Anda di halaman 1dari 67

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Fraktur


1. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah
gambar anatomi tulang manusia :

6
7

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan


tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang.
Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang
banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam
kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari
bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price
dan Wilson, 2006).

Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada


batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang
antara lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia,
metatarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi
dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian
besartulang pelvis.
b. Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada
bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk
kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah
dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut,
terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan
medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau
mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
8

persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang


disebut OS maleolus medialis.
d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)
Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki,
terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus,
kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang
masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan
perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing
terdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya
bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament,
bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur
tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis
yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan
osteoklas.

Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan


proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu
proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan
osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah
dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat
menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah
mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.
9

Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim
proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam
aliran darah.

Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru
terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh
tulang – tulang kostae (iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh
dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang
tersebut sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot- otot yang melekat padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen – elemen
lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
10

3. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer, 2002).

Menurut Mansjoer (2000) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya


kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Sugeng Jitowiyono, 2010).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang, baik itu


tulang rawan, sendi, tulang epifisis, baik yang bersifat total maupun yang
parsial. ( Chairuddin, 2000 : 388 )

4. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari
otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan berikut:
1. Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2. Infeksi seperti osteomilitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
11

3. Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi


Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
4. Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
dikemiliteran.

5. Tanda Dan Gejala


a. Deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terliht maupun
teraba) ektermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ektermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melekatnya otot.
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan struktur / bentuk terjadi
seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Edema
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
c. Echumosis (perdarahan subkutan) dari Perdarahan Subculaneous.
d. Spasme otot/spasme involunters
e. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
12

fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-
5 cm (1-2 inchi).
f. Tenderness / keempukan.
g. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
h. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan).
i. Pergerakan abnormal.
j. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah.
k. Krepitasi
Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat).
l. Hasil foto rontgen yang abnormal
(Sugeng Jitowiyono, 2010)

6. Klasifikasi Fraktur

a. Berdasarkan sifat fraktur.


1) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 2: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
c) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
13

2) Fraktur terbuka (open / compound), bila terdapat hubungan


antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat,
yaitu:
a) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka
remuk.
- Fraktur sederhana, transversal, obliq atau kumulatif
ringan.
- Kontaminasi ringan
b) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse.
- Fraktur komuniti sedang
c) Derajat III
- Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi
struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi
derajat tinggi.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau fraktur pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang atau patah hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang seperti:
a) Buckle atau torus fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
b) Green stick fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
14

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan


mekanisme trauma.
1) Fraktur transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4) Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang kea rah permukaan lain.
5) Fraktur avulse
Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur komunittif: fraktur dimana garis patah dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut dislokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinal cum contractionum (pergeseran
serah sumbu dan overlapping).
15

b) Dislokasi ad axim (pegeseran yang membentuk sudut).


c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
d) Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-
ulang.
e) Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang.

f. Berdasarkan lokasi
Tulang panjang dibagi menjadi 3 bagian : proksimal, bagian tengah
dan distal. Fraktur pada tulang panjang dideskripsikan dengan
hubungannya dengan posisinya terhadap tulang. Deskripsi lainnya
digunakan saat fraktur mengenai kepala atau leher dari tulang,
melibatkan persendian atau dekat dengan prominen seperti pada
kondilus atau malleolus. (Margareth, 2012)

7. Proses Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan
faktor sistemik, adapun faktor lokal :
16

a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur.
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
d. Adanya kontak antar fragmen.
e. Ada tidaknya infeksi.
f. Tingkatan dari fraktur.

Adapun faktor sistemik adalah :


a. Keadaan umum pasien
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :


a. Fase Reaktif
1) Fase hematom dan inflamasi
2) Pembentukan jaringan granulasi
b. Fase Reparatif
1) Fase pembentukan callus
2) Pembentukan tulang lamellar
c. Fase Remodelling

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi


atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
a. Proses Penyembuhan Fraktur Primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya
ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang
pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi
lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal
remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen
fraktur dari tulang yang patah.
17

Ada 3persyaratanuntuk remodeling Haversian pada tempat fraktur


adalah:
1) Pelaksanaan reduksi yang tepat
2) Fiksasi yang stabil
3) Eksistensi suplay darah yang cukup

Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah


diperlihatkan menyebabkan penyembuhan tulang primer.
Remodeling haversian aktif terlihat pada sekitar minggu ke empat
fiksasi.

b. Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder.


Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan
jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini
secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom
(inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.
1) Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan
dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di
tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia
dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat
fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan
dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat
kondisi mikro yang sesuai untuk :
a) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan
osifikasi intra membran pada tempat fraktur.
b) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat
fraktur.
18

c) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus


lunak dengan osifikasiendokondral yang mengiringinya.
(Kaiser 1996).

Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat


robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat
tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya hematom
bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi
juga berperan faktor – faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini
dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.

2) Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan
osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit,
sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari
periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada
tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan
merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai
pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 – 8.
19

3) Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi
mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit
yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan
tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi
menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang
serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkanuntuk
menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga
sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang
tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus
selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari
faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling
dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah
Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi
dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain
yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
berperan penting pada proses angiogenesis selama
penyembuhan fraktur. (chen,et,al,2004).

Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian


bersama osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu
20

jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan adanya sel tulang


serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis.
(Rubin,E,1999) Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang
kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah masa kritis
untuk keberhasilan penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).

Jenis-jenis kalus dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan


letak kalus tersebut berada terbentuk kalus primer sebagai akibat
adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging (soft)
callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak
bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging
callus secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar
daerah fraktur di bawah periosteum periosteal callus terbentuk
di antara periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary
callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah
fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk
di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur. (Miller, 2000)

4) Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,
tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature
(lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga
osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur
dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru.

Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan


sebelum tulang cukup kuat untuk
menerima beban yang normal.
21

5) Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam
waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses
pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang
kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali
mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.

Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan


radiologi.

Perbandingan Metode-metode Fiksasi


Ketika fiksasi plate dibandingkan dengan fiksasi intramedullary pada
anjing-anjing percobaan tampak vaskularisasi yang lebih tinggi dalam
osteotomi pada rod intra medullary dibandingkan plate.Tidak ada
perbedaan signifikan dalam porositas tulang pada masing-masing metode
fiksasi. Akan tetapi pada fiksasi plated memperlihatkan nilai-nilai
torsional yang lebih tinggi dari pada fiksasi intramedullary pada 90 hari.
Akan tetapi perbedaan ini tidak nyata setelah 120 hari.

Data ini memperlihatkan bahwa tulang sembuh melalui mekanisme yang


berbeda dalam tipe-tipe fiksasi yang berbeda.Walaupun metode fiksasi
plate menghambat pembentukan periosteal kalus tetapi waktu yang
dibutuhkan untuk pengembalian kekuatan dan kekakuannormal adalah
sama untuk kedua metode.
22

8. Komplikasi Fraktur
a. Shock
Shock hipovolemik atau traumatic disebabkan oleh perdarahan dan
kehilangan cairan ekstraselular sehingga menyebabkan kerusakan
jaringan. Keadaan ini biasanya terjadi pada fraktur ekstermitas,
thoraks, pelvis dan spina. Shock hipovolemi akan berakibat fatal bila
tidak segera ditangani dalam beberapa jam setelah terjadi injuri.
Dikarenakan tulang yang mengalami injuri bersifat vaskuler,
sejumlah besar darah akan terbuang. Hal ini terutama terjadi pada
fraktur femur dan pelvis. Penatalaksanaan shock terdiri dari
perbaikan volume darah dan sirkulasi, mengurangi nyeri,
memberikan splinting yang adekuat, dan melindungi pasien dari
injuri yang lebih parah dan komplikasi lain.

b. Emboli Lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonary akut dan
dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-
gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi
dan dapat menyebabkanoklusi pada pembuluh darah daro pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindroma emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan status meental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor, takipnea, takikardi, demam lebih dari 103
derajat F, ruam kulit/ptechie).

Gejala emboli terjadi sangat cepat, biasanya terjadi dalam 24-72 jam,
tapi kemungkinan juga terjadi lebih dari 1 minggu setelah injuri.
Emboli lemak mungkin juga disebabkan oleh sumber-sumber lemak
eksogen seperti tranfusi darah, emulsi lemak intravena, atau
transplantasi sumsum tulang.

c. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen merupakan komplikasi neurovaskuler yang
serius terjadi pada trauma berat atau fraktur tulang panjang. Ini
23

merupakan kondisi dimana tekanan pada area anatomis atau


kompartemen meningkat. Keadaan ini terjadi bila jaringan dalam
kompartemen tertekan ke dalam fasia, mempengaruhi saraf dan
aliran darah. Secara anatomis, tulang dikelilingi oleh otot, saraf dan
pembuluh darah, dibungkus oleh jaringan ikat yang tidak elastis
(fasia). Gangguan neurovaskuler terjadi dibagian distal sumber-
sumber yang menyebabkan tekanan yang dapat di bagian eksternal
(bila pemasangan gips atau balutan terlalu kencang dan traksi yang
terlampau kuat penarikannya). Jika kondisi ini tidak berkurang,
dapat terjadi paralysis permanen.

