Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan nafas kehidupan bagi penulis, karena atas rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan hasil Laporan Praktik Belajar Lapangan
Komprehensif (PBLK) dengan judul “Manajamen Asuhan Keperawatan Sistem
Muskoloskeletal Pada Pasien Dengan Fraktur Fibula” yang merupakan salah satu
syarat untuk menyelesaikan Studi gelar Profesi Ners di Institut Ilmu Kesehatan
Sumatera Utara Medan.
Selama menyelesaikan PBLK ini penulis sangat banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak sehingga PBLK ini dapat terselesaikan dengan
baik, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar
besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Asman R. Karo-Karo MM, Selaku Pendiri Yayasan Institut
Kesehatan Sumatera Utara
2. Bapak Prof Dr. H. Paul Sirait SKM, MM, M.Kes, Selaku Ketua Senat
Yayasan Institut Kesehatan Sumatera Utara
3. Bapak Dr. Ferrial pasha Sirait, M.Sc, Selaku Ketua Yayasan Institut
Kesehatan Sumatera Utara
4. Ibu Diana, SKM, M.Kes, Selaku Ketua Institut Kesehatan Sumatera Utara
5. Ibu Mazly Asatuty, S.Kep, Ners, M.Kep, Selaku Wakil Ketua I Bidang
Akademik Institut Kesehatan Sumatera Utara
6. Ibu Martalena Br S. Kembaren, SKM, M.Kes, Selaku Ketua II Bidang
Administrasi Institut Kesehatan Sumatera Utara
7. Bapak Dian Fajariadi, S.Kep, Ners, M.Kep, Selaku Wakil ketua III Bidang
Kemahasiswaan dan Kerja Sama Institut Kesehatan Sumatera Utara
8. Ibu Dameria Br Ginting, S.Kep, Ners, M.Kep, Selaku Ketua
Program Studi Institut Kesehatan Sumatera Utara
9. Bapak Basri S.Kep, Ners, M.Kep, Selaku Sekretaris Program studi
Institut Kesehatan Sumatera Utara
10. Ibu Dewi Astuti Pasaribu S.Kep, Ners, M.Kep, Selaku Dosen
Pembimbing dalam pembuatan PBLK ini.
11. Ibu Hoilisah S.Kep, Ners, Selaku Dosen Pembimbing II saya yang
senantiasa menyediakan waktu dan memberikan arahan, bimbingan,
dan pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan PBLK ini
12. Seluruh Staff/Dosen Di Institut Kesehatan Sumatera Utara yang
telah berjasa memberikan sumbangan ilmu, motivasi dan masukan-
masukan dalam penulisan PBLK ini
13. Letkol CKM dr. M, Irsan Basyroel, Selaku Kepala Rumah Sakit TK
II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN, yang telah memberikan
ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
14. Kedua orang tua saya yang telah banyak memberikan kasih saying
yang tidak pernah berhenti mengorbankan tenaga, membesarkan,
mendidikan, dan selalu mendoakan serta mendukung penulis dalam
menyelesaikan PBLK ini, serta kepada Kakak, Abang dan Adik
saya, Nova, Niko, Nola, Hanna, Yosafat.
15. Kepada Orang Tersayang yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi dan PBLK ini
yaitu Jenda Malem Karina S. Kembaren
16. Kepada seluruh teman-teman sejawat dan seangkatan XIX atas Doa
dan Dukungannya selama Penyusunan PBLK ini.
Terima kasih atas doa dan dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan PBLK ini tepat pada waktunya. Akhir kata, penulis berharap
semoga PBLK ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam bidang
keperawatan
Medan, 13 September 2020
Penulis

SOHNI BR SOLIN S.Kep


DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR ..…………………………………………………... i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………….


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………
1.3 Praktik Belajar Lapangan Komprehensif …………………….
1.3.1Tujuan Umum ……………………………………..
1.3.2Tujuan Khusus ……………………………………..
1.4 Manfaat Praktik Belajar Lapangan Komprehensif
1.4.1Bagi Mahasiswa Keperawatan ……………………..
1.4.2Bagi Institusi Pendidikan …………………………..
1.4.3Bagi Lahan Praktik …………………………………

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Fraktur Fibvula …………………………………

2.2 Etiologi ……………………………………………………..

2.3 Manifestasi Klinis …………………………………………..

2.4 Mind Mapping Fraktur Fibula ………………………………

2.5 Medis ………………………………………………………..

2.6 Asuhan Keperawatan ………………………………………..

2.7 Rumusan Diagnosis Nanda ………………………………….

2.8 Resume Evidence Based Nursing …………………………...


2.9 Discharge Planning ………………………………………….

2.10 Prinsip Pasien Safety ………………………………………..

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian Keperawatan …………………………………

3.2 Diagnosa Keperawatan …………………………………..

3.3 Intervensi Keperawatan ………………………………….

3.4 Implementasi Keperawatan ………………………………

3.5 valuasi Keperawatan ……………………………………..

3.6 vidance Based Nursing …………………………………..

3.7 Discharge Planning ……………………………………….

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ………………………………………………..

4.2 Saran ………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia,


khususnya di negara berkembang. Kecelakaan lalu lintas dapat dialami oleh siapa
saja dan kapan saja. Berdasarkan prevalensi data menurut World Health of
Organisation (WHO) menyebutkan bahwa 1,24 juta korban meninggal tiap
tahunnya di seluruh dunia akibat kecelakaan lalu lintas.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun


2013 menyebutkan bahwa Kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia setiap
tahunnya mengalami peningkatan yaitu 21,8% dalam jangka waktu 5 tahun.
Kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan kerusakan fisik hingga kematian.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2013
menyebutkan bahwa dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban
cedera atau sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur
yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada bagian ekstremitas atas sebesar
36,9% dan ekstremitas bawah sebesar 65,2%.

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2017 juga menyebutkan bahwa


kejadian kecelakaan lalu lintas di daerah Jawa Tengah sebanyak 6,2% mengalami
fraktur. di Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu
sebesar 39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur fibula adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau kendaraan rekreasi (62,6%) dan
jatuh (37,3%) dan mayoritas adalah pria (63,8%).4,5% Puncak distribusi usia pada
fraktur fibula adalah pada usia dewasa (15 - 34 tahun) dan orang tua (diatas 70
tahun).

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien (
Black dan Hawks, 2014).

Penanganan terhadap fraktur dapat dengan pembedahan atau tanpa


pembedahan, meliputi imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Reduksi adalah
prosedur yang sering dilakukan untuk mengoreksi fraktur, salah satu cara dengan
pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal melalui proses operasi (Smeltzer
& Bare, 2002). Russel dan Palmieri (1995) dalam Maher, Salmond & Pullino
(2002) menyatakan bahwa perubahan posisi untuk fraktur yang tidak stabil adalah
pe rencanaan tindakan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) dengan
menggunakan plate, skrup, atau kombinasi keduanya. Tindakan ORIF ini selain
menstabilkan fraktur juga membantu mengatasi cedera vaskular seperti sindroma
kompartemen yang terjadi pada pasien fraktur.

Hampir semua pembedahan mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri merupakan


pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Perawat lebih banyak
menghabiskan waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri dibanding tenaga
kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu
menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan (Brunner & Suddart,
2008). Nyeri pasca operasi muncul disebabkan oleh rangsangan mekanik luka
yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer
& Bare, 2002). Intensitas bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat
namun menurun sejalan dengan proses penyembuhan (Potter & Perry, 2006).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan


masalah adalah Manajemen Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskletal Pada
Pasien Dengan Fraktur Fibula.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Setelah menyelesaikan Praktik Belajar Lapangan Komprehensif ini,
mahasiswa mampu melakukan manajemen asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien gangguan sistem muskuloskeletal dengan Fraktur
Fibula.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menyusun rencana asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi


keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal.

b. Melakukan pengkajian terkait dengan kebutuhan dasar pasien dengan


gangguan sistem muskuloskeletal.

c . Menegakkan diagnosis pasien dengan gangguan sistem


muskuloskeletal.

d. Menyusun intervensi keperawatan dan rasionalnya pasien dengan


gangguan sist em muskuloskeletal.

e. Mengimplementasikan perencanaan keperawatan pada pasien dengan


gangguan sistem muskuloskeletal

f. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan


sistem muskuloskeletal.

g. Menerapkan evidence based nursing dalam tindakan keperawatan pada


pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal.

h. Menyusun discharge planning dalam memberikan asuhan keperawatan


pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal.

i. Menerapkan prinsip patient safety dalam melaksanakan asuhan


keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan

Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) ini dapat menjadi


pengalaman berharga bagi mahasiswa agar mampu menerapkan ilmu yang sudah
didapatkan dan melakukan pengelolaan secara komprehensif pada pasien
khususnya pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal, serta mengasah
kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam manajemen asuhan keperawatan
pada pasien tersebut.

1.3.2 Bagi Institusi

Institusi dapat meningkatkan kualitas mahasiswanya melalui pengalaman


praktik belajar komprehensif yang memberikan kemampuan bagi mahasiswa
untuk mengelola pasien, khususnya pasien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal.

1.3.3 Bagi Lahan Praktik

Praktik Belajar Lapangan Komprehensif ini dilakukan dengan


menggunakan ilmu yang terbaru melalui penerapan evidence based nursing (EBN)
sehingga dapat menjadi masukan bagi perawat dalam menerapkan ilmu yang
terbaru dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien, khususnya pada
pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FRAKTUR FIBULA

2.1.1 DEFENISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad, 2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan pun termendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan Sudd
arth, 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare,2009).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150
klasifikasi fr aktur. Empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatk an bagian potongan menyilang tulang.

