Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera yang serius pada tulang belakang dapat menyebabkan dislokasi, fraktur yang bisa
berakibat terjadinya cedera medula spinalis (spinal cord injury) karena tekanan dari tulang
belakang.(Hughes,1984). Fraktur yang biasa terjadi di area tulang belakang adalah fraktur
kompresi dimana terjadi kompresi (penekanan) di area T-Y tulang belakang yang disebabkan
karena adanya tenaga yang kuat dari tulang yang berada diatasnya sehingga menekan susunan
tulang dibawah dan menimbulkan fraktur di area yang tertekan (Maher, et al, 2002).
Gaya kompresi adalah gaya yang disalurkan sepanjang sumbu kolumna vertebralis.
Cedera vertebra torakolumbalis merupakan suatu kondisi patah atau dislokasi tulang belakang
dengan atau tanpa defisit neurologis, Akibat dari kerusakan kolumna vertebralis
memungkinkan medulla sepinalis turut mengalami kerusakan sehingga terjadi gangguan
neurologis. Seseorang yang mendapat cedera pada tulang vertebra thorakal ke bawah akan
mengalami paraplegi atau
kelumpuhan/kelayuhan pada kedua tungkai. Paraplegi adalah paralisis pada kedua tungkai
anggota gerak bawah dan seluruh atau sebagian pada daerah trunk sebagai dampak dari
cidera medulla sepinalis pada thorak atau lumbal atau percabangan saraf di sakral. ( Bromley,
1991 ).

Insiden trauma spinal di dunia tercatat sebesar 0,019% hingga 0,088% per tahun dari data 35
hingga 53 juta penduduk dunia. Namun demikian, data epidemiologi dari masing- masing
negara berbeda-beda sesuai dengan kekhususan dari masing-masing negara yang dipengaruhi
oleh latar belakang geografis, iklim, sosio-ekonomi, serta kultur masyarakat. (Ballane G,
2017) (Scheer JK, 2015). Sebuah studi menyebutkan bahwa 10% kasus patah tulang belakang
terjadi pada segmen thorakal, 4% pada segmen thorako-lumbal, dan 3% pada lumbal yang
disertai dengan kerusakan neurologis (Appley dan Solomon, 1995). Menurut National Spinal
Cord Injury Statistical Center (NSCISC, 2000), lebih dari sepuluh tahun lalu angka kejadian
antara pria dan wanita adalah 7 : 4, dengan rata-rata cedera pada usia 31,8 tahun dengan 50%
cedera
pada usia 16-30 tahun. Di Indonesia penyebab trauma pada tulang belakang yang banyak
terjadi pada pekerja adalah di kalangan pekerja kasar dengan kondisi sosial ekonomi rendah
yang menyebabkan mereka tidak memperhatikan keselamatan jiwa mereka sendiri. Prosedur
atau cara kerja yang salah yang dikerjakan dalam waktu yang lama. Serta kelalaian dan

1
kurangnya kewaspadaan terhadap suatu pandangan bisa timbulnya fraktur kompresi pada
tulang belakang. Yang sering terjadi juga adalah cedera akibat jatuh dari ketinggian, tertimpa
benda-benda keras pada tulang belakang serta kecelakaan jalan raya atau dari kendaraan
bermotor dengan posisi terduduk yang keras dapat mengakibatkan susunan tulang belakang
mengalami kompresi yang berat yang menyebabkan fraktur.

Fisioterapi merupakan salah satu tenaga medis yang berperan dalam proses pembangunan di
bidang kesehatan.Yang mana pelayanannya ditujukan kepada individu dan atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan penangan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik,elektro trapiutik dan mekanis), pelatihan fungsi komunikasi.
Dalam hal ini fisioterapi berperan besar dalam mengembalikan fungsi gerak pasien yang
mengalami paraplegi akibat adanya fraktur kompresi pada thoracal 12. Salah satu teknologi
yang digunakan dalam penanganan paraplegi adalah terapi latihan. Terapi latihan adalah
salah satu upaya pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya dengan menggunakan
pelatihan-pelatihan gerak tubuh baik secara aktif maupun secara pasif. Secara umum tujuan
terapi latihan meliputi pencegahan disfungsi dengan pengembangan, peningkatan, perbaikan
atau pemeliharaan dari kekuatan dan daya tahan otot, kemampuan cardiovaskuler, mobilitas
dan fleksibilitas jaringan lunak,stabilitas, rileksasi, koordinasi keseimbangan dan kemampuan
fungsional (Kisner, 1996). Adapun modalitas yang diberikan fisioterapi untuk pasien
paraplegi ialah seperti brething exercises, bertujuan untuk meningkatkan kondisi umum serta
mengatasi komplikasi paru akibat tirah baring (bed rest), positioning untuk mengatasi
timbulnya decubitus dan Latihan gerak pasif maupun aktif serta blander training, Infra red,
dan Tens. Dengan menggunakan modalitasmodalitas fisioterapi di atas diharapkan bisa
mengatasi permasalahan yang timbul pada paraplegi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Skelet
atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak,
terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan
fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :

Gambar 1: Anatomi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa
terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah.
Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium )
yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa
yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006).

3
Toraks merupakan rangka yang menutupi dada dan melindungi organ-organ penting di
dalamnya. Secara umum toraks tersusun atas klavikula, skapula, sternum, dan tulang-
tulang kostal.
1) Skapula merupakan tulang yang terletak di sebelah posterior, dan berartikulasi
dengan klavikula melalui akromion. Selain itu, skapula juga berhubungan dengan humerus
melalui fossa glenoid.
2) Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula melalui akromion,
dan di ujungnya yang lain berartikulasi dengan manubrium sternum.
3) Sternum merupakan suatu tulang yang memanjang, dari atas ke bawah, tersusun
atas manubrium, korpus sternum, dan prosesus xyphoideus. Manubrium berartikulasi
dengan klavikula , kostal pertama, dan korpus sternum. Sedangkan korpus stenum
merupakan tempat berartikulasinya kartilago kostal ke-2 hingga kostal ke-12.
4) Tulang-tulang kostal merupakan tulang yang berartikulasi dengan vertebra segmen
torakal di posterior, dan di anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum.
Ada 12 tulang kostal; 7 kostal pertama disebut kostal sejati (karena masing-masing secara
terpisah di bagian anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum), 3 kostal
kedua disebut kostal palsu (karena di bagian anterior ketiganya melekat dengan kostal ke-
7), dan 2 kostal terakhir disebut kostal melayang (karena di bagian anterior keduanya tidak
berartikulasi sama sekali)
(Davis Company; 2007).
2. Sistem Persendian
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament,
tendon, fasia, atau otot.
Sendi dilkasifikasikan berdasarkan strukturnya, yaitu:
a. Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat
kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa
kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis.
Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.
c. Sendi synovial (diartrodial)

4
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan
yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial
secara relatif tidak bergerak (misal, sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul
fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial
ke dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak
membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada
tiap-tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini
normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan
synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras dimana permukaan
ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago
fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-tulang sendi (mis., lutut, rahang).
Jenis sendi synovial :
1) Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan gerakan
bebas penuh.
2) Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan contohnya
adalah siku dan lutut.
3) Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus.
Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
4) Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan rotasi
untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
5) Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya adalah
sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.

5
B. FISIOLOGI
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan. Sistem
terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan
dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai
matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian
maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang. Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak
yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan
osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan
Wilson (2006) antara lain:

1) Sebagai Kerangka Tubuh


Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2) Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak dilindungi oleh
tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax)
yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
3) Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan
tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang
melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot- otot yang melekat padanya.
4) Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain. Tulang mengandung
99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.

6
C. PATOLOGI

a. Definisi

 Cedera vertebra torakolumbalis merupakan suatu kondisi patah atau dislokasi


tulang belakang dengan atau tanpa defisit neurologis.
 Fraktur kompresi torakal adalah fraktur yang disebabkan oleh adanya kompresi
dimana terjadi kompresi (penekanan) di area T-Y tulang belakang yang disebabkan
karena adanya tenaga yang kuat dari tulang yang berada diatasnya sehingga
menekan susunan tulang dibawah.

b. Patofisiologi
Fraktur kompresi torakolumbal dapat disebabkan oleh trauma langsung pada toraks yang
menyebabkan fraktur kompresi akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur kompresi dan
fraktur-dislokasi biasanya stabil. Akan tetapi, kanalis spinalis pada segmen thoraks relatif
sempit sehingga kerusakan korda sering ditemukan dengan manifestasi neurologis. Pada
trauma langsung dengan energi yang hebat terjadi fraktur kompresi pada daerah thorakal.
Pada trauma tidak langsung, fraktur kompresi thorakal dapat terjadinya apaila energi yang
diterimanya melebihi batas toleransi dan kelenturan costae. Seperti pada kasus kecelakaan
dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan
angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah. Fraktur
kompresi thorakolumbal yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau
bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai intercostalis, pleura
visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks,
pneumotoraks ataupun laserasi jantung.

C. Etiologi

A. Disebabkan trauma
1. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain:
Kecelakaan lalu lintas,kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada
dasar yang keras atau akibat perkelahian.

2. Trauma Tembus

Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa : Luka tusuk dan luka
tembak

7
B. Disebabkan bukan trauma

Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran
rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress
fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.

D. Manifestasi Klinik

a. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada


b. Adanya gerakan paradoksal
c. Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
d. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri
e. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk
membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
f. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
g. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara
yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada.
h. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.

D. Intervensi Fisioterapi

1. Komunikasi Therapeutik
Tujuan: Membantu pasien untuk memahami dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada
hal yang diperlukan serta mengurangi keraguan pasien
2. Positioning
Tujuan: untuk mencegah terjadinya decubitus.
3. Infra Red
Tujuan : Melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme jaringan dan elastisitas
jaringan otot.
4. TENS
Tujuan: mengurangi nyeri melalui system neurotransmitter lain yaitu perubahan system
serotonin dan substansia P,

8
5. Breathing Exercises : Tujuan: dengan menggunakn teknik Deep breating exercise untuk
meningkatkan kondisi umum serta mengatasi komplikasi paru akibat tirah baring (bed rest),
yaitu adanya sputum yang sulit keluar dengan gangguan mobilitas sangkar thoraks.
4. Terapi Latihan (gerak pasif)
Tujuan: untuk mencegah adanya keterbatasan lingkup gerak sendi dan atrofi serta kontraktur

5. Terapi Latihan ( gerak aktif )


Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan otot anggota gerak atas dan mempertahankan
kekuatan otot area tubuh atas yang tidak mengalami gangguan.

6. Blander Training
Tujuan: mengembalikan tonus otot kandung kemih agar fungsinya kembali normal

9
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien


1. Nama : Tn. X
2. No. Rekam Medis : XXX
3. Usia :-
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Agama :
6. Pekerjaan :-

B. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Paraplegi pada extreminitas inferior
Letak Keluhan Utama : Thoracal XII
Lama keluhan : Sejak 2 bulan yang lalu

C. Riwayat perjalanan Penyakit:

Pada april 2019 pasien terjatuh dari pohon kelapa, pasien langsung dibawa ke rst.
ambon dan dirawat selama 2 minggu, lalu pasien dirujuk ke rs. Wahidin setelah itu
dilakukan pemeriksaan MRI dan dihasilnya menunjukan ada fraktur kompresi cv Th12.
Lalu pasien melaksanakan proses operasi dekompresi pemasangan stabilisator
posterior, sampai saat ini pasien masih dirawat di Palem bawah dan masih dalam proses
menjalankan terapi

Vital Sign :
 Tekanan Darah : 117/ 67 mmHg
 Denyut Nadi : 87 kali / menit
 Pernafasan : 18 kali / menit

Riwayat Penyakit Sebelumnya :


 Riwayat nyeri kepala (-)
 Batuk-batuk (-)

10
 Diabetes (-)
 Hipertensi (-)

D. Inspeksi/ Observasi
Statis : - Wajah pasien dalam kondisi lemas

- Pasien menggunakan kateter

Dinamis : -

E. Pemeriksaan Fungsi Dasar

F. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi


1. Tes kognitif : Pasien merespon dengan baik
2. Palpasi : - Tidak terdapat Oedema
- Terdapat atropi
- Terdapat Spastic
- Suhu normal

3. Tes Sensorik : - Tajam dan tumpul : Pasien tidak merasakan


- Panas dingin : Pasien tidak merasakan
- Kasar dan halus : Pasien tidak merasakan

4. Test refleks : tendon achiles ( )

5. Manual Muscle Testing ( MMT) :

5 5
0 0

11
6. Pemeriksaan Spesifik :

a. Tes pengukuran skala nyeri : Numeric Rate Scale ( NRS)

Hasil pengukuran : Pasien merasakan nyeri pada skala 7 (Nyeri berat )

12
G. Algoritma Asessment Fisioterapi

ALGORHITMA ASSESSMEN “GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL AKIBAT


PERAPLEGI ET CAUSA FRAKTUR DISLOKASI THORACAL XII

Nama pasien : Tn. M Umur : 23 tahun Jenis kelamin : Laki-laki

Kondisi /penyakit : Fraktur dislokasi trhoracal XXI


History Taking :

Pasien merasakan sesak napas yang dialami sejak lahir lalu didokter mendiagnosa pasien
megalami asma, karena kebiasaan postur pasien yang buruk lama-kelamaan pasien
mengeluhkan nyeri dan keterbatasan gerak bagian punggung belakang, semenjak bulan
januari 2019 nyeri semakin bertambah dan pasien merasakan pola nafas semakin dangkal,
lalu pasien menjalankan MRI dan hasilnya pasien mengalami scoliosis lalu pasien dirujuk ke
fisioterapi.

Statis : Wajah pasien dalam kondisi lemas, pasien menggunakan kateter


Dinamis :

Pemeriksaan spesifik

. Dinamis: Pasien tidak dapat menggerakan kedua tungkai kaki


Tes refleks Tes kognitif :
- PasienTendon
tidak dapat duduk
Achiless : dan berdiri pasien merespon
normal dengan baik

Palpasi :
Manual Muscle Pengukuran nyeri
-Tidak terdapat oedema menggunakan
Testing (MMT) :
- Suhu normal Ekstremitas atas: 5 VAS : 7
Ekstremitas bawas: 0
- Terdapat Spastic dan atropi 5
5
DiagnosaICF : 0
0
GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL AKIBAT PARAPLEGI ET CAUSA
FRAKTUR DISLOKASI THORACAL XII
- Terpasang verban dan drain dipunggung yang berisikan cairan

Merah.

- Pasien dalam kondisi terlentang


13
- Terpasang verban dan drain dipunggung yang berisikan cairan

Merah.
A. Diagnosa Fisioterapi
“Gangguan aktifitas fungsional akibat Paraplegi at causa Fraktur Dislokasi Thoracal
XII “

B. Problematik Fisioterapi dan Bagan ICF


Buatlah bagan ICF sesuai dengan problemtik yang ditemukan berdasarkan hasil
assesment terhadap kasus yang anda tangani :

Nama pasien : Tn. M

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Kondisi/Penyakit :

“Gangguan aktifitas fungsional akibat Paraplegi et causa Fraktur Dislokasi


Thoracal XXI “

Anatomical/ functional Acivity Limitation Participation Restriction


Impairment

 Tidak dapat bangun, duduk, dan


 Pasien tidak dapat
berdiri
 Nyeri tekan melakukan pekerjaan
 Tidak dapat makan sendiri
 Kelemahan otot sebagai petani
 Tidak dapat melakukan aktifitas
 Keterbatasan ROM
toileting tanpa bantuan orang
 Spastic
lain
 Atropi otot-otot pada kedua
tungkai

Tujuan intervensi
i. Tujuan jangka pendek :
o Mengurangi nyeri
o Meningkatkan kekuatan otot pada kedua tungkai
o Menambah ROM
o Menambah massa otot

ii. MenTujuan jangka panjang :


o Pasien kembali dapat menjalankan pekerjaan sebagai seorang petani

14
C. Program Intervensi Fisioterapi
1. IR (Infra Red)
Tujuan : Melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme jaringan dan
elastisitas jaringan otot.
Teknik : Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 7.700 – 4.000.000
Prosedur aplikasi :

a. Persiapan alat

Antara lain meliputi kabelnya, jenis lampu, besarnya watt. Jenis lampu yang
digunakan adalah lampu generator luminous, gelombang pendek
(penetrating), tidak memerlukan waktu pemanasan.

b. Persiapan penderita

Posisi pasien diatur secomfortable mungkin dan disesuaikan dengan daerah


yang akan diobati. Pasien tidur terlentang. Daerah tubuh yang akan diobati
harus bebas dari pakaian. Perlu pula diberitahukan kepada penderita
mengenai derajat panas yang semestinya dirasakan, yaitu perasaan hangat
yang nyaman (comfortable) serta dapat ditahannya selama berlangsungnya
pengobatan.

c. Pemasangan lampu pada penderita

Pada dasarnya metode pemasangan lampu diatur sedemikian rupa sehingga


sinar yang berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap jaringan yang
diobati, baik untuk lampu luminous maupun non-luminous. Pada kondisi post
arthroscopy, pemasangan lampu infra red diletakkan pada area proksimal
lutut dengan sudut aplikasi tegak lurus 900, jarak penyinaran lampu antara
35-45 cm.

d. Teknik pelaksanaan radiasi

15
Waktu penyinaran berkisar antara 10-20 menit dan ini tergantung pada
toleransi serta kondisi penyakitnya.

H. Evaluasi

16
BAB IV
PENUTUP

KESIM PULAN

Trauma Brain Injury atau cedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala
baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis
yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanent
Hal terpenting pada penatalaksanaan cedera kepala adalah pemeriksaan yang cepat,
penatalaksanaan jalan nafas yang baik, pencegah hipotensi, rujukan segera ke pusat trauma,
dan pemeriksaan yang berulang-ulang. Juga pencatatan hasil pemeriksaan yang demikian
penting untuk pengambilan keputusan dalam penatalaksanaan penderita.
Pada pasien Hemiparase post operasi kraniotom et causa traumatic brain injury,
menyebababkan pasien mengalami gangguan aktivitas fungsional. Setalah adanya proses
rehabilitasi yang dilakukan oleh Fisioterapi dengan pemberian komunikasi
therapeutik,positioning,infra red dan muscle stimulation serta breathing exercises terdapat
penurunan nyeri, peningkatan luas gerak sendi aktivitas fungsional dari pasien dan
diharapkan kedepannya dengan adanya proses rehabilitasi yang berkelanjutan pasien dapat
kembali pulih.

17

Anda mungkin juga menyukai