OLEH :
MUSDALIFAH B, S.Kep
B1220388
CI LAHAN CI INSTITUSI
MARENDENG MAJENE
2023
1
1.1 Laporan Pendahuluan
1.1.1 Anatomi
Tulang femur atau tulang paha pada ujung proksimalnya terdapat kaput femoris
yang bulat sesuai dengan mangkok sendi (asetabulum). Kolumna femoris
menghubungkan kaput femoris dengan korpus femoris. Di tengah kaput femoris
terdapat lekuk kecil yang dinamakan fovea kapitalis tempat melekat ligamentum teres
femoralis yang menghubungkan kaput femoris dengan fosa asetbulum. Bagian lateral
dari kolumna femoris terdapat trokhanter mayor dan bagian medial trokhanter minor
keduanya dihubungkan oleh krista interokhanterika. Antara trokhanter mayor dan
kolumna femoris terdapat lekuk yang agak dalam disebut fosa trokhanterika. Pada
dataran belakang tengah os femur terdapat line aspera. Ujung distal femur mempunyai
dua bongkol sendi, kondilus lateralis dan kondilus medialis. Diantara keduanya bagian
belakang terdapat lekukan fosa interkondiloid. Bagian medial dari kondilus medialis
terdapat tonjolan kecil epikondilus medialis femoralis dan sebelah lateral
epikondilus lateralis (Syarifuddin, 2011: 105)
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel- selnya terdiri
atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensek- resikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98%
kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan, asam poli sakarida, dan
2
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear
(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodeling tulang.
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup) dan 70%
endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90% serat
3
kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam
terutama kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion
magnesium. Garam- garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui
proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif
(resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan
tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup. Pembentukan tulang dirangsang hormon, faktor makanan, dan jumlah stres
yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat sel-sel pembentuk tulang yaitu
osteoblast.
Osteoblast dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama
kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras dalam beberapa minggu atau bulan
berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit
atau tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk
tonjolan-tonjolan yang menghu- bungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya
membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
4
fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara,
sehingga jumlah massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi
aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga
meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau
kedelapan, dominasi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh
sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas di kontrol oleh beberapa faktor
fisik dan hormon.
5
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
6
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
7. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
7
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995,
Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price,
Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995
1.1.4 Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua
faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,
tenaga fisik, olahraga dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur (Sahadewa, 2021).
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic dan
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi
edema local maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Kemungkinan dapat terjadi
infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Sahadewa, 2021).
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar dari
pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang dapat
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur). Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks marrow
dan jaringan lunak yang membungkus tulang menjadi rusak sehingga
menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat perdarahan terjadi terbentuklah
hematoma di rongga medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera berdekatan
8
kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya (Sahadewa, 2021).
9
Ada beberapa pemeriksaan penunjang untu pasien yang fraktur menurut
Widiawati (2020) antara lain sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau
trauma seperti scan tulang, tomogram, scan CT/MRI yang juga dilakukan untuk
memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
b. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
c. Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil Koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multipel, atau cedera hati.
1.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer & Bare (2012), konsep dasar yang harus dipertimbangkan
pada waktu menangani fraktur, yaitu:
a. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan dan derajat keparahan harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan
terasa sangat nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (Manipulasi/Reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin kembali lagi seperti semula secara optimal. Reduksi
fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.
1) Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and
Internal Fixation/ORIF)
Merupakan upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting
tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi
anatomis
2) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and
Enternal Fixation/OREF)
Digunakan untuk mengobati patah tulang terbuka yang melibatkan kerusakan
jaringan lunak. Ekstremitas dipertahankan sementara dengan gips, bidai atau
alat lain. Alat imobilisasi ini akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Alat ini akan memberikan dukungan
10
yang stabil bagi fraktur
comminuted (hancur dan remuk) sementara jaringan lunak yang
hancur dapat ditangani dengan aktif.
3) Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mulai mengalami penyembuhan.
