Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR

OLEH :

YOSEFANI WATU 20203010

ANASTASIA SELDA 20203002

EUFRASIA GANUR 20203012

AGUSTINUS SAGI 20203015

ADRIANUS BAGUNG 20203020

SATRIO CAI 20203009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS
RUTENG
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot
ekstrim. Kebanyakan kasus nyeri karena fraktur sekarang di akibatkan oleh
tingginya angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang di akibatkan oleh
rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan alat-alat yang
memenuhi standar keselamatan dalam berkendaraan. Seperti menggunakan
helm yang standar untuk pengendara sepeda motor dan menggunakan sabuk
pengaman untuk pengendara mobil. Klien dengan fraktur femur datang
dengan nyeri tekan akut, pembengkakan nyeri saat bergerak dan spasme otot.
Mobilitas atau kemampuan fisik klien untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari perubahandan klien perlu belajar bagaimana menyesuaikan
aktivitas dan lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan menggunakan
alat bantu dan bantuan mobilitas.
Fraktur adalah Gangguan komplet atau tak – komplet pada kontinuitas
stuktur tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis keluasan-nya. Fraktur
terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan yang lebih besar dari yang dapat
diserapnya. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang
meremukkan, gerakan memuntir yang mendadak, atau bahkan karena
kontraksi otot yang ekstrem. Ketika tulang patah, struktur disekitarnya juga
tergangganggu, menyebabkan edema jaringan lunak, hemoragi ke otot dan
sendi dislokasi sendi, ruptur tendon, gangguan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat terluka akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur
atau oleh fragmen fraktur. (edisi 12, Brunner & suddarth).
Fraktur atau yang seringkali disebut dengan patah tulang, adalah
sebuah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Price & Wilson, 2006).
Fraktur tulang terjadi apabila resistensi tulang terhadap tekanan
menghasilkan daya untuk menekan. Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang ,
maka periosteum serta pembuluh darah di dalam korteks, sumsum tulang, dan
jaringan lunak di sekitarnya akan mengalami disrupsi. hematomaakan
terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta di bawah periosteum, dan
akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut (Wong, 2009 :
1377).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai fraktur meliputi
konsep dasar (anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, patoflow,
manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, serta
penatalaksanaan medis), asuhan keperawatan secara teori (pengkajian,
diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi), tinjauan
kasus dan pembahasan kasus.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
a. Memahami konsep dasar dari “Fraktur Femur.
b. Melakukan pengkajian pada klien dengan “Fraktur Femur.
c. Menentukan diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan
“Fraktur Femur.
d. Menyusun rencana tindakan keperawatan dalam perawatan klien
dengan “Fraktur Femur.
e. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan
yang telah disusun pada klien dengan “Fraktur Femur.
BAB 11
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengukur pergerakan. Tulang manusia saling berhubungan satu dengan
yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem
muskuloskeletal yang optimum. Aktivitas gerak tubuh manusia tergantung
pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal unit-unit
neuromuskular yang menggerakkannya. Elemen-elemen tersebut juga
berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar
sendi. Otot, ligamen, rawan sendi dan tulang saling bekerjasama dibawah
kendali sistem saraf agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan
sempurna.
a. Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif,
proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolisme
kalsium, mineral dan organ hemopoetik.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan
fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut
juga sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I
yang kaku dan memberikan ketegangan tinggi pada tulang. Materi
organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti
asam hialuronat.
1) Bagian-bagian dari tulang panjang yaitu:
a) Diafisis ( batang )
Merupakan bagian tengah tulang yang berbentuk
silinder, bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki
kekuatan yang besar.
b) Metafisis
Adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung
akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang
trabekula atau spongiosa yang mengandung, sumsum
merah.metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah
yang cukup luas untuk perlekatan tendon pada epifisis.
c) Epifisis
Lempeng epifisis adalah pertumbuhan longitudinal
pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang
dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat dengan sendi
tulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan
fibrosa yang disebut periosteum, yaitu: yang mengandung sel-
sel yang berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang.Pada tulang epifisis
terdiri dari 4 zone, yaitu:
 Daerah sel istirahat
Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis
 Zona proliferasi
Pada zona ini terjadi pembelahan sel, dan disinilah terjadi
pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong
ke arah batang tulang, ke dalam daerah hipertropi.
 Daerah hipertropi
Pada daerah ini, sel-sel membengkak, menjadi lemah dan
secara metabolik menjadi tidak aktif.
 Daerah kalsifikasi provisional
Sel-sel mulai menjadi keras dan menyerupai tulang
normal.
Bila daerah proliferasi mengalami pengrusakan, maka
pertumbuhan dapat terhenti dengan retardasi pertumbuhan
longitudinal anggota gerak tersebut atau terjasi deformitas
progresif bila terjadi hanya sebagian dari lempeng tulang
yang mengalami kerusakan berat.
Sebagaimana jaringan ikat lainnya, tulang terdiri
dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari
serat-serat kolagen dan protein non kolagen. Sedangkan sel
tulang terdiri dari:
 Osteoblas
Sel tulang yang bertagunag jawab terhadap proses
formasi tulang, yaitu; berfungsi dalam sintesis matrik
tulang yang disebut osteoid, suatu komponen protein dalam
jaringan tulang. Selain itu osteoblas juga berperan memulai
