Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN SISTEM MUSKULOSKELETAL MODUL FRAKTUR

KELOMPOK I : Andi Nurlela Wulandari Aikardi (2007730007) Arif wicaksono (2008730038) Daeng Fahryanzi Azhari (2007730031) Elvi Rahmi (2007730044) Eni Farkhaeni (2007730045) Gemala Ryan (2008730068) Husni Abas (2006730037) Putri Seli (2007730098) Rohman Anda Rosmala (2006730089) Sarinah (2008730113) Septiana Amelia (2007730013) Siti Mulyati (2008730038) Tutor : dr. Pitut

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KESEHATAN DAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan laporan ini bertujuan agar para pembaca mengetahui tentang penyebab, patomekanisme, gambaran klinik, pemeriksaaan penunjang, penatalaksanaan, proses penyembuhan, komplikasi tindakan rehabilitasi medik dan pencegahan dari penyakit-penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada tulang. Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: dr. Pitut , selaku Tutor dalam sistem Musculoskeletal Teman teman semua yang memberikan motivasi Orang tua yang selalu memberi semangat belajar sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar, penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna, tapi demi kewajiban dan tugas kami, maka kami memberanikan diri membuat laporan ini. Dan insya Allah perbaikan perbaikan akan kami lakukan pada laporan laporan yang akan datang. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar laporan ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang. Dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan kami mengharapkan laporan ini dapat membawa manfaat dan keuntungan yang berarti pada semua pembaca. Adapun saran saran dan kritik konstruktif dari pemakai laporan ini yang budiman , tentu merupakan suatu hal yang sangat kami harapkan, demi kesempurnaan laporan ini kelaknya. Amin. Jakarta , 14 September 2011

Penulis

DAFTAR ISI Kata pengantar . Daftra isi .. Bab I : Pendahuluan Latar belakang TIU dan TIK Bab II : Permasalahan . Skenario Kata kunci Pertanyaan Bab III : Pembahasan .. Kesimpulan . Referensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut.Hipotesis bahwa tulang kepala berhubungan dengan tulang leher tampaknya cukup beralasan. Oleh karena itu tulang terdiri dari bermacam macam sel, maka kelainan yang mengenainya banyak dan bermacam macam.

Sejak penurunan massa tulang dihubungkan dengan terjadinya fraktur yang akan datang, maka pemeriksaan massa tulang merupakan indikator untuk memperkirakan risiko terjadinya fraktur. Pada dekade terakhir, fakta ini menyebabkan kepedulian terhadap penggunaan alat diagnostik non invasif (bone densitometry) untuk mengidentifikasi subyek dengan penurunan massa tulang, sehingga dapat mencegah terjadinya fraktur yang akan datang, bahkan dapat memonitoring terapi farmakologikal untuk menjaga massa tulang. Namun implementasi dari tindakan intervensi tersebut, atau skrining osteoporosis sebaiknya berdasarkan evidence terutama pada penggunaannya dalam praktek klinik, baik sebagai alat diagnostikinformasi tentang massa tulang pada tempat pemeriksaan-- dan sebagai alat prognostikdapat memperkirakan fraktur osteoporosis (non traumatik). 1.2 Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penyebab, patomekanisme, gambaran klinik, pemeriksaaan penunjang, penatalaksanaan, proses penyembuhan, komplikasi tindakan rehabilitasi medik dan pencegahan dari penyakit-penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada tulang. 1.3 Sasaran Pembelajaran 1. Menjelaskan mekanisme terjadinya fraktur pada tulang 2. Menjelaskan mekanisme proses penyembuhan pada tulang akibat fraktur

3. Menjelaskan klasifikasi fraktur tulang menurut penyebab terjadinya, hubungan denga jaringan ikat sekitarnya, dan menurut bentuknya 4. Menjelaskan faktor resiko terjadinya fraktur akibat trauma meknik atau osteoporosis 5. Menjelaskan langkah-langkah menegakkan diagnistic fraktur tulang 6. Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang 7. Menjelaskan prinsip penetalaksanaan fraktur tulang 8. Menjelaskan tujuan pengobaan/penatalaksanaan fraktur tulang 9. Menjelaskan tindakan/langkah-langkah pencegahan timbulnya fraktur pada tulang terutama akibat osteoporosis 10. Menjelaskan tindakan rehabilitasi medik pada kasus fraktur 11. Menentukan prognosa pad kasus fraktur

BAB II PERMASALAHAN

2.1 Skenario 1 Seorang anak laki-laki usia 10 tahun datang ke poliklinik dengan diantar orang tuanya. Orang tuanya bercerita bahwa 3 bulan yang lalu P pernah mengeluhkan pergelangan tangan kirinya sakit dan bengkak setelah bermain bola, karena takut difoto rontgen dan biayanya mahal, orangtua P membawa anaknya ke bengkel tulang untuk dipijat dan diurut. Disana selain dipijat dan diurut pergelangan tangan P diberi ramuan dan diberi semacam gips (untuk menyambungkan tulang yang katanya patah) sejak itu pergelangan tangan kiri P malah tidak bias digerakkan dengan normal seperti tangan kanannya.