1.1.7 Masalah Keperawatan dan data pendukung
a. Pengkajian
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap pasien
dengan fraktur femur yaitu :
1). Identitas Pasien
Nama, Usia (usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami
osteoporosis, penderita muda ditemukan pada riwayat mengalami
kecelakaan), Suku, Pekerjaan, Alamat.
2). Riwayat Keperawatan
a). Riwayat perjalanan penyakit
1. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan : nyeri
pada paha
2. Apa Penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa jam.menit
yang lalu.
3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak, dll.
4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5. Kehilangan Fungsi
6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b). Riwayat pengobatan sebelumnya
1. Apakah klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid
dalam jangka waktu lama.
2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama
pada wanita
3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4. kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
3). Pemeriksaan Fisik
Mengidentifikasi tipe fraktur
a) Inspeksi daerah mana yang terkena
1. Deformitas yang nampak jelas
2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3. Laserasi
11
4. Perubahan warna kulit
5. Kehilangan fungsi daerah yang cedera
b) Palpasi
1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2. Krepitasi
3. Nadi, dingin
4. Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
1.1.8 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul
a. Pra Operasi
1. Nyeri Akut
2. Gangguan Mobilitas Fisik
3. Ansietas
b. Intra Operasi
1. Risiko perdarahan
2. Risiko Syok
c. Post Operasi
1. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
2. Intoleransi Aktivitas
3. Risiko infeksi
12
1.1.9 Intervensi Keperawatan
13
2) Objektif Hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
a) Tekanan darah
meningkat imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain).
b) Pola napas berubah
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
c) Nagfsu makan berubah
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
d) Proses berpikir kebisingan).
terganggu
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
e) Menarik diri
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
f) Berfokus pada diri pemilihan strategi meredakan nyeri.
sendiri
Edukasi
g) Diafronesis
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
14
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat.
Kolaborasi
15
pergerakan 5 Terapeutik
c) Merasa cemas saat 6. Kecemasan menurun dengan skor 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
bergerak
5 (mis. tongkat, kruk)
2) Objektif
a) Sendi kaku 7. Gerakan tidak terkoordinasi 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
b) Gerakan tidak menurun dengan skor 5 perlu
terkoordinasi
8. Gerakan terbatas menurun dengan 3. Libatkan keluarga untuk membantu
c) Gerakan terbatas
d) Fisik Lemah skor 5 Pasien dalam meningkatkan ambulasi
9. Kelemahan fisik menurun dengan Edukasi
skor 5 1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini.
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur
kekamar mandi, berjalan sesuai toleransi).
16
dengan akibat dari dengan skor 5 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non
kondisi yang dihadapi 2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi verbal)
c) Sulit berkonsentrasi yang dihadapi menurun dengan Terapeutik
2) Objektif skor 5 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
a) Tampak gelisah 3. Perilaku gelisah menurun dengan menumbuhkan kepercayaan
b) Tampak tegang skor 5 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
c) Sulit tidur 4. Perilaku tegang menurun dengan jika memungkinkan
Gejala dan tanda minor skor 5 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
1) Subjektif 5. Keluhan pusing menurun dengan 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
a) Mengeluh pusing skor 5 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
b) Anoreksia 6. Anoreksia menurun dengan skor 5 meyakinkan
c) Palpitasi 7. Konsentrasi membaik dengan skor 6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
d) Merasa tidak berdaya 5 kenyamanan
2) Objektif 8. Pola tidur membaik dengan skor 5 Edukasi
a) Frekuensi napas 9. Perasaan keberdayaan membaik 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
meningkat dengan skor 5 mungkin dialami.
b) Frekuensi nadi 10. Kontak mata membaik dengan 2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
meningkat skor 5 pengobatan, dan prognosis
c) Tekanan darah 11. Orientasi membaik dengan skor 5 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,
meningkat jika perlu.
17
d) Diaphoresis 4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
e) Tremor persepsi.
f) Muka tampak pucat 5. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
g) Suara bergetar ketegangan
h) Sering berkemih 6. Latih teknik relaksasi
i) Berorientasi pada masa Kolaborasi
lalu 1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu.
