
abdomen, tetapi tidak terlalu jelas di (Gambar 2.71c).
bagian bawah.
• Pembukaan bagian bawah lebih mudah
• Simfisis pubis adalah persendian dua dilakukan karena insisi bagian setengah
tulang pubis di garis tengah tubuh yang atas akan langsung membuka ke
bersifat tetap. peritoneum, sedangkan insisi bagian

BAGIAN II - Lumbal • 47
setengah bawah mengarah pada rektus celah diskus L5-S1 (Gambar 2.75).
abdominis (Gambar 2.71 dan 2.72).
• Struktur yang harus diwaspadai:
• Perlu diperhatikan bahwa otot rektus
abdominis bawah dan bagian posterior • Kerusakan pleksus saraf di anterior
fasia diperdarahi oleh arteri epigastrik L5-S1 yang merupakan bagian dari
inferior yang akan tetap aman jika insisi pleksus hipogastrik dan mendapat
dilakukan di garis tengah. inervasi simpatetik T11 hingga L3
mengakibatkan ejakulasi berbalik
• Kerusakan arteri ketika mobilisasi otot (retrograde) (Gambar 2.73 dan
dapat diatasi dengan pengikatan secara 2.74).
bebas.
• Pembedahan di sebelah anterior
dari sakrum tengah dan bawah
4. Diseksi Dalam dan Struktur yang
serta prosedur pada prostat
Harus Diwaspadai
dan rektal bawah berisiko
menyebabkan kerusakan pleksus
• Lakukan mobilisasi pembuluh darah saraf parasimpatetik yang berperan
lumbal melalui bagian kiri atau ke bagian untuk fungsi ereksi (Gambar 2.73
lateral di mana terdapat lebih banyak dan 2.74).
arteri daripada vena untuk mengekspos
celah diskus L4-5.
G. Diseksi Anterolateral
• Jika diskus lumbosakral tidak berada (Retroperitoneal) Lumbal
di dalam struktur percabangan dua
pembuluh darah iliaca communis yang 1. Kegunaan
membentuk huruf ‘V’ seperti umumnya,
lakukan mobilisasi pembuluh darah ini • Fusi spinal
untuk mencapai celah diskus L5-S1. • Drainase abses psoas dan kuretase
korpus vertebra yang terinfeksi
• Khusus di bagian kiri, vena iliaca
• Reseksi sebagian atau seluruh korpus
communis yang berdinding tipis berada
vertebra dan/atau diskus intervertebralis,
di bawah arterinya dan lebih dekat
serta cangkok tulang terkait
pada area pembedahan sehingga perlu
dilakukan mobilisasi pembuluh darah • Biopsi korpus vertebra apabila biopsi
sisi kiri dengan cermat (Gambar 2.74). jarum membahayakan atau tidak
memungkinkan
• Ureter yang berjalan di sepanjang otot
psoas kemungkinan perlu dimobilisasi 2. Posisi
ketika melakukan operasi pada celah
diskus L4-5 agar tidak menghalangi area Pasien diposisikan semilateral di atas meja
tersebut. operasi, dengan tubuh pasien membentuk
sudut 45˚-90˚ terhadap bidang horizontal
• Setelah melewati sendi sakroiliaka, dan menjauhi operator bedah. Posisi tersebut
ureter melekat pada dinding posterior harus dipertahankan selama operasi dengan
dan sudah cukup lateral dari area operasi

Diseksi Spinal • 48
Gambar 2.70 • Bagian anterior
dari lapisan rektus direseksi,
menampilkan serat dari rektus
abdominis. Berada distal dari
garis semisirkular, linea alba
berada di atas serat otot rektus
abdominis. Berada proksimal
dari linea semisirkular, linea
alba memisahkan otot rektus
abdominis dengan menempel
pada lapisan rektus sebagai awal
dari garis semisirkular.

Gambar 2.71 • (A) Otot rektus


abdomis yang sudah direseksi. C
Aspek posterior dari lapisan
rektus berada di distal umbilikus.
Bagian distal disebut garis
semisirkular. Linea alba menempel
pada lapisan rektus posterior
yang memisahkan otot rektus
abdominus proksimal dengan
garis semisirkular.
(B) Potong lintang pada garis
semisirkular. Perhatikan bawah
otot rektus abdominus diselimuti
oleh lapisan rektus yang terpisah
oleh linea.

BAGIAN II - Lumbal • 49
Gambar 2.72 • Lapisan
rektus posterior yang
sudah dihilangkan untuk
menampilkan peritoneum dan
visera abdomen.

Gambar 2.73 • Visera


abdominal yang
diretraksi proksimal dan
retroperitoneum yang
direseksi untuk mengekspos
pembuluh darah besar
pada bifurkasio, ureter, dan
pleksus presakral.

Diseksi Spinal • 50
Gambar 2.74 •
Bagian pembuluh
darah mayor yang
sudah direseksi
untuk mengekspos
bagian yang berada
di bawah diskus L5-
S1, promontorium
sakrum, dan pleksus
presakral yang
terdapat di atasnya.

Gambar 2.75 •
Osteologi dari aspek
anterior pelvis dan
spina lumbosakral.

BAGIAN II - Lumbal • 51
diinervasi segmental sehingga tidak ada
denervasi yang signifikan (Gambar 2.77).

5. Diseksi Superfisial

• Untuk menampakkan aponeurosis m.


obliqus internus, perdalam insisi melalui
lemak subkutan.
• Pisahkan aponeurosis tersebut searah
dengan seratnya, di bawah garis insisi
kulit.
Gambar 2.76 • Posisi pasien semilateral pada
pendekatan anterolateral lumbal. • Pada pasien yang sangat berotot, serat
otot m. obliqus eksternus dapat muncul
di bawah umbilikus sehingga otot
meletakkan kantung pasir di bawah panggul
tersebut harus dipisahkan tepat pada
dan bahu atau dengan kidney rest brace.
garis seratnya (Gambar 2.78).
Sudut tersebut membuat isi dari peritoneum
• Pisahkan m. obliqus internus pada
menjauhi lokasi insisi. Pilihan lainnya yakni
garis insisi dan tegak lurus dengan
dengan memposisikan pasien telentang
garis serat ototnya. Pemisahan tersebut
dan memiringkan meja operasi pada sudut
menyebabkan denervasi parsial. Hernia
45˚ terhadap bidang horizontal menjauhi
pascaoperasi dapat dicegah apabila otot
operator sehingga otot psoas tidak teregang.
tersebut ditutup dengan benar (Gambar
Arah pasien, ke kiri atau kanan, bergantung
2.79).
pada preferensi operator bedah untuk
• Pisahkan m. transversus abdominis
bekerja, yakni pada sisi aorta atau sisi cava
di bawahnya pada garis insisi untuk
(Gambar 2.76).
menampakkan ruang retroperitoneal
3. Landmark dan Insisi (Gambar 2.80, 2.81, 2.85, dan 2.86).
• Buat sebuah bidang antara lemak
Palpasi iga ke-12 sisi panggul yang sakit retroperitoneal dengan fasia yang berada
dan simfisis pubis. Palpasi pula tepi lateral di atas m. psoas dengan diseksi jari secara
m. rektus abdominis pada 5 cm lateral dari tumpul (Gambar 2.82).
garis tengah. Buat insisi oblik panggul yang • Dengan lembut, mobilisasi rongga
menurun dari setengah bagian posterior retriperitoneal beserta isinya dan tarik
iga ke-12 menuju m. rektus abdominis dan ke arah medial (Gambar 2.83). Penarikan
berhenti pada tepi lateral di tengah antara dari kuadran kanan bawah atau kanan
umbilikus dan simfisis pubis. atas bergantung pada sisi mana yang
akan dipaparkan.
• Letakkan retraktor Dever di atas isi dari
4. Bidang Internervus
peritoneum dan tarik ke arah kuadran
kanan atas bersama dengan ureter yang
M. obliqus eksternus, m. obliqus internus,
menempel longgar ke peritoneum.
dan m. transversus abdominis terpisahkan
tepat pada garis insisi. Ketiga otot tersebut

Diseksi Spinal • 52
Gambar 2.77 • Otot-otot abdominen anterior dan visera abdomen setelah transeksi dan diangkat
setinggi krista iliaka.

Gambar 2.78 • Insisi m. obliqus eksternus dan Gambar 2.79 • Pembagian m. obliqus internus
aponeurosis yang segaris dengan serat dan pada garis insisi dan tegak lurus dengan serat
insisi kulitnya. otot.

