Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN TN G DENGAN

DIAGNOSA FRAKTUR FEMUR DI RUANGAN ASTER DI


RSUD UNDATA PALU

DISUSUN OLEH:

FERDHI ISWANTO

2020032025

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2021
BAB I

KONSEP DASAR
A. Laporan Pendahuluan

1. Definisi

Trauma sistem muskuloskeletal yang sering terjadi akhir-akhir ini adalah


fraktur. Definisi yang paling sederhana menurut Tucker, et. al (2016) fraktur
adalah patahnya kontinuitas tulang. fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Syamsuhidajat dan Jong 2015).
Beberapa definisi fraktur diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang yang disebabkan oleh
beberapa mekanisme. Penyebab yang paling lazim adalah karena trauma
Fraktur Femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.

2. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra- seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam
kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1) Tulang panjang (Femur, Humerus)
terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung

yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat

metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang

rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng

pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang

rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel

tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang

dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari

spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun

remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang

berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron

merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan

testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang

panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis

medularis berisi sumsum tulang.


2) Tulang pendek (carpals)

bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan

suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

3) Tulang pendek datar (tengkorak)

terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang

concellous.

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang

pendek.
5) Tulang sesamoid

merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang

yangberdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan

jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-

selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas.

Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan

matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi

dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks

merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.

Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi

tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ).

Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan

dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.Osteon merupakan

unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat


kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang

dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh

nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus

(kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak

sejauh kurang dari 0,1 mm).

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat

dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan

memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan

ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.

Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang

merupakan sel pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga

sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.

Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,

terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada

permukaan tulang). Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan

organik (hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut

matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10

% proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah

kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion

magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat

kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan

tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang


meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki

kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat

berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan

tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh

rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan

pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang

yaitu osteoblas.

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang.

Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk

menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks

tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam- garam kalsium mulai

mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau

bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid,

dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya

tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang

menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu

sistem saluran mikroskopik di tulang.

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap

tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi.

Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat

dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang,

cairan interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut


absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang.

Penyerapantulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas.

Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-

sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya

mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan

memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya

sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi

sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan

muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut

dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah

melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas

menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau mengalami

remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas

osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal.

Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang

pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan

osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa tulang konstan.

Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas

dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga

meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia

dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat

menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.


Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor

fisik dan hormon. Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas

dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang

terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis

merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas.

Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat

bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang

dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon

tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang

panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng

epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada

masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon

pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang

secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak

langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini

meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi

tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar

kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan

demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang

adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang. Adapun

faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol

oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar


paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan

hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar

kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan

merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam

darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif

untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen

tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum

dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid

meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar

fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon

paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan

oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium

serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan

pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang

sehingga menurunkan kadar kalsium serum.

b. Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :

1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.

2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan


jaringan lunak.

3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan


pergerakan).

4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema


topoiesis).

5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor


3. Penyebab fraktur
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh
kondisi lain menurut Appley dan Salomon (2015: 238) fraktur dapat terjadi karena:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan

yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau

penarikan.

1. Bila terkena kekuatan langsung


Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena
pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan dapat
menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas

2. Bila terkena kekuatan tak langsung.


Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

b. Fraktur kelelahan atau tekanan


Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tentara
yang jalan berbaris dengan jarak jauh.
c. Fraktur patalogik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh
karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya
tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.
3. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.

2) Kekerasan tidak langsung


Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3) Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan


penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

(Oswari E, 1993)

4) Penyebab fraktur femur antara lain:


a. Fraktur femur terbuka
Disebabkan oleh trauma langsung pad paha
b. Fraktur femur tertutup

Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi


tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis

(Arif Muttaqin, 2011)

4. Patofisiologi
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur.
Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin
hanya retak saja bukan patah. jika bayangan sangan eksterm seperti tabrakan mobil,
maka tulang dapat pecah berkeping keping. saat terjadi fraktur, otot yang melekat
pada ujung tulang dapat terganggu.otot dapat mengalami spasme dan menarik
fragmen fraktur keluar posisi. kelomok otot yang besar dapat menciptakan spasme
yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. walaupun bagian
proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya,namun bagian distal dapar
bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot otot sekitar.
fragmen fraktur dapat bergeser ke samping , pada suatu sudut (membentuk sudut)
atau menimpah segmen tulang lain. fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari
tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi
cedera jaringan lunak. perdarahan terjadi karena cedra jaringan lunak atau cedera
pada tulang itu sendiri. pada saluran sumsum, hematoma terjadi di antara fragmen-
fragmen tulang dan di bawah periosteum. jaringan tulang di sekitar lokasi fraktur
akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi
vasodilatasi, respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan tulang.
5. Pathway

FRAKTUR
Pergeseran pragmen
Diskontiunitas tulang
tulang

Kerusakan jaringan
perubahan jaringan sekitar sekitar
Laserasi kulit
Pelepasan mediator nyeri(hista
pergeseran pragmen tulang mine,prostaglandin,dan bradikinin
Kerusakan intergritas Putus vena /arteri
Deformitas
kulit
Di tangkap Reseptor nyeri
perifer
gangguan fungsi perdarahan