proses resorpsi tulang dengan cara memebersihkan
permukaan osteoid yang akan diresorpsi melalui berbagai
proteinase netral yang dihasilkan. Pada permukaan
osteoblas, terdapat berbagai reseptor permukaan untuk
berbagai mediator metabolisme tulang, termasuk resorpsi
tulang, sehingga osteoblas merupakan sel yang sangat
penting pada bone turnoven.
 Osteosit
Sel tulang yang terbenam didalam matriks tulang.
Sel ini berasal dari osteoblas, memilliki juluran sitoplasma
yang menghubungkan antara satu osteosit dengan osteosit
lainnya dan juga dengan bone lining cell di permukaan
tulang. Fungsi osteosit belum sepenuhnya diketahui, tetapi
diduga berperan pada trasmisi signal dan stimuli dari satu
sel ke sel lainnya. Baik osteoblas maupun osteosit berasal
dari sel mesenkimal yang terdapat di dalam sumsum tulang,
periosteum dan mungkin endotel pembuluh darah. Sekali
osteoblas mensintesis osteosid, maka osteoblas akan
berubah menjadi osteosit dan terbenam di dalam osteoid
yang disintesisnya.
 Osteoklas
Sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses
resorpsi tulang. Pada tulang trabekular osteoklas akan
membentuk cekungan pada permukaan tulang yang aktif
yang disebut: lakuna howship. Sedangkan pada tulang
kortikal, osteoklas akan membentuk kerucut sedangkan
hasil resorpsinya disebut: cutting cone, dan osteoklas
berada di apex kerucut tersebut. Osteoklas merupakan sel
raksasa yang berinti banyak, tetapi berasal dari sel
hemopoetik mononuklear.
2) Faktor pertumbuhan osteogenik:
a) Hormon pertumbuhan (GH)
Hormon ini mempunyai efek langsung dan tidak
langsung terhadap osteoblas untuk meningkatkan remodeling
tulang dan pertumbuhan tulang endokondral. Efek
langsungnya yaitu: dengan melalui interaksi reseptor GH pada
permukaan osteoblas, sedangkan efek tidak langsungnya
melalui produksi insulin like growth faktor-1 (IGF)
b) TGF β
Merupakan polipeptida dengan BM 25.000. TGF β
berfungsimenstimulasi replikasi proteoblas, sintesis kolagen
dan resorpsi tulang dengan cara menginduksi opoptosis
osteoklas.
c) Fibroblas Growth Faktor (FGF)
FGF 1 dan 2 adalah polipeptida dengan BM 17000
yang berperan pada neovaskulrisasi, penyembuhan luka dan
resorpsi tulang. FGF 1 dan 2 akan merangsang replikasi sel
tulang sehingga populasi sel tersebut meningkat dan
memungkinkan tejadinya sintesis kolagen tulang.
d) Platelet-Derived Growth Faktor (PDGF)
Merupakan polipeptida dengan BM 3000 dan pertama
kali diisolasi dari trombosit dan diduga berperan penting pada
awal penyembuhan luka. PDGF berfungsi merangsang
replikasi sel dan sintesis kolagen tulang.
e) Vaskular Endotelial Growth Faktor (VEGF)
VEGF berperan sangat penting pada osifikasi
endokondral. Semua osifikasi endokondral, terjadi invasi
pembuluh darah ke dalam eawan sendi selama mineralisasi
matriks, opoptosis kondrosit yang hipertropik, degenerasi
matriks dan formasi tulang
4) Penyembuhan tulang
Ada beberapa tahap dalam penyembuhan tulang, antara lain:
a) Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon
yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh.
Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi
pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung
fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh
makrofag. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap
inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b) Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematom akan mengalami
organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendolan
darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi
fibroblas dan osteoblast, yang akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patah tulang.
Terbentuknya jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid)
dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar.
c) Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrosa, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk
kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan
defek secara langsung berhubungan dengan pengrusakan
tulang dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3-4 minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrosa.
d) Osifikasi
Pembentukan kalus mengalami penulangan dalam 2-3
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral.
Mineral terus ditimbun sampai tulang benar-benar telah
bersatu dengan keras. Pada patah tulang orang dewasa normal,
penulangan memerlukan waktu 3sampai 4 bulan.
e) Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi
pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke
susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan
waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, tergantung
beratnyamodifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan
pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan konselus, serta
stress fungsional pada tulang
5) Nama-nama tulang pada tubuh
1. Cranium (tengkorak)
2. Mandibula (tulang rahang)
3. Clavicula (tulang selangka)
4. Scapula (tulang belikat)
5. Sternum (tulang dada)
6. Rib (tulang rusuk)
7. Humerus (tulang pangkal lengan)
8. Vertebra (tulang punggung)
9. Radius (tulang lengan)
10. Ulna (tulang hasta)
11. Carpal (tulang pergelangan tangan)
12. Metacarpal (tulang telapak tangan)
13. Phalanges (ruas jari tangan dan jari kaki)
14. Pelvis (tulang panggul)
15. Femur (tulang paha)
16. Patella (tulang lutut)
17. Tibia (tulang kering)
18. Fibula (tulang betis)
19. Tarsal (tulang pergelangan kaki)
20. Metatarsal (tulang telapak kaki)
b. Otot
Otot merupakan jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan
berkontraksi. Adanya otot akan memungkinkan tubuh untuk
menghasilkan suatu gerakan. Hampir 40% tubuh kita terdiri dari otot
rangka yang berjumlah ± 500 otot, sedangkan otot polos dan otot
jantung hanya 10% saja.
1) Karakteristik otot
Setiap otot memiliki 4 karakteristik:
a) Iritabilitas
Otot mempunyai kemampuan untuk menerima dan
merespon berbagai jenis stimulus. Otot dapat merespon
potensial aksi yang dialirkan oleh serabut saraf menjadi
stimulus elektrik yang dialirkan oleh serabut sarafmenjadi
stimulus elektrik yan gdialirkan secara langsung ke
permukaan-permukaan otot atau tendonnya.
b) Kontraktilitas
Apabila otot menerima stimulus otot memiliki
kemampuan untuk memendek.
c) Ekstensibilitas
Otot mampu memanjang baik pasif maupun aktif
d) Elastisitas
Setelah otot memendek atau memanjang, maka otot
mampu kembali pada kondisi normal atau istirahat baik dalam
hal panjang atau bentuknya.