d. Tromboemboli / Emboli Bekuan Darah


Trauma dan ketidakmampuan mengharuskan klien untuk imobilisasi,
imobilisasi ini jika untuk jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan timbulnya trombosis pada vena. Tromboemboli
merupakan komplikasi paling umum pada trauma/operasi
ekstremitas (terutama ekstermitas bawah). Untuk klien usia lebih
dari 40 tahun memiliki insiden trombosis vena sebesar 40-60% (jika
terapi antikoagulan tidak diberikan). 5% sampai 10% klien dengan
trombosis vena berkembang menjadi trombosis paru. Resiko
tromboemboli ini meningkat pada klien yang merokok, obesitas,
punya penyakit jantung dan punya riwayat tromboemboli tertinggi.
Klien dengan fraktur ekstermitas bawah dan pelvis mempunyai
resiko mengalami tromboemboli dan akan berkembang menjadi
emboli paru daripada fraktur di tempat lain.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan.
Sebuah mesin x-ray khusus menggunakan komputer untuk
mengambil gambar dari klavikula Anda. Anda mungkin akan diberi
pewarna sebelum gambar diambil. Pewarna biasanya diberikan
dalam pembuluh darah Anda (Intra Vena). Pewarna ini dapat
membantu petugas melihat foto yang lebih baik. Orang yang alergi
24

terhadap yodium atau kerang (lobster, kepiting, atau udang) mungkin


alergi terhadap beberapa pewarna. Beritahu petugas jika Anda alergi
terhadap kerang, atau memiliki alergi atau kondisi medis lainnya.

b. Magnetic Resonance Imaging Scan


Disebut juga MRI. MRI menggunakan gelombang magnetik untuk
mengambil gambar tulang selangka /klavikula, tulang dada, dan
daerah bahu. Selama MRI, gambar diambil dari tulang, otot, sendi,
atau pembuluh darah. Anda perlu berbaring diam selama MRI.

c. X-ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan
2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan.

Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak,
tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction,
sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik


khususnya seperti tomografi yang menggambarkan tidak satu
struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi.

B. Konsep Tibia Plateau


1. Anatomi Tibia Plateau
Tibia adalah tulang yang menahan beban utama dari kaki,yaitu sekitar
85%. Tibia plateau terdiri dari permukaan articular medial dan lateral,
25

atas yang merupakan kartilaginosa menisci.medial plateau lebih besar


dan  concave pada sagital dan coronal axes.lateral plateau meluas lebih
tinggi dan convex pada bidang sagital dan koronal.

Tibia plateau normal adalah menyerong 10 derajat posteroinferior. Kedua


plateau dipisahkan satu sama lain oleh area interkondilaris, yang
nonarticular dan yang berfungsi sebagai lampiran tibialis dari
ligamentum cruciatum. Tiga tulang prominences ada 2-3cm sebelah
distal tibia plateau. Tuberkulum tibia terletak dianterior, di mana
disisipan ligamen patella.

Permukaan articular medial dan itu mendukung condilus medial lebih


kuat dari pada sebelah lateral, oleh karena itu fraktur sebelah lateral lebih
sering. Fraktur media plateau berhubungan dengan cedera yan lebih berat
dan lebih sering mencederai jaringan lunak.
26

2. Fraktur Tibia Plateau


a. Mekanisme kerja
Fraktur tibia plateau disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus
bersama sama dengan pembebanan aksial (kekuatan valgus saja
mungkin hanya merobekan ligament). Keadaan ini kadang kadang
akibat pejalan kaki tertabrak mobil (fraktur bemper). Biasanya ini
akibat jatuh dari ketinggian dimana lutut dipaksa masuk dalam
valgus atau varus.kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus
27

femur yang berlawanan,yang tetap utuh. Pasien biasanya berumur


antara 50 dan 60 tahun dan sedikit mengalami osteoporosis,tetapi
fraktur dapat terjadi pada orang dewasa pada setiap umur.  
b. Gambaran klinik
Lutut membengkak dan mungkin mengalami deformitas.memar
biasanya luas dan jaringan terasa seperti adonan karena hemartrosis.
Pemeriksaan secara hati-hati (atau pemeriksaan dibawah anestesi)
dapat menunjukan ketidakstabilan medial atau lateral.kaki dan ujung
kaki harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya
tanda-tanda cedera pembuluh darah atau neurologi.
28

3. Pemeriksaan sinar X
Sinar X anteroposterior, lateral, dan oblik biasanya dapat
memperlihatkan fraktur,tetapi tingkat kominusi atau depresi dataran tidak
terlihat jelas tanpa tomografi.foto tekanan(dibawah anestesi) kadang
kadang bermanfaat untuk menilai tingkat ketidakstabilan sendi.bila
kondilus lateralis remuk,ligamen medial sering utuh,tetapi apabial
epikondilus medial remuk, ligament lateral sering robek.

Dalam perencanaan terapi,perlu diketahui terlebih tipe frakurnya,yang


terdiri dari 6 tipe,yaitu:
a. Tipe 1 (fraktur biasa pada kondilus tibia lateralis)
Pada pasien yang lebih muda,mungkin terdapat retakan vertical
dengan pemisahan fragment tunggal.fraktur ini mungkin sebenarnya
tidak bergeser,atau jelas sekali tertekan dan miring. Kalau
retakannya lebar,fragmen yang lepas atau meniscus lateral dapat
terjebak dalam celah.
b. Tipe 2 (peremukan kominutif pada kondilus lateralis dengan depresi
pada fragmen)
Biasanya terjadi pada orang tua dengan osteoporosis.
c. Tipe 3 (peremukan kominutif dengan fragment luar utuh)
Mirip dengan tipe 2,tetapi segment tulang sebelah luar memberikan
selembar permukaan sendi yang utuh.fragment yang tertekan dapat
melesak ke dalam tulang subkondral.
d. Tipe 4 (fraktur pada kondilus media)
Terkadang akibat cedera berat,dengan perobekan ligament kolateral
lateral.
e. Tipe 5 (fraktur pada kedua kondilus)
Dengan batang tibia yang melesak diantara keduanya.
f. Tipe 6 (kombinasi fraktur kondilus dan subkondilus)
Biasanya akibat daya aksial yang hebat 
29

4. Terapi
Terapi dengan traksi dapat dilakukan dengan sederhana saja dan sering
menghasilkan fungsi lutut yang baik, tetapi sering tersisa sedikit angulasi.
Disisi lain,tindakan pembedahan untuk pemulihan permukaan yang
hancur dapat menghasilkan penampilan sinarX yang baik dan kekakuan
lutut.
a. Fraktur yang tak bergeser atau yang sedikit bergeser.
Hemartrosis diaspirasi dan pembalut kompresi dipasang. tungkai
diistirahatkan pada mesin CPM (Continuous Passive Motion) dan
gerakan lutut dimulai.segera setelah nyeri dan pembengkakan akut
telah mereda(biasanya dalam seminggu),gips penyangga berengsel
dipasang dan pasien diperbolehkan menahan beban sebagian dengan
kruk penopang.pembebanan bebas ditunda hingga fraktur telah
sembuh (6-8 minggu).

b. Tipe 1-fraktur yang bergeser.


Fragment kondilus yang besar harus benar-benar direduksi dan
difiksasi pada posisinya.ini yang terbaik dilakukan dengan operasi
terbuka.
30

c. Tipe 2-frakut kominutif


Pada dasarnya ini adalah fraktur kompresi,mirip dengan fraktur
kompresi pada vertebra.kalau depresi ringan (kurang dari 5mm) dan
lutut stabil,atau kalau pasien telah tua dan lemah atau mengalami
osteoporosis,fraktur diterapi secara tertutup dengan tujuan
memperoleh kembali mobilitas dan fungsi dan bukannya restitusi
anatomis. setelah aspirasi dan pembalutan kompresi,traksi rangka
dipasang lewat pen berulir melalui tibia,7cm dibawah fraktur.

Kondilus dicoba untuk dibentuk, lutut kemudian difleksikan dan


diekstensikan beberapa kali untuk “membentuk” tibia bagian atas
pada kondilus femur yang berlawanan.kaki diletakan dibantal
dengan 5kg traksi, latihan aktif harus dilakukan tiap hari.

Pilihan lainnya, lutut dapat diterapi sejak permulaan dengan mesin


CPM, untuk semakin meningkatkan rentang gerakan. seminggu
setelah terapi ini,penggunaan mesin dihentikan dan latihan aktif
dimulai. segera setelah fraktur ”lengket” (biasanya setelah 3-
4minggu), pen traksi dilepas,g ips-penyangga berengsel dipasang
dan pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.
Pembebanan penuh ditunda selama 6 minggu lagi.

Pada pasien muda dengan fraktur tipe 2,terapi ini dianggap terlalu
konservatif,dan reduksi  terbuka dengan peninggian plateau dan
fiksasi internal sering menjadi pilihan.

d. Tipe 3-kominusi dengan fragment lateral yang utuh


Prinsipnya hampir sama dengan terapi tipe 2. tetapi,fragment lateral
dengan kartilago artikular yang utuh merupakan permukaan
berpotensi mendapat pembebanan, maka reduksi yang sempurna
lebih penting. cara ini kadang kadang dilakukan secara tertutup
dengan traksi yang kuat dan kompresi lateral. jika berhasil, fraktur
diterapi dengan traksi atau CPM. kalau reduksi tertutup gagal,
reduksi terbuka dan fiksasi dapat dicoba.
31

Pasca operasi,latihan dimulai secepat mungkin dan 2 minggu


kemudian pasien dibiarkan bangun dengan gips-penyangga yang
dipertahankan hingga fraktur telah menyatu.

e. Tipe 4
Dapat diterapi dengan gips/penyangga. kalau fragment nyata sekali
bergeser atau miring, reduksi terbuka dan fiksasi diindikasikan.
kalau ligament lateral juga terobek, ini harus diperbaiki sekaligus.
f. Tipe 5 dan 6
Cedera berat yang menambah risiko sindroma kompartement. fraktur
bikondilus sering direduksi dengan traksi dan pasien kemudian
diterapi seperti pada cedera tipe 2. fraktur yang lebih komplek
dengan kominusi yang berat lebih baik ditangani secara tertutup,
meskipun traksi dan latihan mungkin harus dilanjutkan selama 4-6
minggu hingga fraktur cukup “lengket” untuk memungkinkan
penggunaan gips-penyangga.kalau terdapat beberapa fragment yang
dengan jelas bergeser, fiksasi interna dapat dibenarkan.

