TINJAUAN PUSTAKA
6
7
2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament,
bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur
tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis
yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan
osteoklas.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas
adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,
osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim
proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam
aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru
terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh
tulang – tulang kostae (iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh
dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang
tersebut sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot- otot yang melekat padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen – elemen
lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.
10
3. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer, 2002).
4. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari
otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan berikut:
1. Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2. Infeksi seperti osteomilitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
11
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-
5 cm (1-2 inchi).
f. Tenderness / keempukan.
g. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
h. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan).
i. Pergerakan abnormal.
j. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah.
k. Krepitasi
Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat).
l. Hasil foto rontgen yang abnormal
(Sugeng Jitowiyono, 2010)
6. Klasifikasi Fraktur
f. Berdasarkan lokasi
Tulang panjang dibagi menjadi 3 bagian : proksimal, bagian tengah
dan distal. Fraktur pada tulang panjang dideskripsikan dengan
hubungannya dengan posisinya terhadap tulang. Deskripsi lainnya
digunakan saat fraktur mengenai kepala atau leher dari tulang,
melibatkan persendian atau dekat dengan prominen seperti pada
kondilus atau malleolus. (Margareth, 2012)
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur.
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
d. Adanya kontak antar fragmen.
e. Ada tidaknya infeksi.
f. Tingkatan dari fraktur.
2) Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan
osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit,
sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari
periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada
tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan
merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai
pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 – 8.
19
4) Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,
tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature
(lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga
osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur
dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru.
5) Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam
waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses
pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang
kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali
mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.
8. Komplikasi Fraktur
a. Shock
Shock hipovolemik atau traumatic disebabkan oleh perdarahan dan
kehilangan cairan ekstraselular sehingga menyebabkan kerusakan
jaringan. Keadaan ini biasanya terjadi pada fraktur ekstermitas,
thoraks, pelvis dan spina. Shock hipovolemi akan berakibat fatal bila
tidak segera ditangani dalam beberapa jam setelah terjadi injuri.
Dikarenakan tulang yang mengalami injuri bersifat vaskuler,
sejumlah besar darah akan terbuang. Hal ini terutama terjadi pada
fraktur femur dan pelvis. Penatalaksanaan shock terdiri dari
perbaikan volume darah dan sirkulasi, mengurangi nyeri,
memberikan splinting yang adekuat, dan melindungi pasien dari
injuri yang lebih parah dan komplikasi lain.
b. Emboli Lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonary akut dan
dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-
gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati sirkulasi
dan dapat menyebabkanoklusi pada pembuluh darah daro pulmonary
yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindroma emboli
lemak mencakup dyspnea, perubahan status meental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor, takipnea, takikardi, demam lebih dari 103
derajat F, ruam kulit/ptechie).
Gejala emboli terjadi sangat cepat, biasanya terjadi dalam 24-72 jam,
tapi kemungkinan juga terjadi lebih dari 1 minggu setelah injuri.
Emboli lemak mungkin juga disebabkan oleh sumber-sumber lemak
eksogen seperti tranfusi darah, emulsi lemak intravena, atau
transplantasi sumsum tulang.
c. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen merupakan komplikasi neurovaskuler yang
serius terjadi pada trauma berat atau fraktur tulang panjang. Ini
23
9. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan.
Sebuah mesin x-ray khusus menggunakan komputer untuk
mengambil gambar dari klavikula Anda. Anda mungkin akan diberi
pewarna sebelum gambar diambil. Pewarna biasanya diberikan
dalam pembuluh darah Anda (Intra Vena). Pewarna ini dapat
membantu petugas melihat foto yang lebih baik. Orang yang alergi
24
c. X-ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan
2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak,
tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction,
sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
3. Pemeriksaan sinar X
Sinar X anteroposterior, lateral, dan oblik biasanya dapat
memperlihatkan fraktur,tetapi tingkat kominusi atau depresi dataran tidak
terlihat jelas tanpa tomografi.foto tekanan(dibawah anestesi) kadang
kadang bermanfaat untuk menilai tingkat ketidakstabilan sendi.bila
kondilus lateralis remuk,ligamen medial sering utuh,tetapi apabial
epikondilus medial remuk, ligament lateral sering robek.
4. Terapi
Terapi dengan traksi dapat dilakukan dengan sederhana saja dan sering
menghasilkan fungsi lutut yang baik, tetapi sering tersisa sedikit angulasi.