2) Tipe otot
Terdapat 3 jenis jaringan otot yaitu :
a) Otot Polos
Otot ini terdapat pada saluran cerna dan pembuluh darah
dan diatur oleh sistem saraf otonom
b) Otot Jantung
Otot yang terdapat di jantung dan diatur oleh sistem saraf
otonom
c) Otot Lurik
Otot ini sebagian besar menempel ke tulang walaupun
dalam jumlah kecil menempel ke fascia, aponeurosis dan
tulang rawan. Otot lurik dikendalikan oleh kemauan

3) Struktur otot
Sel otot atau serabut otot rangka merupakan suatu silinder
panjang dan lurus mempunyai banyak inti. Serabut ini mempunyai
diameter antara 0,01-0,1 mm dan panjangnya sampai 30 cm. Inti
sel terdapat dalam sarkoplasma. Serabut otot dikelilingi oleh
selaput jaringan ikat yang disebut: endomisium. Serabut-serabut
otot ini akan membentuk fasikulus yang dibungkus oleh
parimisium. Pada sebagian besar otot, fasikulus-fasikulus ini terikat
bersama-sama oleh epimisium dan kadang-kadang bergabung
dengan fascia. Setiap serabut otot rangka terdiri dari ratusan
miofibril. Miofibril merupakan kumpulan dari ribuan filamen
miosin dan filamen aktin. Miosin berwarna gelap dan tebal
sedangkan akti tipis dan terang.
2. Pengertian Fraktur Femur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Norvell, 2017; Keany 2015). Fraktur femur yang digambarkan sesuai lokasi,
dapat dikelompokkan menjadi 3, meliputi proksimal atau ujung atas dekat
panggul, shaft/poros tulang, dan distal atau ujung bawah dekat lutut (Avruskin,
2013; Romeo, 2018)

Gambar 6. Fraktur Femur

3. Epidemiologi Fraktur Femur


Romeo (2018) menjelaskan bahwa insiden fraktur femur berkisar
antara 9,5 hingga 18,9 per 100.000 populasi dunia per tahun. Insiden fraktur
femur di Amerika Serikat adalah sebanyak 250.000 kasus, dan diperkirakan
akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050.

4. Klasifikasi Fraktur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa fraktur diklasifikasikan
secara klinis menjadi 3, yaitu:
a) Fraktur tertutup (closed)
Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunaksekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringansubkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam danpembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman compartment syndrome.
b) Fraktur terbuka (open/ compound fraktur)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang bila tulang yang patah menembus otot
dan kulit yang memungkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Derajat I apabila laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajata II apabila laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmenjelas.
3) Derajat III apabila luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
(a) Derajat IIIA: patah tulang terbuka dengan jaringan luas, tetapi
masih bisa menutupi patahan tulang saat dilakukan perbaikan.
(b) Derajat IIIB: patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak hebat atau hilang (soft tissue loes) sehingga tampak tulang
(bone-exposs).
(c) Derajat IIIC: patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh
darah dan atau saraf yang hebat.
c) Fraktur dengan komplikasi, seperti halnya malunion, delayed, nonunion,
dan infeksi tulang.
5. Etiologi Fraktur Femur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur
adalah sebagai berikut:
1. Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada
tempat yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya..
Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
a) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat
ditempat tersebut.
b) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur yang berjauhan.
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di
terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru
mulai latihan lari.

6. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias
di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal.
Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnyaotot.
c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempatfraktur.Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat
gesekan antara fragmen satu dengan yanglainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.

7. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare,
2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut
syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer & Bare,
2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito,2012).Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).

8. Komplikasi
(Brunner & Suddarth,Vol.3) menjelaskan bahwa komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien dengan fraktur adalah:
a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan berlebih
yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur pada tulang
pelvis, femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada tulang
panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan sekitar hancur,
sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun atau
lebih rendah daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan karena
penurunan ukuran compartment otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini merupakan infeksi
pada tulang yang penatalaksanaannya melalui terapi medikasi dengan
antibiotik, serta pembedahan ketika infeksi bersifat persisten.

9. Berbagai Jenis Fraktur


Fraktur femur dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi
di antara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur 1/3 tengah. Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter,
subtrokanter, suprakondilus biasanya memerlukan tindakan operatif.
b. Fraktur kolum femur
Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda
keras seperti jalanan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum
femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita usia tua yang
tulangnya sudah mengalami osteoporosis.
Fraktur kurang stabil bila arah sudut garis patah lebih besar
dari 300 (tipe II atau tipe III menurut Pauwel). Fraktur subkapital yang
kurang stabil atau fraktur pada pasien tua lebih besar kemungkinannya
untuk terjadinya nekrosis avaskular.
10. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis umum pada fraktur meliputi:


a. Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit
b. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema
c. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
d. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
e. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
11. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi, luasnya
fraktur/trauma
b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma
multiple)
Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma
d. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau
cedera hati
12. Penatalaksanaan Medis
Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan
pada waktu menangani fraktur:
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus
b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat
misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh
cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan
gerak dengan kruck).
(Sylvia, Price; 1995)
13. Penatalaksanaan umum
a. Atasi syok dan perdarahan, serta dijaganya lapang jalan nafas
b. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah bertambahnya kerusakan jaringan lunak dan makin
buruknya kedudukan fraktur.
c. Fraktur tertutup:
1) Reposisi, diperlukan anestesi. Kedudukan fragmen distal
dikembalikan pada alligment dengan menggunakan traksi.
2) Fiksasi atau imobilisasi
Sendi-sendi di atas dan di bawah garis fraktur biasanya di
imobilisasi. Pada fraktur yang sudah di imobilisasi maka gips
berbantal cukup untuk imobilisasi.
3) Restorasi (pengembalian fungsi)
Setelah imobilisasi akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi, dimana hal ini diatasi dengan fisioterapi.
d. Fraktur terbuka:
1) Tindakan pada saat pembidaian diikuti dengan menutupi daerah
fraktur dengan kain steril (jangan di balut)
2) Dalam anestesi, dilakukan pembersihan luka dengan aquadest steril
atau garam fisiologis
3) Eksisi jaringan yang mati
4) Reposisi
5) Penutupan luka
Masa kurang dari 6-7 jam merupakan GOLDEN PERIOD, dimana
kontaminasi tidak luas, dan dapat dilakukan penutupan luka primer.
6) Fiksasi
7) Restorasi
Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Laserasi kulit Nyeri akut


