Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL: OSTEOPOROSIS
Disusun untuk memenuhi salahsatu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pengampu: Nina Pamela Sari, M. Kep

Disusun oleh:

1. Aulia Putri Maharani C2114201101


2. Sindi nurmalia C2114201081
3. Amelia Nurfitria C2114201072
4. Teguh Zicham C2114201098
5. Agni Agusti A C2114201050
6. Icep Agni C2114201028

PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan asuhan keperawatan ini tepat pada waktunya dengan judul
“Makalah Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal: Osteoporosis” dan tidak lupa juga kami berterimakasih kepada
Ibu Dosen selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan Gerontik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan askep ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,


khususnya bagi teman-teman mahasiswa di Universitas Muhamaddiyah
Tasikmalaya

Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita Aamiin..

Tasikmalaya, Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Manfaat Penulisan.......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Osteoporosis................................................................... 3
B. Klasifikasi Osteoporosis................................................................... 3
C. Etiologi............................................................................................. 4
D. Patofisiologi..................................................................................... 5
E. Tanda Dan Gejala............................................................................. 7
F. Manifestasi Klinis............................................................................ 7
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................... 8
H. Terapi............................................................................................... 9
I. Faktor Resiko................................................................................... 10
J. Komplikasi....................................................................................... 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOPOROSIS

A. Pengkajian...................................................................................... 12
B. Analisa Data................................................................................... 16
C. Diagnosis Keperawatan................................................................. 16
D. Intervensi Keperawatan................................................................. 17
E. Implementasi Keperawatan............................................................ 19
F. Evaluasi Keperawatan.................................................................... 20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 21
B. Saran ............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia merupakan kelompok usia yang rentan terhadap kesakitan akibat penurunan
fungsi dalam tubuh. Zahroh & Faiza, (2018) Salah satu penyakit yang rentan terjadi pada
lansia adalah osteoporosis karena kepadatan tulang yang rendah merupakan faktor risiko
utama terjadinya osteoporosis. Dieny & Fitranti, (2018) menjelaskan bahwa prevalensi
kepadatan tulang rendah pada kelompok usia 40-50 tahun sebesar 67,7% pada usia 51-60
tahun; 84,9% pada usia 61-70 tahun; dan 86,7% pada kelompok usia 71-80 tahun.
Jumlah lansia diperkirakan terus meningkat, padahal lansia adalah kelompok usia
yang rentan terkana osteoporosis. Kemenkes RI, (2017) menjelaskan bahwa di dunia
prosentase lansia diperkirakan terus meningkat dari tahun 2015 sampai tahun 2030 yaitu
12,3% menjadi 16,4%. Begitu pula di Asia peningkatan prosentase lansia juga terjadi yaitu
11,6% pada tahun 2015 menjadi 17,1 pada tahun 2030. Sedangkan di Indonesia sendiri
proyeksi penduduk lansia yaitu penduduk dengan umur >60 tahun diperkirakan terus
meningkat proporsinya dari tahun 2015 sampai tahun 2030. Proporsi ini meningkat hampir
dua kali dimana pada tahun 2015 adalah 8,49% kemudian pada tahun 2030 diperkirakan
menjadi 13,82%.
Penanganan osteoporosis harus dilakukan secara menyeluruh terutama masalah
nyeri. Zahroh & Faiza, (2018) menyatakan bahwa keluhan terkait gangguan musculoskeletal
(nyeri) menjadi keluhan utama lansia. Hermawati, (2010) menambahkan bahwa risiko yang
merugikan bagi seseorang yang mengalami osteoporosis adalah terjadinya patah tulang,
terutamSa di pinggul, pergelangan tangan, dan tulang punggung. Apabila penanganan tidak
dilakukan secara menyeluruh sampai dengan rehabilitasi medik maka orang tersebut akan
mengalami nyeri pinggang, sakit lutut, boyok sakit, pegal-pegal, sendi-sendi sakit seluruh
badan, nyeri pada paha, punggung sakit, nyeri di kaki, gangguan fungsi aktifitas (tidak dapat
berjalan), hilangnya kemandirian (melakukan kegiatan harus dengan bantuan orang lain)
dan kesulitan dalam bersosialisasi (kegiatan bermasyarakat).