Implus ke otak
Kehilangan volume cairan
Hambatan mobilitas
persepsi nyeri

syok hipovolemik
Nyeri akut

(sumber: Nurarif Amin Huda, 2013; hlm 165)


6. Menifestasi Klinis

Tanda dan gejala terjadi fraktur antar lain :


a. Deformitas
pembengkakan dari perdarahan local dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur.spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. di bandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. memar
memar terjadi karena perdarahan subcutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
spasme otot involunter berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan labih lanjut dari fragmen fraktur
e. gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.
f. nyeri
jika klien secara neorologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
biasanya terus menerus, meningkat jika fraktur dimobilisasi
g. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. CCT kalau banyak kerusakan otot.
e. Pemeriksaan Darah Lengkap
f. Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam
darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah
hati.
8. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Handerson, 1993
dalam Musliha, 2010 yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang
patah kedalam bentuk semula (anatomis) imobiusasin untuk mempertahankan
bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak. Maka penatalaksanaan
dalam fraktur terdiri atas :
1. Manipulasi atau close red
Tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk close
reduksi dilakukan dengan local anastesi ataupun umum.
2. Open reduksi
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan
dengan internal fiksasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate, intermedulari
rods atau nail.Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan
komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi
internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk
melakukan ROM.
3. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikkan pada anggota yang fraktur untuk
meluruskan bentuk tulang. Ada 3 macam yaitu :
a. Skin traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan
plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu
menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya
digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan
sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat)
kedalam tulang.
c. Maintenance traksi
Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara
langsung pada tulang dengan kawat atau pins.

9. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya
terjadi pada fraktur.Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenic terjadi
pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien.
2) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai oleh tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, serta dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergency pembidaian, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
3) Syndrome compartemen
Syndrome compartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot,
tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan paru akibat suatu
pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah.Kondisi syndrome kompartemen akibat komplikasi fraktur
hanya terjadi pada frakturyang dekat dengan persendian dan jarang terjadi
pada bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindroma kompartemen adalah
5P, yaitu : Pain (nyeri local), Paralisis (kelumpuhan tungkai), Pallor (pucat
bagian distal), Parestesia (tidak ada sensasi), dan Pulsesessness(tidak ada
denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik, dan CRT > 3 detik pada
bagian distal kaki).

4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.Pada trauma
ortopedik infeksi di mulai pada kulit (supervisial) dan masuk ke dalam. Hal
ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti Pen (ORIF dan OREF)
atau plat.
5) Avascular nekrosis
Avascular nekrosis atau AVN terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau
terganggu yang biasa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya volkman’s ischemia.
6) Sindroma emboli lemak
Sindroma emboli lemak (fat embolism syndrome-FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan demam.
b. Komplikasi lama
1. Delayed union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung dengan
baik.Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.Delayed union
adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan
untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).
2. Non union
Disebut non union apabila fraktur tidak smbuh dalam waktu antara 6-8 bulan
dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama
infeksi yang disebut sebagai infected pseudoartrosis.

3. Mal union
Mal union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus atau valdus, pemendekan,
atau mennyilang, misalnya pada fraktur radius ulna.
B. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a) Pengumplan Data Yaitu

1) Identias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

agama, alamt, suku bangsa, bahas yang digunakan seari-hari, status

perkawinan,golongan darah, tanggal masuk Rumah sakit, NRM,diagnosa

medis.

2) Keluhan Utama pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur adalah

nyeri, nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan,

untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien

digunakan :

- Provoking recident. Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

persifitasik nyeri

- Quality of Pain : sebarapa nyeri yang dirasakan atau yang digambarkan

klien, apakah seperti terbakar, berdenyut, atau tertusuk.

- Region : apakah rasa sakit bisa mereda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi atau lokasi rasa sakit tersebut.

- kien bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi fungsinya.

- Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat


Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna
D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

(4) Pola Tidur dan Istirahat


Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur (Doengos Marilynn E, 2002).
(5) Pola Aktivita
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D,
1995).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
(10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak sendi.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum

baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis


tergantung pada keadaan klien.

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat


dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk

(2) Secara head toe toe dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen


Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak
terjadi perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(j) Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(k) Jantung

(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.

(2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba
Perkusi :Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus, normal 20 kali/menit.
(m)Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
3. Diagnosa Keperawatan

(a) Nyeri akut berhubungan agen cedera fisik .


