Anda di halaman 1dari 17

MODALITAS FISIOTERAPI

Fisioterapi menggunakan bermacam-macam modalitas untuk membantu merawat


pasiennya. Ada beberapa modalitas fisioterapi yang dapat membantu dalam hal
penguatan, relaksasi dan penyembuhan otot. Dibawah ini ada beberapa modalitas
fisioterapi yang biasanya digunakan.

1. Ultra Sound
a. Pengertian
Terapi dengan menggunakan gelombang suara tinggi dgn frek 1 atau 3
MHz (>20.000Hz).
b. Tujuan pemberian US
Mengurangi ketegangan otot, mengurangi rasa nyeri, memacu proses
penyembuhan collagen jaringan (dipilih untuk jaringan kedalaman < dari
5 cm) Penentrasi terdalam dlm setiap media:
 Tulang: penentrasi 7 mm pada frekuensi 1 Mhz
 Kulit: penentrasi 36 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 12 mm
 tendon: penentrasi 21 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 7 mm
 Otot: penentrasi 30 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 7 mm
 Lemak: penentrasi 165 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 55
mm 3 MHz penentrasi : 1/3 dari frek 1 Mhz
 Intensitas terapi: kontinu. intensitas rendah <0,3 W/cm², intensitas
sedang 0,3-1,2 W/cm², intensitas kuat 1,2-3W/cm². untuk efek
terapeutik 0,7-3 MHZ.
 Frekuensi: untuk kasus pada kondisi subakut waktu 3 menit,
pengulangan 1x1 hari, sehari 10x. Untuk kasus pada kondisi
kronik waktu 5-10 menit, pengulangan 1x1 hari atau 1x2 hari,
sehari 12-18x. Metode US A. Kontak langsung: paling banyak
digunakan; perlu adanya media coupling (Gel, water oil, pasta
analgetik, water). Syarat media coupling harus steril, tidak terlalu
cair, tidak terlalu mudah diserap tubuh, tidak menimbulkan
flek/pekat. B. Kontak tidak langsung : subaqual (dalam air) di
dalam air, hal ini dilakukan bila regio yang akan diterapi areanya
kecil dan tidak rata permukaannya (trigger finger, Rheumathoid
Arthtritis jari-jari. water pillow kantong plastik/karet mengandung
air, kontak dipermukaan tubuh tidak rata; medium antara sisi
kantong – kulit, sisi kantong – tranduser. Teknik Aplikasi US
 Sebelum terapi : lakukan assesment, tes sensibilitas, lokalisasi
daerah terapi, tentukan metode (langsung/tidak langsung), beri
penjelasan kepada pasien: “ bapak/ibu saya akan memberikan
terapi Ultrasound nanti rasanya seperti dipijat dan sedikit hangat
gunanya untuk memperbaiki jaringan yg rusak sehingga akan
mengurangi nyeri”
 Persiapan alat
 Persiapan pasien

c. Penatalaksanaan US
 Berikan gel pada daerah yang akan diterapi
 Ratakan gel dgn tranduser, nyalakan alat
 Timer ditentukan dari = luas area dibagi dengan luas ERA
 Intensitas ditentukan oleh aktifitas patologi :
 Aktivitas tinggi : dosis rendah (1-1,5 W/cm²) • aktivitas sedang :
dosis sedang (1,5-2 W/cm²) • aktivitas rendah : dosis tinggi (2-3
W/cm²)
 Intensitas/durasi : pada kondisi akut à intermiten ; pada kondisi
kronik continous
 Ultrasound dengan air (untuk kasus sendi kecil dan permukaan
tidak rata), penerapannya : Tidak langsung bersentuhan dengan air,
jaraknya 1,5-2,5 cm
 Untuk tranduser 1 MHz: penentrasi lebih dalam, tapi area
konvergen 3x lebih kecil. Untuk tranduser 3 MHz: penentrasi lebih
kecil tapi area konvergen 3x lebih besar. Efek US > Mekanis :
menimbulkan efek micromassage -> dilatasi -> inflamasi
 Thermal: menimbulkan efek panas tranduser lebih kecil
dimana panas ringan sampai 5 cm (deep) dan lebih
dominan pada continue.
 Piezoelectric : perubahan muatan membran sehingga terjadi
proses kimiawi di jaringan di sekitarnya
 Biologis: menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah à
meningkatkan sirkulasi darah -> meningkatkan
permeabilitas dan regenerasi jaringan à menimbulkan
rileksasi otot sehingga akan mengurangi nyeri.
d. Indikasi US
Kondisi peradangan dan traumatik sub akut dan kronik, adanya
jaringan parut (scar tissue) pada kulit, kondisi ketegangan, pemendekan
dan perlengketan jaringan lunak (otot, tendon, ligament). Kondisi
inflamasi kronik; oedema, gangguan sirkulasi darah, contoh kasus yg
termasuk indikasi Ultrasound: Rheumathoid Arthrosis, Osteoarthrosis
Genu, Hernia Nucleus Pulposus, Low Back Pain, spasme cervical, tennis
elbow, frozen shoulder.
e. Kontra indikasi US
jaringan yang lembut (mata, ovarium, testis, otak), jaringan yang baru
sembuh, jaringan/granulasi baru, kehamilan, pada daerah yang sirkulasi
darahnya tidak adekuat, tanda-tanda keganasan, infeksi bakteri spesifik.