2.2 Klarifikasi kata sulit 1. Gips: Suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara keras area yang mengalami patah tulang. Dengan tujuan menyatukan kedua tulang yang patah dengan cara imobilisasi.

2.3 Kata/Kalimat Kunci 1. Anak laki-laki 10 tahun 2. 3 bulan lalu pergelangan tangan kiri sakit dan bengkak setelah bermain bola 3. Dibawa kebengkel tulang dipijat dan diurut 4. Diberi ramuan dan dipasang gips 5. Sejak itu pergelangan tangan kiri tidak bias digerakkan normal seperti tangan kanannya 2.4 Identifikasi Masalah 1. Jelaskan mekanisme terjadinya fraktur ? 2. Jelaskan mekanisme penyembuhan tulang akibat fraktur ? 3. Jelaskan jenis-jenis fraktur ? 4. Jelaskan faktor resiko akibat fraktur mekanik atau osteoporosis ? 5. Tindakan pertama pada sekenario ? 6. Bagaimana fisiologi pertumbuhan tulang pada anak usia 10 tahun ? 7. Apakah ada hubungan di urut, di gips dan di beri ramuan dengan tangan tidak bias digerakkan ? 8. Bagaimana prognosis dari scenario? dari komplikasi 9. Tindakan pencegahan timbulnya fraktur ? 10. Langkah penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang pada scenario ? 11. Jelaskan tindakan rehabilitasi medic pada kasus fraktur ? 12. Mekanisme bengkak dan sakit pada scenario ? 13. Jelaskan penatalaksanaan dari fraktur ?

BAB III PEMBAHASAN Jelaskan mekanisme terjadinya fraktur ?

Jelaskan mekanisme penyembuhan tulang akibat fraktur ? PROSES PENYEMBUHAN TULANG YANG FRAKTUR Fracture healing meurpakan suatu proses reparasi dari sistem muskuloskeletal untuk mengembalikan integritas skeletalnya. Proses biologi ini berlangsung sebagai konsekuensi dari sejumlah peristiwa-peristiwa biologis yang mengakibatkan pemulihan jaringan tulang, sehingga dimungkinkan muskuloskeletal dapat berfungsi kembali. Yang bertanggung jawab terhadap fracture healing adalah debridement, stabilisasi dan remodeling pada tempat fraktur tanpa fiksasi rigid. Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif, sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur. Proses

penyembuhan terutama tergantung karena resorbsi osteoclast dari tulang yang diikuti pembentukan tulang baru oleh osteoblast. Pemahaman terhadap pembentukan, pertumbuhan, maturasi serta proses penyembuhan tulang merupakan hal yang sangat penting. Dengan mempelajari dan memahami fracture healing, maka penentuan treatment dan prognosis terhadap pasien yang menderita fraktur akan semakin baik. II. KOMPOSISI TULANG DAN BONE REMODELLING A. Komposisi Tulang Sebagian besar tulang berupa matriks kolagen yang diisi oleh mineral dan sel-sel tulang. Matriks tersusun sebagian besar oleh kolagen tipe I yang ditunjukkan dengan adanya mucopolysacharida dan sebagian kecil ole hprotein non kolagen, seperti proteoglikan, osteonectin (bone spesific protein), osteocalsin (Gla protein) yang dihasilkan oleh osteoblast dan konsentrasinya dalam darah menjadi ukuran aktivitas osteoblast. Suatu matriks yang tak bermineral disebut osteoid yang normalnya sebagai lapisan tipis pada tempat pembentukan tulang baru. Proporsi osteoid terhadap tulang meningkat pada penyakit riketsia dan osteomalasia (Apley, 1993).Mineral tulang terutama berupa kalsium dan fosfat yang tersusun dalam bentuk hydroxyapatite. Pada tulang mature proporsi kalsium dan fosfat adalah konstan dan molekulnya diikat oleh kolagen. Demineralisasi terjadi hanya dengan resorbsi seluruh matriks(Apley, 1993). Sel tulang terdiri 3 macam : osteoblast, osteosit dan osteoclast. Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline phosphatase dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks. Pada akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang baru, atau masuk ke dalam matriks sebagai osteosit. Osteosit berada di lakunare, fungsinya belum jelas. Diduga di bawah pengaruh parathyroid hormon (PTH) berperan pada resorbsi tulang (osteositik osteolisis) dan transportasi ion kalsium. Osteosit sensitif terhadap stimulus mekanik dan meneruskan rangsang (tekanan dan regangan) ini kepada osteoblast. Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh prekursor monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang oleh stimulus kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks organ, osteoclast akan meninggalkan cekungan di permukaan tulang yang disebut Lakuna Howship. Berdasarkan histologisnya, maka pada tulang dikenal : tulang imature disebut woven bone, dimana serabut kolagennya tidak beraturan arahnya, ditemukan pada stadium awal penyembuhan tulang, bersifat sementara sebelum diganti oleh tulang mature yang disebut tulang lamellar, dimana serabut

kolagen tersusun paralel membentuk lamina dengan osteosit diantaranya. Tulang lamellar mempunyai 2 struktur yaitu tulang kortikal yang tampak padat, dan tulang cancellous yang tampak seperti spon atau porous (Appely, 1993).