BAGIAN II - Lumbal • 53
Gambar 2.80 • Pemisahan m. transversus Gambar 2.81 • Identifikasi rongga peritoneum
abdominis segaris dengan insisi kulit. dan isinya di bagian anterior dan lemak
retroperitoneal di posterior.

Gambar 2.82 • Bidang antara


lemak peritoneal dan fasia di atas
m. psoas dengan menggunakan
diseksi jari secara tumpul.

Gambar 2.83 • Mobilisasi dan


retraksi rongga peritoneal beserta
isinya.

Diseksi Spinal • 54
6. Diseksi Dalam permukaan m. psoas ke medial untuk
mencapai permukaan anterolateral dari
• Identifikasi fasia dari m. psoas, tetapi korpus vertebra.
jangan sampai masuk ke dalam ototnya.
• Aorta dan vena cava akan ditemukan
Pada palpasi akan mudah ditemukan
terikat ke sisi pinggang korpus vertebra
abses psoas (jika ada).
oleh arteri dan vena lumbalis sehingga
• Dengan diseksi jari, masukkan psoas dari arteri dan vena lumbalis harus ditemukan
sisi lateral, telusuri rongga abses dengan pada korpus vertebra untuk memobilisasi
jari langsung ke dalam ruang diskus yang aorta dan vena cava dan mencapai
terinfeksi. Jika tidak ada abses, telusuri anterior korpus vertebra. Pastikan arteri
dan vena lumbal tidak terpotong sejajar
dengan aorta (Gambar 2.84 dan 2.87).
• Letakkan jarum pada diskus atau vertebra
lumbalis dan lakukan pencitraan untuk
mengidentifikasi lokasi secara presisi.

7. Struktur yang Harus Diwaspadai

Persarafan
Rantai simpatis terletak pada lateral
korpus vertebra dan paling medial dari m.
psoas. Nervus tersebut mudah diidentifikasi
apabila jaringan di anterior korpus vertebra
disingkirkan. N. genitofemoralis terletak
pada permukaan medial anterior dari m.
Gambar 2.84 • Ligasi pembuluh darah lumbal.
psoas serta menempel pada fasianya.

Gambar 2.86 • M. transversus abdominis


Gambar 2.85 • M. obliqus eksterna dan pascareseksi untuk memperlihatkan
interna pascareseksi. peritoneum dan lemak retroperitoneal.

BAGIAN II - Lumbal • 55
Gambar 2.87 • Otot-otot
abdomen dan visera abdominen
setelah dihilangkan untuk
memperlihatkan struktur
retriperitoneal.

Pembuluh darah 8. Memperluas Area Diseksi


Aa. dan vv. lumbal segmental harus diikat
untuk mencegah pendarahan berlebih. Pada Perluasan Lokal
pendekatan dari kanan, hati-hati untuk tidak Chest wound retractor dapat digunakan
meretraksi isi peritoneal dengan terlalu karena dapat tertahan secara otomatis dan
kuat karena dapat merusak vena cava. memberikan paparan sefal dan kaudal dengan
Sementara itu, aorta merupakan pembuluh sangat baik sehingga menghasilkan visibilitas
yang berdenyut, berjalan dari atas ke bawah, yang baik. Jika insisi kurang memaparkan
serta memiliki struktur yang lebih kuat dan vertebra yang dituju, lanjutkan diseksi ke arah
resisten terhadap kerusakan. posterior hingga ke serat m. latissimus dorsi
Ureter dan bila perlu ke m. quadratus lumborum.
Ureter berjalan dari aspek medial di antara Perluasan Ekstensif
peritoneum dan fasia m. psoas. Normalnya, Umumnya, inisisi terbatas pada vertebra
ureter berjalan ke depan menjauhi lapangan lumbalis bagian bawah, tetapi dapat dibuat
operasi. Apabila ragu, usap ureter dengan insisi paralel pada level yang lebih tinggi agar
lembut untuk menghasilkan peristaltis dapat mengakses vertebra lumbalis bagian
(Gambar 2.87). atas. Namun, proses ini memerlukan reseksi
iga dan cukup berbahaya karena dekat dengan
pleura dan ginjal sehingga harus dilakukan
bersama ahli bedah umum.

Diseksi Spinal • 56
Latihan Soal
1. Salah satu risiko dari retraksi pembuluh darah adalah...
a. Trombosis vena
b. Kolapsnya vena
c. Kerusakan struktur pembuluh darah

2. Fungsi larutan salin pada diseksi anterior lumbal adalah...


a. Membersihkan area
b. Menjaga kondisi struktur saraf-saraf
c. Melumasi organ viseral agar mudah digeser

3. Lesi pada saraf di area dalam dari pelvis menyebabkan pasien mengalami...
a. Kehilangan kemampuan berkemih
b. Disfungsi ereksi
c. Retrograde ejaculation

4. Umbilicus loop berfungsi untuk ... pada diseksi anterior lumbal.


a. Mengamankan arteri dan vena iliaca communis
b. Mengisolasi arteri iliaca communis
c. Menggeser vena iliaca communis

5. Mobilisasi pembuluh darah besar pada diseksi anterior lumbal diperlukan ketika hendak
melakukan pembedahan, terutama setingkat...
a. Diskus S1-2
b. Diskus L5-S1
c. Diskus L4-5

BAGIAN II - Lumbal • 57
BAGIAN 2

Torakolumbal
A. Diseksi Posterior Torakolumbal pada 3. Landmark
Pasien Skoliosis
Garis tengah dapat diidentifikasi dengan
1. Kegunaan bantuan belahan bokong (maka sebaiknya
digunakan penutup plastik bening di atasnya)
1. Operasi kasus skoliosis dan prosesus spinosus C7-T1. Kedua prosesus
2. Pengambilan tumor di vertebra posterior ini memiliki ukuran terbesar sehingga
3. Penggabungan spinal posterior, baik berguna untuk mencari lokasi dan level insisi.
secara ekstensif maupun terbatas
4. Stabilisasi fraktur pada vertebra 4. Insisi
5. Biopsi secara terbuka
1. Insisi dimulai di atas bagian toraks
2. Posisi dan lumbal yang akan dioperasi, lurus
mengikuti garis tengah.
Pasien tidur secara telungkup dan diberi 2. Meskipun garis sepanjang prosesus
bantalan panjang di sisi kanan dan kiri tubuh. spinosus melengkung pada skoliosis,
Bantalan pada dada dan spina iliaka anterior insisi tetap dilakukan di garis tengah
superior masing-masing membantu ekspansi untuk tujuan kosmetik.
dada dan meningkatkan aliran pleksus
venosus vertebra yang tidak memiliki katup 5. Bidang Internervus
ke vena cava (Gambar 2.88).
Insisi pada garis tengah mengurangi risiko
kerusakan cabang-cabang saraf primer
posterior dari spinal toraks dan lumbal yang
menginervasi otot paraspinal karena tidak
menyeberangi garis tengah.

6. Diseksi Superfisial

1. Lakukan palpasi untuk mengidentifikasi


apakah prosesus spinosus menyimpang
dari garis tengah.
2. Diseksi dilakukan tepat di tengah
Gambar 2.88 • Posisi pasien pada barisan prosesus spinosus dan otot-otot
pendekatan posterior torakolumbal. sekitarnya digeser ke sisi asalnya.

Diseksi Spinal • 58
3. Pada anak, apofisis prosesus spinosus 2. Diseksi dikerjakan mulai dari distal
dipisahkan dan didiseksi menggunakan ke proksimal sepanjang arah prosesus
elevator Cobb ke tiap sisi prosesus spinosus pada area toraks.
(Gambar 2.89). 3. Diseksi dibiarkan terbuka menggunakan
retraktor yang harus dipertahankan
7. Diseksi Dalam secara pribadi (Gambar 2.91).
4. Otot-otot rotatorik yang pendek
1. Diseksi subperiosteal digunakan untuk dipindahkan dari prosesus spinosus
memindahkan otot-otot paraspinal yang ke sisi ujung lamina dengan instrumen
sebagian terdapat di lamina dan prosesus Cobb. Kemudian, singkirkan otot-otot
spinosus (Gambar 2.90). dari lamina ke prosesus transversus
(Gambar 2.92)

Gambar 2.89 • Diseksi bagian tengah prosesus spinosus. Pada anak-anak, apofisis spinosus
dipisahkan secara longitudinal dan diseksi dengan elevator Cobb.

BAGIAN II - Torakolumbal • 59
Gambar 2.90 • Diseksi dilakukan
dari distal ke proksimal di area
toraks searah dengan serat-
serat otot sepanjang prosesus
spinosus.