5. Komplikasi
a. Sindroma kompartemen
Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak perdarahan dan
resiko munculnya sindroma kompartemen.kaki dan ujung kaki harus
diperiksa secara terpisah unuk mencari tanda-tanda iskemia.
b. Kekakuan Sendi
Pada fraktur kominutif berat, dan setelah operasi kompleks,terdapat
banyak risiko timbulnya kekakuan lutut, resiko ini dicegah dengan
pertama menghindari imobilisasi gips terlalu lama, dan yang kedua2)
mendorong dilakukannya gerakan secepat mungkin.
c. Deformitas
Deformitas varus atau valgus yang tersisa amat sering
ditemukan,baik karena reduksi fraktur yang tak sempurna ataupun
karena pergeseran ulang selama terapi.untungnya deformitas yang
moderate dapat member fungsi yang baik,meskipun pembebanan
32

berlebihan pada satu kompartement secara terus menerus dapat


menyebabkan predisposisi untuk osteoarthritis dikemudian hari.

C. Konsep ORIF
1. Pengertian
Open Reduction Internal Fixation, Apabila diartikan dari masing-masing
kata adalah sebagai berikut; Open berasal dari bahasa Inggris yang
berarti buka, membuka, terbuka (Jamil,1992), Reduction berasal dari
bahasa Inggris yang berarti koreksi patah tulang (Ramali, 1987), Internal
berasal dari bahasa Inggris yang berarti dalam (Ramali, 1987), Fixation
berasal dari bahasa Inggris yang berarti keadaan ditetapkannya dalam
satu kedudukan yang tidak dapat berubah (Ramali, 1987). Jadi dapat
disimpulkan sebagai koreksi patah tulang dengan jalan membuka dan
memasang suatu alat yang dapat membuat fragmen tulang tidak dapat
bergerak.

Reduksi terbuka adalah tindakan reduksi dan melakukan kesejajaran


tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi atau
pemajanan tulang yang patah. Fiksasi interna adalah stabilisasi tulang
yang sudah patah yang telah direduksi dengan skrup, plate, paku dan pin
logam. Maka, dapat ditarik kesimpulan Open Reduksi Internal Fiksasi
(ORIF) adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya
mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang
diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada
fiksasi sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi
penyembuhan (Brunner&Suddart, 2003).

Metode penatalaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan reduksi


terbuka dan fiksasi internal dimana insisi dilakukan pada tempat yang
mengalami cedera dan ditemukan sepanjang bidang anatomik tempat
yang mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan diteliti,
Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen yang telah mati diiringi dari
luka. Fraktur direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
33

normal kembali, sesudah reduksi, fragmen-fragmen tulang dipertahankan


dengan alat – alat ortopedi berupa pin, plate, srew, paku. (Wim de
Jong,m, 2000).

Plate berarti struktur pipih atau lapisan (Dorland,1998). Screw berarti


silinder padat (Dorland,2002). Plate and screw berarti suatu alat untuk
fiksasi internal yang berbentuk struktur pipih yang disertai alat berbentuk
silinder padat untuk memfiksasi daerah yang mengalami perpatahan.
Plate and screw adalah suatu alat untuk menstabilkan patah tulang
panjang yang menggunakan lempeng dan sekrup yang dipasang diluar
tulang.

2. Sejarah Internal Fiksasi

Hampir Plate untuk fiksasi internal patah tulang telah digunakan selama
lebih dari 100 tahun. Plating patah tulang dimulai pada tahun 1895 ketika
pertama kali diperkenalkan Lane Plate logam untuk digunakan dalam
fiksasi internal. Piring Lane akhirnya ditinggalkan karena masalah
dengan korosi.

Selanjutnya, pada tahun 1909 Dibuatlah plate Lambotte yang berbentuk


tipis, bulat, dan meruncing di kedua ujungnya.
34

Pada tahun 1912, Sherman memperkenalkan versi mereka dari plate


fiksasi fraktur internal. Perbaikan dalam perumusan metalurgi dari piring
meningkatkan ketahanan korosi, namun, kedua desain akhirnya
ditinggalkan sebagai akibat dari kekuatan cukup mereka.

Perkembangan penting berikutnya dalam desain fraktur piring dimulai


pada tahun 1948 oleh Eggers. Plate Eggers memiliki dua slot panjang
yang memungkinkan sekrup kepala untuk meluncur dan dengan
demikian mengimbangi resorpsi dari ujung fragmen. Meluasnya
penggunaan piringnya dibatasi oleh kelemahan struktural dan
ketidakstabilan yang dihasilkan dari fiksasi

Danis pada tahun 1949 mengakui perlunya untuk kompresi antara


fragmen fraktur. Dia mencapai tujuan ini dengan menggunakan piring
yang ia sebut coapteur, yang menekan gerak interfragmentary dan
meningkatkan stabilitas fiksasi melalui kompresi interfragmentary
dicapai dengan mengencangkan sekrup sisi.
35

Ini menyebabkan mode penyembuhan yang ia sebut SOUDURE


autogène (pengelasan autogenous), sebuah proses yang sekarang dikenal
sebagai penyembuhan tulang primer.

Pada tahun 1958 Bagby dan Janes menggambarkan piring oval dengan
lubang yang dirancang khusus untuk memberikan kompresi
interfragmentary selama sekrup pengetatan.

Penggunaan tensioner itu akhirnya ditinggalkan demi lubang oval dengan


desain mirip dengan plate Bagby.

Desain baru ini, yang dikenal sebagai piring kompresi dinamis


(DCP), diklaim telah dikembangkan tanpa sepengetahuan penemuan
Bagby dan Jane. Namun pada tahun 1967 Schenk dan
Willenegger, kedua anggota kelompok peneliti Swiss, mengacu kepada
teknik kompresi dianjurkan oleh Bagby dan Janes. Meskipun piring ini
disebut piring kompresi dinamis (DCP) hanya satu kali kompresi statis
bisa diperoleh.

Kompresi plate dinamis (DCP) menggabungkan khusus lubang oval yang


dirancang mirip dengan Bagby dan penemuan Janes untuk kompres
36

fragmen tulang selama sekrup pengetatan. Keuntungan dari DCP


termasuk rendah insiden malunion, fiksasi internal yang stabil, dan tidak
perlu untuk imobilisasi eksternal, sehingga memungkinkan gerakan
segera sendi tetangga. Teknik bedah teliti dan program pengajaran yang
sangat baik lebih memberikan kontribusi terhadap keuntungan dan
keberhasilan dari sistem plating.

Meskipun keuntungan yang jelas, para pengembang dari DCP masih


tampak untuk perbaikan dalam desain. Hal ini mungkin karena
kelemahan tertentu dengan DCP yang termasuk serikat tertunda serta
kegigihan kesenjangan fraktur mikroskopis terdeteksi yang bertindak
sebagai riser stres setelah pengangkatan lempeng. Keropos tulang
kortikal di bawah piring lain adalah kelemahan.

Kelompok Swiss mengembangkan desain plate baru dimaksudkan untuk


mengurangi gangguan piring dengan perfusi kortikal dan dengan
demikian menurunkan porosis kortikal. Desain ini disebut kontak-
dinamis yang terbatas kompresi plate (LC-DCP), yang diklaim dapat
mengurangi tulang-plat kontak dengan sekitar 50%. 

3. Jenis Fiksasi Internal


a. Lag Sekrup
1) Stabilitas dicapai dengan kontak kompresi & tulang
2) Transfer beban terjadi langsung dari fragmen fragmen & tidak
melalui implan
3) Harus ditempatkan tegak lurus terhadap garis fraktur
4) Drilling & penyisipan sekrup lag merangsang pembentukan
tulang di sekitar benang & kekuatan maksimum dicapai pada 6-
8 minggu.
5) Satu sekrup tidak pernah cukup kuat untuk mencapai fiksasi
yang stabil & 2-3 sekrup diperlukan
37

b. Plate
Terdapat enam jenis plate yaitu:
1) Netralisasi plate
a) Lindungi sekrup lag dari bending rotasi, geser.
b) Misalnya. lateral yang maleolus fraktur
2) Kompresi plate
a) Diterapkan pada sisi ketegangan tulang yang dibebani
secara eksentris
b) Lempeng harus overbent untuk menghasilkan kompresi
pada sisi jauh serta dekat korteks
c) Sekrup batin diterapkan pertama
d) Fungsi alur pada LCDCP
e) Meningkatkan sirkulasi darah dengan meminimalkan
piring-tulang kontak
f) Lebih pemerataan kekakuan melalui piring
g) Memungkinkan jembatan tulang kecil di bawah piring
h) Misalnya. melintang atau pendek fraktur radial miring
3) Berbanir plate
a) Secara fisik melindungi korteks tipis mendasari
b) Seringkali untuk patah tulang metaphyseal
c) Misalnya. tibialis dataran tinggi & patah tulang radius distal
4) Bridging plate / plat gelombang
a) Pengobatan patah tulang multifragmented
b) Jembatan segmen kominusi dengan pengurangan langsung
& gangguan minimal terhadap suplai darah
c) Kadang-kadang mungkin Kompresi
d) Misalnya. comminuted ulnaris fraktur
5) Antiglide plate
a) Diamankan di puncak fragmen fraktur miring untuk fisik
blok shortening atau perpindahan
b) Misalnya. Weber B pergelangan kaki patah tulang dengan
plat posterior
38