2 . Complit

Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan


fragmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari
posisi normal).

3. Tertutup (simple)

Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.

4. Terbu ka (compound)

Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit


yang terbagi menjadi 3 derajad :

Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak
ada tanda remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontamin
asi minimal.

Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
fraktur kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.

Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas (struktur kulit,


otot, dan neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi (Mansjoer,
2000).

Fraktur Fibula adalah fraktur yang terjadi pada bagian fibula sebelah
kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada
kaki. Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan
tulang osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat
jatuh atau benturan benda keras (Henderson, 1998).

2.2 Etiologi

Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara


langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot
eksterm (Suddart,2002).

Sedangkan menurut Henderson, (1989) fraktur yang paling sering adalah


pergerseran condilius lateralis tibia yang disebabkan oleh pukulan yang
membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum medialis sendi tersebut.
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :

1. Trauma langsung ( direct )


Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan
benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot ,
contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu
tangannya untuk menumpu beban badannya.

3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,
osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi pembentukan
osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi
kecepatan pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi
keropos dan rapuh dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang
disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari
fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan
sendi dan tulang rawan (Muttaqin, 2008).

2.3 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,


pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan berubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan bentuk
bidai alami yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frekmen
tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan


cenderung bergerak secara tidak alami ( gerakan luar biasa ) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya


karena kontraksi otot yang me lekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.

( uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih


berat ).

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai


akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. Tidak semua tanda
dan gejala terdapat pada setiap fraktur, pada fraktur linear atau
frakturimpaksi (perrmukaan patahan saling berdesak satu sama lain).
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, pemeriksaan sinar-
x pasien (Smeltzer, 2001).
2.4 MIND MAPPING

Trauma Langsung dan Osteoporosis


tidak langsung

Kehilangan
Ganngguan Fraktur
Integritas Tulang
Intergitas
kulit

Luka Ketidakstabilan
Terbuka Posisi Fraktur

Kuman
mudah masuk Terputusnya Kontinuitas
jaringan Fragmen tulang
yang patah
menusuk organ
Resiko tinggi sekitar
infeksi
Nyeri saat
bergerak
Ancaman
integritas
Gangguan
Mobiitas Fisik Nyeri

Stressor

Anxietas
2.5 Penatalaksaan Medis

Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke


posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang. Ada beberapa cara dalam menangani fraktur yaitu:

1. Proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya menggunakan


mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula
pada anak.
2. Imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang
tungkai bawah tanpa dislokasi.
3. Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi,
biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal.
4. Reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu.
Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi akan
terdislokasi di dalam gips.
5. Reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
6. Reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator
tulang secara operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa
disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
8. Eksisi f ragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk,
2010).

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk


mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu dipe
rhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis


tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi
tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur
kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis
normal.

Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan
reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi
internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid.
Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat
tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi
fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.

c. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan


mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau
traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami
fraktur.

d. Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah


pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut
Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang


gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak
serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.

2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan


pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat

3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.


Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu
setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan
ekstremitas atas.
2.6 Asuhan Keperawatan

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau


metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima
tahap yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.

1. Pengkajian :

a. Anamnesis

1) Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomer
register, tanggal masuk rumah sakit,

diagnosis medis (Padila, 2012).

2) Keluhan utama

Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga
akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan.

menurut Padila (2012) :

a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor


presipitasi nyeri

b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau


digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari

3) Riwayat penyakit sekarang

4) Riwayat penyakit dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka sangat
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang (Padila, 2012).

5) Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik (Padila, 2012).

6) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari (Padila, 2012).

7) Pola-pola
a) Pola persepsi dan tata laks ana hidup sehat Pada kasus fraktur akan
timbul ketakutan akan terjadi kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid
yang dapat menggangu metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melaksanakan olahraga atau
tidak (Padila, 2012).

b) Pola nutrisi dan metabolisme


pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis),
malnutrisi termasuk obesitas, membran mukosa kering karena pembatasan
pemasukan atau periode post puasa (Doenges dalam Jitowiyono dan
Kristiyanasari, 2010). Pada klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin untuk
membantu proses penyembuhan tulang dan pantau keseimbangan cairan (Padila,
2012).

c) Pola eliminasi
Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah
apakah terjadi retensi urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh posisi berkemih
yang tidak alamiah,
pembesaran prostat dan adanya tanda infeksi saluran kemih Kaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses.

d) Pola tidur dan istirahat


Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Padila, 2012). Tidak dapat
beristirahat, peningkatan ketegangan, peka terhadap rangsang, stimulasi simpatis.

e) Pola aktivitas
Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas (Padila, 2012).

f) Pola hubungan dan peran


Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien
harus menjalani rawat inap (Padila, 2012).

g) Persepsi dan konsep diri


Dampak yang timbul pada klien adalah rasa takut akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan
pandangan dirinya yang salah (Padila, 2012).
h) Pola sensori dan kognitif
Klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian fraktur,
sedangkan pada indera yang lainnya tidak timbul gangguan begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan (Padila, 2012).

i) Pola reproduksi seksual


Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri. Selain itu, klien juga perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Padila,
2012).

j) Pola penanggulangan stress


Perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple seperti
masalah finansial, hubungan, gaya hidup (Doenges dalam Jitowiyono dan
Kristiyanasari, 2010).

k) Timbul kecemasan akan kecacatan pada diri dan fungsi


tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien biasanya tidak efektif
(Padila, 2012).

l) Pola tata nilai dan keyakinan


Klien tidak dapat melakukan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi (Padila, 2012).

b. Pemeriksaan fisik menurut Suratun dkk (2008) antara lain :

1) Keadaan umum :

a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung


pada keadaan klien.

b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan
pembedahan, tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara
nafas, pernafasan infeksi
kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

c) Pantau keseimbangan cairan


d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada pembedahan
mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi, dan gelisah)

e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul
selama minggu kedua) dan tanda vital

f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas,
kemerahan, dan edema pada betis.

g) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku, dan
tingkat kesadaran

h) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi perubahan


frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit
paru, dan jantung sebelumnya

i) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

2) Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:

a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
edema, nyeri tekan.

b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.

c) Leher
idak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.

d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tidak ada lesi, simetris, tak edema.

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis.


f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.

g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan faring


Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.

i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j) Paru
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru

Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama

Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronkhi

k) Jantung

Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung

Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air besar.
n) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah merembes
atau tidak.

c. Tindakan Kolaborasi Perawat


Penggunaaan antikoagulasi, steroid, dan antibiotik, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgetik, anti inflamasi, anti koagulan.. Penggunaan alkohol (resiko akan
kerusakan ginjal yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia dan juga
potensial penarikan diri post operasi (Doenges dalam Jitowiyono dan
Kristiyanasari, 2010).

d. Pemeriksan Diagnostik menurut Istianah (2017) antara lain:


1) Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

2) Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur


lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3) Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.

4) Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau


menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.

2.7 Rumusan Diagnosa Nanda

Adapun diagnosa yang mungkin kita angkat dan menjadi perhatian pada
fraktur fibula diantaranya:

1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri/ citra


diri.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan inflasi bakteri ke daerah
luka.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sensasi.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskeletal, pembatasan aktivitas
dan penurunan kekuatan ketahanan.

2.7.1 Nursing Outcome Clasification (NOC) dan Nursing Intervention


Clasification (NIC)

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Ansietas berhubungan Setelah dilakukan 1) Lakukan


dengan ancaman terhadap tindakan keperawatan pendekatan pada
konsep diri/ citra diri. selama ...×24 jam, klien dan keluarga.
diharapkan nyeri yang
Rasional : Hubungan
dialami pasien
yang baik membuat
terkontrol dengan
klien dan keluarga
kriteria hasil:
kooperatif.
1) Nyeri berkuran g atau
2) Kaji tingkat
hilang
intensitas dan
2) Klien tampak tenang frekuaensi nyeri

Rasional : Tingkat
intensitas nyeri dan
frekuensi
menunjukkan skala
nyeri.

3) Jelaskan pada klien


penyebab dari nyeri

Rasional :
memberikan
penjelasan akan
menambah
pengetahuan klien
tentang nyeri.

4) Observasi tanda-
tanda vital

Rasional : tanda-
tanda vital untuk
mengetahui
perkembangan klien.

5) Melakukan
kolaborasi dengan tim
medis pemberian
analgetik

Rasional : Tindakan
dependent perawat,
analgetik berfungsi
untuk membelok
stimulasi nyeri.

Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan 1) Pantau tanda-tanda


berhubungan dengan inflasi tindakan keperawatan vital
bakteri ke daerah luka selama ...×24 jam,
Rasional :mengidentif
diharapkan Infeksi tidak
ikasi tanda-tanda
terjadi atau terkontrol.
peradangan terutama
Kriteria hasil : bila suhu tubuh
1) Tidak ada tanda- meningkat.
tanda infeksi seperti pus
2) Lakukan
2) Luka bersih, tidak
perawatan luka
lembab, dan tidak kotor
dengan teknik aseptik
3) Tanda-tanda vital
dalam batas normal Rasional :
Mengendalikan
penyebaran
mikroorganisme
patogen.
3) Lakukan
perawatan terhadap
prosedur invasif
seperti infus, kateter,
drainase luka
Rasional :
Mengurangi resiko
infeksi nosokomial.
4) Jika ditemukan
tanda infeksi
kolaborasi untuk
pemeriksaan darah,
seperti hemoglobin
dan leukosit
Rasional : penurunan
hemoglobin dan
peningkatan jumlah
leukosit dari normal
bisa terjadi akibat
proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik
mencegah
perkembangan
mikroorganisme
patogen.

Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan 1) Kaji kulit dan


berhubungan dengan tindakan keperawatan identifikasi pada
tekanan, perubahan status selama ...×24 jam, tahap perkembangan
metabolik, kerusakan diharapkan Mencapai luka
sirkulasi, dan penurunan penyembuhan luka pada
Rasional :
sensasi. waktu yang sesuai.
Mengetahui sejauh
Kriteria hasil : mana perkembangan
luka mempermudah
1) Tidak ada tanda-
dalam melakukan
tanda infeksi
tindakan yang tepat.
2) Luka bersih tidak
2) Kaji lokasi,
lembab dan tidak kotor
ukuran, warna, bau,
3) Tanda-tanda vital serta jumlah dan tipe
dalam batas normal cairan yang luka

Rasional :
Mengidentifikasi
tingkat keparahan
luka sehingga
mempermudah
intervensi.

3) Pantau
peningkatan suhu
tubuh

Rasional : Suhu tubuh


yang meningkat dapat
diidentifikasikan

sebagai adanya proses


peradangan.

4) Berikan perawatan
luka dengan teknik
aseptik. Balut luka
dengan kasa kering
dan s teril.

Rasional : Teknik
aseptik membantu
mempercepat
penyembuhan luka
dan mencegah
terjadinya infeksi.

5) Jika pemulihan
tidak terjadi
kolaborasi tindakan
lanjutan, misalnya
debridement

Rasional : Agar
benda asing atau
jaringan yang
terinfeksi tidak
menyebar luas pada
area kulit normal l
ainnya.

6) Setelah
debridement, ganti
balutan sesuai
kebutuhan

Rasional : Balutan
dapat diganti satu
atau dua kali sehari
tergantung kondisi
parah atau tidaknya
luka, agar tidak
terjadi
infeksi.

7) Kolaborasikan
pemberian antibiotik
sesuai indikasi

Rasional : Antibiotik
berguna untuk
mematikan
mikroorganisme
patogen pada daerah
yang beresiko terjadi
infeksi.

Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1) Kaji kebutuhan


berhubungan dengan nyeri, tindakan keperawatan akan pelayanan
ketidaknyamanan, selama ...×24 jam, kesehatan dan
kerusakan diharapkanPasien akan kebutuhan akan
muskuloskeletal,pembatasan menunjukkan tingkat peralatan
aktivitas dan penurunan mobilitas yang optimal Rasional :
kekuatan ketahanan. Mengidentifikasi
Kriteria hasil :
masalah,
1) Penampilan yang memudahkan
seimbang intervensi.

2) Melakukan 2) Tentukan tingkat

pergerakan dan motivasi pasien

perpindahan dalam melakukan


aktivitas
3) Klien meningkat
Rasional :
dalam aktivitas
Mempengaruhi
4) Mengerti tujuan dari penilaian terhadap
peningkatan mobilitas kemampuan aktivitas
aspakan
5) Memperagakan
penggunaan alat bantu ketidakmampuan
untuk mobilisasi ataukah
ketidakmauan.
6) Mempertahankan
3) Ajarkan atau
mobilitas optimal
pantau dalam hal
dengan karakteristik:
penggunaan alat
a) 0 = mandiri penuh bantu

b) 1 = memerlukan alat Rasional : Menilai

bantu batasan kemampuan


aktivitas optimal.
c) 2 = memerlukan
4) Ajarkan dan
bantuan dari orang lain
dukung pasien dalam
untuk bantuan,
latihan ROM aktif
pengawasan, pengajaran dan pasif, juga
mobilisasi dini
d) 3 = membutuhkan
Rasional :
bantuan dari orang lain
memepertahankan
dan alat bantu
dan meningkatkan
e) 4 = ketergantunagn
kekuatan dan
tidak berpartisipasi
ketahanan otot.
dalam aktivitas
5) Kolaborasi dengan
ahli terapi fisik atau
okupasi
Rasional :
Mengembangkan
perencanaan dan
mempertahankan
mobilitas pasien.

2.7.2 Evaluasi

1. Nyeri timbul saat ada pergerakan dan pasien mengatakan pereda nyeri
adalah obat nyeri dan teknik nonfarmakologis (mendengarkan musik).
2. Pasien mengatakan nyaman setelah diberikan injeksi santagesik, pasien
mengatakan keadaannya lebih baik.
3. Pasien bisa beraktivitas dengan normal seperti biasanya.
4. Kekuatan otot kaki meningkat.
5. Pasien mengatakan muai melakukan pergerakan ringan.
6. Pasien mengatkan mulai belajar duduk secara mandiri dengan bantuan
pagar tempat tidur.