Gambar 2.91 • Dengan diseksi


subperiosteal, pindahkan otot-otot
paraspinal dari prosesus spinosus
dan lamina.

Gambar 2.92 • Setelah menyingkirkan otot-otot paraspinal dari prosesus spinosus, lamina, dan
prosesus transversus, diseksi dibiarkan terbuka dengan retraktor.

Diseksi Spinal • 60
8. Struktur yang Harus Diwaspadai 4. Alternatif lain untuk menemukan lokasi
secara tepat adalah menempatkan
1. Kerusakan pada cabang-cabang primer penanda pada prosesus spinosus untuk
saraf posterior yang keluar dari antara kemudian dilakukan leveling dengan
prosesus transversus tidak berbahaya bantuan image intensifier.
karena inervasinya pada otot paraspinal 5. Otot-otot lumbar mungkin akan
bersifat tumpang tindih antara satu dilepaskan dari tiap level vertebra, dapat
segmen dengan segmen lainnya. mulai dari arah distal ke proksimal atau
2. Perdarahan dapat terjadi saat otot sebaliknya.
dilepaskan dari prosesus transversus 6. Untuk melepaskan kapsul sendi dari
karena otot-otot paraspinal diperdarahi faset yang mengarah ke atas atau bawah
oleh pembuluh darah segmental yang dan melanjutkan diseksi secara lateral ke
berasal dari aorta. prosesus transversus, digunakan elevator
Cobb disertai osteotom berukuran
9. Memperluas Area Diseksi setengah inci.

1. Tindakan lokal:
• Untuk memperluas area, dapat
digunakan self-retaining retractor B. Struktur Anatomis pada Diseksi
dan dilakukan diseksi ke arah ujung Posterior Torakolumbal
prosesus transversus.
• Insisi diperluas satu vertebra lebih Otot-otot torakolumbal terdiri atas tiga
atas atau bawah jika area tersebut lapisan, yakni lapisan superfisial, lapisan
amat rapat. tengah dan lapisan dalam. Lapisan superfisial
2. Tindakan ekstensif terhadap insisi dapat sendiri terdiri dari lapisan teratas, yakni m.
diperluas untuk seluruh spinal karena trapezius dan m. latissimus dorsi serta lapisan
saraf-saraf pada otot paraspinal yang lebih dalam, yakni m. romboideus mayor dan
tidak melintasi garis tengah tubuh akan minor. Otot di lapisan superfisial diinervasi
tetap aman. oleh nervus perifer dan tidak diganggu oleh
diseksi garis tengah. Lapisan tengah terdiri
10. Titik Spesial atas m. serratus posterior superior dan m.
serratus posterior inferior yang kecil dan
1. Untuk mendapatkan lokasi anatomis terletak di lateral tulang belakang. Lapisan
yang tepat, lebih dulu dapat dicari arah dalam terdiri atas m. sakrospinalis dan lapisan
sendi faset, iga terakhir, dan prosesus oblik yang terdiri atas otot-otot semispinal,
transversus lumbar pertama. multifidus dan rotator.
2. Prosesus transversus L1 terletak
setingkat lebih distal dari iga ke-12. 1. Landmark
3. Bagian dari sendi faset T12 yang
berorientasi ke kaudal merupakan 1. Prosesus spinosus C7 dan T1 dapat
sendi faset lumbal, sedangkan yang dikenali sebagai prosesus terbesar
beriorientasi ke sefalad adalah sendi dengan T1 berukuran sedikit lebih besar
faset torakal. dari C7. C7 dan T1 mengarah langsung

BAGIAN II - Torakolumbal • 61
ke posterior dengan angulasi kaudal
minimal dan mudah terpalpasi.
2. Prosesus spinosus C5 juga memiliki
angulasi kaudal minimal dan mudah
terpalpasi tetapi sulit dibedakan dengan
processus spinosus lainnya yang
seukuran.
3. Celah gluteal mudah terlihat berjalan di
antara protuberansia dan m. gluteal.

2. Insisi

Sisi posterior tulang belakang lebih tebal


dibandingkan dengan anterior. Insisi bagian
belakang akan meninggalkan bekas luka yang
lebih halus karena tegangan bagian tersebut
hanya sedikit. Kulit di regio lumbal dan
toraks sembuh dengan baik meskipun dengan Gambar 2.93 • Otot-otot punggung.
diseksi subkutan. Dimple kulit di atas krista
iliaka atau iga tidak akan muncul selama
pendarahan lebih lanjut jika tidak hati-
lapisan jaringan lemak turut diambil.
hati dalam menggunting otot.

3. Diseksi Superfisial dan


4. Diseksi Intermedia
Struktur yang Harus Diwaspadai
1. Lapisan dalam punggung terdiri atas
1. Lakukan diseksi dengan mendekati
bagian superfisial dan dalam. Bagian
ujung prosesus spinosus tepat di garis
superfisial terdiri atas m. sacrospinalis
tengah. Hal tersebut dilakukan karena
(m. erector spinae) yang berjalan
ujung prosesus spinosus pada regio
longitudinal. Di daerah lumbal, otot ini
toraks lebih sempit dan ditempeli oleh
tunggal sementara pada daerah toraks,
lebih banyak otot dibandingkan pada
otot terbagi menjadi tiga unit, yakni
regio lumbal. Selain itu, perdarahan
spinalis, longissimus dan iliokostalis,
lebih banyak terjadi di regio toraks
secara berurutan dari medial ke lateral.
karena penempelan langsung serat otot
Bagian dalam dari lapisan terdalam
trapezius dan romboideus dibandingkan
memiliki tiga lapisan lagi, yakni
dengan area lumbal yang ditempel
kelompok superfisial, menengah, dan
oleh fasia lumbdosakral yang avaskular
dalam. Kelompok superfisial terdiri atas
(Gambar 2.93).
m. semispinalis yang terentang sekitar
2. Pada pasien skoliosis dengan rotasi
lima segmen dari origo ke insersinya.
ekstensif korpus vertebra, otot-otot
Kelompok menengah, yakni otot-otot
paraspinal pada sisi konveks kurva
multifidus yang terentang sekitar tiga
dapat mengumpul dan bergulung di atas
semen. Kelompok dalam terdiri atas
prosesus spinosus dan menyebabkan

Diseksi Spinal • 62
m. rotator yang berjalan di segmen terdekat 2. M. rotator berjalan dari arah lateral ke
(Gambar 2.93, 2.94, dan 2.95). medial sehingga ujung distalnya berada
di lateral. Sudut yang dibentuk antara
otot dan insersinya menyebabkan otot
lebih mudah dilepaskan dari arah kaudal
ke sefalad. Selain itu, m. paraspinal lebih
mudah dilakukan diseksi bebas dari
prosesus spinosus dari arah distal ke
proksimal. Otot rotator pendek mudah
dilepaskan dan didiseksi ke arah lateral
menuju prosesus transversus (Gambar
2.90 dan 2.95).
3. Prosesus transversus harus dilepaskan
dari otot dengan arah distal ke proksimal.
Prosesus transversus semakin besar
berurutan dari T12 ke T1.
4. Diseksi bedah intermedia menjauhi
lapisan tengah dari otot-otot punggung.
5. Rami posterior dari nervus toraks dan
Gambar 2.94 • Sistem sakrospinalis lumbal dapat terlukai selama diseksi otot
pascareseksi untuk memperlihatkan bagian terutama di lateral prosesus transversus.
dalam dari lapisan dalam punggung.
Kehilangan satu atau dua rami primer
dapat menyebabkan denervasi parsial
otot paraspinal. Akan tetapi, karakteristik
nervus tersebut yang saling tumpang
tindih mencegah denervasi total. Retraksi
lateral dan kauterisasi yang berlebihan
dapat pula menyebabkan denervasi otot.
6. Pembuluh darah segmental langsung
bercabang dari aorta di daerah lumbal
dan toraks, terletak di antara prosesus
transversus dekat dengan rami posterior
primer dan berperan sebagai penyedia
suplai darah utama untuk otot paraspinal.
Kauterisasi tidak menyebabkan
gangguan suplai darah signifikan, namun
apabila pembuluh ini terpotong maka
harus diikat atau dikauterisasi agar tidak
menyebabkan pendarahan pascaoperasi
(Gambar 2.96, lihat pula gambar 2.90 dan
Gambar 2.95 • Reseksi otot lebih jauh untuk 2.93).
memperlihatkan otot-otot dalam di lapisan
dalam.

BAGIAN II - Torakolumbal • 63
A

Gambar 2.96 • (A) Penampang melintang selevel vertebra toraks. (B) Penampang melintang selevel
vertebra lumbal.