Intra Operasi
1. Risiko Perdarahan (D.0012) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Perdarahan
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan risiko perdarahan 1. Identifikasi penyebab perdarahan
menurun dengan kriteria hasil: 2. Periksa adanya darah pada muntah, sputum,
1. Kelembapan membran mukosa feses, urine, pengeluaran NGT, dan drainase
meningkat dengan skor 5 luka, jika perlu.
2. Kelembapan kulit meningkat 3. Periksa ukuran dan karakteristik hematoma, jika
dengan skor 5 ada.
3. Kognitif meningkat dengan skor 4. Monitor terjadinya perdarahan ( sifat dan
5 jumlah).
4. Hemoptisis menurun dengan 5. Monitor nilai hemoglobin dan hematocrit
18
skor 5 sebelum dan setelah kehilangan darah
5. Hematemesis menurun dengan 6. Monitor tekanan darah dan parameter
skor 5 hemodinamik (tekanan vena sentral dan tekanan
6. Hematuria menurun dengan skor bagi kapiler atau arteri pulmonal jika perlu).
5 7. Monitor intake dan output cairan
7. Perdarahan anus menurun 8. Monitor koagulasi darah (prothrombin time
dengan skor 5 (PT), partial thromboplastin time (PTT),
8. Distensi abdomen menurun fibrinogen, degradasi fibrin, dan julah
dengan skor 5 thrombosit), jika ada.
9. Perdarahan pasca operasi 9. Monitor deliveri oksigen jaringan (mis PaOₐ,
menurun dengan skor 5 SaOₐ, hemoglobin dan curah jantung)
10. Hemoglobin membaik dengan 10. Monitor tanda dan gejala perdarahan massif
skor 5
11. Hematokrit membaik dengan Terapeutik
skor 5 1. Istirahatkan area yang mengalami perdarahan.
12. Tekanan darah membaik dengan 2. Berikan kompres dingin, jika perlu
skor 5 3. Lakukan penekanan atau balut tekan, jika perlu.
13. Denyut nadi apikal membaik 4. Tinggikan ekstremitas yang mengalami
dengan skor 5 perdarahan.
14. Suhu tubuh membaik dengan 5. Pertahankan akses IV
19
skor 5 Edukasi
1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan melapor jika menemukan tanda-tanda
perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfuse darah jika
perlu.
20
dengan skor 5 5. Periksa riwayat alergi.
4) Saturasi oksigen meningkat dengan Terapeutik
skor 5 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan
5) Akral dingin menurun dengan skor saturasi oksigen >94%
5 2. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis jika
6) Pucat menurun dengan skor 5 perlu
7) Haus menurun dengan skor 5 3. Pasang jalur IV, jika perlu.
8) Konfusi menurun dengan skor 5 4. Pasang kateter urine untuk menilai produksi
9) Letargi menurun dengan skor 5 urine, jika perlu
10) Asidosis metabolic menurun dengan 5. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi
skor 5 alergi.
11) Mean arterial pressure membaik Edukasi
dengan skor 5 1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
12) Tekanan darah sistolik membaik 2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
dengan skor 5 3. Anjurkan melapor jika menemukan /merasakan
13) Tekanan darah diastolic membaik tanda dan gejala awal syok
dengan skor 5 4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
14) Pengisian kapiler membaik dengan 5. Anjurkan menghindari allergen.
skor 5 Kolaborasi
15) Frekuensi nadi membaik dengan 1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
21
skor 5 2. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika
16) Frekuensi napas membaik dengan perlu
skor 5 3. Kolaborasi pemberian antiinflamsi, jika perlu
Post Operasi
1. Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Area Insisi
Kulit/Jaringan (D.0129) keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
gangguan integritas kulit/jaringan 1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan,
Gejala dan tanda mayor
menurun dengan kriteria hasil : bengkak, atau tanda-tanda dehisen atau
1) Subjektif (Tidak tersedia) 1. Elastisitas meningkat dengan skor eviserasi.