6) Ketegangan-band plate
a) Sama seperti prinsip TBW dengan aplikasi pada permukaan
tarik tulang yang dibebani secara eksentris & konversi
kekuatan ketegangan kepada pasukan kompresi
b) Misalnya. olecranon plate

c. Intramedulla Nail
Fiksasi fraktur tulang panjang diaphyseal. Jenisnya antara lain :
Reamed vs Unreamed, Silinder vs Slotted, Vs Dikunci unlocked,
Anterograde vs Retrograde. Contoh :
1) Humeri kuku
2) Forsythe kuku
3) Femoralis & tibialis kuku
4) Panjang Gamma kuku
5) Expandable kuku

d. Ketegangan-band Wiring
1) Bergantung pada kompresi oleh komponen dinamis dari beban
fungsional
2) Konversi kekuatan ketegangan kepada pasukan kompresi
3) Memungkinkan beberapa gerakan beban-diinduksi
4) Patela & olecranon patah tulang
(Fernsebner, Billie, 2005)
39

4. Indikasi Fiksasi Internal


a. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi misalnya
fraktur dengan displacement dan tidak stabil.
b. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami
pergeseran setelah dilakukan reduksi, misalnya fraktur pertengahan
batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang
bergeser.
c. Fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh otot, misalnya fraktur
melintang pada patella atau olecranon.
d. Fraktur yang penyatuaannya kurang baik dan perlahan-lahan
terutama pada fraktur leher femur.
e. Fraktur patologi akibat suatu penyakit tulang
f. Fraktur multiple dimana bila fiksasi dini dengan fiksasi internal atau
dengan tujuan untuk mrengurangi resiko komplikasi umum dan
kegagalan berbagai organ sistem tubuh (Philips dan Conteas, 1990).
g. Kondisi fraktur dimana suplay darah pada angggota gerak
tergangggu dan pembuluh-pembuluh darah harus terlindungi
(Dandy, 1990)
40

h. Ditemukan banyak debris, dan fragmen yang merusak jaringan otot


dan jaringan lunak lainnnya.

5. Penentuan Penggunaan Tipe Fiksasi


a. Posisi fraktur
b. Panjang dan bentuk fraktur
c. Ukuran fraktur
d. Tekstur dan kekuatan otot diarea sekitar fraktur (Mc. Rae, 1994).

6. Keuntungan dan Kerugian


a. Keuntungan fiksasi Interna
1) Memberikan kesempatan yang lebih baik untuk reduksi dan
penyambungan tulang (Mc. Ray, 1994)
2) Memberikan kesempatan mobilisasi awal dan latihan yang lebih
cepat
3) Mobilisasi dan latihan yang lebih cepat komplikasi fraktur dapat
diminimalkan bahkan dihilangkan.
4) Pasien dapat pulang kerumah lebih awal dengan catatan pulang
agar pasien tetap melakukan latihan-latihan yang diberiakan
selama dirumah sakit dan menjauhkan larangan-larangan yang
diberikan seperti tidak boleh melkukan pembebanan yang
maksimal pada daerah fraktur.
b. Kerugian Fiksasi Interna
1) Komlikasi infeksi, merupakan penyebab osteotis yang paling
sering ditemukan, hal ini tidak diakibatkan logam yang
digunakan tapi akibat pembedahan yang tidak memenuhi
standart aseptic dan antiseptic.
2) Non union, hal ini lebih sering ditemukan pada tulang lengan
atau tungkai bawah dimana apabila hanya salah satu tulang yang
patah dan tulang yang sebelahnya tetap utuh.
3) Kegagalan implant, diakibatkan implant yang ditananamkan
kropos dan penyatuan tulang yang patah belum terjadi. Apabila
41

ditemukan rasa nyeri yang hebat pada fraktur harus diwaspadai


dan ditangani.
4) Fraktur tulang diakibatkan karena pelepasan implant yang
terlalu cepat, waktu yang paling cepat pelepasan implant
minimal satu tahun dan satu setengah tahun dan yang paling
aman setelah dua tahun setelah masa pelepasan tulang dalam
kondisi lemah diperlukan perawatan dan perlindungan.
(Fernsebner, Billie ;2005)

7. Tehnik Tindakan ORIF


a. Banyak metode yang digunakan tergantung jenis kondisinya fraktur
dan perangkat yang digunakan juga dengan alasan yang sama.
b. Bila menggunakan plate, memungkinkan plate harus dipasang pada
permukaan yang dapat diregangkan yaitu pada sisi tulang yang
cembung.
c. Bila menggunakan paku intermedular digunakan paku yang dapat
dikuncikan dengan sekrup melintang. (Muller dkk, 1991)
42

D. Keperawatan Perioperatif
1. Definisi
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien.

2. Klasifikasi Keperawatan Perioperatif


Perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase
pengalaman pembedahan yaitu : (Arif Muttaqin, Kumalasari, 2009)
a. Pre Operatif
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang
terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.

Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi


persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan
fisiologi (khusus pasien).
1) Persiapan Psikologi
Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi
emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena takut
akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya dan keadaan sosial
ekonomi dari keluarga.

Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase


pra bedah dan dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah
ini penyuluhan yang dapat diberikan kepada pasien pra bedah :
a) Penjelasan tentang peristiwa
(1) Informasi yang dapat membantu pasien dan
keluarganya sebelum operasi :
(2) Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan
persiapan).
(3) Hal-hal yang rutin sebelum operasi.
43

(4) Alat-alat khusus yang diperlukan


(5) Pengiriman ke ruang bedah.
(6) Ruang pemulihan.
b) Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi :
(1) Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.
(2) Perlu kebebasan saluran nafas.
(3) Antisipasi pengobatan.
(4) Bernafas dalam dan latihan batuk
(5) Latihan kaki
(6) Mobilitas
(7) Membantu kenyamanan
c) Persiapan Fisiologi
(1) Diet
8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan
makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak
diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan
anaesthesi umum.
Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal
anasthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang
sering terjadi akibat makan/minum sebelum
pembedahan antara lain :
 Aspirasi pada saat pembedahan
 Mengotori meja operasi.
 Mengganggu jalannya operasi.
(2) Persiapan Perut.
Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan
pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah
periferal. Untuk pembedahan pada saluran pencernaan
dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari
menjelang operasi.
Tujuan dari pemberian lavement antara lain :
 Mencegah cidera kolon
44

 Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada


daerah yang akan dioperasi.
 Mencegah konstipasi.
 Mencegah infeksi.
(3) Persiapan Kulit
Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut.
Pencukuran dilakukan minimal 1 jam sebelum operasi
dan sebaiknya dilakukan di kamar operasi setelah
pasien di anesthesi.
(4) Hasil Pemeriksaan
Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG
dan lain-lain.
(5) Persetujuan Operasi / Informed Consent
Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia.
Persetujuan bisa didapat dari keluarga dekat yaitu
suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga
terdekat.
Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai
wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin
tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan
berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan anggota
keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin.
(6) Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi
(Serah terima dengan perawat OK)
Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi
atau cidera perlu dilakukan hal tersebut di bawah ini :
 Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan
perut (lavement).
 Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
 Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
 Lepas perhiasan
 Bersihkan cat kuku.
45

 Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.


 Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
 Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien
kurang atau ada gangguan pendengaran.
 Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien
yang beresiko terhadap tromboplebitis.
 Kandung kencing harus sudah kosong
 Pemberian Obat profilaksis
 Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus
dicek meliputi : catatan tentang persiapan kulit,
tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN),
pemberian premedikasi, pengobatan rutin, data
antropometri (BB, TB), informed consent,
pemeriksan laboratorium

(7) Pengkajian Keperawatan Pra Bedah


Data Subyektif
 Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
Misalnya: tempat, bentuk operasi yang harus
dilakukan, informasi dari ahli bedah lamanya
dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di
bedah, kegiatan rutin sebelum operasi, kegiatan
rutin sesudah operasi, pemeriksaan-pemeriksaan
sebelum operasi.
 Bentuk, sifat, roentgen
 Status Fisiologi
 Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
 Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
 Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan,
cairan) mual, anoreksia.
46

 Motorik : kesukaran ambulatori, gerakan tangan


dan kaki, arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu
(penggantian sendi, fusi spinal).
 Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
 Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak
nyaman
Data Obyektif
 Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan
topik tentang perasaan (cemas), kemampuan
berbahasa Inggris.
 Tingkat interaksi dengan orang lain.
 Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah,
mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).
 Tinggi dan berat badan.
 Tanda vital
Tekanan darah, nadi, respiratory, suhu.
 Sistem integumentum
Pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area
badan.
 Sistem Kardiovaskuler
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi
apakah pasien menderita penyakit jantung,
kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi,
kebiasaan merokok, minum alcohol, oedema, irama
dan frekuensi jantung, pucat.
 Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur, batuk secara tiba-
tiba di kamar operasi.
 Sistem gastrointestinal
Apakah pasien diare atau tidak.
 Sistem reproduksi
Apakah pasien wanita mengalami menstruasi
47

 Sistem saraf
Kesadaran (composmentis, somnolen, apatis,
stupor, koma), pemeriksaan neurologi fisiologis
dan patologis.
 Penginderaan
Kemampuan penglihatan dan pendengaran.
 Kulit
Turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
 Mulut
Gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
 Thorak
Bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada,
kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi
jantung (garis dasar untuk perbandingan pada
pasca bedah).
 Ekstremitas
Kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi
perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
 Kemampuan motorik
Adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak
di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.

Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul


 Takut
 Cemas
 Resiko infeksi
 Resiko injury

b. Intra Operatif
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang
pemulihan. Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di
48

bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari


anggota steril dan tidak steril :
1) Anggota steril
a) Ahli bedah utama / operator
b) Asisten ahli bedah.
c) Scrub Nurse / Perawat Instrumen
2) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
a) Ahli atau pelaksana anaesthesi.
b) Perawat sirkulasi
c) Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat
pemantau yang rumit).

Dalam pelaksanaan operasi ada beberapa prinsip tindakan


keperawatan yang harus dilakukan yaitu :
1) Persiapan Psikologis Pasien
2) Pengaturan Posisi
a) Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman
pasien dan keadaan psikologis pasien.
b) Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan
posisi pasien adalah :
(1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
(2) Umur dan ukuran tubuh pasien.
(3) Tipe anaesthesia yang digunakan.
(4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada
pergerakan (arthritis).
c) Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
(1) Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
(2) Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang
akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.
(3) Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk
yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf,
49

otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf


dan jaringan.
(4) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap
adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
(5) Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu,
karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan
sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya thrombus.
(6) Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja
operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan
menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
(7) Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot
pasien.
(8) Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan
atau di lengan.
(9) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua
ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar
lutut tidak mengalami dislokasi.

3) Pengkajian psikososial
a) Membersihkan dan menyiapkan kulit.
b) Penutupan daerah steril
c) Mempertahankan surgical asepsis
d) Menjaga suhu tubuh pasien dari kehilangan panas tubuh
e) Monitor dari malignant hyperthermia
f) Penutupan luka pembedahan
g) Perawatan drainase
h) Pemindahan pasien ke ruang pemulihan, ICU atau PACU.

4) Pengkajian fisik
a) Tanda-tanda vital
Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien
maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan
tersebut kepada ahli bedah.
50

b) Transfusi
Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir
habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya
aliran transfusi.
c) Infus
Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir
habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi
jalannya aliran infuse.
d) Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam.
c. Post Operasi
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang
pemulihan. Dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi
diruang pemulihan :
1) Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada
pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan
anaesthesi regional posisi semi fowler.
2) Pasang pengaman pada tempat tidur.
3) Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4) Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5) Beri O2 2,3 liter sesuai program.
6) Observasi adanya muntah.
7) Catat intake dan out put cairan.
Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan
terjadinya situasi krisis
a) Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH,
diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
b) HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
c) Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
d) Meningkatnya kegelisahan pasien
51

e) Tidak BAK + 8 jam post operasi.


Pengeluaran dari ruang pemulihan / recovery room, kriteria
umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
(1) Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
(2) Tanda-tanda vital harus stabil.
(3) Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
(4) Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
(5) Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran
pasien telah sempurna.
(6) Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam).
Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.
(7) Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal
masing-masing.
(8) Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan
harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh
seorang perawat khusus yang bertugas pada unit
dimana pasien akan dipindahkan.
(9) Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu
diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien
tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa
pasien ke ruangan antara lain : keadaan penderita serta
order dokter, usahakan pasien jangan sampai
kedinginan, dan kepala pasien sedapat mungkin harus
dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-
waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada
perubahan sewaktu-waktu terlihat.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra
operatif, post operatif : (Doenges M.E, 1999)
a. Diagnosa keperawatan Pre operatif
52

1) Resiko tinggi injury berhubungan dengan transfer + transport


pasien ke branchart / meja operasi
Hasil yang diharapkan : tidak terjadi injury pada pasien
No Intervensi Rasional
1. Bantu pasien untuk berpindah Menjaga pasien supaya tidak jatuh
dari branchart / kursi roda ke
meja operasi
2. Angkat pasien dari branchart Memberikan keamanan kepada
ke meja operasi dengan 3 pasien
orang
3. Dorong pasien ke ruang Memberikan keamanan kepada
tindakan (ruang OK) dengan pasien
hati-hati

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
Hasil yang diharapkan : adanya saling pengertian tentang
prosedur pembedahan dan penanganannya, berpartisipasi dalam
program pengobatan,melakukan gaya hidup yang perlu
No Intervensi Rasional
1. Dorong pasien untuk Pasien mampu berkomunikasi
mengekspresikan perasaan, dengan orang lain
khususnya mengenai pikiran,
perasaan, pandangan dirinya
2. Dorong pasien untuk bertanya Memberikan keyakinan kepada
mengenai masalah, pasien tentang penyakitmya
penanganan, perkembangan
dan prognosa kesehatan
3. Berikan informasi yang dapat Membina hubungan saling percaya
dipercaya dan diperkuat
dengan informasi yang telah
diberikan
4. Jelaskan tujuan dan persiapan Memberikan informasi untuk
untuk diagnostic penatalaksanaan diagnostik
selanjutnya
53

3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


tindakan operasi
Hasil yang diharapkan : pasien melaporkan takut dan ansietas
menurun sampai tingkat dapat ditangani
No Intervensi Rasional
1. Tinjau ulang keadaan penyakit Memberikan pengetahuan pada
dan harapan masa depan pasien yang dapat memilih
berdasarkan informasi
2. Observasi tingkah laku yang Ansietas ringan dapat ditunjukkan
menunjukkan tingkat ansietas dengan peka rangsang dan
insomnia. Ansietas berat yang
berkembang ke dalam keadaan
panik dapat menimbulkan perasaan
ternacam dan teror
3. Berikan lingkungan perhatian, Penerimaan dan motivasi dari orang
keterbukaan dan penerimaan terdekat memberikan poin penuh
privasi untuk pasien atau orang untuk menjalani kehidupan
terdekat, anjurkan bahwa orang selanjutnya yang lebih baik
terdekat ada kapanpun saat
diinginkan

b. Diagnosa Keperawatan Intra Operatif


1) Resiko tinggi terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan,
perdarahan dan spasme laryngeal
Hasil yang diharapkan : mempertahankan jalan nafas pasien
dengan mencegah aspirasi

No Intervensi (kolaborasi dengan Rasional


tim anesthesi)
1. Pantau frekuensi pernafasan, Pernafasan secara normal, kadang-
kedalaman dan kerja nafas kadang cepat, tetapi
berkembangnya distress pada
54

pernafasan merupakan indikasi


kompresi trakea karena edema atau
perdarahan
2. Auskultasi suara nafas, catat Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara ronchi adanya suara ronchi. Ronchi
merupakan indikasi adanya
obstruksi spasme laringeal yang
membutuhkan evaluasi dan
intervensi segera
3. Kaji adanya dispneu, stridor Indikator obstruksi trakhea atau
dan sianosis, perhatikan spasme laring yang membutuhkan
kualitas suara evaluasi dan intervensi segera
4. Pertahankan alat intubasi di Terkenanya jalan nafas dapat
dekat pasien menciptakan suasana yang
mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan darurat
5. Pantau perubahan tanda-tanda Bermanfaat dalam mengevaluasi
vital, terutama peningkatan nyeri, menentukan pilihan
nadi dan penurunan tekanan intervensi, menentukan efektivitas
dara, atau pernafasan cepat dan terapi
dalam

2) Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan


perdarahan
Hasil yang diharapkan : mempertahankan keseimbangan cairan,
adekuat yang dibuktikan dengan tanda vital stabil, nadi perifer
normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab
No Intervensi Rasional
1. Awasi pemasukan dan Membandingkan keluaran aktual
pengeluaran dan yang diantisipasi membantu
dalam evaluasi stasis atau
kerusakan ginjal
2. Awasi tanda vital, evaluasi Sebagai indikator hidrasi atau
nadi, pengisian kapiler, turgor volume sirkulasi dan kebutuhan
55

kulit,dan membran mukosa intervensi


3. Berikan cairan IV Untuk mempertahankan volume
sirkulasi
4. Ukur dan timbang berat badan Memberikan perkiraan kebutuhan
akan penggantian volume cairan
dan keefektifan pengobatan
5. Periksa adanya perubahan Dehidrasi berat menurunkan cairan
dalam status mental dan jantung dan perfusi jaringan
sensori terutama jaringan otak

3) Potensial injury (ketinggalan instrumen, kasa dan injury kulit)


berhubungan dengan tindakan operasi, pemasangan arde yang
tidak kuat
Hasil yang diharapkan : Injury tidak terjadi
No Intervensi Rasional
1. Pertahankan keadaan asepsis Untuk mempertahankan keadaan
selama pembedahan asepsis selama operasi berlangsung

2. Mengatur posisi yang sesuai Posisi yang sesuai diperlukan


untuk pasien untuk memudahkan pembedahan
dan untuk menjamin keamanan
fisiologis pasien, posisi yang
diberkan pada saat pembedahan
disesuaikan dengan kondisi pasien
3. Bantu penutupan luka operasi Untuk mencegah kontaminasi luka,
mengabsorbsi drainage, dan
membantu penutupan insisi, jika
penyembuhan luka terjadi tanpa
komplikasi, jahitan bisa dibuka
biasanya setelah 7 sampai 10 hari
tergantung letak lukanya
4. Monitor terjadinya hipothermi Monitoring kejadian hipothermi
malignan malignan diperlukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi
berupa kerusakan sistem sarafpusat
56

atau bahkan kematian. Monitoring


secara kontinu diperlukan untuk
menentukan tindakan pencegahan
dan penanganan sedini mungkin
sehingga tidak menimbulkan
komplikasi yang dapat merugikan
pasien

c. Diagnosa Keperawatan Post Operatif


1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan
bedah terhadap jaringan atau otot dan pasca operasi
Hasil yang diharapkan : melaporkan nyeri hilang atau terkontrol,
menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan
mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi
No Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri Mencegah hiper ekstensi leher dan
baik verbal maupun non melindungi integritas garis jahitan
verbal, catat lokasi, intensitas
(skala 0-10) dan lamanya
2. Letakkan pasien dalam Membantu untuk memfokuskan
posisisemi fowler dan sokong kembali perhatian dan membantu
kepala atau leher dengan bantal pasien untuk mengatasi nyeri atau
pasir atau bantal kecil rasa tidak nyaman secara lebih
efektif
3. Anjurkan pasien untuk Menurunkan nyeri dan rasa tidak
menggunakan tehnik relaksasi, nyama, meningkatkan istirahat
seperti imajinasi, musik yang
lembut, relaksasi progresif
4. Kolaborasi dengan tim medis Analgesik menurunkan rasa nyeri
dalam pemberian obat pasien
analgesic