Diseksi Spinal • 64
5. Diseksi Dalam Dura ini harus dilindungi dan apabila
terdapat robekan, harus ditutup (Gambar
1. Sendi faset lumbal dan kapsulnya 2.97 dan 2.98).
berukuran lebih besar dan lebih 3. Prosesus asendens yang berbentuk
menonjol ke arah posterior dibandingkan seperti cangkir berada paling dekat
dengan sendi faset torakal. Sendi faset dengan akar nervus lumbal. Ujung medial
lumbal berada di bidang sagital (Gambar dari faset asendens yang mengalami
2.96B), dengan kapsul yang menyala artritis dapat menekan nervus di dalam
berwarna keputihan dan kontinu dengan foramennya. Jika susunan anatomis
ligamentum flavum yang berwarna sendi faset tetap dipertahankan selama
kuning-keputihan (Gambar 2.96A). Sendi foraminotomi, nerve root akan tetap
faset biasanya mudah terkena selama aman. Nerve root harus dilindungi ketika
pengambilan kapsul sendi. bagian medial dari prosesus asendens
2. Ligamentum flavum menutupi dura yang dilepaskan (Gambar 2.96B).
berwarna biru-keputihan dan lapisannya.

Gambar 2.97 •
Anatomi tulang spina
lumbosakralis dan
aspek posterosuperior
pelvis. Perhatikan
kapsul sendi faset,
ligamentum flavum,
dan ligamen-ligamen
interspinosus.

Gambar 2.98 • Potongan sagital


lamina dan vertebral lumbalis.
Perhatikan origo dan insersi dari
ligamentum flavum, ligamentum
supraspinosus, dan ligamentum
interspinosus.

BAGIAN II - Torakolumbal • 65
Latihan Soal
1. Lapisan dalam otot-otot posterior tulang belakang regio toraks dan lumbal terdiri atas otot-
otot…
a. M. serratus posterior superior dan M. serratus posterior inferior
b. M. sakrospinalis, otot-otot semispinalis, multifidus dan rotator
c. M. trapezius, m. latissimus dorsi, dan m. rhomboid mayor dan minor

2. Prosesus spinosus C7 dapat dibedakan dengan T1 dengan karakteristik…


a. T1 lebih besar dari C7
b. Memiliki angulasi kaudal minimal
c. Mudah dipalpasi dari posterior

3. Posisi yang benar untuk mengekspos bagian ruang vertebra C1-2 adalah..
a. Ujung dari prosesus spinosus torakal lebih sempit dibandingkan dengan lumbal
b. Diseksi region torakal lebih banyak langsung mengenai fascia otot
c. Lebih banyak serat otot dari lapisan superfisial yang menempel langsung pada tulang
belakang

4. Berikut ini hal yang dapat terjadi salah sat apabila rami primer posterior dari nervus torakal
dan lumbal terluka pada diseksi…
a. Terjadi denervasi total otot-otot paraspinal
b. Terjadi denervasi parsial otot-otot paraspinal
c. Tidak terjadi denervasi otot-otot paraspinal

5. Dibandingkan dengan sendi facet lumbal, sendi facet torakal…


a. Berukuran lebih besar
b. Lebih menonjol ke arah posterior
c. Berbentuk lebih mendatar

Diseksi Spinal • 66
BAGIAN 3

Minimal Invasive Spinal Injury (MISS)


A. Minimal Invasive Spinal instrumen
Injury (MISS) : Pendahuluan • memperlihatkan posisi relatif instrumen
agar dapat divisualisasikan secara presisi
Pendekatan pembedahan secara invasif
minimal semakin populer dalam beberapa 1. Keuntungan Metode MISS
dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh
beberapa kelebihan yang ditawarkan. Secara • Aspek kosmetik yang lebih baik akibat
umum, belum ada kesepakatan universal ukuran insisi yang lebih kecil. Pada
untuk mendefinisikan minimally invasive beberapa kondisi, insisi yang dibuat
spine surgery (MISS). dapat hanya sebesar 2 cm.
Pada buku ini, definisi yang digunakan • Lebih sedikitnya volume darah pasien
adalah “segala jenis pembedahan tulang yang terbuang selama prosedur
belakang yang secara spesifik bertujuan berlangsung.
meminimalkan kerusakan jaringan.” • Mengurangi risiko kerusakan otot.
Dengan demikian, MISS dapat dikategorikan • Mengurangi risiko infeksi dan nyeri
berdasarkan efek terapinya menjadi: pascaoperasi.
1. Prosedur injeksi • Waktu pemulihan yang dibutuhkan lebih
2. Prosedur dekompresi singkat.
3. Prosedur instrumentasi dan fusi, dan • Upaya rehabilitasi yang diperlukan lebih
4. Prosedur augmentasi korpus vertebra sedikit.
dan prosedur nonfusi • Meminimalisasi ketergantungan
analgesik pascaoperasi.
Selain itu, MISS juga dapat dikategorikan
berdasarkan teknologi atau pendekatan yang 2. Komplikasi dari MISS
digunakan menjadi (1) prosedur perkutan,
(2) prosedur torakoskopi/laparoskopi Seiring dengan keuntungan yang ditawarkan,
(endoskopi), (3) pembedahan melalui tabung, MISS juga memiliki beberapa risiko, seperti
dan (4) prosedur insisi minimal. adanya kemungkinan reaksi hebat terhadap
Teknologi yang semakin berkembang obat anastesi, perdarahan yang tidak terduga,
memungkinkan ahli bedah untuk infeksi lokal, dan lain-lain. Berikut ini
meminimalkan dampak invasif intraoperatif komplikasi yang dapat timbul sebagai akibat
dengan computer-assisted orthopaedic dari prosedur MISS.
surgery. Teknik bedah ini berperan sebagai • Infeksi pascaoperasi
navigasi spinal yang memiliki berbagai fungsi: • Nyeri persisten pada lokasi pencangkokan
• memetakan tulang belakang (graft site)
• mengukur lokasi spasial dari posisi

BAGIAN III - MISS • 67


• Rekurensi gejala awal
B. Persiapan Kamar Operasi
• Pseudoartrosis
• Kerusakan saraf
1. Pengaturan Ruangan dan
• Blood clots pada tungkai
Mikroskop
3. Kondisi yang Dapat Ditangani MISS
Ruangan operasi harus cukup besar, sehingga
Meskipun memiliki banyak keuntungan, dapat memuat mikroskop, peralatan video,
tidak semua kondisi patologis pada tulang c-arms, dan tim bedah. Meja pasien biasanya
belakang dapat ditangani dengan MISS. Pada diposisikan di tengah dan diatur sedemikian
beberapa kondisi, prosedur bedah terbuka rupa, sehingga memungkinkan operator
memiliki efektivitas yang lebih baik. Berikut bedah bergerak sefleksibel mungkin. Posisi
ini merupakan sebagian contoh kondisi, yang mikroskop bergantung pada susunan tuas-
umumnya, dapat ditangani dengan MISS. lengan mikroskop dan sambungan unit
• Penyakit degeneratif diskus vertebra optiknya. Apabila konfigurasinya kurang
• Herniasi diskus vertebra nyaman bagi ahli bedah, mikroskop dapat
• Stenosis vertebra lumbal diletakkan di sisi asisten. Tinggi meja perlu
• Deformitas (skoliosis) disesuaikan, sehingga siku operator bedah
• Infeksi vertebra berada dalam posisi nyaman, yakni sembilan
• Instabilitas vertebra puluh derajat
• Fraktur kompresi vertebra
• Tumor spinal 2. Perlengkapan Audio-Visual

4. Proses Penyembuhan Perlengkapan audio-visual standar terdiri atas


layar TV beresolusi tinggi dengan perekam
Waktu yang dibutuhkan pasien untuk videotape digital atau perekam DVD. Kamera
pulih dari luka akibat prosedur bervariasi, 3-chip digital dipasangkan ke salah satu
tergantung pada faktor individu dan jenis tabung mikroskop dan tersambung dengan
prosedur yang digunakan. Namun, secara alat perekam. Pencahayaan di ruang operasi
umum pasien MISS dapat dipulangkan harus redup untuk meningkatkan lapang
dari rumah sakit dalam 2-3 hari. Nyeri pandang operasi. Dokumentasi prosedur
pascaoperasi yang timbul juga lebih ringan pembedahan penting direkomendasikan,
dibandingkan dengan yang ditimbulkan bukan hanya untuk alasan medikolegal,
oleh prosedur bedah konvensional. Untuk melainkan juga agar seluruh tim bedah dapat
mempercepat pemulihan secara sempurna, mengikuti keseluruhan prosedur secara tepat
pasien dapat diresepkan terapi fisik yang dan efisien
disesuaikan dengan jenis prosedur yang dijalani.