B. Remodelling Tulang Ada 2 jalan pembentukan tulang. Endochondral ossification dengan osifikasi jaringan kartilago, seperti epifisial plate dan pada penyembuhan tulang. Membraneous ossification dengan osifikasi jaringan ikat seperti pembentukan tulang dari subperiosteal. Tulang selalu mengalami 2 proses, yaitu resorbsi dan pembentukan. Proses ini disebut remodelling atau turn over. Hal ini berarti tulang diperbarui kembali dan diperbaiki sepanjang hidup. Pada setiap proses remodelling terdapat rangkaian yang berurutan : osteoclast berkumpul pada permukaan tulang bebas dan membuat kavitas, kemudian menghilang dan setelah periode tak bergerak digantikan oleh osteoblast yang melanjutkan dengan mengisi kavitas yang terbentuk dengan tulang baru. Setiap siklus pergantian tulang, yang membutuhkan waktu antara 4 6 bulan, dikerjakan oleh sekelompok sel yang bekerja menyerupai sebuah konser, bersama-sama sel-sel tersebut membuat unit remodelling tulang. Resorbsi dimulai saat osteoclast teraktivasi dan taksis ke permukaan tulang yang bermineral. Matriks organik dan mineral diambil secara bersamaan. Pada trabekula akan terbentuk cekungan dan pada korteks akan membentuk liang seperti kerucut terpotong (cutting cone). Setelah 2-3 minggu resorbsi berhenti osteoclast tak tampak. Sekitar 1-2 minggu kemudian cekungan diliputi osteoblast dan 3 bulan kemudian telah terjadi pembentukan dan mineralisasi tulang (Apley, 1993). Pada saat remodelling tulang, resorbsi dan pembentukan berjalan secara bersamaan, keduanya bekerja saling bergantian. Dengan begitu dapat dijamin dalam waktu yang relatif pendek keseimbangan dapat terjaga, meskipun pada saat tertentu dan pada sisi manapun sebuah proses atau proses lainnya lebih dominan.

III. RESPON TERHADAP FRACTURE HEALING Mencakup respon-respon yang terjadi pada : A. Sumsum tulang (bone marrow) B. Cortex

C. Periosteum, dan D. Jaringan lunak eksternal Jelaskan jenis-jenis fraktur ? Fraktur : Putusnya hubungan normal dari tulang baik hanya retak maupun sampai patah yang disebabkan oleh kekerasan, tumor, degeneratif, dan keadaan menopause Penyebab tersering dari fraktur adalah kecelakaan lalu lintas (70 %) , jatuh (11%), dan luka tembak (8%) Laki-laki & perempuan pada usia produktif (45tahun) Pada wanita usia lebih dr 50-55 tahun Secara klinis ada 2 tipe fraktur : Terbuka Tertutup

Jenis jenis fraktur : Complete fraktur : patah pada seluruh garis tengah tulang , luas, dan melintang. Close fraktur : tidak menyebabkan robeknya kulit Open fraktur : merupakan fraktur dengan luka pada kulit , kulit rusak dan ujung tulang menonjol Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok. Transfersal : fraktur sepanjang garis tengah tulang. Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang. Komuntif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.

Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah ) Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang Patologik : fraktur yang tejadi pada daerah tulang yang berpenyakit ( kista tulanh, paget, metastasis tulang, tumor ) Avulsi : tertarinya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya. Epifisial : fraktur melalui epifisis. Impaksi : fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

Jelaskan faktor resiko akibat fraktur mekanik atau osteoporosis ? Pasien dengan penurunan kepadatan tulang biasanya tidak memiliki temuan spesifik fisik yang abnormal. Namun, ada prediktor yang dapat membantu menilai risiko seseorang untuk terkena osteoporosis serta risiko patah tulang. Fraktur akibat dari trauma baik dan penurunan kekuatan tulang. Kekuatan tulang tergantung pada kepadatan (kuantitas) tulang dan pada kualitas tulang. FAKTOR RESIKO UNTUK OSTEOPOROSIS PRIMER Osteoporosis postmenopause adalah bentuk paling umum dari osteoporosis, dan risiko yang terkait dengan kepadatan tulang yang rendah didukung oleh bukti yang baik, termasuk studi prospektif besar. Prediktor massa tulang yang rendah meliputi:

gender perempuan usia meningkat defisiensi estrogen ras putih rendah berat badan dan indeks massa tubuh (BMI) riwayat keluarga osteoporosis merokok riwayat fraktur sebelumnya

Penggunaan alkohol dan minuman yang mengandung kafein adalah tidak konsisten dikaitkan dengan massa tulang menurun. Sebaliknya, beberapa langkah dari fungsi fisik dan aktivitas telah dikaitkan dengan massa tulang meningkat, termasuk kekuatan pegangan dan olahraga saat ini. Akhir menarche , menopause dini, dan rendah endogen tingkat estrogen juga terkait dengan kepadatan tulang yang rendah dalam beberapa penelitian. Sebuah studi yang diterbitkan dalam, 27 September 2001 New England Journal of Medicine (NEJM) telah menunjukkan bahwa terapi glukokortikoid inhalasi menyebabkan hilangnya dosis yang berhubungan dengan tulang pada pinggul pada wanita premenopause. Glukokortikoid inhalasi adalah obat yang paling umum untuk pengobatan jangka panjang pasien dengan asma, dan tampaknya ada hubungan antara penurunan kepadatan tulang dan jumlah tiupan per tahun penggunaan. Penelitian ini melibatkan 109 wanita premenopause 18-45 tahun yang menderita asma dan tidak ada kondisi yang dikenal yang menyebabkan hilangnya tulang.