1
B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan yang akan diberiakan pada klien dengan


Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Osteoporosis ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan
keperawatan nyeri akut pada pasien osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah:
a. Mendiskripsikan data hasil pengkajian pada pasien osteoporosis
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien osteoporosis
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien osteoporosis

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Osteoporosis
Brunner & Suddarth, (2018) mendefinisikan bahwa osteoporosis adalah penyakit
yang dicirikan dengan penurunan massa tulang, perburukan matriks tulang, dan
penurunan kekuatan arsitektur tulang. Kecepatan resorpsi tulang lebih tinggi daripada
kecepatan pembentukan tulang. Tulang menjadi semakin keropos, rapuh, dan rentan,
dan tulang akan mudah patah/fraktur. Fraktur kompresi multipel vertebra menyebabkan
deformitas skeletal (kifosis). Kifosis ini menyebabkan pengurangan tinggi badan.
(M. Black & Hawks, 2014) mendefinisikan bahwa osteoporosis didefinisikan
sebagai kelainan skeletal sistemik yang dikarakteristikkan dengan kekuatan otot yang
berkurang yang merupakan predisposisi pada peningkatan risiko fraktur.
(Ode, 2012) mendefinisikan bahwa osteoporosis adalah suatu keadaan penyakit
yang ditandai dengan rendahnya masa tulang dan memburuknya jaringan tulang,
menyebapkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur.
Berdasar pengertian yang dijelaskan oleh para pakar di atas dapat disimpulkan
bahwa osteoporosis adalah suatu penyakit yang terjadi karena kecepatan resorpsi tulang
yang lebih cepat daripada pembentukan tulang yang ditandai dengan penurunan massa
tulang , peningkatan porositas tulang, dan penurunan kekuatan arsitektur tulang
sehingga menyebabkan kerapuhan tulang dan meningkatkan risiko terjadinya fraktur.
B. Klasifikasi Osteoporosis
Nurarif, (2015) menjelaskan bahwa osteoporosis diklasifikasikan menjadi:
1) Osteoporosis primer
a. Tipe 1, adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
b. Tipe 2, terjadi pada orang lanjut usia, baik pria maupun wanita
2) Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif
(misalnya mieloma mutipel: hiper tiroidisme dan hiperparatiroidisma) dan akbat
obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid).
3) Osteoporosis Idiopetik.

