Anda di halaman 1dari 57

SEMINAR KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. I DI RUANG BOUGENVILLE RS


ORTOPEDI SURAKARTA

STASE KETRAMPILAN DASAR PROFESI

Dosen Pembimbing: Akbar Satria, S.Kep., Ns., Msc

Disusun Oleh Kelompok 26:


Ferdi (22160096)
Linda (22160112)
Elssa Sohilait (22160019)
Cornelia Wati Force Lende (22160090)
Novita Christianti Tupan (22160012)

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah Seminar kelompok kami dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. I Di
Ruang Bougenville RS Ortopedi Surakarta“ dapat terselesaikan.
Makalah ini kami disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok pada Stase
Keterampilan Dasar Profesi (KDP) yang kemudian akan dipresentasikan. Kami menggunakan
bahasa yang sederhana yang memudahkan kita untuk memahaminya serta menggunakan sumber-
sumber dari jurnal penelitian dan karya-karya ilmiah lainnya serta rekomendasi dalam pembuatan
asuhan keperawatan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Makalah ini juga berguna
untuk menambah dan memperluas wawasan, serta menunjang pemahaman dan melatih
keterampilan mahasiswa khususnya tentang mengelola asuhan keperawatan.
Penyusun menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena
itu segala saran dan kritik membangun dari para pembaca sangat di harapkan oleh penyusun untuk
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Surakarta, Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan Umum dan Khusus .............................................................................. 1
BAB II : TINJAUAN TEORI ...................................................................................... 2
A. Definisi .............................................................................................................. 2
B. Etiologi .............................................................................................................. 2
C. Manifestasi Klinis ............................................................................................. 3
D. Patofisiologi ....................................................................................................... 3
E. Pathway ............................................................................................................. 5
F. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 5
G. Komplikasi ........................................................................................................ 6
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan ...................................................... 6
I. Basic Promoting Physiology Of Health ............................................................. 9
1. Pengertian ..................................................................................................... 9
2. Fisiologi/Pengaturan ..................................................................................... 9
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ................................................................ 10
4. Cara Perhitungan .......................................................................................... 10
5. Jenis Gangguan ............................................................................................. 15
J. Pengkajian Keperawatan ................................................................................. 16
K. Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 17
L. Rencana Keperawatan ...................................................................................... 18
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................... 22
A. Pengkajian ................................................................................................... 22
B. Analisa Data ................................................................................................ 34
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan ............................................................... 35
D. Rencana Keperawatan ................................................................................ 36
E. Implementasi Keperawatan ........................................................................ 39
F. Evaluasi ........................................................................................................ 39
BAB IV : PEMBAHASAN ........................................................................................... 50
BAB V : PENUTUP ...................................................................................................... 52
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 52
B. Saran ................................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi yang paling sering dijumpai dan biasa
menyerang sendi pinggul, lutut, tangan, dan kaki. Sebanyak 4% populasi dunia menderita
osteoartritis, dengan 83% kasus osteoartritis merupakan osteoartritis lutut, sehingga OA
lutut merupakan jenis OA terbanyak. Penyakit ini menyebabkan gangguan yang bersifat
progresif pada jaringan sendi seperti kartilago, sinovium, dan tulang subkondral. Pada
akhirnya, kartilago sendi mengalami degenerasi sehingga permukaan sendi mengalami
fisura, ulserasi, dan menjadi tipis. Prevalensi OA meningkat pada usia 40 – 60 tahun,
bertambah secara linear dengan bertambahnya usia. Di negara maju, OA menyebabkan
beban pembiayaan kesehatan yang besar dibandingkan penyakit muskuloskeletal lainnya;
namun kerugian terbesar adalah kualitas hidup, kesehatan mental, dan psikologis pasien.
Osteoartritis merupakan kelainan sendi yang sering dijumpai, dan paling banyak
menyerang sendi lutut. Berbagai faktor risiko OA lutut di antaranya faktor usia, jenis
kelamin, obesitas, genetik, aktivitas yang mempengaruhi sendi lutut, kelemahan otot-otot
sekitar sendi lutut, dan keselarasan lutut. Penegakan diagnosis dilakukan secara klinis,
radiologi, serta bantuan laboratorium.
Menurut AAOS (American Academy of Orthopaedic Surgeons), insidens
osteoartritis lutut di Amerika Serikat diperkirakan mencapai240 orang per 100.000 tiap
tahunnya. Sepanjang tahun 2009, lebih dari sebelas juta kunjungan rawat jalan merupakan
kasus osteoartritis. Diperkirakan pada tahun 2010, hampir sepuluh juta orang dewasa
mengalami gejala osteoartritis lutut (2018).

B. Tujuan Umum dan Khusus


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep penyakit asuhan keperawatan tentan
Keperawatan Dasar Profesi pada pasien dengan masalah Osteoarthritis (OA) setelah
pasca operasi di RS Ortopedi Surakarta.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengajian KDP pada pasien dengan
gangguan osteoarthritis
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan KDP pada pasien
dengan gangguan osteoarthritis
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana tindakan keperawatan dan mampu
melaksanakan implementasi keperawatan dengan pasien pada gangguan
Osteoarthritis

1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Osteoarthritis adalah bentuk arthtritis yang paling dan penyebab kecacatan dengan
sendi yang terpengaruh (A.Dell’ Isola,dkk 2016). Osteoarthritis adalah penyakit penyakit
yang bersifat kronik, progresif lambat dan ditandai dengan adanya deterioasi dan abrasi
lawan (Stacy,2016).
Osteoarthritis adalah peradangan kronis di sendi akibat kerusakan pada tulang rawan.
Osteoarthritis adalah jenis arthritis atau radang sendi yang paling sering terjadi. Kondisi ini
menyebabkan keluhan, seperti sendi-sendi terasa sakit, kaku, dan bengkak.
Osteoarthritis bisa menyerang semua sendi, tetapi kondisi ini paling sering terjadi di
sendi-sendi jari tangan, lutut, pinggul, dan tulang punggung. Gejala osteoarthritis umumnya
berkembang secara bertahap seiring waktu (O’Neill, T. & Felson, D, 2018).

B. Etiologi
Lutut adalah sendi sinovial terbesar pada manusia, yang terdiri dari struktur tulang
rawan, ligament dan membrane sonovial. Membrane sonovial adalah membrane yang
bertanggung jawab atas produksi cairan sonovial yang memberikan nutrisi ke tulang rawan
(Sharma, dkk. 2017). Tingginya tekanan dan penggunaan, sendi lutut ini sering menjadi
tempat terjadinya osteoarthritis (Richebe, Capdevila X,Rivat C, 2018)
Beberapa penyebab terjadinya osteoarthritis antara lain trauma, kekuatan mekanik,
reaksi biokimia dan metabolism. Beberapa resiko terjadinya OA juga yaitu
1. Bentuk tulang atau sendi.

Bentuk tulang dapat berkomtribusi pada resiko OA terutama pada sendi panggul .
selain itu, Rotterdam menemukan bahwa, orang dengan deformitas atau dysplasia
memiliki resiko lebih besar beresiko mengembangkan OA pinggul dibandingkan
dengan mereka yang tidak deformitas (Saberi Hosnijeh, dkk 2017).
2. Kekuatan otot
Hubungan antara kekuatan otot dan OA dapat bervariasi tergantung otot dan sendi.
Pada pemeriksaan cedera lutut, anterior cruciate ligament (ACL) tinggi terpampang
otot paha dan oto lemak yang tinggi memiliki protektif terhadap prevalensi kekuatan
otot osteoarthtritis (Jungman PM, dkk, 2016)
3. Pekerjaan dan olahraga

Aktivitas berulang yang melibatkan pada pekerjaan tertentu yang berat misalnya
pemadam kebakaran, pekerja konstruksi menjadi faktor terjadinya OA (Caremon
KL, dkk, 2016)
4. Cedera atau pembedahan

2
3

Cedera dan juga kerusakan kartilagoartikular, cedera ACI, robekan meniscal


memiliki resiko lebih tingg terkena OA.

Penyebab adanya rasa sakit pada penderita berasal dari komponen non kartilago
sendi seperti kapsul sendi, sinovim, tulang sub kondral, ligament dan oto periartikula
(Desphande BR, dkk. 2016). Seiring perkembangan penyakit struktur ini terpengaruh dan
perubahan termasuk remodeling tulang, pembentukan osteofit, melemahnya otot
periartikular, kelemahan ligament dan efusis synovial dapat menjadi jelas. Berbeda dari
radang sendi, radang osteoarthritis adalah peradangan kronis dan tingkat rendah, yang
terutama melibatkan mekanisme kekebalan bawaan. Pada osteoarthtritis cairan sinoval
telah ditemukan mengandung beberapa mediator inflamasi termasuk protein plasma
(protein C-reaktif, diusulkan sebagai penanda untuk pengembangan dan perkembangan
osteoarthtritis (Kodama R,dkk. 2016).

C. Manifestasi Klinis
Pada tahap awal, penderita osteoarthritis dapat mengalami keluhan rasa sakit atau
nyeri sendi dan sendi kaku. Gejala tersebut akan berkembang secara perlahan dan makin
parah seiring waktu. Kondisi ini menyebabkan penderita kesulitan menjalani aktivitas
sehari-hari. Selain nyeri sendi dan kaku, gejala lain dari osteoarthritis yang umum terjadi
adalah:
- Sendi bengkak
- Terdengar suara gesekan saat menggerakkan sendi
- Otot lemah dan massa otot berkurang
- Muncul taji atau tulang tambahan
- Timbul benjolan pada sendi di jari tangan
- Jari tangan bengkok
Pada penderita OA, manifestasi klinis yang dirasakan yaitu:
1) Nyeri
Pada pasien OA tanda dan gejala yang khas adalah nyeri. Terutama setelah aktivitas
berkepanjangan dan menahan beban
2) Kekakuan otot
Kekauan pada OA biasanya di alami setelah tidak aktivitas atau tidur.