FAKTOR RESIKO UNTUK OSTEOPOROSIS SEKUNDER Bentuk umum dari osteoporosis tidak berhubungan dengan penyakit lain termasuk osteoporosis idiopatik, menopause dan pikun. Semua penyebab lain dari hilangnya tulang dipercepat harus disingkirkan sebelum diagnosis osteoporosis dibuat. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan keropos tulang dipercepat meliputi:

Penyakit endokrin: -Cushing 's sindrom

Gangguan nutrisi: -Defisiensi vitamin C

-tirotoksikosis -hiperparatiroidisme -hyperadrenocorticism -diabetes melitus

-kalsium atau kekurangan vitamin D tinggi asam abu diet (diet tinggi protein) tinggi asupan fosfat -kelebihan zat besi -genetik gangguan seperti: * Imperfecta osteogenesis * sindrom Marfan * sindrom Ehlers-Danlose * homocystinuria

Obat faktor yang terkait: -Alkoholisme kronis heparin-administrasi -metotreksat -kortikosteroid -Simetidin -kelebihan suplemen hormon tiroid

Miscellaneous: -Rheumatoid arthritis -asidosis metabolik -Imobilisasi -penyakit kronis paru obstruktif

FAKTOR RESIKO UNTUK PATAH TULANG Secara umum, risiko patah tulang akan berlipat ganda dengan setiap dekade terakhir 50, bahkan dengan kepadatan tulang yang sama. Seorang wanita berusia 55 dengan osteopenia memiliki sekitar kesempatan 2% per tahun memiliki patah tulang, dan seorang wanita berusia 75 dengan osteopenia memiliki sekitar kesempatan 8% per tahun (yang kira-kira resiko rata-rata untuk seorang wanita 75 tahun) . Pada menopause, telah menunjukkan bahwa hilangnya estrogen mempengaruhi stabilitas postural dengan memperlambat kecepatan pemrosesan otak. Setelah menopause, insiden jatuh di antara perempuan adalah tiga kali lipat dari pria. Telah ditentukan bahwa stabilitas postural tampaknya terkait dengan risiko patah tulang pada wanita dengan osteoporosis. Satu studi otak meningkatkan kecepatan pemrosesan didokumentasikan dan stabilitas postural pada wanita postmenopause di ERT. Studi lain membandingkan kecepatan bergoyang (indikator kecenderungan untuk jatuh) di 16 pascamenopause pengguna jangka panjang dari 17 b-estradiol dan 16 wanita postmenopause yang tidak pernah mengambil estrogen. Stabilitas postural dan kepadatan tulang tampak serupa baik pada wanita premenopause dan postmenopause di ERT. Namun, keseimbangan memburuk secara signifikan pada wanita postmenopause yang tidak di ERT.

Kenyataan bahwa ERT meningkatkan stabilitas postural dan kepadatan tulang mungkin menjelaskan mengapa hal tersebut terbukti unggul untuk raloxifene dan alendronate dalam mencegah nonvertebral, jatuh-patah tulang. Risiko seumur hidup dari patah tulang pinggul tergantung pada usia dan kepadatan tulang.Seorang anak muda dengan osteopenia tidak memiliki risiko yang lebih dalam 5 tahun ke depan, tetapi jika tidak ada pencegahan dilakukan, resiko seumur hidup akan menjadi sekitar 20 atau 30%. Seorang wanita tua dengan osteopenia memiliki risiko seumur hidup sekitar 10%. Terapi penggantian estrogen (ERT) selama dan menopause berikut telah terbukti menurunkan (tetapi tidak mencegah) kejadian kedua pinggul dan patah tulang belakang sekitar 50%. 9hilangnya Namun, setelah besar trabekula arsitektur mikro telah terjadi, estrogen-induced stabilisasi dan / atau kepadatan tulang meningkat diperkirakan kecil kemungkinannya untuk mengurangi risiko patah tulang. Meskipun kepadatan tulang yang rendah telah ditetapkan sebagai prediktor penting dari risiko patah tulang masa depan, hasil dari banyak penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko klinis yang terkait dengan risiko jatuh juga berfungsi sebagai prediktor penting dari fraktur. Risiko patah tulang telah konsisten dikaitkan dengan riwayat jatuh, fungsi fisik yang rendah seperti kecepatan lambat dan kiprah penurunan kekuatan paha depan, kognisi terganggu, gangguan penglihatan, dan adanya bahaya lingkungan (misalnya membuang karpet). Semua wanita postmenopause yang hadir dengan patah tulang serta wanita yang lebih muda yang memiliki faktor risiko harus dievaluasi untuk penyakit ini. Dokter harus merekomendasikan pengujian kepadatan mineral tulang bagi perempuan muda menghadapi risiko, dan untuk yang lebih muda dari 65 tahun yang memiliki faktor risiko osteoporosis selain menjadi postmenopause wanita postmenopause. Pengujian kepadatan mineral tulang harus direkomendasikan untuk semua wanita 65 tahun dan lebih tua terlepas dari faktor risiko tambahan. Kepadatan mineral tulang skrining harus digunakan sebagai tambahan untuk penilaian klinis hanya jika hasilnya akan mempengaruhi pilihan terapi atau meyakinkan pasien untuk mengambil tindakan pencegahan yang tepat. Sangat menarik untuk dicatat bahwa pinggul rusak dan 'punuk janda yang' hampir tidak dikenal dalam budaya di mana pekerjaan perempuan melibatkan setiap hari berjalan-jalan, membawa beban berat, dan di mana hormon suplemen setelah menopause tidak diketahui.