3
Osteoporasis idiopatik adalan osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan
ditemukan pada:
a. Usia kanak-kanak (jüuvenil)
b. Usia remaja (adolosen)
c. Wanita pra-menapause
d. Pria usia pertengahan
C. Etiologi
Noor, (2016) menjelaskan bahwa penyebab primer dari osteoporosis adalah defisiensi
estrogen dan perubahan yung berhubungan dengan penuaan, sedangkan penyebab
sekundernya terdapat beberap predisposisi, yaitu sebagai berikut:
a. Sejarah keluarga
Sejarah keluarga juga memengaruhi penyakit ini, pada keluarga yang mempunyai
sejarah osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya cenderung akan mempunyai
penyakit yang sama.
b. Ganggun endokrin
Gangguan endokrin meliputi: hiperparatiroidism, hipogonadism, hipertioidisim,
diabetes melitus, penyakit cushing, prolaktinoma, akromegali, dan insufisiensi
adrenal.
c. Gangguan nutrisi dan gastrointestinal
Gangguan nutrisi dan gastrointensial meliputi: penyakit inflamasi usus
(inflammatory bowel disease), celiac disease, malnutrisi, riwayat pembedahan
gastric bypas, penyakit hari kronis, anoreksia nervosa, vitamin D atau kalsium
defisiensi.
d. Penyakit ginjal
Penyakit gagal ginjal meliputi: gagal ginjal kronis (GGK) dan idiopatik
hiperkalsiuria.
e. Penyakit rematik
Penyakit rematik meliputi: reumatoid artritis, ankylosing spondylitis, dan lupus
eritematus sistemik.
f. Gangguan hematologi
Gangguan hematologi meliputi: multipel myeloma, talasemia, leukemia, limfoma,
hemofilia, sickle cell disease, dan mastositosis sistemik.
4
g. Gangguan genetik
Gangguan genetik meliputi: cystic fibrosis, osteogenesis imperlekra,
homocystinuria, sindrom Ehlers-Danlos, sindrom Marfan, hemokromatosis,
hipofosfatasia.
h. Gangguan lainnya
Gangguan lainnya meliputi: porfiria, sarcoid, imobilisasi, kehamilan/laktasi,
chronic obstructive pulmonary disease (COPD), nutrisi parenteral, HIV/AIDS.
i. Obat-obatan
Beberapa golongan obat yang meningkatkan kehilangan matriks tulang meliputi
berikut ini:
1) Kortikosteroid: prednison (≥5 mg/hari minimal pemberian ≥3 bulan).
2) Antikonvulsan: phenytoin, barbiturates, karbamazepine (agen-agen ini
berhubungan dengan defisiensi vitamin D).
3) Heparin (penggunaan jangka panjang).
4) Kemoterapetik/obat-obat transplantasi: siklosporin, tacrolimus, platinum
compoundus, siklofostamida, ifosfamide, metotreksat.
5) Hormonal/terapi endokrin: Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH)
agonists, Luteinizing Hormone-Releasing Hormone (LHRH) analogs,
depomedroxyprogesterone, excessive thyroid supplementation.
6) Litium.
7) Aromatase inhibitors: exemestane, anastrozole.
D. Patofisiologi
M. Black & Hawks, (2014) menjelaskan bahwa tulang merupakan jaringan
dinamis yang mengalami perbaruan yang terus-menerus proses dimana tulang yang tua
digantikan oleh yang baru. Pembaharuan ini memberi dua fungsi utama:
a. Hal ini menggantikan tulang yang tua dengan yang baru sehingga proses
biomekanikal pada pertulangan tidak dikompromikan oleh penggunaan yang
berkelanjutan.
b. Hal ini berperan pada homeostasis mineral dengan memindahkan kalsium dan ion
lain ke dalam dan ke luar dari penyimpanan tulang.

Proses berurutan pembaruan ini dimulai dengan aktivasi osteoklas, yang


meresorbsi kembali sejumlah kecil pada waktu singkat terteatu (sesingkat 7 hingaa 10
5
hari). Penbentukan tulang kemudian terjadi ketika osteoblas membentuk matriks
organik yang kemudian termineralisasi.
Massa puncak tulang dan kecepatan berurutan dan durasi hilangnya tulang adalah
penentu penting apakah integritas tulang-belulang dapat berkompromi untuk derajat
tertentu dimana fraktur fragilitas akan terjadi. Selain itu, jaringan tulang akan hilang,
perubahan lain dalam tulang (misalnya perubahan arsitektur, penuaan jaringan tulang,
akumulasi kerusakan mikro) berkontribusi pada risiko fraktur. Struktur yang
mendukung menjadi lemah bahkan tekanan minimal dapat menyebabkan fraktur.
Fraktur tulang belakang dengan osteoporosis biasanya merupakan fraktur kompresi
yang terjadi ketika satu atau lebih vertebra kolaps dari akibat membawa berat tubuh
pada saat tegak.
Noor, (2016) menambahkan osteoporosis adalah abnormalitas pada proses
remodeling tulang dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan
hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling tulang
digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan osteoklas. Meskipun
pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorpsi
pada satu permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat yang
berlawanan. Hal ini dipengaruhi oleh beban berat badan dan gravitasi, sama halnya
dengan masalah seperti penyakit sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang
spesifik dan dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik, serta peptida.
Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang
hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukkan terjadinya keseimbangan
antara formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan
osteoklas pah unit remodeling tulang. Remodeling diłbutuhkan untuk menjaga kekuatan
tulang.
Kondisi osteoporosis merupakan suatu hasil interaksi yang kompleks menahun
antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Berbagai faktor terlibat dalam interaksi ini
dengan menasilkan suatu kondisi penyerapan tulang lebih banyak dibandingkan dengan
pembentukan yang baru. Kondisi ini memberikan manifestasi penurunan massa tulang
total. Kondisi osteoporosis yang tidak mendapatkan intervensi akan memberikan dua
manifestasi penting, dimana tulang menjadi rapuh dan terjadinya kolaps tulang