2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter


dan trauma jaringan
57

Hasil yang diharapkan : pasien mencapai waktu penyembuhan


dan tidak mengalami infeksi
No Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital Pasien yang mengalami perubahan
tanda vital beresiko untuk syok
bedah atau septik sehubungan
dengan manipulasi atau
instrumentasi
2. Observasi dan drainage luka Adanya drain dapat meningkatkan
resiko infeksi yang diindikasikan
dengan eritema dan drainage
purulen
3. Pantau suhu tubuh dan Mencegah terjadinya infeksi
frekuensi nadi, perubahan jenis
drainage luka, atau
peningkatan area kemerahan
dan nyeri tekan di sekitar
tempat operasi
4. Kolaborasi dengan tim medis Antibiotik mencegah terjadinya inf
dalam pemberian antibiotic eksi luka pada pasien
E. Konsep Kamar Bedah
1. Pengertian
Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk
melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun emergency, yang
membutuhkan keadaan suci hama (steril). Kamar bedah adalah ruang
dimana dilakukan tindakan tindakan sehubungan dengan pembedahan.
Ruangan ini merupakan ruangan terbatas/ ketat, (HIPKABI : 2010)

Ruang operasi adalah suatu lingkungan yang terkendali, dan semua


praktek yang berkaitan dengan pengendalian lingkungan difokuskan pada
hasil akhir, tidak adanya infeksi pasca operasi. Banyak faktor yang
mempengaruhi infeksi luka antara lain lama pembedahan, teknik ahli
bedah, adanya organisme penginfeksi, dan pertahanan penjamu. Aktivitas
keperawatan mungkin tidak dapat mengeliminasi atau mengontrol semua
58

faktor yang berperan dalam infeksi, tetapi tindakan keperawatan dapat


mengontrol banyaknya aspek lingkungan serta jumlah dan jenis
organisme yang ada selama pembedahan.

2. Sejarah Kamar Operasi


Perkembangan operasi terjadi di berbagai daerah pada waktu yang
berbeda, di China, India, Amerika Selatan, Mesopotamia, Persia, Arab
dan akhirnya Eropa. Para ahli bedah awal baik imam, penyihir, dokter
atau tukang cukur, pedagang yang memahami anatomi dan merasa
nyaman dengan praktik umum amputasi dan trephination. Trephination
mungkin yang tertua dari operasi yang kita ketahui. Karena melibatkan
pemotongan atau grinding lubang di tengkorak, sisa-sisa yang berlimpah,
seperti tulang tengkorak manusia telah berlangsung selama sebanyak
12.000 tahun yang utuh. Neolitik bukti trephination telah ditemukan di
peradaban yang berbeda, mulai dari pra-Inca di Amerika Selatan (2000
SM), ke Eropa awal di Perancis (5100 SM), untuk orang Mesir
memperluas kembali sejauh 8000 SM. Praktek mungkin awalnya
dilakukan untuk alasan spiritual dan magis, dan dilakukan oleh raja-raja,
imam, penyihir dan dokter.

Kemudian digunakan untuk meredakan tekanan untuk cedera kepala,


kejang dan gangguan mental seperti psikosis. Selama masa ini, praktisi
yang paling umum adalah ahli bedah medan perang, yang memindahkan
panah, perban diterapkan, amputasi dilakukan dan dibagikan berharap
kasar untuk kedua terluka dan mereka yang terus melawan. Dia, di kali,
sangat dihargai baik oleh laki-laki dan petugas mereka. Seorang ahli
bedah “yang tahu bagaimana untuk memotong panah dan meringankan
pedih dari Iuka oleh unguents menenangkan adalah tentara lebih banyak
nilai dari pahlawan Iainnya." 'Dokter’ Kata itu mungkin diciptakan oleh
Homer. Nama berasal dari dialek Ionia diucapkan di koloni-koloni
Yunani dari Aegea timur berarti "Extractor anak panah."

Dahulu prosedur operasi tidak selalu dilakukan dalam lingkungan khusus


rumah sakit, ahli bedah melakukan kunjungan rumah kalau dipanggil
59

untuk memeriksa pasien. Di awal tahun 1900an, perawat kamar operasi


diminta untuk menyiapkan kamar atau ruangan yang sesuai yaitu ruangan
dengan lalu lintas yang minimal dan sedikit suara untuk prosedur operasi.
Biasanya ruang makan, Tapi kadang juga dapur. Segalanya dikeluarkan
dari kamar, terutama karpet, gantungan, gambar dan juga mebel. Kamar
operasi diasapi dengan sulfur dioksida selama 12 jam dan jika sudah
waktunya mau dipakai. Ini dilakukan dengan membakar 3 pon sulfur di
periuk terbuat dari besi untuk tiap-tiap 1000 kaki kubik ruangan. Jendela
dan pintu ditutup serapat mungkin. Ketika pengasapan telah selesai,
tembok dan permukaan disikat dengan karbol 5% atau larutan soda
panas. Von Esmarch menggambarkan pembersihan dinding meliputi
proses penggosokan permukaan dengan roti halus, dia mendasarkan
tindakan ini pada eksperimen pxibadi. Jika waktu tidak cukup untuk
dilakukan proses pengasapan/penyikatan, ruangan sehausnya telah
dipenuhi dengan uap dan ceret linen dan handuk yang akan dipakai
direbus selama 5 menit di larutan soda untuk digunakan sebagai spon,
kompor dan oven berguna sebagai alat sterilisasi. Batu bata tetap di oven
untuk digunakan sebagai alat penghangat bagi pasien anak yang
kedinginan. Meja dapur atau ruang makan telah dialasi untuk digunakan
sebagai meja operasi dan ditempatkan di bawah tempat lilin, dengan
kepala mengarah ke jendela. Untuk kerahasiaan, kerta tisue yang
berwarna putih digunakan di dekat jendela dengan memakai adonan
tepung. Banyak ahli bedah mempunyai lampu portable untuk digunakan
di dalam rumah yang mempunyai listrik. Ini sangat berguna di malam
hari. Sprei tempat tidur putih dipaku ke semua pojok sebagai lapisan
pelindung, lingkungan fisik sangat penting untuk ahli bedah. Suhu kamar
harus dijaga pada suhu 75 - 80° fahrenheit dan tambahan alat untuk
menghangatkan ruangan, seperti selimut hangat, botol air panas, dan batu
bata hangat dibungkus dengan kain flanel.

Disamping menyiapkan lingkungan, perawat kamar operasi diharuskan


mempunyai 10 galon air steril yang panas yang siap untuk digunakan.
Termasuk tugas perawat yaitu menyiapkan larutan garam steril dengan
60

mendidihkan sebuah wadah besar yang berisi air dan menambahkan 2


sendok teh garam meja. Campuran direbus selama 30 menit, kemudian
disaring dengan menggunakan kapas yang sudah diapanggang sampai
berwarna kecoklatan ke dalam botol steril. Gabus dipergunakan untuk
menutup lubang. Terutama bila larutan disimpan untuk penggunaan yang
akan datang, botol yang telah direbus selama 20 menit selama 3 hari
berurutan, ini dipercaya untuk tumbuhnya spora. Sebagai kesimpulan
dari prosedur pembedahan bahwa perawat kamar operasi diperlukan
untuk membongkar, mendidihkan, mengeringkan dan mengepak
instrumen ahil bedah ke dalam tasnya. Ruangan dikembalikan pada
keadaan semula dengan melepas atau membuang lembaran-lembaran dari
dinding dan mengeluarkannya utuk dicuci dan mengembalikannya.
Akhirnya perawat kamar operasi meninggalkan ruangan, keadaannya
seperti waktu dia mau menggunakannya.
61

Kondisi Operasi Masa Lampau

Kamar Operasi Masa Lampau

3. Pembagian Daerah Sekitar Kamar Operasi


a. Daerah Publik
Yaitu daerah yang boleh dimasuki oleh semua orang tanpa syarat
khusus. Pada daerah ini bila petugas dan pasien masuk tidak perlu
mengganti pakaian. Ini merupakan juga daerah peralihan dari luar
kekamar bedah. Yang termaksud daerah ini adalah ruang tunggu
62

pasien, ruang tata usaha, ruang kepala kamar bedah, ruang rapat,
ruang ganti baju, ruang istirahat, gudang, kamar mandi dan WC.
b. Daerah Semi Publik
Yaitu daerah yang bisa dimasuki  oleh orang-orang tertentu saja,
yaitu petugas. Dan biasanya diberi tulisan DILARANG MASUK
SELAIN PETUGAS. Daerah penghubung antara kamar bebas
dengan kamar bedah. Setiap orang yang masuk ke dalam daerah ini
wajib memakai pakaian khusus di kamar bedah, topi dan masker.
Demikian pula dengan pasien. Pasien yang masuk ke dalam daerah
semi terbatas dipakaikan pakaian busana rumah sakit dengan
penutup rambut. Pasien tidak perlu mengenakan masker (kecuali
sedang diterapkan kewaspadaan pernafasan untuk penyakit
pernafasan yang menular). Yang termaksud daerah ini antara lain
ruang persiapan premedikasi, ruang koridor, ruang pulih, ruang
penyimpanan alat steril, ruang pencucian alat bekas pakai, ruang
sterilisasi, depo farmasi, dan ruang pembuangan limbah operasi.
c. Daerah Aseptik
Yaitu daerah kamar bedah sendiri yang hanya bisa dimasuki oleh
orang yang langsung ada hubungan dengan kegiatan pembedahan.
Umumnya daerah yang harus dijaga kesucihamaannya. Daerah
aseptik dibagimenjadi 3 bagian, yaitu:
1) Daerah Aseptik 0 : Yaitu lapangan operasi, daerah tempat
dilakukannya pembedahan.
2) Daerah aseptik 1 : Yaitu daerah memakai gaun operasi, tempat
duk/kain steril, tempat instrument dan tempat perawat
instrument mengatur dan mempersiapkan alat.(area 1 meter dari
aseptic 0)
3) Daerah aseptik 2 ;Yaitu tempat mencuci tangan, koridor
penderita masuk, daerah sekitar ahli anesthesia dan daerah
operasi.