Diseksi Spinal • 68
ini digunakan Kerrison punches.
C. Instrumen-Instrumen yang
Diperlukan
D. High-Speed Burr
1. Klasifikasi Digunakan untuk masuk ke kanal spinal
dan memperluas kanal tersebut, sehingga
Instrumen yang digunakan untuk operasi dapat menyingkirkan korteks tulang. Selain
mikro pada spinal dikelompokkan menjadi itu, instrumen ini dapat meningkatkan
dua yaitu kelompok yang digunakan pada hemostasis karena menimbulkan perubahan
kulit hingga kanal spinal dan kelompok yang suhu.
digunakan pada kanal spinal hingga ruang
diskus intervertebra. E. Alat untuk irigasi dan menyedot
• Irigasi untuk menghindari reaksi
2. Instrumen yang Digunakan pada hipertermia akibat prosedur mekanik
Kulit-Kanal Spinal lokal.
• Penyedot untuk menghilangkan cairan
A. Instrumen untuk membuat perlukaan irigasi yang dilakukan terus menerus.
• Skalpel untuk membuka kulit hingga ke
jaringan subkutan. 3. Instrumen untuk
• Forceps untuk retraksi kulit dan jaringan. Membuka Jaringan
• Retraktor untuk mempertahankan kulit
tetap terbuka. A. Disektor, Kait, dan Retraktor Manual
• Gunting jaringan untuk membuka fasia. • Disektor untuk eksplorasi kanal spinal
• Elevator periosteal tajam untuk diseksi dan mobilisasi jaringan lemak, saraf, dan
tajam ketika harus melepaskan otot pembuluh darah epidural.
paravertebral dan ligamen. • Kait untuk mengeksplorasi kanal spinal
• Retraktor tumpul dengan koagulasi dan mencari struktur yang mengalami
bipolar untuk diseksi tumpul ketika dislokasi atau yang berada posisi salah
harus melepaskan otot paravertebral dan seperti fragmen dari herniasi diskus.
ligamen. • Pisau mikro Bayonet-shaped untuk
• Gunting normal atau mikro untuk membuka ruang intervertebra.
diseksi tumpul dalam melepaskan otot
paravertebral dan ligamen. B. Rongeurs, Osteostome, dan Kuret
• Bayonet-shaped roungers dengan ujung • Rongeurs untuk menyingkirkan jaringan
tumpul untuk menyingkirkan debris yang lunak pada saat ruang intervertebra
jaringan lunak sisa. sudah dibuka.
• Osteostome untuk memahat jaringan
B. Refraktor yang keras pada tulang patologis,
• Digunakan untuk mempertahankan seperti kalsifikasi pada herniasi diskus
daerah operasi agar tetap terbuka. intraspinal. Selain itu, instrument ini juga
digunakan untuk menipiskan lamina dari
C. Punches dalam.
Digunakan untuk menyingkirkan ligamentum • Kuret digunakan untuk mengerok end-
flavum dari hemi lamina di sekitarnya. Saat plate dan materi diskus dari celah diskus

BAGIAN III - MISS • 69


intervertebralis. masing pembuluh darah yang ada pada level
tertentu tulang belakang. Adanya bekas operasi
C. Mikro instrumen di daerah target juga dapat memengaruhi
• Miniatur dari alat-alat operasi dibutuhkan ahli bedah dalam menentukan strategi untuk
karena ruang kanal spinal terbatas. mengakses daerah tersebut.
Pemegangan alat yang dibantu dengan
lubang juga menjadi lebih optimal. E. Cara Kerja MISS
Selain itu, ukurannya yang mikro dapat
mengurangi berat alat saat dipegang. Hal Dalam mengakses tulang belakang dan
ini membantu saat melakukan operasi diskus intervertebra, MISS mengandalkan
dalam. penggunaan instrumen-instrumen berukuran
kecil yang dimasukkan melalui luka insisi
D. Kauter berukuran kecil untuk menyingkirkan otot
• Dengan menggunakan bipolar Bayonet- dan jaringan lunak lain. Instrumen pemandu
shaped, alat ini dapat mengontrol (guiding) dan/atau kamera video miskropis,
perdarahan jaringan lunak ekstraspinal apabila diperlukan, juga dimasukkan melalui
dari pembuluh darah epidural dengan insisi tersebut.
segera. Instrumen ini juga dapat Pada MISS terdapat beberapa metode
digunakan untuk mereduksi adesi. yang umum digunakan untuk meminimalisasi
trauma, sebagai berikut.
D. Persiapan Pencitraan
1. Penggunaan Tabung Retraktor
Imaging atau pencitraan diperlukan
sebagai bagian dari persiapan praoperasi agar Dalam teknik ini, cara yang digunakan untuk
topografi dan volumetri dari target menjadi membuka jalan penglihatan adalah dilatasi
jelas. Pencitraan yang dilakukan biasanya terdiri progresif oleh tabung retraktor sehingga otot
dari lebih dari satu modalitas, seperti MRI, CT- dan jaringan lunak lain terdorong menjauhi
scan, dan sebagainya. Pada diseksi anterior lapang pandang. Dengan teknik ini, diseksi
tulang belakang, misalnya, pengetahuan tentang otot dapat diminimalisasi. Melalui tabung
topografi ruang paravertebra tentunya menjadi tersebut, operator dapat menggunakan
penting karena retraksi pembuluh darah pada endoskopi atau mikroskop untuk membantu
pravertebra merupakan tahap pembedahan penglihatan.
yang krusial untuk memeroleh penampakan
lingkar anterior lumbal. Pencitraan menjadi 2. Pemasangan Sekrup dan Rod
penting pula karena MISS pada prinsipnya tidak Perkutan
memungkinkan paparan yang luas dan mobilisasi
terhadap pembuluh darah tersebut, sehingga Pada pasien tertentu, penggunaan sekrup
dapat secara tidak langsung meningkatkan dan rod dibutuhkan untuk meningkatkan
risiko kerusakan pada cabang-cabang masuk stabilisasi tulang belakang. Apabila dilakukan
atau keluar pada pembuluh darah. dengan cara konvensional, pemasangan ini
Dengan menggunakan color-coded CT-scan 3 memerlukan eksisi yang cukup ekstensif.
dimensi, topografi vaskular dapat diperlihatkan Teknik pemasangan sekrup dan rod
dengan jelas, bahkan hingga anatomi masing- perkutan memungkinkan operator untuk

Diseksi Spinal • 70
tidak mendiseksi otot ataupun jaringan lunak bawahnya hingga membentuk akses berupa
di bawah area insisi. Melalui insisi tersebut, kanal menuju kolumna spinalis. Tabung
kawat pemandu dimasukkan hingga mencapai retraktor akan dibiarkan pada posisi ini
bagian tulang belakang yang akan menjadi selama berlangsungnya prosedur untuk
lokasi pemasangan. Kawat tersebut akan mempertahankan terbukanya otot yang
menjadi jalan untuk memasukkan sekrup dan dilaluinya. Area insisi dan penempatan tabung
rod. Setelah sekrup dan rod terpasang, kawat retraktor ditentukan dengan menggunakan
pemandu dikeluarkan dari tubuh pasien. panduan dari fluoroskopi.

3. Akses Lateral

Pada beberapa kondisi, terutama yang


melibatkan vertebra lumbal, menggunakan
pendekatan lateral untuk mengakses tulang
belakang dapat mengurangi rasa nyeri
karena pada sisi ini jumlah otot yang menjadi
penghalang menuju tulang belakang lebih
sedikit. Untuk melakukan pendekatan ini,
pasien diposisikan berbaring pada salah satu
sisi.

