FRAKTUR FEMUR
OLEH :
2) Tipe otot
Terdapat 3 jenis jaringan otot yaitu :
a) Otot Polos
Otot ini terdapat pada saluran cerna dan pembuluh darah
dan diatur oleh sistem saraf otonom
b) Otot Jantung
Otot yang terdapat di jantung dan diatur oleh sistem saraf
otonom
c) Otot Lurik
Otot ini sebagian besar menempel ke tulang walaupun
dalam jumlah kecil menempel ke fascia, aponeurosis dan
tulang rawan. Otot lurik dikendalikan oleh kemauan
3) Struktur otot
Sel otot atau serabut otot rangka merupakan suatu silinder
panjang dan lurus mempunyai banyak inti. Serabut ini mempunyai
diameter antara 0,01-0,1 mm dan panjangnya sampai 30 cm. Inti
sel terdapat dalam sarkoplasma. Serabut otot dikelilingi oleh
selaput jaringan ikat yang disebut: endomisium. Serabut-serabut
otot ini akan membentuk fasikulus yang dibungkus oleh
parimisium. Pada sebagian besar otot, fasikulus-fasikulus ini terikat
bersama-sama oleh epimisium dan kadang-kadang bergabung
dengan fascia. Setiap serabut otot rangka terdiri dari ratusan
miofibril. Miofibril merupakan kumpulan dari ribuan filamen
miosin dan filamen aktin. Miosin berwarna gelap dan tebal
sedangkan akti tipis dan terang.
2. Pengertian Fraktur Femur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Norvell, 2017; Keany 2015). Fraktur femur yang digambarkan sesuai lokasi,
dapat dikelompokkan menjadi 3, meliputi proksimal atau ujung atas dekat
panggul, shaft/poros tulang, dan distal atau ujung bawah dekat lutut (Avruskin,
2013; Romeo, 2018)
4. Klasifikasi Fraktur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa fraktur diklasifikasikan
secara klinis menjadi 3, yaitu:
a) Fraktur tertutup (closed)
Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunaksekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringansubkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam danpembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman compartment syndrome.
b) Fraktur terbuka (open/ compound fraktur)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang bila tulang yang patah menembus otot
dan kulit yang memungkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Derajat I apabila laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajata II apabila laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmenjelas.
3) Derajat III apabila luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
(a) Derajat IIIA: patah tulang terbuka dengan jaringan luas, tetapi
masih bisa menutupi patahan tulang saat dilakukan perbaikan.
(b) Derajat IIIB: patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak hebat atau hilang (soft tissue loes) sehingga tampak tulang
(bone-exposs).
(c) Derajat IIIC: patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh
darah dan atau saraf yang hebat.
c) Fraktur dengan komplikasi, seperti halnya malunion, delayed, nonunion,
dan infeksi tulang.
5. Etiologi Fraktur Femur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur
adalah sebagai berikut:
1. Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada
tempat yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya..
Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
a) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat
ditempat tersebut.
b) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur yang berjauhan.
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di
terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru
mulai latihan lari.
6. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias
di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal.
Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnyaotot.
c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempatfraktur.Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat
gesekan antara fragmen satu dengan yanglainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.
7. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare,
2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut
syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Smeltzer & Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer & Bare,
2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito,2012).Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).
8. Komplikasi
(Brunner & Suddarth,Vol.3) menjelaskan bahwa komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien dengan fraktur adalah:
a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan berlebih
yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur pada tulang
pelvis, femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada tulang
panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan sekitar hancur,
sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun atau
lebih rendah daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan karena
penurunan ukuran compartment otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini merupakan infeksi
pada tulang yang penatalaksanaannya melalui terapi medikasi dengan
antibiotik, serta pembedahan ketika infeksi bersifat persisten.
FRAKTUR
Peningkatan Terputusnya
Pergeseran
tekanan kapiler vena/arteri Kerusakan
fragmen tulang integritas kulit
Deformitas Pelepasan
Perdarahan Kerusakan
histamin
integritas
jaringan
Hambatan Edema
mobilitas fisik Resiko syok
Penekanan
pembuluh darah
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat,status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakitdan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
femur, bagaimana mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang sudah
di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhantulang.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang femur
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secaragenetik.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun
ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah,
seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien
yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB
seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya
program eliminasi dilakukan ditempat tidur.
3) Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa
kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau
berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak
hospitalisasi.
4) Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas)
sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan
ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi
anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan
aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat
melakukannya sendiri.
5) Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun
harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan
pasien ditempat tidur.
6) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur,
selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image,
jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak
psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam
perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya
program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup
lama.
7) Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur femur riwayat spiritualnya
tidak mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa
bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa
mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap
penyakitnya.
8) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain
dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari
lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama
kalau ada program amputasi).
g) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami
gangguan.
Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga
terjadi penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke
belakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
2) B2 (Blood)
Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka.
Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena
terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
3) B3 (Brain)
Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan.
4) B4 (Bladder)
Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada
sistem ini.
Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi.
5) B5 (Bowel)
Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal,
pola defekasi tidak ada kelainan.
Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
6) B6 (Bone)
Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma.
Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tindakan
pembedahan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
muskuloskletal, nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi
muskuloskeletal, imobilisasi
4) Resiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi, paralisis,
perubahan tingkat kesadaran
5) Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan malnutrisi,
obesitas, hambatan mobilitas, gangguan psikologis, diabetes mellitus
6) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit, trauma jaringan
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis
(pemasangan fiksasi eksternal)
8) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi yang ada
3. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Post Operatif
1. Nyeri akut (00132) NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400)
selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dapat berkurang, dengan kriteria hasil: (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri)
Kontrol nyeri (1605) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
Tingkat nyeri (2102) 3. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan
Kepuasan klien: manajemen nyeri Terapi relaksasi (6040)
(3016) 4. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti
nafas dalam dan acto
5. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
2. Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan (00046) Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka Tekan (3520)
keperawatan selama 3x24 jam 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda
diharapkan integritas kulit tetap kulit pecah-pecah
terjaga dengan kriteria hasil: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
Intregitas jaringan: kulit dan membran 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
mukosa (1101) kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan
adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan
tepat
3. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
(00085) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
jam mobilitas fisik pasien membaik 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
dengan kriteria hasil: mobilisasi sesuai indikasi
Koordinasi pergerakan(0212) 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
penyebab nyeri otot atau sendi
3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
mengembangkan peningkatan mekanika tubuh
sesuai indiksi
Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
4. Resiko sindrom disuse NOC NIC
(00040) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
jampasien mnunjukkan perbaikan status 1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
fungsi motorik dengan kriteria hasil: fisiologis, dan konsekuensi dari
Status Neurologi: Sensori tulang penyalahgunaannya
punggung/ fungsi motorik (0914) 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
3. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi
latihan menurut lefel kebugaran actor atau
tidaknya actor resiko
4. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap
selesai satu set jika dipelukan
5. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa
beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar
sudah di pelajari
Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
6. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsi sendi
7. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
mengembangkan dan menerapan sebuah program
latihan
8. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang
teraktur dan terencana
9. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
10. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
11. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
5. Perlambatan pemulihan NIC
pasca bedah (00268) Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam pasien mampu
menunjukkan kemajuan kemampuan
mobilitas fisik dengan kriteria hasil:
Konsekuensi Imobilitas (0204)
TINJAUAN KASUS
KASUS
Seorang remaja 17 tahun dengan patah tulang femur yang dirawat di
rumah sakit dengan traksi skeletal sebelum operasi. Dia mengalami patah tulang
paha kanan dan pergelangan tangan kanan saat kecelakaan bermain bola kaki
bersama rekan setimnya di lapangan sepak bola di sekolah.
A.PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Tanggal Lahir : 20 desember 2004
Umur :17 tahun,
Jenis kelamin : laki-laki
Suku Bangsa : Manggarai
Tanggal masuk :18 mei 2021
a. Pemeriksaan Laboratorium
Nama Hasil Nilai Normal
Kalium 3,0 g {Meq/dl} 3,5 - 5,5 g {Meq/dl}
Hgb 10,7{g/dl} pria : 13,0 - 16,0 wanita : 12,0 - 14,0
Hct 32,7 {%} pria : 40,0 - 48,0 wanita : 37,0 - 43,0
Wbc 9,73 {10^3/uL} 5,0 – 10,0 {10^3/uL}
Hb 12 gr Pria 13,3 wanita 12 – 13gr
b. Foto Rontgen
Fraktur femur dan pergelangan tangan.
B. Patoflodiagram kasus
Nyeri dipresepsikan
-
-
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
A: Masalah nyeri
belum teratasi.
P: lanjutkan
Intervensi.
A: Masalah
nyeri teratasi
sebagian.
P: lanjutkan
Intervensi.
P:Lanjutkan
intervensi.
A: Masalah
nyeri teratasi
sebagian.
P: lanjutkan
Intervensi
P:Lanjutkan
intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan fraktur femur merupakan
rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis.
Kegiatan yang kami lakukan, antara lain meliputi:
1. Pengkajian pada klien dengan pemeriksaan fisik serta data penunjang
medis sesuai dengan Asuhan Keperawatan Teori.
2. Menentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah klien.
Adapun diagnosa keperawatan yang kami ambil, yaitu:
a. Nyeri kronis berhubungan dengan fraktur
(Diagnosa NANDA hal.471)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan muskuloskeletal
(Diagnosa NANDA,hal.232)
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Restraint fisik
(Diagnosa SDKI,hal.126)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2016. keperawatan medikal bedah (edisi 12). No 39:
Jakarta Timur
Joyce M. Black Jane Hokanson Hawks, 2009. Keperawatan medikal medah
manajement klinis untuk yang diharapkan (edisi 8. Buku 1). Cv.
Pantasada media edukasi Jakarta
LeMone & Priscilla, 2019. Keperawatan medikal bedah. Buku ajar
keperawatan medikal bedah gangguan muskuloskeletal. (edisi 5).
Jakarta : EGC, 2016.
Smeltser, Suzanne C., 2015. Keperawatan medikal bedah. Buku ajar
keperawatan medikal medah (edisi 8 vol 3). Jakarta : EGC,2001