D. Patofisiologi
Rawan sendi dibentuk olwh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdri
4

dari air, proteglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan peyakit osteoarthritis dibai
menjadi fase, yaitu sebagai berikut:
a. Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme menjadi
terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang
kemudian hancur dalam matrik kartilago. kondrosit juga memproduksi penghambat
protease yang mempengaruhi proteolitik. kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.
b. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteglikan dan fragmen kedalam cairan sinovia.
c. Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi pada
synovia. Produksi magrofad synovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-
alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya
destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide
(NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi
dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.
Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan
articular menjadi kondisi gangguan yang progresif (Nurul A N,2017).
5

E. Pathway
Faktor usia, kegemukan, trauma, keturunan, penyakit endokrin dan penyakit radang sendi
lain.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah foto polos. Hal yang ditemukan berupa
morfologi klasik OA, yaitu adanya focal joint space narrowing, osteofit, kista subkondral,
6

dan subchondral bone sclerosis. Dari pemeriksaan foto polos tersebut dapat ditentukan
derajat OA menurut Kellgren dan Lawrence sebagai berikut.
a. Derajat 1 (meragukan) : Tampak osteofit kecil
b. Derajat 2 (minimal) : Osteofit jelas, celah sendi normal
c. Derajat 3 (sedang) : Osteofit jelas, celah sendi sempit
d. Derajat 4 (berat) : Penyempitan celah sendi berat dan adanya sklerosis.
Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan untuk menyingkirkan artirtis lainnya atau
menentukan penyebab sekunder adalah pemriksaan darah, berupa pemriksaan darah rutin,
laju endap darah, C-reactive-protein dan titer rheumatoid factor (Samosir R.E dkk,2020).
G. Komplikasi
Komplikasi yang timbul bergantung pada lokasi sendi yang mengalami OA dan
bagaimana proses perbaikan yang terjadi selama dilakukan terapi. Beberapa penyulit yang
diakibatkan oleh berbagai patologi adalah efusi sinovial, osteofit dan degenerasi jaringan
sekitar sendi. Kerusakan sendi pada OA dapat mengakibatkan malalignment dan
subluksasi. Penyempitan celah sendi asimetris mengakibatkan varus atau valgus.
Fragmentasi permukaan sendi yang terjadi berupa debris pada kavum sinovial atau
osteochondral bodies yang tetap melekat pada permukan sendi asalnya. Pada sendi lutut,
efusi sinovial dapat menyebabkan timbulnya kista Baker pada fosa poplitea.
Selain itu jika Osteoarthritis yang tidak tertangani dapat menimbulkan nyeri dan
rasa tidak nyaman. Kondisi ini bisa memicu keluhan atau gangguan kesehatan lain, seperti:
 Gangguan tidur
 Gangguan kecemasan
 Depresi
 Osteonecrosis atau avascular necrosis (kematian jaringan tulang)
 Infeksi pada sendi
 Saraf terjepit atau hernia nukleus pulposus (HNP)

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak
sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing, penilaian yang
cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, serta pendekatan multidisiplin.
Tujuan:
a. Mengurangi / mengendalikan nyeri
b. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi
c. Mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari hari (ketergantungan kepada orang
lain) dan meningkatkan kualitas hidup
d. Menghambat progresivitas penyakit
e. Mencegah terjadinya komplikasi
7

1. Penatalaksanaan Medis atau Farmakologi


Pendekatan terapi awal:
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu obat
berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:
 Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada
sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka,
riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat
kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
 Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
 Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian
obat pelindung gaster (gastro- protective agent). Obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik rendah dan dapat
dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon
kurang efektif. Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor
dianjurkan pada penderita yang memiliki faktor risiko kejadian perdarahan
sistem gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran
pencernaan.
 Cyclooxygenase-2 inhibitor.
Catatan: Obat-obat tersebut ini dapat diberikan secara teratur pada pasien dengan
gangguan fungsi liver, namun harus dihindari pada pasien peminum alkohol kronis.
Capcaisin topikal atau methylsalicylate cream dapat diberikan pada pasien yang
tidak berespon terhadap acetaminophen atau tidak diperbolehkan untuk
mendapatkan terapi sistemik.
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan
tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide
40 mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat
diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).

2. Penatalaksanaan Keperawatan atau Non Farmakologi

a. Edukasi pasien.
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup.
8

c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot-otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint
dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.

Pendekatan terapi alternatif


Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat diberikan
Tramadol (200-300mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri
OA dengan gejala klinis sedang hingga berat dibatasi adanya efek samping yang
harus diwaspadai, seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%),
somnolen (18%), dan muntah (13%).
b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan atau kortikosteroid jangka
pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.
c. Kombinasi: Metaanalisis membuktikan: Manfaat kombinasi paracetamol-kodein
meningkatkan efektifitas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol saja,
namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis.
Bukti-bukti penelitian klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer
related pain.
Injeksi intra artikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan
modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun
sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk
memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini sebaiknya tindakan ini
dilakukan oleh dokter ahli reumatologi atau dokter ahli penyakit dalam dan dokter ahli
lain (ortopaedi, rehabilitasi medis), yang telah mendapatkan pelatihan.

Evaluasi efek samping obat


Parasetamol: hepatotoksisitas.
Opioid: nausea, vomitus, konstipasi, retensio urin, mental confusion, drowsiness dan
depresi pernafasan
9

I. Basic Promoting Physiology Of Health: Manajemen Nyeri


1. Pengertian
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Lewis et al., 2014). Menurut Williams dan
Craig (2016), nyeri merupakan pengalaman menyedihkan yang terkait dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial dengan komponen sensorik, emosional,
kognitif, dan sosial (Ballantyne et al., 2019).
Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), manajemen nyeri
merupakan cara atau tindakan untuk mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau funsional
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Manajemen nyeri merupakan tindakan yang sangat penting bagi pasien pasca bedah,
tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah efek samping dan rasa sakit, memfasilitasi
pemulihan dan mengurang biaya perawatan dengan meminimalkan atau menghilangkan
kesusahan pasien. Manajemen nyeri bersifat farmakologi dan nan farmakologi.
Intervent farmakologi (analgesik) telah banyak digunakan namun pasien tidak bebas
dari efek samping. Manajemen nyeri non farmakologi berupa perawatan yang
menggabungkan berbagai pendekatan seperti terapi psikologis, spiritual dan alternatif
sering dianggap tambahan yang berhasil dalam mengelola nyeri (Muzaenah dan
Hidayati, 2021).

2. Fisiologi/Pengaturan
Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri maka perlu mempelajari tiga
komponen fisiologi berikut ini.
1. Reaksi: respon fisiologis dan perilaku setelah mempersepsikan nyeri resepsi
2. Resepsi: proses perjalanan yeri
3. Persepsi: kesadaran seseorang terhadap nyeri
Adanya stimulus mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan
pelepasan substain kimia seperti histamin, brakidin, kalium. Substansi tersebut
menyebabkan nosi receptor bereaksi. Apabila nosi reseptor mencapai ambang nyeri,
maka timbul impuls saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut tersebut
yang akan membawa impuls saraf yaitu serabut A delta dan serabut C. impuls saraf akan
dibawa sepanjang serabut saraf ke Cornudorsalis medulla spinallis. Impuls saraf
menyebabkan Cornudorsalis melepaskan neurotransmitter (Substansi P). Substansi P
menyebabkan tranmisi sinap dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkan impuls saraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat.
10

Setelah impuls saraf sampai di otak, otak akan mengolah impuls saraf kemudian akan
timbul reflek protektif (Suwondo, 2017).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi


Faktor-faktor yang memperberat keluhan nyeri bila diketahui dapat menerankan
mekanisme patofisiologik nyeri yang terjadi. Stimulus yang dapat mengeksaserbasi
nyeri. Faktor-faktor mekanis yang mengeksaserbasi nyeri, misalnya posisi tubuh
tertentu atau aktivitas misalnya duduk, berdiri, berjalan, membungkukkan badan, dan
mengangkat benda dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab nyeri. Perubahan
biokimiawi (misalnya kadar glukosa dan elektrolit dan ketidakseimbangan hormonal),
factor psikologis (misalnya depresi, stress, dan problem emsoional lainnya), dan trigger
dari lingkungan (pengaruh diit dan perubahan cuaca, termasuk perubahan tekanan
udara) dapat menjadi petunjuk diagnostic yang penting. Factor-faktor yang mengurangi
keluhan nyeri juga penting. Posisi tubuh tertentu akan mengurangi nyeri lebih baik
(misalnya pada sebagian besar kasus klaudikasio neurogenic, duduk adalah faktor yang
mengurangi nyeri, sedangkan berdiri atau berjalan memperburuk nyerinya). Terapi
farmakologik dan “blok-saraf” membantu klinikus dalam menentukan diagnosis dan
memilih pengobatan yang sesuai (Suwondo, 2017).
a. Persepsi nyeri: tidak bergantung pada derajat kerusakan fisik maupun faktor
psikolososial yang dapat mempengaruhi pengalaman akan nyeri. Faktor ini dalam
memperngaruhi nyeri yaitu kecemasan, pengalaman, perhatian, harapan dan arti dan
situasi saat terjadi cedera.
b. Sosial budaya: ras, budaya dan etnik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
respon dan sensasi terhadap nyeri.
c. Usia: individu dewasa mungkin tidak melaporkan adanya nyeri karena takut bahwa
hal tersebut mengindikasikan diagnosis yang buruk. Nyeri juga dapat berarti
menunjukan kelemahan, kegagalan atau kehilangan kontrol bagi orang dewasa
dibandingkan dengan anak-anak atau remaja.
d. Jenis kelamin: laki-laki lebih jarang melaporkan nyeri dibandingkan perempuan.
Hal ini tidak berarti jika laki-laki jarang merasakan nyeri.
e. Arti nyeri: beberapa individu lebih mudah menerima nyeri dibandingkan individu
lainnya bergantung pada keadaan mengenai makna nyeri tersebut. Individu yang
menghubungkan rasa nyeri dengan hasil positif dapat menahan nyeri. Sebaliknya
individu yang mengalami nyeri dapat mengekspresikannya dengan berbeda.
4. Cara perhitungan
Hal yang selalu harus diingat dalam melakukan penilaian nyeri diantaranya adalah
melakukan penilaian terhadap:
a. Intensitas nyeri
11

b. Lokasi nyeri
c. Kualitas nyeri, penyebaran dan karakter nyeri
d. Faktor-faktor yang meningkatkan dan mengurangi nyeri
e. Efek nyeri pada kehidupan sehari-hari
f. Regimen pengobatan yang sedang dan sudah diterima
g. Riwayat manajemen nyeri termasuk farmakoterapi, intervensi dan respon
h. terapi
i. Adanya hambatan umum dalam pelaporan nyeri dan penggunaan analgesik
Intensitas dan penentuan tipe nyeri sangat penting karena menyangkut jenis
pengobatan yang sesuai yang sebaiknya diberikan terutama terapi farmakologis.
Beberapa alat ukur yang sudah umum dipakai untuk mengukur intensitas nyeri adalah
Visual analogue scale (VAS) atau Numeric Pain Scale (NPS) dan membedakan tipe
nyeri antara lain adalah ID Pain Score dan Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms
Score (LANSS).
1) Visual Analog Scale
Skala analog visual (VAS) adalah cara yang banyak digunakan untuk
menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat
nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai
garis sepanjang 100 mm. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka
atau peryataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri (nol/0),
sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi
(100mm). Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS
adalah penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana, namun pada kondisi
pasien kurang kooperatif misalnya nyeri yang sangat berat atau periode pasca
bedah, VAS seringkali sulit dinilai karena koordinasi visual dan motorik dan
kemampuan konsentrasi pasien terganggu. VAS pada umumnya mudak
dipergunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa.

Gambar 1.1 Visual Analog Scale (VAS)


2) Numeric Pain Rating Scale (NPS/NRS/NPRS)
NPS dianggap sederhana dan mudah dimengerti. NPS lebih sederhana
daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut, namun kekurangannya adalah
tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti. Jika
VAS lebih cocok untuk mengukur intensitas nyeri dan efek terapi pada
penelitian karena mampu membedakan efek terapi secara sensitif maka NPS
lebih cocok dipakai dalam praktek sehari-hari karena lebih sederhana.
12

Gambar 1.2 Numeric Pain Scale (NPS)


3) Wong Baker Faces Pain Rating Scale
Wong Baker Faces Pain Rating scale cocok digunakan pada pasien dewasa dan
anak > 3 tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka.