4. Akses Torakoskopi Gambar 3.00 • Tubular dilator digunakan


untuk membuat akses menuju tulang
Prosedur bedah terbuka konvensional belakang.
memerlukan insisi berukuran besar serta
pengangkatan satu atau lebih iga untuk dapat Kanal yang dibentuk oleh tabung
mengakses vertebra toraks dari anterior. retraktor akan menjadi akses bagi instrumen
Pada teknik torakoskopi, insisi berukuran operator untuk mencapai tulang belakang
besar tersebut digantikan oleh insisi multipel serta menjadi jalan untuk mengeluarkan
berukuran kecil sebagai portal untuk komponen yang perlu dieksisi. Beberapa
memasukkan instrumen-instrumen dan prosedur memerlukan lebih dari satu tabung
kamera yang diperlukan untuk mengoperasi retraktor. Selama prosedur berlangsung,
tulang belakang. fluoroskopi membantu operator untuk
melihat kondisi tulang belakang secara
F. Dekompresi Vertebra dengan MISS real time. Mikroskop juga digunakan untuk
memagnifikasi lapang pandang operasi.
Dekompresi maupun fusi tulang belakang
Pada akhir prosedur, otot-otot yang pada
dengan metode MISS dilakukan menggunakan
awalnya tersingkap akan kembali ke posisi
instrumen khusus, yaitu tabung retraktor
semula setelah tabung retraktor dikeluarkan
(tubular retractors). Diawali dengan
dari tubuh pasien. Dengan cara ini, kerusakan
insisi kecil, tabung retraktor dimasukkan
otot dapat diminimalisasi.
ke dalam kulit dan jaringan lunak di

BAGIAN III - MISS • 71


Disektomi Lumbal

Disektomi lumbal merupakan salah satu


prosedur dekompresi pada MISS. Dekompresi
adalah upaya untuk menghilangkan sumber
tekanan (kompresi) pada nervus spinalis,
baik yang berasal dari tulang maupun diskus
(herniasi). Pada diskektomi, diskus yang
menjadi sumber penekan nervus spinal
diangkat.
Pasien diposisikan pronasi dan insisi
dibuat pada area diskus yang herniasi.
Pada beberapa kasus, insisi dapat dibuat
kurang dari 2,5 cm. Melalui tabung retraktor,
sebagian kecil lamina tulang dikeluarkan
untuk memberikan lapang pandang bagi
operator. Selanjutnya, operator melakukan
retraksi pada nervus dan mengeluarkan
diskus yang rusak serta menggantinya dengan
Gambar 3.01 • Mikroskop operator berperan
graft material.
dalam memagnifikasi lapang pandang selama
prosedur berlangsung.

Gambar 3.02 • Kiri: ilustrasi diskus intervertebra yang normal. Kanan: gambaran MRI dari diskus
intervertebra beserta struktur anatomis di sekelilingnya.

Diseksi Spinal • 72
yang telah diangkat dan memasang sekrup
G. Fusi Vertebra dengan MISS
untuk memperkokoh struktur. Substitusi
diskus intervertebra dengan interbody device
Fusi lumbal dengan MISS dapat dilakukan
ini bertujuan untuk memberikan celah yang
melalui pendekatan posterior, anterior
cukup bagi radiks nervus spinal
(melalui abdomen), maupun dari lateral.
Dengan menggunakan metode MISS, besar
luka insisi dapat diminimalisasi dari 15-
12,5 cm menjadi 5 cm. Ukuran insisi yang
lebih kecil ini berarti mengurangi jumlah
kerusakan jaringan dan mereduksi rasa nyeri
pascaoperasi. Namun, sebagaimana pada
prosedur fusi tulang belakang lainnya, pada
metode MISS juga terdapat risiko malunion.
Beberapa teknik fusi yang sering
digunakan pada prosedur MISS adalah:
• Transforaminal lumbar interbody fusion
(TLIF)
• Lateral lumbar interbody interfusion
(LLIF) Gambar 3.03 • Pada teknik TLIF, tabung
• Minimally posterior lumbar interbody retraktor ditempatkan di kedua sisi tulang
fusion (PLIF) belakang.
• Minimally invasive lateral interbody fusion
• Minimally invasive posterior thoracic
fusion

Transforaminal Lumbar Interbody


Fusion

Metode fusi lumbal MISS yang cukup umum


digunakan adalah transforaminal lumbar
interbody fusion (TLIF). Pada teknik ini, akses
yang digunakan operator berada sedikit
ke lateral sehingga meminimalisasi nervus
spinal yang harus dipindahkan.
Pasien diposisikan pronasi dan tabung
retraktor ditempatkan pada kedua sisi tulang
belakang. Cara ini dapat mencegah rusaknya
ligamen dan tulang di sekitar area operasi. Gambar 3.04 • Retraktor tubular digunakan
Melalui dua retraktor tersebut, operator untuk memisahkan otot dan membuka jalan
dapat mengangkat lamina dan diskus, penglihatan
kemudian menempatkan interbody device
dan bone graft untuk menggantikan diskus

BAGIAN III - MISS • 73


Lateral Lumbar Interbody Fusion

Prosedur ini, terkadang, disebut juga sebagai


transpsoas interbody fusion, direct lateral
interbody fusion (DLIF), atau extreme lateral
interbody fusion (XLIF). Pada ketiganya,
prosedur sama-sama dilakukan untuk
menangani nyeri punggung bawah. Sebelum
memulai prosedur, pasien diposisikan
pronasi. Dengan begitu, operator dapat
mengakses tulang belakang dari sisi lateral
untuk meminimalisasi kerusakan jaringan.
Teknik ini umum dilakukan untuk menangani
kasus sebagai berikut.
• Penyakit degeneratif pada diskus
intervertebra
• Herniasi diskus
• Skoliosis degeneratif
Gambar 3.05 • Melalui tabung retraktor, • Low-grade spondilolistesis
instrumen kecil digunakan untuk membuang
diksus yang herniasi. Sekrup yang ditempatkan
pada tulang, juga melalui tabung retraktor,
berguna untuk memperkokoh struktur tersebut

Gambar 3.06 • Post operatif X-Ray vertebra torakolumbal dalam proyeksi AP dan lateral
menggunakan metode MISS. Metode MISS dapat memperkecil jarak penempatan antar
sekrup sehingga meminimalisasi luka insisi.

Diseksi Spinal • 74
Minimally Posterior Lumbar 2. Tahap Praoperasi
Interbody Fusion
Pemeriksaan fisik pada spinal untuk menilai
Pada prinsipnya, teknik ini memiliki tujuan kontur yang abnormal dan habitus pasien
yang sama dengan teknik yang telah yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
disebutkan sebelumnya, yaitu mengangkat neurologis. Pemeriksaan radiologi dengan CT-
herniasi diskus intervertebra atau menangani scan posisi sagital dan koronal untuk menilai
instabilitas tulang belakang akibat penyakit diameter dan sudut pedikel penting dalam
degeneratif. Operator juga akan memerlukan penempatan sekrup secara perkutan. Foto
dua insisi pada masing-masing sisi tulang posisi AP dan lateral bertujuan untuk menilai
vertebra dan menggunakan retraktor tubular. visualisasi fluoroskopi. Jika sulit dinilai,
Penempatan sekrup dan rod juga dilakukan operasi dilakukan secara terbuka.
secara perkutan sehingga dapat menurunkan
risiko komplikasi berupa kerusakan jaringan 3. Teknik Operasi
lunak iatrogenik atau nyeri pinggang
pascaoperasi A. Persiapan Kamar Operasi
• Pada operasi perkutan, digunakan meja
operasi radiolusen dan fluoroskopi.
B. Penempatan Sekrup Pedikel pada • Pasien diposisikan tidur telungkup pada
Lumbal dengan Cara MISS meja operasi sembari mempersiapkan
fluoroskopi.
Sebelum dilakukan secara perkutan,
• Fluoroskopi dihubungkan dengan
pemasangan sekrup pedikel lumbal dilakukan
monitor yang terletak di bagian kepala
dengan prosedur terbuka. Akan tetapi,
atau kaki ranjang yang kontralateral
prosedur tersebut menyebabkan morbiditas
terhadap operator utama.
yang signifikan, seperti perdarahan, infeksi,
• Penting pula untuk menempatkan
dan atrofi serta denervasi otot paraspinal.
monitor lain bagi operator pembantu dan
Saat ini, penempatan sekrup pedikel dapat
teknisi.
dilakukan pada subfasial dan submuskular
yang dikombinasikan dengan prosedur invasif
B. Prosedur
minimal pada tulang belakang, sehingga dapat
• Fluoroskopi ditempatkan di sisi lateral
menurunkan morbiditas.
untuk mengonfirmasi posisi yang akan
dioperasi.
1. Indikasi
• Menandai tingkat sefal-kaudal pada
pedikel yang akan dioperasi.
• Penyakit diskus degeneratif
• Mengonfirmasi batas superior dan
• Spondilolistesis
lateral pedikel menggunakan pencitraan
• Trauma spinal
fluoroskopi AP.
• Tumor spinal yang sudah diterapi dengan
• Menilai tempat masuk ke pedikel yang
prosedur rekonstruksi anterior
terletak pada pertemuan batas sefal dan