Perubahan Spasme otot
jaringan sekitar

Peningkatan Terputusnya
Pergeseran
tekanan kapiler vena/arteri Kerusakan
fragmen tulang integritas kulit

Deformitas Pelepasan
Perdarahan Kerusakan
histamin
integritas
jaringan

Gangguan fungsi Hilangnya protein Kehilangan volume


ekstremitas plasma cairan

Hambatan Edema
mobilitas fisik Resiko syok

Penekanan
pembuluh darah

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat,status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakitdan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
femur, bagaimana mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang sudah
di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhantulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang femur
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secaragenetik.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun
ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah,
seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien
yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya
program eliminasi dilakukan ditempat tidur.
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak
hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)
sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan
ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi
anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan
aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri.
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan
pasien ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur,
selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image,
jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak
psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam
perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya
program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup
lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur femur riwayat spiritualnya
tidak mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa
bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa
mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap
penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain
dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari
lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama
kalau ada program amputasi).
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami
gangguan.
Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga
terjadi penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke
belakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
2) B2 (Blood)
Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka.
Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
3) B3 (Brain)
Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan.
4) B4 (Bladder)
Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada
sistem ini.
Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi.
5) B5 (Bowel)
Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal,
pola defekasi tidak ada kelainan.
Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
6) B6 (Bone)
Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma.
Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi
muskuloskeletal, imobilisasi
4) Resiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi, paralisis,
perubahan tingkat kesadaran
5) Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan malnutrisi,
obesitas, hambatan mobilitas, gangguan psikologis, diabetes mellitus
6) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
8) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
3. Intervensi Keperawatan

No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Post Operatif
1. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400)
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dapat berkurang, dengan kriteria hasil: (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
Kontrol nyeri (1605) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Tingkat nyeri (2102) 3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
Kepuasan klien: manajemen nyeri Terapi relaksasi (6040)
(3016) 4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan acto
5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
2. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan (00046) Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka Tekan (3520)
keperawatan selama 3x24 jam 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda
diharapkan integritas kulit tetap kulit pecah-pecah
terjaga dengan kriteria hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Intregitas jaringan: kulit dan membran 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
mukosa (1101) kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
3. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
(00085) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
jam mobilitas fisik pasien membaik 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
dengan kriteria hasil: mobilisasi sesuai indikasi
Koordinasi pergerakan(0212) 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
sesuai indiksi
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
4. Resiko sindrom disuse NOC NIC
(00040) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
jampasien mnunjukkan perbaikan status 1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fungsi motorik dengan kriteria hasil: fisiologis, dan konsekuensi dari
Status Neurologi: Sensori tulang penyalahgunaannya
punggung/ fungsi motorik (0914) 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
3. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
4. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
5. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
6. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
7. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
8. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
9. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
10. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
11. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
5. Perlambatan pemulihan NIC
pasca bedah (00268) Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam pasien mampu
menunjukkan kemajuan kemampuan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil:
Konsekuensi Imobilitas (0204)

4. Resiko infeksi (00004) NOC NIC


Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi (6540)
selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai
pada pasien dengan kriteria hasil: setiap pasien
Keparahan infeksi (0703) 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai
Kontrol resiko (1902) SOP rumah sakit
3. Batasi jumlah pengunjung
4. Ajarkan cara mencuci tangan
Perlindungan infeksi (6550)
5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
6. Berikan perawatan kulit yang tepat
Manajemen nutrisi (1100)
7. Tentukan status gizi pasien
8. Identifikasi adanya alergi
Identifikasi resiko (6610)
9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
5. Gangguan citra tubuh NOC NIC
(00118) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan citra tubuh (5220)
selama 3x24 jam,pasien menunjukan 1. Diskusikan mengenai perubahan-perubahan tubuh
dengan kriteria hasil citra tubuh tidak yang disebabkan perubahan kesehatan
terganggu: 2. Bantu pasien untuk mendiskusikan terkait stresor
Citra tubuh (1200) yang mempengaruhi citra diri
3. Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritik diri
Peningkatan harga diri (5400)
4. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri
5. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal
penilaian diri
6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan
7. Dukung pasien untuk memberikan afirmasi positif
8. Jangan mengkritisi pasien secara negatif
9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik


setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan
implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format
SOAP, yaitu:

1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan


keperawatan.

2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah


dilakukan tindakan keperawatan.

3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah


teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah
keperawatan baru

4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan,


ditambah, atau dimodifikasi
BAB III

TINJAUAN KASUS

KASUS
Seorang remaja 17 tahun dengan patah tulang femur yang dirawat di
rumah sakit dengan traksi skeletal sebelum operasi. Dia mengalami patah tulang
paha kanan dan pergelangan tangan kanan saat kecelakaan bermain bola kaki
bersama rekan setimnya di lapangan sepak bola di sekolah.

A.PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Tanggal Lahir : 20 desember 2004
Umur :17 tahun,
Jenis kelamin : laki-laki
Suku Bangsa : Manggarai
Tanggal masuk :18 mei 2021

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.I
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Mano
Hubungan dengan pasien : Ibu pasien
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Saat dikaji klien mengatakan nyeri karena disebabkan oleh
kecelakana saat bermain bola bersama rekan setimnya, klien
mengatakan nyerinya menetap,terus menerus, dan tertusuk-tusuk.
Lokasi nyeri didaerah paha kann dan pergelangan tangan kanan dengan
skal nyeri 7. Nyeri dirasakn disaat pasien berbaring dan bergerak. Klien
merasakan nyeri kurang lebih 5-15 menit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 18 mei 2021 pasien datang ke IGD RSUD BEN
MBOI RUTENG rujukan dari puskesmas mano,dengan keluhan
mengalami patah tulang paha kanan dan pergelangan tangan kanan .
kecelakaan terjadi saat pasien bermain sepak bola bersama rekan
setimnya di lapangan sepak bola di sekolah.
c. Riwayat Keperawatan Dahulu
Dari hasil wawancara, klien menyatakan bahwa dirinya belum
pernah menderita atau mengalami fraktur dan belum pernah dirawat di
rumah sakit.
d. Riwayat Keperawatan Keluarga
Dari hasil wawancara dari keluarga Tn. E tidak ada anggota
keluarga yang pernah mengalami fraktur, dan tidak ada yang
mempunyai penyakit menular dan membahayakan.

3. Pengkajian Pola Gordon


a. Pola Persepsi dengan Pemeliharaan Kesehatan
Sebelum dirawat :
Dari hasil wawancara klien menyatakan bahwa kesehatan itu sangat
penting dan jika sakit Tn. E periksa ke dokter atau ke Puskesmas.
Pemeliharaan kesehatan : Pasien mandi 2-3 kali sehari dan gosok gigi
serta menjaga kebersihan lingkungan/
Selama di rumah sakit :Persepsi klien terhadap sakitnya adalah suatu
cobaan dari Tuhan supaya lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Pemeliharaan kesehatan dari hasil wawancara pasien menyatakan
bahwa dirinya banyak kekurangan karena sakit dan tidak dapat
melakukan aktifitas. Karena itu klien merasa perlu dibantu dalam
merawat atau mengatasi masalah kesehatannya.
b. Pola Nutrisi
Sebelum sakit :Pasien makan sehari 3-4 sehari, dengan nasi, sayur,
lauk dan kadang-kadang dengan buah. Klien makan habis satu porsi,
tidak ada pantangan dalam makan, minum kurang lebih 7-8 gelas per
hari.
Selama sakit di rumah sakit :Pasien makan tiga kali sehari dengan nasi,
sayur, lauk dan buah-buahan, porsi makan yang disediakan habis
setengah, minum 6-7 gelas per hari.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien buang air besar (BAB) 2 kali per hari tanpa
ada gangguan. Pasien buang air kecil (BAK) kurang lebih 3-4 kali
sehari warna kuning, jernih tidak ada gangguan.
Selama sakit : Dari hasil wawancara klien menyatakan buang air
besar (BAB) pada saat dikaji baru satu kali dan buang air kecil
(BAK) satu kali.
d. Aktifitas dan istirahat
Sebelum sakit : Pasien mengatakan dapat melakukan aktifitas
sehari-hari tanpa ada gangguan dan bantuan orang lain.
Selama di rumah sakit : Pasien mengatakan tidak dapat melakukan
aktifitasnya disebabkan karena adanya fraktur femur. Pasien hanya
bisa berbaring dan berdoa saja dan segala aktifitasnya di bantu oleh
keluarganya.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : Dari hasil wawancara klien dapat tidur dan dengan
nyaman tanpa ada gangguan apa-apa . Pasien terbiasa tidur 7-8 Jam per
hari, klien juga sering tidur siang.
Selama sakit : Dari hasil wawancara saat ini klien menyatakan bahwa
kebutuhan tidurnya terganggu. Klien juga tidak dapat tidur karena nyeri
yang dirasakan secara terus menerus dan tertusuk-tusuk. Klien tampak
lemah dan kantung mata tampak gelap.
f. Pola Persepsi dengan Orang Lain
Sebelum sakit : Klien menyatakan sering berinteraksi dengan keluarga
juga dengan masyarakat sekitar. Klien selalu menjaga kekeraban dengan
baik.
Selama sakit : Dari hasil wawancara klien tidak mengalami gangguan
dalam berinteraksi dengan lingkungan rumah sakit. Hal ini dibuktikan
klien sering tersenyum dengan perawat dan sesekali ngobrol dengan
pasien di sebelahnya.

g. Pola Persepsi Kognitif


Dari hasil wawancara klien merasa cemas dengan keadaan yang
sekarang dialaminya. Klien merasa takut bila terjadi kelumpuhan atau
kecacatan. Tetapi klien hanya bisa berdoa dengan keadaannya ini.
Setelah diberi penjelasan oleh perawat klien merasa lebih tenang dan
lebih percaya diri.
h. Pola Mekanisme Koping
Sebelum sakit : Dari hasil wawancara klien menyatakan kalau ada
masalah dengannya mekanisme koping yang dilakukan pertama adalah
berbicara atau musyawarah dengan keluarganya.
Selama dirawat : Bila ada masalah padanya maka akan mengeluh pada
bapa dan mamanya yang menunggunya untuk menyampaikan pada
perawat yang bertugas.
i. Nilai Kepercayaan dan Keyakinan
Sebelum dirawat : Pasien beragama Islam dan tekun melaksanakan
sholat lima waktu. Klien menganggap bahwa penyakitnya itu adalah
suatu cobaan supaya klien lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Selama perawatan : Klien menyatakan kesulitan untuk menunaikan
sholat lima waktu. Klien hanya bisa berdoa agar lekas sembuh seperti
sediakala.
j. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien menyatakan bahwa dirinya tidak merasa malu dengan keadaan
sekarang ini. Asal bisa sembuh dan bisa berjalan klien sudah merasa
bersyukur.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah.
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 37oC
Respiratori Rate : 24 x/menit
Kepala : Normal tidak ada kelainan, tidak ada benjolan,
Rambut hitam lurus, bersih sulit dicabut, dan kulit
kepala bersih.
Mata : Kunjungtiva anemis. Skera tidak ikterik,
tidak ada kelainan,kantong mata tampak hitam.
Telinga : Simetris, tidak ada cairan keluar, bersih,
pendengaranya baik.
Hidung : Simetris, tidak ada cairan keluar, bersih,
pendengaran baik.
Mulut : Mukosa mulut basah, gigi bersih, bibir tidak
pecah-pecah.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Dada : Gerakan simetris, tidak ada kelainan dalam
bernafas.
Abdumen : Datar, tidak ada asites, tidak mual.
Genetalia : Tidak ada kelainan.
Ekstremitas Atas : terdapat fraktur pada pergelangan tangan kanan.
Ekstremitas Bawah : terdapat fraktur pada paha kanan.
Kulit dan Kuku : Turgor baik, warna kulit sawo matang, kuku
pendek dan bersih.
5. Pemeriksaan Penunjang (tanggal 18 mei 202)

a. Pemeriksaan Laboratorium
Nama Hasil Nilai Normal
Kalium 3,0 g {Meq/dl} 3,5 - 5,5 g {Meq/dl}
Hgb 10,7{g/dl} pria : 13,0 - 16,0 wanita : 12,0 - 14,0
Hct 32,7 {%} pria : 40,0 - 48,0 wanita : 37,0 - 43,0
Wbc 9,73 {10^3/uL} 5,0 – 10,0 {10^3/uL}
Hb 12 gr Pria 13,3 wanita 12 – 13gr

b. Foto Rontgen
Fraktur femur dan pergelangan tangan.
B. Patoflodiagram kasus

Faktor kecelakaan lansung

Kerusakan jaringan tulang ( dislokasi tertutup)


perfusi jaringan
FRAKTUR edema
terganngu

Pelepasan neurotransmiter ( bradikinin, histamin, prostagladin )


Resiko infeksi
Merangsang ujung saraf afferent

Melalui proses tranduksi

Transmisi dan modulasi

Nyeri dipresepsikan

Nyeri Pemasangan trasksi skeletal Aktivitas fisik terganggu

Takut bergerak Defisit


Aktivitas tidur terganggau perawatan
C. Hambatan
ANALISA DATA diri
Gangguan pola
mobilitas fisik
tidur
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : klien mengatakan nyeri pada paha kanan dan
pergelangan tangan Nyeri
. Fraktur Kronis
DO:
- Terdapat fraktur pada paha kanan dan pergelangan
tangan kanan.
- klien terpasang traksi skeletal.
- terpasang infus pada tangan kiri.
- klien tampak meringis kesakitan.
- skala nyeri 7.
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Suhu : 37oC
Respiratori Rate: 24 x/menit .
2. DS: Klien mengatakan nyeri saat berbaring dan bergerak. Gangguan Hambatan
DO : Muskuloske mobilitas
- klien napak susah bergerak letal. fisik
-nampak Aktifitas klien di bantu oleh keluarga
- klien napak meringis kesakitan saat bergerak
- TD: 110/80
- N: 110x/m
-RR: 24x/m
-S: 37
- foto rontgen: fraktur femur dan pergelangan tangan
kanan.
Kekuatan oto : 1

3. DS: Klien mengatakan susah tidur. Restraint Gangguan


DO: fisik. pola tidur
-klien tampak lemah.
-kantong mata tampak hitam.
- TD: 110/80
- N: 110x/m
-RR: 24x/m
-S: 37.

-
-

Diagnosa keparawatan proiritas:


1. Nyeri Kronis b/d fraktur
2. Hambatan Mobilitas fisik b/d muskuloskeletal.
3. Gangguan pola tidur b/d Restraint fisik.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGN TUJUAN&KRE INTERVENSI RASIONAL


O OSA TERIA HASIL
1 Nyeri Setelah 1. Observasi tanda 1. Tanda- tanda
kronis dilakukan tanda vital klien vital dapat
behubu tindakan ( td, nadi, rr, mengetahui
ngan keperawatan suhu.) keadaan
dengan selama 3 kali 24 2. Kaji sekala, umum klienm
fraktur jam diharapkan lokasi nyeri 2. Sekala nyeri
nyeri berkurang klien. dapat
Dengan krteria 3. Ajarkan teknik mengetahui
hasil: relaksasi nafas tingat nyeri
- klien tidak dalam yang
meringis lagi 4. Beri kompres dirasakan
- Nyeri dingin pada klien
berukrang daerah yang 3. Teknik
- sekala nyeri nyeri relaksasi
nol ( 0) 5. Berikan edukasi nafas dalam
tentang dapat
penyebab nyeri membantu
6. Kolaborasi mengurangi
pemberian nyeri
analgesik 4. Kompres
dingin dapat
memfasodilat
asi nyeri
5. Edukasi dapat
meningaktkan
pemahaman
klien tentang
kondisi
penyakinya.
6. Pemberian
analgesik
dapat
mengurangi
nyeri
2 Hambat Setelah 1. Observasi tanda -
an dilakukan tanda vital ( td, 1 untuk
mobilit tindakan nadi, rr, suhu) mengetahui
keadaan umum
as fisik keperawatan 2. Atur posisi
klien
berhubu selama 3 kali 24 pasien selama 2 2 memberikan rasa
ngan jam diharapkan jam. nyaman pada klien.
dengan klien bisa 3. Kaji kekuatan 3.dapat
muskul melakukan otot mengaetahui
oskeleta aktivitas secara 4. Berikan kemampuan iotot
kien
l. mandiri dukungan
4.untuk melatih
Dengan krteria perawatan diri kemampuan
hasil: untuk BAK dan aktifitas klien.
- klien bisa BAB. 5. untuk melatih
melakukan 5. Beri dukungan kemampuan
akitivitas secara perawatan diri aktifitas klien.
6. untuk melatih
mandiri berpakaian
kemampuan
- kekuatan otot 6. Beri dukungan aktifitas klien.
penuh perawatan diri 7. untuk melatih
makan dan kemampuan
minum. aktifitas klien.
7. Beri dukungan 8.dapat membantu
pemulihan klien
perrawatan diri
9. untuk
mandi. melancarkan
8. Beri dukungan peredaran darah.
kepatuhan
program
pengobatan.
9. Ajarka latihan
fisik ROM aktif
dan pasif.