2. 8 Resume Evidence Based Nursing (EBN)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang


rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad, 2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan
Suddarth, 2008).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya


disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare,2009).

Sedangkan Nyeri merupakan perasaan yang tidak nyamandan bersifat


subjektif . Salah satu caraagar menurunkan rasa nyeri pada pasien fraktur secara
nonfarmakologi adalah dengan terapi mendengarkan musik. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur fibula. Metode penelitian
menggunakan desain Quasi eksperimen dengan desain pre and post test design,
sampel pada penelitian ini adalah pasien fraktur di Rumah Sakit Umum Daerah
Nene Mallomo. Dan tekhnik pengambilan sampel adalah purposive sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 15 responden. Dari hasil penelitian ini .dengan
menggunakan ujipaired t-test tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan
intervensi di dapatkan nilai p = 0,000 dengan tingkat kemaknaan p <α (0,05)
yang dimana nilai p 0,000 < 0,05 maka dapat di simpulkan bahwa ada Pengaruh
Pemberian Terapi Musik Terhadap Penuruanan Tingkat Nyeri Pada Pasien
Fraktur D i Rumah Sakit Umum Daerah Nene Mallomo.

2. 9 Discharge Planing

A. Persiapan Perawatan Rumah

Klien dengan fraktur inkompit biasanya segera diasiapkan untuk


perawatan rumah, tetapi klien dengan fraktur komplit akan di kirim ke pusat
rehabilitasi. Selain klien juga harus disiapkan aisten/ caregiver atau anggota
keluarga terdekat klien yang akan membantu perawatan dan proses penyembuhan
dan perawatan di rumah.

Hal yang harus dikaji meliputi   :

a) Tingkat pengetahuan klien/keluarga/caregiver

b) Lingkungan rumah, contohnya: tangga kelanatai atas, ada/tidaknya kursi roda,


keadaan lantai , kamarmandi dll.

B. Edukasi klien dan keluarga.


Perawat harus menyiapkan instruksi verbal dan tertulis untuk klien dan
keluarga tentang bagaimana mengkaji dan merawat luka untuk meningkatkan
penyembuhan.

C. Psikososial.
Sosial worker dibutuhkan untuk mebantu klien daam menggunakan alat-
alat perawatan.

D. Sumber daya perawat kesehatan.


Klien akan memerlukan perawatan atau evaluasi selama di rumah oleh
perawat kesehatan mas yarakat.

E. Perawatan di rumah
Adapun perawatan di rumah meiputi:
1. Perawatan sesudah gips di lepas.
2. Perawatan untuk klien dengan kelemahan muskuloskeletal
dengan menganjurkan istirahat dan physical teraphy.
Teknik terapi fisik yang digunakan yaitu:
1. Kompres hangat.
2. Kompres dingin.
3. Mendengarkan musik.
4. Massage.
5. Latihan (ROM).

3.0 Prinsip Patient Safety


Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman dan mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan mengambil tindakan atau mengambil tindakan yang
tidak seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenaan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko.

BAB 3

PEMBAHASAN
3.1. Pengkajian Keperawatan

Keluhan utama : Nyeri di paha kiri kurang ebih 45 menit sebelum masuk
Rumah Sakit, klien terserempet motor, klien terjatuh, klien terbentu aspal
jalan,tidak mual, tidak muntah dan klien tidak pingsan, kien mengeluh terasa sakit
dan berdenyut da kaki tidak dapat di gerakkan. Lalu oleh keluarga klien di bawa
ke ruang II Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Medan.

Riwayat Penyakit Terdahulu : 6 Tahun yang lalu klien pernah jatuh dari tangga
rumahnya. Masalah yang muncul segera setelah tindakan pembedahan dan pasien
telah sadar adaah bengkak, nyeri,keterbatasan gerak sendi, penurunan kekuatan
otot, dan penrunankeampuan untuk melakukan ambulasi.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:


1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri/ citra
diri.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan inflasi bakteri ke daerah
luka.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sensasi.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskeletal,pembatasan aktivitas
dan penurunan kekuatan ketahanan.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan deformitas fragmen tulang
dimana klien mengeluh nyeri pada kaki kiri dengan skala nyeri 8 (rentang 0-10).
Penulis memilih nyeri akut menjadi diagnosa keperawatan dengan high priority
yang harus dselesaikan karena nyeri merupakan kejadian menekan (stress) dan
dapat merubah gaya hidup dan psikologis seseorang.