Gambar 1.3 Wong Baker Faces Pain Rating scale


4) ID Pain Score
ID pain merupakan instrument skrining yang digunakan untuk membedakan
antara nyeri neuropatik dan nosiseptik. ID pain terdiri dari 5 pertanyaan terkait
nyeri neuropatik yaitu rasa kesemutan, panas terbakar, kebas/baal, kesetrum dan
nyeri bertambah bila tersentuh dan 1 pertanyaan terkait nyeri nosiseptik yaitu
nyeri yang terbatas pada persendian/otot/gigi/lainnya. Bila skor >2
kemungkinan terdapat nyeri neuropatik.
1. Apakah nyeri terasa seperti kesemutan?
 Ya (+1 poin)
 Tidak (0 poin)
2. Apakah nyeri terasa panas/membakar?
 Ya (+1 poin)
 Tidak (0 poin)
3. Apakah terasa baas/kebal?
 Ya (+1 poin)
 Tidak (0 poin)
4. Apakah nyeri bertambah hebat saat tersentuh?
 Ya (+1 poin)
 Tidak (0 poin)
5. Apakah nyeri hanya terasa di persendian/otot/geligi/lainnya?
 Ya (- 1 poin)
 Tidak (0 poin)
Total Skor:
Skor total minimum : -1
13

Skor total maksimum : 5


Jika skor anda >2, kemungkinan menderita nyeri neuropatik
5) LANSS (The Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs) Pain Scale
LANSS terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan
disfungsi sensoris. Pada skala nyeri LANSS skor 12 atau lebih diklasifikasikan
sebagai nyeri neuropatik dan skor dibawah 12 diklasifikasikan sebagai nyeri
nosiseptik (Bennet, 2001; Martinez Lavin et al., 2003). LANSS sudah dilakukan
tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan reliabel/dapat dipercaya dengan
kappa coefficient agreement adalah 0.76 (Widyadharma dan Yudiyanta, 2008).
Skala nyeri LANSS merupakan alat untuk menilai nyeri neuropatik yang
memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas yang cukup tinggi yaitu 80%.

Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs


Skala nyeri ini dapat membantu untuk menentukan saraf yang membawa
rangsang nyeri Anda bekerja normal atau tidak. Hal ini penting untuk
menentukan apakah terapi yang berbeda diperlukan untuk mengatasi nyeri
Anda.
A. KUESIONER NYERI
 Pikirkan bagaimana nyeri yang Anda rasakan dalam 1 minggu terakhir.
 Nyatakan gambaran nyeri seperti apa yang paling cocok untuk nyeri
Anda
1. Apakah nyeri yang anda rasakan seperti suatu perasaan aneh,
perasaan tidak menyenangkan pada kulit? Perkataan seperti tertusuk
jarum atau pin, kesemutan (kebas) mungkin menggambarkan
perasaan ini.
A. Tidak – Nyeri yang saya rasakan tidak seperti itu (0)
B. Ya – Saya agak sering merasakan sensasi seperti itu (5)
2. Apakah nyeri Anda menyebabkan kulit di daerah nyeri terlihat
berbeda \ dari normal?
Perkataan seperti kulit terlihat merah, atau merah jambu mungkin
menggambarkan keadaannya.
A. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan perubahan warna di
kulit (0)
B. Ya – Nyeri saya menyebabkan kulit saya berbeda dari normal
(5)
3. Apakah nyeri Anda menyebabkan kulit di daerah yang terkena secara
abnormal sensitif terhadap rabaan? Merasakan sensasi tidak nyaman
saat kulit diraba secara halus, atau merasakan nyeri saat memakai
14

pakaian ketat mungkin dapat menggambarkan sensitifitas yang


abnormal.
A. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan kulit di daerah tersebut
sensitive abnormal (0)
B. Ya - Kulit di daerah itu tampaknya sensitif abnormal saat
disentuh (3)
4. Apakah nyeri Anda datang secara tiba-tiba/mendadak dan memuncak
tanpa alasan yang jelas saat anda sedang diam? Perkataan seperti
tersengat listrik menggambarkan sensasi ini.
A. Tidak – Nyeri saya tidak terasa seperti ini (0)
B. Ya - Saya sering merasakan sensasi seperti ini (2)
5. Apakah nyeri Anda terasa seperti seolah-olah suhu kulit di daerah
nyeri berubah abnormal? Perkataan seperti rasa panas dan terbakar
menggambarkan sensasi ini.
A. Tidak – Saya tidak merasakan sensasi ini 0)
B. Ya – Saya sering merasakan sensasi ini (1)
1. ALODINIA
Periksa respon terhadap sentuhan halus dengan menggunakan kapas
sepanjang area tidak nyeri lalu di area nyeri. Jika pada area tidak nyeri
terasa sensasi normal, tetapi nyeri atau perasaan tidak nyaman di area nyeri,
maka alodinia ada
A. Tidak – sensasi pada kedua area normal (0)
B. Ya – alodinia hanya pada daerah nyeri (5)
2. PERUBAHAN AMBANG RANGSANG TUSUKAN
Tentukan ambang rangsang tusukan dengan menggunakan jarum suntik no
23 yang terpasang pada syringe 2 ml yang ditempatkan secara lembut di
kulit pada area tidak nyeri dan area nyeri. Jika terasa tajam pada area tidak
nyeri, tetapi sensasi berbeda di area nyeri, misalnya sensasi tumpul
(peningkatan ambang rangsang tusukan) atau sensasi sangat nyeri
(penurunan ambang rangsang tusukan, maka terjadi perubahan ambang
rangsang tusukan.
Jika tidak terasa sensasi tajam pada kedua area, ulangi pemeriksaan dengan
menambah tambah jarum sedikit tekanan pada jarum.
A. Tidak–Sensasi di kedua area sama (0)
B. Ya–terjadi perubahan ambang rangsang tusuk (3)
Skor Total: Jumlahkan keseluruhan skor pada kuesioner nyeri dan pemeriksaan
sensorik untuk mendapatkan total skor
• Skor Total (maksimum 24)
15

• Jika skor <12, mekanisme neuropatik tampaknya tidak berperan pada nyeri
yang dirasakan pasien
• Jika skor ≥12, mekanisme neuropatik tampaknya berperan pada nyeri yang
dirasakan pasien.

6. Mnemonik PQRST
Penggunaan mnemonik OPQRSTUV juga dapat membantu
mengumpulkan informasi penting yang berkaitan dengan proses nyeri
pasien. Mnemonik PQRST untuk evaluasi nyeri adalah sebagai berikut.
O : Onset nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan
P : Provocating and Palliating.
Kondisi apa yang memicu dan kondisi apa yang mampu
mengurangi nyeri.
Q : Quality/kualitas nyeri.
Nyeri berdenyut, pegal, panas, tertusuk, tersetrum, kebas,
baal dan lain-lain
R : Regio. Dimanakah pasien mengeluhkan nyeri, lokasi atau
penyebaran nyeri
S : Severity. Deskripsi subjektif oleh pasien mengenai tingkat
nyerinya
T : Temporal and Treatment. Periode/waktu yang berkaitan
dengan nyeri lama nyeri dan upaya terapi yang sudah
dijalani serta hasil terapi.
U : Understanding. Bagaimana pemahaman pasien mengenai
pengaruh nyeri dan pemahaman pasien tentang penyakit
yang dialami. Hal ini penting untuk menjadi modal agi
dokter dalam pencapaian tujuan terapi yang disepakati
bersama dengan pasien.
V : Value. Bagaimana pasien menilai nyeri yang dialami,
dikaitkan dengan konteks tradisi, agama dan kondisi
lingkungan sosial budaya yang menjadi keyakinannya.
5. Jenis Gangguan
1) Nyeri Akut
Nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Contoh nyeri akut adalah nyeri pasca
operasi, persalinan, akibat trauma (laserasi, patah tulang, kseleo), akibat infeksi
(disuria akibat sistitis). Nyeri akut berfungsi sebagai sinyal yang memperingatkan
tubuh tentang kerusakan jaringan.
2) Nyeri Kronis
16

Nyeri yang berlangsung selama leih dari 3 bulan. Nyeri kronis membuat sinyal rasa
sakit akan tetap tinggal pada sistem saraf dalam waktu lama. Penyebab nyeri kronis
yaitu sakit kepala, kanker, nyeri punggung, sistem saraf dan persendian.
Menurut Suwondo dkk, (2017) pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis
nyeri:
1) Nyeri Nosiseptif Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena
berlangsung singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup kuat
sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan
merupakan sensasi fisiologis vital. Contoh: nyeri pada operasi, dan nyeri akibat
tusukan jarum.
2) Nyeri inflamatorik
Nyeri inflamatorik adalah nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan
kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan.
Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada
neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral
(seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada
sklerosis multipel). Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnormalitas perifer dan defisit neurologis.
4) Nyeri fungsional
Nyeri fungsional disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf terutama
hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum yang memiliki gambaran
nyeri tipe ini antara lain fibromialgia, irritable bowel syndrome, beberapa bentuk
nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada
nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau
hiperresponsif.

J. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Pasien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Pengkajian Nyeri
7. Pemeriksaan Fisik
17

- Kesadaran umum
- Tanda-tanda vital: suhu, tekanan darah, nadi, respirasi dan saturasi oksigen
- Head to toe: Kepala, rambut, hidung, mata, telinga, leher, mulut, bibir, abdomen,
dada (thorax), dan ekstremitas
- Genetalia
8. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
- CT Scan
- Rontgen
- Radiologi
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas tulang
3. Risiko jatuh ditandai dengan usia >65 tahun, kekuatan otot menurun, kondisi pasca
operasi
18

L. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasionalisasi Nama/


Keperawatan Hasil (SIKI) TTD
(SDKI) (SLKI, SMART)
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238)
dengan kondisi selama 3x24 jam 1. Identifikasi 1. Mengetahui
muskuloskeletal diharapkan “Tingkat lokasi, karakteristik
kronis Nyeri” (L.08066) Ny.I karakteristik, lokasi dan
(Osteoarthitis) menurun dari sedang (3) durasi, dan karakteristik
ke cukup menurun (4) frekuensi nyeri nyeri
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi 2. Untuk
1. Keluhan nyeri dari skala nyeri mengetahui
sedang (3) ke cukup 3. Berikan teknik tingkat
menurun (4) non farmakologi keparahan nyeri
2. Meringis sedang (3) untuk 3. Agar pasien dan
ke cukup menurun mengurangi rasa keluarga
(4) nyeri mengetahui cara
3. Gelisah sedang (3) 4. Ajarkan teknik menurunkan
ke cukup menurun non farmakologi rasa nyeri tanpa
(4) untuk obat
mengurangi rasa 4. Agar pasien
nyeri mendapatkan
5. Kolaborasi obat pereda
pemberian nyeri
analgesik
19