2. Transcutaneus Electrical nerve stimulation (TENS)


a. Pengertian
Transcutaneus Electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu
cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui
permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri
Pada TENS mempunyai bentuk pulsa: Monophasic mempunyai
bentuk gelombang rectanguler, trianguler dan gelombang separuh sinus
searah; biphasic bentuk pulsa rectanguler biphasic simetris dan sinusoidal
biphasic simetris; pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan
bentuk interferensi atau campuran. Pulsa monophasic selalu
mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulsa dalam jaringan sehingga
akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan yang ditandai dengan rasa
panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi.

b. Tujuan pemberian TENS


Memelihara fisiologis otot dan mencegah atrofi otot, re-edukasi
fungsi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik, spinal dan supraspinal,
menambah Range Of Motion (ROM)/mengulur tendon, memperlancar
peredaran darah dan memperlancar resorbsi oedema.

 Frekuensi Pulsa
 Frekuensi pulsa dapat berkisar 1 – 200 pulsa detik.
 Frekuensi pulsa tinggi > 100 pulsa/detik
menimbulkan respon kontraksi tetanik dan
sensibilitas getaran sehingga otot cepat lelah
 Arus listrik frekuensi rendah cenderung bersifat
iritatif terhadap jaringan kulit sehingga dirasakan
nyeri apabila intensitas tinggi. Arus listrik frekuensi
menengah bersifat lebih konduktif untuk stimulasi
elektris karena tidak menimbulkan tahanan kulit atau
tidak bersifat iritatif dan mempunyai penetrasi yang
lebih dalam.
 Penempatan Elektroda
 Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan
paling sering digunakan, sebab metode ini dapat
langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa
memperhatikan karakter dan letak yang paling
optimal dalam hubungannya dengan jaringan
penyebab nyeri
 Dermatome :Penempatan pada area dermatome yang
terlibat, Penempatan pada lokasi spesifik dalam area
dermatome, Penempatan pada dua tempat yaitu di
anterior dan di posterior dari suatu area dermatome
tertentu
 Area trigger point dan motor point

 Prosedur TENS
 Tingkat analgesia-sensoris : frekuensi 50-150 Hz,
durasi pulsa <200 (60-100) mikrodetik • Tingkat
analgesia untuk rasa nyeri : frekuensi 150 Hz, durasi
pulsa >150 mikrodetik
 Persipan pasien (kulit harus bersih dan bebas dari
lemak, lotsion, krim dll), periksa sensasi kulit,
lepaskan semua metal di area terapi, jangan
menstimulasi pada area dekat/langsung di atas fraktur
yg baru/non-union, diatas jaringan parut baru, kulit
baru.
c. Indikasi TENS
Kondisi LMNL(Lower Motor Neuron Lesion) baru yang masih
disertai keluhan nyeri, kondisi sehabis trauma/operasi urat saraf yang
konduktifitasnya belum membaik, kondisi LMNL kronik yg sudah terjadi
partial/total dan enervated muscle, kondisi pasca operasi tendon
transverse, kondisi keluhan nyeri pada otot, sebagai irritation/awal dari
suatu latihan, kondisi peradangan sendi (Osteoarthrosis, Rheumathoid
Arthritis dan Tennis elbow), kondisi pembengkakan setempat yang belum
10 hari
d. Kontra Indikasi TENS
Sehabis operasi tendon transverse sebelum 3 minggu, adanya ruptur
tendon/otot sebelum terjadi penyambungan, kondisi peradangan
akut/penderita dlm keadaan panas, Keganasan, Penyakit vaskuler,
Perdarahan, Pasien ketergantungan pada alat pacu jantung, Luka terbuka
yang besar, Infeksi, Gangguan sensoris

3. Shortwave Diathermy (SWD)


a. Pengertian SWD
Terapi panas penentrasi dalam dengan menggunakan gelombang
elektromagnetik frekuensi 27,12 MHz, panjang gelombang 11 m.
b. Tujuan Pemberian SWD
Memperlancar peredaran darah, mengurangi rasa sakit, mengurangi
spasme otot, membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak,
mempercepat penyembuhan radang.
c. Penempatan/susunan elektroda
 Kontraplanar; paling baik, penentrasi panas kejaringan lebih
dalam, dipermukaan berlawanan dengan bagian terapi.
 Koplanar: elektroda berdampingan disisi sama dgn jarak elektroda
adequat, pemanasan superficial, jarak antara ke2 elektroda >>
lebar drpd elektroda
 Cross fire treatment ; ½ terapi diberikan dgn elektroda 1 posisi, ½
terapi diberikan elektroda posisi lain, pemanasan jaringan dlm
seperti untuk organ pelvis
 Monoplanar : elektroda aktif diatas satu lesi, bila yang dituju local
& dangkal
d. Teknik aplikasi SWD
Pre pemanasan alat 5-10 menit, jarak antara elektroda dengan pasien
5-10 cm/1 jengkal, durasi 15-30 menit, intensitas sesuai dengan aktualitas
patologi, posisikan pasien senyaman mungkin, terbebas dari pakaian dan
logam, tes sensibilitas, pasang elektroda, pasien tidak boleh bergerak,
intensitas dipertahankan sesuai dgn toleransi pasien.

e. Indikasi SWD
Kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pada
musculoskeletal), adanya keluhan nyeri pada sistem musculoskeletal
(kodisi ketegangan, pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak),
persiapan suatu latihan/senam (untuk gangguan pada sistem peredarah
darah)

f. Kontraindikasi SWD
Keganasan, kehamilan, kecenderungan terjadinya pendarahan,
gangguan sensibilitas, adanya logam di dalam tubuh, lokasi yang terserang
penyakit pembuluh darah arteri.

4. Microwave Diathermy (MWD)


a. Pengertian MWD
Suatu aplikasi terapeutik dengan menggunakan gelombang mikro dlm
bentuk radiasi elektromagnetik yg akan dikonversi dalam bentuk dengan
frekuansi 2456 MHz dan 915 MHz dengan panjang gelombang 12,25 arus
yang dipakai adalah arus rumah 50 HZ, penentrasi hanya 3 cm, efektif
pada otot

b. Teknik aplikasi MWD:


 Persiapan alat, tes alat, pre pemanasan 5-10 menit, jarak <10cm
dari kulit
 Persiapan pasien: bebaskan dari pakaian dan logam, posisikan
pasien senyaman mungkin, tes sensibilitas, jarak 5-10 cm, durasi
20-30 menit. alat 2456MHz, frekuensi terapi 3-5 x/minggu,
intensitas 50-100 watt (toleransi pasien), dosis intensitas
ditentukan oleh aktualitas patologi (aktualitas rendah : thermal,
aktualitas sedang : subthermal, aktualitas tinggi : a thermal)
c. Indikasi MWD
Selektif pemanasan otot (jaringan kolagen), spasme otot (efektif untuk
sendi Inter Phalangeal, Metacarpal Phalangeal dan pergelangan tangan,
Rheumathoid Arthritis dan Osteoarthrosis), kelainan saraf perifer
(neuralgia neuritis)
d. Kontraindikasi MWD
Adanya logam, gangguan pembuluh darah, pakaian yang menyerap
keringat, jaringan yang banyak cairan, gangguan sensibilitas, neuropathi
(timbul gangguan sensibilitas dan diabetes melitus), infeksi akut,
transqualizer (alat pada pasien dengan gangguan kesadaran), sesudah
rontgen (konsentrasi EM berkelebihan), kehamilan, saat menstruasi.

e. Efek fisiologis yang ditimbulkan dari pemberian MWD


Terjadinya perubahan panas ; yang sifatnya lokal jaringan yang
meningkatkan metabolisme jaringan lokal, meningkatkan vasomotion
sehingga timbul homeostatik lokal yang akhirnya menimbulkan
vasodilatasi. Perubahan panas secara general yang menaikkan temperatur
pada daerah lokal.

5. Infra Red (IR)


a. Pengertian Infra Red
Pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
7.700 – 4 juta Amstrong. Berdasarkan panjang gelombang maka infra red
dapat diklasifikan menjadi :

 Gelombang panjang (non – penetrating)


Panjang gelombang di atas 12.000 A sampai dengan 150.000
A, daya penetrasi sinar ini hanya sampai kepada lapisan superficial
epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm.

 Gelombang Pendek

Panjang gelombang antara 7.700 – 12.000 A. daya penetrasi


lebih dalam dari yang gelombang panjang, yaitu sampai sub cutan kira
– kira dapat mempengaruhi secara langsung terhadap pembuluh darah
kapiler, pembuluh darah lymphe, ujung – ujung saraf dan struktur lain
dibawah kulit.

Pengaruh fisiologis sinar infra merah jika diabsorpsi oleh kulit akan
meningkatkan temperatur suhu tubuh dan pengaruh lainnya antara lain :

1. Meningkatkan proses metabolisme

Seperti yang telah dikemukakan oleh hokum Vant’t Hoff bahwa suatu
reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan
temperatur akibat pemanasan. Proses metabolism terjadi pada lapisan
superfiscial kulit akan meningkat sehingga pemberian oksigen da nutrisi
kepada jaringan lebih diperbaiki,begitu juga pengeluaran sisa – sisa
pembakaran.

2. Vasodilatasi pembuluh darah

Dilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriolae akan terjadi segera


setelah penyinaran, sehingga kulit akan segera tampak kemerah –merhan
tetapi tidak merata, berkelompok – kelompok atau seperti bergaris – garis.
Reaksi kemerah – merahan pada kulit disebut juga erythema yaitu disebabkan
oleh adanya energy panas yang diterima ujung –ujung saraf sensoris yang
kemudian mempengaruhi mekanisme pengaturan panas (heat regulating
mechanism).

3. Pigmentasi

Penyinaran yang berulang – ulang dengan sinar infra red akan


menimbulkan pigmentasi pada tempat ysng disinari. Hal tersebut terjadi
karena adanya perusakan pada sebagian sel – sel darah merah ditempat
tersebut.

4. Pengaruh terhadap urat saraf sensorik

Mild heating (pemanasan yang ringan) mempunyai pengaruh sedative


terhadap ujung – ujung saraf sensoris, sedangkan pemanasan yang berat akan
menimbulkan iritasi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pengaruh ultra violet
yang terkandung didalamnya.

5. Pengaruh terhadap jaringan otot

Kenaikan temperatur disamping membantu proses rileksasi juga akan


meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi. Spasme akibat
penumpukan asam laktat dan sisa metabolism juga dapat dihilangkan dengan
pemanasan.

b. Indikasi dari sinar infra red

Antara lain :

1) Kondisi setelah peradangan sub – akut, seperti sprain, muscle strain,


contusion
2) Arthritis seperti : Rheumatoid arthritis, osteoarthritis, mialgia, neuritis

3) cangguan sirkulasi daran, seperti : tromboplebitis, Raynold’s disease

4) Penyakit kulit, seperti : folliculitis, wound

5) Persiapan exercise dan massage

c. Kontra Indikasi sinar infra red

Sebagai berikut :

1) Daerah insufisiensi darah

2) Gangguan sensibilitas

3) Adanya kecenderungan terjadi perdarahan

6. Cold Therapy

a. Pengertian Cold Therapy

Adalah pemanfaatan dingin untuk mengobati nyeri dan mengurangi


gejala peradangan lainnya. Istilah cryotherapydigunakan untuk penggunaan
terapi dingin yang sangat ekstrim, biasanya mengunakan cairannitrogen yang
digunakan sebagai anesthetic-analgesia (Swenson et al., 1996:193). Pada
terapi dingin, digunakan modalitas terapi yang dapat menyerap suhu jaringan
sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati mekanisme konduksi.
Efek pendinginan yang terjadi tergantungjenis aplikasi terapi dingin, lama
terapi dan konduktivitas. Pada dasarnya agar terapi dapat efektif, lokal cedera
harus dapat diturunkan suhunya dalam jangka waktu yang mencukupi
(Bleakleyet al., 2004:251).

b. Indikasi Terapi Dingin(Cold Therapy)


Menurut Konrath et.al (1996:630) beberapa kondisi yang dapat ditangani
dengan cold therapy
antara lain :
o Cedera (sprain, strain dan kontusi)
o Sakit kepala (migrain, tension headachedan cluster headache)
o Gangguan temporomandibular (TMJ disorder).
o Testicular dan scrotal pain
o Nyeri post operasi..
o Fase akut arthritis (peradangan pada sendi).
o Tendinitis dan bursitis
o Carpal tunnel syndrome
o Nyeri lutut.
o Nyeri sendi.
o Nyeri perut. .
c. Kontra Indikasi Terapi Dingin (Cold Therapy)
Cold therapy sangat mudah digunakan, cepat, efisien dan ekonomis. Akan
tetapi terdapat beberapa kondisi yang dapat dipicu oleh cold therapy.
Individu dengan riwayat gangguan tertentu memerlukan pengawasan yang
ketat pada terapi dingin. Beberapa kondisi tersebut diantaranya adalah :
o Raynaud`s syndrom
yang merupakan kondisi dimana terdapat hambatan pada arteri terkecil
yang menyalurkan darah ke jari tangan dan kaki ketika terjadinya
dingin atau emosi. Pada keadaan ini timbul sianosis yanga pabila
berlanjut dapat mengakibatkan kerusakan anggota tubuh perifer
(Swensonet al., 1996:193).
o Vasculitis (peradangan pembuluh darah) (Swensonet al., 1996:193).
o Gangguan sensasi saraf misal neuropathyakibat diabetes mellitus
maupun leprosy. (Ernstet al., 1994:56)
o Cryoglobulinemia yang merupakan kondisi berkurangnya protein di
dalam darah yang menyebabkan darah akan berubah menjadi gel bila
kena dingin (Hocutt, 1982:316).
o Paroxysmal cold hemoglobinuria yang merupakan suatu kejadian
pembentukan antibodi yang merusak sel darah merah bila tubuh
dikenai dingin. (Hocutt, 1982:316).

7. Arus Interferensial
Kemampuan penetrasi lebih dalam karena tidak adanya tahanan pada
kulit, karena untuk menurunkan resisten jaringan frekuensi harus
ditingkatkan. Aplikasi dengan intensitas tinggi tidak menyebabkan iritasi kulit
di bawah elektrode sehingga lebih nyaman dirasakan pasien. Efek fisiologis
stimulasi afferent nerve fibers bermyelin tebal yang menyebabkan
pengurangan nyeri dan normalisasi keseimbangan neuro-vegetative berupa
rileksasi dan peningkatan sirkulasi. Stimulasi afferent nerve fibers bermyelin
tebal akan menghambat atau memberikan efek blocking aktifitas afferent
nerve fibers bermyelin tipis sehingga persepsi nyeri berkurang atau
dihilangkan.
a. Aplikasi Interferential Current
1. Pemilihan AMF atau frekuensi treatmen AMF tinggi ( Hz) lebih tepat pada
kondisi akut, nyeri hebat atau keadaan hipersensitif. Dapat juga digunakan
sebagai treatmen awal. AMF rendah ( 50 Hz) akan menyebabkan kontraksi
tetanik. Lebih tepat pada kondisi kronik atau sub akut. 2. Pemilihan frekuensi-
sweep program Berkaitan dengan program frekuensi modulasi (sweep) 3.
Model spektrum Program spectrum 1/1  kondisi kronik atau sub akut
Program spectrum 6/6 untuk kondisi akut 1/30/1/30s untuk kondisi akut
b. Dosis
a. Intensitas Didasarkan pada sensasi pasien yang terdiri dari mitis, normal
dan fortis
b. Waktu Umumnya 10 menit dan menurut Prof Liliana Nikolova Troeva
dapat sampai 30 menit.
c. Pemilihan frekuensi Frekuensi 2000 Hz lebih efektif untuk stimulasi otot.
Frekuensi 4000 Hz lebih efektif untuk mengurangi nyeri.
c. Indikasi
1. Nyeri (otot, tendon, kapsul atau saraf)
2. Hipertonia
3. Kelemahan otot
4. Penyakit-penyakit dengan gejala berupa gangguan keseimbangan
neurovegetative yang mengarah kepada gangguan sirkulasi dan fungsi organ.
5. Post traumatic (kontusio, sprain, luksasi, ruptur dan kontraktur)
6. Arhrosis, spondylosis.
7. Periarthritis, bursitis, tendinitis.
8. Myalgia.
9. Atrophy
d. Kontraindikasi
1. Demam
2. Tumor
3. Tb
e. Relatif kontraindikasi
1. Inflamasi lokal.
2. Thrombosis.
3. Kehamilan.
4. Pacemaker.
5. Implant metal

DAFTAR PUSTAKA

1. Parjoto, Slamet, 2005, Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri, IFI


Cabang Semarang.
2. Mardiman, Sri, 2001, Modulasi Nyeri dan Mekanisme
Pengurangan Nyeri dengan Modalitas Fisioterapi, Pelatihan
Penatalaksanaan Fisioterapi Komprehensif pada Nyeri,
Surakarta.
3. http://cdn-u.kaskus.us/46/0hmzkxrb.jpeghttp://cdn-
u.kaskus.us/46/tklbrmim.jpeg

Anda mungkin juga menyukai