BAGIAN III - MISS • 75


lateral pedikel. Pada spinal lumbal, perlu lebih kecil daripada sekrup.
untuk membuka kulit lebih ke lateral • Penyumbat dilepas kembali tanpa
untuk mencari angulasi pedikel. menggerakkan K-wire.
• Melakukan insisi vertikal 1 cm menembus • Sekrup dipasang sesuai posisi dan
kulit dan fasia dorsal pada pedikel yang diberikan sambungan antarsekrup.
dinilai dengan fluoroskopi.
• Memasukkan jarum untuk mengakses C. Penutupan dan tata laksana
spinal melalui daerah insisi menuju titik pascaoperasi
masuk menuju pedikel dibantu dengan • Tutup insisi dengan benang Vicryl pada
visualisasi fluoroskopi. lapisan fasia dan subkutan.
• Dari sisi lateral, jarum yang berada pada • Batasi aktivitas supaya fiksasi adekuat
angulasi sefal-kaudal dapat disesuaikan dan lebih stabil, tetapi mobilisasi awal
untuk trajektori. kadang dibutuhkan.
• Jika jarum mengenai tulang, gunakan • Memberikan pengontrol nyeri, terutama
pencitraan AP untuk menentukan melalui metode yang kurang invasif.
hubungan medial-lateral antara jarum • Memberikan relaksan otot karena
dan pedikel. Posisikan jarum pada batas beberapa pasien dapat mengalami
lateral untuk mengurangi risiko rusaknya spasme otot.
pedikel medial.
• Dengan gerakan lembut, jarum 4. Pitfalls
dimasukkan hingga ke korteks tulang.
Jika telah mencapai tulang spons, tahanan Diperlukan pengalaman dan teknik fluoroskopi
terhadap jarum akan berkurang. yang baik. Sebaiknya, prosedur ini dilatih
• Diperlukan pencitraan AP dan lateral menggunakan kadaver. Metode ini memerlukan
untuk konfirmasi trajektori. Jika sudah pencitraan lateral dan AP yang baik dalam
sesuai, jarum dimasukkan ke pedikel. penempatan sekrup.
• Fluoroskopi lateral digunakan untuk
memantau agar jarum melewati pedikel
hingga korpus vertebra.
• Tepat setelah melewati dinding posterior
vertebra, masukkan K-wire melalui akses
jarum tersebut hingga ke korpus vertebra
dibantu pencitraan fluoroskopi lateral.
• Hindari penetrasi terlalu dalam karena
dapat menyebabkan perforasi korteks
anterior dan cedera pembuluh darah
besar.
• Lepaskan jarum akses spinal tanpa
menggeser K-wire.
• Letakkan dilator sehingga terjadi
pembukaan otot-otot posterior dan
jaringan lunak.
• Pasang penyumbat berdiameter 0,5 mm

Diseksi Spinal • 76
Latihan Soal
1. Berikut ini pernyataan yang benar c. Menghasilkan banyak distorsi
mengenai prinsip minimally invasive geometrik pada pencitraan navigasi
spine surgery (MISS), kecuali...
a. Tujuannya untuk mencapai daerah 5. Fungsi pengukuran lokasi spasial
target secara efisien dengan trauma instrumen oleh computer-assisted
iatrogenik seminimal mungkin orthopaedic surgery dijalankan dengan…
b. Kebanyakan teknik MISS menekankan a. Membuat instrumen dapat dilacak
pada apa yang dilakukan di daerah dengan marker pemantul cahaya
target, bukan cara mencapai daerah inframerah oleh sistem kamera
target b. Menggunakan Dynamic Reference
c. Efektivitanya berpotensi sama baik Base (DRB) yang menempel pada
dengan pembedahan konvensional prosesus spinosus sebagai sistem
secara terbuka koordinat
c. Menggunakan CT-scan dan pencitraan
2. Berikut ini adalah manfaat yang fluoroskopi untuk memberikan
ditawarkanoleh MISS, kecuali… gambaran anatomi tulang belakang
a. Penyembuhan pasien lebih cepat
b. Mengakses regio target secara lebih 6. Pencitraan yang diperlukan untuk
presisi membantu proses penempatan sekrup
c. Kosmetik yang dihasilkan lebih baik pedikel adalah...
a. USG
3. Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari b. CT
computer-assisted orthopaedic surgery, c. Fluoroskopi
kecuali… d. MRI
a. Pemetaan tulang belakang e. Foto polos
b. Penggambaran struktur tulang
belakang 7. Posisi yang digunakan untuk menilai
c. Pengukuran lokasi instrumen batas superior dan lateral pada saat
prosedur penempatan sekrup pedikel
4. Salah satu keterbatasan dari CT-scan adalah...
sebagai bagian dari sistem navigasi pada a. AP
computer-assisted orthopaedic surgery b. Lateral
adalah… c. PA
a. Tidak dapat digunakan untuk struktur d. Supine
tulang belakang yang akan diubah e. Erect
bentuknya
b. Tidak dapat dijalankan apabila data 8. Di bawah ini yang tidak termasuk indikasi
set preoperatif tidak tersedia pemasangan sekrup pedikel pada lumbal

BAGIAN III - MISS • 77


adalah... d. Mempertahankan daerah operasi agar
a. Penyakit diskus degeneratif tetap terbuka
b. Skoliosis e. Melepaskan otot
c. Spondilolistesis
d. Trauma spinal 13. Peran bor kecepatan tinggi adalah…
e. Tumor spinal a. Mempertahankan suhu agar tetap
normal
9. Untuk memantau apakah posisi jarum b. Memperluas kanal spinal untuk
mengenai tulang pada proses operasi menyingkirkan korteks tulang
penempatan sekrup pedikel, digunakan c. Membuka area yang akan dioperasi
pencitraan posisi... d. Eksplorasi kanal spinal
a. AP e. Membuka ruang intervertebra
b. Lateral
c. PA 14. Alat untuk menyingkirkan ligamentum
d. Supine flavum dari hemi lamina sekitarnya
e. Erect adalah…
a. Refraktor
10. Hal yang dilakukan pascatindakan b. Osteostome
penempatan sekrup pedikel adalah... c. Bor kecepatan tinggi
a. Penutupan daerah operasi dengan d. Disektor
kassa dan pemberian antibiotik e. Punches
b. Penutupan dengan benang Vicryl dan
pemberian relaksan otot 15. Alat untuk menyingkirkan jaringan lunak
c. Penutupan dengan kassa dan pada ruang intervertebra adalah…
pemberian relaksan otot a. Disektor
d. Penutupan dengan benang Vicryl dan b. Bor kecepatan tinggi
pemberian antibiotik c. Kauter
e. Penutupan dengan kassa dan d. Osteostome
pemberian antinyeri e. Ronguers

11. Alat untuk mengeksplorasi kanal spinal 16. Berikut ini termasuk faktor-faktor yang
dan mobilisasi jaringan lemak, saraf, dan memengaruhi keberhasilan strategi
pembuluh darah epidural adalah… MISS, kecuali…
a. Disektor a. Persiapan praoperasi
b. Bor kecepatan tinggi b. Posisi pasien di atas meja operasi
c. Kauter c. Ukuran insisi kulit
d. Osteostome
e. Ronguers 17. Pencitraan terhadap ruang pravertebra
menjadi penting dalam pendekatan
12. Osteostome digunakan untuk… anterior tulang belakang dalam MISS
a. Memahat jaringan yang keras karena…
b. Mengontrol perdarahan a. Mencegah kerusakan pembuluh
c. Mempertahankan hemostasis darah pada daerah tersebut karena

Diseksi Spinal • 78
mobilisasi tidak mungkin dilakukan 20. Berikut pengaturan yang tepat mengenai
b. Memberikan gambaran rute alternatif mikroskop bedah pada pengaturan
menuju daerah target pembedahan ruangan operasi…
c. Membantu ahli bedah menentukan a. Sambungan lensa okuler sentral dan
strategi mobilisasi pembuluh darah gagang mikroskop perlu diatur setiap
waktu
18. Berikut ini modalitas pencitraan yang b. Tuas-lengan mikroskop dapat
biasa digunakan dalam persiapan dimiringkan ke arah langit apabila
praoperasi, kecuali… diperlukan kontrol sinar x
a. USG c. Jika lengan mikroskop tidak cukup
b. MRI panjang, mikroskop dapat diletakkan
c. CT-scan lebih dekat dengan operator bedah

19. Berikut ini elemen kunci yang sangat 21. Berikut ini tujuan pencahayaan yang
perlu diperhatikan tata letaknya di redup di ruang operasi, kecuali…
ruangan operasi, kecuali… a. Menghilangkan pencahayaan non-
a. Mikroskop bedah fokal
b. Meja instrumen b. Mengurangi pencahayaan difus di
c. Alat perekam berlangsungnya proses sekitar lensa okuler
operasi c. Menurunkan kontras di sekitar layar
video