Disisi lain,tindakan pembedahan untuk pemulihan permukaan yang
hancur dapat menghasilkan penampilan sinarX yang baik dan kekakuan
lutut.
a. Fraktur yang tak bergeser atau yang sedikit bergeser.
Hemartrosis diaspirasi dan pembalut kompresi dipasang. tungkai
diistirahatkan pada mesin CPM (Continuous Passive Motion) dan
gerakan lutut dimulai.segera setelah nyeri dan pembengkakan akut
telah mereda(biasanya dalam seminggu),gips penyangga berengsel
dipasang dan pasien diperbolehkan menahan beban sebagian dengan
kruk penopang.pembebanan bebas ditunda hingga fraktur telah
sembuh (6-8 minggu).
Pada pasien muda dengan fraktur tipe 2,terapi ini dianggap terlalu
konservatif,dan reduksi terbuka dengan peninggian plateau dan
fiksasi internal sering menjadi pilihan.
e. Tipe 4
Dapat diterapi dengan gips/penyangga. kalau fragment nyata sekali
bergeser atau miring, reduksi terbuka dan fiksasi diindikasikan.
kalau ligament lateral juga terobek, ini harus diperbaiki sekaligus.
f. Tipe 5 dan 6
Cedera berat yang menambah risiko sindroma kompartement. fraktur
bikondilus sering direduksi dengan traksi dan pasien kemudian
diterapi seperti pada cedera tipe 2. fraktur yang lebih komplek
dengan kominusi yang berat lebih baik ditangani secara tertutup,
meskipun traksi dan latihan mungkin harus dilanjutkan selama 4-6
minggu hingga fraktur cukup “lengket” untuk memungkinkan
penggunaan gips-penyangga.kalau terdapat beberapa fragment yang
dengan jelas bergeser, fiksasi interna dapat dibenarkan.
5. Komplikasi
a. Sindroma kompartemen
Pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak perdarahan dan
resiko munculnya sindroma kompartemen.kaki dan ujung kaki harus
diperiksa secara terpisah unuk mencari tanda-tanda iskemia.
b. Kekakuan Sendi
Pada fraktur kominutif berat, dan setelah operasi kompleks,terdapat
banyak risiko timbulnya kekakuan lutut, resiko ini dicegah dengan
pertama menghindari imobilisasi gips terlalu lama, dan yang kedua2)
mendorong dilakukannya gerakan secepat mungkin.
c. Deformitas
Deformitas varus atau valgus yang tersisa amat sering
ditemukan,baik karena reduksi fraktur yang tak sempurna ataupun
karena pergeseran ulang selama terapi.untungnya deformitas yang
moderate dapat member fungsi yang baik,meskipun pembebanan
32
C. Konsep ORIF
1. Pengertian
Open Reduction Internal Fixation, Apabila diartikan dari masing-masing
kata adalah sebagai berikut; Open berasal dari bahasa Inggris yang
berarti buka, membuka, terbuka (Jamil,1992), Reduction berasal dari
bahasa Inggris yang berarti koreksi patah tulang (Ramali, 1987), Internal
berasal dari bahasa Inggris yang berarti dalam (Ramali, 1987), Fixation
berasal dari bahasa Inggris yang berarti keadaan ditetapkannya dalam
satu kedudukan yang tidak dapat berubah (Ramali, 1987). Jadi dapat
disimpulkan sebagai koreksi patah tulang dengan jalan membuka dan
memasang suatu alat yang dapat membuat fragmen tulang tidak dapat
bergerak.
Hampir Plate untuk fiksasi internal patah tulang telah digunakan selama
lebih dari 100 tahun. Plating patah tulang dimulai pada tahun 1895 ketika
pertama kali diperkenalkan Lane Plate logam untuk digunakan dalam
fiksasi internal. Piring Lane akhirnya ditinggalkan karena masalah
dengan korosi.