2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan


mobilitas fisik tindakan keperawatan Mobilisasi (I.
berhubungan selama 3x24 jam 05173)
dengan diharapkan “Mobilitas 1. Identifikasi 1. Mengetahui
kerusakan Fisik” (L.05042) Ny.I toleransi fisik toleransi
integritas tulang meningkat dari cukup melakukan pergerakan
menurun (2) ke sedang pergerakan pasien
(3) dengan kriteria 2. Monitor kondisi 2. Mengetahui
hasil: umum selama efek dari
1. Pergerakan melakukan mobilisasi
ekstremitas, cukup mobilisasi kepada kondisi
menurun (2) ke Terapeutik pasien
sedang (3) 3. Fasilitasi 3. Mendukung
2. Kekuatan otot, aktivitas dan membantu
cukup menurun (2) mobilisasi mobilisasi dini
ke sedang (3) dengan alat pasien
3. Rentang gerak bantu (mis pagar 4. Keluarga
(ROM), cukup tempat tidur) mengetahui
menurun (2) ke 4. Libatkan cara untuk
sedang (3) keluarga untuk meningkatkan
membantu gerakan pasien
pasien dalam 5. Pasien dan
meningkatkan keluarga
pergerakan mengetahui
5. Jelaskan tujuan tujuan dan
dan prosedur langkah-
mobilisasi langkah
6. Ajarkan mobilisasi
mobilisasi pasien
sederhana yang 6. Agar pasien
harus dilakukan bisa memulai
(mis duduk mobilisasi
duduk di sisi sederhana
tempat tidur,
pindah dari
tempat tidur ke
kursi)
20

3. Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh


ditandai dengan tindakan keperawatan (I. 14540) 1. Mengetahui
usia >65 tahun, selama 3x24 jam 1. Identifikasi faktor-faktor
kekuatan otot diharapkan faktor risiko risiko jatuh
menurun, kondisi “Keseimbangan” jatuh (mis usia pasien
pasca operasi (L.05039) Ny.I >65 tahun) 2. Mengetahui
meningkat dari cukup 2. Identifikasi kondisi
menurun (2) ke sedang faktor lingkungan
(3) dengan kriteria lingkungan yang yang dapat
hasil: meningkatkan meningkatkan
1. Kemampuan risiko jatuh (mis risiko jatuh
duduk tanpa lantai licin, 3. Mengetahui
sandaran, sedang penerangan kemampuan
(3) ke cukup Hitung risiko pasien dalam
meningkat (4) jatuh dengan melakukan
2. Kemampuan menggunakan mobilisasi
bangkit dari skala (mis Fail 4. Agar pasien dan
posisi duduk, Morse Scale) keluarga
cukup menurun Jika perlu mengetahui
(2) ke sedang (3) 3. Monitor kondisi ruangan
3. Keseimbangan kemampuan 5. Untuk
saat berdiri cukup berpindah dari mencegah risiko
menurun (2) ke tempat tidur ke jatuh dari
sedang (3) kursi roda dan tempat tidur
sebaliknya 6. Mendukung
4. Orientasikan pasien
ruangan pada melakukan
pasien dan pergerakan
keluarga 7. Mendukung
5. Pastikan roda pasien dalam
tempat tidur dan melakukan
kursi roda selalu mobilisasi
dalam kondisi 8. Pasien dapat
terkunci memanggil
6. Pasang handrall bantuan
tempat tidur 9. Agar perawat
7. Gunakan alat dapat membantu
bantu berjalan pasien untuk
(mis kursi roda, berpindah
walker)
8. Dekatkan bel
pemanggil
21

8. Dekatkan bel 10. Mengh indarkan


pemanggil pasien dari
dalam risiko jatuh
jangkauan dilantai
pasien 11. Agar pasien
9. Anjurkan dapat
memanggil memfokuskan
perawat jika tubuh dalam
membutuhkan menghindari
bantuan untuk risiko jatuh
berpindah 12. Memperkuat
10. Anjurkan topangan tubuh
menggunakan saat berdiri
alas kaki yang
tidak licin
11. Anjurkan
berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh
12. Anjurkan
melebarkan
jarak kedua kaki
untuk
meningkatkan
keseimbangan
saat berdiri
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

STASE KETRAMPILAN DASAR PROFESI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat diabetes dari ibu

Kelompok : 26 Tanggal Pengkajian : 29 September 2022


NIM : - Jam pengkajian : 12:00
Tempat Praktik : Rs Ortopedi Askep Kelompok : I
R Inap Bougenville

2. Biodata :
a. Pasien

Nama : Ny. I
Umur : 74 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. Taman Pahlawan. Salatiga
Tanggal Masuk RS : 28 september 2022
Jam MRS : 10.00 WIB
DiagnosaMedis : Osteoartritis Knee Dextra

b. Penanggung Jawab

Nama : Ny C
Umur : 54 Tahun
Agama : Kristen Protentan
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)

22
23

Status Pernikahan : Menikah


Alamat : Maguwoharjo
Hubungan dengan : Anak
klien
3. Keluhan utama :
Pasien mengatakan bahwa ia merasakan nyeri pada bagian lutut sebelah kanan yang menjalar sampai ke pinggang.

4. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan sering merasakan nyeri pada bagian lutut kanannya namun dibiarlan saja,
nyeri dirasakan sejak 1 tahun terakhir, seiring waktu rasa nyeri bertambah yang menjalar sampai
ke pinggang, nyeri sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan selama sakit menggunakan
kursi roda. Pasien juga mengalami kesulitan tidur sejak usia 28 tahun, pasien mengatakan sulit
untuk memulai tidur dan dapat istirahat malam 3 jam serta beirstirahat jarang. Kemudian pasien
memeriksakan diri ke Rs Salatiga dan pengobatan yang dilakukan sebanyak 3X kontrol nyeri
yang dirasakan semakin bertambah berat, Sehingga pihak Rs Salatiga merujuk pasien ke Rs
Ortopedi untuk tindakan lanjut
b. Riwayat Penyakit/kesehatan Dahulu :
1) Penyakit yang pernah dialami
a. Kanak-kanak : Tidak ada
b. Kecelaakan : Tidak ada
c. Pernah dirawat : Pernah
d. Operasi : Pernah
2) Alergi
(obat, makanan, plester) : Tidak ada
3) Imunisasi : Imunisasi Lengkap
4) Kebiasaan : Ny. I mengatakan tidak minum alkohol, merokok,
minum kopi dan teh juga jarang diminum.
5) Obat-obatan : Ny. I mengatakan biasa mengkonsumsi obat oral
untuk
Mengatasi susah tidur yang dialami sejak usia 28
tahun. Penggunaan obat tidur berdasarkan resep
dokter dan Jenis obat Triazolam (selama 12 tahun)
serta dimimum sesuai kondisi dan atas perintah
dokter.

c. Riwayat Penyakit keluarga: Ny. I mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dari
keluarga.
24

Genogram :

Keterangan: Ny I menikah, suami meninggal sejak tahun 2001 dari pernikahan memiliki anak 4
orang, anak pertama dan kedua perempuan dan anak ketiga dan anak ke empat laki-laki, anak kedua
perempuan menikah dan memiliki anak perempuan 2 orang ( Ny I memiliki 2 orang cucu perempuan
usia 22 tahun dan 17 tahun.
25

2. Basic Promoting physiology of Health


1. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit Selama sakit
a Pekerjaan Ibu Rumah Tangga dan menjaga Tidak bekerja
toko
b Olah raga rutin Mengikuti senam setiap Juma’at Tidak berolahraga
c Alat Bantu jalan Tidak memakai alat bantu jalan Memakai kursi roda
d Kemampuan Aktif Pasif
melakukan ROM
e Terapi Tidak ada Infus RL, Antibiotik dan
Obat Anti nyeri

f. Kemampuan ambulasi & ADL (Indeks Barthel): 10


Aspek Penilaian Sebelum Selama
sakit sakit
Makan/minum 0 : Tidak mampu 2 1
1 :Butuh bantuan memotong, menyuap
2 : mandiri
Mandi 0:Tergantug orang lain 1 0
1 : Mandiri
Perawatan diri 0 :Membutuhkan bantuan orang lain 1 1
(Grooming) 1 : Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
bercukur
Berpakaian/ber 0 : Tergantung 2 1
dandan orang lain
1 : Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 : Mandiri
BAK 0 : inkontinensia 2 1
atau pakai kateter
dan tidak
terkontrol
1 : Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 : Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
Buang air besar 0 : Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema) 2 1
(Bladder) 1: Kadang
Inkontensia (sekali seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
Penggunaan 0 : Tergantung bantuan orang lain 2 1
toilet 1 : Membutuhkanbantuan, tapi dapat melakukan beberapa
hal sendiri
2 : Mandiri
Berpindah 0 : Tidak mampu 3 2
1 : Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 : Bantuan kecil (1orang)
3 :Mandiri
Berjalan/mobili 0 : Immobile (tidak mampu) 3 1
tas 1 :Menggunakan kursi roda
2 : Berjalan dengan bantuan satu orang
3 : Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti,
tongkat)
Naik turun 0 : Tidak mampu 2 1
tangga 1:Membutuhkan bantuan
1 (alat bantu)
2 : Mandiri
Total 20 10
26

Interpretasi hasil Nilai


Ketergantungan total 0-4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri 20

Tabel skala jatuh dari morse: 70

No Pengkajian Skala Nilai Ket


1 Riwayat jatuh : apakah jatuh dalam Tidak 0 0
3 bulan terakhir. Ya 25
2 Diagnosa sekunder : Apakah Tidak 0 0
memiliki lebih dari satu penyakit. Ya 15
3 Alat Bantu jalan : 0
 Bedrest / dibantu perawat
 Kruk / tongkat / walker. 15 15 Kursi roda
 Berpegangan pada benda – benda 30
sekitar. (Kursi, lemari,meja).
4 Terapi intravena : Apakah saat ini Tidak 0
terpasang infus. Ya 20 20 Infus Rl tangan
kiri.
5 Gaya Berjalan / cara Berpindah: 0
 Normal / Besrest / immobile (tidak
dapat bergerak sendiri) Lemah dan
 Lemah tidak bertenaga. 10 butuh bantuan
 Gangguan atau tidak normal(pincang 20 20 orang untuk
/diseret). dapat duduk
6 Status mental: 0 0
 Menyadari kondisi dirinya.
M mengalami keterbatasan daya ingat. 15
Total nilai 70

Tingkatan Resiko Nilai MPS


Tidak Beresiko 0 - 24
Resiko Rendah 25 - 50
Resiko Tinggi ≥51

2. Tidur dan istirahat


a. Sebelum Sakit
DS : Ny I mengatakan mengalami kesulitan memulai tidur siang atau dimalam hari,
pasiedapatberistirahat 3 jam dimalam hari (sejak usia 28 tahun) dan sering
menggunakan obat tidur yang telah diresepkan dokter.

b. Selama Sakit
DS : Ny I mengatakan selama sakit tidak dapat beristirahat dan selalu terjaga
akibat nyeri yang dirasakan sering ilang tinbul, merasa badan tidak segar dan
27

selalu merasa kantuk di pagi hari dan sulit untuk memulai tidur, pasien
mengatakan sering pusing dipagi hari.
DO:

1) Ny I tampak lemas terlihat sesekali menguap


2) Ny I sedikit tampak tak berdaya dan terlihat dibantuan oleh sang anak untuk
memposisikan.
3) Ny I senyaman mungkin
4) Ny I tampak terlihat kantong mata dan sedikit terlihat hitam di bawah mata.
5) Ny I tampak pucat

3. Kenyamanan dan nyeri


a. Sebelum Sakit
DS :
Ny I mengatakan merasa nyeri saat melakukan aktivitas dan saat beristirahat, namun
tidak mengganngu aktivitas.
b. Selama Sakit
DS :
P : Ny I mengatakan nyeri pada kaki kanan, dan nyeri bertambah ketika ia
berjalan tanpa menggunakan alat bantu.
Q : Ny I mengatakan kualitas nyeri yang di rasakan klien seperti ditusuk benda
tajam.
R : Ny I mengatakan nyeri dirasakan di kaki kanan menjalar sampai ke
pinggang.