4. Persyaratan Kamar Bedah


63

Kamar operasi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :


a. Bentuk
Lingkungan operasi dirancang sedemikian sehingga pembersihan
mudah dilakukan. Sudut dinding tidak boleh tajam. Lantai, langit-
langit dan dinding harus melengkung dan harus terbuat dari bahan
yang keras, tidak berpori dan tahan terhadap air, kedap air, tidak
mudah kotor dan tidak mempunyai sambungan atau retakan tempat
kotoran mungkin terperangkap. Tidak memantulkan cahaya dan
berwarna terang. Dinding kamar bedah terbaik terbuat dari porselen
atau vinyl setinggi langit-langit atau dicat dengan cat tembok yang
mengandung wether shiel. Idealnya lantainya kamar bedah harus dari
bahan yang kuat, tidak mudah menghantarkan listrik, kedap air
mudah dibersihkan dan juga berwarna terang.
b. Ukuran
Ukuran kamar bedah bermacam-macam tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit. Tetapi di anjurkan, minimal 29,1-37,16 meter
persegi (5,6 m x 5,6 m) maksimal 56-60 meter persegi (7,2 m x 7,8
m), besar kecilnya kamar bedah tergantung dari penggunaannya.
Untuk tinggi kamar bedah dianjurkan 3,5 m, minimal 2,5 m dan
maksimal 3,65 m. Lebar pintu minimal 1,2 m dan tinggi pintu
minimal 2,1 m. Ini berhubungan dengan penempatan peralatan
anastesi, lampu operasi dan kemudahan untuk membersihkan.
c. Pintu
Pintu masuk dan keluar untuk pasien dan petugas berbeda. Setiap
pintu kamar bedah harus ada kaca tembus pandang sehingga orang
dari luar bisa melihat keadaan didalam tanpa harus masuk.
d. Sistem Ventilasi
Aliran udara dirancang sedemikian rupa sehingga udara bersih yang
masuk dari ventilasi di langit-langit dekat dengan pusat ruangan dan
keluar dekat dengan lantai diperifer. Udara ini mengangkut partikel-
partikel kebawah dan menjauhi lapangan operasi, kelembapan udara
55%. Suhu diruangan harus dipertahankan antara 22-24 derajat
64

celcius, bakteri tumbuh subur pada suhu mendekati suhu tubuh


normal 37 derajat celcius, dan dirasakan bahwa penetapan suhu
ruangan yang lebih rendah dapat membantu menghambat
pertumbuhan bakteri. Rentang suhu yang dianjurkan adalah suhu
yang dapat ditolerir oleh sebagian besar pasien dan nyaman bagi
petugas. Pasien tertentu misalnya bayi dan anak-anak serta luka
bakar memerlukan lingkungan yang hangat untuk mencegah
hipotermia. Kelembapan harus dijaga antara 50% - 55%.
Kelembapan dikendalikan untuk menghasilkan lingkunngan yang
nyaman bagi petugas dan mengatur tingkat kelembapan di bawah
kadar kondusif untuk perkembangan bakteri (66%).
e. Sistem Penerangan
Lampu penerangan didalam kamar bedah harus memakai lampu pijar
putih dan mudah dibersihkan. Lampu operasi yang terdiri dari
beberapa lampu arah dan fokusnya dapat diatur, tidak menimbulkan
panas, cahaya terang dan tidak menyilaukan. Pencahayaan antara
300-500 lux, pada meja operasi 10.000-20.000 lux.
f. Sistem Gas Medis
Pemasangan gas medis sebaiknya secara sentral dengan sistem pipa,
untuk mencegah bahaya penimbunan gas berlebihan dikamar operasi
bila terjadi kebocoran dari tabung gas. Pipa gas harus dibedakan
dengan warna lain disertai petunjuk untuk membedakan gas nitrogen
oksida dan oksigen.
g. Sistem Listrik
Sebaiknya tersedia 2 macam voltase (110 Volt dan 220 Volt). Stop
kontak harus aman dipasang pada ketinggian minimal 1,4 m dari
lantai.
h. Sistem Komunikasi
Sistem komunikasi di kamar sangat vital, komunikasi tiap ruangan
menggunakan telepon paralel.
i. Peralatan
65

Semua peralatan harus mobile, terbuat dari stenleessteel. Standart


peralatan yang harus ada, antara lain meja operasi, pesawat anastesi,
lampu operasi yang tergantung tetap diatasmeja operasi, monitor
EKG, alat diatermi, suction pump, standart infuse, baskom untuk
tempat alat kotor dan standartnya, tempat alat tenun kotor beroda,
tempat kain kassa kotor beroda, pila ginjal, meja tulis, 2 kursi bundar
beroda, alat komunikasi intercom, jam dinding dan lampu penerang.

j. Pembagian area
Batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat, dan
ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat
ruangan kepada perawat kamar operasi.
k. Penentuan Jumlah Kamar Operasi
Setiap rumah sakit merancang kamar operasi disesuaikan dengan
bentuk dan lahan yang tersedia,sehingga dikatakan bahwa rancang
bangun kamar operasi setiap rumah sakit berbeda, tergantung
daribesar atau tipe rumah sakit tersebut. Makin besar rumah sakit
tentu membutuhkan jumlah dan luas kamar bedah yang lebih besar.
Jumlahkamar operasi tergantung dari berbagai hal yaitu:
1) Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan.
2) Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta
subspesialisasi bersama fasilitas penunjang.
3) Pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera.
4) Jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar operasi baik jam per
hari maupun perminggu.
5) Sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas
dan penyediaan peralatan.

l. Komunikasi
Sistem komunikasi di kamar bedah sangat vital, komunikasi tiap
ruangan menggunakan telepon parallel.
66

Pencegahan dan pengendalian pada prinsipnya adalah mengandung unsur


melakukan eliminasi agen dan reservoir, menghambat penularan infeksi,
dan melindungi host dari infeksi. Kamar operasi yang kurang terjaga ke-
aseptisannya akan berdampak pada infeksi luka operasi pada pasien yang
biasa diketahui pasca operasi. Penerapan teknik aseptic diharapkan dapat
menghindarkan pasien dari infeksi luka opersai. Dengan demikian saat
pasca operasi, hari rawat inap menjadi lebih pendek. Pemendekan hari
rawat inap bisa memangkas biaya perawatan pasien. Dan hasil operasi
yang baik akan menghindarkan rumah sakit dari tuntutan hukum akibat
ketidakpuasan pasien dan keluarganya. Pengendalian meliputi faktor-
faktor sumber daya manusia, sarana dan lingkungan. Para pengguna
kamar operasi haruslah SDM yang taat pada prosedur standart operasi
dan terampil. Perawat dalam hal ini adalah mitra kerja dokter, bukan
pembantu dokter. Dokter dengan dibantu perawat harus biasa
melaksanakan pembedahan secara cepat dan atraumatik. Jumlah petugas
yang berada dikamar operasi saat durate operasi tidak boleh terlalu
crowded. Cukup 2 orang ahli anastesi yang terdiri dari dokter anastesi
dan perawat anastesi, 3 orang ahli bedah yang terdiri dari operator,
asisten I dan asisten II, instrumentator dan omloop yang merupakan
perawat kamar bedah. Gedung dan ruangan bedah harus dirancang secara
khusus yang merupakan ruang tertutup dengan sirkulasi udara yang
bersih dan tidak berhubungan dengan udara luar. Ruangan harus lengkap
dengan pembagian areal yang sistematis menurut arus penderita dan
petugas. Gedung bedah juga harus memiliki kualitas yang baik sehingga
tahan lama. Permukaan dinding gedung haruslah mudah dibersihkan
sehingga kebersihan dan keaseptikan ruangan dapat terjaga.

Daerah aseptik 2 ditempati oleh orang-orang yang tidak langsung kontak


ke lapangan operasi (ahli anastesi dan omloop). Daerah aseptik 2 ini
digunakan untuk meletakkan alat-alat anastesi dan alat-alat roentgen bila
ada. Daerah aseptik 1 digunakan untuk meletakkan kassa, kain steril,
verban dan alat-alat bedah. Jaringan yang dibuang juga ditempatkan
67

didaerah itu. Orang-orang yang berhubungan dengan pembedahan yaitu


ahli bedah, perawat instrumentator berada didaerah aseptik 0.

Alat dan bahan yang habis dipakai harus selalu disimpan dalam keadaan
steril dan alur masuk dan keluar yang berbeda. Petugas yang masuk
kamar operasi berganti pakaian yang bersih dikamar ganti dulu.
Kemudian menuju kamarsemi public dan baru masuk ruang aseptik.
Untuk keluar juga harus demikian, baju untuk digunakan dalam kamar
operasi tidak boleh dipakai diluar.

Demikian pula dengan alur penderita, penderita yang akan masuk kamar
operasi harus transit dulu diruang transisi. Kemudian baru masuk ruang
preoperasi, setelah selesai dipreoperasi, pasien dimasukkan ke kamar
operasi. Pasca operasi pasien dibawa ke recovery room hingga
kesadarannya pulih.

Alur alat-alat steril mulai dari suplai masuk melalui pintu masuk dan
disimpan didepo (ruang pembagian alat). Setelah digunakan dikamar
operasi, alat dan instrument steril diletakkan ditempat pengumpulan
pembuangan dan selanjutnya disterilisasi di CSSD.

Untuk menjaga kebersihan dan kesterilan kamar operasi, pengendalian


lingkungan harus sesuai prosedur. Pintu kamar operasi harus selalu
tertutup. Ventilasi kamar operasi diatur searah. Udara bersih mengalir
dari atas dan dikeluarkan kebawah. Pergantian udara sebanyak 25x
volume ruangan per jam, 3 diantaranya adalah “fres air” . Kamar operasi
diatur dengan tekanan positif. Suhu tidak boleh lebih dari 24 Derajat
Celcius. Jika lebih dari itu, kulit pasien yang ditutup dengan handuk steril
akan cenderung berkeringat sehingga memungkinkan peningkatan
jumlah kuman dalam pori-pori kulit. Kelembapan udara ruangan tidak
boleh lebih dari 50%, karena jika lebih jamur akan mudah tumbuh. Alat
operasi dilakukan pencucian (cleaning dekontaminasi) – sterilisasi.
Pembersihan kamar operasi dilakukan saat antara 2 operasi. Setiap hari
kamar operasi harus selalu dibersihkan, walau tidak terpakai.
68

Pembersihan besar dilakukan 1 minggu sekali. Urutan pembersihan


dimulai dari tempat yang bersih baru menuju tempat yang kotor.
Pemisahan barang terkontaminasi dengan barang infeksius dan diberi
tanda.

5. Tata tertib Kamar Operasi


a. Wajib pakai baju khusus
b. Tahu pembagian area
c. Melaksanakan jadwal operasi
d. Perubahan jadwal operasi harus disetujui oleh ahli bedah dan
perawat kepala
e. Pembatalan operasi dijelaskan ahli bedah kepada pasien atau
keluarga
f. Petugas bekerja sesuai urutan tugas
g. Memberikan askep perioperatif
h. Melakukan pemeliharaan alat
i. Mendokumentasikan semua tindakan
j. Wajib menjamin semua kerahasiaan informasi
k. Berbicara seperlunya
l. Anastesi menjelaskan efek pembiusan

6. Penatalaksanaan atau Tata Cara Kerja


Penatalaksanaan atau cara kerja perawat instrument merupakan tindakan
yang dilakukan perawat instrument yang dilakukan sebelum, selama dan
sesudah operasi dilingkungan kamar operasi. Tugas dan tanggungjawab
yang dilakukannya adalah menyiapkan ruangan, pasien, personel maupun
alat instrument maupun bahan kebutuhan operasi lainnya.
a. Persiapan Kamar Operasi
Sesaat sebelum operasi, perawat melakukan pengecekan terhadap
kebersihan lingkungan, garis dalam keadaan aseptic. Sterilisasi
ruangan biasa dilakukan dengan menggunkan sinar ultraviolet dan
69

sinar elektron. Memantau kelayakan mesin suction, mesin diatermi,


lampu operasi, meja operasi, serta persiapan alat dan bahan diruang
cuci tangan.
b. Persiapan Alat dan Bahan Kebutuhan Operasi
Perawat kamar operasi menyiapkan alat instrument set mulai dari
instrument dasar sampai instrument tambahan sesuai macam dan
jenis operasi yang akan dilakuka. Selain itu perawat juga harus
bertanggung jawab menyiapkan tromoil alat tenun, sarung tangan,
kotak benang, tromol kassa, deppers dan instrument yang akan
digunakan. Menyiapkan meja besar dan meja mayo, meja dialasi
dengan perlak sebelum ditutupi dengan duk steril atau alas meja.
Menyiapkan waskom, bengkok dan antiseptik klem dalam keadaan
steril, couter dan selang suction dalam keadaan steril,menyiapkan
ember tempat tenun kotor dan sampah, menyiapkan kotak tempat
sikat cuci tangan desinfeksi untuk pasien dan menutup barang yang
steril.

Sesaat sebelum operasi perawat meneliti dan menghitung jumlah alat


dan bahan yang akan digunakan dan mengatur instrument di meja
mayo. Selama berlangsung pembedahan, perawat instrument tetap
melakukan pemeliharaan dan perawatan instrument, serta memantau
instrument atau bahan yang digunakan. Begitu pula sesaat, sebelum
penjahitan luka operasi dan sesaat sesudah operasi, perawat
instrument mengecek kelengkapan alat dan bahan yang digunakan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya corpus alienum atau
tertinggalnya alat dan bahan didalam anggota tubuh pasien yang
dioperasi.
c. Persiapan Pasien
Sesaat setelah pasien datang di ruang operasi, kemudian dipindahkan
ke brandcard dan mengganti baju khusus ruang operasi, pengecekan
status (Informed Consent), pengecekan persiapan fisik, mengecek
dan mencatat obat-obat yang dibawa. Tidak boleh memakai lipstick,
kutek, perhiasan dan gigi palsu. Setelah pasien dipindahkan ke meja
70

operasi dan sebelum dilakukan anastesi, agar tidak jatuh dilakukan


pengaturan, perubahan posisi tubuh, dilakukan sesuai dengan macam
tindakan operasi yang akan dilakukan. Desinfeksi lapangan operasi
dan drapping dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau
infeksi pada luka operasi. Setelah penjahitan luka operasi, perawat
instrument segera melakukan perawatan luka secara aseptik.
d. Persiapan Tim Bedah
Persiapan tim bedah yang dimaksud adalah operator, asisten I,
asisten II, perawat instrumen yang terlibat langsung dalam area 0,
harus mencuci tangan secara steril dan memakai gaun operasi serta
sarung tangan steril. Begitu juga setelah tindakan operasi harus
mencuci tangan kembali.

e. Instrumen
Instrumen adalah suatu kumpulan alat yang digunakan dalam
pembedahan. Jenis pembedahan adalah suatu kelompok bedah
umum dan non bedah umum. Kelompok bedah umum diantaranya
bedah urologi, bedah obgyn, bedah orthopedi, bedah saraf, bedah
plastik dan bedah onkologi. Sedangkan instrumen dibagi menjadi 2
macam yaitu instrumen dasar dan instrumen tambahan.

Instrumen dasar (basic instrument), instrumen ini digunakan untuk


pembedahan yang bersifat sederhana dan tidak memerlukan
instrumen, antara lain
No
Nama Alat Jumlah
.
Hanvat mess no.3/4 ( Scalpel and blade and
1. 1/1
handle )
Gunting jaringan halus ( surgical scissor
2. 1
metzenboum )
Gunting jaringan kasar ( surgical scissor mayo )
3. 1

4. Pinset anatomis ( tissue forcep ) 2


71

5. Pinset chirurgis ( dissecting forcep ) 2


Desinfeksi klem ( washing and dressing forcep )
6. 1

7. Duk klem ( towel klem ) 5


Musquito klem pean (delicate haemostatic forceps
8. 2
musquito)
9. Klem pean ( delicate haemostatic forceps pean ) 2
Klem kocher ( haemostatic forceps kocher curved
10. 2
)
11. Nald voeder ( Needle holder ) 2
Gunting jaringan kasar lurus ( surgical scissor
12. 1
straight)
13. Langen beck ( retractor us army ) 2
14. Wound haak bergigi 4 2
Surgical needle (jarum) : round body, tapper,
15. 1 set
cutting

CATATAN :
Ukuran dan jumlah sesuai dengan kebutuhan dan jenis operasi.
Instrumen tambahan adalah suatu alat ekstra yang digunakan dalam
pembedahan, alat tersebut berbeda setiap pembedahan tergantung
jenis dan lokasi pembedahan.

f. Sumber Daya Manusia Keperawatan di Kamar Operasi


Asuhan keperawatan perioperatif terdiri dari 3 tahap yaitu
mempunyai pra, intra dan pasca operative, dimana perawat
mempunyai peran integral dalam rencana asuhan kolaborative
dengan pembedahan.

Asuhan perioperative dimulai dari pasien diputuskan untuk operasi


sampai masuk ke ruang operasi (Aron, 1995) yang bertujuan
mempersiapkan klien untuk operasi. Pengkajian kesiapan pasien
dilakukan oleh perawat, dokter bedah dan anastesi. Lingkup
diagnosa keperawatan yang terjadi antara lain kurang pengetahuan,
kecemasan, takut, nyeri dan gangguan kebutuhan istirahat tidur,
72

antisipasi luka, tidak efektif koping individu, gangguan proses pikir


dan proses keluarga.

Bentuk intervensi segera setelah operasi antara lain memperkuat


adekuat jalan nafas, monitor tanda-tanda vital, gas darah, elektrolit,
tingkat kesadaran, kehilangan cairan dan dampak anastesi, status
emosi, nyeri serta toleransi terhadap prosedur. Bentuk-bentuk
intervensi keperawatan terus berkembang sesuai dengan
kompleksitas kondisi pasien. Jenis operasi dan teknologi yang terus
berkembang, perawat kamar bedah harus menguasai kompetensi
yang diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai