Anda di halaman 1dari 27

ASKEP GAWAT DARURAT SISTEM MUSKULOSKELETAL: FRAKTUR

MAKALAH
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas KGD
dari dosen pengampu : Ns. Emma Setyo Wulan, S.Kep

Oleh:
KELOMPOK III PSIK 6 C
1. DWI KURNIA SARI
2. DWI RIZKI AMALIA
3. EVI NOPITASARI
4. MUHAMMAD ASRUL CITO MAY
5. MUHAMMAD EKO NUGROHO
6. NAFSIN FITROH
7. SOFIYAH

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Tujuan 2
BAB II KONSEP TEORI
A. Anatomi Fisiologi Tulang 3
B. Definisi 4
C. Etiologi 4
D. Manifestasi Klinis 4
E. Klasifikasi 5
F. Patofisiologi 7
G. Komplikasi 8
H. Proses Penyembuhan 10
I. Penatalaksanaan 11
J. Pemeriksaan Penunjang 15
BAB III ASKEP GAWAT DARURAT FRAKTUR
A. Pengkajian 16
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi 17
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan 23
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat selaras dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern manusia tidak akan lepas dari fungsi normal
system musculoskeletal. Salah satunya tulang yang merupakan alat gerak utama pada manusia,
namun dari kelainan ataupun ketidaksiplinan dari manusia itu sendiri (patah tulang) fraktur
adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik
yang bersifat total maupun partial . fraktur biasanya terjadi pada cruris, karena cruris sangat
kurang di lindungi oleh jaringan lunak, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan (Rasjad,
1998).
Berbagai penelitian di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa resiko
terjadinya patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang melainkan juga oleh
faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan meningkatkannya resiko
untuk jatuh. (Sudoyo: 2010)
Kematian dan kesakitan yang terjadi akibat patah tulang umumnya disebabkan oleh komplikasi
akibat patah tulang dan imobilisasi yang ditimbulkannya. Beberapa diantara komplikasi
tersebut adalah timbulnya dikubitus akibat tirah baring berkepanjangan, perdarahan, trombosis
vena dalam dan emboli paru; infeksi pneumonia atau infeksi saluran kemih akibat tirah baring
lama; gangguan nutrisi dan sebagainya. (Sudoyo: 2010)
Walaupun dalam kasus yang jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani secara tepat
atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan penderita.
Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam
menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur.

B. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
Umum : Mahasiswa mampu menerapkan konsep asuhan keperawatan kegawat daruratan pada
pasien dengan fraktur
Khusus:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep fraktur
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep metodologi asuhan keperawatan kegawat daruratan
pada pasien fraktur
BAB II
KONSEP TEORI

A. Anatomi Fisiologi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya
otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi
jaringan hematopoietik, yang membentuk sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer
untuk meyimpan dan mengatur kalsium dan pospat.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik
(kolagen, proteoglikan). Kalsium dan phospat membenuk suatu kristal garam (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga
sebagai suatu osteoid. Sekitar 70 % dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku dan
memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang
berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Hampir semua tulang berongga dibagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan
kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan
diperoleh dari susunan kolagen danmineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat
berbentuk anyaman atau lameral. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan
cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya
keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lameral. Pada orang
dewasa tulang anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma
osteogenik terdiri dari tulang anyaman . tulang lameral terdapat seluruh tubuh orang
dewasa.tulang lameral tersusun dari lempengan-lempengan yang sangat padat, dan bukan
merupakan suatu massa kristal. Pola susunan semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan
yang besar.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel: osteoblas, osteosid dan
osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan
sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam
matriks tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorbsi.
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat
menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi.
Bila tidak ada vitamin D hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi tulang. Vitamin
D dalam jumlah yang sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatlan
absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.
(Price dan Wilson: 1995)

B. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner&Suddarth: 2002). Fraktur adalah pemisahan
atau patahnya tulang (Doenges, 1999).
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma (Tambayong: 2000).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik ( Price,
1995)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
disebabkan trauma atau tenaga fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi.

C. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (1995) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena
tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan teradi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat
aktifitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru
mulai latihan lari.

D. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
2. Hilangnya fungsi dan deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak
alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot berrgantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pemendekan ekstremitas
Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang melengket di atas
dan bawah tempat fraktur.
4. Krepitus
Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang
teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.
5. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

E. Klasifikasi Fraktur
1. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2
antara lain:
a) Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
b) Fraktur terbuka (opened)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan /
potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke
tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
i. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal. ii. Derajat II Laserasi > 2 cm,
kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
iii. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur
melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak
tempat.
b) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya
biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price dan Wilson ( 2006)
kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi
apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.
3. Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang
kea rah permukaan lain.
e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
4. Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
a) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
(Mansjoer: 2000)

F. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat
menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur
terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan
Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan
diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan prawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan
pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi (Price dan Wilson: 1995).

G. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement,
kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal
maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan
cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis
dan vertebra.
b) Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak
pada aliran darah.
c) Sindroma Kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang
disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan
interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat
menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan
dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul
nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan jari tangan atau kakinya. Sindrom
kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat,
seperti lengan.resiko terjadinya sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot
dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada
ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan di
kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas
dapat terjadi. (Corwin: 2009)
d) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi, CRT menurun,
syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan
Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed union, dan
non union.
a) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya, membentuk sudut, atau miring. Conyoh yang khas adalah patah tulang paha yang
dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan
gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya
sesudah gibs dibung ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan
penderita tidak dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral. Komplikasi
seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu melakukan reduksi,
dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin terutama pada masa awal periode
penyembuhan.
Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-fragmen tulang yang patah dn
bergeser sesudah direduksi harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan
radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan reduksi berulang dan
imobilisasi, atau mungkin juga dengan tindakan operasi.
b) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal. Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
c) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan
yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang tidak benar
akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang
kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak
(biasanya otot) diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat
berat, infeksi, pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak
suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

H. Penyembuhan Fraktur
Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah
dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah
tersebut, bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitif
(osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas dan osteoblas.
Kondroblas akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal
(kalus) di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan
kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas
menyebrangi lokasi fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan
mengalami re-medolling di mana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas
akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang
menyerupai keadaan tulang aslinya. (Price: 1995)
Penyembuhan tulang

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah
terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak
selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur
dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting
untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang
mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari
gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting
untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang
memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas
bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang
sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di
distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi
jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada
fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan
lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien
mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai
digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
2. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani pembedahan untuk
mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas,
penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom
komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi
Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
• Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah
terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
• Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin
logam
• Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
• Amputasi : penghilangan bagian tubuh
• Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang memungkinkan
ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan
sendi terbuka
• Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
• Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis
• Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan logam
atau sintetis
• Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
• Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi
kontraktur fasia.
(Ramadhan: 2008)

3. Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi
(Ramadhan: 2008)

4. Prinsip 4 R pada Fraktur


Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur
yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.
Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. fraktur tungkai
akan terasa nyeri sekali dan bengkak.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara
optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan
dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan
untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi
eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang
dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian
proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur
pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer,
2000).
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi atau
kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan
untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000).