S : Ny I mengatakan skala nyeri yang dirasakan adalah 6.

T : Ny I mengatakan nyeri hilang timbul dengan waktu 10-20 detik.

DO :
- Ny I tampak meringis ketika diminta menggerakan kakinya.
- Ny I kaki kanan klien bengkak tetapi tidak terjadi hiperpigmentasi
- Ny I bekas luka operasi pada kaki kanan klien.
- Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
28

- Tampak terpasang Drainase sebelah kanan paha atas


4. Nutrisi
a. Sebelum Sakit
DS : Ny I mengatakan makan dengan teratur terdiri dari nasi putih, sayur hijau tahu
tempe telur ikan dan daging merah secara bergantian.
a. Selama Sakit
DS : Ny I mengatakan nafsu makan seperti biasa sama seperti sebelum sakit, nasi
putih, sayur hijau tahu tempe telur ikan dan daging merah secara bergantian dan
makan makanan yang disediakan oleh rumah sakit dapat menghabiskan 1/2 porsi.
DO : Ny I tampak lesu, berat badan di bawah normal 59kg.
5. Cairan, Elektrolit dan Asam Basa
a. Sebelum Sakit
DS : Ny I mengatakan sebelum sakit biasanya minum 1-1,5 liter perhari
b. Selama Sakit
DS : Ny I mengatakan selama sakit minum 1 botol besar air mineral setara 1,5
liter/hari.
DO :
1) Ny I tampak sedikit berisi.
2) Perut tidak tampak buncit
3) Ny I Tampak lembab.
4) Ny I terpasang infuse RL 20 tpm.
6. Oksigenasi
a. Sebelum Sakit
DS : Ny I mengatakan tidak ada gangguan pada pernapasan tidak pernah mengalami
sesak napas
b. Selama Sakit
DS : Ny I mengatakan pernapasannya tidak mengalami gangguan
DO :
1) saturasi oksigen pasien 97%
2) Ny I tampak lemas.
3) Ny I tampak tidak melakukan aktivitas dan hanya berbaribg ditempat tidur
4) RR: 24 x/menit.
5) Ny I tidak terpasang Oksigen
7. Eliminasi Fekal/Bowel
a. Sebelum Sakit
DS : Ny I mengatakan tidak mengalami gangguan pada saat buang air besar 1kali/hari.
b. Selama Sakit
29

DS : Ny I mengatakan buang air besarnya selama sakit, pasien buang air besar hanya
1 kali dalam tiga hari.
DO :
1. Pepert tidak tampak buncit.
2. Bising usus 10 x/menit
3. Saat di perkusi suara abdomen pekak.
4. Terjadi penumpukan cairan pada abdomen.
5. Ny I tidak kembung saat diperkusi
8. Eliminasi urin
a. Sebelum Sakit
DS :
Ny I mengatakan tidak mengalami gangguan pada saat buang air kecil
b. Selama Sakit
DS :
Ny I mengatakan buang air kecilnya tidak mengalami gangguan selama sakit dapat
berkemih 5-6 kali/hari
DO :
1. Perut tidak tampak buncit
2. Ny I tampak terbaring lemas.
3. Ny I BAK sedikit sekitar 1500 cc/24 jam ( Kantong Kateter)
4. Ekspresi klien menunjukkan ada rasa puas saat berkemih
5. Ny I tampak merasakan kesakitan
9. Sensori, persepsi dan kognitif
a. Sebelum Sakit
DS:
Ny I tidak mengalami gangguan pada panca indera nya, Ny I dapat mendengar,
melihat dan mencium dengan baik, indera pengecap dan sensasi perasa klien juga
baik.
b. SelamaSakit
DS :
Ny I mengatakan selama sakit tidak mengalami masalah pada indera penciuman,
pendengaran, dan pengelihatan, namun Ny I mengalami gangguan sensasi nyeri tak
tertahankan pada ekstremitas kanan setelah dilakukan pembedahan (operasi) dan
merasakan kram pada area sekitar luka operasi.
DO :
1. Ny I dapat membaca tanpa bantuan kacamata
2. Ny I dapat mencium aroma kopi dan minyak telon dan minyak kayu putih
yang sedang dipakainya.
30

3. Tampak kaki kanan bengkak


4. Ny I tampak mendenga jelas informasi yang disampaikan tanpa perawat
hharus mengulamgi informasi.
5. Tampak luka bekas operasi pada kaki kanan
6. Kaki kanan tidak mengalami hiperpigmenatsi.
7. Saat diberi rangsangan dengan memegang dan memindahkan kaki Ny I, Ny I
merasakan sensasi nyeri dan mejalan sampai ke pinggang.
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum :
Kesadaran : CM (compos mentis)
GCS : eye: 6, verbal: 4, motorik: 5 = 15.
Vital Sign :
TD : 150/80 mmHg
Nadi : 85 x/mnt
Irama : Kuat
Kekuatan/isi : kuat
Respirasi : 26 x/mnt
Irama : reguler
Suhu :37,3oC
b. Kepala :
Kulit Kepala : Kulit kepala tampak normal, tidak kering
Rambut : Sebagian rambut memutih, sedikit rontok
Muka : Tampak simetris, pucat akibat tidur yangbtidak cukup
Mata : Mata simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva ananemis,
Sclera aninterik.
Hidung : Warna kulit hidung normal, tidak ada sinusitis, hidung tampak
terdapat
kotoran dan tampak septum berada tepat ditengah
Mulut : Tampak bibir pucat dan tidak kering, tidak ada lesi pada gusi, gigi
lengkap, terdapat karies gigi, sedikit kasar pada permukaan lidah,
tidak ada ulkus pada palatum
Telinga : Tampak telinga simetris kanan dan kiri, posisi sejajar dengan mata,
tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, terdapat kotoran pada telinga,
pendengan tidak terganggu.
c. Leher : Tdak ada pembengkakan pada leher, warna kulit leher normal,
d. Dada : Bentuk : simetris
1) Pulmo
Inspeksi : pergerakan dada normal, tidak ada napas bantu
31

Palpasi : gerakan dada terasa simetris kanan dan kiri, getaran/fremitus dada
normal kanan dan kiri
Perkusi : tidak ada pembesaran paru
Auskultasi : napas normal, tidak ada suara napas tambahan
2) Cordis
Inspeksi : tidak tampak ada pembesaran
Palpasi : gerakan jantung normal, dipalpasi pada ics 4 dan 5
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : tidak ada suara tambahan (mur-mur)
3) Abdomen
Inspeksi : terdapat lesi akibat penyuntikan insulin, tidak ada pembengkakan,
bentuk simetris
Auskultasi : bising usus 20x permenit
Palpasi : tidak terdapat pembesaran organ hepar, gaster, lien, ginjal
Perkusi : tidak terdapat pembesaran organ, ginjal tidak terasa nyeri saat
diperkusi
e. Genetalia
DS : Ny I mengatakan tidak terdapat gangguan pada genitalianya, tidak
mengalami keputihan, gatal, bengkat dan sudah mengalami
menopause sejak usia 55 tahun,
DO : Ny I tidak mengizinkan (Tidak terkaji)
f. Rectum :
DS : Ny I mengatakan tidak mengalami gangguan pada bagian rectum,
Hemaroid, tidak pernah mengalami kelainan pada rectum atau
berdarah saat BAB
DO : Ny I tidak mengizinkan (Tidak terkaji)
g. Ektremitas :
DS : Ny I mengatakan kaki nya sering terasa dan merasa tidak nyaman
P : Ny I mengatakan nyeri pada kaki kanan, dan nyeri bertambah ketika ia
berjalan tanpa menggunakan alat bantu.
Q : Ny I mengatakan kualitas nyeri yang di rasakan seperti ditusuk benda tajam.
R : Ny I mengatakan nyeri dirasakan di kaki kanan menjalar sampai ke
pinggang.

S : Ny I mengatakan skala nyeri yang dirasakan adalah 6.

T : Ny I mengatakan nyeri hilang timbul dengan waktu 10-20 detik.

DO : knee bagian dextra Ny I terdapat luka pascah operasi


32

h. Status Neurologi (Untuk Pasien Dengan Gangguan Neurologis


Saraf – saraf cranial
1) Nervus I (Olfactorius) : penghidu : Normal
2) Nervus II (Opticus) : Penglihatan : Normal
3) Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
a) Konstriksi pupil : Normal
b) Gerakan kelopak mata : Normal
c) Pergerakan bola mata : Normal
d) Pergerakanmata ke bawah & dalam : Normal
4) Nervus V (Trigeminus)
a) Sensibilitas / sensori : Normal
b) Refleks dagu : Normal
c) Refleks cornea : Normal
5) Nervus VII (Facialis)
a) Gerakan mimik : Normal
b) Pengecapan2/ 3 lidah bagian depan : Normal
6) Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : Normal
7) Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)
a) Refleks menelan : Normal
b) Refleks muntah : Normal
c) Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : Normal
d) Suara : Normal
8) Nervus XI (Assesorius)
a) Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : Normal
b) Mengangkat bahu : Normal
9) Nervus XII (Hypoglossus)
Deviasi lidah : Normal

J. Psikososiobudaya Dan Spiritual :


(Hasil pemeriksaan laboratorium, radiology, EKG, EEG dll).
Pemeriksaan Laboratorium:
Tanggal : 28 September 2022, Jam :08.00 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Harga Normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 11, 5 L gr/dl 14-16
Leukosit 9. 000 mm3 4800-10800
Eritrosit 4,01 jt/mm3 3.5-5.5
Hematokrit 35 % 37-47
Trombosit 371 mm3 150.500
MCV 86,3 FL 500.000
MCH 287 PG 80-100
MCHC 33,2 g/dl 26-34,0
33

32-36,0
Golongan Darah O
Imunoserologi
HBsAg Negatif
Hasil Pemeriksaan : Dalam Batas Normal

i. PemeriksaanRadiologi, EKG,EEG : TIDAK DILAKUKAN


Tanggal :………, Jam :…………..
JenisPemeriksaan Hasil Bacaan Kesan Interpretasi hasil

1. Terapi Medis :
JenisTerapi Nama Obat Dosis Rute
Cairan IV Infus RL 20 tpm Intravena
Cefazolin 3 x 1000 mg Intravena
Ondansetron 3 x 2 mg (2cc)
Paracetamol 3 x 1000mg