Pada tahun 1958 Bagby dan Janes menggambarkan piring oval dengan
lubang yang dirancang khusus untuk memberikan kompresi
interfragmentary selama sekrup pengetatan.
b. Plate
Terdapat enam jenis plate yaitu:
1) Netralisasi plate
a) Lindungi sekrup lag dari bending rotasi, geser.
b) Misalnya. lateral yang maleolus fraktur
2) Kompresi plate
a) Diterapkan pada sisi ketegangan tulang yang dibebani
secara eksentris
b) Lempeng harus overbent untuk menghasilkan kompresi
pada sisi jauh serta dekat korteks
c) Sekrup batin diterapkan pertama
d) Fungsi alur pada LCDCP
e) Meningkatkan sirkulasi darah dengan meminimalkan
piring-tulang kontak
f) Lebih pemerataan kekakuan melalui piring
g) Memungkinkan jembatan tulang kecil di bawah piring
h) Misalnya. melintang atau pendek fraktur radial miring
3) Berbanir plate
a) Secara fisik melindungi korteks tipis mendasari
b) Seringkali untuk patah tulang metaphyseal
c) Misalnya. tibialis dataran tinggi & patah tulang radius distal
4) Bridging plate / plat gelombang
a) Pengobatan patah tulang multifragmented
b) Jembatan segmen kominusi dengan pengurangan langsung
& gangguan minimal terhadap suplai darah
c) Kadang-kadang mungkin Kompresi
d) Misalnya. comminuted ulnaris fraktur
5) Antiglide plate
a) Diamankan di puncak fragmen fraktur miring untuk fisik
blok shortening atau perpindahan
b) Misalnya. Weber B pergelangan kaki patah tulang dengan
plat posterior
38
6) Ketegangan-band plate
a) Sama seperti prinsip TBW dengan aplikasi pada permukaan
tarik tulang yang dibebani secara eksentris & konversi
kekuatan ketegangan kepada pasukan kompresi
b) Misalnya. olecranon plate
c. Intramedulla Nail
Fiksasi fraktur tulang panjang diaphyseal. Jenisnya antara lain :
Reamed vs Unreamed, Silinder vs Slotted, Vs Dikunci unlocked,
Anterograde vs Retrograde. Contoh :
1) Humeri kuku
2) Forsythe kuku
3) Femoralis & tibialis kuku
4) Panjang Gamma kuku
5) Expandable kuku
d. Ketegangan-band Wiring
1) Bergantung pada kompresi oleh komponen dinamis dari beban
fungsional
2) Konversi kekuatan ketegangan kepada pasukan kompresi
3) Memungkinkan beberapa gerakan beban-diinduksi
4) Patela & olecranon patah tulang
(Fernsebner, Billie, 2005)
39
D. Keperawatan Perioperatif
1. Definisi
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien.
Sistem saraf
Kesadaran (composmentis, somnolen, apatis,
stupor, koma), pemeriksaan neurologi fisiologis
dan patologis.
Penginderaan
Kemampuan penglihatan dan pendengaran.
Kulit
Turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
Mulut
Gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
Thorak
Bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada,
kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi
jantung (garis dasar untuk perbandingan pada
pasca bedah).
Ekstremitas
Kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi
perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
Kemampuan motorik
Adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak
di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
b. Intra Operatif
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang
pemulihan. Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di
48
3) Pengkajian psikososial
a) Membersihkan dan menyiapkan kulit.
b) Penutupan daerah steril
c) Mempertahankan surgical asepsis
d) Menjaga suhu tubuh pasien dari kehilangan panas tubuh
e) Monitor dari malignant hyperthermia
f) Penutupan luka pembedahan
g) Perawatan drainase
h) Pemindahan pasien ke ruang pemulihan, ICU atau PACU.
4) Pengkajian fisik
a) Tanda-tanda vital
Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien
maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan
tersebut kepada ahli bedah.
50
b) Transfusi
Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir
habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya
aliran transfusi.
c) Infus
Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir
habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi
jalannya aliran infuse.
d) Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam.
c. Post Operasi
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang
pemulihan. Dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi
diruang pemulihan :
1) Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada
pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan
anaesthesi regional posisi semi fowler.
2) Pasang pengaman pada tempat tidur.
3) Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4) Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5) Beri O2 2,3 liter sesuai program.
6) Observasi adanya muntah.
7) Catat intake dan out put cairan.
Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan
terjadinya situasi krisis
a) Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH,
diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
b) HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
c) Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
d) Meningkatnya kegelisahan pasien
51
pasien, ruang tata usaha, ruang kepala kamar bedah, ruang rapat,
ruang ganti baju, ruang istirahat, gudang, kamar mandi dan WC.
b. Daerah Semi Publik
Yaitu daerah yang bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu saja,
yaitu petugas. Dan biasanya diberi tulisan DILARANG MASUK
SELAIN PETUGAS. Daerah penghubung antara kamar bebas
dengan kamar bedah. Setiap orang yang masuk ke dalam daerah ini
wajib memakai pakaian khusus di kamar bedah, topi dan masker.