Patah Tulang Anak


Pada anak sering ditemukan patah tulang dahan hijau. Reposisi umumnya tidak sukar dan
biasanya cepat sembuh serta cepat kuat. Jarang dibutuhkan reposisi atau imobilisasi dengan
fiksasi bedah. Untuk reposisi dapat digunakan traksi kulit dan jarang ditemukan kekakuan
sendi. Pada penanganan harus diperhatikan bahwa fragmen harus searah sumbu, tetapi
dislokasi ad latitudinem tidak penting sehingga reposisi ujung ke ujung tidak diharuskan.
Penyembuhan dan pemugaran akan memperbaiki dislokasi ini tanpa meninggalkan bekas.
Akan tetapi, rotasi, yaitu dislokasi ad periperam harus dihindari. Angulasi atau dislokasi ad
aksim dapat dibiarkan bila fraktur terjadi di dekat epifisis pada anak muda. Dislokasi dengan
kontraksi patah tulang diafisis menguntungkan karena akan terjadi swapugar karena hiperemia
sehingga anggota yang bersangkutan tumbuh lebih cepat daripada anggota gerak sisi lain.
Pertautan sisi kena sisi berlangsung cepat dan pemugaran akan terjadi lebih cepat.
Fraktur terbuka baik karena cedera dari luar maupun karena tembusnya ujung patah tulang dari
dalam, terancam bahaya infeksi dan osteomilitis. Seperti biasanya penanganan terdiri atas
pembilasan luka, pengeluaran benda asing, fragmen tulang yang terlepas, dan nekrosis. Luka
kemudian dirawat secara terbuka dengan anggota yang bersangkutan diletakkan tinggi.
Kontusio kulit diperhatikan betul karena mengakibatkan nekrosis. Bila ujung patahan tulang
terletak berjauhan akibat kehilangan pecahan tulang, kedua ujung ini harus dipertemukan agar
tetap bersentuhan. Yang paling sering ditemukan pada anak ialah patah tulang klavikula,
humerus, suprakondiler, dan antebrakius.
(Sjamsuhidajat: 2004)

J. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel, atau
cedera hati.
(Dongoes: 1999)
BAB III
ASKEP GAWAT DARURAT FRAKTUR

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan
reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan /
atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
i. kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
ii. Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Cailary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) kelemahan
d. Kenyamanan
1) nyeri tiba-tiba saat cidera
2) spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) laserasi kulit
2) perdarahan
3) perubahan warna
4) pembengkakan local

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan ... jam :
- Melaporkan gejala nyeri terkontrol
- Melaporkan kenyamanan fisik dan psikologis
- Mengenali factor yang menyebabkan nyeri
- Melaporkan nyeri terkontrol (skala nyeri: <4 data-blogger-escaped-br=""> - Tidak
menunjukkan respon non verbal adanya nyeri
- Menggunakan terapi analgetik dan non analgetik
- Tanda vital dalam rentang yang diharapkan
Manajemen nyeri
- Kaji tingkat nyeri yang komprehensif : lokasi, durasi, karakteristik, frekuensi, intensitas,
factor pencetus, sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan.
- Monitor skala nyeri dan observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat
- Kelola nyeri pasca operasi dengan pemberian analgesik tiap 4 jam, dan monitor keefektifan
tindakan mengontrol nyeri
- Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan
: suhu ruangan, cahaya, kegaduhan.
- Ajarkan tehnik non farmakologis kepada klien dan keluarga : relaksasi, distraksi, terapi
musik, terapi bermain,terapi aktivitas, akupresur, kompres panas/ dingin, masase. imajinasi
terbimbing (guided imagery),hipnosis ( hipnoterapy ) dan pengaturan posisi.
- Informasikan kepada klien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri : misal klien
cemas, kurang tidur, posisi tidak rileks.
- Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik, fisioterapis/ akupungturis.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.


Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Gangguan mobiltas fisik berhubungn dengan neuromuskuler.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam klien menunjukkan dapat bergerak secara
normal dengan KH:
- Mampu mandiri total
- Membutuhkan alat bantu
- Membutuhkan bantuan orang lain
- Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
- Tergantung total

Dalam hal :
- Penampilan posisi tubuh yang benar
- Pergerakan sendi dan otot
- Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda
Latihan Kekuatan
- Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin
Latihan untuk ambulasi
- Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.
- Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker
- Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman.
Latihan mobilisasi dengan kursi roda
- Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
- Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh
- Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
- Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
- Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
- Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latih.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jm
Klien mampu merawat diri dengan baik dengan KH :
- Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian,
toileting, makan-minum, ambulasi
- Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
- Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
- Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
- Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
- Melakukan keramas, bersisir, bercukur, membersihkan kuku, berdandan
- Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
- Mengosongkan kandung kemih dan bowel
Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva, rambut, kulit
- Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus
- Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan
mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi
- Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene sesudah makan dan bila perlu
- Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan
gangguan integritas kulit.
Bantuan perawatan diri : berpakaian
 Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
 Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada ektremitas yang sakit/
terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
 Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan aktivitas berpakaian sesuai
indikasi
Bantuan perawatan diri : Makan-minum
- Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan makanan
- Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
- Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri: Toileting


- Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik (inkontinensia),kognitif(menahan untuk toileting),
fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)
- Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi
selama toileting
- Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah dijangkau
- Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan toileting secara teratur

d. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.


Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam integritas kulit dapat teratasi dengan KH:
- Pertahanan perfusi jaringan dan mukosa baik (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi)
- Tidak ada lesi, iritasi kulit / dekubitus
- Klien mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
- Proses penyembuhan luka baik
Perawatan Klien dengan tirah baring total
- Pasang kasur dekubitus bila diperlukan
- Hindari kerutan / lipatan alat tenun
- Mobilisasi / ubah posisi tidur klien tiap 2 jam sesuai jadwal
Pencegahan Luka Karena Tekanan
- Kaji factor resiko kerusakan integritas kulit
- Jaga kebersihan kulit klien agar tetap bersih dan kering
- Berikan / oleskan lotion pada daerah yang tertekan
- Lakukan massage sesuai indikasi
- Berikan cairan dan nutrisi yang adekuat sesuai kondisi
Pengawasan kulit
- Monitor aktivitas, mobilisasi klien dan adanya kemerahan pada kulit
- Libatkan keluarga dalam mobilisasi klien dan personal higiene
- Ajarkan perubahan posisi kpd klien & keluarga

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.


Diagnosa Keperawatan
(NANDA) Tujuan Keperawatan
( NOC ) Rencana Tindakan
(NIC )
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

Selah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam infeksi dapat tertangani dengan KH:

- Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi


- Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
- Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000) Pengetahuan : pengendalian infeksi
- Ajarkan pada klien & keluarga cara menjaga personal hygiene untuk melindungi tubuh dari
infeksi : cara mencuci tangan yang benar.
- Anjurkan kepada keluarga/ pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang klien
- Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan metode aman cara penyediaan, pengelolaan dan
penyimpanan makanan / susu kpd klien & keluarga.
Pengendalian resiko infeksi
- Pantau tanda dan gejala infeksi : peningkatan suhu tubuh, nadi, perubahan kondisi luka,
sekresi, penampilan urine, penurunan BB, keletihan dan malaise.
- Pertahankan tehnik aseptik pada klien yang beresiko
- Bersihkan alat / lingkungan dengan benar setelah dipergunakan klien
- Anjurkan kepada klien minum obat antibiotika sesuai
- Berikan penkes kepada klien dan keluarga tentang cara program
- Dorong klien untuk mengkonsumsi nutrisi dan cairan yg adekuat.penularan penyakit infeksi:
transmisi secara seksual, oral, fekal, sekresi tubuh, kontak langsung, dan trankutaneus
- Kolaborasi dengan Tim Medis untuk pemberian therapi sesuai indikasi, dan pemeriksaan
laboratorium yang sesuai
(Wikinson: 2007)
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan trauma atau tenaga fisik dan
menimbulkan nyeri serta gangguan fungsi. Fraktur disebabkan oleh cidera, fraktur patologi,
dan fraktur beban. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan tertutup.
Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri, hilangnya fungsi dan deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, Pembengkakan lokal dan Perubahan warna.
Penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
Sementara diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien fraktur adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap fraktur.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