Bagian II: Lumbal 5. A


Servikal 1. A 6. C
1. A 2. B 7. A
2. C 3. C 8. B
3. B 4. B 9. A
Kunci 4. E
5. B
5. C 10. B
11. A
Torakolumbal
Jawaban 6. A
7. C
1. B
12. A
13. B
2. A
Latihan 8. A
9. A
3. C
14. E
15. E
4. B
Soal 10. B
Torakal
5. C
16. C
17. A
18. A
1. A Bagian III: MISS
19. C
2. C 1. B
20. C
3. B 2. B
21. C
4. C 3. B
5. B 4. A

BAGIAN III - MISS • 79


Daftar Pustaka
1. Hoppenfeld S, DeBoer P, Buckley P. Surgical exposures in orthopaedics: the anatomic approach. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2009. Chapter 6, The spine; p.257-354.
2. Vaccaro AR, Bono CM. Minimally invasive spine surgery. New York: Informa Healthcare USA Inc.; 2007.
3. Mayer HM. Minimally invasive spine surgery: a surgical manual. 2nd ed. Berlin: Springer; 2006.
4. Deyo RA, Mirza SK. Trends and variations in the use of spine surgery[Internet]. Clinical Orthopaedics
and Related Reseaech. 2006; 443: 139-46. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/16462438
5. Dissabandara LO, Nirthanan SN, Khoo TK, Tedman R. Role of cadaveric dissections in modern medical
curricula: astudy on student perceptions[Internet]. Anat Cell Biol. 2015; 48(3): 205-12. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4582164/
6. Gilbody J, Prasthofer AW, Ho K, Costa ML. The use and effectiveness of cadaveric workshops in higher
surgical training: a systematic review[Internet]. Ann R Coll Surg Engl. 2011; 93(5): 347-52. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3365449/
7. Reis RC, de Oliveira MF, Rotta JM, Botelho RV. Risk of complications in spine surgery: a prospective
study[Internet]. Open Orthop J. 2015; 9:20-5. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
articles/PMC4321205/
8. Nasser R, Yadla S, Maltenfort MG, Harrop JS, Anderson DG, Vaccaro DG, et al. Complications in spine
surgery[Internet]. J Neurosurg Spine. 2010; 13(2): 144-57. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pubmed/20672949
9. Shaikh ST. Cadaver dissection in anatomy: the ethical aspect[Internet]. Anat Physiol. 2015; 5:S5. Available
from: https://www.omicsonline.org/open-access/cadaver-dissection-in-anatomy-the-ethical-aspect-
2161-0940-S5-007.php?aid=59899
10. Zhang L, Wang Y, Xiao M, Han Q, Ding J. An ethical solution to the challenges in teaching anatomy with
dissection in the Chinese culture[Internet]. Anat Sci Educ. 2008; 1(2): 56-9. Available from: https://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19177382
11. Tulsi S. Ethics related to cadaveric dissection[Internet]. IJBAA. 2017; 1(1):28.
12. Jenis LG, Fischer SJ. Minimally invasive spine surgery[Internet]. American Academy of Orthopaedic
Surgeon. [posted on 2012; cited on 2017]. Available from: http://orthoinfo.aaos.org/topic.
cfm?topic=A00543
13. American Association of Neurological Surgeons. Minimally invasive spine surgery [Internet]. [cited on
2017]. Available from: http://www.aans.org/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/
Minimally-Invasive-Spine-Surgery/
14. Knoeller SM and Seifried C. Historical perspective: history of spinal surgery. Spine. 2000; 25: 2838-43.
15. Kim HS, Park KH, Ju CI, Kim SW, Lee SM, Shin H. Minimallu invasive multi-level posterior lumbar
interbody fusion using a percutaneously inserted spinal fixation system: technical tips, surgical
outcomes[Internet]. J Korean Neurosurg Soc. 2001; 50(5): 441-5..

Diseksi Spinal • 80
Profil Penulis
Rahyussalim lahir di Padang, pada 5 Juni 1971, adalah dokter Spesialis Orthopaedi dan
Traumatologi Konsulen Tulang Belakang di FKUI-RSCM, merupakan sosok yang pantang menyerah,
selalu berusaha mencari terobosan baru, tampil maksimal dan mau berbagi. Saat ini Dr. dr.
Rahyussalim, SpOT (K) menjabat sebagai Manajer Pendidikan dan Kemahasiwaan Program Dokter
Spesialis dan Subspesialis FKUI sekaligus sebagai Staf Dosen dan Staf Medik di FKUI-RSCM, Jakarta.
Rahyussalim merupakan alumni dari SMA Negeri 3 Padang dan lulus tahun 1989. Setelah tamat
dari bangku SMA, ia memutuskan merantau ke Jakarta untuk mengambil jalur pendidikan
Kedokteran dan diterima menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui
jalur UMPTN di tahun yang sama.
Setelah lulus dari FKUI tahun 1996, Rahyussalim sempat menjalani penugasan dokter di daerah
operasi militer Aceh dari tahun 1996-1998. Pada tahun 2003 ia mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan
lulus pada tahun 2008. Setelah lulus ia menjalani Program Training Sub Spesialis Tulang Belakang
di Kolegium Orthopaedi dan Short Fellowship Spine Training di Tohoku University/Nishitaga Hospital
Japan dan berhasil lulus sebagai Konsultan Tulang Belakang pada tahun 2009.
Rahyussalim menjadi Staf Dosen dan Staf Medik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo sejak lulus sebagai Orthopaed di tahun 2008 hingga
saat ini. Gelar Doktor Ilmu Kedokteran berhasil diperolehnya dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia pada tahun 2013 dengan predikat Cum Laude atas disertasi berjudul “Transplantasi Sel
Punca Mesenkimal pada Defek Spondilitis Tuberkulosis : Pengaruh Terhadap Perbaikan Pembentukan
Tulang Baru dan Eradikasi Infeksi pada Model Kelinci”.
Sebagai Doktor, ia telah melakukan penelitian-penelitian yang menghasilkan 36 publikasi
nasional dan internasional terindeks SCOPUS maupun Pubmed yang bertemakan permasalahan TBC
Tulang Belakang (spondilitis tuberkulosis), Skoliosis, Operasi Tulang Belakang dengan Luka Minimal
(Minimal Invasive Spine Surgery) dan penggunaan Sel Punca Mesenkimal (mesenchymal stem cell)
pada berbagai permasalahan di tulang belakang. Rahyussalim juga menjadi Peringkat ke-23 pada 108
Inovasi Indonesia tahun 2016 dari Kemenristek Dikti untuk HAKI dengan judul: Subroto Angle Aid
(SAA) – Software pengukur sudut kemiringan skoliosis yang cepat, akurat, mudah diaplikasikan
dan terjangkau, selain giat mengembangkan software dan device dibidang bidang Orthopaedi
dan Traumatologi. Di bidang penelitian, hingga saat ini Rahyussalim telah berhasil memperoleh
pendanaan atas 9 judul proposal melalui skema hibah kompetitif di lingkungan Universitas Indonesia,
RSCM, Kementrian Kesehatan dan Kemenristek Dikti senilai lebih dari 1,2 milyard rupiah, selain
melakukan penelitian-penelitian mandiri.
Dokter yang gemar menulis essay dan puisi ini juga aktif menulis blog di www.rahyussalim.com
dan www.rahyussalim.blogspot.com. Komunikasi melalui e-mail di rahyussalim@gmail.com.
"Teksnya mudah dipahami. Selain itu,
belajar dari buku ini tidak membuat
stres karena layout dan visualisasi
yang memesona." (dr. Latsarizul AF-PPDS
Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM)

"Tampilan buku yang praktis dan handy membuat kita bisa


membawa dan membacanya di mana saja dan kapan saja."
(dr. Dina Aprilya-PPDS Orthopaedi dan
Traumatologi FKUI/RSCM)

"Buku ini autentik dan memudahkan pembaca, sangat


bermanfaat terutama untuk mengenal approach. Tampilannya
juga membuat semangat untuk mempelajarinya." (dr. M. Alvin
Shiddiqie P. -PPDS Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM)

"Banyak e-book yang praktis untuk dibaca di gadget pribadi, namun


ilmu yang didapat hanya sekedar lewat dibandingkan dengan membaca
buku. Buku ini praktis dan dapat menumbuhkan lagi kecintaan untuk
membaca buku."
(dr. Toto S. Efar -PPDS Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM)

Anda mungkin juga menyukai