2) Objektif 5 2. Identifikasi karakteristik drainase
a) Kerusakan jaringan 2. Hidrasi meningkat dengan skor 5 3. Monitor proses penyembuhan area insisi
dan atau lapisan kulit 3. Perfusi jaringan perifer meningkat 4. Monitor tanda dan gejala infeksi
Gejala dan tanda minor dengan skor 5 Terapeutik
1) Subjektif (tidak tersedia) 4. Kerusakan integritas jaringan 1. Bersihkan area insisi dengan pembersih yang
22
2) Objektif menurun dengan skor 5 tepat
a) Nyeri 5. Kerusakan lapisan kulit menurun 2. Usap area insisi dari area yang bersih menuju
b) Perdarahan dengan skor 5 area yang kurang bersih
c) Kemerahan 6. Nyeri menurun dengan skor 5 3. Bersihkan area disekitar tempat pembungan
d) Hematoma 7. Perdarahan menurun dengan skor atau tabung drainase
5 4. Pertahankan posisi tabung drainase
8. Kemerahan menurun dengan skor 5. Berikan salep antiseptik, jika perlu
5 6. Ganti balutan luka sesuai jadwal.
9. Hematoma menurun dengan skor 5
10. Pigmentasi abnormal menurun
dengan skor 5
11. Jaringan parut menurun dengan
skor 5
12. Nekrosis menurun dengan skor 5
13. Suhu kulit membaik dengan skor
5
14. Sensasi kulit membaik dengan
skor 5
15. Tekstur membaik dengan skor 5
2. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi
23
Gejala dan tanda mayor keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
toleransi aktivitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
1) Subjektif : Frekuensi
meningkat dengan kriteria hasil lainnya.
jantung meningkat >
: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi.
20% dari kondisi
1) Frekuensi nadi meningkat dengan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
istirahat.
skor 5 sebelum memulai ambulasi.
2) Objektif : Mengeluh
4. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
2) Saturasi oksigen meningkat
lelah
sebelum memulai ambulasi.
dengan skor 5
Gejala dan tanda Minor
5. Monitor kondisi umum selama melakukan
3) Kemudahan dalam melakukan
1) Subjektif :
ambulasi.
aktivitas sehari-hari meningkat
a) Dipsnea saat atau Terapeutik
dengan skor 5
setelah aktivitas 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
4) Kecepatan berjalan meningkat
b) Merasa tidak (mis. tongkat, kruk)
dengan skor 5
nyaman setelah 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
5) Kekuatan tubuh bagian atas
beraktivitas perlu.
meningkat dengan skor 5
c) merasa lemah 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
6) Kekuatan tubuh bagian bawah
dalam meningkatkan ambulasi.
2) Objektif : meningkat dengan skor 5
Edukasi
7) Keluhan Lelah menurun
a) Tekanan darah
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
dengan skor 5
berubah > 20% dari
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
8) Dispnea saat dan sesudah
kondisi istirahat
24
b) Sianosis aktifitas menurun dengan skor 3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
5 dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
9) Sianosis menurun dengan skor 5 kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
10) TD membaik dengan skor 5 mandi, berjalan sesuai toleransi).
25
8. Vesikel menurun dengan skor 5 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
9. Bengkak menurun dengan skor 5 3. Ajarkan etika batuk.
10. Cairan berbau busuk menurun 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
dengan skor 5 operasi.
11. Sputum berwarna hijau menurun 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dengan skor 5 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
12. Drainase purulent menurun dengan Kolaborasi
skore 5 1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
13. Periode malaise menurun dengan
skor 5
14. Periode menggigil menurun
dengan skor 5
26
DAFTAR PUSTAKA
Sahadewa, U. &. (2021). Multiple Fraktur dengan Ruptur Arteri dan Vena
Brachialis. Medula.
Zuriati, S. &. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi NANDA NIC dan NOC. Pustaka
Galeri Mandiri.
27