B. Saran
Walaupun dalam kasus fraktur jarang terjadi kematian, namun bila tidak ditangani secara tepat
atau cepat dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk keadaan penderita.
Sehingga perawat perlu memperhatikan langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam
menangani pasien dengan kasus kegawat daruratan fraktur. Pasien harus mendapatkan
pertolongan sesegera mungkin. Untuk itu dibutuhkan perawat yang tanggap dalam menangani
pasien gawat darurat, terutama dalam hal ini adalah pasien dengan kegawat daruratan sistem
muskuloskeletal, fraktur.
DAFTARPUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Edisi 8 Vol 3. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed, 3. Jakarta: EGC
Editor, Aru W Sudoyo dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Dongoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Editor, R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses dan Praktik Edisi
4 Vol.1. Jakarta: EGC
Price, Silvia Anderson dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit Edisi Vol. 2. Jakarta: EGC
Price A S, Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses penyakit Edisi Vol. 2.
Jakarta: EGC
Ramadhan. 2008. Konsep Fraktur (Patah Tulang.
http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/22/konsep-fraktur-patah-tulang/ diakses tanggal
30 maret 2013
Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamupate.
Smeltzer Suzanne, C . 2001. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000 . Patofisiologi. Jakarta: EGC
Wilkinson M J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Ktriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Asuhan Keperawatan Sistem
Muskuloskeletal: Fraktur
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Meskipun tulang
dapat patah secara spontan seperti terjadi pada osteomalacia dan osteomylitis,
tetapi kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada
orang perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahrega, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur dari
pada laki – laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon pada menopuse. Oleh karena itu penulis ingin
belajar banyak mengenai fraktur melalui pembuatan laporan yang membahas dan
menguraikan tentang fraktur.

B. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah :
1. Tujuan Umum :
Agar penulis dapat menuangkan dan mempraktekan langsung teori dan asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah fraktur.
2. Tujuan Khusus :
a. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien dengan masalah fraktur
b. Dapat menganalisa data dan menegakkan diagnosa
c. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan pada masalah fraktur
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah disusun
e. Dapat melaksanakan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan respon
klien setelah menerima asuhan keperawatan.

C. METODE PENULISAN
1. Wawancara
Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada klien
2. Metode Pemeriksaan
Penulisan melakukan pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi untuk melengkapi data
3. Observasi
Melakukan pengamatan langsung pada klien yang sedang dirawat di RS.RK Charitas
Palembang, selama 3 hari
4. Studi Dokumentasi
Melengkapi data melalui status kesehatan klien, catatan keperawatan data medik
dan data penunjang.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari : Latar Belakang, Metode Penulisan, Sistematika penulisan
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Medik :
Pengertian, Anatomi Fisiologi, Patofisiologi, Etiologi, Manifestasi Klinik,
Pemeriksaan Diagnostik, Komplikasi, Penatalaksanaan, Patoflow Diagram.
B. Konsep Keperawatan
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Rencana Keperawatan.
BAB III : TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Daftar Obat yang diberikan
C. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
E. Rencana Keperawatan
F. Pelaksanaan
G. Evaluasi
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. PENGERTIAN
· Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh
(Reeves C.J et al, 2001)
· Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (harnowa Sapto, dr et al, 2001)
· Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price, A. Sylvia, 1990)
· Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya
(Smeltzer C. Suzaanne, et al, 1990)
· Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh roda paksa (Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 2)

2. ANATOMI FISIOLOGI

Humerus (Tulang Pangkal Lengan)


Mempunyai tulang panjang seperti tongkak, bagian yang mempunyai hubungan
dengan bahu, bentuknya bandar membentuk kepala sendi yang disebut kaput
humeri. Pada kaput humeri ini terdapat tonjolan yang disebut tuberkel mayor dan
minor di sebelah bawah. Kaput humeri terdapat lekukan yang disebut kolumna
humeri. Pada bagian yang berhubungan dengan bawah terdapat taju diantaranya
kapitulam, epikondilus lateralis dan kondilus medialis.