3 Ganggu Setelah 1 monitor tanda tanda 1 untuk


an pola dilakukan vital klien mengetahui
tidur tindakan
( TD,HR,RR,S) keadaan umum
b/d keperawatan
restraint selama 3 kali 24 6. Ajarkan klien dan untuk
fisik. jam diharapkan teknik menetukan
gangguan pola penangganan
relaksasi
tidur kembali
selanjutnya
normal nafas dalam.
Dengan krteria 2 agar klien
7. Ciptakan
hasil: tampak tenang.
- pola tidur lingkungan 3 Pola tidur
membaik/teratur
yang membaik.
.
-kantung mata nyaman. 4 pemebrian obat
tidak gelap. dapat
8. Kolaborasi menenangkan
-konjungtiva
klien.
tidak anemis. pemberian
-TTV dalam
obat oral.
batsnormal.
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NO. Hari/ Jam Implementasi Evaluasi Paraf


Dx Tanggal
1. Senin,17 08.00 1. Mengobservasi tanda S: Pasien
Mei tanda vital klien ( td, mengatak
2021 nadi, rr, suhu.) masih
2. Mengkaji sekala, merasakan an
08.15
lokasi nyeri klien. nyeri pada
3. MengAjarkan teknik daerah paha
relaksasi nafas dalam kanan dan
09.00
4. Memberi kompres pergelangan
dingin pada daerah tangan kanan.
yang nyeri O:
09.30 5. Memberikan edukasi - Terdapat fraktur
tentang penyebab pada paha kanan
dan pergelangan
nyeri
tangan kanan.
6. Berkolaborasi - klien terpasang
10.00
pemberian analgesik. traksi skeletal.
- terpasang infus
pada tangan kiri.
- klien tampak
meringis
kesakitan.
- skala nyeri 7.
Tekanan Darah
10.30 : 110/80
mmHg
Nadi : 110
x/menit
Suhu : 37oC
RR : 24 x/menit

A: Masalah nyeri
belum teratasi.
P: lanjutkan
Intervensi.

2. 17 Mei 11.00 1. mengobservasi tanda S: Klien


2021 tanda vital ( td, nadi, mengatakan nyeri
rr, suhu) saat berbaring dan
bergerak
2. mengatur posisi pasien
selama 2 jam. O: klien napak
3. memberikan dukungan susah bergerak
perawatan diri untuk -nampak Aktifitas
BAK dan BAB. klien di bantu
4. memberikan dukungan oleh keluarga
- klien napak
perawatan diri
meringis
berpakaian kesakitan saat
5. memberikan dukungan bergerak
perawatan diri makan - TD: 110/80
dan minum. - N: 110x/m
6. memberikan dukungan -RR: 24x/m
-S: 37
perrawatan diri mandi.
- foto rontgen:
7. memberikan dukungan fraktur femur dan
kepatuhan program pergelangan
pengobatan. tangan kanan.
8. mengajarkan latihan
fisik ROM aktif dan A: Masalah
belum teratasi
pasif
P: Lanjutkan
intervensi

3 Senin,17 1. memonitor tanda tanda S: Klien


mei 2021 vital klien mengatakan susah
tidur
( TD,HR,RR,S) O :- klien tampak
2. mengajarkan teknik lemah.
-kantong mata
relaksasi nafas tampak hitam.
- TD: 110/80
dalam. - N: 110x/m
3. menciptakan -RR: 24x/m
-S: 37
lingkungan yang
A: Masalah
nyaman. belum teratasi
4. berkolaborasi P: Lanjutkan
pemberian obat oral. intervensi.

No Hari/ Jam Implementasi Evaluasi Para


Dx tanggal f
.
1. Selasa, 08.0 1. Mengobservasi S: Pasien
18 mei 0 tanda tanda vital mengataka
2021 klien ( td, nadi, rr, n nyeri
suhu.) pada
2. Mengkaji sekala, daerah
lokasi nyeri klien. paha kanan
3. MengAjarkan dan
teknik relaksasi pergelanga
nafas dalam n tangan
4. Memberi kompres kanan
dingin pada daerah sudah
yang nyeri berkurang.
5. Memberikan O:
edukasi tentang - Terdapat
penyebab nyeri fraktur pada
paha kanan
6. Berkolaborasi
dan
pemberian pergelangan
analgesik tangan
kanan.
- klien
terpasang
traksi
skeletal.
- terpasang
infus pada
tangan kiri.
- klien
tampak
meringis.
- skala nyeri
5.
Tekanan
Darah :
110/80
mmHg
Nadi : 110
x/menit
Suhu : 37oC
RR : 24
x/menit

A: Masalah
nyeri teratasi
sebagian.
P: lanjutkan
Intervensi.

2. Selasa,1 1. mengobservasi S: Klien


8 mei tanda tanda vital mengatakan
2021 ( td, nadi, rr, suhu) nyeri saat
berbaring
2. mengatur posisi
dan bergerak
pasien selama 2 berkurang.
jam.
3. memberikan O: klien
dukungan napak bisa
perawatan diri bergerak.
-nampak
untuk BAK dan
Aktifitas
BAB. klien di bantu
4. memberikan oleh keluarga
dukungan .
perawatan diri - TD: 110/80
berpakaian - N: 110x/m
-RR: 24x/m
5. memberikan
-S: 37
dukungan - foto
perawatan diri rontgen:
makan dan minum. fraktur femur
6. memberikan dan
dukungan pergelangan
tangan
perrawatan diri
kanan.
mandi.
7. memberikan A: Masalah
dukungan teratasi
kepatuhan program sebagian.
pengobatan.
P:Lanjutkan
8. mengajarkan
intervensi
latihan fisik ROM
aktif dan pasif
3. Selasa, 1. memonitor tanda S: Klien
18 mei tanda vital klien mengatakan
2021 tidurnya
( TD,HR,RR,S) mulai
membaik
2. mengajarkan
O :- klien
teknik relaksasi tampak
lemah.
nafas dalam. -kantong
tidak hitam
3. menciptakan lagi
lingkungan yang TD: 110/80
- N: 110x/m
nyaman. -RR: 24x/m
-S: 37
4. berkolaborasi
pemberian obat A: Masalah
oral teratasi
sebagian

P:Lanjutkan
intervensi.

1. Rabu, 19 1. Mengobservasi S: Pasien


mei tanda tanda vital mengataka
2021 klien ( td, nadi, rr, n nyeri
suhu.) pada
2. Mengkaji sekala, daerah
lokasi nyeri klien. paha kanan
3. MengAjarkan dan
teknik relaksasi pergelanga
nafas dalam n tangan
4. Memberi kompres kanan
dingin pada daerah sudah
yang nyeri berkurang.
5. Memberikan O:
edukasi tentang - Terdapat
penyebab nyeri fraktur pada
paha kanan
6. Berkolaborasi
dan
pemberian pergelangan
analgesik tangan
kanan.
- klien
terpasang
traksi
skeletal.
- terpasang
infus pada
tangan kiri
- klien
tampak
meringis.
- skala nyeri
5.
Tekanan
Darah :
120/80
mmHg
Nadi : 88
x/menit
Suhu :
36,8oC
RR : 22
x/menit

A: Masalah
nyeri teratasi
sebagian.
P: lanjutkan
Intervensi

2. Rabu,19 1. mengobservasi S: Klien


Mei tanda tanda vital mengatakan
2021 ( td, nadi, rr, suhu) nyeri saat
berbaring
2. mengatur posisi dan bergerak
pasien selama 2 berkurang.
jam.
O: klien
3. memberikan napak bisa
dukungan bergerak.
perawatan diri -nampak
untuk BAK dan Aktifitas
BAB. klien di bantu
oleh keluarga
4. memberikan
.
dukungan - TD: 120/80
perawatan diri - N: 88x/m
berpakaian -RR: 24x/m
5. memberikan -S: 36,8
dukungan - foto
rontgen:
perawatan diri
fraktur femur
makan dan minum. dan
6. memberikan pergelangan
dukungan tangan
perrawatan diri kanan.
mandi.
A: Masalah
9. Memberikan
teratasi
dukungan sebagian.
kepatuhan program
pengobatan. P:Lanjutkan
7. mengajarkan intervensi
latihan fisik ROM
aktif dan pasif.
3. Rabu,19 1. memonitor tanda S: Klien
Mei tanda vital klien mengatakan
2021 tidurnya
( TD,HR,RR,S) mulai
membaik
2. mengajarkan
O :- klien
teknik relaksasi tampak
lemah.
nafas dalam. -kantong
tidak hitam
3. menciptakan lagi
lingkungan yang TD: 120/80
- N: 88x/m
nyaman. -RR: 22x/m
4. berkolaborasi -S: 36,8
pemberian obat
A: Masalah
oral
teratasi
sebagian

P:Lanjutkan
intervensi
BAB IV

PEMBAHASAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot
ekstrim. Kebanyakan kasus nyeri karena fraktur sekarang di akibatkan oleh
tingginya angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang di akibatkan oleh
rendahnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan alat-alat yang
memenuhi standar keselamatan dalam berkendaraan. Seperti menggunakan
helm yang standar untuk pengendara sepeda motor dan menggunakan sabuk
pengaman untuk pengendara mobil. Klien dengan fraktur femur datang
dengan nyeri tekan akut, pembengkakan nyeri saat bergerak dan spasme otot.
Mobilitas atau kemampuan fisik klien untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari perubahandan klien perlu belajar bagaimana menyesuaikan
aktivitas dan lingkungan untuk mengakomodasikan diri dengan menggunakan
alat bantu dan bantuan mobilitas.
Dalam bab ini, kelompok kami akan membahas hasil kasus asuhan
keperawatan yang dilakukan pada Tn. E dengan fraktur femur dan
pergelangan tangan kanan dengan keperawatan fraktur femur secara teori.
Pada asuhan keperawatan pada kasus Tn.E didapat tiga diagnosa
keperawatan yaitu :
1. Nyeri kronis berhubungan dengan fraktur
(Diagnosa NANDA hal.471)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan muskuloskeletal
(Diagnosa NANDA,hal.232)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Restraint fisik
(Diagnosa SDKI,hal.126)
Berdasarkan diagnosa pada kasus, didapatkan juga diagnosa keperawatan
pada teori, sehingga kelompok kami mengatakan bahwa antara diagnosa teori dan
diagnosa kasus tidak ada perbedaan, hanya saja ada data-data yang di tambahkan
untuk mendukung diagnosa kasus.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan fraktur femur merupakan
rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.
Kegiatan yang kami lakukan, antara lain meliputi:
1. Pengkajian pada klien dengan pemeriksaan fisik serta data penunjang
medis sesuai dengan Asuhan Keperawatan Teori.
2. Menentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah klien.
Adapun diagnosa keperawatan yang kami ambil, yaitu:
a. Nyeri kronis berhubungan dengan fraktur
(Diagnosa NANDA hal.471)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan muskuloskeletal
(Diagnosa NANDA,hal.232)
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Restraint fisik
(Diagnosa SDKI,hal.126)

3. Mampu menyusun rencana keperawatan dengan menangalisa sesuai Teori.


4. Mampu mengemplementasikan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah disusun.
5. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah kami laksanakan.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan (Unika Santu Paulus Ruteng)
Diharapkan lebih aktif dan berperan di dalam bimbingan praktik
profesi keperawatan mata ajar keperawatan medikal bedah kepada
Mahasiswa sehingga ilmu yang dipelajari di kampus dapat diterapkan
dan dibandingkan dengan praktik di lapangan.
2. Bagi Rumah sakit khususnya Ruang Bedah
Kepada para perawat diharapkan lebih kompak dan bertanggung
jawab dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur
sehingga klien dapat mempercepat proses pemulihan klien dan tidak
menimbulkan komplikasi.
3. Bagi teman-teman sejawat (Mahasiswa/i Keperawatan Ners)
Diharapkan makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi
teman-teman yang membaca dan dapat dijadikan pedoman di dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan fraktur
femur.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2016. keperawatan medikal bedah (edisi 12). No 39:
Jakarta Timur
Joyce M. Black Jane Hokanson Hawks, 2009. Keperawatan medikal medah
manajement klinis untuk yang diharapkan (edisi 8. Buku 1). Cv.
Pantasada media edukasi Jakarta
LeMone & Priscilla, 2019. Keperawatan medikal bedah. Buku ajar
keperawatan medikal bedah gangguan muskuloskeletal. (edisi 5).
Jakarta : EGC, 2016.
Smeltser, Suzanne C., 2015. Keperawatan medikal bedah. Buku ajar
keperawatan medikal medah (edisi 8 vol 3). Jakarta : EGC,2001

Anda mungkin juga menyukai