Demikian pula dengan pasien. Pasien yang masuk ke dalam daerah
semi terbatas dipakaikan pakaian busana rumah sakit dengan
penutup rambut. Pasien tidak perlu mengenakan masker (kecuali
sedang diterapkan kewaspadaan pernafasan untuk penyakit
pernafasan yang menular). Yang termaksud daerah ini antara lain
ruang persiapan premedikasi, ruang koridor, ruang pulih, ruang
penyimpanan alat steril, ruang pencucian alat bekas pakai, ruang
sterilisasi, depo farmasi, dan ruang pembuangan limbah operasi.
c. Daerah Aseptik
Yaitu daerah kamar bedah sendiri yang hanya bisa dimasuki oleh
orang yang langsung ada hubungan dengan kegiatan pembedahan.
Umumnya daerah yang harus dijaga kesucihamaannya. Daerah
aseptik dibagimenjadi 3 bagian, yaitu:
1) Daerah Aseptik 0 : Yaitu lapangan operasi, daerah tempat
dilakukannya pembedahan.
2) Daerah aseptik 1 : Yaitu daerah memakai gaun operasi, tempat
duk/kain steril, tempat instrument dan tempat perawat
instrument mengatur dan mempersiapkan alat.(area 1 meter dari
aseptic 0)
3) Daerah aseptik 2 ;Yaitu tempat mencuci tangan, koridor
penderita masuk, daerah sekitar ahli anesthesia dan daerah
operasi.
j. Pembagian area
Batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat, dan
ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat
ruangan kepada perawat kamar operasi.
k. Penentuan Jumlah Kamar Operasi
Setiap rumah sakit merancang kamar operasi disesuaikan dengan
bentuk dan lahan yang tersedia,sehingga dikatakan bahwa rancang
bangun kamar operasi setiap rumah sakit berbeda, tergantung
daribesar atau tipe rumah sakit tersebut. Makin besar rumah sakit
tentu membutuhkan jumlah dan luas kamar bedah yang lebih besar.
Jumlahkamar operasi tergantung dari berbagai hal yaitu:
1) Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan.
2) Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta
subspesialisasi bersama fasilitas penunjang.
3) Pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera.
4) Jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar operasi baik jam per
hari maupun perminggu.
5) Sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas
dan penyediaan peralatan.
l. Komunikasi
Sistem komunikasi di kamar bedah sangat vital, komunikasi tiap
ruangan menggunakan telepon parallel.
66
Alat dan bahan yang habis dipakai harus selalu disimpan dalam keadaan
steril dan alur masuk dan keluar yang berbeda. Petugas yang masuk
kamar operasi berganti pakaian yang bersih dikamar ganti dulu.
Kemudian menuju kamarsemi public dan baru masuk ruang aseptik.
Untuk keluar juga harus demikian, baju untuk digunakan dalam kamar
operasi tidak boleh dipakai diluar.
Demikian pula dengan alur penderita, penderita yang akan masuk kamar
operasi harus transit dulu diruang transisi. Kemudian baru masuk ruang
preoperasi, setelah selesai dipreoperasi, pasien dimasukkan ke kamar
operasi. Pasca operasi pasien dibawa ke recovery room hingga
kesadarannya pulih.
Alur alat-alat steril mulai dari suplai masuk melalui pintu masuk dan
disimpan didepo (ruang pembagian alat). Setelah digunakan dikamar
operasi, alat dan instrument steril diletakkan ditempat pengumpulan
pembuangan dan selanjutnya disterilisasi di CSSD.
e. Instrumen
Instrumen adalah suatu kumpulan alat yang digunakan dalam
pembedahan. Jenis pembedahan adalah suatu kelompok bedah
umum dan non bedah umum. Kelompok bedah umum diantaranya
bedah urologi, bedah obgyn, bedah orthopedi, bedah saraf, bedah
plastik dan bedah onkologi. Sedangkan instrumen dibagi menjadi 2
macam yaitu instrumen dasar dan instrumen tambahan.
CATATAN :
Ukuran dan jumlah sesuai dengan kebutuhan dan jenis operasi.
Instrumen tambahan adalah suatu alat ekstra yang digunakan dalam
pembedahan, alat tersebut berbeda setiap pembedahan tergantung
jenis dan lokasi pembedahan.