Obat peroral 3 x 500 mg Peroral


1 x 80 mg Peroral
34

STASE KETRAMPILAN DASAR PROFESI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

B. ANALISA DATA

Nama klien : Ny. I No. Register : 03675XX

Umur : 74 tahun Diagnosa Medis : Osteoarthritis Knee Dextra

Ruang Rawat : Bougenville Alamat : Jl Taman, Salatiga

Tgl/jam Data fokus Etiologi Problem


29/09/2022 DS : Kondisi Nyeri kronis
12:00 WIB - Ny I mengatakan nyeri pada daerah muskuloskeletal D.0078
lutut kanan menyebar sampai ke kronis
pingang. (Osteoarthritis)
- Ny I mengatakan nyeri sejak 1
tahun terakhir
- Ny I mengatakan nyeri sangat
mengganggu aktivitas dan berjalan
- Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
terbakar
- Pasien mengatakan nyeri bertambah
jika bagian kaki yang cidera
digerakkan
DO :
- Skala nyeri 6 (sedang) skala 1-10
- Pasien tampak meringis menahan
nyeri
- Pasien tampak gelisah
- Ny I tampak memegangi kaki kanan
(bersikap protektif)

29/09/2022 DS: Kerusakan Gangguan


12:00 WIB 1.Pasien mengatakan sulit untuk integritas struktur mobilitas fisik
tulang dan nyeri
bergerak khususnya pada D.0054
ekstremitas bawah sebelah kanan
35

2.Pasien mengatakan nyeri saat


berusaha menggerakkan kaki
kanannya
3.Ny I mengatakan menggunakan
kursi roda untuk beraktivitas kurang
lebih 2 minggu.
4.Ny I mengatakan saat beraktivitas
(berjalan) dengan bantuan 1 orang

DO :
1. Pasien tanpak lemah, terbaring
ditempat tidur dan semua aktivitas
dibantu keluarga
2.Pasien tampak melakukan gerakan
terbatas
3.Ny I tidak dapat menggerakkan kaki
secara mandiri (aktif)

29/09/2022 DS : Kurang kontrol Gangguan pola


12:00 WIB 1. Pasien mengatakan sulit untuk tidur tidur D.0055
memulai tidur
2.Pasien mengatakan istirahat tidak
cukup
3.Pasien mengatakan sering terjaga
DO:
4.Tampak ada kantong mata pada
pasien
5.Tampak hitam disekitar mata pasien

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri kronis berhubungan dengan Kondisi muskuloskeletal kronis (Osteoarthritis)


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan integritas struktur tulang
dan nyeri
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur
36

STASE KETRAMPILAN DASAR PROFESI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

D. RENCANA TINDAKAN

Nama Klien : Ny. I No. Register: 003675XX


Umur : 74 Tahun Diagnosa Medis: Osteoarthritis Knee Dextra
Ruang : Bougenville Alamat: Jl. Taman Pahlawan, Salatiga
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasionalisasi Nama/
Keperawatan Hasil (SIKI) TTD
(SDKI) (SLKI, SMART)
1. Nyeri kronis Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238) karakteristik
dengan gangguan selama 3x24 jam Observasi lokasi dan
muskuloskeletal diharapkan “Tingkat 1. Identifikasi karakteristik
kronis Nyeri” (L.08066) Ny.I lokasi, nyeri
(Osteoarthritis) menurun dari sedang (3) karakteristik, 2. Untuk
ke cukup menurun (4) durasi, dan mengetahui
dengan kriteria hasil: frekuensi nyeri tingkat
1. Keluhan nyeri dari 2. Identifikasi keparahan nyeri
sedang (3) ke cukup skala nyeri 3. Agar pasien dan
menurun (4) Treatment keluarga
2. Meringis sedang (3) 3. Berikan teknik mengetahui cara
ke cukup menurun non menurunkan
(4) farmakologi rasa nyeri tanpa
3. Gelisah sedang (3) untuk obat
ke cukup menurun mengurangi 4. Agar pasien
(4) rasa nyeri mendapatkan
Education obat pereda
4. Ajarkan teknik nyeri
non
farmakologi
untuk
mengurangi
rasa nyeri
Colaboration
5. Kolaborasi
pemberian
analgesik
37

2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan 1. Mengetahui


mobilitas fisik tindakan keperawatan Mobilisasi (I. toleransi
berhubungan selama 3x24 jam 05173) pergerakan
dengan diharapkan “Mobilitas 1. Identifikasi pasien
kerusakan Fisik” (L.05042) Ny.I toleransi fisik 2. Mengetahui
integritas meningkat dari cukup melakukan efek dari
struktur tulang menurun (2) ke sedang pergerakan suasana
dan Nyeri (3) dengan kriteria 2. Monitor kondisi lingkungan
hasil: umum selama yang nyaman
1. Pergerakan melakukan untuk pasien
ekstremitas, cukup mobilisasi 3. Membantu
menurun (2) ke 1. Fasilitasi pasien untuk
sedang (3) aktivitas memulai tidur
2. Kekuatan otot, mobilisasi 4. Pasien
cukup menurun (2) dengan alat mengetahui
ke sedang (3) bantu (mis pagar tidur dan
3. Rentang gerak tempat tidur) istirahat yang
(ROM), cukup 2. Libatkan baik
menurun (2) ke keluarga untuk 5. Tubuh dan
sedang (3) membantu pikiran pasien
pasien dalam menjadi lebih
meningkatkan rileks
pergerakan
3. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
4. Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis duduk
duduk di sisi
tempat tidur,
pindah dari
tempat tidur ke
kursi)
38

3. Gangguan pola Setelah dilakukan Dukungan Tidur 1. Mengetahui


tidur tindakan keperawatan faktor penyebab
(I.09265)
berhubungan selama 3x24 jam gangguan tidur
Observasi
dengan kurang diharapkan “Pola 2. Membantu
1. Identifikasi
kontrol tidur Tidur” (L.05045) Ny.I membangun
faktor
Membaik dengan suasana
pengganggu
kriteria hasil: lingkungan yang
tidur (fisik
1. Keluhan sulit tidur nyaman untuk
dan/atau
4 (cukup pasien
psikologis)
meningkat) ke 2 3. Membantu
Treatment
(cukup menurun) pasien untuk
2. Modifikasi
2. Keluhan sering memulai tidur
lingkungan (mis.
terjaga 4 (cukup 4. Pasien
pencahayaan,
meningkat) ke 2 mengetahui tidur
kebisingan, suhu,
(cukup menurun) dan istirahat
matras, dan
3. Keluhan tidak yang baik
tempat tidur)
puas tidur 4 (cukup 5. Tubuh dan
3. Fasilitasi
meningkat) ke 2 pikiran pasien
menghilangkan
(cukup menurun) menjadi lebih
stres sebelum
rileks
tidur
Education
4. Jelaskan
pentingnya tidur
cukup selama
sakit
5. Ajarkan relaksasi
otot autogenik
atau cara
nonfarmakologi
lainnya
39

STASE KETRAMPILAN DASAR PROFESI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

E. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI

Nama klien : Ny. I No. Register : 003675XX


Umur : 74 Tahun DiagnosaMedis: Osteoarthritis Knee Dextra
Ruang : Bougenville Alamat : Jl. Taman Pahlawan, Salatiga
No Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/TTD
Dx
1. 29/09/2022 08:00 1. Mengentifikasi lokasi, S:
karakteristik, durasi, dan  Pasien
frekuensi nyeri mengatakan
DS: nyeri pada bagian
pasien mengatakan kaki kanannya
nyeri di bagian lutut  Pasien
kanan mengatakan
pasien mengatakan memahami
nyeri terus menerus teknik non
DO: farmakologi
pasien tampak meringis yang telah
menahan nyeri diajarkan
2. Mengdentifikasi skala nyeri O:
DS:  Lutut kanan
pasien mengatakan dibalut dan
nyeri seperti disutuk tampak bengkak
tusuk dan terasa  Pasien
terbakar menyebutkan
DO: kembali teknik
Skala nyeri pasien 6 non farmakologi
(sedang) yang diajarkan
3. Memberikan teknik non dan mengulang
farmakologi untuk kembali teknik
mengurangi rasa nyeri yang telah
DO: diajarkan
Mengajarkan pasien teknik  Memberikan
nafas dalam injeksi ketorolac
40

Mengajarkan pasien 2 mg melalui


mengalihkan rasa nyeri infus
dengan mendengarkan  Memberikan
musik yang disukai infus pct 1000
4. Mengajrkan teknik non mg
farmakologi untuk A: Tujuan belum
mengurangi rasa nyeri tercapai
Do : P: Lanjutkan
- Tarik nafas dalam intervensi
sebanyak 3 kali, tahan 3
detik kemudian hembuskan 1. Identifikasi
melalui mulut lokasi,
- relaksasi mendengarkan karakteristik,
musik yang disukai saat durasi, dan
nyeri mulai terasa dan frekuensi nyeri
dilakukan sampai nyeri 2. Identifikasi skala
terasa sedikit berkurang nyeri
5. Mengkolaborasikan 3. Berikan teknik
pemberian analgesik non farmakologi
DO: pemberian obat untuk mengurangi
analgesik, dengan rasa nyeri
jenis obat ketorolac 4. Kolaborasi
dan pct pemberian
analgesik

30/09/2022 08.00 1. Mengdentifikasi lokasi, S:


karakteristik, durasi, dan  Pasien
frekuensi nyeri mengatakan
DS: nyeri pada bagian
pasien mengatakan kaki kanannya
nyeri di bagian lutut  Pasien
kanan mengatakan
pasien mengatakan memahami
nyeri terus menerus teknik non
DO: farmakologi
pasien tampak meringis yang telah
menahan nyeri diajarkan
41