Tindakan awal fraktur Pindahkan korban kecelakaan ke tempat yang aman Cek ABC Lakukan imobilisasi darurat dengan bidai Segera bawa ke rumah sakit

Penatalaksanaan:

- Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya. - Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah.

Gambar 5. Reduksi : (a) pelepasan impaksi, (b) pronasi dan pergeseran ke depan, (c) deviasi ulnar Pembebatan : (d) penggunaan sarung tangan, (b) slab gips yang basah, (f) slab yang dibalutkan dan reduksi dipertahankan hingga gips mengeras Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari segera dimulai

setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut. Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan, sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.

Gambar 6. (a) Film pasca reduksi, (b) gerakan-gerakan yang perlu dipraktekkan oleh pasien secara teratur

- Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga. (Apley & Solomon, 1995) Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut : Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka beberapa hal berikut dapat dilakukan :

1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional 2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi. Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai fragmen disimpaksi. 3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan. 4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi ulna. 5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan pemasangan anteroposterior long arms splint 6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf medianusnya 7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan

waktu 6-12 minggu.

Bagaimana fisiologi pertumbuhan tulang pada anak usia 10 tahun ? Tulang terdiri dari 2 bahan: 1. Matrik yang kaya mineral (70%) = Bone (Tulang yang sudah matang) 2. Bahan-bahan organik (30%) yang terdiri dari: a.Sel (2%) : a. Sel Osteoblast : yang membuat matrik (bahan) tulang / sel pembentuk tulang b. Sel Osteocyte : mempertahankan matrik tulang c. Sel Osteoclast : yang menyerap osteoid (95%) (resorbsi) bahan tulang (matrik) / sel yang menyerap tulang. b.Osteoid (98%) : Matrik mineral (osteoid=tulang muda) (bahan) tulang yang mengandung sedikit

Pembentukan tulang juga disebut OSIFIKASI. Pembentukan tulang dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan yang berkembang menjadi tulang keras. Jaringan yang berkembang akan disisipi dengan pembuluh darah. Pembuluh darah ini akan membawa

mineral seperti kalsium dan menyimpannya pada jaringan tersebut. Pembentukan tulang manusia dimulai pada saat masih janin.

Tulang rawan pada embrio mengandung banyak osteoblas, terutama pada bagian tengah epifisis dan bagian tengah diafisis, serta pada jaringan ikat pembungkus tulang rawan. Osteosit terbentuk dari osteoblas, tersusun melingkar membentuk sistem Havers. Di tengah sistem Havers terdapat saluran Havers yang banyak mengandung pembuluh darah dan serabut saraf.

Osteosit mensekresikan zat protein yang akan menjadi matriks tulang. Setelah mendapat tambahan senyawa kalsium dan fosfat tulang akan mengeras. Selama terjadi penulangan, bagian epifisis dan diafisis membentuk daerah antara yang tidak mengalami pengerasan, disebut cakraepifisis. Bagian ini berupa tulang rawan yang mengandung banyak osteoblas.

Bagian cakraepifisis terus mengalami penulangan. Penulangan bagian ini menyebabkan tulang memanjang. Di bagian tengah tulang pipa terdapat osteoblas yang merusak tulang sehingga tulang menjadi berongga kemudian rongga tersebut terisi oleh sumsum tulang.

Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, yaitu: 1. Faktor genetis Tidak semua orang mempunyai panjang/tinggi badan yang sama. Kemampuan untuk menjadi panjang atau pendek diturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula. 2. Beberapa hormon yang mempengaruhi pertumbuhan. 3. Hormon pertumbuhan hipofisis mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel tulang. 4. Hormon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang. 5. Hormon kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenalis dan pada wanita di kelenjar suprarenalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Di samping itu hormon tersebut juga merangsang pematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akil balik.
Saat pasien patah tulang datang untuk berobat, baik ke dokter maupun ke pengobatan alternatif, pasien akan mengharapkan kesembuhan dalam artian: tulang yang patah dapat menyambung bagian tubuh yang cedera dapat digunakan kembali/berfungsi secara normal terhindar dari komplikasi

Pemeriksaan Penunjang : 1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)

Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Darah rutin,

Faktor pembekuan darah, Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi), Urinalisa, Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut. Proses penyembuhan tulang secara normal (diambil dari Textbook of Disorders and Injuries of the Musculosceletal System karangan Robert Bruce Salter, halaman 427-428) : a. Fase awal penyembuhan dari jaringan lunak Pada patah tulang, akan terjadi robekan pembuluh darah kecil di sekitar tempat cedera. Setelah terjadi pendarahan maka tubuh akan merespon dan terbentuklah bekuan darah (clot/hematoma). Hematoma di tempat patah tulang ini merupakan tempat dimana proses penyembuhan patah tulang pertama kali terjadi. Akan terjadi ledakan populasi sel-sel pembentuk tulang baru (osteogenic cells) untuk membentuk callus yang berfungsi sebagai lem untuk menjaga agar tulang yang patah tidak mudah bergerak. Pada fase ini callus yang terbentuk masih lunak dan sebagian besar mengandung cairan. b. Fase Penyambungan Tulang secara Klinis (Clinical Union) Callus semakin lama akan semakin mengeras dan sebagian akan digantikan oleh tulang immatur/belum dewasa. Pada saat callus ini telah mengeras sehingga tidak lagi terjadi pergerakan di sekitar tulang yang patah, maka dikatakan telah memasuki fase penyambungan tulang secara klinis (Clinical Union), namun garis patah tulang masih akan terlihat. Saat fase ini pasien tidak merasakan nyeri apabila bagian yang patah digerakkan. c. Fase Konsolidasi atau Penyambungan secara Radiologis (Radiographic Union) Saat semua tulang muda (immatur) dalam callus telah tergantikan oleh tulang yang dewasa (matur) maka dikatakan telah memasuki fase Radiographic Union. Garis patah tulang tidak akan terlihat lagi.

Setelah memahami proses penyembuhan tulang secara normal, kita dapat memahami bahwa tulang yang patah, secara alami akan dapat menyambung sendiri tanpa harus dimanipulasi. Dalam beberapa buku terdapat perbedaan fase, namun pada dasarnya sama Proses Penyembuhan Tulang Fase Inflamasi : Fase ini berlangsung mulai terjadinya fraktur hingga kurang lebih satu sampai dua minggu. Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama bila ada cedera di tempat lain dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang, diikuti invasi sel-sel peradangan yaitu neutrofil, makrofag, sel fagosit, osteoklas, yang berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, yang akan mempersiapkan fase reparatif. Jika dirontgen, garis fraktur lebih terlihat karena telah disingkirkannya material nekrotik. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflmasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Fase Reparatif : Dapat berlangsung beberapa bulan. Ditandai dengan diferensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Pada awalnya terbentuk kalus lunak, terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas mengakibatkan mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras serta menambah stabilitas fraktur. Jika dirontgen maka garis fraktur mulai tidak tampak. Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu setelah patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3-4 bulan. Fase Remodeling : Fase ini bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang, yang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan

perubahan jaringan immatur agar menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah fraktur. Tahap akhir perbaikan meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi bermuatan negatif.
Faktor yang Mengontrol Aktivitas Osteoblas

Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D Mengontrol Aktivitas Osteoblas

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Kontrol paratiroid Terhadap Aktivitas Osteoklas

Aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik

negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek Lain Hormon Paratiroid

Hormon paratiroid meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
Ada tiga proses penyembuhan patah tulang yang tidak normal akibat tidak ditangani sama sekali atau ditangani oleh orang yang tidak kompeten:

Malunion: patah tulang dapat sembuh sesuai waktu yang diperkirakan/normal namun posisinya tidak seperti awal/tidak sesuai posisi anatomis, sehingga menyebabkan kelainan bentuk tulang

Delayed union: patah tulang pada akhirnya akan sembuh namun membutuhkan waktu lebih lama daripada waktu penyembuhan normal Pseudoarthrosis: patah tulang gagal sembuh/menyambung dan akan disertai

pembentukan jaringan fibrosa atau false joint, artinya bagian yang patah tidak akan berfungsi dengan normal seperti sebelum sakit.

Apakah ada hubungan di urut, di gips dan di beri ramuan dengan tangan tidak bias digerakkan? Trauma yang mengakibatkan fraktur dpat juga merusak jaringan lunak disekitar fraktur , mulai dari otot, fascia, kulit sampai struktur neurovaskuler. jika pasien anak diurut maka akan menyebabkan pergeseran segmen fraktur dan juga dapat merusak jaringan lunak yang ada disekitar fraktur.

Digips akan menyebabkan fiksasi daerah fraktur.

Bagaimana prognosis dari scenario? dari komplikasi

1. Tipe fraktur. Prognosis untuk masing-masing dari tipe klasifikasi fraktur 2. Usia anak. Umur waktu terjadinya trauma, apabila trauma terjadi pada umur yang lebih muda maka prognosisnya lebih baik dibanding bila terjadi pada umur yang lebih tua. 3. Metode Reduksi reduksi dilakukan dengan tidak hati hati akan menimbulkan kerusakan yang lebih hebat pada lempeng epifisis. 4. Luka terbuka atau tertutup Fraktur piringan epiphyseal terbuka dapat mengakibatkan infeksi yang pada akhirnya akan merusak piringan tersebut dan mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan sebelum waktunya. Manifestasi klinik Fraktur (Lewis .2006) Nyeri, dirasakan langsung setelah terjadinya trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patah tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. Bengkak / edema, edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa atau protein plasma yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya. Memar / ekimosis, merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. Spame otot, merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur. Penurunan sensasi, terjadi karena kerusakan syaraf , tertekannya syaraf karena edema.

Gangguan fungsi, terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

Mobilitas abnormal, adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang terjadi pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tlang panjang.

Krepitasi, merupakan rasa gemeretek yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan. Deformitas, abnormalnya posisi dari tulng sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

Komplikasi Dini Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu dibuka atau dilonggarkan Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligament karpal yang melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang. Distrofi refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi ini jarang berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. Mungkin terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai melalaikan latihan setiap hari. Pada sekitar 5 % kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri serta terdapat tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor. Sinar X memperlihatkan osteoporosis dan terdapat peningkatan aktivitas pada scan tulang.

Lanjut Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena pergeseran dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk, kelemahan dan hilangnya rotasi dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan. Bila ketidakmampuan hebat dan pasiennya relatif lebih muda, 2,5 cm bagian bawah ulna dapat dieksisi untuk memulihkan rotasi, dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi.

Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus styloideus ulnar sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa

Komplikasi fraktur Sindroma kompartemen Cedera vaskular Osteonekrosis Major blood loss (fraktur pelvis, fraktur femur) Cedera saraf perifer (peripheral nerve injury) Infeksi Non-union, malunion, delayed union

Tindakan pencegahan timbulnya fraktur? Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur. 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah

yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.

Langkah penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang dari fraktur? Anamnesis Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit lainnya. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi (look) Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka). 2. Palpasi (feel) Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.

3. Gerakan (moving) Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari : Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal) Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi: Darah rutin, Faktor pembekuan darah, Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi), Urinalisa Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

Jelaskan tindakan rehabilitasi medic pada kasus fraktur ?

TERAPI LATIHAN : Tujuan terapi ini adalah melatih kembali otot-otot yang mengalami kelumpuhan,melatih penderita dengan gangguan perkembangan, melatih penderita pasca fraktur dll sehingga penderita bisa jalan. TERAPI MODALITAS : Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi rasa nyeri, memperlancar peredaran darah, mengurangi pem-bengkakan, merangsang otot-otot yang lemah. Ultrasound : mencegah adhesi jaringan Elektroterapi : merangsang otot dan saraf Hidroterapi : Menggunakan air/cairan yang dicampur desinfektan. o Melatih otot yang lemah krn gaya berat di air dihilangkan o Disemprotkan sebagai pijatan

o Dg air panas memberikan efek relaksasi o Dapat diberikan lokal atau seluruh tubuh Infra Red : Terapi panas superfisial yang mempunyai efek meningkatkan aliran darah setempat. TERAPI WICARA : Mengobservasi gejala psikologis dan mendengarkan keluhan pasien. TERAPI OKUPASI : Latihan-latihan yang bertujuan untuk meningkatkan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). ORTOTIK PROSTETIK : terapi dengan alat-alat yang digunakan untuk menyangga tubuh yang mengalami kelumpuhan atau adanya deformitas. Memelihara dan restorasi fungsi

Reduksi dan imobilisasi dilakukan sesuai petunjuk dokter untuk meningkatkan penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Bengkak ditangani dengan elevasi ekstremitas yang cedera dan memberikan kompres es. Status neurovaskuler (sirkulasi, pergerakan, sensasi) dimonitor, dan ahli bedah ortopedik diberitahu segera jika tanda kompromis neurovaskuler diketahui. Gelisah, ansietas, dan ketidaknyamanan ditangani dengan beraneka cara, seperti reassurance, perubahan posisi, dan cara meredakan nyeri, dengan menggunakan analgesik. Latihan setting-otot dan isometrik dilakukan untuk mengurangi atropi karena tidak digunakan dan meningkatkan sirkulasi. Partisipasi dalam ADL didukung untuk meningkatkan kemandirian dan harga diri. Melanjutkan aktivitas yang sempat terhenti secara bertahap ditingkatkan dengan anjuran terapeutik. Dengan fiksasi internal, ahli bedah menentukan jumlah gerakan dan berat yang bisa ditahan oleh ekstremitas dan menganjurkan level aktivitas.

Traksi Traksi adalah penggunaan kekuatan menarik bagian tubuh yang cedera atau ekstremitas di mana menggunakan countertraction yang menarik ke arah yang berlawanan. Kekuatan menarik ini bisa secara manual dengan menggunakan tangan, atau yang lebih umum adalah dengan menggunakan pemberat.

Tujuan traksi: - Mengurangi, meluruskan, dan meningkatkan penyembuhan tulang yang fraktur.