3. PATOFISIOLOGI
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan tipe
dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang diberikan stress lebih besar dari
kemampuannya untuk menahan. Fraktur dapat terjadi karena pukulan langsung,
kekuatan yang berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba, dan bahkan kontraksi otot
yang berlebihan. Meskipun hanya tulang yang patah, struktur sekitarnya juga
dipengaruhi yang mengakibatkan edema jaringan lunak, hemoragi ke dalam tulang
dengan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh saraf.

4. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya fraktur adalah :
1. Pukulan langsung
2. Gerakan puntir mendadak
3. Kecelakaan kendaraan bermotor
4. Olah raga

5. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap riqid seperti normalnya
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
koepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa fraktur adalah:
v Pemeriksaan Rontgen Sinar-X
Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan perangkat diagnostik definitif
yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun demikian beberapa
fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan sinar-x pada awalnya sehingga
akan membutuhkan evaluasi radiografik pada hari berikutnya untuk mendeteksi
bentuk callus, jika dicurigai adanya perdarahan maka dilakukan pemeriksaan
complete blood count (CBC) untuk menilai banyaknya darah yang hilang

7. KOMPLIKASI
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna
maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak,
dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, perlvis dan vertebra.
2. Sindrom Emboli Lemak
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan konsisi fatal
3. Sindrom Kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di
otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan
hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada
akut.

4. Nekrosis Avaskular (Nekrosin Aseptik)


Dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik
5. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum atau korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh).
6. Gangguan Coas
Berasal dari infeksi yang berhubungan oleh bakterium saprophysik gram positif
anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau Clostridium pertrigens.

8. PENATALAKSANAAN
1. Pembidaian
Bagian yang sakit harus diimobilisasi dengan menggunakan bidai ada tempat yang
luka sebelum memindahkan pasien. Pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih
jauh dan mengurangi kemungkinan adanya komplikasi sindrom emboli lemak
2. Gips
Pemberian gips merupakan perawatan utama setelah reduksi tertutup dalam
perbaikan fraktur dan dapat dilakukan bersamaan degnan perawatan lainnya.
3. Traksi (Penarik)
Adalah upaya yang menggunakan kekuatan tarikan untuk melemaskan dan
immobilisasi fragmen tulang, mengendorkan spasmus otot dan memperbaiki
kontraktur fleksi, kelainan bentuk dan dislokasi.
4. Reduksi Tertutup
Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan fraksi manual.
5. Reduksi Terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi-alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
terjadi.

6. Immobilisasi Fraktur
Setelah fraktur dereduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN PRE DAN POST OPERASI
a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang - kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takikardia (respon stress,
hipovolemia).
Penurunan / tak ada nadi pada bgain distal yang cedera, pengkajian kapiler lambat,
pucat pada bagian yang berbeda.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurologis
Gejala : Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
Kebas/ kesemutan (parestesin)
Tanda : Determitas lokal
; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme oto, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
d. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokasi pada
area jaringan/ kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda : Laservasi kulit, anulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pre operasi :
1. Nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap fraktur
2. Ancietas yang berhubungan dengan trauma yang dialami, operasi yang akan dijalani
dan kurang pengetahuan tentang rutinitas preoperatif, rutinitas post operatif dan
sensasi post operatif.

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada post operasi :


1. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi dan
tekanan sekunder terhadap adanya gips
2. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan Regmen Terapeutik yang
berhubungan dengan kondisi, tanda dan gejala komplikasi dan pembatasan aktivitas.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap fraktur
a. Imobilisasi bagian cedera sebanyak mungkin, gunakan belat bila diindikasikan
R/ Imobilisasi mengurangi nyeri dan perpindahan posisi
b. Ajarkan klien untuk mengganti posisi dengan perlahan
R/ Gerakan lambat menurunkan spasme otot
c. Tinggikan ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi
R/ Peninggian mengurangi edema dan mengakibatkan nyeri karena kompresi
d. Selidiki nyeri yang tak hilang dengan obat nyeri dan tindakan penghilangan lainnya.
R/ Nyeri yang terus-menerus dapat menunjukkan kompresi neurovaskuler akibat
embolisme, edema atau perdarahan.

