Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu diagnosis
kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014).
Di dunia, 17,5 juta jiwa (31%) dari 58 juta angka kematian di dunia disebabkan oleh
penyakit jantung (WHO, 2016). Dari seluruh angka tersebut, benua Asia menduduki
tempat tertinggi akibat kematian penyakit jantung dengan jumlah 712,1 ribu jiwa.
Sedangkan di Asia Tenggara yaitu Filipina menduduki peringkat pertama akibat kematian
penyakit jantung dengan jumlah penderita 376,9 ribu jiwa. Indonesia menduduki
peringkat kedua di Asia Tenggara dengan jumlah 371,0 ribu jiwa (WHO, 2014).
Berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan dari WHO, pada tahun 2015
diperkirakan kematian akibat penyakit jantung meningkat menjadi 20 juta jiwa.
Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030, diperkirakan 23,6 juta jiwa
penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung (WHO, 2015).
Berdasarkan data dari rekam medik tahun 2016 di Poliklinik Jantung RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten, jumlah penderita penyakit jantung pada bulan Januari
sampai Mei 2016 sebanyak 6701 kunjungan. Sedangkan angka kejadian untuk penderita
gagal jantung mulai dari bulan Januari sampai Mei 2016 sebanyak 238 kunjungan
(Rekam Medis RSST, 2016).

Salah satu upaya preventif yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi
komplikasi adalah melatih pasien nafas dalam sekaligus melatih otot pernafasan tindakan
ini bertujuan meningkatkan ekspansi paru-paru sekaligus memperbaki oksigenasi ke otot
jantung. Latihan nafas dalam juga mencega atelectasis dan memperbaiki fungsi paru-paru
yang dapat dilihat dari pengembangan paru secara maksimal . Pada pasien jantung yang
dirawat beberapa minggu di rumah sakit akan mengakibatkan pasien mengalami
gangguan aktifitas fungsional seperti kelemahan otot dan keterbatasan ROM, serta
biasanya juga mengalami pengembagan thoraks minimal. Fisioterapi berperan besar
dalam memeberikan breathing exercises dan terapi latihan kepada pasien, untuk
meningkatkan kembali fungsional pasien
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung


a) Anatomi Jantung
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan.
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi ritmik
dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan
atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai
pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan
kiri dinamakan septum.

Batas-batas jantung:
 Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)
 Kiri : ujung ventrikel kiri
 Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri
 Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis
 Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang
diafragma sampai apeks jantung
 Superior : apendiks atrium kiri
Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup
yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah tersebut
mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup trikuspid yang terletak di
antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel
kiri dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2
daun (leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun
(leaflet).

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung. Serabut
post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada
ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua
atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi
aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal dari
sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan,
turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada
85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens artery
(PDA) disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri
dan terbagi menjadi arteri anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD)
interventrikuler dan sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.

b) Fisiologi Jantung
Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait fungsinya
sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan.
Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan berfungsi
untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi
sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah
suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen
manusia demi kelangsungan hidupnya.
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena
cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena (disebut
darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk
ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-
paru melalui katup pulmonal. 1 Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida,
mengalami oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah
merah ini kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium
kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke
aorta. 1 Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan tekanan
darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini mulai mengalami
relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan dalam arteri
akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan
darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan kedua
ventrikel.

B. Patologi
a) Definisi
Congestive Heart Failure(CHF) adalah suatu kondisi jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakanke seluruh tubuh atau mengakibatkan
otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu
yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan
kuat(Udjianti, 2010).

b) Etiologi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi gagal
jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF) berbeda dari gagal jantung
dengan penurunan EF. Terdapat pertimbangan terhadap etiologi dari kedua keadaan
tersebut tumpang tindih. Di Negara-negara industri, Penyakit Jantung Koroner (PJK)
menjadi penyebab predominan pada 60-75% pada kasus gagal jantung pada pria dan
wanita. Hipertensi memberi kontribusi pada perkembangan penyakit gagal jantung pada
75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi
memperbesar risiko pada gagal jantung, seperti pada diabetes mellitus.

Emboli paru dapat menyebabkan gagal jantung, karena pasien yang tidak aktif
secara fisik dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi membentuk thrombus
pada tungkai bawah atau panggul. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih
lanjut tekanan arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat mengakibatkan atau memperkuat
kegagalan ventrikel. Infeksi apapun dapat memicu gagal jantung, demam, takikardi dan
hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan memberi
tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan beban meskipun masih
terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung kronik.

c) Tanda dan Gejala

Gagal jantung terbagi menjadi dua berdasarkan waktu perkembangan gejalanya,


yaitu kronis dan akut. Pada gagal jantung kronis, gejala berkembang secara bertahap dalam
waktu yang lama. Sedangkan pada gagal jantung akut, gejala berkembang secara cepat.
Gejala utama dari gagal jantung, yaitu:

1. Tubuh terasa lelah sepanjang waktu.


2. Sesak napas, ketika beraktivitas maupun beristirahat.
3. Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki.
4. Kenaikan berat badan yang signifikan.
5. Sering ingin buang air kecil terutama saat malam hari.

Jika gejala di atas terus-menerus terjadi, akan muncul gejala seperti napas berbunyi,
batuk-batuk karena adanya pembengkakan pada paru-paru, denyut jantung tidak teratur,
tubuh akan menjadi semakin cepat lelah, dan sesak napas karena paru-paru dipenuhi oleh
cairan.

Gagal jantung kongestif bisa dikatakan parah, apabila pengidap kondisi ini sudah
mengalami gejala berupa kulit berwarna kebiru-biruan karena paru-paru kekurangan
oksigen, tarikan napas yang pendek dan cepat, menjalar rasa nyeri di dada melalui bagian
tubuh atas yang menandai adanya serangan jantung, dan pingsan

d) Patofisiologi
Penurunan curah jantung pada gagal jantung mengaktifkan serangkaian adaptasi
kompensasi yang dimaksudkan untuk mempertahankan homeostasis kardiovaskuler. Salah
satu adaptasi terpenting adalah aktivasi system saraf simpatik, yang terjadi pada awal gagal
jantung. Aktivasi system saraf simpatik pada gagal jantung disertai dengan penarikan tonus
parasimpatis. meskipun gangguan ini dalam kontrol otonom pada awalnya dikaitkan
dengan hilangnya penghambatan masukan dari arteri atau refleks baroreseptor
kardiopulmoner, terdapat bukti bahwa refleks rangsang juga dapat berpartisipasi dalam
ketidakseimbangan otonom yang terjadi pada gagal jantung. dalam kondisi normal
masukan penghambatan dari “tekanan tinggi” sinus karotis dan baroreceptor arcus aorta
dan “tekanan rendah” mechanoreceptor cardiopulmonary adalah inhibitor utama aliran
simpatis, sedangkan debit dari kemoreseptor perifer nonbaroreflex dan otot
“metaboreseptor” adalah input rangsang utama outflow simpatik. Pada gagal jantung,
penghambat masukan dari baroreseptor dan mekanoreseptor menurun dan rangsangan
pemasukan meningkat, maka ada peningkatan dalam aktivitas saraf simpatik, dengan
hilangnya resultan dari variabilitas denyut jantung dan peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer.
Berbeda dengan sistem saraf simpatik, komponen dari sistem renin-angiotensin
diaktifkan beberapa saat kemudian pada gagal jantung. mekanisme untuk aktivasi RAS
dalam gagal jantung mencakup hipoperfusi ginjal, penurunan natrium terfiltrasi mencapai
makula densa di tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, yang
menyebabkan peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin memotong
empat asam amino dari sirkulasi angiotensinogen, yang disintesis dalam hepar, untuk
membentuk angiotensin I. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) memotong dua asam
amino dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Mayoritas (90%) dari aktivitas
ACE dalam tubuh terdapat dalam jaringan, sedangkan 10% sisanya terdapat dalam bentuk
terlarut (ikatan non membran) dalam interstitium jantung dan dinding pembuluh darah.
Angiotensin II mengerahkan efeknya dengan mengikat gabungan dua reseptor G-Protein
angiotensin yang disebut tipe 1 (AT 1) dan angiotensin tipe 2 (AT 2). Reseptor angiotensin
yang dominan dalam pembuluh darah adalah reseptor AT1. Aktivasi reseptor AT1
menyebabkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron, dan pelepasan
katekolamin, sedangkan aktivasi reseptor AT2 menyebabkan vasodilatasi, penghambatan
pertumbuhan sel, natriuresis, dan pelepasan bradikinin. Angiotensin II memiliki beberapa
tindakan penting untuk mempertahankan sirkulasi homeostasis jangka pendek. Namun,
ekspresi berkepanjangan dari angiotensin II dapat menyebabkan fibrosis jantung, ginjal,
dan organ lainnya. Angiotensin II dapat juga memperburuk aktivasi neurohormonal dengan
meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatik, serta merangsang zona
glomerulosa korteks adrenal untuk memproduksi aldosteron. Aldosteron menyediakan
dukungan jangka pendek ke dalam sirkulasi dengan melakukan reabsorbsi natrium dalam
pertukaran dengan kalium di tubulus distal. Aldosterone dapat menimbulkan disfungsi sel
endotel, disfungsi baroreseptor, dan menghambat uptake norepinefrin, salah satu atau
semua dari kelainan tersebut dapat memperburuk gagal jantung.
Stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma, dan aldosteron. Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat dari
ginjal (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik, di mana ia merangsang pelepasan
noradrenalin dari terminal saraf simpatis, menghambat tonus vagus, dan mempromosikan
pelepasan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air dan peningkatan
ekskresi kalium. Selain itu, angiotensin II memiliki efek penting pada miosit jantung dan
dapat menyebabkan disfungsi endotel yang diamati pada gagal jantung kronis.

Anda mungkin juga menyukai