6
(terutama area vertebra yang mendapat tekanan tinggi pada sat berdiri). Hal ini akan
berlanjut pada berbagai kondisi dan masalah pada pasien dengan osteoporosis.
E. Epidemiologi
Berdasarkan data Kementrian Kesehatan, prevalensi osteopenia di Indonesia
sekitar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sekitar 10,3%. Hal ini berarti 2 dari 5
penduduk Indonesia berisiko osteoporosis.

Data ini juga menunjukkan bahwa 41,2% sampel yang berusia kurang dari 55
tahun mengalami osteopenia. Selain itu, osteoporosis juga 2 kali lebih banyak dialami
wanita dibandingkan pria.

F. Tanda Dan Gejala


1) Sakit di Bagian Tulang Tertentu
Meski sulit untuk mengenali gejala awal osteoporosis, namun jika penyakit ini
tidak mendapatkan pengobatan yang tepat maka bisa membuat penderitanya
mengalami rasa sakit yang parah di bagian tulang tertentu.
2) Postur Tubuh yang Bungkuk
Orang dengan osteoporosis sering mengalami patah tulang di tulang belakang
bagian atas. Ketika tulang-tulang tersebut patah, maka bisa menyebabkan postur
tubuh yang bungkuk atau kifosis.
3) Kehilangan Tinggi Badan
Selain itu, penyakit pengeroposan tulang juga dapat ditandai dengan kehilangan
tinggi badan. Penurunan massa tulang bisa membuat tulang menjadi lemah dan
kurang padat, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan tinggi badan. Misalnya,
seseorang menjadi lebih pendek satu inci atau lebih.
4) Sesak Napas
Postur tubuh yang bungkuk bisa memengaruhi sistem pernapasan. Tulang rusuk
yang rentan patah sulit untuk mengembang sepenuhnya saat menarik napas,
sehingga kamu bisa mengalami sesak napas.
5) Patah tulang
osteoporosis merupakan kondisi kesehatan yang melemahkan tulang, sehingga
membuatnya menjadi rapuh dan mudah patah.
6) Gusi Menyusut
7
Pengeroposan tulang pada penderita osteoporosis juga bisa terjadi di tulang bagian
rahang. Kondisi ini dapat menyebabkan gusi yang menyusut.
7) Kekuatan Genggaman Melemah
8) Kuku Lemah dan Rapuh
Kuku yang rapuh bisa menjadi tanda perubahan hormonal atau defisiensi nutrisi. Saat
kuku menjadi rapuh dan lemah, ini bisa meningkatkan risiko osteoporosis.
G. Manifestasi Klinis
Nurarif, (2015) Menyebutkan manifestasi klinis osteoporosis terdiri dari:
a. Manifestasi umum : penurunan tinggi badan, lordosis, nyeri pada tulang, atau
fraktur, biasanya pada vertebra, pinggul atau lengan bagian bawah.
b. Nyeri tulang: terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya
meningkat pada malam hari. (Lukman) Menambahkan kolaps tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan
dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika
penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah terscbut akan terasa sakit.
c. Deformitas tulang: dapat terjadi fraktur traumatik pada vertebra dan menyebabkan
kifosis anguler yang dapat menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat
terjadi paraparesis.
d. Nyeri fraktur akut dapat diatasi dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur kronis
dimanifestasikan sebagai rasa nyeri yang dalam dan dekat dengan tenpat patahan.
Sedangkan menurut (Joyce) nyeri akut biasanya akan berkurang dalam 2 hingga 6
minggu.
e. (Tanda Mc Conkey) didapatkan protuberansia abdomen, spas paravertebral dan
kulit yang tipis.