(b) Hambatan mobilitas fisik berhubungsn gangguan musculoskeletal.
(c) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
(d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penojolan tulang.
4. Intervensi keperawatan
Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan

Nyeri akut Krterial Hasil : 1. Lakukan 1. identifikasi


berhubungan agen Klien mengatakan pengkajian karakter nyeri
cedera fisik nyeri berkurang nyeri secara dilakukan untuk
atau hilang koperhensif memilih
dengan termasuk lokasi, intervensi yang
menunjukkan karakteristik, di lakukan
tindakan santai, durasi,frekuensi 2. dapat
mampu , kualitas dan meningkatkan
berpartisipasi faktor rasa nyaman dan
dalam presifitasi. mengurangi
beraktivitas, tidur, 2. berikan posisi kemungkinan
istirahat dengan yang nyaman tekanan pada
tepat, 3. Ajarkan tehnik tubuh
menunjukkan relaksasi nafas 3. tehnik relaksasi
penggunaan dalam nafas dalam dapat
keterampilan 4. Anjurkan untuk mengurangi
relaksasi dan cukup istirahat stress fisik
aktivitas trapeutik 5. Kolaborasi maupun
sesuai indikasi pemberian emosional yaitu
untuk situasi analgetik dapat
individual. menurunkan
instesitas nyeri
4. yang cukup dapat
mempercepat
proses
penyembuhan
5. analgetik
indikasi untuk
mengurangi nyeri
Hambatan Kriteria hasil : 1. Kaji 1. menentukan batas
mobilitas fisik Klien meningkat keterbatasan gerakan yang
berhubungsn dalam aktivitas gerak sendi akan di lakukan
gangguan fisik, mengerti 2. menentukan 2. mempengaruhi
musculoskeletal. tujuan dari batas gerakan penilaian
peningkatan yang akan di terhadap
mobilitas, lakukan kemampuan
memverbalisasikan 3. Tentukan aktivitas apakah
perasaan dalam tingkat motivasi karena
meningkatkan pasien dalam ketidakmampuan
kekuatan dan melakukan ataukah
kemampuan aktivitas ketidakmauan
berpindah, 4. Ajarkan atau 3. agar dapat
pantau pasien memberikan
dalam hal intervensi secara
pengunaan alat tepat
bantu 4. menilai batasan
5. Latih pasien kemampuan
dalam aktivitas optimal
pemenuhan 5. untuk
kebutuhan ADL meningkatkan
secara mandiri pemenuhan
sesuai mobilisas
kemampuan 6. rom dapat
6. Anjurkan klien mempertahankan
untuk pergerakan sendi
melakukan 7. sebagai suatu
latihan range of sumber untuk
motion mengembangan
7. kolaborasi perencanaan dan
tentang terapi mempertahankan/
dengan ahli meningkatkan
terapi fisik mobilitas pasien

Kekurangan 1. Kaji pemasukan 1. dapat mengetahui


Terjadi
volume cairan atau kebutuhan cairan
keseimbangan
berhubungan pengeluaran dan dalam tubuh
cairan, hidrasi yang
dengan kehilangan hitung 2. TTV dapat
adekuat(mebran
volume cairan aktif keseimbangan mengetahui
mukosa lembab
cairan tingkat
dan mampu
2. Observasi TTV perkembangan
berkeringat) ,
3. Anjurkan klien klien.
asupan makanan
untuk minum 3. agar terjadi
dan cairan yang
dan makan pemenuhan
adekuat,
dengan perlahan cairan dalam
hemoglobin dan
sesuai indikasi tubuh
hemaktokrit dalam
batas normal. 4. Kolaborasi mempercepat
dengan dokter proses
dalam penyembuhan
pemberian 4. agar klien
terapi mendapat terapi
yang tepat
Kerusakan Kriteria hasil : 1. Kaji kulit dan 1. Mengetahui sejauh
integritas kulit Mencapai identifikasi pada mana
berhubungan penyembuhan luka tahap perkembangan
dengan penojolan pada waktu yang perkembangan luka dan
tulang sesuai, tidak tanda luka mempermudah
– tanda infeksi 2. Kaji lokasi, dalam melakukan
seperti PUS, ukuran, warna, tindakan yang
Menunjukkan bau, dan tipe tepat
penyembuhan luka cairan 2. mengidentifikasi
(penyatuan kulit, 3. Pantau tingkat keparahan
penyatuan ujung peningkatan luka akan
luka) suhu tubuh mempermudah
4. Berikan intervensi.
perawatan luka 3. suhu tubuh yang
dengan teknik meningkat dapat
aseptic mengidentifikasi
5. Jika pemulihan seagai adanya
tidak terjadi, proses peradangan
kolaborasi 4. teknik aseptic
tindakan membantu
lanjutan, mempercepat
misalnya penyembuhan luka
debridement dan mencegah
6. Kolaborasi terjadinya infeksi
pemberian 5. agar benda asing
antibiotic sesuai atau jaringan yang
indikasi terinfeksi tidak
menyebar luas
pada area kulit
normal lainnya.
Dan mempercepat
pertumbuhan
jaringan baru.
6. antibiotic berguna
untuk mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang
beresiko terjadi
infeksi

1. Evaluasi
1. Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan
santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitaS
2. klien meningkat dalam aktivitas fisik,
3. memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4. Terjadi keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat(mebran mukosa lembab dan B
5. tidak tanda – tanda infeksi seperti PUS, Menunjukkan penyembuhan luka
(penyatuan kulit, penyatuan ujung luka)

DAFTAR PUSTAKA

Appley dan Salomon 2015 buku ajar ortopedhi dan fraktur sistem aplay, terjemahan edisi
ke tujuh. Jakarta :widya medika

http://stikeswh.ac.id/psik/files/Askep_Fraktur.pdf

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika


Sjamsuhidajat dan Jong, W. D, 2015; Buku Ajar Ilmu Bedah; Edisi kedua, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai