1. Pengertian
Cedera vertebra torakolumbalis merupakan suatu kondisi patah atau dislokasi tulang
belakang dengan atau tanpa defisit neurologis.
2. Anatomi Fisiologi
A. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut
adalah gambar anatomi tulang manusia :
3. Patofisiologi
Fraktur kompresi torakolumbal dapat disebabkan oleh trauma langsung pada toraks yang
menyebabkan fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur kompresi dan
fraktur-dislokasi biasanya stabil. Akan tetapi, kanalis spinalis pada segmen thoraks relatif
sempit sehingga kerusakan korda sering ditemukan dengan manifestasi neurologis.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat terjadi fraktur kompresi pada daerah
thorakal. Pada trauma tidak langsung, fraktur kompresi thorakal dapat terjadinya apaila
energi yang diterimanya melebihi batas toleransi dan kelenturan costae. Seperti pada
kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi
fraktur pada sebelah depan angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan
bagian yang paling lemah.
Fraktur kompresi thorakolumbal yang “displace” akan dapat mencederai jaringan
sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai
intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan
timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.
4. Etiologi
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
A. Disebabkan trauma
1) Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara
lain: Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian,
atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
2)Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan
luka tembak
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan
putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang
berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball,
tennis, golf.
5. Manifestasi Klinik
Prosedur pembedahan
Kerusakan neuromuskular Luka insisi pascabedah Kerusakan jalur saraf akibat adanya transeksi korda
pada area operasi
Nyeri
Gejala: Hilang gerak atau sensasi, spasme otot. Kebas atau kesemutan
(parestesi)
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : keadaan baik dan buruknya pasien. Tanda-tnda yang
perlu dicatat adalah kesadaran pasien, kesakitan satau keadaan penyakit,
tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal, baik fungsi
maupun bentuk.
b) B1 (Breathing) : tidak mengalami kelainan
c) B2 (Blood) : tidak ada iktus jantung, nadi meningkat, iktus tidak
teraba, S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
d) B3 (Brain) : tingkat kesadaran biasanya kompos mentis, status
mental tidak mengalami perubahan.
e) B4 (Bladder) : biasanya mengalami inkontinensia urine, reflek
kandung kemih hilang sementara.
f) B5 (Bowel) : masalah nyeri pada fraktur kompresi thorakal
menyebabkan pasien kadang-kadang mual-muntah sehingga pemenuhan
nutrisi menjadi berkurang.
g) B6 (Bone) : adananya ileus paralitik, hilangnya bising usus,
kembung, dan defekasi tidak ada.
1)) Look : adanya perubahan warna kulit, abrasi, memar pada punggung.
Pada pasien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan
adanya dekubitus di daerah bokong adanya hambatan untuk
beraktivitas karena kelemahan, keilangan sendori, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktvitas dan istirahat.
2)) Feel : prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah
yang dapat diraba akibat robeknya ligamen posterior yang
menandakan cedera yang tidak stabil. Sering didapatkan adanya nyeri
tekan pada area lesi.
3)) Move : gerakan tulang punggung atau spina tidak boleh dikaji.
Disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan dan
kelumpuhan pada seluruh ekstremitas bawah. Kekuatan otot dinilai
dengan menggunakan derajat kekuatan otot.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sekunder akibat insisi
pembedahan
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasi dan jalur penusukan,
luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.
C. Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu
beradaptasi dengan nyeri yang di alami.
b) Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c) Intervensi :
1)) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga. Rasional: hubungan
yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
2)) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri. Rasional: tingkat
intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala nyeri.
3)) Jelaskan pada klien penyebab nyeri. Rasional: memberikan
penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
4)) Observasi tanda- tanda vital. Rasional: untuk mengetahui
perkembangan klien.
5)) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik. Rasional: merupakan tindakan dependent perawat,
dimana analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sekunder akibat insisi
pembedahan
a) Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
b) Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan
dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c) Intervensi
1)) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan. Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan
intervensi.
2)) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas
apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3)) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4)) Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5)) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. Rasional: sebagai
suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi tertekan, prosedur
invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.
a) Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b) Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih
tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau
dapat ditoleransi.
c) Intervensi :
1)) Pantau tanda-tanda vital Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2)) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Rasional:
mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.
3)) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
kateter, drainase luka, dll. Rasional: untuk mengurangi resiko
infeksi nosokomial.
4)) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit. Rasional: penurunan Hb dan peningkatan
jumlah leukosit dari normal bias terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.
5)) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic. Rasional: antibiotic
mencegah perkembangan mikroorganisme pathogen.
10. DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.2008.”Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal”.Jakarta: EGC
Price dan Wilson.2006.”Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”. Jakarta :
EGC