3.3 Tahap Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan keperawatan yang di susun untuk mengatasi
diagnosa nyeri akut disusun berdasarkan NOC yaitu setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3×24 jam maka nyeri terkontrol dengan kriteria hasil pasien
mengatakan skala nyeri berkurang dari 8 menjadi 6 dan tanda-tanda vital normal.
Observasi tanda nonverbal dari ketidak nyamanan, memonitor tanda tanda
vital ,kontrol faktor lingkungan yangdapat mempengaruhi respon pasien, ajarkan
teh nik nonfarmakologis kepada pasien dan keluarga: relaksasi nafas dalam,
distraksi, dan kolaborasi medis ( pemberian analgetik) .
Teknik distraksi mendengarkan musik menjadi fokus utama penulis dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien.

3.4 Tahap Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku


keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan diselesaikan
( Potter&Perry ,2005). Diagnosa nyeri akut implementasi pertama dilakukan
dengan mengukur kualitas nyeri pasien dengan PQRST dan di dapatkan hasil
P( provoking incident ) klien mengeluh nyeri pada kaki kiri, Q( quality ) nyeri
senut senut seperti tertusuk jarum, R( region ) kaki ( fibula ) sebelah kiri dengan
S( scale ) skala nyeri 8, T( time ) nyeri hilang timbul dan bertambah kuat ketika
digerakkan.

3.4 Evaluasi.
1. Nyeri timbul saat ada pergerakan dan pasien mengatakan pereda nyeri
adalah obat nyeri dan teknik nonfarmakologis (mendengarkan musik).
2. Pasien mengatakan nyaman setelah diberikan injeksi santagesik, pasien
mengatakn keadaannya lebih baik.
3. Pasien bisa beraktivitas dengan normal seperti biasanya.
4. Kekuatan otot kaki meningkat.
5. Pasien mengatakn muai melakukan pergerakan ringan.
6. Pasien mengatkan mulai belajar duduk secara mandiri dengan bantuan
pagar tempat tidur.
3.5 Resume Evidence Based Nursing (EBN)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad, 2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan
Suddarth, 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare,2009).
Sedangkan Nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman dan bersifat
subjektif . Salah satu cara agar menurunkan rasa nyeri pada pasien fraktur secara
nonfarmakologi adalah dengan terapi mendengarkan musik. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur fibula. Metode penelitian
menggunakan desain Quasi eksperimen dengan desain pre and post test design,
sampel pada penelitian ini adalah pasien fraktur di Rumah Sakit Umum Daerah
Nene Mallomo. Dan tekhnik pengambilan sampel adalah purposive sampling
dengan jumlah sampel sebanyak 15 responden. Dari hasil penelitian ini .dengan
menggunakan ujipaired t-test tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan
intervensi di dapatkan nilai p = 0,000 dengan tingkat kemaknaan p <α (0,05)
yang dimana nilai p 0,000 < 0,05 maka dapat di simpulkan bahwa ada Pengaruh
Pemberian Terapi Musik Terhadap Penuruanan Tingkat Nyeri Pada Pasien
Fraktur Di Rumah Sakit Umum Daerah Nene Mallomo.

3.6 Discharge Planing

A. Persiapan Perawatan Rumah


Klien dengan fraktur inkompit biasanya segera diasiapkan untuk
perawatan rumah, tetapi klien dengan fraktur komplit akan di kirim ke pusat
rehabilitasi. Selain kien juga harus disiapkan asisten/ caregiver atau anggota
keluarga terdekat klien yang akan membantu perawatan dan proses penyembuhan
dan perawatan di rumah.
Hal yang harus dikaji meliputi   :
a) Tingkat pengetahuan klien/keluarga/caregiver
b) Lingkungan rumah, contohnya: tangga kelanatai atas, ada/tidaknya kursi roda,
keadaan lantai , kamar mandi dll.
B. Edukasi klien dan keluarga.
Perawat harus menyiapkan instruksi verbal dan tertulis untuk klien dan
keluarga tentang bagaimana mengkaji dan merawat luka untuk meningkatkan
penyembuhan.
C. Psikososial.
Sosial worker dibutuhkan untuk mebantu klien daam menggunakan alat-
alat perawatan.
D. Sumberdaya perawat kesehatan.
Kien akan memerlukan perawatan atau evaluasi selama di rumah oleh
perawat kesehatan masyarakat.
E. Perawatan di rumah.
Adapun perawatan di rumah meiputi:
3. Perawatan sesudah gips di lepas.
4. Perawatan untuk klien dengan kelemahan muskuloskeletal
dengan menganjurkan istiraht dan physical teraphy.
Teknik terapi fisik yang digunakan yaitu:
6. Kompres hangat.
7. Kompres dingin.
8. Mendengarkan musik.
9. Massage.
10. Latihan (ROM).

3.7 Prinsip Patient Safety


Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman dan mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan mengambil tindakan atau mengambil tindakan yang
tidak seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenaan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
muskuloskeletalfraktur fibula sesuai dengan proses keperawatan meliputi
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Selain itu ditambahkan
intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien fraktur fibula sesuai dengan
Evidence Based Nursing (EBN).
2. Aplikasi Evidence Based Nursing (EBN) yang dilakukan pada pasien dengan
gangguan sistem muskuloskeletal fraktur fibula yaitu dengan memberikan latihan
Range of Motion (ROM) yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pada
pasien fraktur fibula.

3. Pelaksanaan Discharge Planning pada Pasien dengan gangguan sistem


muskuloskeletal yaitu fraktur fibula yaitu dengan memberikan penjelasan tentang
cara pengambilan obat-obatan dan bagaimana minum obat dengan prinsip
pemberian yang benar, memberikan materi mengenai fraktur fibula dan cara
perawatan di rumah, penyuluhan perubahan lingkungan rumah yang baik bagi
pasienfraktur fibula, khususnya untuk mencegah pasien fraktur fibula terjatuh saat
di rumah.

4. Tindakan keselamatan pasien (patient safety) yang dilakukan pada pasien


fraktur fibula yaitu dilakukan dengan melakukan pencegahan pasien jatuh karena
pasien fraktur fibula memiliki kemungkinan risiko jatuh yang tinggi karena
intoleransi aktivitas yang dimilikinya. Tindakan patient safety yaitu dengan cara
memakaikan gelang identitas untuk menunjukkan bahwa pasien tersebut memiliki
risiko tinggi terhadap kemungkinan jatuh.
4.2. Saran
Saran-saran disampaikan kepada beberapa pihak sebagai berikut :
1. Instansi layanan kesehatan, untuk instansi pelayanan kesehatan adalah
diharapkan pada petugas kesehatan agar mempertahankan dan meningkatkan
pelayanan discharge planning khususnya pada pasien fraktur fibula sehingga
dapat mempertahankan kesehatan pasien ketika telah pulang dari rumah sakit.
2. Perawat, Disarankan kepada perawat untuk melakukan asuhan keperawatan
sesuai dengan intervensi yang ditentukan pada pasien fraktur fibula, juga
melakukan terapi ROM untuk meningkatkan kekuatan otot pasien fraktur fibula.

3. Diharapkan institusi pendidikan dapat melatih mahasiswa/i untuk melakukan


standart asuhan keperawatan secara maksimal supaya tercipta perawat yang
profesional dan berdediaksi dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Aini& Reskita.( 2018) . Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi


KebutuhanDasarManusia .Jakar a: Salemba Medika.

Brunner&Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ,edisi 8.


Jakarta: EGC.

DepkesRI .( 2017) . Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Depertemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Doengos. MarilynnE.( 2002) . Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk


Perencanaan DanPendokumentasian Perawatan Pasien ,Edi si 3, Jakarta: EGC.

WHO.( 2017) . Assesment ,Prevention and Control: a guide for program manager
s .Genev a, 2017, 720.

Helmi .( 2012) .Buku AjarGangguan Muskuloskeletal .Jakarta: Salemba Medika.

Ignatavicius,DonnaD.( 1995) . Dasar Dasar Keperawatan .Yogyakarta: Gava


Media.

Kneal e.( 2017) . Keperawatan Ortopedik danTrauma Edisi 2 .Jakarta: EGC.

McCloskey .( 2000) .The Diagnosis of Fractures and Principles of


Treatment .Practical Fracture Treatment .4t h Edition.Churci l l Livingstone,
2000: 2550.

Potter&Perry .( 2005) . Fundamental keperawatan ,Edisi7, Buku2 Jakart a: EGC.

Smeltzer ,Suzanne C&Bare, BrendaG.( 2002) . Buku Ajar Keperawatan


MedikalBedah Brunnerdan Suddarth ( Ed.8,vol.1, 2), EGC Jakarta.
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Sohni Br Solin


NIM : 1095124
Dosen pembingbing : Dewi Astuti Pasaribu S.Kep, Ns M.Kep
Judul Skripsi : Manajemen Asuan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal
Pada Pasien Dengan Fraktur Fibula

No Hari/Tanggal Materi Konsultasi Saran Paraf


Dosen
1 Kamis 23 April ACC Judul Lanjutkan
2020 BAB I
2

5
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Sohni Br Solin


NIM : 1095124
Dosen pembingbing : Hoilisah S.Kep, Ns
Judul Skripsi : Manajemen Asuan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal
Pada Pasien Dengan Fraktur Fibula

No Hari/Tanggal Materi Konsultasi Saran Paraf


Dosen
1 Kamis 23 April ACC Judul Lanjutkan BAB I
2020
2

Anda mungkin juga menyukai