(Lukman) Menambahkan Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan


terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang
menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit.
H. Pemeriksaan Penunjang
Nurarif, (2015) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang pada klien dengan
osteoporosis adalah:
a. Foto rontgen polos

8
b. CT-Scan: dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up
c. Pemeriksaan DEXA (Dual-Energy X-ray absorptiometry): digunakan untuk
mengukur densitas tulang dan menghitung derajat osteopenia (kehilangan tulang
ringan-sedang) atau osteoporosis (kehilangan tulang berat)
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata
2) Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3) Kadar 1,25-(0H)2-D3 absorbsi Ca menurun
4) Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
I. Terapi

Nurarif, (2015) menjelaskan bahwa beberapa hal yang disorot dalam The National
Osteoporosis Guideline Group (NOGG) 2013 adalah:
1) Terapi farmakologi yang dapat menurunkan risiko terjadinya fraktur vertebrata
(dan beberapa kasus fraktur tulang panggul) seperti bisphospo denosumab,
rekombinan hormon parathyroid, raloxifene, dan strort ranelate. Pada NOGG 2009,
terapi yang diakui untuk kasus fraktur vertebra, non vertebra dan fraktur tulang
panggul hanya alendronate, risedonate, zoledronate, dan terapi sulih hormon.
2) Alendronate generik direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena kerja
spektrum luasnya sebagai agen antifraktur dengan harga terjangkau.
3) Ibandronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab, raloxifene atau strontium
ranelate digunakan sebagai terapi pilihan jika alendronate dikontraindikasikan atau
tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien.
4) Karena harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid hanya diberikan
pada pasien dengan risiko sangat tinggi fraktur terutama pada vertebra.
5) Wanita postmenopause dapat mendapatkan manfaat dari calcitriol, etidronate, dan
terapi hormon pengganti.
6) Terapi untuk pria dengan risiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai dengan
alendronate, risedronate, zoledronate, atau teriparatide.

9
7) Bagi wanita post menopause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan pengobatan
osteoporosis akibat glukokortikoid yaitu alendronate, etidronate dan risedronate,
sementara itu terapi pilihan yang diakui baik untuk wanita dan juga pria adalah
teriparatide dan zoledronate.
8) Suplemen calcium dan vitamin D secara luas direkomendasikan untuk para lansia
dan sebagaiterapi osteoporosis.
9) Efek potensial pada kardiovaskuler akibat pemberian suplemen calcium masih
kontroversial, namun sangat bijaksana jika asupan calcium melalui makanan
ditingkatkan dan menggunakan suplemen vitamin D saja daripada mengkonsumsi
suplemen calcium dan vitamin D bersamaan.
10) Penghentian mendadak bisphosphonate dihubungkan dengan penurunan BMD dan
bone turn over setelah 2-3 tahun diterapi dengan alendronate dan risedronate.
11) Terapi bisphosphonate dilanjutkan meskipun tanpa evaluasi lebih lanjut terutama
pada pasien dengan risiko sangat tinggi terjadi fraktur, dimana review terapi dan
evaluasi fungsi ginjal cukup dilakukan tiap 5 tahun sekali.
12) Jika bisphosphonate dihentikan, risiko fraktur dievaluasi ulang tiap kali setelah
terjadinya aktu baru, atau setelah 2 tahun jika tidak terjadi fraktur baru.
13) Setelah 3 tahun diterapi dengan zoledronate, manfaat yang timbul pada BMD akan
tetap ada sampai dengan 3 tahun setelah terapi dihentikan. Kebanyakan pasien
harus menghentikan pengobatan setelah diterapi selama 3 tahun, dan dokter harus
melakukan evaluasi ulang akan kebutuhan untuk melanjutkan terapi dalam 3 tahun
mendatang.
14) Pasien dengan fraktur vertebra sebelumnya atau terapi awal osteoporosis tulang
panggul dengan skor T BMD <= 2,5 SD dapat mengalami peni risiko fraktur
vertebra jika zoledronate dihentikan.
15) Rekomendasi pada guideline ini dimaksudkan untuk membantu dalam keputusan
tatalaksana osteoporosis dengan tidak mengeputusan klinik bagi pasien.
J. Faktor Resiko
Selain usia yang menjadi faktor utama risiko terjadinya osteoporosis, terdapat faktor
risiko lain yang menyebabkan seseorang rentan terkena penyakit ini, antara lain:
1. Faktor Risiko Tak Dapat Diubah
 Pertambahan usia
10
 Jenis kelamin wanita, terutama saat memasuki masa menopause
 Memiliki anggota keluarga yang mengalami osteoporosis
2. Faktor Risiko Dapat Diubah
 Ketidakseimbangan hormon
 Kekurangan kalsium dan vitamin D
 Jarang berolahraga
 Memiliki kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol secara
berlebihan.
Penting untuk mengenali faktor risiko ini sejak awal agar Anda dapat meminimalisir
kemungkinan terjadi osteoporosis dengan sejumlah langkah gaya hidup sehat. Beberapa
di antaranya yang disarankan adalah rutin berolahraga, berhenti merokok dan
mengonsumsi alkohol, perbanyak konsumsi makanan minuman kaya vitamin D dan
kalsium, cukup paparan sinar matahari, dan melakukan skrining tulang secara rutin
terutama jika telah memasuki masa menopause.
K. Komplikasi
Ode, (2012) menjelaskan bahwa osteoporosis mengakibatkan tulang secara
progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.

11
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

A. Pengkajian

Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat, dan sistematis.
Informasi yang dikumpulkan selama pengkajian harus dapat dipahami dan didiskusikan
dengan anggota tim, keluarga klien, dan pemberi pelayanan interdisipliner.

Untuk itu, format pengkajian yang digunakan adalah format pengkajian pada
lansia yang dikembangkan minimal terdiri atas: data dasar (identitas, alamat, usia,
pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa); data biopsikososial spiritual kultural;
lingkungan; status fungsional; fasilitas penunjang kesehatan yang ada; serta
pemeriksaan fisik.

Menurut (Handa Gustiawan 2019) yang perlu dikaji ialah:

1. Identitas
Ada beberapa yang merupakan identitas yaitu: Nama, umur, agama, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan terakhir, tanggal masuk
panti, kamar dan identitas keluarga pasien (Handa Gustiawan 2019)
2. Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses sehingga
dapat bertempat tinggal di panti (Handa Gustiawan 2019)
3. Riwayat Keluarga
Menggambarkan sebuah hubungan keluarga (kakek, nenek, orang tua, saudara
kandung, pasangan, dan anak-anak)
4. Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan dimana pekerjaan sekarang, pekerjaan sebelumnya, dan mendapatan
uang dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
5. Riwayat Lingkup Hidup

12
Memiliki gambaran tempat tinggal, berapa kamar yang diinginkan, berapa orang
yang tinggal di rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.

6. Sumber/Sistem Pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti dokter,
perawat atau klinik
7. Status Kesehatan Sekarang
Ada beberapa status kesehatan umum ketika setahun yang lalu, status kesehatan
umum ketika 5 tahun yang lalu, keluhan yang utama, serta pendidikan tentang
penatalaksanaan masalah kesehatan.
8. Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik ialah suatu proses pemeriksaan tubuh pasien pada ujung
kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menentukan adanya gejala dari sebuah
penyakit dengan teknik inpeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
a) Pola aktivitas & latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/ minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulansi/ ROM √

Ket
0 : mandiri
1 : dengan alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total oksigenisasi.