2. Mengidentifikasi skala O:
nyeri  Lutut kanan
DS: dibalut dan
pasien mengatakan tampak bengkak
nyeri seperti disutuk  Pasien
tusuk dan terasa menyebutkan
terbakar kembali teknik
DO: non farmakologi
Skala nyeri pasien 6 yang diajarkan
(sedang) dan mengulang
3. Memberikan teknik non kembali teknik
farmakologi untuk yang telah
mengurangi rasa nyeri diajarkan
DO:  Memberikan
Mengajarkan pasien teknik injeksi ketorolac
nafas dalam 2 mg melalui
Mengajarkan pasien infus
mengalihkan rasa nyeri  Memberikan
dengan mendengarkan infus pct 1000
musik yang disukai mg
4. Mengajarkan teknik non A: Tujuan belum
farmakologi untuk tercapai
mengurangi rasa nyeri P: Lanjutkan
DO: intervensi
- tarik nafas
dalam 1. Identifikasi
sebanyak 3 kali, tahan 3 lokasi,
detik kemudian hembuskan karakteristik,
melalui mulut durasi, dan
- relaksasi mendengarkan frekuensi nyeri
musik yang disukai saat 2. Identifikasi skala
nyeri mulai terasa dan nyeri
dilakukan sampai nyeri 3. Berikan teknik
terasa sedikit berkurang non farmakologi
5. Mengkolaborasikan untuk mengurangi
pemberian analgesik rasa nyeri
DO : pemberian obat 4. Kolaborasi
analgesik, dengan pemberian
analgesik
42

jenis obat ketorolac


dan pct

01/10/2022 08.00 1. Mengidentifikasi lokasi, S:


karakteristik, durasi, dan  Pasien
frekuensi nyeri mengatakan
DS: nyeri pada bagian
pasien mengatakan kaki kanannya
nyeri di bagian lutut  Pasien
kanan mengatakan
pasien mengatakan memahami
nyeri terus menerus teknik non
DO: farmakologi
pasien tampak meringis yang telah
menahan nyeri diajarkan
2. Mengidentifikasi skala O:
nyeri  Lutut kanan
DS: dibalut dan
pasien mengatakan tampak bengkak
nyeri seperti disutuk  Pasien
tusuk dan terasa menyebutkan
terbakar kembali teknik
DO: non farmakologi
Skala nyeri pasien 6 yang diajarkan
(sedang) dan mengulang
3. Memberikan teknik non kembali teknik
farmakologi untuk yang telah
mengurangi rasa nyeri diajarkan
DO:  Memberikan
Mengajarkan pasien teknik injeksi ketorolac
nafas dalam 2 mg melalui
Mengajarkan pasien infus
mengalihkan rasa nyeri  Memberikan
dengan mendengarkan infus pct 1000
musik yang disukai mg
4. Mengajarkan teknik non A: Tujuan belum
farmakologi untuk tercapai
mengurangi rasa nyeri
43

DO: P: Lanjutkan
- tarik nafas dalam intervensi
sebanyak 3 kali, tahan 3
detik kemudian hembuskan 1. Identifikasi
melalui mulut lokasi,
- relaksasi mendengarkan karakteristik,
musik yang disukai saat durasi, dan
nyeri mulai terasa dan frekuensi nyeri
dilakukan sampai nyeri 2. Identifikasi skala
terasa sedikit berkurang nyeri
5. Mengkolaborasikan 3. Berikan teknik
pemberian analgesik non farmakologi
DO : pemberian obat untuk mengurangi
analgesik, dengan rasa nyeri
jenis obat ketorolac 4. Kolaborasi
dan pct pemberian
analgesik
2. 29/09/2022 13.30 1. Mengidentifikasi toleransi S:
fisik melakukan pergerakan  Pasien
DS: Pasien mengatakan sulit mengatakan sulit
bergerak, lutut kanan sulit bergerak, lutut
digerakkan dan terasa nyeri kanan sulit
DO: Pasien tampak meringis digerakkan dan
jika kaki kanannya terasa nyeri
digerakan, pasien masih  Anak pasien
berbaring di tempat tidur mengatakan akan
2. Memonitor kondisi umum mencoba untuk
selama melakukan membantu
mobilisasi pergerakan
DS: Pasien mengatakan sulit pasien
bergerak, lutut kanan sulit  Pasien
digerakkan dan terasa nyeri mengatakan
DO: Pasien tampak meringis sudah
jika kaki kanannya mengetahui
digerakan, pasien masih manfaat
berbaring di tempat tidur mobilisasi untuk
perkembangan
kondisinya
44

3. Memfasilitasi aktivitas O:
mobilisasi dengan alat bantu  Pasien tampak
(mis pagar tempat tidur) meringis jika
DS: Pasien mengatakan sulit kaki kanannya
bergerak, lutut kanan sulit digerakan, pasien
digerakkan dan terasa nyeri masih berbaring
DO: terpasang safety rail, di tempat tidur
pasien menggengggam side  terpasang safety
rail untuk mencoba bergerak rail, pasien
4. Melibatkan keluarga untuk menggenggam
membantu pasien dalam side rail untuk
meningkatkan pergerakan mencoba
DS: Anak pasien bergerak
mengatakan akan mencoba  Pasien tampak
untuk membantu pergerakan meringis jika
pasien kaki kanannya
DO: Pasien tampak meringis digerakan,
jika kaki kanannya A: Tujuan belum
digerakan, pasien dibantu tercapai
anaknya untuk menggerakan P: Lanjutkan
kakinya intervensi
5. Menjelaskan tujuan dan 1. Identifikasi
prosedur mobilisasi toleransi fisik
DS: Pasien mengatakan melakukan
sudah mengetahui manfaat pergerakan
mobilisasi untuk 2. Monitor kondisi
perkembangan kondisinya umum selama
14.50 DO: Pasien tampak mencoba melakukan
menggerakan kakinya mobilisasi
6. Mengajarkan mobilisasi 3. Fasilitasi aktivitas
sederhana yang harus mobilisasi dengan
dilakukan (mis duduk duduk alat bantu (mis
di sisi tempat tidur, pindah pagar tempat tidur)
dari tempat tidur ke kursi) 4. Libatkan keluarga
DS: Pasien ingin mencoba untuk membantu
bergerak namun masih sakit pasien dalam
DO: Pasien tampak mencoba meningkatkan
menggerakan kakinya pergerakan
45

5. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis duduk duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)

30/09/2022 08.00 1. Mengidentifikasi toleransi S:


fisik melakukan pergerakan  Pasien
DS: Pasien mengatakan mengatakan sulit
masih sulit bergerak, lutut bergerak, lutut
kanan sulit digerakkan dan kanan sulit
terasa nyeri digerakkan dan
DO: Pasien tampak meringis terasa nyeri
jika kaki kanannya  Anak pasien
digerakan, pasien mulai mengatakan
untuk duduk sudah mencoba
2. Memonitor kondisi umum untuk membantu
selama melakukan pergerakan
mobilisasi pasien
DS: Pasien mengatakan sulit  Pasien
bergerak, lutut kanan sulit mengatakan
digerakkan dan terasa nyeri sudah mencoba
DO: Pasien tampak meringis bergerak namun
jika kaki kanannya masih sakit
digerakan, pasien masih O:
berbaring di tempat tidur  Pasien tampak
3. Memfasilitasi aktivitas meringis jika
mobilisasi dengan alat bantu kaki kanannya
(mis pagar tempat tidur) digerakan, pasien
DS: Pasien mengatakan sulit mulai untuk
bergerak, lutut kanan sulit duduk
digerakkan dan terasa nyeri  Terpasang safety
DO: terpasang safety rail, rail, pasien
pasien menggengggam side menggengggam
rail untuk mencoba bergerak side rail untuk
46

11.00 4. Melibatkan keluarga untuk mencoba


membantu pasien dalam bergerak
meningkatkan pergerakan  Pasien tampak
DS: Anak pasien meringis jika
mengatakan sudah mencoba kaki kanannya
untuk membantu pergerakan digerakan, pasien
pasien dibantu anaknya
DO: Pasien tampak meringis untuk
jika kaki kanannya menggerakan
digerakan, pasien dibantu kakinya
anaknya untuk menggerakan  Pasien tampak
kakinya mencoba
5. Mengajarkan mobilisasi menggerakan
sederhana yang harus kakinya
dilakukan (mis duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari A: Tujuan belum
tempat tidur ke kursi) tercapai
DS: Pasien mengatakan P: Lanjutkan
sudah mencoba bergerak intervensi
namun masih sakit 1. Identifikasi
DO: Pasien tampak mencoba toleransi fisik
menggerakan kakinya melakukan
pergerakan
2. Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
3. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis
pagar tempat tidur)
4. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis duduk duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
47

01/10/2022 14.15 1. Mengidentifikasi toleransi S:


fisik melakukan pergerakan  Pasien
DS: Pasien mengatakan mengatakan sulit
masih sulit bergerak, lutut bergerak, lutut
kanan sulit digerakkan dan kanan sulit
terasa nyeri digerakkan dan
DO: Pasien tampak meringis terasa nyeri
jika kaki kanannya  Pasien
digerakan, pasien mulai mengatakan
untuk duduk sudah mencoba
2. Memonitor kondisi umum bergerak namun
selama melakukan masih sakit
mobilisasi O:
DS: Pasien mengatakan  Pasien tampak
masih sulit bergerak, lutut meringis jika
kanan sulit digerakkan dan kaki kanannya
terasa nyeri digerakan, pasien
DO: Pasien tampak meringis masih berbaring
jika kaki kanannya di tempat tidur
digerakan, pasien masih  Terpasang safety
berbaring di tempat tidur rail, pasien
3. Memfasilitasi aktivitas menggengggam
mobilisasi dengan alat bantu side rail untuk
(mis pagar tempat tidur) mencoba
DS: Pasien mengatakan sulit bergerak
bergerak, lutut kanan sulit  Pasien tampak
digerakkan dan terasa nyeri meringis jika
DO: terpasang safety rail, kaki kanannya
pasien menggengggam side digerakan, pasien
rail untuk mencoba bergerak dibantu anaknya
4. Mengajarkan mobilisasi untuk
sederhana yang harus menggerakan
15.00 dilakukan (mis duduk duduk kakinya
di sisi tempat tidur, pindah  Pasien tampak
dari tempat tidur ke kursi) mencoba
48

DS: Pasien mengatakan menggerakan


sudah mencoba bergerak kakinya
namun masih sakit
DO: Pasien tampak mencoba A: Tujuan belum
menggerakan kakinya tercapai
P: Lanjutkan
intervensi
1. Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
pergerakan
2. Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
3. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu (mis
pagar tempat tidur)
4. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis duduk duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
3. 29/09/2022 14.00 1. Mengidentifikasi faktor S:
pengganggu tidur (fisik - pasien mengatakan
dan/atau psikologis) susah memulai tidur
DS: karena nyeri yang
- pasien mengatakan susah dialami
memulai tidur karena nyeri - pasien mengatakan
yang dialami sulit tidur karena ada
- Pasien mengatakan susah suara berisik
memulai tidur karena tidak O :
bisa fokus untuk - Gedung tempat
memejamkan mata pasien dirawat
DO: sedang direnovasi
49