- Mengurangi spasme otot yang menyertai fraktur atau setelah operasi reduksi. - Mencegah kerusakan jaringan lunak melalui imobilisasi. - Mencegah atau mengobati deformitas. - Mengistirahatkan sendi yang terbakar, sakit, atau nyeri. - Mereduksi atau mengobati dislokasi atau subluksasi. - Mengurangi spasme otot yang berhubungan dengan low back pain atau nyeri leher. - Mencegah terjadinya kontraktur. - Mengembangkan ruang sendi saat arthroscopy atau sebelum rekonstruksi sendi yang besar.

Mekanisme bengkak dan sakit pada scenario ? terjadi kerusakan pada jaringan lunak akan menstimulus pengeluaran zat-zat kimiawi dari dalam tubuh yang membuat nyeri seperti histamin dan bradykinin. Bengkak terjadi karena peimbunan exudat dibawah kulit. cairan serosa atau protein plasma yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya

Jelaskan penatalaksanaan dari fraktur ? Tujuan 1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips. 2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja. 3. Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4. Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.

Prinsip

1. Reduksi Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kaawat, sekrup, plat, paku. 2. Imobilisasi Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna Mempertahankan dan mengembalikan fungsi. Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan fraktur. Pembalutan

Tujuan pembalutan: Mencegah kontaminasi Digunakan untuk penekanan dalam menghentikan perdarahan Memperbaiki suhu tubuh Meletakkan sesuatu seperti bidai

Macam-macam pembalut yang dipakai: Mitela Pembalut pita gulung atau verband Pembalut elastis

Pembidaian Tujuan pemasangan bidai: Mempertahankan posisi bagian patah agar tidak bergerak Mengurangi rasa nyeri Mencegah terjadinya komplikasi Memudahkan dalam transportasi korban

Prinsip pemasangan bidai: Panjang bidai mencakup 2 sendi Bahan yang digunakan sebagai bersifat elastis, tidak mudah patah dan juga tidak terlalu lentur Ikatan pada bidai mantap tapi tidak terlalu kuat

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan bidai: Sensorik, yaitu dengan memberi rangsangan Motorik, yaitu dengan menggerakkan Refiling kapiler, yaitu dengan kembali kapiler yang telah dihambat

Kesimpulan
Sel tulang terdiri 3 macam : osteoblast, osteosit dan osteoclast. Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline phosphatase dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks. Pada akhir siklus remodelling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang baru, atau masuk ke dalam matriks sebagai osteosit. Osteosit berada di lakunare, fungsinya belum jelas.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur : 1. Ekstrinsik (kecepatan, durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan) 2. Intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang ) Etiologi: 1. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan yang langsung terbentur pada benda keras. 2. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma yang dihantarkan ke daerah yang lenih jauh dari daerah fraktur (titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan ) misalnya jatuh terpeleset di kamr mandi pada orang tua, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. 3. Fraktur patologis disebabkan karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang seperti tumor atau proses patologik lainya. Akinat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma , kekuatan dan arahnya. 4. Fraktur spontan terjadi akibat stres tulang yang terjadi terus menerus, sehingga tulang mengalami kelelahan. Misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran

Anamnesis tambahan: Bagaimana posisi tubuh saat itu: untuk menentukan jenis fraktur Selama 3 bulan sampai dengan sekarang apakah terjadi trauma lagi Obat-obatan atau ramuan lain yang dikonsumsi Bagaimana sifat nyeri, menjalar atau tidak Setelah bermain bola, apakah tangan bisa digerakkan atau tidak Apakah ada perubahan bentuk pada tangan? (bandingkan kiri dengan kanan) Ada demam atau tidak?

Bengkel tulang: - Dipijat dan diurut berapa lama? Berapa lama dipasang gips? Bagaimana keadaan setelah dipasang gips? Setelah dari bengkel tulang apakah langsung tidak bisa digerakkan? Maksudnya tidak bisa digerakkan? Apakah sama sekali tidak bisa digerakkan atau bagaimana?

Langkah diagostik: Pemeriksaan fisik: (bandingkan kanan dan kiri) Apakah ada nyeri tekan? Apakah ada krepitasi? Bagaimana denyut nadi? Bagaimana interpretasi capillary refill test? Apakah ditemukan tanda-tanda radang : kalor, dolor, rubor, functiolesa

Pemeriksaan penunjang: 1. Radiologi: Posisi: AP, lateral,oblique Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.

Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal) Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2. Pemeriksaan lab: Darah rutin: Hb,leukosit (tanda radang), hematokrit,trombosit Factor pembekuan darah Golongan darah: jika dilakukan operasi Urinalisa Kreatinin: (trauma otot dapat meningkatkan klirens ginjal)

Penatalaksanaan: Medikamentosa : - Simptomatik: analgesik NSAID Vitamin untuk tulang

Daftar Pustaka
Swiontkowski MF, Stovitz SD. Manual of orthopaedics. 6th ed. US: Lippincott Williams and Wilkins; 2001. Prof. Chairuddin Rasjad,MD., Ph.D. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone) (Price, A, Sylvia, dan Wilson, M, Lorraine. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC)

Anda mungkin juga menyukai