2. Ancietas yang berhubungan dengan trauma yang dialami, operasi yang akan dijalani
dan kurang pengetahuan tentang rutinitas preoperatif, rutinitas post operatif dan
sensasi post operatif.
a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan rileks yang merangsang untuk berbagi
perasaan dan kekhawatiran
R/ Mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran meningkatkan kewaspadaan klien
dan membantu perawat untuk mengidentifikasikan sumber ancietas.
b. Validasi perasaan klien dan membantu perawat untuk mengidentifikasi sumber
ancietas.
R/ Validasi dan memberikan keyakinan meningkatkan harga diri dan membantu
mengurangi ancietas.
c. Tunjukkan kesalahpahaman yang diekspresikan klien dan memberi informasi yang
akurat
R/ Kesalahpahaman dapat menunjang ancietas dan ketakutan.
d. Izinkan dan dorong anggota keluarga dan orang terdekat untuk saling berbagi rasa
takut dan kehawatiran
R/ Penelitian telah menunjukkan bahwa anggota keluarga yang terlibat dalam
perawatan mengakibatkan peningkatan kerja sama klien

3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan iritasi dan
tekanan sekunder terhadap adanya gips.
a. Bila membantu pemasangan gips, pastikan bahwa bantalan yang adekuat diberikan
pada ekstremitas yang sakit sebelum gips dipasang.
b. Sementara gips mengerang (laning) pegang hanya dengan telapak tangan untuk
menghindari titik tekanan yang disebabkan oleh lekukan jari.
c. Tutupi plester atau moleskin untuk mencegah serpihan gips jatuh ke dalam gips dan
menyebabkan nekrosis tekanan
d. Instruksikan pasien tidak memasukkan apapun diantara gips dan kulit, jika pasien
mengalami gatal-gatal, anjurkan pasien untuk memberitahu dokter, yang akan
memberi resep obat penghilang gatal
e. Beritahu pasien indikator nekrosis tekanan dalam gips: neyri, sensasi terbakar, bau
tidak sedap dari gips yang terbuka, drainase dari gips.
4. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan Regmen Terapeutik yang
berhubungan dengan kondisi, tanda dan gejala komplikasi dan pembatasan aktivitas.
a. Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan ambulasi dan melakukan aktivitas
sehari-hari
R/ Perawat harus mengevaluasi kemampuan merawat diri klien sebelum pulang,
untuk menentukan perlunya rujukan.
b. Berikan masukan yang tepat, misal: lembaga perawatan di rumah, pelyanan sosial,
jika perlu
R/ Sumber-sumber komunitas dan agen-agen lain dapat memberikan terapi
tambahan atau bantuan lain.
c. Berikan instruksi tentang latihan setelah operasi sesuai dengan instruksi dokter
R/ Latihan mempermudah penggunaan alat bantu dengan mempertahankan atau
meningkatkan tingkat fungsi otot saat ini pada anggota gerak yang tidak sakit.
d. Ajarkan klien bagaimana melakukan ambulasi tanpa menahan beban dengan
menggunakan KMK atau tongkat
R/ Klien trauma lansia mungkin mengalami kerusakan keseimbangan atau penurunan
penggunaan alat bantu jalan untuk mempertahankan mobilitas.

4. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencaan keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun.

5. EVALUASI
a. Menunjukkan berkurang ansietas
b. Melaporkan nyeri berkurang
c. Melaporkan keterbatasan aktivitas teratasi
d. Menunjukkan perawatan diri baik.

Anda mungkin juga menyukai