- Ruangan pasien kurang - Pasien yang satu


privasi ruangan dengan ny.i
- Gedung tempat pasien mengganggu
dirawat sedang direnovasi ketenangan di
- Pasien yang satu ruangan dalam ruangan
dengan ny.i mengganggu A :
ketenangan di dalam -. belum tercapai
ruangan P : intervensi
2. Memodifikasi lingkungan dilanjutkan
(mis. pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras, dan
tempat tidur)
DS: pasien mengatakan sulit
tidur karena ada suara
berisik
DO: kaji asal dari
kebisingan dan suhu
ruangan
3. Menjelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
DS: pasien mengatakan
sebelum dan saat sakit sulit
untuk memulai tidur
DO: pasien tampak lemas
4. Mengajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
(guide imagery)
DS: pasien mengatakan sulit
untuk relaksasi saat ingin
memulai tidur
DO: Saat dilakukan terapi
Guide Imagey pasien
tampak rileks
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Proses pengkajiannya dilakukan pada pasien Ny I dengan Osteoartrithis Knee Dexstra
dilakukan dengan wawancara, observasi, mengkaji, dan melakukan pemeriksaan fisik. Melalui
wawancara secara langsung pada Ny I didapatkan data subyektif baik dari perkataan pasien
maupun dari keluarga pasien, selain itu pengkajian juga dilakukan dengan pemeriksaan foto
rontgen sebagai pendukung untuk menegakkan diagnosa. Pada saat dilakukan tindakan
pengkajian dan observasi dengan membangun hubungan terapeutik saling percaya antara
pasien dan perawat sebagai penulis untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien. Sehingga
mempermudah dalam melaksanakan tata asuhan keperawatan. Ny I usia 74 tahun datang
dengan rujukan dari Rs Salatiga ke RS Ortopedi dengan keluhan utama merasakan nyeri pada
bagian lutut sebelah kanan menyebar sampai ke pinggang, nyeri dirasakan sejak 1 tahun
terakhir, seiring waktu rasa nyeri bertambah dan nyeri sangat mengganggu aktivitas sehari-
hari. Selama sakit Ny I menggunakan kursi roda dikarena kaki kanan sakit digunakan saat
berjalan. Pasien mengalami kesulitan tidur sejak usia 28 tahun dan sulit untuk memulai tidur,
istirahat malam 3 jam serta jarang beirstirahat di siang hari.
Kemudian pasien memeriksakan diri ke Rs Salatiga dan pengobatan yang dilakukan
sebanyak 3x kontrol nyeri yang dirasakan semakin bertambah berat, Sehingga pihak RS
Salatiga merujuk pasien ke Rs Ortopedi. Ny I merasakan nyeri saat bergerak dan beristirahat
dengan skala 6 dan nyeri seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul ± 10-20 detik. Saat ini Ny I
dirawat di Ruang Inap Bougenville Ruang 7b. Ny I mengalami nyeri kronis pada lutut yang
menjalan sampai pinggal lebih dari 1 tahun, Ny I hanya terbaring di tempat tidur dan tidak bisa
beraktivitas pada ekstremitas bagian bawah secara bebas setelah pembedahan terpasang
drainase dan kateter. Kemudian Ny I juga mengalami gangguan pola tidur sejak usia 28 tahun
dan Ny I ketergantungan mengkonsumsi obat tidur dengan resep dokter dan nyeri yang
dirasakan sangat mengganggu kualitas tidur Ny I. Hasil pengkajian diatas menunjukkan bahwa
tanda dan gejala Ny I sama dengan teori yang ada. Setelah dilakukan pengkajian dan
menghasilkan data focus, selanjutnya merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat untuk
pemberian asuhan keperawatan.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan prioritas pertama yang muncul pada Ny. I adalah nyeri Kronis
berhubungan dengan gangguan musculoskeletal yang ditandai dengan: klien merasa nyeri di
area lutut kanan yang menyabar sampai pinggang dengan skala 6, nyeri yang dirasakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul selama ± 10-20 detik. Ny I tampak meringis dan
menahan nyeri. Hal ini didukung oleh SDKI, (2017) yang mengatakan nyeri Kronis adalah

50
51

penagalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambatdan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang langsung lebih dari 3 bulan.
Diagnosa keperawatan kedua adalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan integritas struktur tulang yang ditandai dengan Ny I tampak berbaring dan bedresh
di tempat tidur, keslitan untuk menggerakkan kaki, terpsang drainase pada kaki sebelah kanan
setelah dilakukan tindakan pembedahan. Hal ini didukung oleh SDKI, (2017). Gangguan
mobilitas fisik adalah keterbatan dalam gerkan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
Diagnosa keperawatan ketiga adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang
kontrol tidur yang ditandai dengan Ny I mengeluh kesulitan memulai tidur, ketergantungan
pengggunaan obat tidur, sering terjaga saat tidur dan dapat tidur malam ± 3 jam dan tidak dapat
beristirahat di siang hari, mata cekung, dam merasa tidak segar, terlihat kantong mata, area
mata menhitam. Hal ini didukung oleh SDKI, (2017) yang menyatakan bahawa gangguan pola
tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat factor eksternal.

C. Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah tahap pengumpulan data,
pengkajian, dan menentukan diagnosa yang sesuai dengan tanda dan gejala yang muncul.
Perencanaan atau intervensi merupakan kumpulan rencana-rencana asuhan keperawatan yang
akan diberikan kepada Pasien. Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang
disesuaikan dengan manifestasi klinis. Setelah masalah ditetapkan, maka ditentukan tujuan
keperawatan. Tujuan dapat ditetapkan dalam jangka panjang maupun pendek, harus jelas,
dapat diukur, dan realitas dan menentukan Kriteria hasil yang menjadi acuan intervensi
berhasil atau tidak. Waktu perencanaan yang dibuat harus disesuaikan dengan pencapaian
kriteria hasil misalnya 3x24 jam. Setelah rencana dibuat, selanjutnya dilakukan implemtasi
keperawatan, yang mengacu pada rencana tindakan yang telah dibuat.

D. Implementasi dan Evalusi


Implementasi yang dilakukan berdasarkan perencanaan sebelumnya, semua yang telah
direncanakan harus dilakukan dan diimplmentasi. Dalam melakukan tindakan implementasi
diharapkan untuk melihat respon klien baik dari data subyektif maupun data objektif.
Kemudian Tindakan semua yang telah dilakukan terhadap pasien harus dikaji dan melihat
respon atau kondisi pasien secara umum, sebagai bahan evaluasi tindakan asuhan keperawan.
Apabila masalah hanya teratasi sebagian, intervensi bisa dilanjutkan atau dimodifikasi
sedangkan jika masalah sudah teratasi intervensi dihentikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Ny.I dengan masalah nyeri sendi dan
tulang (osteoarthritis) dapat disimpulkan sebagai berikut :
Hasil pengkajian yang didapatkan sesuai dengan pengkajian data-data teoritis pasien
dengan masalah nyeri sendi dan tulang pada Ny.I disebabkan oleh faktor penyakit
osteoarthritis. Ny.I juga mengatakan belum paham bagaimana cara perawatan nyeri sendi dan
tulang (osteoarthritis).
Diagnosa keperawatan yang ditegakan yaitu; Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi
musculoskeletal kronis (osteoarthritis); Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan integritas struktur tulang dan nyeri dan; Gangguan pola tidur berhubungan dengan
kurangnya kontrol tidur
Intervensi keperawatan direncanakan sesuai dengan rumusan intervensi teoritis yaitu
dengan membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, perawat dan keluarga,
mengajarkan anggota keluarga untuk mengenal hubungan antar proses penyakit, dukungan
keluarga, merencanakan perawatan dan edukasi latihan gerak sendi untuk penurunan nyeri.
Implementasi keperawatan yang diberikan seluruhnya sesuai dengan intervensi yang
sudah disusun secara teori. Evaluasi asuahan keperawatan pada Ny.I dan keluarga menunjukan
bahwa asuhan keperawatan yang diberikan telah memberikan dampak positif bagi kondisi Ny.I
yaitu terjadinya penurunan nyeri sendi dan tulang. Dimana sebelum diberikan intervensi skala
nyeri Ny.I berada pada skala 6 (Nyeri sedang) dan setelah diberikan intervensi nyeri berkurang
menjadi dengan skala 2 (Nyeri ringan)
B. Saran
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Hasil implementasi ini diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan oleh pasien
dengan didampingi keluarga dirumah, dan diharapkan nantinya implementasi yang
diberikan dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien dikeluarga.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil implementasi ini diharapkan bisa digunakan sebagai data penunjang untuk
implementasi selanjutnya dan dapat menjadi salah satu ide dalam melaksanakan
implementasi selanjutnya. Selain, demi meningkatkan keilmuan dibidang keperawatan
perlu adanya pengembangan informasi dan ketrampilan mahasiswa untuk
mengutamakan terapi non-farmakologi dalam memberikan asuhan keperawatan.

52
53

3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan atau Keperawatan


Hasil implementasi ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pelayanan kesehatan
dimasyarakat dengan memberikan penyuluhan dan penerapan latihan gerak sendi pada
pasien yang mengalamai osteoatritis maupun tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, I. et al. (2019). The Projected Burden of Primary Total Knee and Hip Replacement for
Osteoarthritis in Australia to the Year 2030. BMC Musculoskeletal Disorders, 20(1), pp. 1–10.

Ballantyne, J. C., Fishman, S. M., & Rathmell, J. P. (2019). Bonica’s Managemnet Of Pain fitfth
Edition (5 ed.). Wolters Kluwer.
Cameron KL, Driban JB, Svoboda SJ.2016. Osteoarthritis and the Tactical Athlete: A Systematic
Review. J Athl Train. ; 51:952–961.

Chow, Y. & Chin, K. (2020). The Role of Inflammation in the Pathogenesis of Osteoarthritis.
Mediators of Inflammation, 2020, pp. 1–19.

Cleveland Clinic (2019). Disease & Conditions. Osteoarthritis.


Mayo Clinic (2021). Diseases & Conditions. Osteoarthritis.

Heidari B. In : Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and features: Caspian J Intern
Med, 2011; 2(2): 205-212
Jungmann PM, Baum T, Nevitt MC, et al. 2016. Degeneration in ACL Injured Knees with and without
Reconstruction in Relation to Muscle Size and Fat Content-Data from the Osteoarthritis
Initiative. PLoS One. ; 11:e0166865.

Kodama R, Muraki S, Oka H, et al. 2016. Prevalence of hand osteoarthritis and its relationship to
hand pain and grip strength in Japan: The third survey of the ROAD study. Mod Rheumatol. ;
26:767–773.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-Surgical Nursing
Assessment and Management of Clinical Problems (M. M. Harding (ed.); 9 ed.). Elseiver.
Muzaenah, T & Hidayati, A. B. S (2021). Manajemen Nyeri Non Farmkologi Post Operasi Dengan
Terapi Spiritual “Doa dan Dzikir”: Literature Riview. Herb Medicine Journal Volume 4, Nomor
3 Juli 2021.

O’Neill, T. & Felson, D. (2018). Mechanisms of Osteoarthritis (OA) Pain. Current Osteoporosis
Reports, 16(5), pp. 611–16.

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia; Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi
Cetakan III (Revisi). DPP PPNI: Jakarta
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi
1 Cetakan II. DPP PPNI: Jakarta
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi
1 Cetakan II. DPP PPNI: Jakarta
Saberi Hosnijeh F, Zuiderwijk ME, Versteeg M, et al.2017. Cam Deformity and Acetabular Dysplasia
as Risk Factors for Hip Osteoarthritis. Arthritis Rheumatol. ; 69:86–93.

Sharma L, Hochberg M, Nevitt M, et al.2017. Knee tissue lesions and prediction of incident knee
osteoarthritis over 7 years in a cohort of persons at higher risk. Osteoarthritis Cartilage. ;
25:1068–1075.

Suwondo, B. S., Meliala, L., & Sudadi. (2017). Buku Ajar Nyeri 2017. Indonesia Pain Society.
University of Rochester Medical Center (2022). How to Help Prevent Osteoarthritis.

Wijaya, S. (2018). Osteoartritis Lutut. Cdk, 45(6), 424–429

Anda mungkin juga menyukai