b) Pengkajian Status Mental Gerontik


Menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionnair)
13
Adalah beberapa penguji sederhana yang sudah digunakan secara luas
buat kaji status mental. Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan dengan
orientasi, riwayat pribadi, ingatan janka pendek, ingatan jangka panjang dan
perhitungan. (Rosita 2012)

Benar Salah No Pertanyaan

1 Tanggal Berapa Hari ini

2 Hari apa sekarang

3 Apa nama tempat ini

4 Dimana Alamat anda

5 Berapa umur anda

6 Kapan anda lahir (minimal tahun)

7 Siapa presiden Indonesia sekarang

8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya

9 Siapa nama ibu anda

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari


setiap angka baru

Ket:
Benar 10 = fungsi intelektual pasien utuh
Salah 0 – 3 = fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 = fungsi intelektual ringan
Salah 6 – 8 = fungsi intelektual sedang
Salah 9 – 10 = fungsi intelektual berat
B. Diagnosa Keperawatan

1. (D.0078) Nyeri kronis b.d kondisi musculoskeletal kronis d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, tidak mampu menuntaskan aktivitas, waspada, pola tidur

14
berubah.

C. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI

(D.0078) Nyeri kronis b.d (L.08066) Setelah dilakukan (I.08238) Manajemen nyeri
kondisi musculoskeletal tindakan keperawatan Tindakan
kronis d.d mengeluh nyeri, diharapkan tingkat nyeri Observasi :
tampak meringis, gelisah, menurun dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi nyeri,
tidak mampu menuntaskan hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
aktivitas, waspada, pola -Kemampuan menuntaskan kualitas, intensitas nyeri.
tidur berubah. aktivitas meningkat (5) 2. Identifikasi skala nyeri.
-Keluhan nyeri menurun (5) 3. Identifikasi respons nyeri non
-Meringis menurun (5) verbal.
-Kesulitan tidur menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang
-Ketegangan otot menurun memperberat dan
(5)
memperingan nyeri.
-Pola tidur membaik (5)
5. Identifikasi pengaruh nyeri
-Nafsu makan membaik (5)
pada kualitas hidup.
6. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan.
7. Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
15
hangat/dingin, terapi bermain).
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
3. Fasilitasi istirahat tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredahkan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredahkan
nyeri. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.

4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

16
D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien mengatasi masalah
kesehatan yang sedang dihadapinya ke status kesehatan yang lebih baik
didasarkan pada criteria hasil yang telah dibuat sebelumnya (Gordon dalam
Potter & Perry, 2005). Jadi implementasi keperawatan merupakan tahap
proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi melaksanakan
berbagai strategi tindakan keperawatan yang telah direncanakan.
E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau criteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
merupakan pengukuran keberhasilan yang mencakup perubahan atau respon
masyarakat terhadap program kesehatan yang dilaksanakan (Nugroho, 2014).
No Diagnose Evaluasi
keperawatan
1. (D.0078) Nyeri kronis S : klien mengatakan Nyeri nya
b.d kondisi sudah mulai berkurang
musculoskeletal kronis O : Bisa beraktivitas ringan
d.d mengeluh nyeri, A : Masalah teratasi
tampak meringis, gelisah, P : Hentikan intervensi.
tidak mampu
menuntaskan aktivitas,
waspada, pola tidur
berubah.

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/


matriks/massatulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses
mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang
mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah
patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu: usia, genetik,
defisiensi kalsium, aktivitas fisik kurang, obat - obatan (kortikosteroid, anti
konvulsan, heparin, siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang
(densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur
kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet.

B. Saran

Mahasiswa harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada


gangguan system musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu
menerapkannya di lahan praktikdemi memberi pelayanan kesehatan yang baik
bagi klien.

21
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ed
1, Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ed
1, Jakarta. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan ed 1, Jakarta, Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
https://www.klikdokter.com/info-sehat/tulang/ciri-dan-tanda-bahwa-anda-berisiko-
osteoporosis
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/gejala-dan-berbagai-
faktor-risiko-osteoporosis

22

Anda mungkin juga menyukai